EFEKTIVITAS PENCAPAIAN TUJUAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN SKI BERBANTUAN MEDIA FILM DI MTS NURUL ILMI TANGERANG Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi Kependidikan dan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: EUIS FATMAWATI 107011000414
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
EFEKTIVITAS PENCAPAIAN TUJUAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN SKI BERBANTUAN MEDIA FILM DI MTS NURUL ILMI TANGERANG Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: EUIS FATMAWATI 107011000414
Dosen Pembimbing
Yudhi Munadi, M.Ag NIP. 19701203 199803 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Euis Fatmawati
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 24 Agustus 1998 Nim
: 107011000414
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul skripsi
: Efektivitas Pencapaian Tujuan Afektif Dalam Pembelajaran SKI Berbantuan Media Film Di MTs Nurul Ilmi Tangerang
Dosen Pembimbing
: Yudhi Munadi, M.Ag
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, 4 Januari 2013
Euis Fatmawati
ABSTRAK Euis Fatmawati 107011000414 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Pendidikan Agama Islam “Efektivitas Pencapaian Tujuan Afektif Berbantuan Media Film pada Mata Pelajaran SKI di MTs Nurul Ilmi Tangerang”. Media merupakan sumber-sumber belajar selain guru yang disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan atau diciptakan secara terencana oleh seorang guru atau pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui situasi pembelajaran siswa dan afeksi siswa saat dan sesudah pembelajaran dengan berbantuan media film. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Nurul ‘Ilmi Tangerang dari bulan Maret 2012. Yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan dewan guru MTs Nurul “Ilmi Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Dengan melakukan wawancara dengan informan siswa diketahui bahwa pembelajaran dengan berbantuan media film dapat mengembangkan afeksi siswa dalam belajar. Dengan ditandai sikap siswa yang menerima, mendengar, dan memperhatikan guru yang menjelaskan pelajaran didepan kelas. Kata kunci : Efektivitas Pencapaian Tujuan Afektif, Media Film
i
ABSTRACT Euis Fatmawati 107011000414 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Pendidikan Agama Islam “Efektivitas Pencapaian Tujuan Afektif Berbantuan Media Film pada Mata Pelajaran SKI di MTs Nurul Ilmi Tangerang”. Media are sources of learning than teachers who called the dealer or connecting instructional messages held in a planned or created by a teacher or educator. This study aims to determine the situation and affective student learning during and after the learning of students with media-assisted film. This study was conducted in MTs Nurul 'ILMI Tangerang from March 2012. Used as informants in this study were students of class VII and the teaching body MTs Nurul "Ilmi Tangerang. The method used in this study were interviews and observation. By conducting interviews with informants note that students learning with mediaassisted film can develop students' affective learning. With the attitude of the students indicated that receive, listen, and pay attention to the teacher explaining the lesson in the classroom. Keywords:Achieving Objectives Affective Effectiveness, Media Film
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan dan pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikutnya yang setia sampai hari akhir nanti. Teristimewa, ucapan terimakasih penulis curahkan kepada Ayahanda (H. Arsidi) dan Ibunda tercinta (Hj. Masminah) yang telah mendidik penulis dari buaian hingga sekarang yang selalu berjuang baik materil maupun moril hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah. Terima kasih banyak atas kesabarannya, ketulusannya dan perjuangan ayahanda dan ibunda tercinta, penulis tidak akan dapat membalas jasanya. Semoga Allah selalu memberikan balasan yang lebih atas semua yang telah ayahanda dan ibunda berikan untuk penulis. Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar sarjana Strata Satu (S1), di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Oleh karena itu, penulis membuat skripsi dengan judul “Efektifitas Pencapaian Tujuan Afektif Dalam Pembelajaran SKI Berbantuan Media Film”. Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan data, maupun biaya yang tidak sedikit, dan sebagainya. Namun denganakerja keras dan kesungguhan hati serta dorongan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Yudhi Munadi, M.Ag, Sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bahrisalim, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan bimbingan serta masukan yang berguna dalam penyusunan skripsi ini. 4. Seluruh Dosen dan Asisten Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membimbing dan mendidik penulis dengan memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat. 5. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah beserta stafnya, yang telah memberikan pelayanan dalam penyediaan buku-buku yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi 6. Siti Huliah, SE Kepala Sekolah MTs Nurul Ilmi Tangerang beserta guruguru, karyawan dan para siswa-siswi, yang telah memperkenankan penulis mengadakan penelitian dan terima kasih atas bantuan dan kesediannya memberikan data guna melengkapi penelitian ini. 7. Teristimewa, Hendri Heryandi, terimakasih telah memberikan motivasi, semangat, dan doa yang tulus kepada penulis. 8. Kakak-kakak dan adik tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a kepada penulis. 9. Sahabat-sahabat PAI angkatan 2007 (terkhusus) Siti Humaeroh, Syifa Fauziyah, Dina Merliana, Reni Adhani, semangat dan keceriaannya tak terlupakan. 10. Serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga rahmat, taufiq dan hidayah-Nya selalu dilimpahkan pada kita semua sepanjang kehidupan kita.Amiin… Jakarta, 4 Januari 2013 Penulis
Euis Fatmawati
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK .........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ...................................................................
5
D. Perumusan Masalah ....................................................................
5
E. Tujuan Penelitian.................................................................... ....
5
F. Kegunaan Penelitian ...................................................................
5
LANDASAN TEORI A. Efektifitas Pembelajaran .............................................................
7
1. Pengertian Efektivitas ...........................................................
7
2. Prinsip-prinsip Efektifitas ..................................................... 12 3. Cara Mengetahui Keefektifan Hasil Belajar ......................... 12 B. Ranah Afektif .............................................................................. 13 1. Definisi Afektif ..................................................................... 13 2. Karakteristik ranah afektif..................................................... 15 3. Tingkatan Afektif .................................................................. 20 4. Peroses Pembentukan Sikap .................................................. 25 C. Media Pembelajaran .................................................................... 27 1. Definisi Media....................................................................... 27 2. Pertimbangan Dalam Memilioh Media Pembelajaran .......... 28 3. Fungsi Media Pembelajaran .................................................. 29 4. Prinsip-prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media ............... 35 5. Media Berbasis Audio Visual ............................................... 37 6. Jenis-jenis Film ..................................................................... 38 7. Strategi pemanfaatan Media .................................................. 39
v
D. Sejarah Kebudayaan Islam .......................................................... 40 1. Definisi Sejarah Kebudayaan Islam ...................................... 40 2. Tujuan Mempelajari Mata Pelajaran Ski di MTs Nurul Ilmi 41 3. Manfaat Mempelajari Ski...................................................... 42 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ................................................................. 43 B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 43 C. Pengumpulan Data ...................................................................... 45 1. Sumber Data .......................................................................... 45 2. Jenis Data .............................................................................. 45 D. Validasi Data ............................................................................... 46 E. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 47
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Profil MTs Nurul Ilmi ................................................................. 48 1. Sejarah Berdirinya MTs Nurul Ilmi ...................................... 48 2. Visi dan Misi ......................................................................... 48 3. Sarana Dan Prasarana ............................................................ 49 4. Keadaan Guru........................................................................ 50 5. Jumlah Siswa Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin .............. 53 B. Situasi Peroses Pembelajaran Berbantuan Media Film ............... 53 1. Kegiatan Pendahluan Pembelajaran ...................................... 53 2. Kegiatan Inti Pembelajaran ................................................... 54 3. Kegiatan Penutup Pembelajaran ........................................... 55 C. Deskripsi Hasil Lembar Soal Siswa ............................................ 58 D. Gejala-gejala Psikologis-Afektif Siswa Pada Saat dan Setelah Mereka Mengikuti Pembelajaran Berbantuan Media Film ......... 61 1. Penerimaan Siswa Terhadap Berbantuan Media Film .......... 61 2. Reaksi Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Berbantuan Media Film ............................................................................ 62
vi
3. Karakteristik
Afektif
siswa
Setelah
Mengikuti
Pembelajaran Dengan Berbantuan Media Film ................... 62 E. Efektifitas Pencapaian Tujuan Afektif Dalam Pembelajaran Ski Berbantuan Media Film ........................................................ 66 1. Penguasaan siswa terhadap bahan ajar yang dipelajari ........ 67 2. Siswa merasa senang dalam proses belajar .......................... 67 3. Mengajar itu menghasilkan semua yang diinginkan untuk tercapai .................................................................................. 67 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 69 B. Saran ............................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Table 3.1.
Kegiatan penelitian
Table 4.1
Fasilitas Sekolah
Table 4.2
Keadaan Guru
Table 4.3
Jumlah Siswa
Table 4.4
Persentasi Hasil Afektif 1
Table 4.5
Persentase Hasil Afektif 2
Table 4.6
Persentase Hasil Afektif 3
Table 4.7
Persentase Hasil Afektif 4
Tabel 4.8
Persentase Hasil Afektif 5
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran
dapat
dikatakan
efektif
jika
mampu
memberikan
pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan secara mendidik mereka dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran benar-benar kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa. Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan siswa secara aktif, karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, diskusi, dan pedebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar yang harus dikuasai siswa.1 Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap 1
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 20011), hal. 325
1
2
peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal,
memahami,
menerapkan,
menganalisis,
mensintesis,
dan
mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Masalah
afektif
dirasakan
penting
oleh
semua
orang,
namun
implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.2 2
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif/
3
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari prilaku yang bersangkutan. Oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar prilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, dan lain sebagainya, sehingga standar itu yang akan mewarnai prilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.3 Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting bagi pendidikan Agama Islam, oleh karena itu siswa harus sungguh-sungguh dalam mempelajari mata pelajaran tersebut. Akan tetapi dewasa ini banyak sekali siswa yang tidak atau jarang memperhatikan mata pelajaran tersebut karena dianggap membosankan sehingga membuat siswa malas untuk mempelajari sejarah khususnya pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Oleh karena itu seorang guru harus bisa memasukan unsur media untuk memotivasi belajar siswa agar siswa tidak merasa bosan atau jenuh dengan mata pelajaran tersebut, sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai. Media merupakan sumber-sumber
belajar selain guru yang disebut
sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan atau diciptakan secara terencana oleh seorang guru atau pendidik.4 Dunia pendidikan dewasa ini berkembang semakin pesat dan semakin kompleksnya persoalan pendidikan yang dihadapi bukanlah tantangan yang harus dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan pemikiran yang konstruktif demi tercapainya kualitas yang baik. Persoalan yang dimaksud di antaranya adalah 3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Peroses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2005), cet ke 5 h. 274 4 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008) h. 5
4
bagaimana seorang guru menyampaikan pesan pendidikan melalui media Film (Audio Visual) agar siswa termotivasi dan tidak merasa bosan dengan materi yang disampaikan, khususnya materi pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Media audio visual yaitu merupakan suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan alat-alat atau media pengajaran yang dapat memperdengarkan atau memperagakan bahan-bahan tersebut, sehingga siswa dapat menyajikan secara langsung, mengamati secara cermat memegang atau merasakan bahan-bahan peraga tersebut.5 Di sini penulis menggunakan media audio visual yang berbentuk Film Dokudrama yaitu film-film dokumenter yang membutuhkan pengadegan. Dengan demikian kisah-kisah yang ada dalam dokudrama adalah kisah yang diangkat dari kisah nyata dari kehidupan nyata.6 Kemudian dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana menciptakan kondisi atau suasana proses yang mengarahkan siswa itu melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik di perlukan peroses dan motivasi yang baik pula. Dalam hal ini motivasi sudah di katan baik apabila tujuan yang diinginkan sudah baik atau tercapai.7 Mengingat pentingnya suatu media Film (audio visual) dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam agar dapat memberikan motivasi belajar siswa, guru diharapkan dapat menyajikan media audio visual yang berbentuk film sehingga siswa bersemangat dalam mengikuti mata pelajaran tersebut dan tercapainya tujuan pendidikan serta keefektifan siswa dalam mengikuti pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan. Bertitik tolak dari hal tersebut penulis mencoba untuk mengadakan penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul: “Efektivitas
Pencapaian
Tujuan
Afektif
Dalam
Pembelajaran
SKI
Berbantuan Media Film di MTs Nurul Ilmi Tangerang”. 5
Tayar Yusuf ,dan Drs. Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta:PT Raja Grapindo 1995), h. 78 6 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran….h. 5 7 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers 1986), h. 77
5
B. Identifikasi Masalah 1. Masalah
afektif
dirasakan
penting
oleh
semua
orang,
namun
implementasinya masih kurang. 2. dewasa ini banyak sekali siswa yang tidak atau jarang memperhatikan mata pelajaran SKI karena dianggap membosankan.
C. Pembatasan Masalah 1. Materi yang dijadikan bahan penelitian adalah materi Sejarah Kebudayaan Islam kelas VII di MTS Nurul Ilmi Tangerang. 2. Media yang dijadikan obyek penelitian adalah media audio visual yang berjenis film jadi, yang membahas tentang sejarah Nabi Muhammad saw di Mekah serta sistem perekonomian dan perdagangan pada masa Nabi Muhammad SAW.
D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini, yaitu: 1. Bagaimana situasi pembelajaran SKI dengan berbantuan media film? 2. Bagaimana pencapaian tujuan afektif dalam pembelajaran dengan berbantuan media film pada bidang studi SKI di MTS Nurul Ilmi Tangerang?
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui situasi pembelajaran dengan berbantuan media film. 2. Untuk
mengetahui
efektifitas
pencapaian
tujuan
afektif
dalam
pembelajaran dengan berbantu media film pada mata pelajaran SKI di MTS Nurul Ilmi Tangerang.
