Dzulhijjah 1428 Desember 2008
Kritik dan Saran yang membangun
Kirim aja ke emailnya Babehnya Zayd yaitu
[email protected]
Sangat banyak dalil-dalil dari al Qur’an dan sunnah Raulallah serta ucapan para sahabat yang menjelaskan akan pujian terhadap orang-orang yang mengikuti jalan Salaf dan celaan terhadap orang yang tidak melakukan demikian atau bagi orang yang menyelisihi jalan mereka. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al-Baqarah: 13)
Yang dimaksud
dalam ayat ini adalah para shahabat berdasarkan ijma', maka
adalah dimana Allah telah menjadikan keimanan para shahabat sebagai
timbangan, keimanan yang wajib diikuti oleh seluruh umat. Maka keimanan seseorang
tidak benar apa bila berbeda dengan keimanan mereka (yang dimaksud bukan tingkat keimanannya tapi adalah sesuatau yang mereka imani).
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)
Ayat ini menunjukan bahwa manhaj salaf adalah hujjah, sebab Allah telah memuji orangorang yang mengikuti salafu sholeh. Maka otomatis orang yang diikutinya terpuji dan manhaj mereka adalah manhaj yang benar, dan mereka telah berada diatas kebenaran.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Allah telah meridhoi orang-orang yang mengikuti orang-orang yang terdahulu sampai hari qiamat, maka menunjukan bahwa mengikuti mereka adalah perbuatan yang diridhoi Allah sebab Allah hanya meridhoi perkara yang haq dan tidak meridhoi perkara yang bathil (Al Fatawa 19:178)
Berkata ibnu Al Qoyim Rohimahulloh Ta’ala: Ayat ini menunjukan bahwasannya Allah
telah memuji orang-orang yang mengikuti mereka, maka apabila mereka berkata satu perkataan, lalu diikuti oleh orang yang mengikuti sebelum dia mengetahui keshahihannya,
maka dia telah mengikuti mereka, maka haruslah hal itu merupakan hal yang terpuji dan berhak mendapatkan keridhoan.
Apabila mengikuti mereka adalah dikatakan taklid yang murni, sebagaimana taklid
kepada sebahagian pemberi fatwa, maka tidak berhak mendapatkan keridhoan bagi yang
mengikuti mereka kecuali orang awam.Sedangkan bagi seorang ‘Ulama Mujtahid maka
tidak boleh untuk mengikuti mereka (mereka tidak akan mendapat keridhoan). (Al’ilam 4:108)
Adapun sisi pendalilannya yang menunjukan bahwa manhaj shohabat adalah hujjah,
seandainya mengikuti mereka tidak ada keistimewaan dari selain mereka, maka tidak berhak mendapatkan pujian dan keridhoan bagi orang yang mengikuti mereka.
Sebagian orang mengatakan bahwa mengikuti jalan ‘ulama salaf adalah taqlid. Dan
taqlid itu terlarang dalam agama.
Maka untuk menjawab syubhat ini kami nukilkan keterangan Syaikh Sholih Al-
Fauzan Hafidzohullohu Ta’ala menjawab syubhat ini dalam kaset yang berjudul
Beliau berkata : “ Taqlid bukanlah tercela secara mutlak, taqlid
dalam kebenaran ini adalah perkara yang diperintahkan. Allah Nya Yusuf ‘alaihi salam
berfirman tentang nabi-
Yusuf ‘alaihi salam mengabarkan bahwa dia mengikuti orang yang sebelumnya tatkala
mereka berada diatas kebenaran. Dan Allah hanyalah mencela mengikuti ayah-ayah dan nenek moyang karena mereka berada diatas selain ilmu.
( QS.
Al-Baqarah : 170 )
Mereka dicela karena mereka tidak mengetahui sesuatu apapun
dan tidak
mendapatkan petunjuk maka pemahaman ayat ini menunjukkan bahwa orang yang
mendahului kita, kalau mereka mengetahui dan memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka diikuti dalam hal itu. Dan Allah
berfirman :
Maka ini menunjukkan
( QS. Al-Baqarah :104 )
bahwa orang yang mengetahui
itu diikuti, yang tercela
hanyalah siapa yang mengikuti orang yang tidak mengetahui. Maka taqlid bukanlah tercela secara mutlak tapi ada rincian yaitu siapa yang diatas kebenaran maka ia diikuti
dan taqlid dengan dalil apa yang datang dalam Al-Kitab dan As-Sunnah dari perintah
mengikuti para ‘ulama Salaf dan mencontoh mereka ( dan ) siapa yang menyelisihi kebenaran tidak boleh diikuti dan di taqlid. ini pemutus perselisihan dalam masalah ini.
