Jurnal Mangrove dan Pesisir X (1), Februari 2010: 20-32 ISSN: 1411-0679
MINAPOLITAN KEBERLANJUTAN PROGRAM PEMP TERHADAP MASYARAKAT KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Ermi Husni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta Diterima 15 Juli 2009
Disetujui 10 September 2009
ABSTRACT PEMP program is aim to increase prosperity of coastal community through economic activity expansion, human resources quality improvement through counseling and practice and reinforcement of institution of social economic by optimal and continuation utilization of fishery and coastal resources through aid packet, one of them is machine long tail. Motorization program by giving machine long tail to Bungus Teluk Kabung fishermen is aim to optimalized the gain of traditional fisherman. Fish horde which has started go away can be reached, due to the use of sailboat or sampan only. With this machine as impeller machine, fisherman boat has reached far to the middle. Fisherman Population in this research were all coastal community in district Bungus Teluk Kabung receiving program PEMP in the aid form of machine long tail amount to 83 people. Number of samples taken was 68 people, the fisherman were from 2006 program. Research data were required from related institution and through questioner by interviewing respondent. Data were analyzed descriptively and statistically. Fisherman characteristic who were received the aid of long tail machine are average education of elementary school 52,94 %, junior high 27,94 %, senior high 19,12 %. There had been improvement of earnings 87,83 % ( Rp.812.337,-) after receiving the fund from initial earnings of Rp.924.857, raise to Rp.1.737.194, per month. There had been alteration or change in fishermen consumption pattern significantly with the improvement of earnings, especially the increase of food spending before receiving the aid of Rp.558.722,8 to Rp.776.323, or increased 38,95 %. They have to tighten their spending on the basic need due to the limited earnings they obtained before this program. Keyword: Motorization, fisherman, Bungus Teluk Kabung.
PENDAHULUAN1 Indonesia diproyeksikan lima tahun kedepan akan menjadi negara penghasil ikan terbesar di dunia, hal ini sesuai dengan kebijakan Kementrian Kelautan dan Perikanan dibawah kepemimpinan Fadel Muhammad untuk menggenjot kenaikan produksi sebesar 353 % sampai tahun 2015. Indonesia memiliki 17.508 buah pulau dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 6,26 juta ton per tahun, namun yang baru mampu dimanfaatkan hanya sebesar 3,84 juta ton per tahun atau 61,34 % dari sumber kelautan dan perikanan yang ada. Apabila sumberdaya kelautan dan perikanan ini bisa diolah dan digunakan secara optimal, akan dapat menjadi salah satu sokoguru perekonomian nasional yang akan menghantarkan Indonesia sebagai bangsa yang makmur (Hutabarat, 2007). Telp:________ Wabsite:_______
Namun masyarakat yang bermukim dekat laut dengan beragam jenis ikan dan sumberdaya kelautan lainnya, belumlah mampu membuat masyarakat nelayan atau pesisir hidup berkecukupan, justru kemelaratanlah yang nyatanya begitu akrab dengan kehidupan mereka. Menurut Hutabarat (2007), rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tersebut umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan : 1. Sarana dan prasarana pendukung usaha perikanan 2. Modal untuk mengembangkan usaha peikanan 3. Kemampuan sumberdaya manusia (SDM) Upaya pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan kelautan dan perikanan di Sumatera Barat dilakukan dengan penerapan beberapa pendekatan, antara lain dengan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan yang berwawasan lingkungan (Dinas Kelautan dan
21 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
Perikanan Propinsi Sumatera Barat (DKP), 2007). Salah satu program yang cukup popular dan berpihak serta cukup fokus yang telah dilakukan oleh DKP Propinsi Sumbar adalah program PEMP (Pemberdayaan ekonomi Masyarakat Pesisir). Program PEMP dirancang oleh DKP pusat maupun propinsi, berupa peran dan program intervensi yang paling tepat dan optimal untuk menyelesaikan masalah kemiskinan masyarakat pesisir khususnya nelayan dengan mengembangkan lembaga perekonomian berbasis masyarakat. Sumatera Barat mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 375 Km, mulai dari Kabupaten Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang dan Pesisir Selatan, bila dimasukan Kabupaten Kepulauan Mentawai, maka panjang garis pantai menjadi 2.420 Km. Potensi perikanan laut Sumatera Barat tercatat sebesar 289.930 ton, baru dimanfaatkan sebesar 101.564 ton (37,5 %). Jadi masih terbuka lebar potensi lestari perikanan untuk terus diupayakan dan ditingkatkan eksploitasinya oleh 7 Kabupaten/Kota tersebut. Kota Padang yang terletak dipinggiran pantai barat Pulau Sumatera, dengan panjang garis pantai 68,13 Km, jumlah penduduk tahun 2008 tercatat sebanyak 801.344 jiwa, sebanyak 401.466 jiwa berada di kecamatan wilayah pantai
atau pesisir. Lebih dari separuh jumlah penduduknya hidup, tinggal dan menggantungkan hidupnya dengan pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan kelautan (BPS, 2005). Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir dan nelayan, pemda Kota Padang telah melaksanakan program PEMP tersebut di Kecamatan Bungus Teluk Kabung sampai tahun 2009. Sesuai dengan sasaran yang akan dicapai dengan program PEMP, maka kawasan Bungus Teluk Kabung ini sangatlah cocok untuk dilanjutkan dengan program MINAPOLITAN oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu program pengembangan kawasan ekonomi terpadu berbasis perikanan. Program ini diarahkan pada tiga kegiatan yaitu pengembangan sarana dan prasarana perikanan, pengembangan lahan pangan berbasis kelautan dan perikanan, dan pengembangan desa pesisir sejahtera. Berdasarkan laporan dari DKP Kota Padang, sampai dengan tahun 2008 telah ada sebanyak 62 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) yang menerima bantuan Program PEMP dari pemerintah dengan jumlah dana tersalur sebanyak Rp.2.664.151.000,untuk berbagai aktivitas bidang perikanan, agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini.
Tabel 1: Perkembangan Bantuan Modal PEMP dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang tahun 2004 sampai 2008 No Program Tahun KMP Jmlh Dana Sumber 1. DEP (Dana Ekonomi Produktif) 2004 3 476.700.000 APBN 2. MK (Modal kerja) 2004 1 9.500.000 APBD 2005 12 263.200.000 APBD 3. Motorisasi Perahu Nelayan (Long tail) 2006 15 352.500.000 APBN 2007 8 344.500.000 D+N 2005 18 35.492.000 4. MPA (Mata Pencaharian) 2006 8 197.259.000 D + N 2007 1 20.000.000 5. INBUDKAN (Intensifikasi Budi daya Perikanan ) 2006 1 100.000.000 APBN 6. Pemberdayaan Ekonomi Sosial, 2008 3 865.000.000 APBN Budaya,Pelaku Usaha Perikanan dan Masyarakat Pesisir Jumlah 63 2.664.151.000 Sumber : DKP Kota Padang, 2008
Aktivitas penangkapan yang dilakukan nelayan Kota Padang khususnya Kecamatan Bungus Teluk Kabung umumnya masih berada disekitar perairan pantai, karena sarana yang dimiliki masih bersifat sederhana. Daya jangkau operasi sarana tangkap masih relative dekat, yang tentunya akan berkorelasi dengan hasil tangkapan yang diperoleh juga relative rendah. Untuk itu diperlukan adanya sistem pendanaan dengan berbagai macam program yang dikembangkan seperti PEMP, maka masalah yang diteliti adalah : 1. Apakah ada pengaruh program PEMP (mesin long tail) terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung? 2. Apakah ada pengaruh program PEMP terhadap pola konsumsi nelayan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung?