F. Kegunaan Penelitian 1. Untuk memperoleh informasi yang akurat tentang Efektifitas pencapaian tujuan Afektif dalam pembelajaran dengan berbantu media film pada mata pelajaran SKI.
6
2. Sebagai bahan rujukan bagi pembaca atau peneliti selanjutnya. 3. Memperkaya perbendaharaan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
BAB II LANDASAN TEORI A. Efektivitas Pembelajaran 1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran Kata “efektivitas” merupakan kata sifat dari kata “efektif” yang berarti ada efeknya (akibat, pengaruh, kesan), manjur, mujarab, dapat membawa hasil, berhasil guna. Menurut pengertian bahasa, efektivitas berarti dapat membawa hasil, sehingga sesuatu dapat dikatakan efektif apabila berhasil dan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah dirumuskan atau direncanakan sebelum melakukan hal tersebut. Efektifitas yang terdapat dalam Ensiklopedi Indonesia berarti, menunjukan tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha tersebut tercapai tujuannya.8 Dengan kata lain suatu pembelajaran bisa dikatakan efektif apabila telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan hal tersebut terdiri dari tiga bagian, karena seorang guru harus dapat memilih metode yang tepat untuk mencapai tujuan. Pertama, suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: a. Presentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM. b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa.
8
Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, Van Hoev), jilid 2,
h. 883
7
8
c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan. d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif. Selain itu guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan presentase waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan tekhnik yang memaksa, negatif atau hukuman. Selain itu guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki suatu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi namun juga menjadi anggota masyarakat yang pengasih. Kedua ada 5 variabel proses guru yang memperlihatkan keajegan hubungan dengan pencapaian tujuan, yaitu: a. Dalam penyajian materi harus jelas. b. Seorang guru harus memiliki kegairahan dalam mengajar. Agar siswa termotivasi dengan keaktifannya dalam mengajar. c. Dalam proses pembelajaran guru harus mempunyai ragam kegiatan seperti metode atau media yang digunakan beragam tidak hanya terpaku pada satu metode atau media saja agar siswa tidak merasa jenuh ketika peroses pembelajaran berlangsung. d. Perilaku siswa akan melaksanakan tugas dan kecekatannya. e. Kandungan bahan pengajaran yang diliput siswa.9
Salah satu strategi yang membantu siswa belajar dari teks tertulis dan sumber-sumber informasi yang lain adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sehingga siswa harus berhenti dari waktu ke waktu untuk menilai pemahaman mereka sendiri terhadap teks atau apa yang diucapkan oleh gurunya. 9
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Media Kencana, 2009), cet. 1, h. 20-21
9
Sedangkan efektivitas dalam kegiatan pembelajaran mengajar merupakan sesuatu yang membawa hasil dalam waktu yang memadai yang memungkinkan tercapainya tujuan intruksional sesuai standar yang telah ditentukan dengan jumlah siswa. Maka salah satu prinsip efektivtas pengajaran yang baik adalah apabila di dalam proses belajar menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan instruksional) yang lebih tepat dan cermat secara optimal dengan waktu yang telah ditentukan dengan bobot materi pelajaran maupun tujuan instruksionalnya diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berharga bagi peserta didik. Pembelajaran efektif hanya mungkin terjadi jika didukung oleh guru yang efektif. Pakar pendidikan Gilbert H.Hunt sebagaimana yang dikutip oleh Rosyada, 2004:113) dalam bukunya efective teaching, menyebutkan ada tujuh kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pembelajaran efektif, yaitu: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sifat, guru harus memiliki sifat antusias, memberi rangsangan, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi kepada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar Pengetahuan, memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus menerus mengikuti perkembangan dalam bidang ilmunya Apa yang disampaikan, mampu memberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan, semua kompetensi dasar yang diharapkan siswa secara maksimal Bagaimana mengajar, mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas dan terang, memberikan layanan yang variatif (menerapkan metode mengajar secara bervariasi), menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisipasi,memonitor bahkan sering mendekati siswa, mampu mengambil keuntungan dari kejadian-kejadian yang tidak terduga Harapan, mampu memberi harapan kepada siswa, mampu membuat siswa akuntabel, dan mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik siswanya Reaksi guru terhadap siswa, mau dan mampu menerima berbagai masukan, risiko, tantangan, selalu memberikan dukungan kepada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa Manajemen, mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasikan kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat
10
memulai kelas, melewati masa transisi dengan baik, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, jika perlu memberi hukuman dalam bentuk yang paling ringan.10 Ketiga, Selain guru pembelajaran efektif juga perlu didukung oleh suasana dan lingkunag belajar yang memadai/kondusif. Oleh karena itu, guru harus mampu mengelola siswa, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar. Menciptakan kelas yang efektif dengan peningkatan efektifitas proses pembelajaran tidak bisa dilakukan secara persial, melainkan harus menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut
Kenneth
D.
More,
ada
tujuh
langkah
dalam
mengimplementasikan pembelajaran efektif, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perencanaan, Perumusan tujuan/kompetensi, Pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa, Proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi (multistrategi, Evaluasi, Menutup proses pembelajaran, dan Follow up/tindak lanjut.11 Jika pengajar membuat perencanaan pembelajaran sebelum mengajar
kemudian mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar dan mendapat output yang baik dari anak didiknya, maka dapat dikatakan bahwa sebagai pengajar ia telah memenuhi tujuan dalam pekerjaan tersebut, dan pekerjaan tersebut dapat dikatakan efektif. Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan pengetahuan, dan untuk mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai secara efektif atau tidak, maka dapat diketahui dengan tingkat prestasi belajar yang telah dicapai. Tingkat keberhasilan dibagi atas beberapa tingkatan/taraf, yaitu istimewa, baik sekali (optimal), baik (minimal), dan kurang. 10 11
325-326
Suyono dan Hariayanto, Belajar Dan Pembelajar ...... h. 208-209 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, hal.
11
a.
Istimewa/maksimal: Apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa
b.
Baik sekali/optimal: Apabila sebagian besar (70-90%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa
c.
Baik/minimal: Apabila bahan pelajaran yang dapat dikuasai oleh siswa kurang dari 60%.
Berdasarkan tingkat keberhasilan belajar mengajar, maka suatu kegiatan belajar mengajar memiliki tingkat efektifitas yang sangat baik, bila siswa dapat mencapai minimal 60% dari tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Berdasarkan pengertian, bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok dengan baik, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota dalam mencapai tujuan organisasi. Jelasnya bila sasarana atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya berarti pekerjaan tersebut efektif, dan jika tujuan dan sasaran itu tidak selesai dengan waktu yang ditentukan, maka pekerjaan itu tidak efektif. Jadi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum efektivitas berarti ketercapaian suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumya. Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa efektivitas dalam suatu kegiatan, berkenaan dengan “ketepatan sasaran dari suatu proses yang direncanakan atau diinginkan dapat terlaksana atau tercapai”. Efektifitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor baik di dalam maupun di luar diri seseorang. Dengan demikian efektifitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran.
12
2. Prinsip-prinsip Efektifitas Ada beberapa prinsip yang akan disebutkan dalam efektifitas pembelajaran di antaranya: a. Efektivitas mengajar guru, terutama menyangkut jenis-jenis kegiatan belajar mengajar yang direncanakan apakah dapat dilaksanakan dengan baik b. Efektivitas belajar murid, terutama menyangkut sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dapat dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang di tempuh.12 3. Cara Mengetahui Keefektifan Hasil Belajar Ada dua cara mengetahui keefektifan hasil belajar yang dikemukakan, yaitu menurut Kemp dan Diamond sebagai berikut: a. Menurut Kemp bermula dari suatu pertanyaan: apa yang telah dicapai oleh siswa? Untuk menjawab pertanyaan ini harus diketahui berapa jumlah siswa yang berhasil mencapai seluruh tujuan belajar dalam waktu yang telah ditentukan. Spesifikasi jumlah tersebut dinyatakan dalam persentase. Maka dijumlahkanlah data hasil yang dicapai tiap siswa dari seluruh informasi yang telah dicapai oleh pengajar. Misalnya dari hasil tes (ulangan-ulangan yang pernah dilakukan), tugas-tgas atau latihan-latihan, dan juga dari catatan hasil pengamatan pengajar terhadap tingkah laku siswa sehari-hari. Misalnya jumlah siswa 30 orang, bila seluruhnya (100%) dapat berhasil mencapai seluruh tujuan, maka hasilnya efektif. Tetapi bila hanya 27 siswa (90%) saja berhasil, apakah ini dapat dikatan efektif atau tidak, bergantung kepada standar kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan oleh pegajar yang bersangkutan sudah tentu pengajar tidak akan menentukan standar 100% karena mungkin desain itu sendiri kurang sempurna. Jadi boleh saja 90% dikatakan efektif bila memang kriteria keberhasilan yang ditentukan 90%. 12
2, h. 126
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. Ke
13
b. Menurut Diamond keefektivan tidak diukur dengan persentase, tetapi diukur berapa segi dengan beberapa variasi variabelnya, misalnya. 1.
Hasil belajar dikatakan efektif bila ditinjau dari segi siswa, kriteria keefktifannya dengan menggunakan variabel kira-kira sebagai berikut : a. b. c. d. e.
2.
3.
4.
5.
Dengan biaya yang sama, tetapi hasil belajar meningkat Dengan biaya yang kurang, tetapi hasil belajar sama Jumlah siswa yang gagal makin berkurang Minat siswa bertambah Dengan waktu yang terlalu lama, tetapi siswa dapat meraih lebih banyak kredit poni atau satuan kredit semester (SKS) Hasil belajar dapat dikatakan efektif bila ditinjau dari segi sekolah, variabel nya sebagai berikut: a. Jumlah siswa bertambah, tetapi sekolah tidak bertambah beban biayanya untuk honor pengajar b. Waktu mengajar tidak terlalu banyak, tetapi makin banyak kesempatan bagi siswa untuk memilih spesialisasi, dan makin banyak pelajaran yang ditawarkan c. Hubungan dengan siswa makin dekat dan frekuensi bimbingan makin tinggi, tetapi sekolah tidak menambah biaya pengeluaran tambahan untuk itu Keefektifan ditinjau dari segi ruangan, variabelnya sebagai berikut: a. Jumlah ruangan berkurang, tetapi semua perkuliahan maupun akomodasi seluruh siswa tertampung Keefektifan ditinjau dari segi sumber belajar, variabelnya sebagai berikut: a. Makin bertambah jumlah siswa maupun pengajar yang memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia b. Cara menggunakan sumber-sumber tersebut juga makin efesien Keefektifan ditinjau dari segi masyarakat terhadap sekolah a. Masyarakat makin menghargai dan menambah kepercayaan terhadap sekolah atau perguruan tinggi tersebut b. Calon-calon siswa baru makin bertambah.13
B. Ranah Afektif 1. Definisi Afektif Taksonomi untuk ranah afektif mula-mula dikembangkan oleh David. R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectivies: Affectivie Domain, Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
13
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 195-197
14
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatiannya pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk mengetahui lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam, dan sebagainya.14 Sedangkan menurut Popham, ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang, orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal, oleh karena itu semua pendidikan harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa social. Dan sebagainya. Untuk itu, semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Sikap dapat
15
didefinisikan “sebagai suatu
kecendrungan untuk melakukan suatu respon dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Ranah afektif
merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan,
emosi, sistem nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhanah, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai, minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai serta kecenderungan emosi. Perumusan tujuan instruksional pada kawasan afektif tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan ranah kognitif, tetapi dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi. Di samping itu 14
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 54 Wayan Nurkanca dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986), h. 275 15
15
ranah afektif sulit dicapai pada pendidikan formal, karena pada pendidikan formal perilaku yang nampak dapat diasumsikan timbul sebagai akibat dari kekakuan aturan, disiplin belajar, waktu belajar, tempat belajar, dan norma-norma lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku seperti itu timbul bukan karena siswa telah sadar dan menghayati betul tentang kebutuhan akan sikap dan perilaku tersebut, tetapi dilakukan karena sekedar untuk memenuhi aturan dan disiplin saja agar tidak mendapatkan hukuman. Contohnya: Setiap belajar bidang studi matematika, hampir seluruh siswa tingkat II SMU selalu masuk ruang kelas lebih awal dan mereka umumnya begitu sungguhsungguh mendengar dan mencatat uraian dan keterangan sang guru di depan kelas. Sikap dan perilaku seperti ini mungkin sekali timbul karena guru killer. Proses belajar mengajar dilakukan dengan situasi yang kaku dan tegang. Jadi bukan karena para siswa sadar dan tertarik pada pelajaran tersebut atau karena faktor lain yang tidak memperkuat tujuan instruksional ranah afektif, ini suatu faktor bahwa melihat hasil belajar untuk kawasan afektif ini tidak semudah melihat menilai kawasan lainnya. Oleh karena itu si penilai perlu berhati-hati dan teliti agar kesahihan dan keterandalan penilaian dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh karena peranan kawasan afektif dalam bidang pendidikan sangat penting. Agar peranannya dapat digunakan dengan tepat, maka satu-satunya cara yang baik untuk ditempuh adalah dengan menuliskan tujuan intruksional kawasan afektif sesuai dengan ketentuan.
