ANALISIS PERBAIKAN PROSES SUB PANEL WELDING MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING Rizkiyah Ristianty, Putu Dana Karningsih, Yudha Prasetyawan Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected] Abstrak PT. Alstom Power Energy Systems Indonesia (PT. Alstom Power ESI) merupakan salah satu anak perusahaan dari Alstom Power yang bergerak di bidang manufaktur boiler. Salah satu proyek yang sedang dikerjakan perusahaan saat ini adalah Tanjung Bin Project yang merupakan pembuatan komponen boiler yang terdiri dari empat produk yaitu panel, separator, spherical dan superheater element. Dari keempat produk tersebut, yang saat ini sedang dikerjakan adalah panel. Panel yang diproduksi untuk setiap proyek yang berbeda akan selalu memiliki kesamaan bentuk, yang membedakannya antar proyek adalah ukuran material yang digunakan dan jumlah produk yang akan dihasilkan. Dari pengamatan selama ini diketahui bahwa produksi panel, khususnya sub panel welding, seringkali mengalami keterlambatan yang berakibat pada keterlambatan pengiriman. Keterlambatan pengiriman akan menyebabkan adanya penalty yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebesar 0,5% dari nilai kontrak untuk setiap minggu keterlambatan. Selain itu, proses setup yang dilakukan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Penelitian ini dilakukan dalam upaya mencari solusi riil untuk meniadakan keterlambatan tersebut penerapan metode lean manufacturing untuk mengidentifikasi waste dan Single Minute Exchange of Dies (SMED) untuk mengurangi waktu setup. Hasil penelitian ini adalah bahwa terdapat 6 jenis waste dari 9 jenis waste yaitu defect, motion, EHS, waiting, excess processing dan inventory. Rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan mengganti SOP dari beberapa aktivitas, mengganti alat/mesin serta mengganti kebijakan. Kegiatan setup yang awalnya memerlukan waktu selama 119 menit, dikurangi menjadi 71,25 menit dengan cara pemerataan beban kerja dua operator. Rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan menggunakan go-no-go tool dan mengganti alat/mesin yang digunakan. Utilitas mesin diukur dengan melakukan pengamatan selama 15 hari dan didapatkan bahwa terdapat 4 hari yang memiliki waktu produksi di bawah target perusahaan(80%). Kata kunci : Lean Manufacturing, SMED, Spaghetti Diagram, sub panel welding, waste. Abstract PT. Alstom Power Energy Systems Indonesia (PT. Alstom Power ESI) is one of sister company of Alstom Power which operates its business process in boiler manufacturing. One of projects they do is Tanjung Bin Project which is consisted of 4 products, they are panel, separator, spherical and superheater element. Panel is the product that still in process. Every project always has panel on theirs, and every panel from different projects has same shape. The differences are material dimension and the number of products in the end. From the observation, there is a lateness indication of panel production, exactly in sub panel welding process. This lateness will drive to shipment delay. This shipment delay will cause company to pay penalty as big as 0,5% of contract value for each week of lateness. Furthermore, setup process take a long time to complete. The aims of this study are to find out real solution to eliminate lateness by applying these methods, they are Lean Manufacturing to identify waste while Spaghetti Diagram and Single Minute Exchange of Dies to analyze setup time. The results of this study are found that there are 6 of 9 waste type, they are defect, motion, EHS, waiting, excess processing and inventory. Improvement recommendations are change SOP from several activities, change equipment and policies. Setup activity takes 119 minutes to complete and then it’s decreased to 71,25 minutes by rebalancing operator load. Improvement recommendation for this activity are using go-no-go tool and chnage the equipment. Machine performance is measured for 15 days and obtained that there are 4 days of observation have production time below company target (80%). Keywords : Lean Manufacturing, SMED, Spaghetti Diagram, sub panel welding, waste.
1
dapat dilakukan identifikasi waste. Observasi dan wawancara dengan operator juga dilakukan dalam proses identifikasi waste ini. Penentuan rekomendasi perbaikan dilakukan setelah didapatkan akar penyebab dari masing-masing waste. Pengurangan waktu proses setup dilakukan dengan menerapkan metode Single Minute Exchange of Dies (SMED). Sedangkan untuk melihat utilitas mesin, dilakukan pengamatan selama 15 hari dengan terlebih dahulu mengidentifikasi jenis-jenis aktivitas yang dilakukan.