3. Apakah bisa dikembangkan lokasi Bungus Teluk Kabung menjadi kawasan Minapolitan setelah pelaksanaan program PEMP
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di daerah sentra perikanan laut Kota Padang, yaitu di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini, merupakan kecamatan yang penduduknya terbanyak bermata pencaharian sebagai nelayan. Kecamatan ini juga merupakan salah satu lokasi pelaksana program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, yaitu kegiatan bantuan penguatan modal untuk pengadaan mesin long tail. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebaran nelayan Kota Padang pada tabel dibawah ini ;
22 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32
Husni
Tabel 2: Jumlah nelayan menurut kecamatan di Kota Padang tahun 2006 Nelayan Jumlah No Kecamatan Penuh Sambilan (orang) 1. Bungus Tl 2.432 1.064 3.496 Kabung 2. Lubuk Begalung 543 64 607 3. Padang Selatan 1.021 37 1.058 4. Padang Barat 342 70 412 5. Padang Utara 185 65 250 6. Koto Tangah 1.021 78 1.099 Jumlah 5.544 1.378 6.922 Sumber : DKP Kota Padang (2007)
Penelitian ini dilaksanakan mulai awal Januari 2010 sampai Agustus 2010, dengan metode studi literatur dan pengumpulan data sekunder ke Dinas Kelautan dan Perikanan, ke BPS serta ke Bappeda Kota Padang serta informasi melalui penelitian terdahulu dilanjutkan dengan metode survei dengan melihat langsung kondisi lapangan masyarakat lokasi Kecamatan Bungus Teluk Kabung sebagai lokasi pelaksana Program PEMP Kota Padang. Kegiatan lapangan ini dilaksanakan untuk melakukan wawancara langsung dengan Kelompok Masyarakat Penerima (KMP). Sebagai gambarannya dapat dilihat sebaran masyarakat penerima bantuan mesin long tail yang ada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang, seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3: Sebaran nelayan penerima bantuan mesin long tail di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang (2006)
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kelurahan Teluk Kabung Utara Teluk Kabung Tengah Teluk Kabung Selatan Bungus Selatan Bungus Barat Jumlah
Jumlah (unit) 45 5 10 12 11 83
Sumber : DKP Kota Padang, 2007
Populasi dan Sampel. Populasi berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya dari seluruh nelayan yang menerima dana pembelian mesin long tail tahun anggaran 2006 yaitu sebanyak 83 orang tersebar di lima kelurahan yaitu Teluk Kabung Utara 45 orang, Teluk Kabung Tengah 5 orang, Teluk Kabung Selatan 10 orang, Bungus Selatan sebanyak 12 orang, Bungus Barat sebanyak 11 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Proporsional Random Sampling. pertimbangan teknis ini digunakan karena masyarakat nelayan sebagi populasi mempunyai perbedaan antara lain dari segi kelompok nelayan. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Cochran (1977) dalam Syafitri (2004).
no
n 1
no 1
no
t
2 d
p q 2
N Keterangan : t = besarnya Z sesuai taraf significan = 0,01 dengan Z = 1,96 p = besarya proporsi klasifikasi populasi q = 1–p d = besarnya kekeliruan sampel yang diperkirakan (dalam hal ini 10 %) N = besarnya populasi no = jumlah sampel yang dikoreksi n = besarnya sampel
MASALAH DAN PELUANG PEMBANGUNAN KAWASAN PESISIR Salah satu penyebab rendahnya produktivitas para nelayan adalah, karena sebagian besar dari nelayan masih merupakan nelayan tradisional dengan mengandalkan teknologi penangkapan yang sangat sederhana seperti penggunaan perahu layar atau sampan dayung untuk mencapai lokasi penangkapan. Sehingga jangkauan lokasi yang dapat ditempuh masih sangat dekat dengan pantai, sedangkan gerombolan ikan sudah mulai bergeser menjauh ketengah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Propinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah meluncurkan program motorisasi bagi nelayan tradisional yaitu dengan pemberian paket bantuan mesin long tail kepada nelayan perahu dayung/layar dalam bentuk dana bergulir (Revolving fund) sejak tahun 2005. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, pemerintah memberikan bantuan berupa motor long tail seharga Rp.2.650.000,- dengan jangka waktu pengembalian 26 kali cicilan selama 26 bulan. Paket bantuan ini masih merupakan satu kesatuan dengan program kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, yang merupakan bagian utama dalam usaha pengembangan perikanan tangkap. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, disepakati oleh kelompok penerima bantuan berupa uang jasa sebesar 6 %. Tambahan dari cicilan tersebut digunakan untuk keperluan ; a. Administrasi kelompok, b. Biaya transportasi pengurusan, c. Pengawasan dan monitoring dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang. Sehingga besarnya cicilan nelayan penerima bantuan menjadi Rp.110.000,- per bulan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang, 2007) Suyanto dalam BPS (2007) mendefinisikan ”kemiskinan adalah suatu ketidakberdayaan”. Keberdayaan itu sesungguhnya merupakan fungsi kebudayaan, artinya berdaya tidaknya seseorang dalam kehidupan bermasyarakat akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinandeterminan sosial budaya (seperti posisi, status dan wawasan yang dipunyainya). Sebaliknya semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat
23 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
didayagunakan masyarakat, akan ikut pula menentukan keberdayaan mereka kelak dalam bentuk upaya pengembangan diri ditengah masyarakat. Kecamatan Bungus Teluk Kabung terdiri dari 6 Kelurahan dengan jumlah penduduk
menurut data Bungus Teluk Kabung Dalam Angka tahun 2005 adalah sebanyak 23.197 orang, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2 2,06 dengan luas daerah 100,78 Km , untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini.