2. Karakteristik Ranah Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibandingkan yang lain. Arah perasaan
16
berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedangkan kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktifitas atau arah ide dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik dari afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi ke sekolah, situasi sosial atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Sering kali peserta didik cenderung sadar bahwa kecemasannya adalah tes. Ada 5 lima tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. a. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
17
Untuk itu pendidikan harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. b. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk: 1) mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, 2) mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, 3) pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, 4) menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, 5) mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama, 6) acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi, 7) mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, 8) bahan pertimbangan menentukan program sekolah, 9) meningkatkan motivasi belajar peserta didik. c. Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
18
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. d. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi kontribusi positif terhadap masyarakat. e. Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Ranah afektif lain yang penting adalah:
19
1. Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam bertindak dengan orang lain. 2. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral, dan artistik. 3. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh kependidikan. 4. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa Negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.16 Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.17 Pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk pendidikan
kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi
yang lainnya yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan proses pembelajaran yang dilakukan guru. Sikap afektif erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap “merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai”.18 Keberhasilan
pengembangan
ranah
kognitif
tidak
hanya
akan
membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah
16
http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-danpsikomotorik/ www.goegle 17 http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-danpsikomotorik/ www.goegle 18 Sofan Amri, Dkk. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, (Jakarta: Pestasi Pustaka, 2010), h. 208-209
20
afektif. Peningkatan ranah afektif ini, antara lain, berupa “kesadaran beragama yang mantap”.19 Seorang siswa dapat dianggap berhasil secara afektif dalam belajar agama (khususnya agama Islam), apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama Islam yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai sistem nilai diri. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik di kala suka maupun duka.
3. Tingkatan Afektif Sikap seseorang bisa diramalkan perubahan-perubahannya, apabila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Ada kecendrungan bahwa prestasi belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih cenderung memperhatikan bidang kognitif semata, padahal dalam pendidikan agama Islam yang harus diperioritaskan adalah sikap atau perilaku siswa yang diharapkan sesuai dengan ajaran Islam. Kompetensi siswa dalam bidang afektif terkait dengan kemampuan menerima, merespon, menilai, mengorganisasi, dan memiliki karakter. Untuk memperoleh gambaran tentang ranah tujuan intruksional afektif secara utuh, berikut ini akan dijelaskan setiap tingkat secara berurutan berapa contoh kongkrit berikut ini: a. Tingkat Receiving atau Menerima Menerima disini adalah diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan prilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya (stimulus) tertentu yang mengandung estetika. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering 19
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 51
21
diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh.20 b. Tingkat Tanggapan (responding) Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1) Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik (siswa) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang saat ia belajar. 2) Tanggapan dilihat dari segi psikologi prilaku (behavior psychology) adalah segala perubahan perilaku organism yang terjadi atau yang timbul karena adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati. 3) Tanggapan dilihat dari segi adanya kemauan dan kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian (stimulus) dengan cara berpartisipasi dalam berbagai bentuk Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang perdagangan dan perekonomian pada masa Nabi.
20
http://massofa.wordpress.com/feed/
22
c. Tingkat Menilai Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Tanggapan menilai mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1) Pengakuan secara obyektif (jujur) bahwa siswa itu obyek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat. 2) Kemauan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap prilaku positif atau negatif. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku jujur dalam berdagang, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. d. Tingkat Organization Tanggapan organisasi mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1) Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilainilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan. 2) Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antara nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih
23
dominan dibandingkan nilai yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai. Contohnya: Seorang siswa memutuskan untuk hadir pada pertemuan kelompok, walaupun pada jam yang sama di televisi ada program film horor yang menarik. Padahal ia seorang penggemar film tersebut. e. Tingkat Karakterisasi (Characterization) Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri prilakunya. Organization
(mengatur
atau
mengorganisasikan),
artinya
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.21 Contohnya: Sejak di sekolah lanjutan atas hingga tamat perguruan tinggi. Siti selalu belajar siang dan malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita-citanya akan tercapai. Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krath Wool tersebut di atas, maka Romis Jowski dalam bukunya Producing Intrustion Sistem (1984). Mengelompokan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe prilaku yang berbeda. 1. Reflek yang terkondisi (reflexsiv conditional ). Yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan terlebih dahulu tujuan reaksinya. 21
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html.
24
Contohnya: Seseorang yang tiba-tiba meloncat-loncat kegirangan setelah ia melihat pengumuman hasil tes di satu departemen pada surat kabar yang menyatakan ia lulus seleksi. 2. Sukarela (foluntary) Adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu
dengan
cara
membiasakan
dengan
latihan-latihan
untuk
mengontrol. Contohnya: Seorang pramuria, pada waktu sedang menerima tamu ia akan berprilaku begitu ramah dan menarik padahal ia adalah orang yang kaku dan judes. Namun demikian Peromis Jowski tidak merinci lebih lanjut aspek afektif bukanlah tipe-tipe prilaku yang berbeda tetapi merupakan perbedaan pentahapan dalam pengembangan prilaku.22 Mengacu kepada karakter dan daya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Variable-variabel di atas juga telah memberikan kejelasan bagi proses pemahaman taksonomi afektif ini, berlangsungnya proses afektif adalah akibat perjalanan kognitif terlebih dahulu seperti pernah diungkapkan bahwa: “Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan mereka pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat-sifat mereka.” Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia
22
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press 2004), cet ke 2 h.32-37
25
psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.23 Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan juga berisi kemampuan kognitif. Kelima jenis perilaku tersebut bersifat hierarkis. Perilaku
penerimaan
merupakan
jenis
perilaku
terendah
dan
perilaku
pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi.24 Oleh karena itu kelima tingkatan afektif tersebut memiliki keterpaduan satu sama lain yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, dengan demikian seorang guru tidak hanya menguasai bahan-bahan yang diajarkannya, keterpaduan kelima tingkatan tersebut yang telah dimiliki oleh siswa yang akan mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya, akan tetapi guru
juga harus
meyakinkan
kepada para siswa akan manfaat bidang studi tersebut supaya siswa tidak hanya mampu dalam segi kognitif melainkan juga dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Proses Pembentukan Sikap a. Pola pembiasaan Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari atau tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya, siswa yang setiap kali menerima prilaku yang tidak menyenangkan dari guru, misalnya perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama kelamaan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah. Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operani conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan Skinner. Pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan 23
http://arisandi.com/aspek-kecerdasan-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/ Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002) cet k-2, h. 29 24
26
pada proses peneguhan respon anak, setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau prilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya. b. Modeling Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Perinsip peniruan ini yang dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anaka kagum terhadap kepintaran orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. secara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan itu pula anak akan meniru perilaku yang dilakukan oleh idolanya itu. Misalnya, jika idolanya (guru atau siapa saja) menunjukkan perilaku tertentu terhadap suatu objek, makan anak cenderung akan berprilaku sama seperti apa yang dilakukan oleh idolanya itu. Jika idolanya itu begitu telaten terhadap tanaman yang ada dihalaman sekolah, misalnya, maka anak itu juga akan memperlakukan seperti yang dilakukan idolanya terhadap tanaman tersebut; apabila idolanya selalu berpakaian rapi dan bersih, maka anak itu juga berperilaku seperti itu. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu obyek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap tanaman, atau mengapa kita harus berpakaian bersih. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.25 25
277-279
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Peroses Pendidikan, …..h.
27
Media pembelajaran juga dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa, khususnya pada media film. Oleh karena itu media film memiliki pengaruh yang sangat penting pada daya khayal siswa.26
C. Media Pembelajaran Proses belajar mengajar akan berjalan efektif dan efisien bila didukung dengan tersedianya media yang menunjang. Penyediaan media serta metodologi pendidikan yang dinamis, kondusif serta dialogis sangat diperlukan bagi pengembangan potensi peserta didik, secara optimal. Hal ini disebabkan karena potensi peserta didik akan lebih terangsang bila dibantu dengan sejumlah media atau sarana dan prasarana yang mendukung proses interaksi yang sedang dilaksanakan. Media dalam perspektif pendidikan merupakan instrumen yang sangat strategis dalam ikut menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Sebab keberadaannya secara langsung dapat memberikan dinamika tersendiri terhadap peserta didik. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, manusia seringkali kurang mampu menangkap dan menanggapi hal-hal yang bersifat abstrak atau yang belum pernah terekam dalam ingatannya. Untuk menjembatani proses internalisasi belajar mengajar yang demikian, diperlukan media pendidikan yang memperjelas dan mempermudah peserta didik dalam menangkap pesan-pesan pendidikan yang disampaikan. Oleh karena itu, semakin banyak peserta didik disuguhkan dengan berbagai media dan sarana prasarana yang mendukung, maka semakin besar kemungkinan nilai-nilai pendidikan mampu diserap dan dicernanya.27
1. Definisi Media Definisi media menurut Gagne adalah sebagai “komponen sumber belajar yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.Sependapat dengan itu Yusuf Hadi menuliskan, “media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya
26 27
Yudhi Munadi, Media Pembelajaaran…….. h. 46 http://www.damandiri.or.id/file/ahmadsuyutiunairbab2.pdf, diakses 2 Juli 2008.
28
peroses belajar pada diri siswa”, sementara itu, Briggs menyatakan, “media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional”.28 Media merupakan sumber-sumber belajar selain guru yang disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan atau diciptakan secara terencana oleh seorang guru atau pendidik. Kata media berasal dari bahasa latin, yakni medius yang secara harfiyahnya berarti „tengah‟, „pengantar‟, atau „pelantara‟. Dalam bahasa arab media disebut „wasail‟ bentuk jamak dari „wasilah‟ yakni sinonim alwast yang artinya juga „tengah‟ itu sendiri berarti berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai „perantara‟ (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di tengah ia bisa juga disebut sebagai pengantar atau penghubung, yakni yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi kesisi lainnya.29 Media dalam kontek pembelajaran adalah bahasanya guru. Bahasa guru dalam proses pembelajaran tersebut dapat secara verbal maupun non verbal. Bahasa verbal adalah semua jenis komunikasi yang menggunakan satu kata atau lebih, dan bahasa non verbal adalah semua pesan yang disampaikan tanpa katakata atau selain dari kata-kata yang kita gunakan. Dengan demikian proses penyampaian pikiran atau perasaan dapat dilakukan secara tatap muka (proses komunikasi primer) dan bisa dilakukan melalui saluran lain (proses komunikasi sekunder).30
2. Pertimbangan dalam Memilih Media Pengajaran: Kegiatan pemilihan media pengajaran ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses penggunaan media pengajaran, karena apabila keliru dalam media pengajarannya, maka keberhasilannya proses berikutnya juga akan terpengaruh. Memilih media pengajaran harus dikaitkan dengantujuan intruksional, strategi, belajar mengajar yang akan digunakan dan sistem evaluasi yang akan digunakan. Media pengajaran sangat banyak ragamnya, 28
Soekartawi, Dkk, Meningkatkan Rancangan Intruksional (Intructional Design) Untuk Memperbaiki Kualitas Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 72 29 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h. 5-6 30 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h. 9
29
dari yang sederhana sampai yang kompleks, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Para ahli melalui berbagai penelitiannya, belum berhasil menemukan suatu media pengajaran yang paling baik yang dapat digunakan untuk segala jenis dan bentuk materi pengajaran serta segala situasi dan kondisi lingkungan. Setiap media disamping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan masing-masing. 3. Fungsi Media Pembelajaran
a. Fungsi Media Pembelajaran Sebagai Sumber Belajar Media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Maksud dari sumber belajar yaitu, sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lainlain. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah fungsi utamanya di samping fungsi-fungsi lain. Media pembelajaran adalah bahasanya guru. Maka, untuk beberapa hal media pembelajaran dapat menggantikan fungsi guru, terutama sebagai sumber belajar. Menurut Mudhoffir dalam bukunya mengatakan bahwa sumber belajar pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, tekhnik dan lingkungan, yang mana hal tersebut dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang
(peserta
didik)
dan
memungkinkan
terjadinya
proses
pembelajaran.31 b. Fungsi Semantik Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik). Bahasa meliputi lambang (symbol) dan isi (content) -yakni pikiran dan atau perasaan- yang keduanya telah menjadi totalitas pesan (message), yang tidak dapat dipisahkan. Unsur dasar dari bahasa itu adalah "kata". 31
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h. 37-38
30
Kata atau kata-kata sudah jelas merupakan simbol verbal. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya. Jadi, gambar harimau dapat dipakai sebagai simbol keberanian, seperti digunakan oleh masyarakat Kota Bandung (Maung Bandung). Padahal, harimau itu sendiri biasanya dirujukkan kepada binatang buas. Hubungan antara kata, makna dan perujukan menjadi amat jelas, yakni "makna" tidak melekat pada "kata"; "kata" hanya bermakna" bila telah dirujukkan kepada sejumlah referen. Manusialah yang memberi makna pada kata atau dalam konteks pendidikan dan pembelajaran, gurulah yang memberi makna pada setiap kata yang disampaikannya. Bila simbolsimbol kata verbal tersebut hanya merujuk pada benda misalnya Candi Borobudur, Big Ben di London, jantung manusia atau ikan paus, maka masalah komunikasi akan menjadi sederhana, artinya guru tidak terlalu kesulitan untuk menjelaskannya. la bisa menjelaskan kata verbal itu dengan menghadirkan foto Candi Borobudur dan Big Ben, mock up jantung manusia, dan gambar ikan paus. Bila kata tersebut merujuk pada peristiwa, sifat sesuatu, tindakan, hubungan konsep, dan lain-lain, misalnya kata iman, etika, akhlak, atau tanggung jawab, maka masalah komunikasi menjadi tambah rumit, yakni bila komunikasinya melalui bahasa verbal. Namun bagi guru yang kreatif dan mampu mendayagunakan media pembelajaran secara tepat hal itu dapat dengan mudah diatasi, yakni dengan memberikan penjelasan melalui bahasa dramatisasi, simulasi, cerita (mendongeng), cerita bergambar, dan lain-lain.32 c. Fungsi Manipulatif Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini, media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.
32
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h. 39-40
31
Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi batasbatas ruang dan waktu, yaitu: 1) Kemampuan media menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya, seperti peristiwa bencana alam, ikan paus melahirkan anak, dan lain-lain. 2) Kemampuan media menjadikan objek atau menyita
waktu
panjang
metamorfosis, proses
menjadi
persitiwa
singkat,
yang
seperti
proses
berang-berang membangun bendungan dan
sarangnya, dan proses ibadah haji. 3) Kemampuan media menghadirkan telah
terjadi
(terutama pada
kembali objek atau peristiwa yang mata
pelajaran Contoh fungsi
manipulahr gambar sejarah), seperti peristiwa
Haji Wada' yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW, invasi kaum muslimin ke Andalusia, masa kejayaan Islam masa Abbasiyah, invasi bangsa Mongol ke Bagdad, masuknya Islam ke wilayah Nusantara, dan lainlain. Peristiwa- peristiwa sejarah itu dapat dituangkan dalam film, dramatisasi, dongeng (sandiwara program audio), cerita bergambar (komik), dan lain-lain Kedua,
kemampuan
media
pembelajaran
dalam
mengatasi
keterbatasan inderawi manusia, yaitu: 1) Membantu siswa dalam memahami objek yang sulit diamati karena terlalu kecil, seperti molekul, sel, atom dan lain-lain, yakni dengan memanfaatkan gambar, film, dan lain-lain. 2) Membantu
siswa
dalam
memahami
objek
yang bergerak
terlalu lambat atau terlalu cepat, seperti proses metamorphosis. Hal ini dapat memanfaatkan gambar. 3) Membantu
siswa
dalam
memahami
objek
yang
membutuhkan kejelasan suara, seperti cara membaca Alquran sesuai dengan kaidah tajwid, belajar bahasa asing, belajar menyanyi dan bermusik, yakni dengan memanfaatkan kaset (tape recorder).
32
4) Membantu siswa dalam memahami objek yang terlalu kompleks, misalnya dengan memanfaatkan diagram, peta, grafik, dan lain-lain.
d. Fungsi Psikologis 1) Fungsi Atensi Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa terhadap materi ajar. Setiap orang memiliki sel saraf penghambat, yakni sel khusus dalam sistem saraf yang berfungsi membuang sejumlah sensasi yang datang. Dengan adanya saraf penghambat ini para siswa dapat memfokuskan perhatiannya pada rangsangan yang dianggapnya menarik dan membuang rangsangan-rangsangan lainnya. Dengan
demikian,
media
pembelajaran yang tepat guna
adalah media pembelajaran yang mampu menarik dan memfokuskan perhatian siswa. Dalam psikologi komunikasi, fenomena ini -ketika kita memperhatikan rangsangan tertentu sambil membuang rangsangan yang lainnya- disebut perhatian selektif/selective attention (Jalaluddin Rakhmat, 1985:67).33 2) Fungsi Afektif Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Setiap orang memiliki gejala batin jiwa yang berisikan kualitas karakter dan kesadaran. la berwujud pencurahan perasaan minat, sikap penghargaan, nilai-nilai, dan perangkat emosi atau kecenderungan-kecenderungan batin (Jahja Qahar, 1982:11). Perlu diingat bahwa antara tingkah laku afektif dengan tingkah laku kognitif selalu berjalin erat. Pemisahan antara keduanya hanyalah perbedaan tekanan. Media pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan atau penerimaan siswa terhadap stimulus tertentu. Sambutan atau penerimaan tersebut berupa kemauan. Dengan adanya media 33
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h.41-43
33
pembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima beban pelajaran, dan untuk itu perhatiannya akan tertuju kepada pelajaran yang diikutinya. Hal lain dari penerimaan itu adalah munculnya tanggapan yakni berupa partisipasi siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran secara suka rela, ini merupakan reaksi siswa terhadap rangsangan yang diterimanya. Apabila hal tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka tidak menutup kemungkinan dalam jiwanya melakukan penilaian dan penghargaan terhadap nilai-nilai atau norma-norma yang diperolehnya, dan pada tingkat tertentu nilai-nilai atau norma-norma itu akan diterimanya dan diyakininya. Kemudian terjadilah pengorganisasian nilainilai, norma-norma, kepercayaan, ide, dan sikap menjadi sistem batin yang konsisten yang disebut sebagai karakterisasi (Krathwokl, Pada tingkat ini siswa dapat memperkuat falsafah hidupnya dan mempunyai nilai-nilai yang membimbing hidupnya.34 3) Fungsi Kognitif Siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda, atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang -dalam psikologisemuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental (WS. Winkel, 1989:42). Misalnya, seorang siswa yang belajar melalui peristiwa -seperti darmawisata-, ia mampu menceritakan pengalamannya selama melakukan kegiatan itu kepada temannya. Tempat-tempat yang ia kunjungi selama berdarmawisata tidak dibawa pulang; dirinya sendiri juga tidak hadir di tempat darmawisata itu saat ia bercerita kepada temannya tersebut. Tetapi, semua pengalamannya tercatat dalam benaknya dalam bentuk gagasangagasan dan tanggapan-tanggapan. Gagasan dan tanggapan itu dituangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada teman yang mendengarkan ceritanya. Dengan demikian, pengalamannya selama 34
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran…… h. 44-45
berkunjung
ke
34
tempat-tempat
darmawisata diwakilkan atau direpresentasikan dalam
bentuk gagasan dan tanggapan yang kedunya bersifat mental. Jelaslah kiranya, media pembelajaran telah ikut andil dalam mengembangkan kemampuan kognitif siswa. Semakin banyak ia dihadapkan pada objekobjek akan semakin banyak pula pikiran dan gagasan yang dimilikinya, atau semakin kaya dan luas alam pikiran kognitifnya.35 4) Fungsi Imajinatif Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa. Imajinasi (imagination) berdasarkan Kamus Lengkap Psikologi (C.P. Chaplin, 1993:239) adalah proses menciptakan objek atau peristiwa tanpa pemanfaatan data sensoris. Imajinasi ini mencakup penimbulan atau kreasi objek-objek baru sebagai rencana bagi masa mendatang, atau dapat juga mengambil bentuk fantasi (khayalan) yang didominasi kuat sekali oleh pikiran-pikiran autistik. Pengarang cerita anak-anak, Dwianto Setyawan sebagaimana dikutip Tri Agung Kristanto (Shinta Rahmawati, 2001:15) menandaskan, orang dewasa seharusnya jangan mematikan imajinasi dan fantasi anak. Kalau anak-anak berfantasi tentang robot, pesawat angkasa luar atau cerita lainnya hendaknya jangan dilarang, lalu dipaksa untuk menyesuaikan dengan imajinasi dan fantasi yang dimiliki orang dewasa. Imajinasi dan fantasi yang dimiliki anak-anak berbeda dengan imajinasi orang dewasa. Seniman Leonardo da Vinci, demikian menurut Tri Agung Kristanto (Shinta Rahmawati, 2001:16) adalah contoh orang yang memiliki imajinasi dan fantasi sangat tinggi. Jauh sebelum helikopter dan pesawat terbang ada sekarang, Leonardo da Vinci sudah menuangkannya dalam bentuk gambar. 5) Fungsi Motivasi Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian, motivasi merupakan usaha dari pihak luar dalam hal ini 35
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran…… 45-46
35
adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan dan menggerakkan siswanya secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru dapat memotivasi siswanya dengan cara membangkitkan minat belajarnya dan dengan cara memberikan dan menimbulkan harapan. Donald O. Hebb (Aminuddin Rasyad, 2003:93) menyebut cara pertama dengan arousal dan kedua dengan expectancy. Yang pertama, arousal adalah suatu usaha guru untuk membangkitkan intrinsic motive siswanya, sedangkan yang kedua expectancy adalah suatu keyakinan yang secara seketika timbul untuk terpenuhinya suatu harapan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Harapan akan tercapainya suatu hasrat atau tujuan dapat menjadi motivasi yang ditimbulkan guru ke dalam diri siswa. Salah satu pemberian harapan itu yakni dengan cara memudahkan siswa -bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam menerima dan memahami isi pelajaran yakni melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat guna.36 e. Fungsi Sosio-Kultural Fungsi media dilihat dari sosiokultural, yakni mengatasi hambatan sosiokultural antar peserta komunikasi pembelajaran. Bukan hal yang mudah untuk memahami para siswa yang memiliki jumlah cukup banyak (paling tidak satu kelas berjumlah + 40 orang). Mereka masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda apalagi bila dihubungkan dengan adat, keyakinan, lingkungan, pengalaman dan lain-lain. Sedangkan di pihak lain, kurikulum dan materi ajar ditentukan dan diberlakukan secara sama untuk setiap siswa. Tentunya guru akan mengalami kesulitan menghadapi hal itu, terlebih ia harus mengatasinya sendirian. Apalagi bila latar belakang dirinya (guru) baik adat, budaya, lingkungan, dan pengalamannya berbeda dengan para siswanya. Masalah ini dapat diatasi media pembelajaran, karena media pembelajaran memiliki
kemampuan
dalam
memberikan
rangsangan
yang
mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.37 36 37
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran…… 47 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran..... 48
sama,
36
4. Prinsip-Prinsip Pemilihan Dan Penggunaan Media Setiap media pengajaran memiliki kemampuan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar menentukan pilihannya sesuai dengan kebutuhan pada saat suatu kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang peruses belajar mengajar yang akan guru lakukan dikelas. Harapan yang besar tentu saja agar media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat/mempermudah pencapaian tujuan pengajaran. Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut: a. Tujuan Pemilihan Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media. b. Karakteristik Media Pengajaran Setiap media memiliki karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran. Di samping itu, memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersifat spekulatif. c. Alternatif Pilihan Memilih pada hakikatnya adalah peruses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apa bila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apa bila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya. Dalam mengunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Dr. Nana sudjana (1991:104) adalah:
37
1) Menentukan jenis media dengan tepat artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan. 2) Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik. 3) Menyajikan media dengan tepat artinya, tekhnik dan metode penggunaan media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu, dan saran yang ada. 4) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan media pengajaran. Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan oleh guru pada waktu ia menggunakan media.38 Dengan demikian seorang guru harus benar-benar memperhatikan dan mempersiapkan
perinsip-perinsip yang telah disebutkan di atas, agar proses
pembelajaran dengan berbantuan media dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, jangan sampai dengan penggunaan media proses pembelajaran tidak sesuai dengan semestinya.