1. Latar Belakang PT. Alstom Power Energy Systems Indonesia (PT. Alstom Power ESI) merupakan salah satu anak perusahaan dari Alstom Power yang bergerak di bidang manufaktur boiler. Salah satu proyek yang sedang dikerjakan perusahaan saat ini adalah Tanjung Bin Project yang merupakan pembuatan komponen boiler yang terdiri dari empat produk yaitu panel, separator, spherical dan superheater element. Panel yang diproduksi untuk setiap proyek yang berbeda akan selalu memiliki kesamaan bentuk, yang membedakannya antar proyek adalah ukuran material yang digunakan dan jumlah produk yang akan dihasilkan. Proses pengerjaan panel memiliki empat work station yaitu panel welding, tube bending, panel attachment prefab dan panel assembly. Panel yang diproduksi dibagi menjadi 5 circuit atau jenis dan diproduksi secara berurutan yaitu F-19L, F-04L, F-10L, F-04LC dan F-10LC. Dari hasil pengamatan terhadap proses produksi dan laporan progress pengerjaan panel, didapatkan indikasi adanya keterlambatan produksi panel yang saat ini mencapai tahap welding dalam bentuk ketidaksesuaian antara jadwal dan realisasi. Ketidaksesuaian tersebut akan berdampak pada kemungkinan adanya keterlambatan penyelesaian dan pengiriman produk ke konsumen. Keterlambatan pengiriman akan menyebabkan adanya penalty yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebesar 0,5% dari nilai kontrak untuk setiap minggu keterlambatan. Selain proses produksinya itu sendiri, proses setup yang merupakan tahapan awal dalam menjalankan mesin juga menjadi objek perbaikan. Data di lapangan menunjukkan bahwa proses setup pada mesin SP-1 memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu selama 119 menit atau sekitar 2 jam.
4. Penyusunan Operation Process Chart Urutan proses sub panel digambarkan sebagai berikut. Fin
Tube
O-1
Mengambil fin 1 menit
O-2
Mengambil tube 1 menit
O-3
Tube and fin fitting 2 menit
O-4
Tack welding 3 menit
O-5
Persiapan welding SP-1 39 detik
O-6
Welding (SP-1) 15 menit
O-7
Mengatur fin guide roll di mesin SP-1 10 detik
O-8
Pengaturan posisi sub panel 58 detik
O-9
Pengangkutan sub panel ke mesin SP-2 14 detik
O-10
2. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diselesaikan pada penelitian ini adalah bagaimana melakukan perbaikan proses sub panel welding untuk meminimalkan pemborosan yang berakibat pada keterlambatan penyelesaian proses tersebut.
welding
Persiapan welding SP-2 6 detik
O-11
Welding (SP-2) 15 menit
O-12
Mengatur fin guide roll di mesin SP-2 3 detik
Gambar 1 Operation Process Chart 5. Identifikasi Waste, Akar Penyebab, Penilaian Waste dan Penyusunan Rekomendasi Perbaikan Identifikasi waste dilakukan dengan cara menyusun urutan proses sub panel welding dengan lebih detail, kemudian membandingkan waktu masing-masing aktivitas dengan waktu standar. Apabila terdapat perbedaan antara waktu aktual dan standar, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas tersebut adalah waste. Kemudian dilakukan identifikasi akar penyebab dari masing-masing waste dengan menggunakan Root Cause Analysis.