Tabel 4: Luas daerah, jumlah penduduk menurut jenis kelamin tahun 2005 Luas No. Kelurahan (Km2 Laki 2 Wanita 1. Tel Kabung Sltn 9,14 913 814 2. Tel Kabung Tgh 17,26 1.371 1.246 3. Tel Kabung Utra 4,85 1.756 1.711 4. Bungus Selatan 25,64 1.896 1.817 5. Bungus Timur 25,81 2.515 2,574 6. Bungus Barat 18,08 3.266 3.318 Jumlah 100,78 11.717 11480 Sumber : Bungus Teluk Kabung Dalam Angka 2005
Suhu di Kota Padang relatif stabil, suhu ini erat kaitannya dengan zona tangkapan ikan. Daerah yang mengandung potensi ikan yang cukup besar adalah daerah yang memiliki perbedaan suhu 0 yang signifikan yaitu > 0,5 C dalam radius 3 Km dan memiliki kandungan klorofil yang cukup tinggi. Daerah yang mempunyai suhu relatif rendah dari daerah sekelilingnya, disebut dengan up welling. Up welling terjadi akibat naiknya massa air permukaan oleh dorongan angin. Massa air yang naik, akan membawa unsur-unsur yang hara kaya yang sangat dibutuhkan oleh ikan untuk kelangsungan hidupnya (Wikantika dalam Zainal, 2007), hal ini juga terlihat dari hasil tangkapan nelayan Kota Padang sebagaimana terlihat pada tabel berikut. Tabel 5: Jumlah produksi dan nilai ikan laut Kota Padang tahun 2003 – 2007 No. Tahun Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp.) 1. 2003 13.737,40 129.685.953.000,2. 2004 12.641,40 124.996.820.000,3. 2005 12.336,30 158.577.600.000,4. 2006 13.238,90 125.580.300.000,5. 2007 13.740,76 176.961.007.000,Sumber : DKP Kota Padang, 2007
Berdasarkan laporan statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang tahun 2007, produksi ikan laut banyak di dominasi oleh jenis ikan palagis besar seperti Tuna sebanyak 2.777.690 Kg (20,2 %), Cakalang sebanyak 4.691.082 Kg (34,1 %) dan tongkol sebanyak 1.915.648 (13,9 %) Tabel 6: Jumlah produksi dan nilai berdasarkan jenis ikan laut segar di Kota Padang tahun 2007 No. Jenis ikan Produksi Nilai (Rp.) (Kg) 1. Tuna 2.777.690 55.553.800.000,2. Cakalang 4.691.082 70.366.230.000,3. Tongkol 1.915.648 12.451.712.000,4. Tenggiri 64.680 1.293.600.000,5. Karang 2.984.750 19.695.000.000,6. Kembung 1.367.592 6.837.960.000,7. Layang 289.204 1.446.020.000,8. Selar 248.986 1.244.930.000,9. Teri 99.451 497.255.000,10. Tembang 133.000 665.000.000,11. Layur 36.487 182.435.000,-
12. 13. 14. 15.
Sex Ratio Jumlah 1.727 2.617 3.467 3.713 5.089 6.584 23.197
Bawal 14.553 Pepetek 145.808 Kuwe 46.818 Lainnya 925.015 Jumlah 13.740.764 Sumber : DKP Kota Padang, 2007
112,16 110,03 102,63 104,35 97,71 98,43 102,06
436.590.000,729.040.000,936.360.000,4.625.075.000,176.961.007.000,-
Dari tabel diatas dapat kita lihat, bahwa nilai jual hasil tangkapan nelayan sangat tergantung dari jenis ikan yang didapat. Ada beberapa jenis ikan yang punya nilai jual sangat bagus seperti ikan Tuna, Cakalang, Tenggiri dan ikan Karang. Untuk mendapatkan ikan-ikan yang bernilai jual mahal tesebut, tentu dibutuhkan SDM, sarana dan modal yang memadai sehingga untuk kegiatan operasi penangkapan, sehingga memang ada korelasi antara biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Padang merupakan salah satu kota yang berada di kawasan pantai barat pulau Sumatera, yang berada pada koordinat lintang 0 0 antara 0 44’00” - 1 08’35” Lintang Selatan dan 0 0 100 05’ 05” - 100 34’ 09” Bujur Timur dengan batas-batas administratif sebagai berikut ; - Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan - Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia - Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok Kota Padang terdiri dari 11 Kecamatan, dengan total jumlah penduduk menurut data Padang Dalam Angka tahun 2005 adalah 801.344 orang, dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,04 % Iklim Kota Padang tidaklah terlalu bervariasi antara musim hujan dan musim kemarau, hampir sepanjang tahun selalu ada hujan antara 3.000 – 4.000 mm/tahun, kecepatan angin antara 5,5 – 0 0 15,8 knot, suhu udara antara 26,45 – 26,70 dan kelembaban udara antara 78,80 – 80,16 %. Besarnya curah hujan sangat mem-pengaruhi aktivitas nelayan melaut, dampaknya adalah pada
24 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32
produksi dan nilai jual tangkapan yang diperoleh nelayan. Kecamatan Bungus Teluk Kabung salah satu kecamatan pantai yang ada di Kota Padang, untuk baiknya akan dijelaskan batasan wilayahnya sebagai berikut ; - Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Kilangan (Luki) - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan (Pesel) - Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia - Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pesel dan Kecamatan Luki Motorisasi merupakan program alih teknologi sederhana dan tepat guna bagi masyarakat pesisir, dalam rangka pemberdayaan nelayan untuk lebih produktif dan meningkatkan pendapatan. Dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang ternyata masih ada sekitar 20 % nelayan menggunakan dayung atau layar sebagai alat penggerak perahu atau sampan mereka. Dengan adanya bantuan mesin long tail ini, mereka dapat mencapai lokasi tangkap (fishing ground) yang lebih jauh yang banyak ikannya. Dengan adanya mesin ini, gelombang-gelombang kecil dilaut mereka masih bisa melaut. Hal ini akan berdampak pada kesempatan makin besarya peluang hari mereka bisa kelaut. Mesin long tail yang diberikan bermerek Robin Subaru, karena mesin ini mempunyai tenaga yang kuat, menggunakan udara sebagai pendingan mesin, dan irit bahan bakar. Disamping itu mesin ini dianggap tidak sering rewel dan mudah dalam perawatannya. Mesin Robin ini terdiri dari mesin berkekuatan 5 – 6 PK, ditambah dengan batang as yang bagian ujungnya dipasang kipas (propeler) sebagai pendorong perahu. Mesin ini relatif ringan dapat diangkat bila tidak melaut sehingga cocok digunakan untuk nelayan. Sebaran masyarakat penerima bantuan mesin long tail di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang seperti terlihat pada tabel dibawah ini Tabel 7: Sebaran nelayan penerima bantuan mesin long tail di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang (2006) No. Kelurahan Jumlah (unit) 1. Teluk Kabung Utara 45 2. Teluk Kabung Tengah 5 3. Teluk Kabung Selatan 10 4. Bungus Selatan 12 5. Bungus Barat 11 Jumlah 83 Sumber : DKP Kota Padang, 2007
Sasaran yang ingin dicapai pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan ini kepada nelayan tradisonal adalah ; - Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan yang ada, khususnya di daerah jangkauan 0 – 4 mil dari garis pantai.