5. Media Berbasis Audio Visual Media audio visual adalah penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan, dan penelitian. Naskah yang menjadi bahan narasi disaring dari isi pelajaran yang kemudian disintesiskan kedalam apa yang ingin ditunjukan dan dikatakan. Narasi ini merupakan penuntun bagi tim produksi untuk memikirkan bagaimana video menggambarkan atau visualisasi materi pelajaran. Pada awal pelajaran media harus mempertunjukan sesuatu yang dapat menarik perhatian semua siswa.39 Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis, pertama dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio visual 38
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 126-130 39 Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta:PT Grafindo Persada, 1997), h 91
38
murni, seperti film gerak (movie) bersuara, televisi dan video. Jenis kedua adalah media audio visual tidak murni yakni apa yang kita kenal dengan slide, opaque, OHP dan peralatan visual lainnyabila diberi unsur suara dari rekaman suara kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau satu proses pembelajaran. Film
adalah
alat
yang
ampuh
sekali
di
tangan
orang
yang
mempergunakannya secara efektif untuk sesuatu maksud terutama sekali terhadap masyarakat kebanyakan dan juga anak-anak yang memang lebih banyak menggunakan aspek emosinya dibandingkan aspek rasionalitasnya. Itulah rahasia sukses sebuah film yang sanggup mendobrak
pertahanaan rasionalitas dan
langgsung bicara kedalam hati sanubari penonton. Dilihat dari indera yang terlibat, film adalah alat komunikasi yang sangat membantu proses pembelajaran efektif. Apa yang terpandang oleh mata dan terdengar oleh telinga, lebih cepat dan lebih mudah diingat daripada apa yang hanya dapat dibaca saja atau hanya didengar saja. Manfaat dan karakteristik lainnya dari media film dalam meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses pembelajaran, di antaranya: a. Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu b. Mampu menggabrakan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realitas dalam waktu yang singkat c. Film dapat membawa anak dari Negara yang satu ke Negara yang lain dan dari masa yang satu kemasa yang lain. d. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat. e. Mengembangkan fikiran dan pendapat para siswa f. Mengembangkan imajinasi peserta didik g. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar. h. Dan lain sebagainya.40
6. Jenis-jenis Film Jenis untuk konteks pembelajaran mempunyai banyak jenis yang variatif, di antaranya adalah sebagai berikut: 40
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran……. h. 113-116
39
a. Film Documenter Menurut Heinich dkk, film-film documenter adalah film-film yang dibuat berdasarkan fakta bukan fiksi dan bukan pula memfiksikan yang fakta. b. Film Docudrama Yakni film-film dokumenter yang membutuhkan pengadegan. Dengan demikian kisah-kisah yang ada dalam docudrama adalah kisah yang diangkat dari kisah nyata dari kehidupan nyata, biasa diambil dari sejarah. c. Film Drama dan Semidrama Keduanya melukiskan human relation. Tema-temanya bisa dari kisah nyata dan bisa juga tidak yakni dari nilai-nilai kehidupan yang kemudian diramu menjadi sebua cerita. 7. Strategi Pemanfaatan Media Media seharusnya digunakan dengan perencanaan yang sistematis. Media digunakan jika media itu mendukung tercapai tujuan intruksional yang telah dirumuskan serta sesuai dengan sifat materi intruksionalnya yang telah dirumuskan. Supaya media dapat digunakan secara efektif dan efesien ada tiga langkah utama yang perlu diikuti dalam menggunakan media. a. Persiapan sebelum menggunakan media Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, kita perlu membuat persiapan yang baik pula. Pertama-tama pelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Kemudian kita ikuti petunjuk-petunjuk itu. b. Kegiatan selama menggunakan media Yang perlu dijaga selama kita menggunakan media adalah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. c. Kegiatan tindak lanjut Maksud dari kegiatan tindak lanjut adalah untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai, selain itu untuk memantapkan pemahaman terhadap materi intruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan.41 41
h. 197-199
Arief S. Sadiman, Dkk, Media Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2007),
40
Kelebihan media audio visual di antaranya: 1. Dengan memeragakan langsung hal ini sangat menarik perhatian siswa 2. Pengetahuan siswa menjadi integral, fungsional dan terhindar dari pengajaran verbalisme, 3. Pengajaran menarik minat dan perhatian siswa. Adapun kekurangan media audio visual adalah sebagai berikut. 1. Memerlukan waktu dan perencanaan yang matang. 2. Tugas guru menjadi berat, sebab di samping harus merencanakan materi pelajaran yang akan disajikan juga harus menguasai media pembelajaran yang lainnya.42 Secara umum media pembelajaran memiliki manfaat sebagai berikut 1. Dapat mengontrol dan mengatur tempo belajar siswa 2. Meletakan dasar-dasar yang kongkrit dari konsep yang abstrak, sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme 3. Membangkitkan motivasi belajar siswa.43 Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.44
D. Sejarah Kebudayaan Islam 1. Definisi Sejarah Kebudayaan Islam Menurut bahasa, sejarah berarti riwayat atau kisah. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut dengan tarikh, yang mengandung arti ketentuan masa atau waktu. Sebagian orang berpendapat bahwa sejarah sepadan dengan kata syajarah yang berarti pohon (kehidupan). Sedangkan menurut istilah, sejarah adalah kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Pengertian Kebudayaan : Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, 42
Tayar Yusuf, dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab…..h. 79 43 Abudin Nata, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Kencana 2009), h. 301 44 Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, …..h. 209
41
kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat. Istilah "kebudayaan" sering dikaitkan dengan istilah "peradaban". Perbedaannya: kebudayaan lebih banyak diwujudkan dalam bidang seni, sastra, religi dan moral, sedangkan peradaban diwujudkan dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi. Apabila dikaitkan dengan Islam, maka Kebudayaan Islam adalah hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber hukum dari al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Pengertian Islam : Islam berasal dari bahasa arab yaitu “Aslama-Yuslimu-Islaman” yang artinya selamat. Menurut istilah, Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk bagi manusia agar kehidupannya membawa rahmat bagi seluruh alam. Dapat disimpulkan bahwa Sejarah Kebudayaan Islam adalah kejadian atau peristiwa masa lampau yang berbentuk hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada sumber nilai-nilai Islam.45 2. Tujuan Mata Pelajaran SKI di MTs Nurul Ilmi Mata Pelajaran SKI di MTs. Nurul Ilmi bertujuan untuk : a.
Memberian pengetahuan tentang sejarah Agama Islam dan kebudayaan Islam kepada para peserta didik, agar memiliki data yang objektif dan sistematis tentang sejarah.
b.
Mengapresiasi dan mengambil ibrah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.
c.
Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan nilainilai Islam berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang ada.
d.
Membekali peserta didik untuk membentuk kepribadiannya melalui imitasi terhadap tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk kepribadian yang (luhur) Ruang lingkup Mata Pelajaran SKI di MTs. Nurul Ilmi meliputi sejarah
perkembangan ilmu agama, sains dan teknologi dalam Islam. Aktor sejarah yang 45
http://komed45.blogspot.com/2012/04/pengantar-sejarah-kebudayaan-islam.html
42
diangkat tidak saja Nabi, sahabat dan raja, tetapi akan dilengkapi ulama,
intelektual dan filosof pada masa Dinasti Umayah, Abbasiyah dan al Ayubiyah46
3. Manfaat Mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam a. Menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum muslimin masa lalu. b. memahami berbagai hasil pemikiran dan hasil karya para ulama untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari. c. Membangun kesadaran generasi muslim akan tanggung jawab terhadap kemajuan dunia Islam. d. Memberikan pelajaran kepada generasi muslim dari setiap kejadian untuk mencontoh/meneladani dari perjuangan para tokoh di masa lalu guna perbaikan dari dalam diri sendiri, masyarakat, lingkungan negerinya serta demi Islam pada masa yang akan datang. e. Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat terdahulu.
46
Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan penelitian, lokasi penelitian, pengumpulan data yang terdiri dari sumber data, jenis data, dan cara serta alat bantu Pengumpulan Data, validasi data, pengolahan dan analisis data. A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didasari oleh keinginan untuk mengetahui tingkat keafektifan siswa di saat dan setelah mengikuti pembelajaran berbantuan media film. Penelitian ini mengenai efektifitas pencapaian tujuan afektif dalam pembelajaran SKI berbantuan media film adalah suatu penelitian kualitatif. Moeleong menyimpulkan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, motivasi, persepsi, tindakan dan lain sebagainya, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.47
47
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 5-6
43
44
Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya melalui pengumpulan data. Riset ini tidak menggunakan besarnya populasi atau sampling, bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas.48 Berdasarkan judul yang penulis ambil, maka dalam penelitian penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mempunyai cirri khas yang terletak pada tujuannya, yaitu mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan efektifitas pencapaian tujuan afektif dalam pembelajaran SKI berbantuan media film pada mata pelajaran SKI. Jadi pendekatan ini merupakan perosedur penelitian yang menghasilkan “data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari organisasi dan perilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut secara holistik”.49
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MTs Nurul Ilmi jalan raya serang KM. 15 Cikupa Tangerang. Pemilihan MTs Nurul Ilmi berdasarkan karena ketertarikan saya terhadap MTs tersebut sangat kuat. MTs Nurul Ilmi berdiri pada tahun 1976 dengan akte Pendirian 13/4/8/89 tahun 13/8/89, Dengan Akreditasi A. Penelitian ini di laksanakan Table. 3.1 kegiatan penelitian No
Tanggal
Kegiatan penelitian
1
18 Maret 2011
Penyusunana proposal
2 3 4 5 6 7 8
21 Maret 19 September 2011 26 September 2011 27 Oktober 2011 23 Desember 2011 13 Desember 2011 29 Desember 2011
Seminar proposal Pembuatan Rpp Pemantapan bab I Pemantapan Bab II Pemantapan Bab II Pembuatan kisi-kisi wawancara Pedoman wawancara
48
Rahmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 56 49 Sanafiah Fasila, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 20
45
27 Maret 2012
9
2 April 2012
10 11
7 April 2012 27 April 2012
12 13
18 september 2012
Pengkodian dan kategorisasi hasil wawancara Penyusunan alat pengumpulan data Triangulasi dan verifikasi data Pelaksanaan dan pengumpulan data Pengolahan dan analisis data
C. Pengumpulan Data 1. Sumber data Informan adalah orang dalam pada latar penelitian. Fungsinya sebagai orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.50 Dalam penelitian ini, penulis memilih beberapa informan (siswa) untuk memberikan informasi. Informan yang penulis ambil mempunyai beberapa kriteria. Kriteria dari informan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Mewakili gender artinya ada keterwakilan dari siswa laki-laki dan perempuan. b. Siswa MTs pada level terjadi, tidak di level rendah juga tidak di level tinggi. Kesesuaian berarti informan dipilih berdasarkan keterkaitan dengan topik penelitian, yaitu beberapa siswa kelas VII MTs Nurul „Ilmi Tangerang. Sedangkan kecukupan berarti data yang diperoleh harus dapat menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 2. Jenis Data Data dikelompokan menjadi dua jenis, yitu data primer dan sekunder. Pertama, data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara mendalam yaitu “untuk, memperoleh informasi sejelas mungkin tentang hal yang berhubungan dengan yang di teliti. Dalam penelitian kualitatif menggunakan
50
Basrowi, Dkk, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT rieneka Cipta, 2008), 86
46
wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara”.51 Dalam penelitian ini, penulis mewawancari beberapa siswa yang ada di sekolah MTs Nurul „Ilmi, serta jumlah yang diwawancarai terdiri dari 10 siswa. Kedua data sekunder yaitu data yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer. Selain itu, data sekunder dapat pula diperoleh melalui literature, majalah ilmiah seperti jurnal, dan hasil penelitian yang terkait dengan masalah yang diteliti.52 Cara dan Alat Bantu Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam, observasi, observasi dan
telaah
dokumen.
Metode
wawancara
mendalam
digunakan
untuk
mengumpulkan data dari semua informan yang telah disebut di atas. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah ”panduan atau pedoman wawancara, alat pencatat, dan alat perekam suara (tape recorder), catatan atau hasil observasi di lapangan.
D. Validasi Data Penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sehingga agar validasi data tetap terjaga perlu dilakukan beberapa strategi. Uji Validasi yang digunkan dalam penelitian ini adalah triangulasi yang terdiri atas triangulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi adalah” pengamatan dilakukan secara beulangulang untuk memenuhi criteria reliabilitas data, yang meliputi cek, cek ulang dan pengecekan data”.53 Pertama triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan beberapa pengumpulan data yaitu dengan melakukan wawncara mendalam kepada informan, observasi dan telaah dokumen. Kedua, mendapatkan data yang lengkap dengan triangulasi sumber dilakukan dengan menggunakan sejumlah informan
51
Basrowi, Dkk, Memahami Penelitian Kualitatif,….,h 129 Lexy J.Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 159 53 Basrowi, Dkk, Memahami Penelitian Kualitatif,….,h 191 52
47
yang berbeda, yaitu diambil dari beberapa siswa kelas VII. Dalam penelitian ini triangulasi merujuk pada pengumpulan informasi melalui berbagai metode.54
E. Pengolahan Dan Analisis data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dikumpulkan untuk verifikasi, yaitu untuk memeriksa kembali akurasi dan kelengkapan data. Dari hasil verifikasi tersebut, temuan dan data yang diperoleh dapat dianalisis untuk mengetahui kecendrungan yang terjadi dari abyek penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan secara manual dengan langkah-langkah berikut: 1. Pengumpulan data melalui wawancara, telaah dan observasi 2. Membuat transkip data hasil wawancara dengan mengubah rekaman (audio) hasil penelitian setiap informan menjadi bentuk tulisan (laporan hasil wawancara) 3. Penandaan pada data atau informasi yang mempunyai pola yang sama 4. Mengelompokan informasi-informasi yang terdapat pada transkip masingmasing informan ke variable-variabel yang telah ditentukan 5. Penyajian ringkasan data dalam bentuk table sehingga member gambar yang lebih jelas 6. Analisis data yang merupakan usaha memilih, memilah membuang, menggolongkan data untuk menjawab dua permasalahan pokok. Dan berpikir untuk memperjelas kategori data sehingga data yang ada bermakna dengan mencari dan menemukan pola serta hubungan dan membuat temuan-temuan baru.55 Dengan kata lain, analisis data adalah data yang membahas data hasil penelitian yang dilihat sebagai tema untuk dicari kesenjangan datanya. Pada tekhnik ini dilakukan pengkodean informasi sehingga menghasilkan daftar tema sehingga dapat dianalisis yang ada pada bab berikutnya, yaitu bab IV. 54 55
Lexy J.Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…… 232 Basrowi, dkk, Memahami Penelitian Kualitatif,….h. 192-193
BAB IV HASIL PENELITIAN EFEKTIFITAS PENCAPAIAN TUJUAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN SKI BERBANTUAN MEDIA FILM
A. Profil MTs Nurul ilmi 1. Sejarah berdirinya MTs Nurul „ilmi MTs Nurul Ilmi berdiri pada tahun 1967 (tanggal dan bulannya belum di ketahui sampai saat ini), di bawah naungan Yayasan Perguruan Islam yang didirikan oleh K.H. M. Syarif di Jl. Raya serang Km. 15 Cikupa – Tangerang yang pada saat itu masih berstatus Perguruan Islam Nurul Ilmi. Didirikanya Perguruan Islam Nurul Ilmi dikarenakan Pimpinan Yayasan yaitu K. H. M Syarif sangat peduli dengan perkembangan pendidikan agama Islam pada saat itu. Sedangkan pada tanggal 13 april 1989 barulah dibuat akte notaries sehingga menjadi MTs Nurul Ilmi sampai saat ini, di bawah pimpinan kepala sekolah Siti Huliah, SE yang kini sekolah tersebut sudah Terakreditasi A. Sekolah MTs Nurul Ilmi dibangun 3 lantai, yang terdiri lantai dasar untuk kantor kepala sekolah, ruangan guru, ruang TU, toilet siswa, dan ruangan kelas siswa. Sedangkan pada lantai dua meliputi lab komputer dan ruangan kelas siswa, lab IPA, Ruangan keterampilan dan perpustakaan. Sedangkan untuk lantai tiga meliputi ruang kelas pembelajaran siswa.