3. Metodologi Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi lapangan, identifikasi permasalahan, penentuan tujuan penelitian dan studi literatur. Kemudian dilakukan penggambaran urutan proses sub panel welding dengan menggunakan metode Operation Process Chart. Dari chart tersebut, urutan proses digambarkan dengan lebih detail dengan menggunakan Process Activity Mapping sehingga
2
Tabel 1 Identifikasi Waste, Akar Penyebab dan Rekomendasi Perbaikan Jenis Waste
Waste Menurunkan roller
Defect Terjadi defect porosity pada proses pengelasan
Penggantian kawat dan pengetapan flux
Motion
Environment, Health and Safety
Membersihkan permukaan sub panel Menyusun fin di antara tube Meluruskan dan merapatkan posisi fin dan tube Melakukan tack weld pada fin dan tube Operator tidak menggunakan APD lengkap ketika menjalankan proses produksi
Akar Penyebab Roller diturunkan bersamaan dengan ujung tube yang melewati bawah roller Fin yang akan digunakan untuk produksi dikirim dari warehousesecara bersamaan di awal sehingga menumpuk di storage area mesin fin decoil Tidak pernah dilakukan pengukuran waktu habisnya 1 roll kawat dan waktu penggantian flux Tidak ada SOP penyimpanan Fin yang lebih kecil akan cenderung berpilin Pergeseran fin akan menimbulkan defect
Rekomendasi Perbaikan Menambahkan tube extension
Melakukan pengiriman material ke mesin fin decoil secara bertahap Membuat jadwal penggantian flux dan kawat dengan memperhatikan data historis mengenai periode penggunaan flux dan kawat Membuat SOP penyimpanan palu Mengatur penyimpanan fin setelah diproses di mesin milling Menjaga kualitas fin yang digunakan
Lingkungan kerja yang panas
Menambahkan blower kecil di lokasi pengelasan
Menunggu tube dari mesin Rothoblast
Kapasitas mesin lebih kecil dari demand yang dibutuhkan untuk proses berikutnya (fit up)
Menyediakan buffer sebelum proses fit up dan pengelasan dimulai
Mesin SP-2 menunggu input dari mesin SP-1
Pada awal shift, tidak terdapat buffer berupa output produk dari mesin SP-1
Excess Processing
Membersihkan permukaan sub panel
Pilihan ukuran alat pembersih terbatas
Excess Processing
Merenggangkan side clampmesin SP-1
Proses pemotongan fin dilakukan dengan mesin milling
Inventory
Pengadaan tube
Memberikan kelonggaran apabila terjadi defect
Waiting
Menyediakan buffer sebanyak 1 unit karena waktu pengelasan kedua mesin tersebut sama Membuat alat pembersih yang ukurannya dapat disesuaikan dengan lebar fin yang diproduksi Untuk mendapatkan fin dengan ukuran lebar lebih kecil dari yang biasanya, dilakukan dengan menggunakan material berupa round fin yang dipipihkan dengan mesin press Menerapkan standar EN dalam melakukan proses produksi
membutuhkan waktu selama 119 menit dan membutuhkan 2 orang operator. Pembagian kerja kedua operator tidak seimbang, dapat dilihat dari pemetaan kerja untuk masing-masing aktivitas pada proses setup. Untuk mengetahui apakah terdapat
6. Perbaikan Proses Setup Perbaikan proses setup dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terdapat didalamnya. Berdasarkan hasil identifikasi urutan aktivitas setup, dapat diketahui bahwa proses ini
3
pergerakan tidak perlu yang dilakukan operator, maka dilakukan penggambaran pergerakan operator dengan menggunakan Spaghetti Diagram. Kemudian dilakukan running software Blocplan untuk mendapatkan layout optimal.
setup ke dalam jenis internal (aktivitas dilakukan pada saat mesin dalam keadaan mati) dan external (aktivitas dilakukan bersamaan dengan mesin melakukan kegiatan produksi/pengelasan). Kemudian, untuk mengurangi waktu setup¸dilakukan pembagian ulang beban kerja operator. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan utilitas dari kedua operator. Penyeimbangan beban kerja/utilitas kedua operator menghasilkan pengurangan waktu setup menjadi 74,75 menit dari waktu awal selama 119 menit. Beberapa perbaikan yang direkomendasikan adalah : 1. Membuat changeover toolkit sehingga mengurangi aktivitas mencari dan memindahkan alat-alat yang digunakan untuk proses setup 2. Menggunakan go-no-go tool sehingga mengurangi penggunaan caliper dalam mengukur ketinggian ruang antara fin guide dan fin guide roll dan akan mempercepat waktu setup 3. Mengubah cara pemasangan fin guide yang awalnya dilas menjadi sistem baut dan mengganti desain fin guide menjadi satu set fin guide yang terdiri dari dua unit (apabila menggunakan 2 unit fin guide) sehingga memudahkan pemasangan 4. Menggunakan pneumatic tool untuk melepas dan mengencangkan baut 5. Menggunakan metode SMED untuk mengurangi waktu pemasangan kawat 6. Menggunakan go-no-go tool