Husni
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan tradisional, khususnya nelayan perahu dayung dan perahu layar melalui penggunan motorisasi. Tujuan pelaksanaan program motorisasi mesin long tail ini adalah ; - Mengoptimalkan hasil penangkapan ikan nelayan tradisional atau kecil dengan sistem motorisasi pada perahu layar dan sampan dayung. - Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan, sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. - Meningkatkan produktivitas usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil dan tradisional. - Menyebar luaskan teknologi informasi keberadaan gerombolan ikan dalam rangka peningkatan hasil tangkap, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan nelayan Proses penyerahan bantuan mesin long tail dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang kepada nelayan penerima, diketahui oleh Ketua Kelompok dimana nelayan tersebut bergabung dan Kepala Kelurahan serta Camat setempat, yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Penyerahan Barang. Salah satu lokasi yang telah berhasil mendapatkan bantuan motorisasi mesin long tail ini adalah Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Dari sebanyak 68 sampel yang diambil, sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir ini masih didominasi oleh peserta berpendidikan SD (Sekolah Dasar). Hampir 53 % dari total sampel yang diambil adalah berpendidikan sekolah dasar. Sedangkan yang berpendidikan SMP sebanyak 27,94 % dan berpendidikan SMA sebanyak 19,12 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini -
Tabel 8: Sebaran tingkat pendidikan dari responden No. Pendidikan Jumlah Persentase (orang) (%) 1. Sekolah Dasar/tdk 36 52,94 tamat (SD) 2. Sekolah Menengah 19 27,94 Pertama (SMP) 3. Sekolah Menengah 13 19,12 Atas (SMA) Jumlah 68 100 Sumber : Data lapangan yang diolah
Rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan seseorang akan sangat mempengaruhi produktivitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah dapat mengakibatkan beberapa masalah yaitu : 1. tingkat ketergantungan yang tinggi, dan kurang percaya diri, sehingga kurang melihat dalam memanfaatkan peluang, 2. lebih mengandalkan kekuatan fisik dari pada kemampuan intelektual, sehingga umumnya mereka adalah pekerja kasar,
25 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
3. mempunyai produktivitas kerja yang rendah, sehingga penghasilannya juga rendah. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah diambil ternyata nelayan penerima bantuan didominasi oleh nelayan yang berumur 40 – 50 tahun yaitu sebanyak 35,29 %, disusul dengan nelayan yang berumur 30 – 40 tahun sebanyak 27,94 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini. Tabel 9: Klasifikasi umur nelayan penerima bantuan No. Klasifikasi umur Jumlah Persentase (Orang) (%) 1. 20 – 30 7 10,29 2. 31 – 40 19 27,94 3. 41 – 50 24 35,29 4. > 50 18 26,48 Jumlah 68 100,00 Sumber : Data lapangan yang diolah
Jumlah tanggungan keluarga akan sangat berpengaruh untuk mencapai kesejahteraan keluarga, tanggungan keluarga yang besar tentu akan membutuhkan biaya hidup yang besar juga. Dari data yang terambil terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga terbanyak adalah berkisar antara 3 – 4 orang yaitu sebesar 44,11 %, sedangkan yang diatas 5 orang sebanyak 38,23 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini Tabel 10: Jumlah tanggungan keluarga dari nelayan penerima bantuan No. Banyak Jumlah Presentase tanggungan (Orang) (%) 1. 0 – 2 12 17,65 2. 3 – 4 30 44,12 3. > 5 26 38,23 Jumlah 68 100,00 Sumber : Data lapangan yang diolah
Berdasarkan data yang telah diambil ternyata hampir semua rumah nelayan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung sudah beratap seng, dindingnya terdiri dari bata (banyak yang belum dilepoh) dan lantai rumah kebanyakan semen cor. Jumlah rumah yang lantai keramik, baru bisa dihitung dengan jari saja jumlahnya. Untuk air minum, masing rumah sudah punya sumur. Kalau tidak ada mereka berkelompok 2 -3 rumah membuat sumur bersama untuk keperluan air bersih.. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir sebagian besar mempunyai mata pencaharian di sektor perikanan dan kelautan seperti menjadi nelayan, penyewa perahu untuk objek wisata dan menjual makanan disepanjang lokasi wisata seperti pantai Bungus dan lokasi wisata Pondok Carolina. Semua jenis, jumlah dan harga produksi tangkapan mereka tetap ditentukan oleh agen. Selama ini banyak nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan dengan sistem bagi hasil antara nelayan dengan pemilik perahu/alat tangkap
(nelayan pemilik). Proses penanganan produksi hasil perikanan, juga sangat tergantung kepada ketersediaan bahan pengawet ikan seperti es. Terbatasnya pasokan es, dapat mengakibatkan mutu ikan akan cenderung menurun. Hal ini akan berdampak pada harga jual ikan yang tidak stabil. Dari segi pemasaran, nelayan kebanyakan lebih senang menjual produk ikan hasil tangkapannya sebelum diolah. Dengan demikian, tentu tidak akan terjadi harga jual yang optimal. Hukum penawaran dan permintaan sangat berlaku, misalnya ketika hasil tangkapan berlimpah harga jual ikan otomatis turun juga. Begitu pula dengan pola kehidupan nelayan, mereka punya kebiasan hidup boros tanpa adanya tabungan. Bila musim panen tiba, mereka belum terbiasa untuk menabungkan sebagian dari hasil kerja mereka. Berdasarkan data Zainal (2008), bahwa berdasarkan data survey yang pernah dilakukan oleh dinas, ternyata hanya 8 % saja nelayan yang pernah menabung. Sedangkan istri-istri nelayan yang mempunyai usaha sendiri untuk ikut menopang ekonomi keluarga baru mencapai sekitar 20 % saja. Nelayan yang menjadi anggota koperasi hanya sekitar 16 % sedangkan aspek lain yang sangat merugikan adalah kebiasaan merokok. Hampir 80 % nelayan menghabiskan uangnya untuk rokok, mereka menghabiskan rokok satu bungkus atau lebih satu hari. sedangkan yang kurang atau tidak merokok sama sekali hanya 6,4 % saja. Ini merupakan salah satu pengeluaran terbesar, yang menjadi komponen pengeluaran kebutuhan hidup seharihari dari keluarga nelayan. Pasang surut sangat berpengaruh kepada jumlah hasil tangkapan yang dapat diperoleh nelayan, yaitu ketika bulan purnama atau ketika pasang naik hasil tangkapan nelayan cendrung sedikit. Hal ini terjadi karena ikan biasanya pada saat-saat bulan purnama atau bulan terang lebih suka berada jauh dibawah permukaan laut dan sulit untuk dideteksi dan ditangkap nelayan dengan hanya mengandalkan alat tangkap yang sederhana. Kebanyakan nelayan yang menerima bantuan mesin long tail adalah nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang sederhana. Sarana penangkapan ikan yang dimiliki nelayan tradisional, kebanyakan adalah hanya perahu atau kapal dalam usaha penangkapan ikan mereka. Perahu atau kapal ini dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok utama berdasar alat penggeraknya, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Jumlah sarana penangkapan ikan di Kota Padang, perahu atau kapal sebanyak 1.457 unit, terdiri dari PTM 400 unit, PMT 581 unit dan KM sebanyak 476 unit, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini.