48
49
Para siswa yang belajar sekolah MTs Nurul Ilmi terdiri dari kalangan menengah-bawah.
2. Visi dan misi Perkembangan yang terkait dalam Ilmu Agama yang berwawasan Nasional dan berkualitas merupakan tantangan yang harus dipertimbangkan dalam mutu pendidikan. Oleh karena itu, Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi, merasa terpanggil untuk menjawab tantangan tersebut untuk merealisasikannya dalam program pendidikan serta visi dan misi MTs Nurul Ilmi, sehingga tercapai Tujuan generasi berprestasi dan berakhlakul karimah. Visi : Mewujudkan MTs Nurul Ilmi yang unggul dalam ilmu Agama yang berwawasannasional, berkualitas dan berakhlakul karimah. Untuk mewujudkan Visi maka disususnlah Misi yaitu: 1) Melaksanakan pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif dan
menyenangkan (Paikem) 2) Meningkatkan SDM warga madrasah yang cerdas, eriman dan bertaqwa kepada Allah SWT 3) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan madrasah 4) Mengembangkan disiplin siswa dalam segala hal.
3. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana sekolah merupakan semua unsur yang mendukung kelancaran belajar mengajar. Ada tidaknya sarana dan prasarana sekolah juga akan mempengaruhi terhadap hasil yang dicapai dari proses pembelajaran. Maka dari itu keberadaan sarana dan prasarana sekolah sangat diperlukan. Sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, MTs nurul Ilmi Tangerang memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut:
50
Tabel 4.1 Fasilitas MTs Nurul ’ilmi Cikupa Tangerang No
Fasilitas
Jumlah
Kondisi
Ruang belajar
10
3 rusak ringan
2.
Laboratorium IPA
1
Baik
3.
Laboratorium komputer
1
Baik
4.
Ruang perpustakaan
1
Baik
5.
Ruang UKS
1
Rusak ringan
6.
Ruang guru
1
Baik
7.
Ruang TU
1
Baik
8.
Ruang kepala sekolah
1
Baik
9.
Ruang osis
1
Rusak ringan
10.
Ruang Wc/ guru
1
Rusak ringan
11.
Ruang Wc/ siswa
1
Rusak berat
12.
Ruang ibadah
1
Rusak ringan
1.
4. Keadaan Guru Untuk menunjang Proses Belajar Mengajar (PBM) perlu didukung oleh tenaga pendidik. Jumlah guru yang terdapat di MTs Nurul „ilmi berjumlah 43 orang, jumlah guru tersebut sebagian besar merupakan Sarjana Strata 1 yang memiliki kemampuan diberbagai macam disiplin ilmu dan ada sebagian kecil belum menyelesaikan kuliah Strata 1 dan masih tingkat D2, serta ada juga yang telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata 2.
51
Berikut ini deskripsi data mengenai keadaan guru di MTs nurul Ilmi Tahun Pelajaran 2011/2012: Table 4.2 Pendidikan terakhir No.
Nama
1 2 3 4 5 6
K.H. M. Syarif Siti Huliah, SE Hj. Surati, S.Pd Suparto, Ama, Pd Slamet, S.Pd Dadun K. S.Pd
II II IV IV
Ekonomi
7
Abdullah, S.Ag
IV
PAI
8
Tamami, S.Pd
IV
Bhs Indo
9
Fauziyatul Iffah, S.Ag
IV
-
10
Suwardi, MM
11
Ridwanullah, S.Ag
IV
PAI
12
Soedirman, S.Ag
IV
Dakwah
13
Budi Sulton, S.Pd.I
IV
PAI
14
Aliyudin, S.Ag
IV
PAI
15
Koko Arkom, Drs
IV
Bhs Indo
16
Soeharto, Drs
IV
MTK
17
Nana Suryana, S.Ag
IV
PAI
Akta
Jurusan
Fakultas
Manaje B. Indo Umum
Ekonomi Ut UT
OR
Manaje
Bulan, tanggal, Thn Lahir 7/31/1979 4/3/1953
Jabatan
Kepsek Guru 1/16/1953 Guru STKIP 4/16/1963 Guru FKIP 12/10/1961 Guru Guru + Tarbiyah 2/17/1958 wali kelas Guru + FKIP 7/7/1958 Wali kelas Guru + Syariah 7/28/1962 wali kelas Guru + Ekonomi 7/2/1961 wali kelas Guru + Tarbiyah 3/16/1969 wali kelas Guru + 2/7/1967 KPI wali kelas Guru + Tarbiyah 1/5/1969 wali kelas Guru + 1/5/1969 Syariah Wali kelas Guru + 6/17/1968 FKIP Wali kelas Guru + 12/11/1967 FKIP wali kelas Guru + Tarbiyah 6/15/1972 kepala perpus
Lama mengajar 9 th 32 th 28 th 28 th 26 th 28 th 27 th 24 th 21 th 19 th 18 th 19 th 16 th
16 th 16 th 14
52
18
Ahmad Subhi, S.Ag
IV
Dakwah
KPI
5/10/1974
19
Istikomah, S.Ag
IV
PAI
Tarbiyah
5/2/1975
20
Hamka, S.Ag
IV
PAI
Tarbiyah
11/29/1970
21
Hj. Harom, S.Ag
IV
PAI
Tarbiyah
9/7/1970
22
Ida Yuliani, S.Ag
IV
PAI
Syriah
3/4/1975
23
Umi Naeliyah, S.Ag
IV
PAI
Tarbiyah
3/6/1976
24
Tabrani, ST
IV
Mesin
Tekhnik
8/13/1975
25
Badru Salam, S.Pd
IV
IPS
Tarbiyah
6/2/1979
26
Hendra S, S.Ag
IV
PAI
Tarbiyah
12/5/1975
B Inggris
FKIP
10/25/1983
Diploma I
7/9/1981
27
TB. Buang, S.Pd
28
Siti Linawati
-
Komp
29 30
Nurul Iman, S.Ag Sutriswono, MM
-
PAI Ekonomi
31
Titi Dwiyati, S.Pd
IV
32
Ahmad Fauzi
-
33
Hadi Rusdiyanto
34
Siti Umroh, S.Pd Kholid Mawardi, ST
35
Tarbiyah 11/10/1972 12/27/1961 Manej
Guru + Wali kelas Guru + wali kelas Guru + Wali kelas Guru + Wali kelas Guru + Wali kelas Guru + Wali kelas Guru + Wali kelas Guru Bp+ wali kelas Guru + Wali klas guru Guru + Wali kelas Guru Guru Guru + wali kelas Guru = wali kelas Guru + kesiswaan
FKIP
5/25/1984
-
-
1/29/1986
-
-
-
4/22/1986
IV
Biologi
FMIPA
10/19/1984 Guru + TU
-
Mesin
Tekhnik
10/1/1982
B Inggris
Guru
13 12 12
11
12
10 th
9 th 9 th 13 th
8 th 7 th 8 th 6 6 6 5 2 th
53
36 37 38 39 40 41 42 43
Naning Endah F, S.Kom
Endang B, S.Pd Ida Sumaryani Ahmad Nasrullah Budi Firmansyah, S.Pd Ahmad Mu‟azin Asmuga Wulan Andyanovita
Computer
S Kom
01/06/1987
Guru
-
OR -
FKIP -
10/1/1982
Guru Guru TU
4 1 th 7
B Inggris
FKIP
9/22/1985
TU
1
-
-
-
7/9/1980 3/15/1962
TU Piket
1 5
-
Computer
S Kom
12/21/1992
Guru
-
44 5. Jumlah Siswa Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin Tabel 4.3 Kelas II Kelas III
Kelas I
Jumlah
L
P
L
P
L
P
L
P
130
196
170
192
183
174
483
562
326
362
357
1045
B. Situasi Proses Pembelajaran Berbantuan Media Film 1. Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Ketika itu hari selasa pagi. Di hari itulah ada mata pelajaran SKI. Saat itu jadwal mengajar di kelas VII, guru bidang studi masuk ke kelas. Pertama kali yang dilakukan guru adalah memberi salam, mengabsen para siswa satu persatu sambil menanyakan kabar dan keadaan siswa pada pagi hari tersebut sebelum memulai pembelajaran sembari memberikan motivasi kepada siswa yang hendak memulai pembelajaran agar siswa semangat. Pada saat itu susana di kelas masih gaduh atau berisik, lalu guru menghimbau kepada kepada siswanya untuk tenang dan bersiap untuk belajar. Kemudian guru bidang study SKI membaca basmallah sebelum memulai pembelajaran dan mempersilahkan siswanya untuk membuka buku SKI. Guru bidang study mengulang beberapa materi yang telah diajarkan agar siswa tidak melupakan materi yang telah disampaikan sebelumnya. Saat itu kelas VII sedang
54
mempelajari materi tentang sistem perekonomian dan perdagangan pada masa Nabi Muhammad.56 Semua siswa membuka buku mata pelajaran SKI kemudian guru memberikan kesempatan beberapa menit agar siswa membaca materi terlebih dahulu sebelum guru menjelaskan. Guru mata pelajaran SKI saat itu telah mempersiapkan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, seperti proyektor, CD interaktif dan laptop. Setelah semuanya telah siap disiapkan oleh guru bidang studi SKI, lalu diantara siswa ada yang bertanya kepada guru, “ bu hari ini ibu memakai media yah buu….57 Kemudian guru bidang studi pun menjawab, “iya, hari ini kita akan belajar dengan menggunakan media. Setelah semua siswa telah membaca dan membuka buku mata pelajaran SKI, kemudian guru memperlihatkan sebuah film yang sesuai dengan materi yang sedang di bahas, kemudian guru menghimbau kepada siswa agar siswa dapat menyimaknya dengan baik dan seksama. Sikap siswa pada saat itu sangat tenang dan memperhatikan dengan sangat baik, walaupun sesaat ada saja siswa yang ricuh ketika film diputar karena ada hal yang menarik sehingga mereka berekspresi.
2. Kegiatan inti pembelajaran Sebelum memulai pelajaran, guru bidang study Ski, mengulas sedikit materi yang lalu kepada siswanya, agar siswanya tidak lupa. Karena sebelumnya guru memberikan tugas rumah kepada siswa, maka guru mengoreksi terlebih dahulu bersama-sama hasil hasil tugas para siswa di kelas. Setelah selesai mengoreksi tugas siswa, guru bidang study Ski melanjutkan materi selanjutnya, yaitu peroses turunnya wahyu yang pertama. Sebelumnya siswa dipersilahkan untuk membuka buku paket dan memberikan kesempatan untuk membacanya terlebih dahulu. Kemudian guru mempersiapkan 56 57
Hasil wawancara Kelas VII Hasil pengamatan di Kelas VII
55
alat-alat yang akan digunakan dalam peruses pembelajaran, seperti proyektor, laptop dan CD interaktif. Guru bidang studi SKI dalam mengajar menggunakan media audio visual, yang menggunakan CD berupa film jadiyang berisikan tentang materi yang sedang di bahas. Kemudaian dinyalakannya proyektor dan dimasukannya CD kedalam laptop yang telah disiapkan oleh guru. Maka mulai proses pembelajaran yang menggunakan media. Reaksi siswa pada saaat itu menunjukan perhatian yang amat baik kepada guru dan film yang sedang berlangsung, walaupun seketika ada saja siswa yang bercanda, proses pembelajaran berjalan dengan baik dan efektif. Proses pembelajaran yang menggunakan media film jadi tersebut menjadikan inspirasi siswa di kelas. Adanya media yang digunakan guru dalam mengajar membuat siswa nerasa senang dan tidak merasa bosan lagi pada mata pelajaran SKI. Proses pembelajaran pada saat itu berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan, karena adanya interaksi siswa, seperti tanya jawab yang dilakukan oleh siswa dan guru, maka kelas terasa hidup dan aktif. Media yang digunakan guru pada saat itu adalah media film. Media film adalah sebuah pesan pembelajaran yang disampaikan melalui saluran gambar yang bergerak beserta suara, sehingga memudahkan siswa untuk menyerap dan memahami pelajaran. Dengan menggunakan media yang digunakan guru dalam peroses pembelajaran, sikap siswa banyak menyimak, memperhatikan, menghargai dan mendengarkan secara sungguh-sungguh, bahkan siswanya kereatif dan kritis terhadap apa yang mereka tanyakan. Walaupun dalam proses pembelajaran terjadi perbedaan pendapat tetapi tetap tidak mengurangi semangat belajar siswa. Banyak hal yang didapat pada proses pembelajaran yang menggunakan media pada saat itu, diantaranya:
56
a. Antusias siswa sangat baik dalam mengikuti peroses pembelajaran b. Terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa yang lain c. Sikap siswa menerima, seperi memperhatikan, menghargai dan mendengarkan guru yang sedang menjelaskan di depan d. Semangat belajar siswa menjadi lebih baik, karena media film yang ditampilkan oleh guru memberi inspirasi bagi siswa sehingga membuat siswa lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami. e. Dengan menggunakan media film yang digunakan oleh guru, membuat siswa termotivasi untuk terus belajar, karena film yang disampaikan sangat menarik sehingga membuat siswa senang dan tidak merasa jenuh atau bosan dalam belajar. Suasana kelas saat itu menjadi aktif dan efektif, karena guru bidang studi SKI kereatif, inovatif dalam menyampaikan materi sehingga banyak siswa yang bersikap baik dan menyukainya. Ketika peruses pembelajaran berlangsung cukup lama dan siswanya sudah merasa jenuh, maka guru mulai mengambil tindakan yaitu mengajak siswa bermain tebak-tebakan yang lucu akan tetapi tidak menghilangkan unsur pendidikan didalamnya, setelah siswa merasa senang dan mulai semangat kembali untuk belajar, guru bidang studi melanjutkan kembali materi yang disampaikan sambil menampilkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
3. Kegiatan penutup pembelajaran Proses pembelajaran telah berlangsung dan adanya terjadi interaksi siswa dengan pelajaran, guru bidang studi SKI memberikan pertanyaan kepada salah satu siswanya. Dan siswanya menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru mereka dengan semangan dan benar. Adanya interaksi antara guru dan siswa dalam peruses pembelajaran, sehingga media yang digunakan oleh guru sangat efektif. kebanyakan sikap siswa menyukai media film yang digunakan oleh guru bidang studi SKI.