Gambar 2 Spaghetti Diagram Berdasarkan hasil running software Blocplan pada proses setup, didapatkan bahwa layout yang disarankan hampir mendekati layout eksisting dimana letak roller 1 berdekatan dengan roller 2, roller 3 berdekatan dengan roller 4. Namun lokasi roller 2 yang pada kondisi eksisting seharusnya berdekatan dengan lokasi pengelasan, pada output software disarankan untuk diletakkan tidak berdekatan dengan roller 1, karena roller 1 memiliki frekuensi pergerakan ke lokasi pengelasan yang lebih besar dibandingkan dengan frekuensi pergerakan dari roller 2 ke lokasi pengelasan. Sebenarnya fungsi dari kedua roller ini adalah sama, yaitu untuk mempertahankan posisi benda kerja agar tetap berada di tengah, sehingga upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi frekuensi pergerakan dari roller 1. Pergerakan yang dilakukan oleh operator dari lokasi pengelasan ke roller 1 berturut-turut adalah untuk melakukan setting roller 1 bagian bawah, kemudian memastikan kesamaan tinggi antara roller 1 dan roller 3 dan yang terakhir adalah setting roller 1 bagian atas. Ketika aktivitas tersebut bisa diubah urutannya agar didapatkan frekuensi pergerakan yang lebih kecil. Aktivitas pertama yang dilakukan adalah setting roller 3 lalu berpindah ke arah roller 1 untuk memastikan tingginya telah sama dengan roller 1. Kemudian tanpa harus kembali ke lokasi pengelasan, operator melakukan setting pada roller 1 bagian atas dan bawah secara berurutan, baru kemudian kembali ke lokasi pengelasan. Sehingga frekuensi perpindahan antara lokasi pengelasan dan roller 1 yang dilakukan operator berkurang dari 6 kali menjadi 2 kali. Kemudian lokasi tool box juga disarankan untuk diletakkan di dekat (sejajar) lokasi pengelasan dengan jarak 13 cm dari lokasi pengelasan karena lokasi eksisting dari toolbox yang letaknya cukup jauh sehingga diperlukan waktu lebih lama untuk operator dapat mencapai toolbox tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan aktivitas-aktivitas pada proses
7. Utilitas Mesin Sub Panel Welding Utilitas mesin SP-1 dan SP-2 dilihat dengan cara melakukan pengamatan selama 15 hari terhadap waktu produksi mesin. Waktu produksi per harinya adalah 8 jam kerja efektif. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh mesin dikelompokkan menjadi aktivitas produksi changeover, breakdown, waiting, planned stop dan non quality activity. Waktu dari masing-masing aktivitas per hari direkap kemudian dijadikan ke dalam bentuk persentase per hari dengan rumus dan contoh perhitungan sebagai berikut. Waktu produksi mesin SP-1 Hari ke-1: Waktu Produksi Waktu Produksi = Waktu Total x 100% Waktu Produksi =
553
553+0+45+0+25+12
553 x 100% 635 Waktu Produksi = 87,1%
Waktu Produksi =
4
x 100%
Gambar 3 Waktu Produksi Mesin SP-1 2.
Gambar 4 Waktu Produksi Mesin SP-2 Target yang ditetapkan oleh perusahaan adalah waktu produksi per hari sebesar lebih dari 80%.
8. Kesimpulan Secara umum penelitian ini telah berhasil mencapai tujuan penelitian yaitu untuk menemukan solusi riil dalam menurunkan keterlambatan proses welding. Pihak manajemen PT. Alstom telah mengkonfirmasi kesesuaian hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dalam menjawab persoalan yang dihadapi perusahaan. Secara detil beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut : Berdasarkan hasil analisis detail proses, 1. observasi serta diskusi dengan operator, ditemukan 6 dari 9 jenis waste di proses sub panel welding yaitu defect, motion, EHS, waiting, excess processing dan inventory. Rekomendasi perbaikan untuk waste defect adalah menambahkan tube extension dan melakukan pengiriman material ke mesin fin decoil secara bertahap. Rekomendasi perbaikan untuk waste motion adalah membuat jadwal penggantian flux dan kawat, mebuat SOP penyimpanan alat permbersih permukaan sub panel (palu), mengatur penyimpanan flux setelah diproses di mesin milling dan menjaga kualitas fin yang digunakan. Rekomendasi perbaikan untuk waste EHS adalah menambahkan blower kecil di lokasi pengelasan. Rekomendasi perbaikan untuk waste waiting adalah menyediakan buffer sebelum proses pengelasan dimulai dan
3.
menyediakan buffer sebanyak 1 unit untuk mesin SP-2. Rekomendasi perbaikan untuk waste excess processing adalah membuat alat pembersih yang ukurannya dapat disesuaikan dengan lebar fin yang diproduksi dan penyesuaian ukuran lebar fin dilakukan dengan menggunakan material berupa round fin yang dipipihkan dengan mesin press. Sedangkan rekomendasi perbaikan untuk waste inventory adalah menerapkan standar EN dalam melakukan proses produksi. Setup time dapat dikurangi dari 119 menit menjadi 71,25 menit dengan menerapkan metode SMED. Untuk pergerakan operator selama proses setup berjalan secara normal dikarenakan tata letak mesin yang bagus dan sebagian besar aktivitas dalam proses setup banyak dilakukan di satu tempat ( pergerakan tangan). Rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan cara menggunakan go-no-go tool untuk mempercepat proses inspeksi dan pengukuran, mengganti sistem pengelasan pada pemasangan fin guide mesin menjadi sistem baut, menggunakan pneumatic tool untuk memasang dan melepas baut, mengganti desain fin guide agar lebih fleksibel serta membuat changeover toolkit untuk menyimpan semua alat yang digunakan untuk melakukan setup. Berdasarkan data 15 hari pengamatan, terdapat 4 hari yang memiliki waktu produksi per hari di bawah target perusahaan sebesar 80% (berarti 27% dari periode waktu tidak memenuhi target waktu produksi). Rendahnya waktu produksi disebabkan terutama oleh aktivitas planned stop dan changeover kawat. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat standar pembagian waktu dalam melakukan briefing. Rekomendasi untuk mempercepat proses penggantian kawat adalah dengan cara membuat jadwal penggantian berdasar data historis pemakaian kawat dan menyiapkan kawat yang telah dipasang pada spare roll.
UCAPAN TERIMAKASIH Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu terselesaikannya penelitian. DAFTAR PUSTAKA American Society for Quality, (2013), LSS Tool – The Spaghetti Diagram, American Society for
5
Quality, Diambil dari http://www.asqlongisland.org pada tanggal 8 Juli 2013.
Heragu, Sunderesh S., (1997), Facilities Design, PWS Publishing Company, Boston.Hines, P. dan Taylor, D., (2000), Going Lean, Lean Enterprise Research Center Cardiff Business School, USA.
Anggraeni, Nyoman Yuni. (2009), Penerapan Metode Penjadwalan Critical Chain dan Lean Construction dalam Perencanaan dan Pengendalian Proyek Konstruksi (Studi Kasus : PT. Adhi Karya (Persero), Tbk), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Marhani, M. A., Jaapar, A., & Bari, N. A. A., (2012), “Lean Construction: Towards Enhancing Sustainable Construction in Malaysia”, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol. 68, Hal. 87-98.
Bayu, I Ketut Agus Indra, (2013), Peningkatan Produktivitas Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Manufacturing pada PT. Joyfresh International, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Order Management PT. Alstom Power ESI, (2013) Plan and Progress Report, PT. Alstom Power ESI, Surabaya. PT. Alstom Power ESI, (2013) Single Minute Exchange of Dies, PT. Alstom Power ESI, Surabaya.
Departemen MM&I PT. Alstom Power ESI, (2013) Waterwall Panel Fabrication Sequence, PT. Alstom Power ESI, Surabaya.
Wignjosoebroto, Sritomo, (2003), Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya.
Gaspers, Vincent, (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wignjosoebroto, Sritomo, (2011), Metode Evaluasi Aliran Bahan, Lecture handout: Perancangan Fasilitas, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Hazmin, Ibnu N, (2005),Penentuan Kebijakan dan Kegiatan Perawatan dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance II (RCM II) dan Single Minutes Exchange of Die (SMED) (Studi Kasus pada Mesin Dosin Aparatus di PT. Philips Indonesia), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Zoraya, Adelin Ayu, (2013), Perbaikan Proses Bisnis Pelayanan Penanganan Gangguan Melalui Pendekatan IDEF0-FMEA dan Root Cause Analysis (Studi Kasus : PT. X), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
6