26 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32
Husni
Tabel 11: Jumlah sarana tangkap ikan Kota Padang tahun 2002 – 2006 Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel No Tahun (unit) (unit) 1. 2002 393 546 2. 2003 400 581 3. 2004 533 350 4. 2005 354 427 5. 2006 458 494 Sumber : DKP Kota Padang, 2007
Sarana penangkapan ikan berupa perahu atau kapal terbanyak atau sepertiganya berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu sebanyak 478 unit (33,76 %) dari jumlah total sarana penangkapan ikan yang ada di Kota Padang yaitu sebanyak 1.416 unit. Inilah yang menjadikan Bungus Teluk Kabung sebagai lokasi pelaksanaan program PEMP dan salah satu dasar pemilihan lokasi ini untuk dijadikan objek penelitian. Dukungan pemerintah melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan pemberian bantuan mesin long tail, sangatlah besar manfaatnya bagi nelayan tradisional terutama untuk meningkatkan daya jangkau lokasi tangkapan. Biasanya mereka hanya bergerak seputaran pantai atau satu jam perjalan saja, sekarang mereka mampu menempuh jarak 2 -3 jam perjalanan kelokasi tangkap atau 12 - 13 mil dari pantai. Nelayan long tail ini dalam mengoperasikan alat tangkapnya biasanya menggunakan pancing atau jaring. Mulai berangkat kelaut biasanya pagi hari, tepatnya sekitar pukul 5.00 pagi sehabis shalat Subuh. Sebelum sampai ke lokasi daerah tangkapan (fishing ground), nelayan biasanya membeli umpan pancing berupa ikan bada (teri) seharga Rp.3.000,- sampai Rp.5.000,-. Hasil tangkapan antara nelayan yang menggunakan pancing dengan jaring hasilnya jualnya tidak jauh beda. Yang membedakannya adalah untuk alat tangkap pancing harus pakai umpan dan jenis ikan yang diperoleh adalah ikan Capa, ikan Gambolo, ikan Karang, ikan Tongkol dan Tui. Sedangkan nelayan yang menggunakan jaring kebanyakan mendapat Maco, Gagur, Sinagih dan ikan kecil-kecil lainnya namun jumlahnya cukup banyak sehingga bila dibandingkan antara nelayan pancing dengan jaring hasil akhirnya tidak jauh beda total nilai jualnya. Ikan yang biasa tertangkap oleh nelayan pancing yang menerima mesin long tail adalah dari
Kapal Motor (unit) 504 476 465 518 416
Jumlah (unit) 1.443 1.457 1.348 1.299 1.416
jenis ikan pelagis kecil. Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dilapisan permukaan laut pada kedalaman 30 – 60 m, tergantung kedalaman laut yang bersangkutan. Ikan kelompok pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup diperairan neritic (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara berkala atau musiman mengalami pembalikan (up welling) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomas yang besar. Ikan pelagis sebagian besar pemakan planton, sehingga sangat peka terhadap kondisi lingkungan. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) diperlukan program pendampingan. Proses pendampingan diperlukan karena program PEMP merupakan program yang ditujukan untuk merobah pola pikir nelayan. Pendampingan merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping yang berperan sebagai fasilitator. Tenaga pendamping adalah tenaga profesional dibidangnya yang harus tinggal ditengah masyarakat nelayan yang dibinanya. Mereka bertugas mendampingi masyarakat secara terus menerus selama program kegiatan berjalan. Sehingga program ini harus berkelanjutan dengan kembali menerapkan program Minapolitan yang fokusnya lebih kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sudah ada. Dari hasil wawancara dengan masyarakat pesisir yang dijadikan sampel terungkap bahwa selama dua tahun terakhir setelah adanya bantuan mesin long tail ini kepada nelayan, jumlah hasil tangkapan menjadi jauh meningkat. Karena dengan mesin long tail ini mereka bisa memilih dan menuju lokasi tangkap yang lebih baik. Dengan meningkatnya hasil tangkapan ini tentu saja akan sangat berpengaruh kepada total nilai jual yang diperoleh nelayan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah.
Tabel 12: Keadaan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah adanya program PEMP Uraian Sebelum Sesudah Kenaikan (%) (Rp) (Rp) Pendapatan total rumah tangga (Rp./bulan) 62.890.300 118.129.200 87,83 Pendapatan nelayan rata-rata per rumah tangga 924.857,1.737.194,87,83 (Rp/bulan) Pendapatan per kapita (Rp / bulan) * 231.214,434.298,87,83 Sumber : Data lapangan yang diolah (Lampiran 3) Keterangan : *) sesuai data jumlah keluarga, rata-rata yang terbanyak berdasarakan data lapangan adalah sebanyak 4 orang (lihat Tabel 9)
27 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
Dengan adanya bantuan mesin long tail kepada nelayan tardisional ini ternyata telah membawa pengaruh yang sangat baik bagi kehidupan nelayan, yaitu meningkatnya pendapatan nelayan sebesar 87,83 % atau rata-rata perbulan sebesar Rp.812.337,Pendapatan sebelum bantuan sebesar Rp.924.857,meningkat menjadi Rp.1.737.194,Hal ini sesuai pendapat Moninja (2003) dalam Zainal (2008), mengatakan bahwa peningkatan sarana tangkap yang digunakan, mempengaruhi produksi hasil tangkapan nelayan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pendapatan nelayan. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Kamaluddin (1978), pembangunan perikanan disamping meningkatkan pemanfaatan teknologi penangkapan ikan, juga bertujuan untuk modernisasi alat tangkap. Dengan adanya modernisasi ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, melalui peningkatan produktivitas hasil tangkap. Secara grafik dapat diperlihatkan pengaruh pemberian bantuan mesin long tail terhadap peningkatan pendapatan nelayan, seperti terlihat pada gambar yang ada dibawah ini yang
memperlihatkan penaningkatan pendapatan nelayan secara signifikan bila dibandingkan dengan pendapatan sebelum mendapatkan bantuan. Histogram menggambarkan tingkatan pendapatan nelayan sesudah mendapatkan bantuan mesin long tail dimana terlihat bahwa pendapatan rata-rata perbulan adalah Rp.1.737.194,1 dan terbanyak pendapatan dari nelayan berkisar antara Rp.1.400.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,- per bulannya. Bila dibandingkan dengan keadaan pendapatan nelayan sebelum menerima bantuan terlihat pergeseran penerimaan secara signifikan dari nelayan responden. Pendapatan nelayan sebelum diberi bantuan mesin long tail rata-rata perbulan adalah Rp.924.857,4 dan yang terbanyak berkisar antara Rp.650.000,- sampai Rp.1.250.000,- untuk lebih jelasnya dapat dilihat histogram dibawah ini Dengan demikian bantuan paket mesin long tail ini, sangatlah besar manfaatnya bagi nelayan terutama untuk meningkatkan hasil tangkapnya sekaligus akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.