57
Dengan adanya media film yang digunakan oleh guru bidang studi SKI, siswa menjadi inspiratif dan mudah mengerti materi yang telah dijelaskan oleh guru mereka. Karena guru mereka kreatif, inovatif dalam menggunakan dan menjelaskan materi kepada siswanya. Karena guru menggunakan media dalam mengajar, secara otomatis siswa cenderung mendengarkan dan memperhatikan film yang sedang berlanjut, karena mereka menggagap menggunakan medi film lebih menarik dan mudah dipahami di bandingkan dengan hanya mendengarkan penjelasan guru saja membuat mereka bosan terhadap materi yang disampaikan. Di tengah-tengah pembelajaran, banyak siswa yang bertanya tentang materi yang sedang dijelaskan oleh guru mereka, karena siswa ada yang belum mengerti. Kemudian guru bidang studi memberikan penjelasan dan jawaban tentang apa yang ditanyakan oleh siswanya. Kemudian siswa mengadakan refleksi, yaitu menjelaskan kembali sambil mengulang-ulang
medianya
untuk
diperlihatkan
kembali.
Sikap
siswa
menunjukan sangat senang sekali ketika guru mengulang-ulang film yang ditayangkan. Setelah itu, guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah disampaikan, ternyata para siswa sangat aktif, mereka menjawab dengan baik dan penuh semangat karena mereka sudah memahami materinya, sehingga tidak ada ketakutan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru bidang studi SKI. Kemudian
guru
meminta
siswa
untuk
menutup
bukunya
dan
mempersilahkan siswanya untuk mengisi soal yang telah disiapkan oleh guru. Sikap siswa pada saat itu sangat antusias dan bergegas untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh guru. Setelah selesai mejawab soal-soal yang telah diberikan oleh guru untuk terus mengasah pemahaman siswa guru memberikan tugas individu untuk dikerjakan dirumah. Akhirnya jam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam telah berakhir, guru pun menutup pelajaran dengan memberikan kesimpulan dan motivasi kepada siswanya. Juga memberikan tugas rumah dan member tugas untuk membaca
58
materi selanjutnya. Sampai kepada penghujung pelajaran guru mengucapkan terimakasih dan Hamdalallah.
C. Deskripsi hasil lembar soal siswa tentang efektifitas pencapaian tujuan afektif berbantuan media film. Table 4.4 Banyaknya No.
jawaban yang
Frekwensi
Persentase
5
8
20 %
4
13
32. 5 %
3
13
32. 5 %
2
4
10 %
1
2
5%
40
100 %
benar Afektif I
Menerima
Jumlah
Pada tingkat ini peserta didik memiliki keinginan memperhatikan materi dengan menggunakan media film lebih banyak, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang dengan mata pelajaran SKI, Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. Dengan adanya media film yang digunakan oleh guru dalam mengajar siswa dapat lebih jelas dan mudah mengerti pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada persentase pada tabel di atas. Bahwasannya lebih dari setengah siswa yang menjawab dengan benar. Sedangkan yang yang jawabannya kurang hanya 15% hal tersebut disebabkan pada awal penyampaian materi dengan menggunakan media film siswa masih belum siap untuk menyimaknya.
59
Table 4.5
No Afektif II Tanggapan / Responding
Banyaknya jawaban yang benar 5 4 3 2 1
Frekwensi
Persentase
19 14 3 4 40
47.5 % 35 % 7.5 % 10 % 100 %
Jumlah
Untuk kategori tingkat afektif II siswa memiliki tanggapan yang cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari persentase table di atas, Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Persentase yang ada pada tingkat ini cukup baik. Dan untuk yang menjawab salah seluruhnya yaitu 0%, secara otomatis walaupun tidak semua siswa yang berhasil untuk afektif tingkat II ini cukup baik. Table 4.6
No Afektif III
Menilai
Jumlah
Banyaknya jawaban yang benar 5 4 3 2 1
Frekwensi
Persentase
3 21 7 8 1 40
7.5 % 52.5 % 17.5 % 20 % 2.5 % 100 %
60
Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. Walaupun pada afektif tingkat ini hanya 7.5% siswa yang menjawab secara keseluruhan, akan tetapi lebih dari 52% siswa yang hapir menjawab seluruh pertanyaan afektif tersebut. Table 4.7
No Afektif IV
Organisasi
Banyaknya jawaban yang benar 5 4 3 2 1
Jumlah
Frekwensi
Persentase
4 22 10 3 1 40
10 % 55 % 25 % 7.5 % 2.5 % 100 %
Table di atas dapat di ketahui bahwa alternative yang menjawab empat soal pada tingkat ke IV ini menduduki peringkat pertama, yang berarti bahwa lebih dari setengah, dari 40 siswa yang mengikuti tes hampir benar secara keseluruhan, dapat dinyatakan bahwa pada tingkat ini tujuan afektif siswa tingkat IV ini cukup berhasil. Walaupun ada 10 % siswa yang belum mencapai standar.
Table 4.8
No Afektif V
Karakterisasi
Jumlah
Banyaknya jawaban yang benar 5 4 3 2 1
Frekwensi
Persentase
25 11 3 2 1 40
62.5 % 27.5 % 7.5 % 5% 2.5 % 100 %
61
Data dari table di atas dapat diketahui bahwa lebih dari setengah dari seluruh siswa yang menjawab benar, bisa dikatakan pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
D. Gejala-gejala Psikologis-Afektif Siswa Pada Saat dan Setelah Mereka Mengikuti Pembelajaran Berbantuan Media Film 1. Penerimaan Siswa Terhadap Berbantuan Media Film Sikap siswa setelah mengikuti pembelajaran yang menggunakan media film, mereka sangat senang, dan antusias dalam mengikuti peroses pembelajaran. Semua siswa kelas VII langsung bersiap ditempat duduknya masing-masing untuk mengikuti peroses pembelajaran, walaupun tidak bisa dipungkiri masih saja ada siswa yang bercanda, akan tetapi hal tersebut
tidak mengurangi
antusias
dan semangat
siswa dalam
memperhatikan mata pelajaran SKI. Dengan adanya media film yang digunakan oleh guru dalam mengajar, siswa dapat lebih jelas dan mudah memahami pelajaran yang dijelaskan oleh guru bidang studi. Ketika pembelajaran berlangsung cukup lama, serta siswapun mulai merasakan kejenuhan, guru mulai berinisiatif untuk memberikan hiburan kepada siswa yaitu, dengan menampilkan gambar-gambar lucu sampai para siswa mulai merasa semangat kembali untuk belajar, kemudian guru mata pelajaran melanjutkan kembali pembelajaran. Pada saat mengikuti pembelajaran, sikap siswa menerima, memperhatikan, mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang sedang dijelaskan oleh guru di depan kelas. Karena film yang ditayangkan ketika proses pembelajaran sangat menarik perhatian siswa. Adanya media yang digunakan oleh guru, membuat siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran, para siswa selalu bertanya kepada guru tentang apa yang
62
mereka lihat di film dan apa yang belum mereka pahami. Sehingga situasi kelas pada saat itu menjadi hidup dan tidak pasif.58
2. Reaksi Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Berbantuan Media Film Reaksi siswa pada saat dan sesudah pembelajaran yang menggunakan media film, sangat terlihat sekali pada sikap mereka yang amat senang dan menerima, hal tersebut terlihat dari sikap siswa yang terus memperhatikan dan mendengarkan apa yang sedang ditayangkan dan dijelaskan oleh guru. Sikap siswa menunjukan keseriusan dalam mengikuti peroses pembelajaran dengan berbantuan media film yang ditampilkan oleh guru. Film yang digunakan tentu memiliki hubungan yang erat dengan materi pelajaran yang sedang dijelaskan. Dengan media film dapat mengarahkan sikap siswa yang melihat film tersebut, untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran SKI. Dengan berbantuan media film siswa yang awalanya menganggap mata pelajaran SKI itu tidak penting dan membosankan, menjadi tertarik, senang sekaligus menyenangkan mempelajari SKI, sekaligus menjadikan siswa kreatif dan kritis dalam bertanya kepada guru.
3. Karakteristik Afektif siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran Dengan Berbantuan Media Film Setelah dijelaskan di atas bagaimana penerimaan siswa terhadap pembelajaran dengan berbantuan media film serta reaksi siswa, kemudian akan dijelaskan karakteristik siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan berbantuan media film. Ada 5 karakteristik afekti, di antaranya: a. Sikap Sikap siswa ditandai oleh, kesiapan untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Terlihat pada kecendrungan sikap siswa yang menerima, menyenangi mata pelajaran SKI menandakan bahwa siswa 58
Hasil Pengamatan…..
63
memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran yang menggunakan media film, berarti media film memiliki pengaruh yang baik dan positif terhadap sikap
siswa pada mata pelajaran SKI ketika sesudah
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan media film. Setelah
menggunakan
media
film
Sikap
siswa
memiliki
kencendrungan amat baik untuk bertindak secara positif. Oleh karena itu maka sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
hal
ini
dibuktikan
ketika
proses
pembelajaran
berlangsung serta dari tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap siswa disini dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Karakteristik sikap siswa dapat terjadi karena kesediaan bereaksi terhadap sesuatu hal yang senantiasa terarahkan kepada sesuatu hal, yaitu media film. Jadi dapat dinyatakan bahwa, sikap siswa setelah menggunakan media film dalam pembelajaran memiliki hal yang positif, dengan ditandai oleh sikap siswa yang cenderung menyenangi, memperhatikan dan seakan-akan mengharapkan sesuatu dari proses pembelajaran pada mata pelajaran SKI. b. Minat Dengan ditampilkannya media film dalam proses pembelajaran, minat siswa dalam belajar menjadi meningkat dibandingkan sebelum menggunakan media film. Karena media film yang ditayangkan sangat menarik, dan kreatif sehingga membuat para siswa tidak merasa jenuh dalam belajar dan dapat memberikan pemahaman kepada siswa melalui film yang ditayangkan. Penilaian minat dapat digunakan untuk: 1) Mengetahui minat siswa sehingga mudah mudah untuk pengarahan dalam sustu pembelajaran, 2) Mengetahui bakat dan minat siswa yang sebenarnya,
64
3) Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual siswa, 4) Menggambarkan keadaan langsung di lapangan atau kelas Dengan ditayangkannya film yang mengenai sejarah Kebudayaan Islam dalam peroses pembelajaran SKI, minat siswa dalam belajar menjadi meningkat dibandingkansebelum menggunakan media film. Filim yang ditayangkan sudah pasti ada hubunganya dengan materi pelajaran yang sedang disampaikan, supaya guru dapat mengarahkan minat siswa yang sedang melihat sekaligus mendengar film yang sedang diputar, untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan yang timbul dari pikiran para siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal tersebut, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat siswa. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi siswa, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif siswa. c. Konsep diri Setelah minat selanjutnya adalah konsep diri, setelah proses pembelajaran selesai dengan menggunakan media film, maka guru mata pelajaran memberikan latihan kepada siswa, apakah siswa tersebut mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan baik atau tidak. Jika siswa dapat menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru dengan baik dan benar, maka sikap siswa tersebut bener-benar memperhatikan dengan baik materi yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian maka guru telah berhasil dalam menyampaikan materi pelajaran. Akan tetapi setelah menggunakan media film ternyata siswa memiliki kosep diri yang baik, hal tersebut dapat dilihat dari para siswa yang mampu menyelesaikan dengan amat baik dan hasil yang
65
memuaskan dari soal latihan yang diberikan oleh guru. Hal tersebut juga dilihat dari penilaian diri, karena penilaian diri mempunyai kelebihan di antaranya: 1) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan siswa. 2) Siswa mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. 3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. 4) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan siswa. 5) Siswa menjadi lebih aktif dan berpartisipasi dalam peruses pembelajaran yang berbantuan media film yang ditampilkan oleh guru. 6) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input siswa. 7) Dan sebagainya, d. Nilai Nilai di sini dapat diartikan sebagai tindakan, prilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk oleh siswa. Maksudnya adalah, prilaku dan tindakan siswa selama mereka berada didalam kelas atau dalam mengikuti proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Apa yang biasa dilakukan siswa selama berada di dalam kelas maupun di luar kelas dan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Prilaku siswa yang baik dan sopan sangat menentukan nilai mereka, apakah siswa memiliki akhlak yang baik ketika mereka berada di dalam kelas maupun berada di luar kelas, tutur kata yang sopan ketika berbicara dengan guru maupun teman sebaya. Berpakaianpun memiliki nilai bagi siswa, karena siswa wajib mengikuti peraturan sekolah yaitu berpakaian yang rapi dan lengkap sesuai dengan ketentuan sekolah. jika siswa tersebut melanggar dalam arti tidak mengikuti peraturan yang ada, berarti sikap siswa tersebut tidak mencerminkan sebagai siswa yang baik.
66
e. Moral Dilihat dari segi moral para siswa mampu menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Moral berkaitan dengan masalah perasaan salah atau benar, atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan siswa di dalam kelas maupun di luar kelas, serta prilaku yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Moral juga dikaitkan dengan keyakinan agama siswa, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral disini sesuai dengan prilaku siswa sehari-hari di sekolah yang berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan para siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari prilaku siswa sehari-hari di sekolah. Karena di sekolah MTs Nurul Ilmi mempunyai motto Cerdas Berakhlak. Maka tantangan bagi sekolah untuk bisa menciptakan anak didik yang mengenal dan mampu mengatasi ketertinggalan akan ilmu pengetahuan umum serta ilmu pengetahuan agama dan tekhnologi. Maka karakteristik afektif siswa yang terakhir ini adalah moral, maka di sekolah MTs Nurul Ilmi selain diajarkan ilmu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan Agamapun tak kalah penting, oleh karena itu sekolah ini lebih mendahulukan ilmu pengetahuan agama terlebih dahulu setelah itu baru ilmu pengetahuan yang lainnya. Karena dengan agamalah akhlak siswa dapat dibentuk dan dibina dengan baik, agar kelak dapat menciptakan manusia yang cerdas dan berakhlak mulia. Tugas guru pun semakin bertambah, selain sebagai pengajar, guru pun harus mampu mendidik dan membina siswanya agar berakhlak yang baik dan bertutur kata yang sopan santun kepada siapapun yang ditemuinya. Melalui sikap, kita dapat memahami proses kesadaran yang menentukan tindakannyata dan tindakan yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya.
67
E. Efektivitas Pencapaian Tujuan Afektif
Dalam Pembelajaran Ski
Berbantuan Media Film Dengan memanfaatkan penggunaan media film siswa lebih mudah dalam menguasai materi dan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. Efektivitas merupakan suatu tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Digunakannya media film diharapkan pembelajaran SKI di sekolah dapat membantu pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan afektif dalam pendidikan agama Islam. Adapun kegiatan belajar mengajar yang dapat dikatakan efektif jika mencakup hal-hal tersebut: 1. Penguasaan siswa terhadap bahan ajar yang dipelajari Bahan adalah isi atau materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Oleh karena itu bahan yang akan diberikan kepada anak didik harus diseleksi. Bahan apa yang akan diterima oleh peserta didik harus sesuai dengan tingkat penguasaannya. Menurut pemaparan dari Guru Ski kelas VII. Dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, diharapkan peserta didik mampu untuk menguasai materi yang ada pada bahan ajar yang dipergunakan di MTs Nurul Ilmi Tangerang khususnya dalam pembelajaran SKI untuk itu bahan ajar yang akan dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar harus disesuaikan dengan tingkat penguasaan peserta didik.
2. Siswa merasa senang dalam proses belajar Guru sebagai pemeran utama harus berupaya semaksimal mungkin dalam menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa supaya dalam kegiatan belajar mengajar siswa tidak merasa bosan. Selain itu juga sumber belajar dan media yang digunakan juga sangat mendukung dalam menciptakan suasana belajar sebagaimana wawancara dengan guru SKI: “Dalam kegiatan belajar mengajar siswa lebih menyukai belajar dengan menggunakan media khususnya media film hal ini terlihat selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, karena dengan
68
menggunakan media film siswa tidak merasa bosan, jenuh, dan ngantuk. Siswa merasa senang karena dapat melihat dan mendengar langsung, dengan begitu hasil belajar siswa akan baik karena siswa dapat memahami materi pelajaran SKI dengan lebih baik”. 3. Mengajar itu menghasilkan semua yang diinginkan untuk tercapai Guru dituntut untuk berperan secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Dengan demikian, proses pembelajaran akan senantiasa ditingkatkan terus menerus untuk memperoleh hasil belajar yang optimal serta siswa akan mencapai tujuan afektif harapannya. Untuk mencapai tujuan afektif dalam kegiatan belajar mengajar usaha yang dilakukan oleh guru SKI MTs Nurul Ilmi yakni memilih bahan ajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa serta media sebagai alat bantu untuk mempermudah pemahaman siswa sehingga mudah dimengerti, menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa merasa senang dan tidak bosan dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran SKI, sehingga menumbuhkan kecintaa terhadap sekolah, dan menjadikan siswa untuk taat terhadap berbagai aturan yang ada. Sehingga pencapaian tujuan afektif sangat efektif sesuai dengan apa yang diharapkan dengan adanya bantuan dari media film itu sendiri.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bab ini merupakan bab penutup. Oleh karena itu, penelitian ini akan memaparkan termasuk kesimpulan dari temuan dan hasil wawancara informan (siswa/guru). Pertama, ketersedian sumber belajar dan keterlibatan siswa dalam pengadaannya. dengan ketersediaan sarana dan fasilitas yang ada di sekolah ini, kebutuhan sisswa dapat tercapai dengan baik karena tersedianya sarana dan fasilitas yang lengkap dengan sumber belajar yang lengkap, siswa dapat melaksanakan kegiatan proses pembelajaran secara efektif dan mendapatkan hasil yang memuaskan pula. Adanya sarana dan fasilitas di sekolah MTs Nurul Ilmi dapat berjalan dengan baik. Proses pembelajaran berbantuan Media Film di sekolah MTs Nurul Ilmi juga dapat membantu mengurangi kejenuhan belajar siswa dan membantu proses belajar mengajar
di MTs Nurul Ilmi Cikupa
Tangerang, sehingga situasi proses pembelajaran amat sangat aktif dan efektif dengan berbantuan media film. Kedua, dengan ditampilkannya media film banyak sikap siswa yang penguasaan bahan ajar yang dipelajari oleh siswa sangat baik serta ditandai dengan sikap siswa yang senang, menghargai, memperhatikan dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh guru yang menjelaskan di depan kelas. Maka efektifitas pencapaian tujuan afektif berbantuan media film yang ditampilkan guru sudah tercapai.
69
70
B. Saran Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya guru bidang studi, hendaknya menggunakan media atau alat peraga serta metode yang dapat menarik perhatian siswa untuk belajar. Sehingga, siswa tidak mengalami kejenuhan dalam belajar, khususnya untuk mata pelajaran SKI. Serta mempersiapkannya terlebih dahulu agar ketika siswa siap untuk mengikuti pembelajaran semua alat atau media sudah siap untuk dipergunakan, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. 2. Bagi siswa, hendaknya persiapkan diri dengan baik ketika hendak ke sekolah untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Amri Sofan, Dkk. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran, Jakarta: Pestasi Pustaka, 2010 Arsyad Azhar, Media Pengajaran, Jakarta:PT Grafindo Persada, 1997 Basrowi, Dkk, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT rieneka Cipta, 2008 Darajat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992 cet. Ke 2. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 cet k-2. Fasila Sanafiah, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 195-197 Kriyantono Rahmat, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana, 2008 Moeloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Logo Wacana Ilmu, 1999 Munadi Yudhi, Media Pembelajaran, Jakarta:Gaung Persada Press 2008 Nata Abudin, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana 2009 Nurkanca Wayan dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1986 Proyek Pembinaan Prasarana Dan Perguruan Tinggi, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam terjemahan dari Thuruqu ta’limi Al-Tarbiyah AlIslamiyah karangan Dr. H. Muhammad Abdul Qadir Ahmad. Jakarta: 1985 Rusman , Model-Model Pemnelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 20011 Sadily Hasan , Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru, Van Hoev Sadiman Arief S., Dkk, Media Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2007 70
71
Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Peroses Pendidikan, Jakarta: Kencana 2005 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers 1986 Soekartawi, Dkk, Meningkatkan Rancangan Intruksional Intructional Design Untuk Memperbaiki Kualitas Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Sofan Amri, Dkk. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran, Jakarta: Pestasi Pustaka, 2010 Sudjiono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009 Syah Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, Tayar Yusuf, dan Drs. Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Jakarta:PT Raja Grapindo 1995 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2006 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif , Jakarta: Media Kencana, 2009 Yamin Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press 2004, cet ke2 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif/ http://arisandi.com/aspek-kecerdasan-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/ http://www.damandiri.or.id/file/ahmadsuyutiunairbab2.pdf, diakses 2 Juli 2008. http://massofa.wordpress.com/feed/ http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektifdan.html. http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-danpsikomotorik/ www.goegle http://blog.uin-malang.ac.id/jokopurwanto/2011/06/20/sejarah-kebudayaan-islamkelasvii-mts/
72
Hasil wawancara Kelas VII Hasil pengamatan di Kelas VII
Tabel 4.4 No Urut Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
SOAL 1 a b c d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
AFEKTIF 1: Menerima SOAL 2 SOAL 3 SOAL 4 SOAL 5 a b c d a b c d a b c d a b c d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 2 4 3 4 3 3 5 5 4 5 4 5 2 4 4 4 4 3 5 5 4 3 1 3 3 2 3 1 5 3 4 3 3 2 5 4 4 3 3
Tabel 4.5 No AFEKTIF 2 TANGGAPAN (RESPONDING) Urut SOAL 1 SOAL 2 SOAL 3 SOAL 4 SOAL 5 Siswa a b c d a b c d a b c d a b c d a b c d 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 10 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 12 1 1 1 1 1 13 1 1 1 1 1 14 1 1 1 1 1 15 1 1 1 1 1 16 1 1 1 1 17 1 1 1 1 1 18 1 1 1 1 1 19 1 1 1 1 1 20 1 1 1 1 1 21 1 1 1 1 1 22 1 1 1 1 1 23 1 1 1 1 1 24 1 1 1 1 1 25 1 1 1 1 1 26 1 1 1 1 1 27 1 1 1 1 28 1 1 1 1 1 29 1 1 1 1 1 30 1 1 1 1 1 31 1 1 1 1 1 32 1 1 1 1 1 33 1 1 1 1 1 34 1 1 1 1 1 35 1 1 1 1 1 36 1 1 1 1 1 37 1 1 1 1 1 38 1 1 1 1 1 39 1 1 1 1 1 40 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 2 5 4 4 2 4 4 4 4 4 2 3 3 2 5 4 5 4 3 4 5 4 5 4 5 4 5
Tabel 4.6 No Urut SOAL 1 Siswa a b c d 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 1 10 1 11 1 12 1 13 1 14 1 15 1 16 1 17 1 18 1 19 1 20 1 21 1 22 1 23 1 24 1 25 1 26 1 27 1 28 1 29 1 30 1 31 1 32 1 33 1 34 1 35 1 36 1 37 1 38 1 39 1 40 1
AFEKTIF 3 MENILAI SOAL 2 SOAL 3 SOAL 4 SOAL 5 a b c d a b c d a b c d a b c d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 5 2 3 4 4 4 4 4 2 3 2 1 3 2 5 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4
Tabel 4.7 No AFEKTIF 4 ORGANISASI Urut SOAL 1 SOAL 2 SOAL 3 SOAL 4 Siswa a b c d a b c d a b c d a b c d 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 4 1 1 1 1 5 1 1 1 1 6 1 1 1 1 7 1 1 1 1 8 1 1 1 1 9 1 1 1 1 10 1 1 1 1 11 1 1 1 1 12 1 1 1 1 13 1 1 1 1 14 1 1 1 1 15 1 1 1 1 16 1 1 1 1 17 1 1 1 1 18 1 1 1 1 19 1 1 1 1 20 1 1 1 1 21 1 1 1 1 22 1 1 1 1 23 1 1 1 1 24 1 1 1 1 25 1 1 1 1 26 1 1 1 1 27 1 1 1 28 1 1 1 1 29 1 1 1 1 30 1 1 1 1 31 1 1 1 1 32 1 1 1 1 33 1 1 1 1 34 1 1 1 1 35 1 1 1 1 36 1 1 1 1 37 1 1 1 1 38 1 1 1 1 39 1 1 1 1 40 1 1 1 1
SOAL 5 a b c d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 4 4 5 4 3 4 5 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 2 1 4 3 4 4 2 3 2 4 4 4 4 3 5
Tabel 4.8 No AFEKTIF 5 KARAKTERISASI Urut SOAL 1 SOAL 2 SOAL 3 SOAL 4 SOAL 5 Siswa a b c d a b c d a b c d a b c d a b c d 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 10 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 12 1 1 1 1 1 13 1 1 1 1 1 14 1 1 1 1 1 15 1 1 1 1 1 16 1 1 1 1 1 17 1 1 1 1 1 18 1 1 1 1 1 19 1 1 1 1 1 20 1 1 1 1 1 21 1 1 1 1 1 22 1 1 1 1 1 23 1 1 1 1 1 24 1 1 1 1 1 25 1 1 1 1 1 26 1 1 1 1 1 27 1 1 1 1 1 28 1 1 1 1 1 29 1 1 1 1 1 30 1 1 1 1 1 31 1 1 1 1 1 32 1 1 1 1 1 33 1 1 1 1 1 34 1 1 1 1 1 35 1 1 1 1 1 36 1 1 1 1 1 37 1 1 1 1 1 38 1 1 1 1 1 39 1 1 1 1 1 40 1 1 1 1 1
Dokumentasi Proses Bembelajaran di MTs Nurul Ilmi Tangerang