Maka kami berkata : tidak mungkin kita memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah kecuali
dengan mengikuti manhaj Salaf. Dan tidaklah dengan mungkin seseorang datang diakhir
dunia diakhir zaman lalu membuang manhaj Salaf dan menyangka ia mengambil Al-Kitab dan As- Sunnah secara langsung. Ini adalah kesesatan dan memecah belah umat dan memutuskan hubungan (generasi) belakangan dari (generasi) Salafnya”.
Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. (QS. Luqman: 15) Berkata Ibnu Al Qoyim Rohimahullohu Ta’ala : Dan semua para sahabat kembali
kepada Allah, maka dengan itu wajib untuk mengikuti jalannya, perkataannya, dan keyakinannya, yang merupakam pokok perjalanannya.
Sedangkan dalil yang menunjukan bahwa mereka itu kembali kepada Allah, bahwa
Allah telah menunjukan mereka. Allah
berfirman:
“
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf: 108)
Berkata Ibnu al Qoyim Rohimahulloh Ta’ala : Allah telah menghabarkan bahwa barang
siapa yang mengikuti Rasul
dia menyeru kepada Allah, dan barang siapa yang menyeru
kepada Allah dengan hujjah yang nyata ( ilmu dan hujjah), maka wajib untuk dikutinya, berdasarkan Firman Allah “
ketika menghikayatkan tentang Jin:
.( QS. Al Ahqaf :31).
Karena yang menyeru kepada Allah dengan hujjah yang nyata maka dia berarti talah
menyeru kepada hak, menyeru kepada hukum-hukum Allah, dan menyeru kapada Allah,
karena yang kepada Allah adalah menyeru untuk taat kepada-Nya terhadap apa Dia perintahkan, dan apa yang Dia larang. Maka para Shahabat mereka telah mengikuti Rasul
, oleh sebab itu maka mengikuti mereka adalah wajib apabila akan menyeru kepada
Allah.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran: 110) Maka para Shahabat adalah sebaik-baiknya umat yang berada dimuka bumi ini setelah
para Rasul dan Nabi, Rasul
bersabda:
" “…Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran: 101)
Berkata Ibnu Al Qoyim Rohimahulloh Ta’ala: Allah telah mengkhabarkan bahwa orang-
orang yang berpegang teguh kepada agama Allah, maka sesengguh Dia akan menunjukan
mereka kepada kebenaran. Maka para Shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada Agama Allah, dan mereka itu adalah yang mendapatkan petunjuk, maka mengikuti mereka adalah wajib.
(QS. Al-Baqarah 137)
Berkata Ibnu Al Qoyim Rohimahulloh Ta’ala : Ayat ini menjadikan iman Para Sahabat
adalah sebagai Mizan (ukuran) untuk membedakan petunjuk dan kesesatan, diantara haq dan bathil.
Apabila orang-orang ahlu kitab beriman seperti berimannya para Shahabat, maka
mereka berarti telah berada dalam hidayah mutlak dan sempurna, dan apabila mereka berpaling dari apa yang diimani para Shahabat maka mereka telah terjerumus kepada kebinasaan dana kesesatan yang sangat jauh.
Dan sebatas kesesuaian iman mereka dengan imannya para shahabat, maka mereka
akan mendapatkan hidayah, dan seberapa jauhnya mereka dari keimanan para shahabat maka sejauh itu juga kebinasaan dan kesesatan mereka.('Ilam Muwaqiin 4: )
Maka ayat ini sebagai dalil bahwa mengikuti para Sahabat dalam beriman adalah
syarat untuk mendapatkan hidayah, dan terjaganya dari kesesatan dan perpecahan. Dan yang dimaksud mengikuti mereka adalah mencakup kepda Aqidah, perkataan, dan perbuatan mereka. Dan mencari hidayah dan iman, serta menjauhi kesesatan dan
perpecahan adalah kewajiban paling agung, maka menunjukan mengikuti para Sahabat adalah kewajiban yang paling utama.
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan menngikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisaa’: 115) Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Ayat ini menunjukan bahwa orang yang mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman dia berhak unuk mendapatkan ancaman, sebagaimana menentang (menyelisihi) Rasulallah sesudah jelas kebenaran baginya berhak mendapatkan ancaman. Maka dipahami bahwa semata-mata memiliki sifat ini (menyelisihi jalan orang-orang yang beiman) dia akan
mendapatkan ancaman, sebab kalau penyebutan sifat
lain(menyelisihi jalan orang-orang yang beriman)tidak masuk dalam ancaman maka tidak ada faidahnya untuk disebutkan dalam ayat . Dalam penjelasan ayat diatas ada tiga penafsiran; Pertama: Mengikuti jalannya selain jalan orang-orang yang beriman itu semata-mata karena menentang Rasulallah yang disebutkan dalam ayat. Kedua: Menentang Rasulallah adalah tercela dengan sendirinya dan mengikuti jalan selain jalan mereka ( orang-orang yang beriman) adalah tercela dengan sendirinya. Ketiga: Bahkan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman mengakibatkan cacian, sebagaimana ayat telah ditunjukan kepadnya. Tapi hal ini tidak menunjukan bahwa itu terpisah dari yang pertama, bahkan menunjukan sebuah konsekwensi, artinya setiap yang mengikuti jalan selain jalan orangorang yang beriman berarti dia telah menetang Rasullah, demikian pula yang menentang Rasullah dia akan mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman.Hal ini semakna tengtang wajibnya taat kepada Allah dan Rasulallah. Maka taat kepada Allah adalah wajib demikian pula taat kepada Rasulallah adalah wajib. Maka setiap yang maksiat kepad Allah dan Rasulallah dia berkhak mendapat celaan. Keduanya saling berhubungan, karena siapa yang taat kepada Rasulallah dia berarti taat kepada Allah ( Alfatawa 19: 179-180)
Berkata Ibnu Al Qoyim Rohimahulloh Ta’ala : Allah
telah menggabungkan antara
menentang Rasul dengan mengikuti jalan selain jalan orang-orang mu’min, sebagi sebab untuk terjerumus pada kesesatan dan akan dimasukkan kedalam Jahannam.
Menentang Rasul memastikan untuk mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang
beriman, sebagaimana orang yang mengikuti jalannya orang-orang mu’min memastikan
dia mengikuti Rasul. Sebab mengikuti jalan orang-orang mu’min mustahil kalau tidak mengikuti Rasul, sebagai mana mengikuti Rasul adalah mustahil untuk menyalahi
perjalanannya orang-orang mu’min (para Sahabat), didalam menafsirkan Al Qur’an dan Sunnah, di dalam mengharamkan dan menghalalkan serta mewajiu.bkan sesuat
Ayat ini menunjukan bahwa siapa saja yang menyalahi jalan orang-orang yang beriman
(para sahabat), maka mereka akan dibiarkan agar leluasa dalam kesesatan dan dimasukkan kedalam Jahannam.Sebagaimana ayat ini juga menunjukan bahwa mengikuti Rasul dan
berjalan diatas jalan orang-orang yang beriman adalah merupaka pondasi islam, sedangkan jalan orang-orang mu’min adalah perkataannya dan perbuatannya, sebagai mana ditunjukkan oleh Firman-Nya:
Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 285) Dan yang dimaksud dengan orang-orang mu’min pada waktu itu hanya para sahabat.
Maka menunjukan bahwa mengikuti mereka dalam memahami Syari’at Allah adalah
wajib, dan menyalahi mereka adalah sesat.
Dalam hadits ini, setelah Rasulullah menghabarkan akan adanya perselisihan dan
perpecahan umat, beliau menyebutkan sunnahnya dan sunnah para sahabatnya, serta memerintahkan untuk berpegang teguh kepadanya. Rasulullah sunnahnya dan sunnah sahabatnya dengan mengatakan : tunggal ) dan beliau tidak mengatakan :
menggabungkan antara
( bentuk mufrod /
( bentuk mutsana / dua ). Hal ini
menunjukkan bahwa keduannya adalah satu kesatuan yang saling berkaitan, terikat dan
tak bisa dipisahkan.Ini pula yang semakin memantapkan seorang yang betul-betul mau memahami sunnah Nabi bahwa keterikatan dan keterkaitan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
dengan pemahaman para sahabat seakan buhul ( simpul ) tali yang sangat kokoh, yang tak akan terurai.
Dan fokus dalil tersebut terletak pada penggabungan antara sunnah Nabi
sunnah khulafaaur Rasyidin. Kenuadian perhatikan bagaimana Rasulullah
dengan
menjadikan
penuturan beliau tersebut sebagai wasiat bagi umatnya. Hingga para pembaca dapat dapat
mengetahui kebenaran asas-asas manhaj shalaus shalih ini. Kemudian coba perhatikan bagaimana Rasulullah
memerintahkan meredam perselisihan dengan berpegang teguh
kepada manhaj ini. Agar pembaca sekalian dapat mengetahui bahwa kaidah “ menurut
pemahaman Salafus Shaleh ) “ merupakan pelampung penyelamat dari perpecahan. Imam Asy-Syathibi berkata : “Sebagaimana yang anda lihat sendiri, Rasulullah
menyertakan
sunnah khulafaur Rasyidin dengan sunnah beliau. Bahwa termasuk mengikuti sunnah
beliau adalah mengikuti sunnah mereka. Sebaliknya, perkara yang diada-adakan
merupakan hal yang berseberangan dengan itu dan sama sekali bukan termasuk sunnah. Sebabnya, para sahabat dalam menetapkan sebuah sunnah selalu mengikuti sunnah nabi atau mengikuti apa yang
mereka pahami dari sunnah
Nabi secara global maupun
terperinci yang mungkin saja paham itu samar atas selain mereka, bukan merupakan tambahan atas sunnah Nabi aw.
Demikian juga hadits Abdullah bin Amr bin ‘Ash dan Anas bin Malik.
, setelah Rasulullah
mengkhabarkan
akan
munculnya
penyakit
perpecahan umat. Beliau menjelaskan obat dan solusinya, cara menyelamatkan dari
kecamuk fitnah ini bagi orang yang ingin menasehati dirinya dengan sebaik-baik jalan dan petunjuk.
Dan folus dalil tersebut terletak pada penyebutan kriteria Firqah Najiyah (golongan
yang selamat) dengan al-Jama’ah. Dan tidak menyebutkan orientasinya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, padahal golongan ini sama sekali tidak dapat terlepas dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah Hikmah yang tersembunyi dibalik itu adalah sinyalemen kepada al-Jama’ah yang memahami menurut nash al-Qur’an dan as-Sunnah kemudian mengamalkannya menurut yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, dan pada saat itu tidak ada jama’ah kecuali sahabat Nabi.
Oleh sebab itulah para ulama men-shahih-kan sebuah lafal yang diriwayatkan dari
jalur lain oleh al-Hakim dan lainnya berkenaan dengan kriteria Firqoh Najiyah :
Fokus dalil tersebut terletak pada penggabungan antara sunnah Nabi
sunnah khulafaaur Rasyidin. Kemudian perhatikan bagaimana Rasulullah
dengan
menjadikan
penuturan beliau tersebut sebagai wasiat bagi umatnya. Hingga para pembaca dapat dapat
mengetahui kebenaran asa-asas manhaj salafus shalih ini. Kemudian coba perhatikan bagaimana Rasulullah
memerintahkan meredam perselisihan dengan berpegang
teguh kepada manhaj ini. Agar pembaca sekalian dapat mengetahui bahwa kaidah “ menurut pemahaman salafus Shaleh) perpecahan. Imam Asy-Syathibi Rasulullah
“ merupakan
pelampung penyelamat dari
berkata : “ Sebagaimana
yang anda
lihat sendiri,
menyertakan sunnah khulafaur Rasyidin dengan sunnah beliau. Bahwa
termasuk mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka. Sebaliknya, perkara yang diada-adakan merupakan hal yang berseberangan dengan itu dan sama sekali bukan termasuk sunnah. Sebabnya, para sahabat dalam menetapkan sebuah sunnah selalu
mengikuti sunnah nabi atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah Nabi secara global maupun terperinci yang mungkin saja paham itu samar atas selain mereka, bukan merupakan tambahan atas sunnah Nabi .
Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan ; bahwa tidak mungkin kita
memahami Al-Qur’an kecuali dengan sunnah, maka dia akan tersesat, dan itu sebuah kepastian.
Kita juga
tidak mungkin
memahami
Al-Qur’an
dan Sunnah
tanpa
pemahaman para sahabat. Barang siapa yang ingin memahami Al-Qur’an dan Sunnah selain pemahaman sahabat, bisa dipastikan dia akan terjatuh dalam kehancuran. Allah juga memberi jaminan
berfirman tentang Rasul :
bagi siapa saja
yang mengikuti Rasul, Allah telah
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus ( QS. 42:52 )
Sengaja saya bawakan nash-nash tersebut sebagai dalil kaidah yang sedang kita
bicarakan. Saya lihat Ibnu Abil ’Izz juga membawakan dalil tersebut ketika mensyarah
ucapan Imam Ath-Thahawi : “ Kita harus mengikuti sunnah al-Jama’ah dan harus menjauhkan diri dari penyimpangan, perselisihan dan perpecahan.” 1.
Berkara Ibnu Mas’ud: Wahai segenap manusia barang siapa yang mengikuti jejak
diantara kamu, maka ikutilah jejak sunnah yang sudah wafat, karena yang masih hidup tidak aman dari fitnah.Maka mereka itu para Shahabat Muhammad
.
Mereka adalah yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya paling sedikit
berulah dan bermacam-macam. Mereka adalah kaum pilihan Allah untuk
mendampingi Nabi-Nya dan untuk menegakkan Agama-Nya. Maka kenalilah kelebihan-kelebihan dan jasa-jasa mereka, ikutilah akhlak dan agam mereka, 2.
3.
karena mereka berada dalam garis hidayah yang lurus. Berkata Hudzaifah ibnu Yaman
shahabat).
:”Wahai para pembaca Al Qur’an,
(luruslah)kamu, tempuhlah jalan orang-orang sebelum kamu (para
Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rubayyi' khulu ( meminta cerai dari suaminya )
maka dia mendatangi pamannya 'Utsman, maka dia berkata dia beridah selama
satu kali haid, adapun Ibnu 'Umar berfatwa baginya ber'idah selama tiga kali haid dan beliau berfatwa terus sperti itu sehinga beliau mendengar fatwa 'Utsman, lalu beliau berfatwa dengan fatwa 'Usman dan berkata beliau adalah lebih baik dan 4.
lebih tahu dari pada kita. ( Iibnu Abi Syaibah 4:119 no:18642)
Dari 'Ubaidillah bin Abi Yazid berkata aku mendengar 'Abdullah bin 'Abas
berkata: apa bila beliau ditanya tentang satu masalah dan beliau mendapatkannya
dalam kitabullah maka beliau mengatakannya, apa bila tidak didapatkan dalam
kibullah dan Nabi mengakan-Nya maka beliau mengatakannya dan apa bila tidak terdapat dalam alkitab dan dalam ucapan Nabi dan didapatkan Abu Bakar dan
'Umar mengatakannya maka beliau mengambilnya, kalau tidak didapatkan semuannya maka beliau berijtihad dengan pendatnya. ( Al Baihaqy 10:115)
5.
6.
7. 8.
Berkata Al Imam Ahmad ibnu Hanbal Rohimahullohu
Ta’ala: Dasar-dasar
Sunnah bagi kami adalah berpegang teguh pada ajaran-ajaraj shahabat-sahabat Rasul
.
Berkata Al Imam Al ‘Auza’i Rohimahullohu Ta’ala: Ikutilah jejak Salaf meskipun
kamu ditolak orang banyak, dan jauhilah akal pendapat orang walaupun mereka mempromosikannya kepada kamu dengan kemasan yang indah.
Berkata ibnu Qudamah Rohimahullohu Ta’ala: Telah tetap kewajiban untuk
mengikuti para ‘Ulama Salaf berdasarkann Al Kitab dan As Sunnah dan ijm’a.
Berkata ibnu Qoyyim Rohimahullohu Ta’ala: Sesungguhnya senantiasa para
‘Ulama dari setiap zaman sepakat dalam hujjah, mereka mengambil perkataan dan perbuatan para sahabat dan tak satupun diantara mereka mengingkari hal ini.
Karangan-karangan dan muhadhoroh-muhadhoroh mereka menjadi bukti dari itu. Dan berkata sebahagian ‘Ulama Al Makiyyah : Para ‘ulama sepakat mengambil apa-apa yang datang dari para shahabat didalam hujjah, hal ini terkenal dari
periwatan-periwatan para ‘ulama, kitab-kitab muhadhoroh serta pengambilan dalil mereka yang selalu berpatokan dari perbuatan dan perkataan mereka para 9.
shahabat.
Al Imam Al 'Auza'I berkata : Ilmu adalah apa yang dibawa oleh para shabat Nabi
sedangkan apa-apa datang selain dari mereka adalah bukan ilmu ( Jamiul ulum walhikam 2: 29)
10. Al Imam Abu Hanifah berkata: Apabila datang berita dari Nabi maka kami menerimanya sepenuhnya, apa bila datang berita dari para shahabat Nabi maka
kami maemilih salah satu ucapan mereka, dan apabila datang dari para Tabi'in maka kami ikut berpendapat.
11. Al Imam Malik bin Anas berkata dala almuwatho: Didalamnya terdapat Hadits
Nabi, ucapan para shahabat, para tabi'in, pendapat-pendapat mereka, dan kadang
aku perpendapat dengan pendapatku dalam masalah ijtihad, dan apa-apa yang aku dapatkan dari para ahlu ilmi yang berada dinegara kami dan kami tidak keluar dari ucapan mereka.
12. Al Imam Malik berkata tengtang kitabnya almuwatho : Didalamnya ada hadithadits Nabi, ucapan-ucapan para shahabat, tabi'in dan pendapat-pendapat
mereka, dan aku sungguhguh berbicara dengan pendapatku atas ijtihad, dan apaapa yang aku dapatkan dari perkataan ahlul ilmi yang ada dinegara kami da aku tidak pernah keluar dari pendapat mereka kepada yang lainnya.
13. Al Imam Syafi'i berkata ilmu ada tingkatannya: Pertama: Alqura'an dan sunnah yang shohih. Kedua: Ijma yang tidak terdapat dlam al quraan dan sunah. Ketiga: Perkataan salah seorang diantara mereka (para shahabat) dan tidak deketahui
ada yang menyelisihinya. Keempat: Perbedaan mereka para shahabat. Kelima:
Qiyas kepada salah satu tinkatan yang diatas. Dan tidak mengambil selain alquraan dan sunah selama keduanya ada karena ilmu diambil dari yang atas. (Al madkhol ila sunanil kubra :110)
14. Al Imam Ahmad berkata: Apabila dalam masalah ada hadits Nabi maka kami
tidak mengambil ucapan salah seorang dari para shahabat, juga orang-orang yang setelah mereka, dan apabila dalam masalah ada perbedaan diantara para
shahabat maka kami memilih salah satu ucapan mereka dan kami tidak keluar
dari ucapan mereka kepada ucapan yang lainnya, serta apabila tidak didapatkan ucapan Nabi dan para shahabt-Nya, maka kami memilih ucapan para Tabi'in…( Al musawadah : 276)
15. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Barangsiapa yang menafsirkan Al quraan dan hadits dengan penafsiran yang tidak dikenal dari para shahabat dan Tabi'in
maka dia telah mengada-adakan dusta terhadap Allah, menyimpang dari ayat-ayat Allah, memalingkan kalam Allah dari yang semestinya, dan telah membuka pintu
untuk orang-orang zindik lagi menyimpang ( untuk menyelewengkan aya-ayat
Allah dari tempatnya) , Dan hal ini suatu perkara yang telah jelas kebatilannya dari agama islam . ( Al Fatawa 13:243)
16. Al Imam Ibnu Al Qoyyim berka: Demikianlah kondisinya firqoh-firqoh yang baru dalam syari'ah bersama syari'ah, setiap diantra mereka menta'wil syari'ah
dengan ta'wil yang bukan ta'wil firqoh yang lainnya, dan setiap firqoh menyangka bahwa yang dita'wil itulah yang dimaksud pemilik Syari'ah, sehinga mereka memporak porandakan syari'ah ' dan menjauhkan dari kondisinya yang awal.
Demikianlah apa yang dilakukan para imam yang empat dan para ‘Ulama yang lainnya
dari dulu sampai hari ini.
************************** Diperbolehkan menyebarkan ebook ini selama untuk kepentingan dakwah dan tidak diperjualbelikan. Serta menyertakan sumbernya www.salafiyunpad.wordpress.com.
Artikel ini disalin dari kumpulan tulisan Ustadz Abu Qotadah ~ dan dipublikasikan kembali oleh www.salafiyunpad.wordpress.com (Indahnya Hidup di Atas Manhaj Salaf)
~ Abu Zayd Amirulhuda Romadhoni As-Salafy ~
,