Pendapatan Nelayan Sesudah menerima dana Pemp
16 14 12 10 8 6
Frequency
4 St d. Dev = 311588. 0 Mean = 1737194.1
0
N = 68.00
.0 00 00 0 0 0. 28 000 0 0 0. 27 00 0 0 0 0. 26 000 0 0 0. 25 000 0 0 0. 24 00 0 0 0 0. 23 000 0 0 0. 22 000 0 0 0. 21 00 0 0 0 0. 20 000 0 0 0. 19 000 0 0 0. 18 00 0 0 0 0. 17 000 0 0 0. 16 000 0 0 0. 15 00 0 0 0 0. 14 000 0 13
2
Pendapatan Nelayan Sesudah menerima dana Pemp
Gambar 1: Histrogram distribusi pendapatan sesudah bantuan
Pendapatan Nelayan Sebelum menerima dana Pemp 10
8
6
2
St d. Dev = 211273. 2 Mean = 924857.4
0
N = 68.00
.0 00 00 .0 5 00 13 00 .0 0 0 13 000 .0 5 00 12 00 .0 0 00 12 00 .0 5 0 11 000 .0 0 00 11 00 .0 5 00 10 00 0 .0 10 00 0 0 0.0 95 00 0 0.0 90 00 0 0.0 85 00 0 .0 80 000 0 0.0 75 00 0 0.0 70 00 0 .0 65 000 0 0.0 60 00 0 55
Frequency
4
Pendapatan Nelayan Sebelum menerima dana Pemp
Gambar 2: Histrogram distribusi pendapatan sebelum bantuan
28 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32
Sebagaimana yang kita ketahui, secara umum pendapatan nelayan masih di dominasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka seharihari yaitu konsumsi makanan pokok keluarga. Kalau pendapatan tidak mencukupi, otomatis jumlah konsumsi yang mampu mereka beli juga akan sangat terbatas atau tertekan. Dari hasil pengolahan data, terlihat adanya perubahan pola konsumsi. Sebelum bantuan, nelayan hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan kondisi pendapatan yang ada yaitu lebih banyak mengkonsumsi sisa hasil tangkapan yang tidak terjual untuk lauk pauknya. Setelah pendapatan meningkat mereka lebih leluasa untuk memilih
Husni
makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk memenuhi gizi keluarga. Setelah mendapat bantuan, terjadi perubahan pola konsumsi sebesar 38,95 % untuk keperluan makan dan minum. Terjadinya pergeseran pola konsumsi dengan adanya tambahan pengeluaran untuk lauk pauk berupa pembelian daging dan tambahan makanan lain yang selama ini belum mampu mereka beli. Dengan pendapatan telah meningkatpun, sebenarnya peningkatan konsumsi yang terjadi masih dalam batas memenuhi kebutuhan makan biasa atau tidak berlebihan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 13: Pola konsumsi nelayan sebelum dan sesudah adanya program PEMP Sebelum Sesudah Uraian (Rp) (Rp) Kenaikan (%) Total pengeluaran untuk makan dan minum nelayan (Rp./bulan) 37.993.150,52.790.000,38,95 Rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk makan dan minum (Rp/bulan) 558.722,8 776.323,5 38.95 Pengeluaran untuk makan dan minum per kapita (Rp / bulan) * 139.680,7 194.080,9 38,95 Sumber : Data lapangan yang diolah Keterangan : *) sesuai data jumlah keluarga, rata-rata yang terbanyak berdasarakan data lapangan adalah sebanyak 4 orang (lihat Tabel 9)
Secara stastistik dengan program SPSS, perubahan pola konsumsi memperlihatkan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan antara sebelumnya hanya Rp.558.722,8 menjadi Rp776.323,5 setelah mendapat bantuan. Ternyata didapat t hit 15.584 jauh lebih besar dari t tabel olahan dengan program SPSS. Seperti yang telah dikemukan oleh Kamaluddin (1978), bahwa konsumsi adalah tindakan manusia (para konsumer) untuk menghabiskan atau mengurangi utility dari barang dan jasa yang dihasilkannya, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Seperti kebanyakan juga terjadi dimana-mana, jika pendapatan meningkat maka konsumsi yang mereka gunakan juga akan meningkat jumlahnya. Begitu juga nelayan lokasi penelitian ini, mereka telah dapat menikmati upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan mereka. Dengan adanya bantuan mesin telah berhasil meningkatkan hasil tangkap yang otomatis juga akan meningkatkan jumlah uang yang dapat mereka terima. Namun dampaknya bagi keberlanjutan program PEMP adalah mereka masih sulit untuk mau menyisihkan sebagian dari hasil yang sudah meningkat ini untuk mencicil angsuran kredit motor yang telah mereka peroleh. Untuk lebih berhasilgunanya program PEMP ini maka memang perlu adanya keberlanjutan program pemerintah dengan Program Minapolitan.
PEMBAHASAN Pengembangan kegiatan usaha yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan kelautan memerlukan perencanaan yang matang, supaya dalam pelaksanaannya tidak menyebabkan
kerusakan sumberdaya yang bersangkutan. Oleh sebab itu kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) harus dimulai dengan kegiatan identifikasi potensi dan permasalahan mendasar yang ada di wilayah yang akan dijadikan sasaran pembangunan tersebut. Kegiatankegiatan yang akan dikembangkan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat pesisir tersebut untuk diimplementasikan serta tentunya dibutuhkan kosistensi dari kebijakan pemerintah dan keberadaan dari infrastruktur yang akan mendukungnya. Begitu juga dengan pelaksanaan program PEMP disuatu wilayah yang akan menjadi sasaran peningkatan, harus didukung oleh kegiatan ekonomi masyarakat berbasis pada potensi sumberdaya lokal yang ada, dengan memprioritaskan partisipasi masyarakat setempat dan memperhatikan skala dan tingkat kelayakan ekonominya. Pengembangan organisasi dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis pada budaya lokal perlu dilakukan, untuk mendukung aktifitas sosial ekonomi yang akan dikembangkan. Bedasarkan data yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, kondisi masyarakat pesisir yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik nelayan penerima bantuan program PEMP berupa mesin long tail adalah tingkat pendidikan, usia nelayan, pengalaman melaut, jumlah tanggungan keluarga dan kondisi sosial nelayan. Tingkat pendidikan nelayan dari responden yang terambil paling banyak adalah berpendidikan SD bahkan ada yang tidak tamat SD sebesar 52,94 %, dan pendidikan yang
29 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
tertinggi adalah SLTA (lihat Tabel 7). Sedangkan usia nelayan yang paling banyak adalah berkisar antara 40 – 50 tahun yaitu sebesar 35,29 %, dan nelayan yang laing tua dari data terambil adalah berumur 60 tahun. Sedangkan berdasarkan pengalaman melaut atau sebagai nelayan adalah sebesar 45,58 % yang telah mempunyai masa kerja 11 - 20 tahun. Dari segi jumlah tanggungan keluarga yang terbanyak adalah jumlah tanggungan 4 orang atau lebih yang menjadi tanggungan yaitu sebesar 58,82 % . Dalam konsep status sosial ekonomi terkandung faktor-faktor pekerjaan, pendidikan dan penghasilan. Bila tingkat pendidikan yang dimiliki relatif rendah, maka pendapatan biasanya juga akan relatif rendah karena akan mempengaruhi produktivitas kerja yang mampu mereka kerjakan. Sehingga dengan tingkat pendidikan rata-rata SD, akan mengakibatkan masyarakat nelayan cendrung tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan mengapa jenjang pendidikan membantu peningkatan pendapatan ; 1. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi produktivitas, baik secara langsung atau tidak langsung sebagai akibat pertumbuhan pengetahuan dan pendidikan 2. Pendidikan yang tinggi akan membuka kesempatan kerja yang lebih luas 3. Lembaga-lembaga pendidikan dapat menjadi penyalur tenaga kerja 4. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah menerima inovasi baru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa berdasarkan konsep pembangunan masyarakat yang menekankan pada kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya nelayan dan petani ikan yang tinggal di kawasan pesisir adalah, tersedia dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan kondisi sosial masyarakat dari lokasi penelitian yang ditandai dengan kondisi rumah yang ditempati dan sumber air minum serta bahan bakar yang digunakan untuk memasak termasuk katergori sedang, karena hampir semua responden rumahnya sudah dari atap seng dan lantai rumahnya rata-rata sudah semen cor atau kasar dan dinding dari bata serta sudah berpenerangan listrik. Dengan menggunakan teknologi baru seperti penggunaan mesin long tail ini, sangat diperlukan adanya bimbingan dan pendampingan dari para petugas dinas. Terutama sekali karena mereka menggunakan mesin yang akan membutuhkan sedikit keahlian, terutama dalam operasi dan pemeliharaan alat secara berkala. Mesin yang menjadi target bantuan ini benar-benar dapat dimanfaatkan secara baik untuk
meningkatkan pendapatan dan dapat digunakan secara berkelanjutan, dengan perawatan dan pemeliharaan mesin sesuai aturan. Mesin yang awet hanya dapat dicapai dengan menyediakan ahli servise mesin, atau mendidik anggota kelompok nelayan penerima bantuan untuk menjadi tenaga terampil untuk melakukan service mesin tersebut. Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa dengan adanya bantuan mesin long tail ini telah berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 87,83 % yang artinya telah tejadi peningkatan pendapatan akibat adanya bantuan ini. Sesuai dengan sasaran program PEMP dengan peningkatan sarana alat tangkap, sangat berpengaruh pada produksi hasil tangkap yang diperoleh nelayan. Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik penangkapan yang dipakai, termasuk pemakaian mesin long tail ini. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula bila tercapai peningkatan produksi belum tentu menghasilkan peningkatan pendapatan bersih. Oleh sebab itu, untuk introduksi teknikteknik penangkapan ikan yang baru, harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang menyakinkan. Dengan adanya peningkatan hasil tangkap yang diperoleh nelayan akibat memakai mesin long tail ini, pada akhirnya tentu juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan. Namun karena pendapatan yang mereka peroleh merupakan akumulasi hasil usaha selama satu bulan, menyebabkan peningkatan pendapatan yang mereka peroleh ini kurang mereka sadari. Ditambah lagi adanya kecendrungan hidup konsumptif pada sebagian besar masyarakat nelayan yang akhirnya banyak yang menyeret mereka dalam lingkaran hutang dan kemiskinan. Karena mereka memakai mesin, sudah tentu memerlukan dana untuk kerusakan mesin dan perawatan rutin mesin secara berkala. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebeumnya bahwa kelemahan modal usaha dari nelayan pada hakekatnya adalah bersumber dari sikap mental nelayan itu sendiri. Mereka tidak terbiasa menyisihkan sebagian hasil usahanya untuk ditabung guna pengembangan usaha atau keperluan lainya, pendapatan yang diperoleh habis untuk keperluan konsumtif Untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya, mereka malah mencari modal pinjaman dari pihak pedagang pengumpul, walaupun dengan bunga yang cukup tinggi. Melalui pelaksanaan program PEMP ini nelayan dikembangkan untuk memulai budaya memupuk modal, agar nelayan ini mampu menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk
30 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32
pengembangan, sehingga hal ini akan dapat meningkatkan pendapatan mereka pada masa selanjutnya. Pengeluaran dapat menjadi indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga yaitu dengan melihat proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Kebutuhan makanan dan non makanan sangat berbeda-beda, apabila seseorang pendapatannya terbatas, maka mereka akan mendahulukan kebutuhan makanannya walaupun jumlahnyapun belum memenuhi standar gizi yang diperlukan. Sesuai dengan yang dikemukakan Sumardi (1982), bahwa salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga adalah dengan melihat proporsi pengeluaran untuk kebutuhan primer dan sekundernya. Biasanya setiap orang akan mendahulukan kebutuhan primernya daripada kebutuhan sekunder, sehingga pada kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah akan terlihat semakin besarnya pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan primernya. Bersamaan dengan naiknya pendapatan secara perlahan, juga akan terjadi pergeseran atau penurunan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan primer. Makin besar pengeluaran untuk keperluan kebutuhan primer (sandang, pangan, perumahan), para ahli menyimpulkan bahwa masyarakat tersebut masih termasuk kategori miskin (yaitu bila 60 % atau lebih dari pengeluaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer). Pola pengeluaran rumah tangga dapat mencerminkan tingkat kehidupan masyarakat, untuk negara yang sedang berkembang pengeluaran untuk keperluan makanan masih merupakan pengeluaran terbesar dari semua pengeluaran rumah tangganya. Untuk negara maju pengeluaran diluar makanan merupakan biaya terbesar dari pengeluaran rumah tangganya (Dahuri, 2002) Selanjutnya Dahuri (2002) juga mengemukakan bahwa bentuk atau ciri-ciri kemiskinan adalah : a. Kekurangan gizi makanan jauh dibawah normal / bukan kurang makan, b. Hidupnya morat-marit, c. Kondisi kesehatan yang menyedihkan, d. Pakaian selalu kumal dan tidak teratur, e. Tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan (sempit, pengap dan kotor), f. Keadaan anak-anak yang kurang terurus. Seperti yang terlihat pada Tabel 12 bahwa telah terjadi peningkatan pengeluaran untuk keperluan konsumsi sebesar 38,95 % dibanding pengeluaran sebelum nelayan mendapatkan bantuan mesin long tail tersebut. Hal ini terjadi akibat adanya tambahan pendapatan yang diperoleh nelayan digunakan untuk memperbaiki kebutuhan hidupnya, dimana sebelumnya makanan mereka sehari-hari sangat terbatas oleh kondisi keuangan. Dengan adanya tambahan pendapatan ini telah mereka gunakan
Husni
untuk makanan yang mereka makan sehari-hari menjadi lebih bervariasi dan bergizi . Demikian juga dengan pengeluaran lainnya seperti untuk perumahan dan fasilitasnya, barang-barang konsumtif lainnya seperti sabun mandi, kosmetik dan lainnya, pengeluaran untuk pendidikan, pengeluaran untuk pakaian dan kesehatan juga ikut mengalami peningkatan pengeluaran. Termasuk untuk sarana lainnya seperti TV dan HP (hand phone) yang sudah menjadi kebutuhn hidup sehari-hari ditengah masyarakat untuk cendrung memilikinya. Peningkatan pendapatan akibat adanya program PEMP dengan memberikan bantuan mesin long tail, tidaklah serta merta akan dapat mengentaskan kemiskinan diwilayah pesisir. Peningkatan yang terjadi baru sebatas pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sesuai dengan yang dikemukakan BPS (2007) bahwa kemiskinan relatif merupakan kemiskinan karena pengaruh pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, yang telah menyebabkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan atau pengeluaran. Sehingga negara kaya garis kemiskinannya relatif lebih tinggi dibanding negara miskin. Sesuai dengan indikator sosial maupun indikator dari ukuran keberhasilan pemberdayaan dengan program PEMP, hasil pelaksanaan PEMP di Kecamatan Bungus Teluk Kabung dapat dikatakan sudah sangat berhasil. Namun dari perubahan perilaku terutama budaya menyimpan sebagian dari hasil pendapatan untuk keperluan pengembangan atau keperluan lainnya masih belum berhasil. Untuk itu sangat diperlukan program PEMP ini dilanjutkan dan lebih ditingkatkan dalam pemberdayaan manusianya dengan melaksanakan Program Minapolitan, terutama sekali bagaimana para nelayan dapat lebih bersemangat memacu hasil tangkapannya dengan menambah hari kelaut atau melakukan usaha tambahan berupa pengolahan hasil tangkapan untuk meningkatkan nilai jual hasil. Perlu adanya sistem yang dapat menimbulkan rasa tanggung jawab mereka untuk tetap mematuhi perjanjian yang telah mereka sepakati, seperti perjanjian cicilan pengadaan mesin long tail yang telah mereka nikmati manfaatnya. Mereka keberatan membayar cicilan kredit, karena sebagian besar tambahan pendapatan yang mereka peroleh terpakai untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka seharihari yang cendrung meningkat dari tahun ketahun.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pesisir yang telah dilaksanakan di
31 Minapolitan Keberlanjutan Program PEMP
Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ; 1. Program motorisasi adalah salah satu usaha alih teknologi tepatguna dalam rangka pemberdayaan nelayan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan nelayan melalui pengadaan mesin long tail bagi nelayan perahu layar / sampan dayung. Dengan adanya bantuan mesin long tail diharapkan nelayan bisa menangkap ikan agak lebih jauh ketengah, dapat mencari gerombolan ikan. 2. Karakteristik nelayan penerima bantuan program bantuan mesin long tail lokasi Kecamatan Bungus Teluk Kabung ini adalah, pendidikannya sebagian besar tidak tamat yaitu sebanyak 52,94 %, sedangkan yang berpendidikan SMP sebesar 27,94 % , berpendidikan SMA sebanyak 19,12 % 3. Dengan adanya bantuan mesin long tail kepada nelayan tradisional tersebut telah terjadi peningkatan pendapatan nelayan secara rata-rata sebesar 87,83 % (atau sebesar Rp.812.336,7 per bulan) bila dibandingkan sebelum menerima dana bantuan pembelian mesin long tail yaitu dari pendapatan awal yang hanya sebesar Rp.924.857,4 meningkat menjadi Rp.1.737.194,1 perbulan. 4. Dengan adanya peningkatan pendapatan akibat pemberian bantuan mesin long tail ini, telah terjadi perubahan pola konsumsi nelayan penerima bantuan secara signifikan. Terutama sekali meningkatnya belanja kebutuhan pangan sebesar Rp.217.601,3 per bulan atau sebesar 38,95 % dari sebelum menerima bantuan sebesar Rp.558.722,8 per bulan menjadi Rp.776.323,5 per bulan. Hal ini terjadi akibat terbatasnya pendapatan yang mereka peroleh sebelumnya, sehingga mereka terpaksa hidup dengan menekan biaya kebutuhan pokok untuk memenuhi pangan sehari-hari sesuai dengan pendapatan yang ada. 5. Walaupun sudah terjadi peningkatan pendapatan yang cukup besar, kebutuhan hidup layak yang mesti mereka penuhi masih jauh lebih besar dari peningkatan pendapatan yang mereka peroleh. Peningkatan pendapatan akibat adanya bantuan mesin long tail ini baru bisa memenuhi kebutuhan pokok mereka untuk hidup sehat, cukup gizi dan anak-anak yang masih mampu mereka sekolahkan. 6. Apabila diinginkan peningkatan pendapatan masyarakat pesisir secara berkelanjutan, perlu dilanjutkan dengan Program Minapolitan terutama bidang sarana dan prasarana, dan bentuk pengolahan untuk meningkatkan hasil jual.
yang
Saran-saran. Perlu adanya komunikasi lebih intensif oleh petugas lapangan
perikanan, terutama dalam rangka pengembangan ekonomi produktif agar masyarakat terbiasa menabung dan dapat hidup lebih terkendali. Perlu dilakukan kerjasama atau kemitraan dengan pengusaha perikanan besar sehingga dapat saling mengisi dan membantu nelayan kecil untuk lebih produktif dan mampu meningkatkan produktivitas hasil di lapangan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih rinci bagaimana pelaksanaan program PEMP ke depan sehingga lebih berdayaguna dan berhasilguna.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, M. 1995. Tingkat Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasir Ulak Karang di Tinjau Dari Sudut Sosial Ekonomi. Padang. Universitas Bung Hatta. Badan Pusat Statistik Kota Padang, 2006. Padang Dalam Angka 2005. Padang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Padang, 2000. Propeda Kota Padang 2001- 2005. Padang Dahuri R, 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Penerbit LISPI. Dahuri R, 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Barat, 2002. Laporan Kegiatan Kredit Modal Kerja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat APBD 2000 dan ABT 2001. Padang. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Depertemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Buku Panduan Tenaga Pendamping Desa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).Jakarta. Hayami dan Rutan, 1981. Agriculture Development and International Perspective. London. Jhon Hopkin Press. Hutabarat Sahala, 2007. Cara Ideal Membangun Negara Kepulauan. Sinar Tani. Edisi Desember 2007. Jakarta Kamaluddin, 1978. Pengembangan Perikanan Rakyat di Jawa Tengah Simposium Modernisasi Perikanan Rakyat. LPPL. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Departemen pertanian. Martosubroto, 1983. Peranan Penelitian Sosial Ekonomi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan. Puslit Agroekonomi. Jakarta. Litbang Departemen Pertanian. Nikijuluw, PH Victor. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. PT. Pustaka Cidesindo. Poerwadarminta, 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PN Balai Pustaka. Prawiroatmodjo, Dendasurono. (1997), Pendidikan Lingkungan Kelautan. Jakarta. PT Rineke Cipta. Setiadi, Dede dkk. (1989), Dasar-dasar Ekologi.Bogor.Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Soeharyadi, Saraswati. (2002), Potensi Sumberdaya Hayati Laut. Jakarta. PT Pilar bambu Kuning. Sudirman, Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. Sumardi, 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta. Penerbit CV. Rajawali. Sumawoto, Otto 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta. Penerbit Jambatan. Suparno, 2001. Potensi Sumberdaya Hayati Kelautan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kota Padang. Padang. Universitas Bung Hatta. Syafri Syarfida, 2004. Pengaruh Program PEMP Terhadap Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Masyarakat Pesisir di Kabupaten Agam. Padang. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang.
32 Jurnal Mangrove dan Pesisir, X (1): 20-32 Wijaya, S, 1996. Telaah Sistem Bagi Hasil Pada Kelompok Nelayan Giling Net di Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Jakarta
Husni Zainal Arifin, 2008. Analisis Dampak Program Motorisasi Dengan Mesin Long Tail Terhadap Pendapatan Nelayan Perahu Dayung Di Kota Padang. Padang. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta