ISSN 1411 - 6340 Volume 1 Nomor 2, Juli 2011
Jurnal
Teknik Industri JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI
MODEL RENCANA PRODUKSI KACA OTOMOTIF DENGAN METODE KLASIFIKASI ABC UNTUK MENURUNKAN TINGKAT PERSEDIAAN (Studi kasus di PT. ASAHIMAS Flat Glass, Tbk.) Agus Ruhimat MODEL KONSEPTUAL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA INDUSTRI GULA Triwulandari S. Dewayana, M. Syamsul Ma’arif, Sukardi, Sapta Raharja PERANCANGAN PERMAINAN INTERAKTIF SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPERKENALKAN DUNIA INDUSTRI PADA SISWA SMA Vivi Triyanti, Christine Natalia SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 UNTUK INDUSTRI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PANGAN Wawan Kurniawan PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI MODEL DAN SIMULASI DARI SUATU SISTEM Anastasia Widya Wati B SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN RANTAI PASOK KOPERASI PENGOLAHAN SUSU X DI JAWA BARAT Rina Fitriana, Taufik Djatna PENERAPAN SIMULASI PADA PERUSAHAAN BERBASIS LEAN Arie Respama Putra PENGUKURAN KINERJA CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) CDMA ESIA MENGGUNAKAN CRM SCORECARD PADA PT BAKRIE TELECOM Tbk. Didien Suhardini dan Suci Lestari MODEL OPTIMASI PERFORMANCE BATERAI MANGAN TIPE GENERAL PURPOSE DENGAN PENDEKATAN METAMODEL REGRESI POLINOMIAL MELALUI RESPONSE SURFACE METHODOLOGY Alwi Fauzi KINERJA EFISIENSI BIAYA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Nazmil Umri, Rachmad Hidayat, Issa Dyah Utami
Diterbitkan oleh : JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS TRISAKTI Jurnal TI
Vol. 1
No.2
Halaman 125-223
Jakarta, Juli 2011
ISSN 1411-6340
ISSN 1411 - 6340
Jurnal Teknik Industri JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI Volume 1 Nomor 2, Juli 2011 Penanggung Jawab
: Prof Dr. Ir. Dadan UD, DEA
Dewan Penyunting: Ketua Wakil Ketua
: Parwadi Moengin, Ph.D : Rahmi Maulidya ST, MT
Mitra Bestari : 1. Dr. Ferry Jie (RMIT, AUSTRALIA) 2. Prof. DR. Zuraidah Mohd. Zain (UNIMAP, MALAYSIA) 3. Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim (Institut Teknologi Bandung, INDONESIA) 4. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA) 5. Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, INDONESIA) 6. Dr. Pudji Asuti (Universitas Trisakti, INDONESIA) 7. Prof. Ir. Nyoman Pujawan, Ph.D (ITS, Surabaya) 8. Prof. Dr. Ir. Yuri T Zagloel (Universitas Indonesia, INDONESIA) 9. Prof. Dr. Ir. Marimin (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA) 10. Dr. Ir. The Jin Ai (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, INDONESIA) Anggota Sidang Penyunting : 1. Dr. Ir. Docki Saraswati, M.Eng 2. Ir. Didien Suhardini, Ph.D 3. Dr. Ir. Tiena G. Amran Penyunting Pelaksana : 1. Ir. Iveline Anne Marie, MT 2. Rina Fitriana, ST, MM 3. Dian Mardi Safitri, ST, MT
4. Ir. Sumiharni Batubara, M.Sc 5. Ir. Triwulandari SD, MM 6. Dedy Sugiarto, SSi, MM 4. 5. 7. 8.
Dadang Surjasa, SSi, MT Ir. Nora Azmi, MT Dra. Nurlailah Badariah, MM Wisnu Sakti Dewobroto, ST, MSc
Sekretaris Layout Sirkulasi
: Wijie Junarwati, ST : Sonny Sugiarto : Helmy Fauzan
Penerbit
: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri-Universitas Trisakti
Alamat Penerbit/Redaksi
: Gedung Heri Hartanto Lantai 5 JL. Kyai Tapa no 1, Grogol, Jakarta Barat-11440 Telp.(021)5663232 ext.8407, Fax.(021)5605841 Email :
[email protected]
Jurnal Teknik Industri diterbitkan sejak bulan Oktober 2000 oleh Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti. Terbit tiga kali dalam setahun yaitu Maret, Juli dan Nopember. Redaksi menerima karangan ilmiah berupa hasil penelitian, survey dan telaah pustaka yang erat kaitannya dengan Bidang Teknik Industri. Ketentuan penulisan naskah dapat dilihat pada halaman belakang.
ISSN 1411 - 6340
Jurnal Teknik Industri JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI Volume 1 Nomor 2, Juli 2011
DAFTAR ISI 1.
Model Rencana Produksi Kaca Otomotif Dengan Metode Klasifikasi 125 ABC Untuk Menurunkan Tingkat Persediaan (Studi kasus di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.) Agus Ruhimat
-
132
2.
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja Industri Gula Triwulandari S. Dewayana, M. Syamsul Ma’arif, Sukardi, Sapta Raharja
133
-
145
3.
Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat Untuk Memperkenalkan 146 Dunia Industri Pada Siswa Sma Vivi Triyanti, Christine Natalia
-
154
4.
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 Untuk Industri Yang 155 Berhubungan Dengan Pangan Wawan Kurniawan
-
160
5.
Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi Model Dan Simulasi 161 Dari Suatu Sistem Anastasia Widya Wati B
-
167
6.
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok Koperasi Pengolahan Susu 168 X Di Jawa Barat Rina Fitriana, Taufik Djatna
-
180
7.
Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean Arie Respama Putra
181
-
188
8.
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (CRM) 189 CDMA Esia Menggunakan CRM Scorecard Pada PT Bakrie Telecom Tbk Didien Suhardini dan Suci Lestari
-
201
9.
Model Optimasi Performance Baterai Mangan Tipe General Purpose 202 Dengan Pendekatan Metamodel Regresi Polinomial Melalui Response Surface Methodology Alwi Fauzi
-
215
10.
Kinerja Efisiensi Biaya Dengan Metode Data Envelopment Analysis 216 (DEA) Nazmil Umri, Rachmad Hidayat, Issa Dyah Utami
-
223
Diterbitkan oleh : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti Jurnal TI
Vol. 1
No.2
Halaman 125-223
Jakarta, Juli 2011
ISSN 1411-6340
MODEL RENCANA PRODUKSI KACA OTOMOTIF DENGAN METODE KLASIFIKASI ABC UNTUK MENURUNKAN TINGKAT PERSEDIAAN (Studi kasus di PT. ASAHIMAS Flat Glass, Tbk.) Agus Ruhimat Production Planning and Inventory Control Division, PT. ASAHIMAS Flat Glass, Tbk.
ABSTRACT The paper discusses about the model of production plan for automotive glasses using the ABC classification method to reduce the supply level. The step being taken in this research is to classify each glass size based on each class and calculate the weight of primary factors influencing the accumulation of supply in form of cash value, risk of under supply and accuracy of estimate. The model of proposed production planning is based on the ABC classification method, and the result could direct the planning officer to conduct the different handling of supply for all glass sizes based on their actual condition. Using this model, we obtain the realistic figure of supply level according to the needs and after being verified the figure can be reduced and the model cab be applied. In this paper, we also conduct case study in a main producer of automotive glass in Indonesia, which is PT. AMG Tbk., which hereinafter is called AMG. AMG is a primary producer for automotive glass in Indonesia with a market share accounting for more than 80%. Currently, almost all automotive industries implement Lean concept which among other is known as Kanban system where the incoming goods should exact, either in time and in the quantity. AMG as the supplier of automotive glasses should anticipate the risk of under supply because of the lack of estimate accuracy or reliability of the production process; so far the production planning officer has set the policy in the supply level of 1,3 month in the end of the current month for all glass sizes with average value of supply per month reaching 20 billions rupiah. The figure is too big because it is the retained cash flow, so that the level of supply for 1.3 month should be reviewed. Keywords: ABC classification, level of supply, production planning.
1. PENDAHULUAN1 Industri otomotif merupakan industri skala besar baik dalam hal investasi maupun dalam hal penerapan ilmu dan teknologi terkini. Salah satu yang dikenal dengan nama TPS atau Toyota Production System dengan salah satu konsepnya Lean Manufacturing yang filosofinya menghilangkan semua bentuk pemborosan di semua lini perakitan termasuk persediaan dengan cara menghilangkan waktu dan material yang tak bermanfaat, menyesuaikan diri dengan peraturan lingkungan, dan menjadi organisasi
Korespondensi : Agus Ruhimat E-mail:
[email protected]
pembelajaran dan tim (a learning and teaming organization) (Preiss et.al, 2001). AMG masuk dalam sistem rantai pasok industri otomotif yaitu memproduksi kaca mobil dengan menguasai pangsa pasar dalam negeri lebih dari 80%. AMG menerima data peramalan jumlah mobil yang akan terjual dalam 6 bulan ke depan dari pabrikan otomotif dan karoseri serta jumlah kebutuhan spare-part kaca dari dealer. Data peramalan tersebut selanjutnya menjadi pemicu bagi AMG untuk menjalankan rencana produksi. Jenis produksi di AMG adalah continues flow process dimana biaya set-up akan sangat besar. sangat
Kaca otomotif memiliki ukuran yang bervariasi mengikuti design
Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat)
125
mobilnya. Dalam satu mobil terdapat sekitar 6 jenis ukuran kaca berbeda sehingga saat ini terdapat ratusan ukuran kaca yang harus disediakan untuk melayani semua jenis kendaraan yang masih diproduksi ataupun untuk spare-part. Volume permintaan untuk jenis kendaraan yang sudah tidak diproduksi sangat kecil namun memiliki variasi ukuran kaca yang banyak dan akurasi permintaan yang tidak baik. Volume produksi yang kecil dapat mengakibatkan biaya produksi tinggi akibat kehilangan waktu saat set-up pergantian ukuran kaca dan akan berpengaruh terhadap stabilitas kualitas. Untuk menurunkan biaya produksi, variasi ukuran kaca tersebut perlu dikelompok-kelompokan kedalam beberapa ukuran kaca yang lebih besar sehingga didapat minimum lembar kaca per sekali produksi yang dinamakan supply-size. Saat ini terdapat sekitar 430 ukuran supply-size kaca yang merupakan hasil pengelompokan dari sekitar 750 ukuran pesanan (ordersize). Hasil pengelompokan tersebut selanjutnya masuk ketahap pembuatan rencana produksi make-to-stock dengan kebijakan tingkat sediaan 1,3 bulan pada setiap akhir bulan berjalan. Tingkat persediaan 1,3 bulan tersebut setara dengan 20 milyar rupiah yang dipandang sebagai cash-flow perusahaan yang tertahan sehingga harus ditekan sekecil mungkin, namun rendahnya persediaan tersebut tidak boleh menyebabkan barang kurang atau sebaliknya yang diakibatkan oleh akurasi permintaan yang kurang baik. Oleh karena itu dibutuhkan rencana produksi yang agil. Agility harus memiliki kecepatan respon baik fisik maupun finansial terhadap kejadian yang tidak diharapkan termasuk perubahan permintaan. Kaca otomotif terdiri dari dua jenis yaitu Laminated untuk kaca depan dan Tempered untuk kaca samping dan belakang. Rencana produksi untuk kedua jenis kaca tersebut selanjutnya dikirim ke bagian Produksi untuk realisasi produk. Proses produksi kaca otomotif sangat sensitif terhadap defect atau gangguan teknis lainnya yang menyebabkan tingkat kesulitannya cukup tinggi, saat terjadi gangguan jadwal produksi bisa berubah
126
menjadi lebih cepat atau mundur dari rencana awal. Reliability sangat berhubungan dengan kemampuan produksi menghasilkan produk yang bebas gangguan, dengan demikian tingkat persediaan minimal harus 1 bulan kedepan, dengan asumsi Reliability process tidak bisa dihilangkan sehingga bisa mengakibatkan jenis kaca tertentu diproduksi di akhir bulan atau dengan kata lain jika Reliability tidak baik maka sudah dilakukan antisipasi ada ukuran kaca tertentu yang baru bisa diproduksi pada saat akhir bulan. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memodelkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap akumulasi persediaan dan melakukan klasifikasi berdasarkan nature-nya sehingga petugas perencana produksi dapat melakukan tindakan berbeda untuk tiap jenis kelompok. Diharapkan dengan adanya model rencana produksi tersebut diperoleh tingkat persediaan yang minimal dengan tidak mengkorbankan kritikalitas pengiriman ke konsumen sehingga membantu perusahaan dalam hal memperpendek cashflow dan meminimalkan waste, untuk masyarakat umum penelitian ini bisa bermanfaat dalam memperkaya ilmu pengetahuan dan bisa menjadi bahan untuk pengembangan lebih lanjut.
2. METODOLOGI Penelitian ini berdasarkan kondisi nyata pada perusahaan yang merupakan bagian dari mata rantai pasok industri otomotif yang sangat kritikal terhadap resiko berhentinya lini perakitaan konsumen. Konsep yang akan dicoba diterapkan dalam penelitian ini adalah Klasifikasi ABC dimana setiap bagian yang berkontribusi terhadap persediaan barang akan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C. Penelitian ini juga ditunjang oleh pendapat para pakar terutama dari internal perusahaan yang biasa berkecimpung dalam perencanaan produksi. Informasi dari kondisi nyata, konsepkonsep, dan pengetahuan pakar tersebut selanjutnya menjadi bahan untuk menganalisa sistem dimana di dalamnya
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
ada analisa kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem/diagram inputoutput (Gambar 1 dan 2).
dengan adanya klasifikasi ini seorang manajer dapat lebih fokus terhadap persediaan yang memiliki nilai uang yang tinggi karena akan berpengaruh terhadap cost management (Stanford, 2007).
Klasifikasi ABC bisa memberikan analisa kerangka kerja yang penting untuk mengorganisir dan mengontrol persediaan, Kondisi Nyata
KonsepKonsep
Pengetahuan Pakar
ANALISIS SISTEM 1.Analisis Kebutuhan 2.Formulasi Masalah 3.Identifikasi Sistem Diagram Input-Output [A]
RANCANG BANGUN MODEL 1.Sub Model Peramalan 2.Sub Model Perencanaan 3.Sub Model Produksi
VERIFIKASI & VALIDASI MODEL
BISA DIAPLIKASIKAN
SELESAI
Gambar 1. Metodologi Penelitian
MASUKAN TERKENDALI: 1. Peramalan permintaan 2. Tingkat Persediaan 3. Design ukuran supply vs order
MASUKAN TIDAK TERKENDALI: 1. Aktual permintaan 2. Reability Process produksi
MODEL PERENCANAAN PRODUKSI
HASIL YANG DIKEHENDAKI: Nilai persediaan yang turun
HASIL YANG TIDAK DIKEHENDAKI: Pekerjaan administrasi bertambah banyak
Gambar 2. Diagram Input-Output
Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat)
127
Tahapan selanjutnya membuat rancang bangun model dimana dibuat sub model peramalan permintaan dan perencanaan produksi dengan dibantu klasifikasi ABC dalam pengelompokan data. Setelah model didapat dilakukan verifikasi dan validasi model dengan cara mencoba aplikasikan terhadap aktual perencanaan produksi bulan Dec 2010 dan setelah dipastikan bisa diaplikasikan maka penelitian ini selesai. Diagram Input-Output dibutuhkan untuk menjelaskan masukan-masukan ke dalam model dan keluaran dari model, baik untuk yang terkendali/tidak terkendali atau yang diharapkan/tidak diharapkan sehingga struktur penelitian bisa lebih jelas. Penelitian ini dibatasi hanya pada proses pembuatan rencana produksi dengan faktor reliability process diasumsikan 1 bulan sebagai cycle stock minimal.
3. ANALISA SISTEM Industri otomotif menerapkan Lean Manufacturing yang salah satunya dikenal dengan istilah just-in-time (JIT) dimana pabrikan otomotif tidak memiliki persediaan karena pemasok diharuskan mengirimkan bahan baku yang tepat jumlah dan tepat waktu sehingga keterlambatan pasokan dapat mengakibatkan lini perakitan konsumen berhenti sama sekali yang bisa sangat mahal kompensasinya dan merusak reputasi pemasok. Mengingat resiko barang kurang yang demikian besar maka sewajarnya perencana produksi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi sehingga
menerapkan 1,3 bulan persediaan pada posisi akhir bulan. Namun demikian tingginya persediaan tidak baik untuk cashflow berusahaan karena merupakan aset yang tertunda. Sehingga perlu dicari cara pembuatan rencana produksi yang dapat memenuhi keduanya yaitu tidak menyebabkan barang kurang dan dengan jumlah yang sekecil mungkin. Konsep yang akan dicoba diterapkan dalam penelitian ini adalah Klasifikasi ABC dimana setiap bagian yang berkontribusi terhadap persediaan barang akan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C. Penelitian ini juga ditunjang oleh pendapat para pakar terutama dari internal perusahaan yang terbiasa berkecimpung dalam perencanaan produksi. Masukan dari kondisi nyata, konsep-konsep, dan pengetahuan pakar tersebut selanjutnya menjadi bahan untuk menganalisa sistem dimana di dalamnya ada analisa kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem/diagram input-output (Gambar 1 dan 2). Pengukuran resiko bisa dilakukan dengan adanya klasifikasi tersebut, sehingga bisa ditentukan persediaan mana yang bisa ditekan sekecil mungkin dan mana yang tetap dipertahankan pada tingkat tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat persediaan diidentifikasi sebagai berikut : 1. Nilai uang persediaan, 2. Resiko barang kurang, dan 3. Akurasi peramalan. Ketiga faktor tersebut yang akan dimodelkan dalam penelitian ini sehingga diperoleh keluaran model perencanaan produksi.
Aktual Permintaan Akurasi peramalan
Nature Industri Otomotif
Peramalan Permintaan
Rencana Produksi
Produksi
Kebijakan tingkat persediaan
Inventory
Diterima Konsumen
Nilai persediaan Kritikalitas Fisik Data
Gambar 3. Continues System Persediaan
128
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
4. RANCANG BANGUN MODEL Penelitian ini menggunakan data masa lalu periode Oktober-Nopember 2010 yang diperoleh dari internal perusahaan. Dari data tersebut dipetakan distribusi ke dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C. 4.1. Sub model Nilai Uang Nilai uang diperoleh dari jumlah permintaan dikalikan dengan harga jual kaca tersebut. Pada tabel 1 di bawah terlihat bahwa 80% dari nilai persediaan hanya
diwakili oleh 70 ukuran kaca (A) senilai 26 Milyar, sementara 20% dari nilai persediaan adalah akumulasi dari 354 ukuran kaca (B & C) senilai 6 Milyar. Petugas perencana produksi hendaknya menetapkan tingkat persediaan untuk kategori A sekecil mungkin karena akan sangat berpengaruh terhadap nilai uang persediaan yang tertahan kebalikannya untuk kategori C memiliki keleluasaan untuk menaikan persediaan karena nilai uangnya tidak begitu besar.
Tabel 1. Kategori Nilai Persediaan NILAI UANG A B C Grand Total
Data Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT 80% 70 8.702.933.458 14% 86 1.541.946.162 5% 268 589.057.887 100% 424 10.833.937.507
4.2. Sub model Level)
Kritikalitas
(Service
Kritikalitas adalah seberapa besar resiko yang akan terjadi bila terjadi kekurangan pasokan ke konsumen. Komposisi pada kategori kritikalitas berbeda dengan nilai uang di atas, pada kategori ini terdapat 125 ukuran kaca yang tidak boleh terjadi kekurangan supply atau harus 100% (A), selanjutnya ada 95 ukuran kaca yang bilamana persediaan kurang akan mengakibatkan pabrik perubahan jadwal
produksi dan pengiriman bisa dijadwal ulang, dan ada 204 ukuran kaca yang pengirimannya bisa jadwal ulang baik di pabrik sendiri maupun di konsumen. Kebalikan dengan kategori nilai uang di atas, untuk kategori A petugas perencana produksi sebaiknya memiliki persediaan yang aman untuk menghindari berhentinya proses produksi di konsumen.
Tabel 2. Kategori Kritikalitas SERVICE LEVEL A B C Grand Total
Data Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT 83% 125,000 8.942.883.488 14% 95,000 1.463.019.437 4% 204,000 428.034.582 100% 424,000 10.833.937.507
4.3. Sub model Peramalan Peramalan adalah perkiraan kebutuhan dimasa depan yang dapat ditentukan secara matematis melalui data historis atau melalui kualitatif informal atau melalui kedua teknik tersebut. Peramalan sangat diperlukan untuk merencanakan yang akan datang, mengurangi faktor ketidakpastian, antisipasi dan mengelola perubahan, meningkatkan komunikasi dan integrasi, dan antisipasi persediaan, kapasitas, demand dan lead time.
Mengingat pentingnya peramalan maka akurasi peramalan perlu dicek, semakin buruk performansi peramalan maka harus semakin tinggi tingkat keamanan persediaannya. Akurasi peramalan dibagi ke dalam tiga kelas. Kelas A yang memiliki akurasi ± 5%, kelas B diantara 5% s/d 15%, kelas C > 15%. Besaran angka tersebut merupakan inisiatif awal saja untuk memisahkan data, selanjutnya bisa diperketat atau diperlonggar lagi sesuai dengan kebijakan
Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat)
129
perencana produksi. Akurasi terdapat dua jenis yaitu plus (+) dan minus (-), akurasi plus berarti pengiriman selalu lebih besar dari peramalan, akurasi minus adalah sebaliknya. Kedua jenis akurasi tersebut perlu dipisahkan karena sangat berbeda hasilnya.
Data akurasi diperoleh dari perbandingan antara peramalan permintaan dengan aktual permintaan selama 3 bulan berturut-turut sbb:
Tabel 3. Kategori Akurasi Peramalan AKURASI A B C Grand Total
Data Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT 43% 152 4.628.776.145 24% 41 2.577.296.012 33% 231 3.627.865.350 100% 424 10.833.937.507
Terlihat bahwa ada sejumlah 152 ukuran kaca yang memiliki penyimpangan ± 5% atau kategori A, 41 ukuran kaca masuk kategori B, dan 231 ukuran kaca masuk kategori C. Petugas perencana produksi harus memperhatikan ukuran kaca yang memiliki akurasi tidak baik, semakin tinggi persediaan maka akan semakin aman dari fluktuasi peramalan. Kebalikannya untuk akurasi yang baik (kelas A) maka persediaan bisa diturunkan seminimal mungkin.
fenomena Bullwip yaitu sebuah kondisi dimana persediaan di proses selanjutnya akan terus membesar dibandingkan kebutuhan sesungguhnya atau kebalikannya malah terjadi kekurangan barang, Nilai Persediaan 3 kali lebih penting; seperti yang telah dijelaskan pada tujuan penelitian ini, dan Kritikalitas 2 kali. Walaupun kritikalitas bobotnya ada di bawah akurasi namun sudah diamankan oleh adanya cycle-stock 1,0 bulan. Artinya jika Reliability process tidak baik sehingga ukuran kaca tertentu baru bisa diproduksi diakhir bulan maka perusahaan sudah memiliki persediaan pengaman. Oleh karena kebijakan persediaan perusahaan maksimal 1,3 bulan maka angka tersebut dijadikan batas maksimal, sementara batas minimalnya adalah 1,0 bulan atau tanpa persediaan pengaman. Berikut data pembagian target tingkat persediaan dan bobot untuk tiap sub model (faktor utama):
Menentukan Kombinasi 3 Faktor Utama Ketiga sub model tersebut perlu diformulasikan untuk menghasilkan sebuah angka tunggal mengenai status tiap ukuran kaca, caranya dengan dilakukan pembobotan untuk tiap sub model. Bobot Akurasi Peramalan adalah 5 kali lebih penting karena ini merupakan sumber utama dari kesalahan dalam perbuatan rencana produksi dan bisa mengakibatkan Tabel 4. Pembobotan Faktor Utama
Kelas FAKTOR UTAMA Nilai Uang Kritikalitas Akurasi min (-) Akurasi plus (+)
Tingkat Bobot Tinggi --> Rendah 2 Stopline --> Tidak 3 Bagus --> Jelek
5
A 1,1 1,3 1,0 1,0
B 1,2 1,2 1,0 1,2
C 1,3 1,1 1,0 1,3
Setiap ukuran kaca dapat dihasilkan statusnya dengan mengalikan Kategori (A, B, C) dengan Bobotnya sbb:
130
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Sehingga akan diperoleh nilai AAA, BBB, CCC, ABB, dst. Jika ada ukuran kaca statusnya ABC+ artinya nilai uangnya tinggi (A), kritikalitas bisa dijadwal ulang
(B), akurasi peramalan selalu plus (+) 15% (C). Dengan model di atas pada akhirnya tingkat persediaan dapat digambarkan dengan status berikut:
Tabel 5. Nilai tingkat persediaan dari status tiap ukuran kaca Kode AAAAAA+ AABAAB+ AACAAC+ ABAABA+ ABBABB+ ABCBAABAA+
Tingkat Persediaan 1,11 1,11 1,11 1,21 1,11 1,26 1,08 1,08 1,08 1,18 1,08 1,13 1,13
Kode BABBAB+ BAC BACBAC+ BBABBA+ BBBBBB+ BBCBBC+ BCA+ BCB-
Tingkat Persediaan 1,13 1,23 1,13 1,13 1,28 1,10 1,10 1,10 1,20 1,10 1,25 1,07 1,07
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa tingkat persediaan dapat bervariasi sesuai dengan faktor dominannya; tingkat persediaan paling rendah dimiliki adalah 1,07 (BAC+, BCB-), dan lain-lain. Variasi Tabel 6. Hasil simulasi Sesudah klasifikasi Saat ini 16.250.906.260 13.576.786.961 Dengan demikian model di atas sudah diverifikasi dan divalidasi bisa diaplikasikan dan hasilnya nyata yaitu turunnya nilai persediaan. Model yang dihasilkan tersebut juga bisa ditelusuri latar belakangnya daripada cara penentuan rencana produksi sebelumnya yaitu menyamakan semua tingkat persediaan sebesar 1,3 bulan untuk semua ukuran kaca.
5. KESIMPULAN Perhitungan dengan melakukan pembobotan akan diperoleh nilai yang realistis dimana sudah memperhitungkan semua resiko yang terlibat dan sesuai dengan kebutuhan saat itu. Petugas perencana produksi pun dapat memutahirkan data tersebut berdasarkan kondisi terbaru dan berdasarkan kecenderungan data.
Kode BCC BCCBCC+ BCX CAACAA+ CABCAB+ CAC CACCAC+ CAX CBA-
Tingkat Persediaan 1,07 1,07 1,22 1,07 1,15 1,15 1,15 1,25 1,15 1,15 1,30 1,15 1,12
Kode CBA+ CBBCBB+ CBCCBC+ CCACCA+ CCBCCB+ CCC CCCCCC+ CCX
Tingkat Persediaan 1,12 1,12 1,22 1,12 1,27 1,09 1,09 1,09 1,19 1,09 1,09 1,24 1,09
tingkat persediaan tersebut lebih realistis daripada dianggap sama untuk semua jenis ukuran kaca. Jika simulasi dijalankan terdapat penghematan uang sebesar 2,6 Milyar Rupiah tiap bulannya.
Penghematan uang 2.674.119.299 Dengan model perencanaan produksi di atas perusahaan dapat menurunkan nilai persediaan sehingga cashflow yang lebih lancar. Namun demikian metode klasifikasi dalam penelitian ini perlu diperbaiki lagi dengan mencari pembobotan dan nilai klasifikasi kelas yang lebih ilmiah berdasarkan kajian ilmiah dalam menentukan tingkat persediaan pengaman Selain hal tersebut kedepannya perlu diperluas untuk tidak hanya pada 3 faktor utama saja melainkan pada faktor lain misalkan biaya produksi yang timbul karena jumlah produksi yang tidak optimal, faktor reliability process seperti disinggung pada bagian pendahuluan, faktor kemudahan utilisasi ke ukuran kaca lain jika terjadi akurasi peramalan minus, dan faktor-faktor lainnya. Tentunya kendalakendala tersebut harus memakai metode
Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat)
131
Multi Criteria lainnya.
Decision
atau
metode
6. DAFTAR PUSTAKA [1] Preiss, Kenneth, Patterson, R., dan Merc Field, 2001, “The future direction of industrial enterprises” dalam “Maynard’s Industrial Engineering Handbook“, 5th ed, h-1.135.
132
[2] Stanford, R.E. dan W. Martin, 2007, Towards a normative model for inventory cost management in a generalized ABC classification system. Journal of the Operational Research Society. Vol 58 No. 7, hal. 2. [3] Zelbst, P.J., Green, K.W. Jr, Abshire, R.D., dan Victor E. Sower. 2010. Relationships among market orientation, JIT, TQM and agility, Industrial Management & Data Systems, Vol. 110 No. 5, hal 1.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
MODEL KONSEPTUAL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA INDUSTRI GULA Triwulandari S. Dewayana1, M. Syamsul Ma’arif2, Sukardi2, Sapta Raharja2 1 Magister Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti 2 Teknologi Industri Pertanian, Fateta, Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT Research related to the analysis of performance improvement (as used in a systematic process to identify performance, determine the desired performance targets, and to determine the priority of improvement at the sugar industry in Indonesia has not been done. This research aims to produce a conceptual model that can be used to analyze the sugar industry performance improvement. The model produced an integrated model to achieve the objectives of the analysis phase of performance improvement. The resulting model consists of five sub-models : 1) grouping, 2) performance measurement, 3) selection of the best performance, 4) analysis of best practices, and 5) determination of priorities for improvement. Keywords : conceptual model, analysis of performance improvement, sugar industry
1. PENDAHULUAN2 Industri gula Indonesia merupakan industri manufaktur yang berkembang pertama kali di Indonesia. Ditinjau dari aktivitas ekonomi, industri gula merupakan industri yang memberikan dampak ganda cukup signifikan secara nasional terhadap penciptaan output, pendapatan, nilai tambah dan tenaga kerja mengingat gula merupakan suatu komoditi pangan yang penggunaannya sangat luas. Berdasarkan analisis keterkaitan antara industri melalui analisis input-output menunjukkan bahwa secara nasional industri gula memiliki keterkaitan langsung dengan sektor-sektor dibelakangnya sebanyak 53 sektor (dari 172 sektor) dan keterkaitan langsung ke depan dengan 30 sektor. Hal ini menunjukkan bahwa gula selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir, juga diperlukan untuk mendorong peningkatan produksi industri-industri yang menggunakan gula sebagai bahan bakunya. Pada masa kejayaannya (tahun 1930an) Indonesia pernah menjadi negara eksportir gula ke dua di dunia setelah Kuba. Namun, sejak tahun 1967 Indonesia menjadi negara pengimpor gula untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan Korespondensi : 1 Triwulandari S. Dewayana E-mail :
[email protected]
ketersediaan pangan terhadap impor merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan pangan. Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi gula dalam negeri, termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum tercapai. Permasalahan yang dihadapi industri gula nasional ditandai dengan ketidakmampuannya untuk memenuhi kebutuhan gula yang dikonsumsi masyarakat maupun bahan baku industri. Kondisi lima tahun terakhir menunjukkan bahwa rerata ketergantungan Indonesia terhadap impor gula untuk memenuhi kebutuhannya mendekati 50%. Kajian lebih lanjut mengenai permasalahan yang dihadapi menunjukkan rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula (Stakeholder’s Pergulaan Nasional 2006; P3GI 2008; Effendi 2009) sebagai penyebabnya. Sink dan Thomas (1989) menyebutkan bahwa produktivitas dan efisiensi merupakan dua aspek penting dalam kinerja. Rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula saat ini dibandingkan pencapaian di tahun 1930-an menunjukkan bahwa produktivitas dan efisiensi pabrik gula berada di bawah potensi yang bisa dicapai. Oleh karena itu, perbaikan kinerja
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
133
industri gula merupakan hal yang potensial dilakukan. Perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pada umumnya terdapat lima tahap (Swanson 1996) yaitu 1) tahap analisis, 2) tahap desain, 3) tahap pengembangan, 4) tahap implementasi, dan 5) tahap evaluasi. Selanjutnya, Swanson (1996) menyebutkan bahwa tahap analisis merupakan tahap paling penting. Tujuan dari tahap analisis adalah untuk menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja. Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada pabrik gula di Indonesia menunjukkan bahwa penelitian yang berhubungan dengan analisis perbaikan kinerja (sebagai proses yang digunakan secara sistematis untuk mengidentifikasi kinerja, menentukan target kinerja yang diinginkan, dan untuk menentukan prioritas perbaikan) belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model konseptual yang dapat digunakan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja industri gula. Model yang dihasilkan merupakan model yang terintegrasi untuk mencapai tujuan dari tahap analisis perbaikan kinerja.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Kinerja Untuk menentukan kinerja perlu dilakukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja merupakan sub sistem dari manajemen kinerja (Cokins 2004; Halachmi 2005; Stiffler 2006; Baxter dan MacLeod 2008). Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai proses untuk mengkuantifikasi efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan (Tangen 2004; Olsen et al. 2007; Cocca dan Alberti 2010). Dikaitkan dengan manajemen operasional, Radnor dan Barnes (2007) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses mengkuantifikasi input, output, dan tingkat aktivitas dari suatu proses. Wibisono (1999) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja di perusahaan manufaktur pada level manajemen operasi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1) pengukuran kinerja taktis (competitive
134
priorities), 2).Pengukuran kinerja operasional (manufacturing task), dan 3). Pengukuran kinerja strategis (resource availability). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Craig dan Grant (2002) bahwa keunggulan bersaing suatu organisasi didukung oleh kemampuan sumber daya dan aktivitas rutin organisasi. Terdapat tiga aspek formal dari pengukuran kinerja (Spitzer 2007) yaitu 1) ukuran-ukuran (variabel yang diukur), 2) proses pengukuran (tahapan yang menunjukkan bagaimana cara melakukan pengukuran), dan 3) infrastruktur teknis (berupa hardware dan software komputer yang digunakan untuk mendukung proses pengukuran). Tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menilai keefektifan dari sistem pengukuran kinerja (Olsen et al. 2007) yaitu: 1).keterkaitan, 2).perbaikan terus-menerus, dan 3).pengawasan proses. Terkait dengan ukuran-ukuran (variabel) yang diukur, Medori dan Steeple (2000) menyatakan bahwa pada semua framework pengukuran kinerja yang telah dihasikan, pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal memberikan panduan terhadap pemilihan variabel kinerja yang akan diukur. Denton (2005) menyatakan bahwa meskipun banyak hal yang dapat diukur tetapi lebih penting untuk mengukur hal yang spesifik dan relevan. Berdasarkan pengalaman implementasi pada beberapa perusahaan di Indonesia ditinjau dari aspek kepraktisan dan nilai tambah yang diberikan, Wibisono (2006) menyatakan bahwa pendekatan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam menentukan variabel kinerja yang akan diukur adalah dengan melakukan identifikasi variabel kinerja dari tiga perspektif yaitu 1) keluaran organisasi (business results), 2) proses internal (internal business processes), dan 3) kemampuan atau ketersediaan sumber daya (resources availability). Radnor dan Barnes (2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga kecenderungan umum dalam pengukuran kinerja yaitu 1) keluasan dari unit analisis (level individu, stasiun kerja, lini produksi, unit bisnis, perusahaan), 2) kedalaman ukuran kinerja (keterkaitan variabel
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
kinerja), 3) peningkatan range ukuran kinerja (misalnya dari efisiensi menjadi efisiensi dan efektivitas). Dalam hal range ukuran kinerja, beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya keterbatasan dalam model pengukuran kinerja pabrik gula karena hanya dilakukan dengan menggunakan range ukuran kinerja yang sempit yaitu 1).Produktivitas (Yusnitati (1994) dan Manalu (2009) terkait dengan kinerja output per input, 2).Efisiensi produksi (Siagian, 1999) terkait dengan kinerja proses, dan 3).Efisiensi teknis (LPPM IPB, 2002) terkait dengan kinerja proses. Berdasarkan kedalaman ukuran kinerja, pada penelitian terdahulu tidak memperhatikan keterkaitan ukuran kinerja. Hal ini dapat menyebabkan upaya perbaikan yang dilakukan tidak menghasilkan perbaikan kinerja yang signifikan. Selain itu, jika merujuk pada pernyataan Olsen et al. (2007) dapat menyebabkan berkurangnya keefektifan sistem pengukuran kinerja. Kerangka kerja proses pengukuran kinerja perlu diperbaiki secara kontinu dengan mempertimbangkan berbagai model pengukuran kinerja yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi (Nenadal 2008). Beheshti dan Lollar (2008) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan keputusan penting yang sering menggunakan informasi subyektif. Perbedaan satuan pada setiap ukuran kinerja yang digunakan menyebabkan proses aggregasi ukuran kinerja menjadi rumit. Oleh karena itu model keputusan yang memanfaatkan logika fuzzy dapat memberikan solusi yang logis. Chan et al. (2002) mengusulkan penggunaan logika fuzzy dalam evaluasi kinerja dan Unahabhokha et al. (2007) menggunakan pendekatan fuzzy expert system untuk memprediksi nilai kinerja. Terkait dengan infrastruktur yang digunakan dalam pengukuran kinerja, Santos et al. (2007) menunjukkan adanya variasi infrastruktur yaitu secara manual dan pemanfaatan sistem informasi. Marchand dan Raymond (2008) menunjukkan pergeseran dalam pemanfaatan sistem informasi untuk
pengukuran kinerja, yaitu dari sistem informasi eksekutif (1980-1999) ke Sistem Intelijen ( 2000-saat ini). Selain itu, Denton (2010) menyebutkan bahwa intranet dan internet dapat digunakan untuk meningkatkan pengelolaan dan pengukuran kinerja. 2.2 Penentuan Target Kinerja Sistem pengukuran kinerja merupakan kunci untuk memandu dan menguji hasil dari proses perbaikan, tetapi tidak mengindikasikan bagaimana suatu proses harus diperbaiki. Salah satu pendekatan yang dapat membantu melengkapi hal tersebut adalah benchmarking. Dattakumar (2003) menyimpulkan bahwa pendekatan benchmarking dapat digunakan untuk perbaikan terus menerus. Hasil review Grunberg (2003) terhadap metoda-metoda yang digunakan untuk perbaikan kinerja aktivitas operasional pada perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa pendekatan benchmarking juga memungkinkan untuk digunakan. Aplikasi benchmarking dalam perbaikan kinerja telah banyak dilakukan. Dimulai pada akhir 1970 oleh Xerox Corporation yang memutuskan untuk membandingkan operasional perusahaan dengan L.L. Bean yang memiliki produk yang berbeda namun memiliki karakteristik fisik yang sama (Tucker et al. 1987 dalam Elmuti dan Yunus 1997). Oleh karena itu, pengelompokan organisasi yang memiliki karakteristik yang serupa perlu dilakukan sebelum proses benchmarking. Pengelompokan organisasi yang memiliki karakteristik yang serupa dapat dilakukan dengan menggunakan metode clustering. Xu & Wunsch (2009) menyatakan bahwa pengelompokan (clustering) obyek kedalam beberapa kelompok (cluster) yang mempunyai sifat yang homogen atau dengan variasi sekecil mungkin diperlukan untuk memudahkan analisis data. Terdapat dua tahapan yang harus dilakukan dalam analisis cluster yaitu 1) memutuskan apakah jumlah cluster ditentukan atau tidak dan 2) menentukan algoritma yang akan digunakan dalam
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
135
clustering. Untuk memutuskan berapa jumlah cluster yang akan dibentuk, Sadaaki et al. (2008) menyebutkan bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu supervised (jika jumlah cluster ditentukan) dan unsupervised (jika jumlah cluster tidak ditentukan/alami). Gan et al. (2007) menyatakan bahwa dalam melakukan analisis clustering dapat memilih satu diantara 2 pendekatan yaitu 1) Hard Clustering atau 2) Soft Clustering (dikenal juga sebagai fuzzy clustering). Pemilihan pendekatan yang digunakan tergantung jenis data yang akan dikelompokkan. Hard Clustering digunakan apabila data berbentuk Crips sedangkan soft clustering digunakan apabila data berbentuk fuzzy. Metode yang dapat digunakan pada pendekatan Hard Clustering (Gan et al. 2007) yaitu 1). Non-Hierarchical clustering (Partisional Clustering) dan 2). Hierarchical Clustering. Pada metode NonHierarchical clustering, terdapat 3 cara untuk mengelompokkan data dalam satu cluster yaitu 1).sequential threshold, 2).parallel threshold, dan 3).Optimization. Sedangkan dalam metode Hierarchical Clustering, Xu dan Wunsch (2009) menyatakan bahwa terdapat dua tipe dasar yaitu 1).penyebaran (divisive), dan 2).pemusatan (agglomerative). Tipe divisive memulai pengelompokkan dari cluster yang besar (terdiri dari semua data) kemudian data yang paling tinggi ketidaksesuaiannya dipisahkan dan seterusnya. Sedangkan tipe agglomerative memulai pengelompokkan dengan menganggap setiap data sebagai cluster kemudian dua cluster yang mempunyai kesesuaian digabungkan menjadi satu cluster dan seterusnya. Terdapat lima cara untuk menggabungkan antar cluster yaitu 1) single linkage (berdasarkan jarak terkecil), 2) complete linkage (berdasarkan jarak terjauh), 3) centroid method (berdasarkan jarak centroid), 4) average linkage (berdasarkan berdasarkan rata-rata jarak), dan 5) ward’s method (berdasarkan total sum of square dua cluster). Pemilihan pendekatan ditentukan berdasarkan kesesuaian dengan permasalahan yang dihadapi.
136
Hasil yang dicapai melalui penerapan praktek terbaik dari L.L. Bean adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas (Tucker et al. 1987 dalam Yasin 2002). Selain itu, menurut Dragolea dan Cotirlea (2009) manfaat benchmarking antara lain yaitu 1) perbaikan terus menerus untuk mencapai kinerja yang lebih baik menjadi budaya organisasi, 2) meningkatkan pengetahuan terhadap kinerja produk dan jasa, dan 3) membantu dalam memfokuskan sumberdaya untuk mencapai target. Pierre dan Delisle (2006) mengusulkan sistem diagnosa berbasis pengetahuan pakar untuk melakukan benchmarking kinerja. Organisasi atau perusahaan yang berbeda memiliki metoda benchmarking sendiri, namun apapun metode yang digunakan, langkah-langkah utamanya adalah sebagai berikut : 1) pengukuran kinerja dari varibel-variabel kinerja terbaik pada kelompoknya relatif terhadap kinerja kritikal; 2).penentuan bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai; dan 3).penggunaan informasi untuk pengembangan dan implementasi dari rencana peningkatan (Omachonu dan Ross 1994 dalam Elmuti dan Yunus 1997). Hal tersebut sejalan dengan tujuan dari analisis perbaikan kinerja. Sebelum melakukan identifikasi bagaimana tingkat kinerja dicapai (praktek terbaik), perlu dilakukan pemilihan kinerja terbaik dalam kelompoknya. Proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai suatu cara pemecahan masalah dikenal sebagai pengambilan keputusan. Berdasarkan jumlah kriteria yang digunakan, maka persoalan keputusan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu persoalan keputusan dengan kriteria tunggal dan kriteria majemuk (multikriteria). Pengambilan Keputusan Multikriteria (MCDM) didefinisikan Kusumadewi et al. (2006) sebagai suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Yoon (1981) dalam Kusumadewi et.al.(2006) menyatakan bahwa masalah MCDM tidak selalu memberikan suatu
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
solusi unik, perbedaan tipe bisa jadi akan memberikan perbedaan solusi. Adapun jenis-jenis solusi pada masalah MCDM (Kusumadewi et al. 2006) yaitu : 1) solusi ideal, 2) solusi non-dominated (solusi Pareto-optimal), 3) solusi yang lebih disukai , dan 4) solusi yang memuaskan. Pada solusi ideal, kriteria atau atribut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kriteria yang nilainya akan dimaksimumkan (kategori kriteria keuntungan), dan kriteria yang nilainya akan diminimumkan (kategori kriteria biaya). Solusi ideal akan memaksimumkan semua kriteria keuntungan dan meminimumkan semua kriteria biaya (Daellenbach dan McNickle 2005). Solusi feasible MCDM dikatakan non-dominated jika tidak ada solusi feasible yang lain yang akan menghasilkan perbaikan terhadap suatu atribut tanpa menyebabkan degenerasi pada atribut lainnya. Solusi yang memuaskan adalah himpunan bagian dari solusi-solusi feasible dimana setiap alternatif melampaui semua kriteria yang diharapkan. Zimmermann (1991) dalam Kusumadewi et al. (2006) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, MCDM dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective Decision Making (MODM). MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret, sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalahmasalah pada ruang kontinyu. Secara umum dapat dikatakan bahwa MADM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif, sedangkan MODM merancang alternatif terbaik. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah MADM, antara lain yaitu : 1) Simple Additive Weighting Method (SAW), 2) Weighted Product (WP), 3) ELimination Et Coix Traduisant la realitE (ELECTRE), 4)Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), dan 5)Analytic Hierarchy Process (AHP). Untuk melakukan pemilihan terhadap organisasi yang berkinerja terbaik (menjadi best in class), Laise (2004) berpendapat bahwa pendekatan tradisional yang
digunakan untuk menentukan organisasi yang menjadi best in class yaitu pendekatan ranking memiliki kelemahan. Pada pendekatan tradisional (Laise, 2004), permasalahan benchmarking dengan banyak kriteria diselesaikan dengan mengkonstruksi suatu indikator dengan merata-ratakan semua score yang diperoleh suatu organisasi atas ukuran-ukuran yang berbeda. Rata-rata merupakan suatu ukuran kecenderungan terpusat dari suatu kelompok data dan cukup mewakili jika data mempunyai suatu variabilitas yang rendah, tetapi jika dilakukan pengamatan dengan variabilitas tinggi, rata-rata bukan ukuran yang baik. Menggunakan rata-rata dapat menghilangkan informasi yang pantas dipertimbangkan dan oleh karena itu tidak cocok digunakan untuk membuat perbandingan. Selanjutnya, Laise (2004) mengusulkan penggunaan metode yang merupakan pengembangan dari konsep outranking yaitu ELECTRE. Metode ELECTRE merupakan kelompok dari algoritma yang dikembangkan dalam Operational Research (Roy 1985; Vincke 1992; Roy dan Bouyssou 1993; Pamerol dan Barba-Romero 2000). ELECTRE menurut Kusumadewi et.al.(2006) didasarkan pada konsep perankingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada kriteria yang sesuai. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa. Jafari et al. (2007) mengusulkan kerangka kerja untuk memilih metode penilaian kinerja terbaik menggunakan SAW. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Kusumadewi et.al., 2006). Kelemahan pada metode SAW yaitu memerlukan proses normalisasi matriks keputusan ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode lain yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
137
organisasi yang menjadi best in class dan memperoleh solusi ideal adalah PROMETHEE. PROMETHEE (Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation) termasuk dalam keluarga metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy (1985). Metodologi Multicriteria outranking merupakan pengembangan dari pendekatan tradisional dalam menentukan perusahaan yang memiliki kinerja terbaik. Metoda tersebut dapat menghindari kekurangan dari metoda tradisional yang hanya berdasarkan pada agregasi kumpulan mono kriteria. PROMETHEE merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan urutan atau prioritas dari beberapa alternatif dalam permasalahan yang menggunakan multi kriteria. PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk menangani banyak perbandingan dan memudahkan pengguna dengan menggunakan data secara langsung dalam bentuk tabel multikriteria sederhana. Pengambil keputusan hanya mendefinisikan skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan preferensi untuk setiap kriteria dengan memusatkan pada nilai (value), tanpa memikirkan metoda perhitungannya. 2.3 Penentuan Prioritas Perbaikan Langkah kedua dalam proses benchmarking adalah penentuan bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai. Oleh karena itu, praktek terbaik perlu diidentifikasi sebagai masukan untuk perbaikan kinerja. Asrofah et al. (2010) menyimpulkan bahwa hasil identifikasi praktek terbaik berkontribusi pada efektivitas benchmarking di perusahaan manufaktur Indonesia. Reddy dan McCarthy (2006) menegaskan bahwa praktek terbaik perlu dipromosikan setidak-tidaknya dengan memanfaatkan database yang dapat diakses oleh pihak yang memerlukan. Faktor yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi praktek terbaik (Ungan, 2007) yaitu kodifikasi, kompleksitas, dan kesesuaian. Praktek terbaik dapat didefinisikan dalam tiga level (Jaffar dan Zairi, 2000) yaitu 1).ide yang baik (unproven); 2).praktek yang baik; dan 3).praktek terbaik (proven). Ide yang baik – belum dibuktikan secara empiris dan perlu dilakukan analsis
138
untuk memastikan ide tersebut akan berdampak positif pada kinerja organisasi. Praktek yang baik – berupa teknik, metodologi, prosedur, atau proses yang telah diimplementasikan dan telah meningkatkan kinerja organisasi. Praktek terbaik – praktek yang baik yang telah ditetapkan sebagai pendekatan terbaik bagi banyak organisasi berdasarkan hasil analisis data kinerja. Maire et al. (2005) mengembangkan model untuk mengidentifikasi praktek terbaik didasarkan pada prinsip yang serupa dengan Quality Function Deployment (QFD). Namun, model yang dirancang hanya dapat digunakan pada proses dan bukan pada produk jadi. Southard dan Parente (2007) mengembangkan metoda baru yang digunakan untuk proses evaluasi dalam perbaikan kinerja berdasarkan pada pengetahuan internal yang dimiliki. Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi praktek terbaik adalah Root Cause Analysis (RCA). RCA merupakan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi faktor-faktor berpengaruh pada satu atau lebih kejadiankejadian yang lalu agar dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja (Corcoran, 2004). Selain itu, pemanfaatan RCA dalam analisis perbaikan kinerja menurut Latino dan Kenneth (2006) dapat memudahkan pelacakan terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja. Root Cause(s) adalah bagian dari beberapa faktor (kejadian, kondisi, faktor organisasional) yang memberikan kontribusi, atau menimbulkan kemungkinan penyebab dan diikuti oleh akibat yang tidak diharapkan. Terdapat berbagai metode evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause) suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome). Jing (2008) menjelaskan lima metode yang populer untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause) suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome) dari yang sederhana sampai dengan komplek yaitu : 1) Is/Is not comparative analysis, 2) 5 Why methods, 3) Fishbone diagram, 4) Cause and effect matrix, dan 5) Root Cause Tree.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Is/Is not comparative analysis merupakan metoda komparatif yang digunakan untuk permasalahan sederhana, dapat memberikan gambaran detil apa yang terjadi dan telah sering digunakan untuk menginvestigasi akar masalah. 5 Why methods merupakan alat analisis sederhana yang memungkinkan untuk menginvestigasi suatu masalah secara mendalam. Fishbone diagram merupakan alat analisis yang populer, yang sangat baik untuk menginvestigasi penyebab dalam jumlah besar. Kelemahan utamanya adalah hubungan antar penyebab tidak langsung terlihat, dan interaksi antar komponen tidak dapat teridentifikasi. Cause and effect matrix merupakan matriks sebab akibat yang dituliskan dalam bentuk tabel dan memberikan bobot pada setiap faktor penyebab masalah. Root Cause Tree merupakan alat analisis sebab-akibat yang paling sesuai untuk permasalahan yang kompleks. Manfaat utama dari alat analisis tersebut yaitu memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan diantara penyebab masalah. Chandler (2004) dalam Ramadhani et.al (2007) menyebutkan bahwa dalam memanfaatkan RCA terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : 1) mengidentifikasi dan memperjelas definisi undesired outcome (suatu kejadiaan yang tidak diharapkan), 2) mengumpulkan data, 3) menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event and causal factor table, dan 4) lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk mengidentifikasi root causes yang paling kritis. Selanjutnya, langkah ketiga dari benchmarking adalah penggunaan informasi untuk pengembangan dan implementasi dari rencana peningkatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan prioritas perbaikan. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui perbaikan yang perlu memperoleh prioritas, kemudian saran berdasarkan hasil analisis praktek terbaik diberikan. Laugen et al. (2005) menyebutkan bahwa praktek terbaik yang menyebabkan kinerja terbaik seringkali sulit untuk diidentifikasi. Davies (2000) mengusulkan pendekatan terstruktur (diagnostic) untuk memilih praktek terbaik berdasarkan pada kekuatan hubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan model konseptual analisis perbaikan kinerja industri gula dilakukan tahapan sebagai berikut : 1.
2. 3. 4.
Melakukan kajian terhadap berbagai buku referensi, jurnal-jurnal, laporan penelitian terdahulu, pendapat para pakar serta sumber lain yang dipandang akurat dan relevan. Identifikasi sub model berdasarkan tujuan tahap analisis perbaikan kinerja. Identifikasi keterkaitan antar sub model. Identifikasi pendekatan yang digunakan untuk setiap sub model.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Model konseptual analisis perbaikan kinerja pabrik gula (PG) yang dirancang bangun terdiri dari 5 (lima) submodel yaitu: 1)Sub model pengelompokan; 2)Sub model pengukuran kinerja; 3)Sub model pemilihan kinerja terbaik; 4)Sub model analisis praktek terbaik; dan 5)Sub model penentuan prioritas perbaikan. Adapun secara ringkas model konseptual ditunjukkan pada Gambar 1.
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
139
Gambar 1. Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja Industri Gula 4.1 Model Pengelompokan Model pengelompokan bertujuan untuk mengelompokkan pabrik gula yang memiliki karakteristik yang serupa. Pengelompokan pabrik gula (PG) diperlukan untuk menyetarakan pabrik gula sehingga layak untuk diperbandingkan. Untuk mengelompokkan PG yang memiliki karakteristik serupa dapat dilakukan dengan mengelompokkan PG berdasarkan karakteristik pembeda pabrik gula. Adapun karakteristik yang membedakan antar pabdik gula yaitu metode yang digunakan dalam proses pemurnian dan skala pabrik gula. Input model berupa basis data yang diperlukan untuk pengelompokan pabrik gula. Output dari model pengelompokkan PG berupa alternatif kelompok PG sesuai dengan karakteristik pembeda pabrik gula beserta anggota kelompoknya. Pendekatan yang digunakan untuk mengelompokkan PG Merujuk pada Gan et al. (2007), Sadaaki et al. (2008), dan Xu dan Wunsch (2009) yaitu supervised clustering (jumlah kelompok ditentukan) khususnya Partitional clustering, cara untuk mengelompokkan data dalam satu cluster disesuaikan dengan skala penilaian yang digunakan. 4.2 Model Pengukuran Kinerja Kinerja yang akan diukur merujuk pada hasil penelitian Wibisono (1999, 2006), Radnor dan Barnes (2007), serta
140
Cocca dan Albeti (2010) yaitu kinerja strategis (kemampuan sumber daya), kinerja operasional (tugas-tugas manufaktur), dan kinerja taktis (prioritas kompetisi). Ukuran kinerja yang akan digunakan diidentifikasi dari range yang lebih luas yaitu produktivitas dan efisiensi. Hal tersebut juga sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh pabrik gula. Sedangkan untuk keterkaitan ukuran kinerja, identifikasi ukuran kinerja akan dilakukan dengan penyelarasan secara vertikal (terkait dengan visi, misi, dan strategi industri gula) dan penyelarasan secara horisontal (keterkaitan antar ukuran kinerja dengan pendekatan input-proses-output). Dalam hal jumlah ukuran kinerja yang akan digunakan, model pengukuran kinerja memperhatikan berbagai pendekatan pada penelitian terdahulu (Medori dan Steeple, 2000; Denton, 2005; Shahin dan Mahbod, 2007; Saunders et al., 2007; Parmenter, 2010). Selain itu, penelitian Gleich et al. (2008) dan Martin (2008) pada proses manufaktur menjadi masukan dalam mengidentifikasi ukuran kinerja. Kerangka kerja proses pengukuran kinerja dapat memanfaatkan logika fuzzy seperti yang diusulkan dalam penelitian Chan et al. (2002) dan Beheshti dan Lollar (2008). Hal ini dilakukan mengingat adanya perbedaan satuan yang digunakan pada setiap ukuran kinerja. Adapun infrastruktur
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
yang akan digunakan merujuk pada hasil penelitian Unahabhokha et al. (2007). Model pengukuran kinerja bertujuan untuk menentukan nilai kinerja setiap pabrik gula. Pengukuran kinerja yang dilakukan adalah untuk kinerja input, kinerja proses, dan kinerja output yang dinamakan kinerja strategis, kinerja operasional, dan kinerja taktis. Pengukuran kinerja dilakukan terhadap seluruh pabrik gula yang menjadi anggota untuk setiap alternatif kelompok pabrik gula. Oleh karena itu, alternatif keputusan pada model pengukuran kinerja pabrik gula adalah seluruh pabrik gula yang menjadi objek kajian yang telah dikelompokkan berdasarkan karakteristik pembeda pabrik gula (merupakan output dari model pengelompokan pabrik gula). Input model berupa basis data yang diperlukan untuk pengukuran kinerja. Output dari model pengukuran kinerja berupa nilai kinerja untuk setiap jenis kinerja pada seluruh anggota kelompok PG. Pendekatan yang digunakan dalam proses pengukuran kinerja pada model pengukuran kinerja adalah Fuzzy Expert System (FES). 4.3 Model Pemilihan Kinerja Terbaik Merujuk pada hasil penelitian Dattakumar (2003), Grundberg (2003), Pierre dan Delisle (2006), Gleich et al. (2008) serta hasil penelitian Tucker (1987) yang membuktikan bahwa pendekatan benchmarking dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan maka dalam penentuan target kinerja akan digunakan pendekatan benchmarking. Target kinerja ditentukan berdasarkan kinerja terbaik dalam kelompok (Tucker et. al. 1987). Model Pemilihan Kinerja Terbaik bertujuan untuk menentukan pabrik gula berkinerja terbaik secara keseluruhan maupun untuk setiap jenis kinerja (kinerja strategis, kinerja operasional, kinerja taktis) pada setiap kelompok pabrik gula. Hasil pemilihan pada setiap kelompok pabrik gula akan digunakan sebagai standar kinerja pembanding bagi setiap pabrik gula pada kelompok yang sama, baik untuk kinerja keseluruhan maupun per jenis kinerja. Nilai kinerja yang digunakan adalah nilai kinerja yang dihasilkan dari model pengukuran
kinerja yaitu nilai kinerja strategis, nilai kinerja operasional dan nilai kinerja taktis untuk seluruh pabrik gula yang menjadi anggota setiap alternatif kelompok. 4.3.1 Pemilihan Kinerja Terbaik secara keseluruhan Input model berupa basis data yang diperlukan untuk pemilihan kinerja terbaik secara keseluruhan. Output dari model berupa urutan (ranking/peringkat) pabrik gula dalam kelompok. Pemilihan kinerja terbaik secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan pendekatan PROMETHEE karena memiliki kesesuaian dengan permasalahan yang dihadapi dan sudah terbukti keunggulannya (seperti yang dikemukakan oleh Amran dan Kiki (2005), Prvlovic (2008), dan Triyanti dan Gadis (2008)). 4.3.2 Pemilihan Kinerja Terbaik Per Jenis Kinerja Input model berupa basis data yang diperlukan untuk pemilihan kinerja terbaik per jenis kinerja. Output dari model berupa urutan (ranking) pabrik gula per jenis kinerja dalam kelompok. Pemilihan kinerja terbaik per jenis kinerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan Sorting. Pendekatan Sorting menentukan urutan kinerja terbaik per jenis kinerja dengan melakukan perbandingan antar nilai kinerja per jenis kinerja untuk seluruh PG pada setiap kelompok PG. Nilai kinerja per jenis kinerja akan diurutkan dari yang nilainya terbesar sampai yang terkecil pada setiap kelompok. 4.4 Model Analisis Praktek Terbaik Prioritas perbaikan ditentukan berdasarkan praktek terbaik. Merujuk pada penelitian Jaffar dan Zairi (2000), maka analisis praktek terbaik merupakan praktek yang baik yang telah ditetapkan sebagai pendekatan terbaik bagi banyak PG. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan analisis praktek terbaik yang diusulkan dalam penelitian Maire et al (2005) dan Southard dan Parente (2007) memiliki kelemahan mengingat praktek terbaik yang dihasilkan masih terbatas pada praktek yang baik (dilihat dari definisi
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
141
praktek terbaik yang disimpulkan oleh Jaffar dan Zairi 2000). Model Analisis Praktek Terbaik bertujuan untuk mengidentifikasi praktek terbaik yang menghasilkan kinerja terbaik. Input model berupa basis data yang diperlukan untuk analisis praktek terbaik. Output dari model berupa keterkaitan antar ukuran kinerja yang digunakan dan faktor penyebab yang cukup penting untuk dipertimbangkan serta identifikasi praktek terbaik yang bisa dilakukan pabrik gula. Merujuk pada penelitian Corcoran (2004) dan Latino dan Kenneth (2006) maka pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis praktek terbaik adalah root cause analysis. Root cause analysis dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antar ukuran dan faktor (ukuran lain) yang menentukan kinerja. 4.5
Model Penentuan Perbaikan
Prioritas
Penentuan prioritas perbaikan bertujuan untuk menentukan prioritas perbaikan yang harus dilakukan oleh PG. Input model berupa basis data yang diperlukan untuk penentuan prioritas perbaikan. Output dari model berupa prioritas perbaikan yang harus dilakukan oleh PG terkait dengan ukuran kinerja. Penentuan prioritas perbaikan menggunakan pendekatan yang menyerupai framework yang dikembangkan oleh Davies dan Kochar (2000) berupa diagnostik atau penelusuran secara sistematis untuk memilih praktek terbaik. Penelusuran secara sistematis dilakukan pada setiap kelompok pabrik gula. Untuk setiap pabrik gula yang akan diperbaiki maka kinerja keseluruhan, kinerja setiap jenis kinerja, dan kinerja setiap ukuran kinerja akan diperbandingkan dengan kinerja pabrik gula lain dalam kelompoknya.
5. KESIMPULAN Analisis perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan model analisis perbaikan kinerja yang terdiri dari 5 (lima) sub model yaitu pengelompokan, pengukuran kinerja, pemilihan kinerja
142
terbaik, analisis praktek terbaik, dan penentuan prioritas perbaikan. Ke lima sub model dirancangbangun saling terkait dimana output dari model pengelompokan akan menjadi bagian dari input model pengukuran kinerja, output model pengukuran kinerja akan menjadi bagian dari input model pemilihan kinerja terbaik dan input model analisis praktek terbaik, serta output dari model pemilihan kinerja terbaik dan model analisis praktek terbaik menjadi bagian dari input model penentuan prioritas perbaikan. Oleh karena itu, model analisis perbaikan kinerja yang dirancangbangun merupakan model yang terintegrasi untuk mencapai tujuan dari analisis perbaikan kinerja yaitu penentuan kinerja, penentuan target kinerja, dan penentuan prioritas perbaikan.
6. DAFTAR PUSTAKA [1] Amran TG, Kiki S. 2005. Pemilihan Partner Potensial Bahan baku kimia produk Fatigon Kaplet berdasarkan metode AHP dan Promethee di PT. Dankos Laboratories TBK. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional Manajemen Kualitas ke-5. ISSN: 1907-0101-9-771907-010119. Jakarta. [2] Asrofah T, Zailani S, Fernando Y. 2010. Best Practices for the Effectiveness of Benchmarking in the Indonesian Manufacturing Companies. Benchmarking : An International Journal 17 (1) : 115 – 143. [3] Baxter LF, MacLeod AM. 2008. Managing Performance Improvement. New York : Routledge. [4] Beheshti HM, Lollar JG. 2008. Fuzzy Logic and Performance Evaluation : Discussion and Application. International Journal of Productivity and Performance Management 57 (3): 237 – 246. [5] Chan DCK, Yung, Andrew WH. 2002. An application of fuzzy sets to process performance evaluation. Integrated Manufacturing System 13(4): 237-246. [6] Cocca P., Alberti M. 2010. A Framework to Assess Performance Measurement Systems in SMEs. International Journal of Productivity
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
and Performance Management 59 (2): 186-200. [7] Cokins G. 2004. Performance Management : Finding the Missing Pieces (to Close the Intelligence Gap). New Jersey : John Wiley & Sons. [8] Daellenbach HG, McNickle DC. 2005. Management Science : Decision Making Through System Thinking. New York : Palgrave Macmillan. [9] Dattakumar R, Jagadeesh R. 2003. A Review of literature on Benchmarking. Benchmarking: An International Journal 10 (3): 176-209. [10] Davies AJ, Kochhar AK. 2000. A Framework for the Selection of Best Practices. International Journal of Operations & Production Management 20 (10): 1203-1217. [11] Denton DK. 2010. Performance Measurement and Intranets : A Natural Partnership. International Journal of Productivity and Performance Management 59 (7): 701-706. [12] Denton DK. 2005. Measuring Relevant Things. International Journal of Productivity and Performance Management 54 (4):278 - 287. [13] Dragolea L, Cotirlea D. 2009. Benchmarking-A Valid Strategy for the Long Term?. Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica 11 (2) : 813 – 826. [14] Effendi A. 2009. Teknologi Gula. Jakarta : Penerbit BeeMarketer Institute. [15] Elmuti D, Yunus K. 1997. An Overview of Benchmarking Process : A Tool for Continuous Improvement and Competitive Advantage. Benchmarking for Quality Management & Technology 4 ( 4): 229-243. [16] Gan G, Chaoqun M, Wu J. 2007. Data Clustering. United States of America : The America Statistic Association. [17] Gleich R, Motwani J, dan Wald A. 2008. Process Benchmarking : A New Tool to Improve The Performance of Overhead Areas. Benchmarking : An International Journal 15 (3): 242-256. [18] Grundberg T. 2003. A Review of Improvement Methods in Manufacturing Operations. International Journal of Productivity
and Performance Management 52 (2) : 89-93. [19] Halachmi A. 2005. Performance Measurement is Only One Way of Managing Performance. International Journal of Productivity and Performance Management 54 (7): 502516. [20] Jafari M, Bourouni A, Amiri RH. 2009. A New Framework for Selection of the Best Performance Appraisal Method. European Journal of Social Sciences 7 (3): 92-100. [21] Jaffar YF, Zairi M. 2000. Internal Transfer of Best Practice for Performance Excellence : A Global Survey. Benchmarking : An International Journal 7 (4): 239-246. [22] Jing GG. 2008. Diging for the Root Cause. ASQ Six Sigma Forum Magazine 7 (3): 19-24. [23] Kusumadewi S, Hartati S, Harjoko S, Wardoyo R. 2006. Fuzzy Multiattribute Decision Making. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. [24] Laise D. 2004. Benchmarking and learning organizations : ranking methods to identify “best in class”. Benchmarking : An International Journal 11 (6): 621-630. [25] Latino RJ, Kenneth CL. 2006. Root Cause Analysis : Improving Performance for Bottom – Line Results. Florida : CRC Press. [26] Laugen BT, Acur N, Boer H. 2005. Best Manufacturing Practices : What do the Best-Performing Companies Do?. International Journal of Operations & Production Management 25 (2): 131-150. [27] [LPPM-IPB] Lembaga Penelitian IPB. 2002. Studi Pengembangan Agribisnis Pergulaan Nasional. [28] [LPPM-IPB] Lembaga Penelitian IPB. 2002. Studi Pengembangan Sistem Industri Pergulaan Nasional. [29] Maire JL, Vincent B, Maurice P. 2005 A Typology of “Best Practices” for a Benchmarking Process. Benchmarking : An International Journal 12 (1): 45-60. [30] Manalu LP. 2009. Analisis Kinerja Pabrik Gula Dengan Metoda DEA (Data Envelopment Analysis). Jurnal
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
143
Hasil Penelitian Universitas Djuanda 1 (2). [31] Marchand M, Raymond L. 2008. Researching Performance Measurement Systems : An Information Systems Perspective. International Journal of Operations & Production Management 28 (7): 663686. [32] Martin F. 2008. A Performance Technologist’s Approach to Process Performance Improvement. International Society for Performance Improvement. 47 (2): 30-40. [33] Nenadal J. 2008. Process Performance Measurement in Manufacturing Organizations. International Journal of Productivity and Performance Management 57 (6): 460-467. [34] Olsen EO, Zhou H, Lee DMS, Padunchwit P. 2007. Performance Measurement System and Relationships with Performance Results. International Journal of Productivity and Performance Management 56 (7): 559-582. [35] [P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep Peningkatan Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. [36] Parmenter D. 2010. Key Performance Indicators. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. [37] Pierre JS, Delisle S. 2006. An Expert Diagnosis System for the Benchmarking of SME’s Performance. Benchmarking : An International Journal 13 (1/2): 106-119. [38] Prvulovic S, Dragisa T, Zivan Z, Ljiljana R. 2008. Multi-Criteria Decision In The Choice Of Advertising Tools. Journal Of Facta Universitatis : Mechanical Engineering 6 (1): 91-100. [39] Radnor ZJ, Barnes D. 2007. Historical analysis of performance measurement and management in operations management. International Journal of Productivity and Performance Management 56: 384-396. [40] Ramadhani M, Fariza A, Basuki DK. 2007. Sistem Pendukung Keputusan
144
Identifikasi Penyebab Susut Distribusi Energi Listrik Menggunakan Metode FMEA. [41] Reddy W, McCarthy S. 2006. Sharing Best Practice. International Journal of Health Care Quality Assurance 19 (7): 594-598. [42] Sadaaki M, Hidetomo I, Katsuhiro H. 2008. Algorithm for Fuzzy Clustering. Di dalam : Studies in Fuzziness and Soft Computing. ISSN : 1434-9922. [43] Santos MF et al. 2007. Towards a Definition of a Business Performance Measurement System. International Journal of Operations & Production Management 27 (8) : 784 – 801. [44] Siagian V. 1999. Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia : Pendekatan Fungsi Biaya Multi-input Multi-Output. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [45] Sink D.S., Thomas C.T. 1989. Planning and measurement in your organization of the future. United States of America : Industrial Engineering and Management Press. [46] Southard PB, Parente DH. 2007. A Model for Internal Benchmarking : When and How ?. Benchmarking : An International Journal 14 (2): 161-171. [47] [SPN] Stakeholder’s Pergulaan Nasional. 2006. Road Map Swasembada Gula Nasional. [48] Spitzer DR. 2007. Transforming performance measurement : rethinking the way we measure and drive organizational success. New York : AMACOM. [49] Stiffler MA. 2006. Performance : Creating the Performance-Driven Organization. New Jersey : John Wiley & Sons Inc. [50] Swanson RA. 1996. Analysis for Improving Performance : Tools for Diagnosing Organizations & Documenting Workplace Expertise. United States of America : Pleasant Run Publishing Services. [51] Triyanti V, Gadis MT. 2008. Pemilihan Supplier Untuk Industri Makanan Menggunakan Metode PROMETHEE. Journal of Logistics and Supply Chain Management 1 (2): 83-92.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
[52] Tangen S. 2004. Performance Measurement : From Philosophy to Practice. International Journal of Productivity and Performance Management 53 (8) : 726 – 737. [53] Unahabhokha C, Platts K, Tan KH. 2007. Predictive performance measurement system : A fuzzy expert system approach. Benchmarking : An International Journal 14 (1) : 77 – 91. [54] Ungan MC. 2007. Manufacturing Best Practices : Implementation Success Factors and Performance. Journal of Manufacturing Technology Management 18 (3) : 333 – 348.
[55] Wibisono D. 1999. Analisis Keterkaitan Variabel Kinerja dalam Perusahaan Manufaktur. Jurnal ISTMI 3 (2) : 27-35. [56] Wibisono D. 2006. Manajemen Kinerja : Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta : Erlangga. [57] Xu R, Wunsch DC. 2009. Clustering. New Jersey : IEEE Press. [58] Yasin MM. 2002. The Theory and Practice of Benchmarking : Then and Now. Benchmarking : An International Journal 9 (3) : 217-243.
Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana)
145
PERANCANGAN PERMAINAN INTERAKTIF SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPERKENALKAN DUNIA INDUSTRI PADA SISWA SMA Vivi Triyanti1, Christine Natalia2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
ABSTRACT The research builds an interactive game to help high school students in getting better understanding of Industrial Engineering.. The game is about the flour production company which process are procurement, production and sales, played by a team consisted of four students. After design and construction phases, the game was tried in Tarakanita High school. Using paired t-test for means, it is concluded that there is increasing grade in posttest value. It means after playing the game ,students have better understanding about aspect that are concerned in Industrial Engineering. Moreover, based on evaluation review, there are good acceptances of the activities Keywords: Industrial Engineering, Interactive Game, Logistic
1. PENDAHULUAN3 Teknik industri adalah cabang dari ilmu teknik yang berpusat pada perancangan, pengembangan dan pembuatan sistem yang terintegrasi antara manusia, material, informasi, peralatan dan energi. (Turner, 2000). Dalam ilmu teknik industri, diajarkan untuk berpikir secara integral mengenai aspek yang mempengaruhi industri, yaitu 5 M (Man, Machine, money, method, market). Saat inipun kebutuhan akan Sarjana Teknik Industripun meningkat di kalangan Industri Namun disayangkan, menurut hasil wawancara dengan anggota Tim Promosi Unika Atma Jaya yang menangani promosi untuk Teknik Industri, masih banyak kalangan siswa/i SMA yang belum mengetahui Jurusan teknik Industri dengan jelas, terutama mengenai keilmuan yang dipelajari di Teknik Industri itu sendiri. Untuk itu pada penelitian ini akan dibuat konsep permainan interaktif yang dapat memperkenalkan keilmuan Teknik Industri, terutama dalam kaitan dengan berbagai bidang kerja yang terdapat di dunia industri. Korespondensi : 1 Vivi Triyanti E-mail :
[email protected], 2 Christine Natalia E-mail :
[email protected]
146
Adapun dalam permainan tersebut merepresentasikan sebuah kasus yang terjadi dalam dunia industri secara nyata dalam tingkat corporate dengan adanya simulasi dengan konsep simulasi dengan role playing. Pada permainan ini, kondisi nyata yang ada di dunia industri digambarkan dengan adanya beberapa bagian dalam perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya masingmasing dalam menentukan jalannya roda perusahaan. Melalui permainan ini hendak diperlihatkan bahwa keilmuan Teknik Indutri mempelajari setiap aktivitas di industri, baik yang terkait dengan produksi, manajemen dan keuangan dengan memperlihatkan keterkaitan antar individu maupun aktivitas yang terjadi di tiap bagian. Dengan pemahaman ini diharapkan agar setiap bagian dapat mengambil keputusan dengan lebih obyektif dan sistematis, dengan memperhatikan input dan output dari/ke seluruh pihak yang terkait. Selain itu dengan adanya unsur ketidakpastian dari pihak luar, pemain akan mempelajari tentang adanya resiko yang dapat terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu masih banyak kalangan siswa/i yang belum mengetahui Jurusan teknik Industri dengan jelas, terutama mengenai bidang ilmu dari Teknik Industri dan peranan Ilmu TI di perusahaan. Oleh karena itu akan diujikan konsep baru untuk memberikan informasi tentang keilmuan TI kepada siswa/i SMA, berupa permainan interaktif. Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah bahwa melalui permainan interaktif maka siswa/i SMA dapat lebih mengerti mengenai bidang ilmu Teknik Industri dan peranannya di perusahaan. Hipotesis ini akan dibuktikan melalui tes yang diberikan kepada siswa/i SMA sebelum dan setelah mengikuti permainan interaktif. 1.2 Tujuan Penelitian 1.
2. 3. 4.
Penelitian ini bertujuan untuk: Mengembangkan konsep dan detail permainan interaktif yang dapat digunakan siswa/i SMA dalam memahami keilmuan Teknik Industri dan peranan ilmu TI di perusahaan Konstruksi dan Uji permainan interaktif yang dibuat Aplikasi permainan interaktif pada siswa/i SMA Mengevaluasi hasil aplikasi permainan interaktif yang diterapkan pada siswa/i SMA
1.3 Manfaat penelitian Dengan melakukan permainan ini, diharapkan agar siswa/i SMA dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai bidang ilmu Teknik Industri dan peranannya di perusahaan untuk menyelesaikan masalah sebagai suatu sistem yang integrasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permainan (Games) Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan pikiran atau fisik peserta. Permainan juga
dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaranpelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai. 2.2. Proses Produk
Generik
Pengembangan
Proses adalah urutan dari langkahlangkah transformasi sebuah input menjadi output. Sehingga, proses pengembangan produk merupakan urutan-urutan langkahlangkah perusahaan dalam menyusun, merancang dan mengkomersialkan suatu produk. Proses generik pengembangan produk memiliki lima tahapan penting yaitu pengembangan konsep, (concept development), rancangan tingkat sistem produk (system level design), rancangan detail (detail design), uji coba dan evaluasi (testing and refinement), uji coba proses produksi (production ramp-up). 1. Pengembangan konsep: dalam tahapan ini kebutuhan pasar harus dapat diketahui, juga perlu membangun dan mengevaluasi alternatif konsep produk dan akhirnya terpilih satu konsep produk yang akan dikembangkan. Suatu konsep adalah suatu deskripsi tentang bentuk, fungsi dan fungsi tambahan produk (features). 2. Rancangan tingkatan sistem produk: tahapan ini meliputi pendefinisian arsitektur produk dan pembagian produk atas komponen-komponennya,
Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti)
147
juga pendefinisian skema perakitan terakhir untuk produk tersebut. Outputnya berupa komponen dan penyusun produk, spesifikasi tiap komponen produk dan precedence diagram yang menggambarkan keterkaitan aktivitas. 3. Rancangan detail: tahap ini meliputi spesifikasi lengkap mengenai bentuk geometri produk dan komponennya, bahan yang digunakan, serta ukuran dan toleransinya dari seluruh komponen (bagian) penyusun komponen dan produknya, serta standar ukuran komponen (bagian) yang dipesan, termasuk pula proses pengerjaan dan peralatan maupun mesin yang digunakan untuk seluruh komponen, rencana proses produksi untuk lini produksi. 4. Uji coba dan evaluasi: pada tahapan ini meliputi pembuatan produk percontohan (prototype) untuk dievaluasi sebelum dilakukan proses produksi. 5. Uji coba proses produksi: tahapan ini bertujuan untuk melatih para pekerja dan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi ketika produk itu dicoba untuk dibuat.
pihak yang berkepentingan sehingga kasus dan program simulasi yang akan dibuat dapat difokuskan pada kebutuhan mereka. Pihak yang terkait disini adalah siswa/i SMA yang akan memainkan permainan ini maupun pihak jurusan yang bermaksud memperkenalkan keilmuan Teknik Industri. Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan user, maka kebutuhankebutuhan user tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar sebagai kebutuhan primer. Kebutuhan primer tersebut dapat dilakukan break down menjadi kebutuhan sekunder dan tersier. 2. Perancangan Kasus Kasus yang akan dibangun merepresentasikan suatu perusahaan manufaktur yang telah exist. Pada bagian ini, ide konsep ini akan lebih dibuat detailnya, termasuk: 1. Identifikasi variabel yang terlibat dalam konsep permainan 2. Validasi kasus untuk mengetahui apakah model konseptual yang dibangun telah sesuai dengan kebutuhan user dan dengan kondisi nyata. 3. Perancangan Tingkat Sistem
3. METODOLOGI PENELITIAN Tahap-tahap metodologi penelitian dapat dilihat sebagai berikut : 1. Pendahuluan Sebelum melakukan penelitian, maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui kebutuhan dari tim promosi yang akan diangkat menjadi bahan kasus. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan pertanyaan terbuka terhadap beberapa mahasiswa Teknik Industri Unika Atma Jaya Jakarta yang pernah menjadi tim promosi. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan maupun dari studi pustaka, maka dilakukan perumusan masalah maupun tujuan penelitian. 2. Pengembangan Konsep 1. Identifikasi kebutuhan Dilakukan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh semua
148
Pada perencanaan tingkat sistem, dilakukan perancangan bentuk dari game tersebut serta membuat tampilan dari game tersebut. Selain tampilan dari game, dilakukan perancangan aturan main dari game seperti aturan langkah atau urutan permainan. Perancangan tingkat sistem meliputi Perancangan “Rule of the game” dan Perancangan “Form Game”. 1. Perancangan Rule of The Game a. Deskripsi Umum Menjelaskan mengenai kondisi perusahaan secara umum dan divisi yang terdapat dalam perusahaan serta tugas masing-masing divisi b. Sistem Produksi Menjelaskan mengenai produk yang diproduksi dan sistem produksi dari perusahaan. c. Biaya Produksi Dalam bagian ini juga dijelaskan mengenai kapasitas produksi, biaya
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
tenaga kerja, biaya penyimpanan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan biaya produksi d. Sistem Permainan Menjelaskan mengenai tahapan yang harus dilalui oleh para pemain dan peraturan permainan 2. Perancangan Form game Pada tahap ini akan dibuat beberapa form game untuk membantu peserta dalam merekap datanya, misalnya form pembelian bagan baku, form produksi, dan lain-lain. Form yang akan dikembangkan meliputi form untuk membantu penginputan dan form untuk merekap hasil. 4. Perancangan Tingkat Detail Pada tahap ini akan dilakukan konstruksi alat bantu dengan program Microsoft Excel dan verifikasi hasil 1. Konstruksi Berdasarkan hasil perancangan model kasus serta perancangan form game, maka Interactive Industrial Game ini dapat dirancang dengan menggunakan program Microsoft Excel. 2. Verifikasi Verifikasi program dilakukan dengan menjalankan program serta melakukan perbandingan antara hasil yang didapat pada program yang dibuat serta perhitungan manual yang dilakukan. 5. Uji Coba Setelah dilakukan konstruksi game serta melakukan validasi dan verifikasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba. Uji coba dilakukan di suatu SMA yang terpilih. Uji coba ini digunakan untuk mengetahui efek dari permainan ini terhadap pemahaman peserta uji coba mengenai integrasi di dalam Teknik Industri. Pemberian tes dilakukan sebelum dan sesudah permainan interaktif dimulai. Hasilnya akan dibandingkan dengan uji statistik yang sesuai. 6. Analisis Setelah dilakukan pengolahan data, maka dilakukan analisis terhadap aspekaspek yang berpengaruh dalam permainan yang telah dirancang serta analisis hasil uji coba dan implementasi permainan ini.
7. Kesimpulan Setelah pelaksanaan analisis berhasil, maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis.
4. HASIL PENELITIAN Kebutuhan mahasiswa Teknik Industri akan suatu metode yang dapat digunakan untuk dapat berpikir integral dituangkan dalam bentuk suatu metode pembelajaran dengan menggunakan permainan interaktif. Pada permainan interaktif ini, digunakan beberapa keilmuan dasar Teknik Industri yaitu Perencanaan Produksi, Analisis Keputusan, Pemrograman Linier, Akuntansi dan Biaya dan Manajemen. Pada permainan interaktif ini terdapat sebuah kasus yang merepresentasikan suatu perusahaan penghasil tepung terigu dimana setiap perusahaan ini terdiri atas empat divisi utama yaitu production, finance, marketing and purchasing serta business analyst. Setiap divisi dalam permainan ini mempunyai tugas masing-masing. Perusahaan tepung terigu pada permainan ini memproduksi empat jenis tepung terigu yang diklasifikasikan berdasarkan kandungan protein yang terdapat dalam tepung terigu tersebut. Kandungan protein yang terdapat pada tepung terigu tersebut berasal dari pencampuran gandum. Gandum yang menjadi bahan baku tepung terigu ini terdiri atas delapan jenis yang mempunyai kandungan protein yang berbeda-beda. Permainan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu pembelian gandum, produksi serta penjualan tepung terigu. Prosedur pembelian gandum pada permainan ini berdasarkan prosedur lelang. Sedangkan prosedur pada penjualan tepung terigu menggunakan skema tender. Untuk lebih jelasnya, prosedur permainan ini dapat dilihat pada gambar 1. Pada permainan ini, digunakan form manual serta form pada komputer sebagai alat bantu pada permainan. Form pada komputer dibuat dengan menggunakan program MS Excel. Sedangkan form manual dibuat untuk digunakan dalam
Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti)
149
prosedur-prosedur permainan seperti pendaftaran lelang gandum dan pendaftaran
tender tepung terigu.
Gambar 1. Prosedur Permainan Interaktif UJI COBA Peserta Industrial Games adalah siswa/i SMU yang dibagi dalam tim/kelompok yang terdiri atas 4 (empat) orang dalam 1 (satu) tim untuk siswa/I kelas 1, kelas 2, dan atau kelas 3.
150
Keempat orang ini akan bekerja sama dan memerankan jabatan sebagai Production Manager, Finance Manager, Marketing & Purchasing Manager, dan Business Analyst dari perusahaan tepung terigu yang dikelola. Adapun target peserta yang diharapkan sebanyak 10 tim
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Kegiatan dilaksanakan pada : Hari/ tanggal : Selasa, 12 Oktober 2010 Waktu : 11.00 – 14.00 Tempat : SMA Tarakanita-Pulo Raya IV no 17, Kebayoran Baru Kegiatan Industrial Games telah dilaksanakan dengan baik di SMA Tarakanita, dengan jumlah peserta hampr mendekati yang ditargetkan yaitu sebanyak 36 orang (9 tim). 5. ANALISIS 5.1. Pengujian Hipotesis Kuesioner disini digunakan untuk mengetahui pendapat siswa/i SMA mengenai hal-hal yang berkaitan dengan istilah maupun kegiatan di industri, terutama pada kasus yang sedang dibahas. Kuesioner ini diberikan sebelum dan sesudah siswa/i SMA melakukan permainan, dimana pada tahap selanjutnya data sebelum melakukan permainan disebut dengan pretest sedangkan data setelah melakukan permainan disebut dengan posttest. Kuesioner diberikan kepada seluruh siswa/i SMA yang menjadi peserta permainan. Kuesioner yang diberikan merupakan multiple choice, dimana hanya satu jawaban yang benar. Siswa diminta untuk memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar. Kegiatan ini diikuti oleh 36 peserta. Jadi terdapat 36 peserta yang mengisi kuesioner. Namun karena satu dan lain hal, ada 3 orang yang tidak dapat mengikuti kegiatan sampai akhir. Oleh karena itu, kuesioner yang diisi dengan lengkap (sebelum dan sesudah kegiatan) ada 33 kuesioner. Pada kuesioner terdapat 10 pertanyaan. Untuk masing-masing siswa, dihitung berapa jawaban yang dijawab dengan benar. Berdasarkan data hasil kuesioner yang diberikan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji t berpasangan. Uji t berpasangan ini sendiri merupakan uji yang dilakukan untuk menguji 2 sampel yang sama namun memiliki perlakuan yang berbeda. Hasil yang dilihat adalah perbedaan hasil rataan data dengan nilai kritis yang dimiliki. Data
hasil kuesioner untuk setiap pertanyaan yang diberikan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Penyebaran Kuesioner SEBELUM SESUDAH 1 8 9 2 4 9 3 4 5 4 6 5 5 6 8 6 5 9 7 5 6 8 8 9 9 7 10 10 7 10 11 6 4 12 7 7 13 7 7 14 5 8 15 6 6 16 5 7 17 6 6 18 6 8 19 6 8 20 8 9 21 5 7 22 9 10 23 9 10 24 8 8 25 7 7 26 5 6 27 5 6 28 3 6 29 7 8 30 8 8 31 10 9 32 8 9 33 6 5 Setelah itu data dibandingkan dengan menggunakan uji t bepasangan satu arah untuk menguji apakah jumlah jawaban yang benar pada pengisian kuesioner setelah kegiatan lebih besar daripada jumlah jawaban yang benar pada pengisian kuesioner setelah kegiatan. Berdasarkan hasil pengujian uji t berpasangan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel, dapat diketahui apakah ada perbedaan antara hasil pengujian sebelum melakukan permainan dengan pengujian setelah melakukan permainan.
Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti)
151
Adapun hipotesis nol (H0) dan hipotesis tandingan (H1) yang digunakan adalah sebagai berikut :
H1 : Rata-rata selisih antara data sebelum permainan dan sesudah permainan adalah lebih kecil dari 0.
Ho : δ = 0 Ho : Rata-rata selisih antara data sebelum permainan dan sesudah permainan adalah 0
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% sehingga alpha (α) adalah 0.05.
Hipotesis tandingannya adalah H1 : δ < 0
Dengan menginputkan data tersebut pada software Microsoft Excel uji t-test : paired two sample for means, hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji paired t test t-Test: Paired Two Sample for Means Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
SEBELUM 6.424242424 2.564393939 33 0.568541358 0 32 -4.249436217 8.64661E-05 1.693888703 0.000172932 2.036933334
Dalam menganalisis hasil pengujian hipotesis ini dilakukan, dengan membandingkan P-value hasil pengujian dengan nilai kritis alpha (α) yang digunakan yaitu 0.05. P-value atau P(T
152
SESUDAH 7.545454545 2.755681818 33
alpha (α) 0.05. Oleh karena itu tolak H0 dan terima H1, yang berarti kedua data berbeda secara signifikan. Karena uji ini dilakukan satu arah, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Hasil (jumlah jawaban yang benar) sebelum melakukan permainan lebih sedikit dari pada hasil (jumlah jawaban yang benar) setelah melakukan permainan. Karena jumlah jawaban yang benar menunjukkan tingkat pemahaman terhadap konsep keilmuan Teknik Industri, terutama yang digunakan pada permainan ini, maka terlihat bahwa terjadi peningkatan pemahaman dari para siswa setelah melakukan permainan ini. 5.2. Analisis Respon Terhadap Kegiatan Industrial Games Pada akhir kegiatan para siswa juga dibagikan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui respon siswa/i SMA terhadap kegiatan Industrial Games yang diadakan. Tiap pertanyaan harus dijawab dengan pendapat siswa terhadap item yang
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
ditanyakan. Penilaian adalah berikut: Baik Nilai = 3 Cukup Nilai = 2 Kurang Nilai = 1
sebagai
Bagian ini sendiri diberikan kepada siswa/i SMA yang menjadi peserta Industrial Games setelah melakukan permainan dan kegiatan Industrial Games ini.
Tabel 3. Rekap Nilai Evaluasi dari siswa No Pertanyaan 1 Promosi kegiatan TI games ini secara umum. 2 3 4 5 6 7 8 9
Pelaksanaan kegiatan perkenalan teknik industri melalui kegiatan TI games sudah dapat memperkenalkan apa itu teknik industri. Permainan dalam kegiatan ini memberi manfaat mengetahui apa itu teknik industri Reward yang diberikan dari kegiatan ini. Fasilitas yang dipakai dalam permainan. Realitas dunia industri yang digambarkan dari permainan. Waktu yang dipergunakan untuk kegiatan TI games. Waktu yang diberikan untuk berpikir dalam permainan. Peran panitia dalam kegiatan untuk membantu peserta memperkenalkan apa itu teknik industri dan bagaimana permainan dilakukan dalam TI games ini.
Dari hasil 33 kuesioner yang terisi dengan lengkap, disimpulkan bahwa secara umum mereka menyambut positif terhadap kegiatan ini. Siswa/i SMA setuju bahwa metode permainan yang dilakukan dapat lebih membantu untuk memahami ilmu khususnya Teknik Industri. Hal ini menunjukkan bahwa suatu metode permainan dapat lebih membantu dan mempermudah untuk mengenal dan memahami suatu bidang ilmu dalam hal ini adalah bidang ilmu Teknik Industri. Kegiatan ini sendiri mendapat tanggapan yang baik dari pihak sekolah dan siswa di SMA yang diadakan. Permainan yang ada dianggap dapat lebih membantu dan mempermudah untuk mengenal dan memahami bidang ilmu khususnya Teknik Industri. Dari feedback lisan juga diperoleh beberapa masukan, antara lain : •
• • •
Nilai 2.44
Penambahan animasi pada materi perlombaan sehingga terlihat lebih menarik dan mengurangi kesan terlalu serius Adanya mentor yang mendampingi tiap kelompok Hadiah yang lebih besar jumlahnya Kegiatan lebih sering diadakan
•
2.24 2.32 2.32 2.59 2.38 2.06 2.00 2.56
Penambahan waktu untuk setiap sesi (lelang gandum, produksi, dan tender gandum)
6. KESIMPULAN 1. Konsep dasar permainan ini merupakan kondisi sebuah perusahaan penghasil tepung terigu yang pada prosesnya terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu pembelian bahan baku atau gandum, proses produksi tepung terigu dan proses penjualan produk jadi yaitu tepung terigu. Dalam permainan ini beberapa mata kuliah Teknik Industri yang digunakan di antaranya Perencanaan Produksi, Akuntansi dan Biaya, Analisis Keputusan, Pemrograman Linier serta ilmu manajerial. 2. Dalam permainan ini, dirancang untuk dapat merepresentasikan kondisi dalam perusahaan dimana terdapat pembagian peran anggota tim yang berjumlah empat orang yang dibagi menjadi marketing and purchasing, production, finance dan business analyst. 3. Berdasarkan hasil kuesioner dan evaluasi pada saat uji coba yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa permainan ini cukup bermanfaat bagi
Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti)
153
mahasiswa terutama dalam mensimulasikan kondisi nyata yang ada dalam dunia industri dan juga membantu pembentukan pola pikir integral dalam ilmu Teknik Industri.
[8]
[9]
[10] 7. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4] [5]
[6]
[7]
154
Bazaara, M.S. dan Jarvis, J. J. 1977. Linear Programming and Network Flows. New York: John Wiley & Sons Daellenbach, H.G. 1994. Systems and Decision Making. Chicester : John Wiley & Sons Hilgard, E. R., Bower, G. H. 1966. Theories of Learning, New York: Appleton- Century-Crofts. Jogiyanto. 2006. Pembelajaran Metode Kasus, Yogyakarta : ANDI. Johnson, G dan Scholes, K. 1999. Exploring Corporate Strategy. London: McGraw-Hill. Manullang, M. 1987. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia Murthy, D.N.P., Page, N.W., dan Rodin, E.Y. 1990. Mathematical Modelling. Headington Hill Hall, Oxford : Pergamon Press Inc
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
Nasution, Arman Hakim. 2003, Perencanaan & Pengendalian Produksi, Surabaya : Guna Widya. Prabhu, V., Baker, M. 1986. Industrial Engineering. London: McGraw-Hill Salvendy, G. et al. 1982. Handbook of Industrial Engineering New York: John Wiley & Sons. Sirivongpaisal, N. 1999. Minimum Cost Flow in A Supply Chain Problem Using A Stochastic Linear Programming Approach. Doctor of Philosophy Dissertation. Ann Arbor: University of Texas at Arlington. Solomon, J. 2007. Corporate Governance and Accountability. Chicester: John Wiley & Sons. Taha, H.A. 1989. Operations Research: An Introduction. New York: MacMillan Publishing Company. Turner, W.C., Mize, J.H., Case,.K.E., Nazemetz, J.W. 2000. Pengantar Teknik & Sistem Industri. Surabaya: Guna Widya Ulrich, K.T dan Eppinger, S.D. 2001 Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta : Salemba Teknika.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 UNTUK INDUSTRI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PANGAN Wawan Kurniawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
ABSTRACT This paper was discussing about ISO 22000. ISO 22000 is an international standard that defines the requirements of a food safety management system covering all organizations in the food chain from “farm to table”. The standard combines generally recognized key elements to ensure food safety along the food chain, including: interactive communication, system management, control of food safety hazards through pre-requisite programmes and HACCP plans, continual improvement and updating of the food safety management system. ISO 22000:2005 is also for companies seeking to integrate their quality management system, for example ISO 9001:2000 and British Retail Consortium (BRC). Keywords: ISO 22000, HACCP, ISO 9001:2000, British Retail Consortium 1. PENDAHULUAN4 Undang-Undang No.7 tentang pangan tahun 1996 menjelasan pengertian pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman sebagai konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemunginan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayaan kesehatan manusia. Keamanan pangan sesungguhnya tidak hanya diperuntukkan untuk masyarakat negara-negara maju saja, tetapi masyarakat kita sebagai negara berkembang pun harus memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya keamanan pangan. Keamanan pangan penting untuk kesehatan masyarakat secara keseluruhan, jika masyarakat tingkat kesehatannya tinggi maka produktivitas dan kualitas hidup akan tinggi.
Korespondensi : Wawan Kurniawan E-mail :
[email protected]
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan negaranegara Eropa menuntut tingkat keamanan pangan yang tinggi. Oleh karena itu manajemen suatu perusahaan atau industri pangan (makanan dan minuman) harus memenuhi standar mutu internasional ISO 22000. Standar mutu ini telah diluncurkan oleh badan akreditasi internasional di Inggris pada bulan September 2005. Oleh karena itu sistem ini dinamakan ISO 22000:2005, sistem ketahanan pangan (Food Safety Management Systems) (www.indonesiafruitexport.com/sscontent.p hp?id=2&sm_Id=30). Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mempelajari ISO 22000 sebagai sistem manajemen keamanan pangan terbaru.
2. TINJAUAN ISO 22000 International Organization for Standardization (ISO) telah menerbitkan standar pangan terbaru yaitu ISO 22000. ISO 22000 adalah panduan bagi industri atau organisasi untuk mengelola sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang pro aktif dan fleksibel (Friana, 2006). Tujuan dari Standar ISO 22000 sebagai berikut: 1. Mengharmonisasikan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan)
155
untuk usaha yang terkait dalam rantai pangan 2. Memudahkan kerja bada usaha karena hanya menggunakan satu standar, sekaligus memudahkan badan sertifikasi 3. Memastikan standar dapat diperoleh dengan mudah di seluruh dunia, tanpa adanya monopoli oleh satu badan sertifikasi khusus. Menurut Friana (2005) keuntungan penerapan ISO 22000 bagi perdagangan internasional antara lain: 1. Semua organisasi yang telah memenuhi ISO 22000 memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing satu sama lain di kancah perdagangan bebas maupun perdagangan regional. 2. Adanya standar nasional maupun regional yang beragam dapat menciptakan batasan teknis terhadap perdagangan, meskipun selalu ada persetujuan politik untuk menangani kuota import. 3. Standar internasinal memiliki arti teknis yang penting dimana pesetujuan perdagangan politis dapat diperkirakan. International Organization for Standardization (2005) mengemukakan kriteria-kriteria dalam ISO 22000 terdiri atas: 1. Cakupan 2. Referensi regulasi
3. 4. 5. 6. 7.
Definisi Sistem Manajemen Keamanan Pangan Tanggung jawab Manajemen Manajemen Sumber daya Perencanaan dan realisasi produk yang aman 8. Validasi, verifikasi dan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan Menurut Thaher (2005), persyaratan ISO 22000 bersifat generik dan ditekankan penerapannya pada semua organisasi yang merancang dan menerapkan sistem manajemen keamanan yang efektif, tidak tergantung pada jenis, ukuran, dan organisasi yang disediakan. Selanjutnya Thaher (2005) mengemukakan bahwa organisasi yang bisa menerapkan satu atau beberapa tahap rantai pangan (misalnya produsen pakan, petani, produsen bahan tambahan makanan, produsen pangan, pengecer, layanan pangan, jasa sanitasi, transportasi, penyimpanan, dan jasa distribusi) serta organisai lain yang tidak secara langsung berada dalam rantai pangan (seperti pemasok peralatan, penyedia bahan pembersih, bahan kemasan, dan bahan lain yang bersentuhan dengan pangan). Oleh karena sistem ini meliputi seluruh rantai pangan maka sering dinamakan sebagai sistem yang mampu menelusuri (traceability) suatu produk sepanjang rantai pangan atau from farm to table. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Skema penerapan sistem keamanan pangan pada tiap tahap produksi Sumber: Djaafaar, TF dan Siti Rahayu (2007)
156
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 2. From Farm to Table Sumber: Djaafaar, TF dan Siti Rahayu (2007) Pada Gambar 1 dan Gambar 2 terlihat bahwa sepanjang rantai proses dari farm to table memerlukan manajemen yang baik. Manajemen penanganan sepanjang rantai tersebut sebagai berikut (Thaher, 2005) : 1. GAP (Good Agriculture Practices) pada usaha pertanian 2. GHP (Good Handling Practices) pada kegiatan pascapanen. 3. GMP (Good Manufacturing Practices) pada kegiatan manufaktur 4. GDP (Good Distribution Practices) pada kegiatan distribusi 5. GRP (Good Retailing Practices) pada pengeceran barang 6. GCP (Good Catering Practices) sebagai petunjuk bagi konsumen
3. HARMONISASI ANTARA IS0 22000 DAN SISTEM MANAJEMEN LAINNYA Færgemand dan Anne-Marie Crowley (2005) mengemukakan ISO 22000 dapat diharmonisasikan dengan sistem manajemen lainnya seperti: a. Nestlé NQS b. McDonalds system c. FAMI-QS d. Eurepgap e. DS 3027 f. Kraft food system g. Aldi system h. M&S system i. DS 3027 j. EFSIS k. Waiterose system l. GMP standard for Corrugated & Solid Board
m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x.
AG 9000 Friesland Coberco FSS SQF GMP GTPz GMO GFSI Guide Irish HACCP ZTFGV ISO 14001 BRC ISO 9001
Harmonisasi dengan sistem-sistem tersebut diartikan sebagai adanya kesamaannya dengan prinsip ISO 22000, contohnya sistem Nestle NQS adalah sistem standar keamanan pangan untuk industri Nestle sendiri yang beberapa negara mengakuinya sehingga bagi Nestle sendiri penerapan ISO 22000 akan mudah karena prinsipnya keamanan pangannya hampir sama. Sedangkan untuk ISO 14000 harmonisasi dapat diterapkan terutama misalnya pada sistem penelusuran (traceability) terhadap proses produksi produk pangan yang tidak boleh mencemari atau merusak lingkungan. Untuk kaum muslim sistem yang dianut adalah sistem halal. Salah contoh dari sistem ini adalah apakah misalnya dalam penyembelihan ternak berdasarkan kaidah Islami. Perhatian terhadap sistem halal ini tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara Arab dan negaranegara yang penduduk Muslimnya banyak. Sementara Yahudi Kosher Dietary Laws merupakan sistem keamanan pangan untuk kaum Yahudi. (www.yanoconsulting.com/files/STLE.ppt)
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan)
157
Berikut ini akan diberikan contoh perbandingan antara sistem manajemen ISO 22000 dengan ISO 9001 dan British Retail Consortium (BRC).
4. PERBANDINGAN ISO 22000 DENGAN ISO 9001, HACCP DAN BRITISH RETAIL CONSORTIUM (BRC) 4.1. Sistem Manajemen ISO 9001 ISO 9001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen kualitas, Standar ini dapat diaplikasikan oleh tiap industri yang menghasilkan produk maupun jasa, dan tidak hanya berlaku bagi industri pangan. Tujuan utama sistem ISO 9001 adalah memenuhi kepuasan konsumen. Standar ini meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Cakupan Referensi normatif Definisi-definisi Persyaratan sistem kualitas Komitmen manajemen Manajemen sumber Realisasi produk Pengukuran, analisis pengembangan.
dan
Sistem HACCP dapat diterapkan bersamaan dengan ISO 9001 karena keamanan produk adalah salah satu kriteria produk yang harus dipenuhi produsen pangan. 4.2. Sistem HACCP Sistem HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1960 oleh Pillsburry Co., yang dirancang sebagai usaha untuk memasok bahan makanan bagi program ruang angkasa AS. Selanjutnya konsep HACCP mengalami berbagai perkembangan yang dimulai tahun 1971 atas rekomendasi National Academy of Science (US NASA). Sistem HACCP telah disahkan secara meluas ke seluruh dunia oleh berbagai organisasi dunia. Sampai saat ini terdapat beberapa standar untuk sistem HACCP, diantaranya standar yang dikeluarkan oleh Codex Alimentaris Commision (CAC) dan National Committee on Microbiological Criteria for Food (NACMCF). Di Indonesia penerapan sistem
158
HACCP menggunakan standar SNI 014852-1998 (Thaheer, 2005) Inti dari sistem HACCP sendiri pada prinsipnya adalah: 1. Pengukuran pencegahan (preventive measure) 2. Pengawasan proses (in process inspection) 3. Pengawasan dan pengendalian produk Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar dalam pengaplikasian suatu sistem HACCP, yaitu: a. Prinsip Dasar dalam HACCP Prinsip HACCP harus distandarisasi sehingga dapat memudahkan dalam pengaplikasiannya oleh industri pangan dan juga memudahkan pemantauan penerapan HACCP oleh instansi yang berwenang termasuk pihak industri itu sendiri. Secara umum terdapat tujuh prinsip dasar yang dikembangkan dalam HACCP. Ketujuh prinsip dasar tersebut menurut Fardiaz (1996), meliputi : Prinsip 1 : Analisis bahaya/penetapan bahaya (bahan/kondisi bahaya) dan resiko penetapan bahaya, serta risiko yang berhubungan dengan bahan pangan mulai dari pemeliharaan, penanganan, pemilihan bahan baku dan bahan tambahan, penyimpanan bahan, pengolahan. distribusi, dan konsumsi Prinsip 2 : Menetapkan titik kendali kritis (CCP/ Critical Control Point), yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya yang telah diidentifikasi. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis (Critical Limit), yang harus dipenuhi untuk setiap CCP yang telah ditetapkan. Prinsip 4 : Menetapkan prosedur pemantauan untuk setiap CCP dan batas kritis, termasuk pengamatan, pengukuran dan pencatatan. Prinsip 5 : Menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan terhadap
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
CCP dan batas kritis dari hasil pemantauan. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur penyusunan sistem pencatatan yang efektif sebagai dokumentasi dari rancangan HACCP. Prinsip 7 : Menetapkan prosedur verifikasi untuk menyakinkan, bahwa sistem HACCP sudah dilakukan secara efektif. b. Langkah-langkah dalam Perencanaan dan Penerapan HACCP Terdapat beberapa langkah yang umumnya dilakukan dalam Perencanaan dan Penerapan HACCP pada industri. Menurut Fardiaz (1996), aplikasi sistem HACCP terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Menyusun tim HACCP, dalam tim ini biasanya terdiri dari multidisiplin, seperti bidang teknik, produksi, jaminan mutu, dan lain-lain. 2) Membuat keterangan mengenal produk makanan (deskripsi produk), termasuk cara formulasi, cara penyimpanan, dan lain-lain. 3) Identifikasi mengenai cara penggunaan/konsumsi clan konsumennya termasuk jenis konsumen, seperti orang tua, orang sakit, anak-anak, bayi dan lain-lain. 4) Menyusun diagram alir mengenai proses 5) Verifikasi diagram alir Sedangkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Prinsip 1 : Analisis bahaya Prinsip 2 : Identifikasi CCP/titik kendali kritis setiap proses Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP Prinsip 4 : Menetapkan cara pemantauan CCP Prinsip 5 : Menetapkan tindakan koreksi jika terjadi penyimpangan dari batas kritis. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur pencatatan yang efektif yang dijadikan sebagai dokumen sistem HACCP. Prinsip 7 : Menyusun prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa
sistem HACCP telah berjalan dengan benar. Berikut diberikan contoh sangat sederhana pada penerapan HACCP pada pembuatan telor mata sapi di suatu warung makan. Proses ini terdiri dari: 1) Memecahkan telur 2) Memasukkan ke penggorengan 3) Diangkat dari penggorengan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Dalam contoh ini prinsip HACCP memperhatikan apakah telurnya misalnya terdapat bekas kotoran, dalam proses penggorengannya apakah penggorengannya higienis atau tergores (mengelupas) sehingga dapat mengkontaminasi ke telur, berapa kali minyak goreng dipakai, dan jika dimasukkan ke dalam plastik pada waktu masih panas dari penggorengan dapat mengakibatkan kontaminasi dari platik tersebut serta apakah ada rambut si petugas warung yang masuk ke dalam telur tersebut. Kalau dari contoh sederhana di atas saja sudah ada beberapa faktor yang menentukan kualitas pangan layak atau tidak dikonsumsi. Bisa dibayangkan tentu akan jauh lebih banyak lagi faktor penentu kualitas pangan dalam suatu industri pangan yang besar. 4.3. British Retail Consortium (BRC) Menurut UU Keamanan Pangan Inggris tahun 1990, pedagang atau distributor seperti halnya semua pihak yang terlibat dalam rantai pasokan pangan, memiliki hak untuk melakukan pencegahan yang tepat atas kesalahan dalam pengembangan, produksi, distribusi, promosi dan penjualan produk pangan ke konsumen. BRC adalah suatu organisasi perdagangan Inggris yang didirikan atas prakarsa beberapa pemilik perusahaan supermarket atau swalayan di Inggris, yaitu Tesco, Mark & Spencer dan Sainsbury’s. Tidak semua memiliki supermarket atau swalayan menjadi standar BRC sebagai persyaratan dagang. Organisasi ini menetapkan berbagai persyaratan bagi produsen atau pemasok produk pangan yang ingin menjual produknya di supermarket Inggris (BRC, 2006) dalam Friana (2006).
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan)
159
Persyaratan harus dipenuhi oleh produsen dalam negeri, produsen luar negeri atau eksportir. Meskipun standar BRC bukanlah peraturan yang dibuat oleh pemerintah Inggris, sertifikat standar BRC tetap menjadi salah satu persyaratan kelengkapan izin resmi pengiriman produk
pangan ekspor (BRC, 2001) dalam Friana (2006). Perbandingan antara ISO 22000, BRC, dan ISO 9001 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan ISO 22000, BRC dan ISO 9001 Faktor Status Ruang Lingkup
Kelayakan dasar atau prerequisite program Pendekatan HACCP Operasi Kelayakan Dasar (PRP)
ISO 22000 Standar internasional • Rantai pangan lengkap (produksi, pengolahan, distribusi) • produsen produk pertanian (nabati maupun hewani) • pihak lain (produsen bahan pengemas,produsen obatobatan dan vaksin) Spesifikasi terbuka, fleksibel dan dibutuhkan evaluasi analisis bahaya Pendekatan sistem berorientasi pada hasil 12 langkah HACCP menurut CODEX Operasional PRP untuk mengendalikan semua bahaya signifikan yang tidak dikendalikan oleh CCP
5. KESIMPULAN Kesimpulan dari penulisan makalah ini: 1. ISO 22000 merupakan standar internasional untuk keamanan pangan. 2. ISO 22000 dapat diharmonisasikan dengan sistem manajemen lainnya. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Djaafaar, TF dan Siti Rahayu. 2007. Jurnal Litbang Pertanian. 26 (2). [2] Fardiaz, S. 1996. Aplikasi HACCP dalam Industri Pangan. Disampaikan pada kursus singkat keamanan pangan Perhimpunan Alih Teknologi Pangan (PATP) PAU pangan dan gizi UGM yogyakarta. Jurusan TPG-IPB, Bogor. [3] Færgemand, J dan Anne-Marie. 2005. “Managing the Food Safety Cycle”. International Food Safety Conference. Rome February 2, 2005
160
ISO 9001 Standar internasional Semua jenis industri
BRC Standar Inggris • Penyimpanan dan distribusi • produk non pangan • pengemas produk pangan
Spesifikasi terbuka
Spesifikasi tertutup (telah ditetapkan)
Pendekatan sistem berorientasi pada proses Tidak ada
Pendekatan produk berorientasi pada arti 7 prinsip HACCP
Tidak ada
Tidak menggunakan konsep PRP dan sistem monitori
[4] Friana, Veronika. 2006. Pengembangan Sistem Manajemen Kemanan Pangan Dan Harmonisasi Standar ISO 2000 Di PT. Central Pertiwi Bahari. Skripsi. IPB, Bogor. [5] International Organization for Standardization. 2005. Food Safety Management System, Requirements for any organization in the food chain. ISO. Genewa. [6] Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bina Aksara. Jakarta. [7] Undang-Undang No.7 tentang pangan tahun 1996 [8] www.indonesiafruitexport.com/ssconte nt.php?id=2&sm_Id=30 [9] www.yanoconsulting.com/files/STLE.p pt
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI MODEL DAN SIMULASI DARI SUATU SISTEM Anastasia Widya Wati B Mahasiswa Magister Teknik Industri, Universitas Trisakti Engineering Division PT. Dwiwahana Handayaprima
ABSTRACT Optimization problem is the complex and the most encountered problem in every aspect of life. There are many ways and approaches to be done to achieve optimization solution, either using linear, non-linear, discrete, or continuous function. However, for more complex problems, usually the existing approaches fail to solve the optimization problem. Genetics algorithm is the algorithm to solve optimization problem using natural selection approach. This algorithm is commonly used to solve complex optimization problem; in addition, the use of genetics algorithm is very flexible because it can be combined with other methods in its application. Keywords: Optimization, genetic algorithm, model, simulation.
1. PENDAHULUAN5 Masalah optimasi merupakan masalah yang seringkali ditemui hampir di seluruh bidang kehidupan dan merupakan masalah yang komplek. Hal ini menjadi penting karena optimasi sangat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas baik yang berhubungan dengan biaya, waktu, tenaga, ataupun suatu sistem. Secara global pengertian optimasi adalah pencarian nilainilai terbaik dari yang tersedia dari beberapa fungsi yang diberikan pada suatu konteks. Untuk memecahkan masalah optimasi, banyak pendekatan yang dilakukan seperti dengan menggunakan fungsi linear, fungsi non linear, sistem dinamis, diskrit. Tetapi untuk masalah yang lebih komplek, penggunaan pendekatan yang disebutkan di atas sepertinya menjadi kurang atau bahkan tidak efektif dan efisien, dan kurang mendekati keadaan yang sebenarnya. Suatu pendekatan baru untuk memecahkan masalah optimasi telah dikembangkan yaitu Algoritma Genetik. Algoritma genetika banyak digunakan untuk memecahkan permasalahan optimisasi yang rumit (hard optimization Korespondensi : Anastasia Widya Wati B E-mail :
[email protected]
problems), yang tidak bisa dipecahkan dengan teknik optimisasi tradisional. Di samping itu penggunaan Algoritma Genetika sangat flexible, algoritma ini dapat dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemograman yang lain, seperti program C++, juga dapat diimplementasikan dengan ProModel. Masalah yang dapat dipecahkan oleh Algoritma Genetik sangat beragam tidak hanya dibidang teknik seperti pada awal berkembangkan bahkan sudah banyak digunakan dibidang lain, seperti manajemen, industri, pertanian, kedokteran, dan masih banyak bidang lain. Dalam tulisan ini akan disampaikan penerapan Algoritma Genetika dalam optimasi model dan simulasi dari suatu sistem.
2. TEORI ALGORITMA GENETIKA 2.1 Pengertian Algoritma Genetika Algoritma Genetika adalah suatu algoritma pencarian yang bertujuan untuk mencari solusi dari suatu masalah, baik dengan satu variabel maupun multi variable. Metode ini meniru mekanisme dari genetika alam, yaitu untuk menemukan susunan-susunan gen yang terbaik dalam tubuh makhluk hidup. Dasar dari Algoritma Genetika adalah teori Evolusi Darwin, yang menjelaskan prinsip dasar dari terciptanya banyak spesies makhluk hidup yang ada di
Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B)
161
dunia sekarang ini. Makhluk hidup yang dapat beradaptasi dengan lebih baik terhadap lingkungannya akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertahan hidup dan bereproduksi sehingga mempengaruhi jumlah populasi spesies yang bersangkutan di waktu-waktu selanjutnya. Dalam perkembangannya, metode ini banyak dipakai dalam berbagai disiplin ilmu. Algoritma Genetika ini digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang mempunyai banyak solusi, dimana tidak ada kepastian solusi mana yang terbaik. Sehingga dalam penyelesaian masalah tersebut akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Setiap solusi dalam Algoritma Genetika diwakili oleh suatu individu atau satu kromosom. Keuntungan dari Algoritma ini adalah sifat metode search-nya yang lebih optimal, tanpa terlalu memperbesar ruang pencarian, dan tanpa kehilangan kelengkapan. Melalui persilangan dan mutasi, akan ada individu-individu yang baru pada populasi sebagai populasi generasi. Persilangan dan mutasi akan dilakukan lagi sehingga populasi yang baru tadi dapat menemukan nilai pembandingnya. Proses ini akan diulangi beberapa generasi sampai dapat diperoleh suatu hasil yang optimal. 2.2 Dasar Algoritma Genetika Algoritma Genetika pertama kali ditemukan oleh John Holland sekitar tahun 1960-an. Tujuan dari Holland mengembangkan algoritma ini adalah bukan untuk mendesain suatu algoritma yang dapat memecahkan suatu masalah, namun lebih mengarah pada studi mengenai fenomena adaptasi yang terjadi di alam dan mencoba menerapkan mekanisme adaptasi alam tersebut ke dalam sistem komputer. Algoritma Genetika yang dikembangkan Holland merupakan suatu metoda untuk memindahkan satu populasi kromosom (terdiri dari bit-bit 1 dan 0) ke populasi baru dengan menggunakan seleksi alam dan operator genetic seperti crossover, mutation (mutasi), dan inversion. Crossover menukarkan bagian kecil dari dua kromosom, mutasi mengganti secara acak
162
nilai gen beberapa lokasi pada kromosom, dan inversion membalikkan urutan beberapa gen yang berurutan dalam kromosom. Dasar teori inilah yang menjadi dasar kebanyakan program yang menggunakan Algoritma Genetika. 2.3 Tahapan Proses Algoritma Genetika Pada dasarnya proses Algoritma Genetika terdiri dari 5 tahap, sebagai berikut: a.
Membentuk Populasi Awal Langkah awal dari Algoritma Genetika adalah membentuk sebuah populasi untuk sejumlah gen. Populasi itu sendiri merupakan sekumpulan solusi yang akan digunakan dalam proses regenerasi selanjutnya untuk mcncari solusi terbaik, yang kemudian akan disebut sebagai individu. Masing-masing individu terdiri dari sejumlah kromosom dimana jumlah kromosom. Satu kromosom terdiri dari beberapa gen. Semua populasi yang ada dalam Algoritma Genetika berasal dari 1 populasi yang dikenal dengan populasi awal. Solusi atau individu terbaik dari populasi awal akan dipertahankan sedangkan indivivuindividu yang lain akan diubah menjadi variasi lainnya untuk memperoleh kemungkinan solusi yang lebih baik dari solusi sebelumnya. Susunan gen dari masing-masing individu terbentuk dari kromosom yang disusun dalam suatu string. Nilai string dibentuk secara acak (dengan memilih setiap kromosom dengan kode tertentu secara acak pada string). Setiap string didekodekan menjadi suatu set parameter yang dapat mewakilinya. Parameter ini merupakan model numerik ruang permasalahan, yang dapat memberikan pemecahan berdasarkan masukan dari parameter. Setiap string akan diberikan nilai fitness sebagai dasar kualitas pemecahan. Dari nilai fitness tersebut ketiga operasi genetika yaitu reproduksi, crossover, dan mutasi digunakan untuk menciptakan generasi baru dalam bentuk string. Set string baru kemudian didekodekan dan dievaluasi kembali sampai generasi string
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
yang baru terbentuk kembali. Proses ini akan diulang sampai jumlahnya sesuai dengan input jumlah generasi dari user atau memberikan output yang dianggap telah memenuhi kriteria permasalahan.
probabilitas. Diharapkan kode string terakhir yang diperoleh merupakan solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi. b. Crossover (Kawin silang) Proses penggabungan string dari dua kode yang berbeda yang berarti mengambil bagian solusi yang terbaik dari dua solusi yang berlainan, dengan harapan akan dihasilkan suatu solusi yang terbaik. Crossover dilakukan dengan beberapa langkah sederhana sebagai berikut:
Dalam pembentukan generasi awal ini, satu nomor (kromosom) mewakili satu sifat, yang akan diacak oleh komputer untuk menyusun suatu gen, proses ini disebut reproduksi. Gen adalah susunan kromosom dalam bentuk nomor yang terkumpul menjadi suatu string dalam bentuk kode. Jumlah gen yang disusun tergantung pada input dari user.
•
b.
Mencari fitness cost Pada tahap ini, setiap individu yang terbentuk dicari fitness costnya sebagai pembanding antara individu satu dengan individu lainnya. Metode fitness cost yang diambil dengan menjumlahkan semua nilai pembanding yang dihasilkan dari susunan populasi. Perubahan solusi dapat diperoleh melalui 2 proses yaitu proses mutasi dan proses persilangan. c.
Pengurutan (sorting) Individu yang ada di populasi diurutkan berdasarkan fitness cost-nya. Tujuannya adalah untuk mencari individu terbaik dari populasi yang ada, yang disebut sebagai solusi terbaik sementara. d. •
•
Proses Regenerasi Terdiri dari 2 metode yaitu Metode Elitism Metode dimana individu-individu yang akan mengalami regenerasi, yaitu mutasi dan crossover, didasarkan pada nilai fitness yang rendah, sedangkan individu yang memiliki nilai fitness tinggi akan dipertahankan untuk dibandingkan dengan individu hasil proses regenerasi. Metode Non-Elitism Metode yang melibatkan semua individu, baik individu/gen terbaik maupun gen yang kurang baik. Ada beberapa proses: a. Mutasi Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada suatu individu, terlepas dari pengaruh individu yang lain, yang dilakukan dengan cara mengubah kode string secara
• • •
Pertama, dipilih lokasi string secara random Kedua, dipilih panjang string yang akan dikawinkan secara random Ketiga, menukartempatkan gen yang dipilih dengan bagian string dari gen terbaik. Keempat, memposisikan bagian kromosom yang tidak tertukar.
e.
Tahap pengulangan Setelah proses regenerasi selesai, maka dilakukan pengulangan sampai sejumlah generasi yang dikehendaki. Gen dari generasi sebelumnya digantikan posisinya dengan generasi yang baru. Individu yang diperoleh dari proses mutasi dan crossover dianggap sebagai populasi awal lagi. Algoritma Genetika akan mengulang tahap b sampai e secara terus menerus sampai pada sejumlah generasi yang telah ditentukan. Pada akhir proses pengulangan ini, diharapkan diperoleh individu terbaik dengan FC=0.
3. APLIKASI ALGORITMA GENETIK Algoritma Genetika dalam mengoptimasikan model dan simulasi suatu sistem sudah banyak diterapkan pada bidang manufaktur, di sini dibahas beberapa contoh mengenai hal tersebut. 1. Optimasi Penjadwalan Produksi Contoh aplikasi yang akan dibahas untuk masalah ini diambil berdasarkan jurnal mengenai perencanaan produksi menggunakan simulasi dan algoritma dalam optimasi penjadwalan multi-kriteria.
Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B)
163
Masalah yang dibahas disini adalah masalah yang dihadapi oleh banyak perusahaan yaitu bagaimana menjadwalkan produksi dalam usahanya untuk meminimasi ongkos produksi dan penjadwalan produksi yang merata. Metoda tradisional membuktikan ketidaksesuaian metoda tersebut untuk produk yang sangat variatif dan prosedur produksinya sangat rumit, karena akan banyak memakan waktu. Penjadwalan produksi yang dibahas dalam topik ini bersifat job shop dengan tujuan untuk mengoptimasikan rencana penjadwalan produksi dengan menggunakan metode algoritma genetika, yang merupakan algoritma pencarian yang meniru mekanisme dari genetika alam. Dalam optimasi rencana penjadwalan produksi dengan menggunakan algoritma genetika, kromosom mewakili daftar pesanan produksi yang harus dijadwalkan sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan harus sesuai dengan pembatasan dalam proses produksi. Simulasi model digunakan untuk fungsi fitness, sehingga setiap kromosom akan mendapatkan nilai fitness (fitness value). Data untuk mengoptimasi jadwal tersedia dalam database, program algoritma genetika didasarkan pada data yang diekstraksi yang disiapkan untuk populasi awal dari kromosom. Setiap populasi bersifat terbatas, dan memiliki ukuran yang tetap yang disebut sebagai generasi. Dengan bantuan dari fungsi fitness, yang diwakili oleh model simulasi, kromosom di setiap populasi kemudian dievaluasi, hal ini dilakukan untuk memilih kromosom mana yang akan bertahan di generasi berikutnya. Evolusi dari kromosom yang bertahan hidup diuji berdasarkan operator genetik seperti mutasi dan crossover, sehingga kromosom yang baru akan berkembang. Proses evolusi akan terus berulang sampai diperoleh hasil yang terbaik. Kromosom dengan nilai fitness yang lebih baik akan disimulasikan dalam model simulasi visual. Dengan
164
menggunakan simulasi visual dan integrasi optimisasi dari system untuk perencanaan produksi, dapat diputuskan mana perencanaan jadwal produksi yang mudah dan cepat. Program untuk optimisasi penjadwalan dengan algoritma genetika dikembangkan dengan program C++, dan untuk tujuan validasi dari fungsi fitness diimplementasikan dengan Promodel. Karena proses produksi menggunakan sistem Job Shop, maka rencana penjadwalan sangat tergantung pada pesanan produksi. Jika terdapat pesanan baru maka akan dilakukan penjadwalan ulang. Penjadwalan ulang ini sangat bergantung pada pembatalan pesanan, pesanan baru, kerusakan mesin dan kejadian tak terduga lainnya. Dengan menggunakan algoritma genetika perencanaan penjadwalan yang pertama membutuhkan waktu sekitar 25 menit, jika ada tambahan pesanan algoritma genetika tidak langsung melakukan penjadwalan ulang tetapi akan menggunakan jadwal yang sudah ada, tapi pesanan yang baru akan secara langsung ditambahkan pada jadwal yang sudah ada, dan secara otomatis jadwal yang baru langsung terbentuk, dan waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 7 menit. Jika dibandingkan antara penjadwalan dengan cara yang lama membutuhkan waktu sekitar 120 menit, sedangkan dengan menggunakan algoritma genetika hanya membutuhkan waktu sekitar 25 menit untuk menyelesaikan persoalan yang sama. Pada Gambar 1 dibawah ini dapat dilihat penjadwalan yang optimal dari 5 job untuk waktu tertentu, dimana tersedia beberapa waktu bebas. Sewaktu pesanan baru datang langsung dapat dijadwalkan pada akhir penjadwalan. Pada gambar 2, diperlihatkan penjadwalan yang tidak optimal dari 5 job. Sedangkan gambar 3 menunjukkan jadwal yang sudah optimal untuk 5 job, pesanan baru bisa langsung dikerjakan karena ketersediaan waktu di workstation tidak berlebihan.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 1. Penjadwalan yang sudah optimal dari 5 job
Gambar 2. Penjadwalan yang belum optimal dengan penambahan job baru-waktu yang tersedia.
Gambar 3. Penjadwalan yang sudah optimal dengan 6 job (5 job yang sudah ada + 1 job baru) Setelah penjadwalan dengan algoritma genetika, diperoleh waktu simulasi yang paling minimal seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil statistik simulasi untuk rencana algoritma genetika
Gambar 4. Rencana secara manual
Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B)
165
Gambar 5. Rencana yang mempergunakan algoritma genetika Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan perbandingan antara rencana secara manual dan rencana yang mempergunakan algoritma genetika. Dapat disimpulkan bahwa dengan mempergunakan algoritma genetika waktu produksi dapat dihemat sekitar 5 – 15%. 2. Optimasi Replenishment Supplier Selain untuk mengoptimasi penjadwalan algoritma genetika juga sangat efektif untuk mengoptimalkan masalah replenishment. Perusahaan sangat menyadari pentingnya kerja sama dalam manajemen “supply chain”, namun karena setiap perusahaan mempunyai entitas ekonomi yang berbeda satu dengan yang lain, yang cenderung berfokus pada kepentingan sendiri, sehingga sulit untuk saling bekerja sama. Disini akan dilakukan analisis proses pemesanan barang berdasarkan sistem rantai suplai dua-eselon yang terdiri satu-pemasok dan multipengecer dengan menggunakan model optimal replenishment dari perspektif pemasok. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk membuat sebuah model baru yang meminimalkan ongkos “replenishment” dari pemasok dan mengurangi pesanan dari pengecer dan biaya penyimpanan sebanyak mungkin, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh sistem. Asumsi yang digunakan dalam membangun model ini adalah: 1. Tingkat permintaan retail diketahui dan bersifat konstan. 2. Supplier dapat memenuhi kebutuhan retail dan lead time = 0 3. Sebagai pemimpin dari permainan stackelberg, supplier memperbaiki interval replenishment. 4. Sebelum strategi interval replenishment diterapkan, interval replenishment yang
166
optimal mengikuti model “economic order quantity”. 5. Setelah strategi interval replenishment diimplementasikan, pemasok memberikan diskon harga untuk pengecer yang dipilih. Untuk mengoptimasikan model replenishment supplier ini digunakan pendekatan algoritma genetika. Langkah pertama dalam algoritma genetika adalah encoding. Dalam mencari solusi yang optimal, metode pengkodean tradisional adalah menyandikan variabel masalah sebagai string biner atau desimal string yang disebut kromosom. Dalam tulisan ini, nilai-nilai variabel keputusan (yi) adalah 0 atau 1, pengkodean biner diterapkan untuk menghasilkan kromosom N secara acak diwakili oleh string digit biner m, sebagai populasi awal. Setelah pencarian kriteria yang cocok ditemukan, populasi akhir akan tersedia. Menurut nilai populasi akhir, bisa didapatkan keputusan pengisian optimal vendor. Dalam Algoritma Genetika, setiap individu dalam populasi dievaluasi dengan menggunakan fitness, tidak menggunakan informasi lain dari luar. Probabilitas kelangsungan hidup setiap individu ditentukan oleh fitness. Dan populasi berkembang dengan cara individu yang lebih baik akan menggantikan individu yang kurang baik. Dalam rangka untuk menghitung probabilitas kelangsungan hidup individu secara benar, nilai fitness individu pun harus non-negatif. Seleksi yang digunakan untuk penyelesaian masalah ini adalah seleksi roulette wheel. Beberapa putaran pilihan yang diperlukan untuk memilih individu untuk pergi ke generasi berikutnya. Sebuah nomor acak baru dijelaskan oleh 0 atau 1 dapat dibuat
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
dalam tiap putaran, sebagai pointer menentukan individu-individu yang dipilih. Operator seleksi digunakan untuk menyaring populasi awal. Dalam makalah ini, metode crossover satu titik digunakan untuk memilih titik potong K dalam interval [1, m-1] secara acak, dimana m adalah jumlah gen dari populasi. Titik potong membagi kromosom menjadi dua bagian beririsan. Kemudian crossover menciptakan keturunan oleh bagian pertukaran dari kromosom induk dengan ukuran langkah 2. Untuk menghindari jawaban yang terjebak dalam lokal optima, mutasi akan muncul dengan probabilitas yang sangat kecil. Disini akan ditunjukan lokus kromosom sebagai titik perubahan dengan probabilitas mutasi Pm = 0,02. Kemudian masing-masing gen dari titik perubahan akan bermutasi secara integer dari 0 ke 1. Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : model ini dapat digunakan secara efektif baik untuk memecahkan persoalan dengan banyak retailer juga untuk kondisi biaya pemesanan dari retailer berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam dunia nyata, untuk supplier besar, metode ini sangat efektif selain untuk meningkatkan kerja sama supplier dengan retailer juga untuk pengambilan keputusan replenishment dalam waktu yang singkat.
3. Dapat menghindari penemuan solusi yang berupa lokal optimum 4. Mudah untuk di-hibrid (digabungkan) dengan metoda lain untuk problemproblem yang spesifik. 5. Ketidakpastian untuk menghasilkan solusi optimal global, karena sebagian besar dari algoritma ini berhubungan dengan bilangan acak yang bersifat probabilistik. 6. Sangat flexible dalam memecahkan masalah, tergantung dari input yang dimasukkan dari permasalahan yang dihadapi suatu sistem.
5. DAFTAR PUSTAKA [1] Ke Zhu, Hengshan Wang, Yuanyuan Kong, Sheng Li, 2011. Optimization of The Replenishment Strategy for The Supplier Based on Genetic Algorithm. International Business and Management Vol 6, No.1; January 2011. hal : 218 - 222 [2] Miroljub K, Igor B.K, Uros B. 2003. Production Planning Using Simulation and Genetic Algorithms in Multicriteria Scheduling Optimation. Journal of the Operational Research Society. Vol 58 No. 7, hal. 15. [3] Mitchell, M. 1996. An Introduction to Genetic Algorithms. Cambridge, MA: MIT Press. [4] Mitsuo Gen, Runwei Cheng. 2000. Genetic Algorithms & Engineering Optimization. Willey – IEEE.
4. KESIMPULAN Algoritma genetika sangat efektif untuk memecahkan permasalahan optimisasi suatu model. Algoritma genetika dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang teknik, sains, ekonomi, sosial, seperti penjadwalan, penugasan, kalibrasi model jaringan, perancangan mesin, dan sebagainya. Keuntungan dengan menggunakan algoritma genetika adalah 1. Tidak membutuhkan perhitungan dan rumus-rumus matematika yang rumit. 2. Dapat menangani berbagai macam fungsi antara lain : linear, non linear, diskrit, kontinu.
Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B)
167
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN RANTAI PASOK KOPERASI PENGOLAHAN SUSU X DI JAWA BARAT Rina Fitriana1, Taufik Djatna2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universtas Trisakti 2 Departemen Teknologi Industri Pertanian. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor 1
ABSTRACT A decision support system is a computerized information system, designed to support business and organizational decision-making activities. Agroindustrial Supply Chain Management (Agro-SCM) is the management of the entire set of production, transformation/processing, distribution and marketing activities in agroindustry by which a consumer is supplied with a desired product. Milk Processing Cooperation has a strategic role to support the milk industry development in Indonesia. The purpose of this research is to make a proposal supply chain decision support system of Milk Processing Cooperative X in West Java. The first sub model is Sales and Purchase. The second sub model is a Quality Risk. Third sub model is the Forecasting. The fourth sub model is Transportation. The Fift sub model is Supply Chain Management. Validation and Verification of Decison Support System conducted through case studies with empirical data in Milk Processing Cooperative X in West Java. Keywords : Decision Support System, Agro-SCM, Milk Processing Cooperative
1. PENDAHULUAN6
juga belum maksimal.
Sistem Pendukung Keputusan adalah sistem informasi terkomputerisasi didesain untuk mendukung bisnis dan aktivitas pengambilan keputusan (N Liu, 2009). Rantai Pasok berisi semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan (Chopra, 2007). Koperasi Pengolahan Susu (KPS) adalah lembaga yang mengelola persusuan dan mendistribusikan susu kepada Industri Pengolahan Susu dari peternak dan sebagai perwakilan peternak dalam memperjuangkan aspirasi peternak, selain itu koperasi juga berperan sebagai Industri Pengolahan Susu Skala Kecil Menengah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu Sistem Pendukung Keputusan dari rantai pasokan koperasi pengolahan susu studi kasus di Koperasi Pengolahan Susu (KPS) X di Jawa Barat.
Permasalahan dalam Rantai Pasok Agroindustri KPS (Koperasi Pengolahan Susu) difomulasikan sebagai berikut: Belum maksimalnya efisiensi dan efektivitas manajerial (Quality, Cost, Delivery) koperasi susu, dalam rangka mendapatkan hasil yang optimal. Pengusaan teknologi diversifikasi produk
2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Rantai Pasok Manajemen Rantai Pasok adalah keterpaduan antara perencaaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk mengantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Vorst, 2004, Hadiguna, 2007)
Korespondensi : 1 Rina Fitriana E-mail :
[email protected]
168
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 1. Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Vorst, 2004, Hadiguna, 2007) Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani (Austin, 1992; Brown, 1994). Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada
rantai pasok pada umumnya. Selain lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis. Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 (Arnold dan Chapman, 2004).
Gambar 2. Pola Aliran Material Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa bahan mentah didistribusikan kepada pemasok dan pabrik melakukan
pengolahan sehingga menjadi barang jadi siap didistribusikan kepada konsumen melalui distributor. Aliran produk terjadi
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
169
mulai dari pemasok hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Dimana, permintaan dari konsumen diterjemahkan oleh distributor, dan distributor menyampaikan pada pabrik selanjutnya pabrik menyalurkan informasi tersebut pada pemasok. Rantai pasok intelijen adalah inisiatif baru yang menyediakan kapabilitas untuk mengungkapkan kesempatan untuk memotong biaya, meningkatkan penjualan dan meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memanfaatkan kolaborasi pengambilan keputusan (Stefanovic, 2009). 2.2 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failures mode). Suatu failures mode adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang telah diterapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Melalui menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan itu (Gaspersz, 2002). FMEA desain akan membantu menghilangkan kegagalan-kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA proses akan membantu menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variable proses, sebagai misalnya: kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain (Gaspersz, 2002). Dalam pembutan FMEA dilakukan masalah kerumitan (severity) yang kemudian dapat dilakukan dengan karakteristik yang spesial. Penilaian dengan mengunakan skala 1-10, dimana masalah yang lebih serius mendapat rating lebih
170
tinggi. Menilai kemudahan pendeteksian terhadap produk cacat (detection) dengan menggunakan skala 1-10. Menghitung Risk Priority Number (RPN) dan tindakantindakan prioritas untuk mengetahui masalah yang paling serius. RPN = Severity x Occurrence x Detection (1) Nilai RPN dari setiap masalah yang ada dijumlahkan, dimana nilai RPN yang paling tinggi menandakan bahwa masalah tersebut memerlukan penanganan yang serius RPN maksimum adalah 1000 (Gaspersz, 2002). 2.3 Sistem Pendukung Keputusan Definisi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah sistem informasi terkomputerisasi, didesain untuk mendukung bisnis dan aktivitas pengambilan keputusan organisasi (Niu et.al, 2009). Menurut Eriyatno (1998) pendekatan sistem adalah metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif yang memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya yaitu masalah yang memenuhi karakteristik : 1. Kompleks, yaitu interaksi antar elemen cukup rumit 2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan 3. Probabilistik yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Komponen SPK adalah (Vercelis, 2009) : 1.
2.
Manajemen Data. Termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management Systems (DBMS). Manajemen Model. Melibatkan model finansial, statistika, manajemen pengetahuan, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software yang diperlukan.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
3.
4.
Interaksi. Pengetahuan pekerja dapat berinteraksi pada SPK untuk melakukan analisa. Manajemen Pengetahuan. Modul Manajemen Pengetahuan juga berinterkoneksi dengan Sistem Integrasi Manajemen Pengetahuan Perusahaan.
3. Desain sistem untuk merancang modelmodel pengambilan keputusan, basis data dan user interface pada sistem penunjang keputusan. 4. Verifikasi model menggunakan data Koperasi Pengolahan Susu (KPS) X sebagai studi kasus
3. METODE PENELITIAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan untuk Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Susu mengacu kepada tahapan penelitian menggunakan pendekatan sistem sebagai berikut:
4.1. Rantai Pasok Agroindustri Susu
1. Mempelajari sistem rantai pasok agroindustri susu dengan transaksi penjualan dan pembelian koperasi susu, resiko mutu, peramalan dan transportasi. Wawancara mendalam untuk mendapatkan variable- variabel keputusan penting dalam rantai pasok agroindustri susu. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor pemicu resiko mutu, kegiatan kunci, merumuskan basis aturan agregasi nilai dan penanganan resiko mutu berdasarkan pendapat para pakar.
Rantai pasok agroindustri susu yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari Pemasok yaitu Petani Susu, Kemudian petani susu menyalurkan ke koperasi Susu, kemudian sebagian kecil susu diolah dalam Industri kecil/menengah Koperasi Susu, Susu kemudian ada yang diolah menjadi yoghurt dan susu pasteurisasi sedangkan sebagian besar susu segar dipasok ke Industri Pengolahan Susu skala Besar yang diolah menjadi susu cair kotak, susu bubuk, susu kental manis dll. Produk jadi baik dari koperasi susu maupun dari IPS kemudian disalurkan ke Retailer, kemudian konsumen dapat membelinya dari retailer.
Gambar 1 Rantai Pasok Agroindustri Susu
4.2. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan untuk Koperasi Susu
dialog yang akan memudahkan komunikasi dengan pengguna yang bersifat interaktif.
Pemodelan sistem yang dirancang untuk rancangan aplikasi SPK untuk penilaian aplikasi SPK untuk penilaian Rantai Pasok Koperasi Susu, dirancang dalam bentuk paket komputer yang terdiri dari komponen sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan dan sistem manajemen model yang dihubungkan dengan sistem manajemen
Konfigurasi model sistem penunjang keputusan menggambarkan komponen di dalam sistem dan keterkaitan antar komponen sistem. Konfigurasi model SPK disajikan pada gambar yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu Sistem Manajemen Basis Model, Sistem Manajemen Basis Data dan Sistem Manajemen Dialog.
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
171
Basis data yang terdapat dalam sistem manajemen basis data digunakan oleh basis model yang terdapat pada sistem manajemen basis model, proses eksekusi data oleh model berlangsung di dalam sistem pengolahan terpusat. Alternatif keputusan yang dapat dihasilkan oleh sistem pengolahan terpusat dapat diminta dan diperoleh hasilnya oleh penggunan SPK melalui sistem manajemen dialog. Model SPK dirancang untuk mampu menghasilkan informasi dan alternatif keputusan untuk pengguna koperasi susu
Jawa Barat keluarannya berupa informasi transaksi penjualan dan pembelian, peramalan, penilaian resiko mutu susu, penjadwalan, transportasi dan kualitas rantai pasok agroindustri. Pemodelan sistem untuk rancangan SPK rantai pasok koperasi pengolahan susu (KPS) dapat dilihat pada Gambar 2 yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data dan sistem manajemen dialog.
Gambar 2. Konfigurasi Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Koperasi Pengolahan Susu
172
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Berikut adalah Diagram Alir SPK KPS : Mulai
Transaksi penjualan dan pembelian
Data/informasi eksternal
Basis Data internal
Basis pengeta huan
Transaksi Penjualan dan Pembelian
Peramalan
Basis Data Eksternal
Penilaian Resiko Mutu
Penjadwalan
Kualitas Rantai Pasok KPS
Gambar 3. Diagram Alir SPK KPS
Sistem Manajemen Basis Data Basis Data SPK KPS terdiri dari basis data internal yaitu Data Pembelian dan Penjualan. Setelah dianalisis basis data ini terdiri dari empat buah file yaitu File transaksi penjualan dan pembelian, penilaian Resiko Mutu, input resiko mutu, input peramalan, transportasi. Perancangan Sistem Manejemen Basis Pengetahuan Basis Pengetahuan SPK KPS terdiri dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh lingkungan bisnis (misalnya pelanggan, pemerintah) serta tindakan yang dilakukan koperasi pengolahan susu untuk mengantisipasinya.
Sistem Manajemen Basis Model a.
Sistem Manajemen Dialog
Sistem Manajemen Dialog di dalam rekayasa sistem pendukung keputusan pengembangan agroindustri susu adalah komponen yang dirancang untuk mengatur
dan mempermudah interaksi antara model (aplikasi komputer) dengan pengguna. b.
Sub Model Pencatatan Transaksi Penjualan dan Pembelian
Model ini berfungsi untuk melakukan pengolahan basis data dari basis data dari proses internal yaitu mengolah data pembelian dan penjualan untuk suatu perioda tertentu serta melakukan pencatatan dan pengolahan data untuk setiap transaksi yang dilakukan perusahaan. Nilai Transaksi Penjualan dan Pembelian Penjulan > rata-rata penjualan = Baik Penjualan = rata-rata penjualan = Sedang Penjualan < rata-rata penjualan = Kurang Pembelian > rata-rata pembelian = Baik Pembelian = rata-rata pembelian = Sedang Pembelian < rata-rata pembelian = Kurang Contoh If Then Rule Transaksi Penjualan dan Pembelian (9 Rule) If penjualan baik, pembelian baik then transaksi penjualan dan pembelian baik.
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
173
Gambar 4. Input Transaksi Pembelian dan Penjualan c.
Lebih dari 80% jumlah produksi susu segar dari peternak dijual ke IPS. Dasar pijakan yang digunakan oleh para peternak dan IPS adalah apabila nilai TPC antara 1015 juta dan nilai TS sebesar 11,3%, maka peternak akan memperoleh harga sebesar Rp 1.825/liter susu segar. Pada sub model Penilaian Resiko Mutu dilakukan analisa terhadap penyebab dari permasalahan yang terjadi. Pada proses ini terdapat pembuatan : 1.
penyebab-penyebab dari cacat yang dihasilkan.
Sub Model Penilaian Resiko Mutu
Diagram Fishbone Diagram fishbone ini dilakukan dengan cara brainstorming dari pihak perusahaan yang berkaitan dengan masalah cacat untuk menemukan
2.
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Sumber-sumber resiko pada rantai pasok agroindustri susu diketahui berdasarkan koperasi, pabrik susu dan konsumen susu. Pemicu resiko pada agroindustri susu adalah kandungan protein, adanya antibiotic, makanan sapi, kualitas susu. Pemicu resiko pada transportasi agroindustri susu adalah kondisi jalan, ketersediaan truk dan pemuatan dan pemindahan susu dari mobil. Pemicu resiko pengolahan adalah teknologi pengemasan kurang baik, teknologi pengawetan susu kurang baik.
Gambar 5. Diagram Tulang Ikan Cacat Mutu Susu Kurang Baik
174
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 1 merupakan diagram FMEA untuk jenis cacat mutu Susu Kurang baik. Tabel 1. Diagram FMEA Untuk Jenis Cacat Mutu Susu Kurang Baik No.
Jenis Kegagalan
Penyebab
Pengaruh Buruk
Frekuen si
Bobot S
O
RPN D
SxOxD
1
Dari petani mutu Susu kurang baik
Tingginya kandungan bakteri Total Plate Control (TPC)
Kandang, Tangan manusia atau Ember kotor
Sering
5
5
5
125
2
Dari petani mutu Susu kurang baik
Rendahnya Total Solid
Kurang konsentrat makanan
Sering
4
5
5
100
3
Dari petani susu ditolak
Susu mengandung antibiotik
Sapi diberi obat yang mengandung antibiotik
Jarang
3
3
4
36
4
Kualitas susu rusak dari KPS ke IPS
5
6
Susu rusak di jalan Yoghurt/ susu pasteurisasi cepat rusak di tangan konsumen
7
Kualitas yoghurt kurang baik
8
Proses pembuatan kemasan kurang rapi
Segel yang dipasang di KPS rusak sebelum sampai ke IPS Terlalu lama di jalan Susu tidak tahan lama pada suhu kamar Kurang terampil dalam membuat yoghurt yang berkualitas SDM kurang terampil dalam membuat kemasan
Tindakan Yang direkomendasikan Diberikan Standar Operating Procedur di tingkat peternak. Sapi dimandikan, tangan pemerah dicuci sebelum memerah susu, ember dibersihkan. Sapi diberi makanan konsentrat, anggota koperasi mendapat subsidi makanan konsentrat Susu yang mengandung antibiotik diberi tanda agar dipisahkan untuk diberikan ke anak sapi (pellet)
Sopir dan Kernet kurang bertanggung jawab
Jarang
3
3
3
27
Sopir dan Kernet diberi sanksi mulai dari SP I,II,III, dipotong honor sampai dikeluarkan
Penjadwalan kurang baik
Jarang
5
3
5
45
Penjadwalan diperbaiki
Teknologi pengemasan kurang baik
Sering
5
4
4
80
Teknologi pengemasan diperbaharui
SDM kurang terampil dalam membuat yoghurt
Jarang
2
2
3
12
Diadakan pelatihan pembuatan yoghurt yang berkualitas
SDM kurang terampil dalam memakai teknologi
Jarang
4
4
4
64
Diadakan pelatihan untuk pegawai pengemasan
Nilai Resiko Mutu untuk Severity, Ocurance, Detectability Nilai 1-3 = Rendah Nilai 4-6 = Sedang Nilai 7-9 = Tinggi
Contoh If Then Rule Resiko Mutu Susu (9 rule) If Severity Tinggi, Occurance Tinggi, Detectability Tinggi then Resiko Mutu Susu Tinggi
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
175
Hasil penilaian Resiko mutu memperlihatkan bahwa beberapa kegiatan perlu dikelola dengan lebih baik lagi dengan prioritas yang memiliki Resiko mutu yang paling besar dengan tindakan
rekomendasi diberikan Standar Operating Procedur ditingkat peternak. Sapi dimandikan, tangan pemerah dicuci sebelum memerah susu, ember dibersihkan.
Gambar 6. Input Transaksi Mutu Berdasarkan hasil SPK Resiko Mutu Koperasi Pengolahan Susu terbesar adalah Sedang. d.
Sub Model Transportasi
Penjadwalan
Penjadwalan transportasi susu segar adalah upaya mengangkut seluruh hasil dari petani susu dengan menggunakan colt tangki yang berjumlah 24 dan setelah melalui proses pendinginan di koperasi susu segar dibawa ke IPS (Industri Pengolahan Susu) dengan menggunakan Truk tangki yang berjumlah 14 buah. Penjadwalan trasnportasi dilakukan dua kali sehari dan setiap hari. Tabel 2 adalah salah satu contoh hasil penugasan 24 colt tangki. Transportasi Agroindustri Agroindustri Susu adalah transportasi truk dari koperasi ke lokasi petani susu dengan menggunakan Colt Tangki dan dari koperasi ke industri pengolahan susu Truk Tangki. Fungsi obyektifnya adalah total jarak tempuh yang minimimum. Jika jarak tempuh truk a pada perjalanan ke b dari koperasi ke lokasi panen c adalah xabc dengan variabel-variabel keputusan yabc
176
adalah biner dapat diformulasikan sebagai berikut : Minimasi Z =∑ ∑
!"
Kumpulan kendala yang harus diperhatikan adalah pengaturan jadwal agar satu jadwal dengan jadwal lainnya tidak bentrok. Setiap truk hanya melakukan kegiatan satu jadwal di setiap perjalanan ∑
!" =1
a=1,2…,m; b=1,2,….n
Pengaturan setiap truk dilakukan untuk menjamin truk yang tersedia bertugas di lokasi yang berbeda di lokasi yang berbeda di awal penugasan ∑
!" <=1,
a=1,2…,m; b=1,2,….n
Jumlah penerimaan susu segar (SUSU) dari petani harus diangkut seluruhnya dengan kapasitas Truk per unit adalah sama untuk setiap truk. ∑∑
!" #
=SUSU, c=1,2,….s
Kegiatan transportasi dilakukan dalam satu kali trip sehingga perlu dijamin truk ditugaskan mengangkut panen pada lokasi sebelumnya yang belum diangkut. ∑∑∑
!"
$ 1, 1,2, . .
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 2. Penjadwalan transportasi dengan menggunakan colt tangki ke petani susu Jadwal Keberangkatan No TPK Jarak Pagi Sore 1 Pencut 5 km 03.55 14.50 2 Ciater 37 km 04.08 14.55 3 Genteng 3 km 04.15 15.30 4 Barunagri 4 km 04.20 15.23 5 Pasiripis 4 km 04.20 15.30 6 Gunung Putri 4 km 04.27 15.43 7 Manoko 4 km 04.27 15.43 8 Pasar Kemis 6 km 04.20 15.20 9 Keramat 4 km 04.28 15.50 10 Citespong 4 km 04.30 15.25 11 Pojok 4 km 04.32 15.20 12 Cibulakan 4 km 04.25 15.10 13 Suntenjaya 15 km 03.45 14.40 14 Cibodas 15 km 04.20 15.20 15 Cibogo 4 km 04.35 15.50 16 Cikawari 7 km 04.20 15.20 17 Cikole 6 km 04.30 15.35 18 Cilumber 6 km 04.35 15.35 19 Cibedug 6 km 04.20 14.50 20 Nagrak 6 km 04.30 15.30 21 Bukanagara 4 km 04.30 15.30 22 Pagerwangi 4 km 04.33 15.40 23 Cibolang 12 km 04.20 14.20 24 Yampai 6 km 04.30 14.30
Gambar 7. Input Transportasi Nilai Transportasi Jumlah truk yang dibutuhkan < Jumlah Truk tersedia = Baik Jumlah truk yang dibutuhkan = Jumlah Truk Tersedia = Sedang Jumlah truk yang dibutuhkan > Jumlah truk yang tersedia = Kurang
Jumlah rute yang dibutuhkan < jumlah rute yang tersedia = Baik Jumlah rute yang dibutuhkan = Jumlah rute Tersedia = Sedang Jumlah rute yang dibutuhkan > Jumlah rute yang tersedia = Kurang Contoh If then Rule Transportasi (9 rule)
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
177
If jumlah truk baik, jumlah rute baik then transportasi baik. Berdasarkan hasil SPK Input Transporasi Nilai Transportasi adalah sedang. e.
Sub Model Peramalan
SPK KPS dapat melakukan menilai apakah peramalan untuk memperkirakan
Tabel 3. Peramalan Penjualan 2009 Penjualan SMA 3 2008 Peramalan 2009 Januari 1.684.103.590 1.661.008.735 Februari 1.766.470.689 1.678.027.979 Maret 1.684.649.061 1.706.100.036 April 1.633.907.634 1.681.712.250 Mei 1.729.327.729 1.688.613.422 Juni 1.587.092.314 1.692.141.903 Juli 1.637.816.043 1.687.489.191 Agustus 1.865.260.863 1.689.414.839 September 1.724.083.635 1.689.681.978 Oktober 1.609.951.003 1.688.862.002 Nopember 1.593.811.805 1.689.319.606 Desember 1.779.263.396 1.689.287.862 Tabel 4 Peramalan Pembelian 2009 SMA 3 Pembelian 2008 Peramalan 2009 Januari 1.624.202.497 1.719.113.690 Februari 1.612.135.828 1.745.884.379 Maret 1.602.343.456 1.782.113.511 April 1.757.125.427 1.749.037.193 Mei 1.605.588.970 1.759.011.694 Juni 1.614.234.380 1.763.387.466 Juli 1.752.830.728 1.757.145.451 Agustus 1.691.732.959 1.759.848.204 September 1.947.061.238 1.760.127.041 Oktober 1.638.801.624 1.759.040.232 Nopember 1.637.196.984 1.759.671.826 Desember 1.881.342.463 1.759.613.033 Nilai Peramalan Peramalan penjualan > rata-rata penjualan = Baik Peramalan penjualan = rata-rata penjualan = Sedang
178
tingkat penjualan dan tingkat pembelian pada periode berikutnya, yang pengolahan dilakukan dengan metode time series sudah baik, sedang atau buruk berdasarkan ratarata penjualan. Tabel 3 dan 4 berikut adalah tabel hasil peramalan menggunakan Single Moving Average 3 dan 6.
SMA 6 Peramalan 2009 1.701.697.791 1.712.344.749 1.686.858.730 1.680.654.579 1.692.438.508 1.708.876.292 1.697.145.108 1.696.386.328 1.693.726.591 1.694.871.234 1.697.240.677 1.698.041.038
SMA 6 Peramalan 2009 1.758.160.999 1.759.049.378 1.770.268.781 1.740.803.372 1.757.803.663 1.777.904.776 1.760.665.161 1.761.082.522 1.761.421.379 1.759.946.812 1.763.137.386 1.764.026.339 Peramalan penjualan < rata-rata penjualan = Kurang Peramalan pembelian > rata-rata pembelian = Baik
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Peramalan pembelian = rata-rata pembelian = Sedang Peramalan pembelian < rata-rata pembelian =Kurang Contoh If Then Rule Peramalan (9 rule) If peramalan penjualan baik, peramalan pembelian baik then peramalan baik.
Gambar 9. Kualitas Rantai Pasok Hasil Kualitas Rantai berdasarkan SPK adalah Baik.
Pasok
Validasi Model SPK KPS
Gambar 8. Input Peramalan Hasil Input Peramalan Pembelian dan Penjualan berdasarkan hasil SPK adalah Baik. Penentuan Kualitas Rantai Pasok Penentuan kualitas rantai pasok ditentukan oleh empat faktor, yaitu : 1. Transaksi pembelian dan penjualan (baik, sedang,kurang) 2. Resiko mutu susu (tinggi, sedang, rendah) 3. Peramalan (baik, sedang, kurang) 4. Transportasi (baik,sedang, kurang) Berdasarkan nilai dari keempat variable tersebut maka dapat ditentukan Kualitas Rantai Pasok (Baik,Sedang,Kurang) Contoh If Then Rule Rantai Pasok (81 rule) If rasio transaksi pembelian dan penjualan baik, resiko mutu baik, peramalan baik, transportasi baik then rantai pasok baik.
Model SPK KPS divalidasi dengan menggunakan teknik Face Validity (Sargent,1999) yaitu dengan jalan meminta pendapat para pakar yang merupakan manajemen dari koperasi pengolahan susu X Jawa Barat. Prosedur validasi dilakukan dengan cara memberikan penjelasan mengenai model SPK KPS dalam bentuk presentasi dan demo program dan dilanjutkan dengan diskusi dan Tanya jawab. Verifikasi Model SPK KPS Resiko penurunan mutu yang tertinggi terdapat pada petani susu, ketersediaan truk susu dan waktu angkut. Petani susu adalah unit pasok yang berisiko paling tinggi terhadap penurunan susu. Penanganan resiko mutu didasarkan agregasi nilai resiko setiap unit rantai pasok. Penanganan di petani menjemput sendiri susu ke petani, pengawasan pemuatan susu meminimumkan waktu angkut, mengevaluasi jumlah trip dan menjamin ketersediaan truk. Penanganan di koperasi dilakukan pengawasan pembongkaran susu, pendinginan, kemudian pengawasan pemuatan susu. Penanganan di pabrik meningkatkan mutu perawatan dan kebersihan peralatan, sedangkan penanganan di industri pengolahan susu pengawasan pembongkaran susu dengan baik.
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana)
179
5. KESIMPULAN Usulan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dari rantai pasok koperasi susu di Jawa Barat terdiri sub model transaksi penjualan dan pembelian, resiko mutu susu, peramalan, transportasi dan Rantai Pasok.
[8]
6. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
180
Arnold, J. R dan S. N. Chapman, 2004. Introduction to Materials Management, Upper Saddle River. New Jersey. Austin, J.E, 1981. Agroindustrial Projet Analysis, The John Hopkin, Marylnd. Brown, JG, 1994. Agroindustrial Investment and Operation, The World Bank, Washington. Chopra, Sunil et.al, 2007. Supply Chain Management Strategy, Planning & Operations. Third Edition, Pearson International Edition, New Jersey. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen, Jilid 1, IPB Press. Gasperz, Vincent, 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hadiguna Rika Ampuh, Marimin, 2007. Alokasi Pasokan Berdasarkan Produk Unggulan untuk Rantai Pasok Sayuran Segar, Jurnal Teknik
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
Industri, Vol 9, No.2, Desember 2007, 85-101 ICH Harmonised Tripatite Guidelines, 2005. Quality Risk Management.International Conference on Harmonisation of Technical Requirement for Registration of Pharmaceuticals for Human Use. L. Niu, J. Lu dan G. Zhang, 2009. Cognition-Driven Decision Support for Business Intellegent, Springerlink.com, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Sargent, Robert G, 1998, Verification and Validation of Simulation Model, Proceedings of the 1998 Winter Simulation Conference, pp.122-128. Stefanovic, N. dan D. Stefanovic, 2009. Supply Chain Business Intelligence, Technology, Issues and Trends in M. Bramer(Ed.): Artificial Intelligence.LNAI 5640. IFIP International Federation for Information Processing. Vercellis Carlo, 2009. Business Intelligence: Data Mining and Optimization for Decision Making, Italia: John Wiley & Sons, Ltd. Vorst, J.G.A.J. van der, 2004. Supply Chain Management: Theory and Practice. Di dalam T.Champs, P. Diederm,G.J Hofstede,B.Vos (Eds). The Emerging World of Chain & Networks, Elsevier, Hoofdstuk.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
PENERAPAN SIMULASI PADA PERUSAHAAN BERBASIS LEAN Arie Respama Putra Alumni Jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri
ABSTRACT Lean Manufacturing is an approach to make the system efficient using the waste reduction. The approach is conducted by understanding the general picture of the company using the flow of information and materials in the production floor by creating value stream mapping. Lean Manufacturing is not only useful in the production floor; however it can be implemented in various levels of company organization. However the simulation is a totally different discipline which can support applications in other disciplines. Using the simulation, the implementation process of Lean Manufacturing can be conducted precisely and result in more alternative solutions in the production processes. Simulation has many types of tools, of which the most popular one is the Pro Model. The tool tries to illustrate the model from the actual production process by conducting several simulations until the optimum solution can be achieved for the Lean Manufacturing. Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Value Stream Mapping, Simulation
1. PENDAHULUAN7 1.1. Latar Belakang Dasar pemikiran dari lean manufacturing adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep perampingan atau efisiensi. Konsep lean ini dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya efisiensi selalu menjadi target yang ingin dicapai oleh semua perusahaan. Untuk dapat mengaplikasikan konsep lean, maka perusahaan harus mampu untuk mengidentifikasi kebutuhan dari konsumen, dan apa yang dipentingkan oleh konsumen. Pendekatan ini merupakan filosofi dasar untuk mengoptimalkan performansi sistem manufaktur. Toyota telah melakukan identifikasi terhadap tujuh jenis aktivitas utama yang tidak memiliki nilai tambah dalam bisnis maupun proses manufaktur antara lain produksi berlebihan, waktu menunggu, transportasi, persediaan berlebihan, gerakan yang tidak perlu dan produk cacat. Seluruh kegiatan itu
merupakan pemborosan (waste) yang dapat memperpanjang production lead time. Lean sekarang telah diakui sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi operasional, tapi ada banyak praktisi lean yang tidak menyadari bahwa hasil dari penerapan lean dapat diperoleh dengan cepat dengan penggunaan teknologi simulasi.
Korespondensi : Arie Respama Putra E-mail :
[email protected]
Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra)
181
Gambar 1. Simulasi dapat mengembangkan Lean dengan baik dan cepat Promodel telah mengembangkan alat khusus yang disesuaikan untuk metode lean, dan dapat membantu mewujudkan potensi penuh dari lean pada seluruh perusahaan. Pada promodel ini, bisa diberi gambaran lean diikuti dengan deskripsi tentang bagaimana simulasi digunakan untuk meningkatkan kinerja lean. Melalui prediksi pemodelan simulasi, waktu untuk implementasi lean sangat berkurang dan bentuk waste (perencanaan operasional yang buruk, optimalisasi sumber daya) menjadi jauh lebih jelas. Simulasi dengan promodel membuat perusahaan bisa menciptakan solusi inovatif untuk menciptakan nilai tambah dan menghilangkan limbah dengan bebas risiko. 1.2. Tinjauan Lean Untuk memahami bagaimana simulasi dapat membantu penerapan lean, tentu perlu dipahami dulu konsep berpikir lean. Maka muncul pertanyaan “Apa yang lean dapat lakukan dan apa saja yang dibutuhkan lean untuk mencapai tujuannya”. Bagaimana proses menjadi perusahaan lean dan apa arti dari perusahaan lean? Semua pertanyaan ini harus dijawab untuk mendapatkan gambaran yang memadai, untuk mengetahui apapun tentang lean. Berikut ini akan akan diberikan gambaran tentang lean, dan bagaimana simulasi digunakan untuk membantu mewujudkan potensi penuh dari lean. The Lean Enterprise Institute mendefinisikan lean sebagai suatu prinsip, praktek dan alat yang digunakan
182
menciptakan nilai yang tepat untuk pelanggan dengan kualitas yang lebih tinggi dan cacat lebih sedikit. Semua itu juga didapat dengan mengurangi tenaga manusia, mengurangi ruang, mengurangi modal, mengurangi waktu kerja dari pada sistem industri tradisional. Tujuan utama dari lean mengembangkan proses yang bebas dari waste. Pemborosan (waste) atau muda didefinisikan oleh Shoichiro Toyoda pendiri Toyota sebagai sesuatu yang tidak memberi nilai tambah kepada produk. Dalam industri jasa, ini ditunjukkan dengan sesuatu yang tidak memberikan nilai kepada layanan jasa pada perusahaan jasa. Taiichi Ohno, pelopor Toyota Production System (TPS) telah mengidentifikasi tujuh bentuk dari waste di bidang manufaktur, dan ini juga bisa berlaku untuk industri jasa: Over produksi Idle time : menunggu bahan, peralatan, personil atau informasi Transportasi : gerakan yang tidak perlu Kegiatan tanpa nilai tambah: kegiatan tidak penting yang tidak memberi nilai pada produk dan jasa Kelebihan persediaan: terjadi karena kelebihan produksi Waste of motion : gerakan dalam proses yang tidak memberi nilai tambah pada produk Produk cacat Manfaat menggunakan lean manufacturing: • Mengurangi waktu siklus • Mengurangi work in process (WIP) • Mengurangi biaya
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
• • • • • •
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya Memudahkan penjadwalan Aliran proses lebih efisien Mengurangi area produksi (ruang) Meningkatkan kualitas Meningkatkan moral tenaga kerja
Lean thinking menurut James P. Womack dan Daniel T. Jones, ada lima yaitu : • Tentukan nilai, menentukan apa yang pelanggan nilai dan inginkan dalam sebuah produk atau jasa seperti dalam hal fitur, fungsi, pengiriman, pelayanan dan lain sebagainya. • Tentukan value stream, mengidentifikasi proses atau urutan dari langkah penyediaan produk dan layanan secara efisien dan efektif. • Aliran dari produk dan pelayanan, merampingkan proses sehingga setiap langkah proses lebih terpadu, ganti batch dan antrian dengan aliran tunggal. • Sistem tarik, membuat atau memberikan hanya apa yang diinginkan pelanggan. • Mengejar kesempurnaan, terus berusaha mengurangi waktu, ruang, biaya dan cacat dan menawarkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. 1.3. Alat dan Teknik Lean Ada banyak alat bantu dan teknik untuk menciptakan proses lean, termasuk yang dijelaskan di bawah ini. Alat dan teknik di bawah tidak hanya terbatas pada proses manufaktur tetapi dapat juga digunakan dalam pelayanan proses. Value Streaming Mapping (VSM) : digunakan untuk visualisasi statis, menganalisa dan meningkatkan proses serta aliran informasi. Laporan A3: digunakan untuk mendefinisi masalah, mengidentifikasi solusi dan mengembangkan, mendokumentasikan, mengimplementasikan rencana kegiatan perbaikan proses. Kanban produksi : digunakan untuk mengatur produksi dan pergerakan aliran produksi, kanban dapat
menghilangkan overproduksi karena menggunakan sistem tarik. Diagram Alir : tata letak yang menggambarkan aliran fisik pekerjaan (bahan dan orang), menghilangkan gerakan yang tidak perlu dalam aliran kerja tersebut. Sel Kerja : sebuah pengaturan streamline (biasanya dalam bentuk U). 5S : sebuah metode sistematis untuk mengatur tempat kerja, menghilangkan cacat dan gerakan yang tidak berguna. Quick Changeover : metode untuk mengurangi waktu set up operasi, dengan ukuran batch yang lebih kecil, dapat menghilangkan waktu tunggu dan over produksi. Total Productive Maintenance (TPM) : sistematis untuk kegiatan pemeliharaan yang dapat meminimalkan gangguan kerja, menekankan keterlibatan semua karyawan dalam kegiatan TPM (preventif) dan mengurangi idle time. Kontrol visual : pemanfaatan sinyal visual untuk menghilangkan overproduksi dan waktu menunggu. Poka Yoke (pemeriksaan kesalahan): membuat proses operasi sedemikian rupa sehingga proses hanya bisa jalan apabila dilakukan dengan cara benar, apabila terjadi kesalahan, proses otomatis terhenti sehingga produk cacat dapat dicegah. Pelatihan : dengan adanya pelatihan, karyawan dapat menjalankan berbagai fungsi kerja lebih fleksibel, sehingga operator dapat menghilangkan idle time nya.
Tools pada lean di atas harus digunakan secara sistematis, dengan cara mengidentifikasi waste yang paling merugikan dalam sistem dan baru ditetapkan solusi yang terbaik untuk menghilangkan waste. Lean tidak hanya menguntungkan jika diterapkan pada pada proses operasi, keuntungan lebih besar akan didapat jika lean diterapkan pada perusahaan secara menyeluruh. Lean merupakan sebuah budaya yang dimulai dari atas dan menembus ke divisi paling bawah. Sebuah perusahaan yang ingin berbudaya lean, terlebih dahulu harus menanamkan kesadaran dan intoleransi terhadap waste.
Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra)
183
Ketika kesadaran akan waste menyebar ke seluruh oraganisasi, orang akan secara proaktif mencari perbaikan dan memastikan berada pada jalur tujuan bisnis dan nilai terhadap pelanggan. Sebuah perusahaan lean akan memberikan nilai maksimal kepada para stakeholders dengan konsumsi sumber daya yang tidak berlebihan. Lean pada dasarnya adalah tentang mencapai hasil yang diinginkan dengan limbah minimal.
2. SIMULASI DAN LEAN Dengan pemahaman tentang prinsip dasar lean yang baik di tingkat proses dan perusahaan, maka eksplorasi penerapan simulasi dalam lean dapat dilakukan. Simulasi menyediakan cara yang efektif untuk mencapai tujuan dari lean pada berbagai tingkatan. Pada tingkatan lean manapun, simulasi dapat membantu mencapai potensi penuh dari lean, secara cepat dan lebih baik. Contoh skenario penerapan simulasi adalah sebagai berikut :
awal yang sama, tapi kemudian memiliki pipa yang berbeda dan persyaratan perakitan menggunakan campuran yang berbeda. Industrial Engineering pada perusahaan mempelajari dalam workshop lean untuk mengurangi batch produksi sehingga menghasilkan produktivitas yang besar. Setelah membuat perkiraan ukuran batch yang tepat, Industrial Engineering tadi membangun sebuah model simulasi dan menemukan bahwa dengan menggandakan ukuran batch yang bisa mencapai throughput 12% lebih tinggi dari perkiraan awal. Lebih lanjut ditemukan bahwa dengan peningkatan ukuran batch sebenarnya WIP jadi menurun.” Analisis ini menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, sehingga perusahaan terhindar dari biaya sebesar $100.000. Gambaran di atas merupakan satu contoh bagaimana simulasi telah terbukti efektif dalam perencanaan strategis yang lebih taktis dalam perencanaan operasional. Dalam tahapan lean manapun berada, Promodel bisa membantu mempercepat perjalanan dan menghindari rintangan-rintangan yang tidak terduga.
“Sebuah produsen membuat tiga model berbeda dari kolam air panas, masing-masing dengan berbagai tuntutan. Semua model memiliki beberapa operasi
184
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 1. Bagaimana Simulasi Membantu Mencapai Tujuan dari Lean
Proses simulator menyediakan alat yang ideal untuk pengembangan skenario proses alternatif untuk membantu menyoroti inefisiensi operasional saat ini dan melihat bagaimana dapat dieliminasi melalui implementasi lean. Misalnya seorang manajer operasi memiliki masalah dalan mengurangi WIP di wilayah kerjanya, karena takut pada jangka pendek akan menghadapi konsekuensi terhadap kuota. Maka dalam hal ini model simulasi dapat membantu operator melihat persis pengurangan pada WIP agar kuota juga dapat dicapai, sementara pada saat yang sama proses juga menunjukkan perbaikan kinerja, cacat dan waktu siklus dapat dikurangi dengan berkurangnya WIP. Promodel simulator adalah alat yang ideal untuk mendapatkan jadwal yang cocok dalam proses produksi. Simulator memberikan tampilan yang realistis pada kebutuhan sumber daya dan waktu untuk berbagai alternatif proyek lean, dan mengidentifikasi jadwal terbaik untuk dipilih. Selanjutnya dengan melakukan analisis “What-If”, terhadap semua keputusan proyek seperti sumber daya yang digunakan, apakah nantinya akan tumpang tindih atau tidak proyek tersebut. Simulator dapat dengan cepat ke prioritas optimal dan
penjadwalan proyek lean untuk menghasilkan ROI terbesar dalam waktu terpendek. Berikut fungsi utama simulasi dengan pengembangan portofolio simulator: Memvisualisasikan informasi mengenai sumber daya dibandingkan dengan kapasitas Menganalisis bagaimana jadwal alternatif dapat memberi pengaruh baik terhadap hasil yang optimal Mengoptimalkan proses Solusi ini memberikan dasar untuk memprediksi, jumlah dan jenis sumber daya yang diperlukan serta urutan prioritas untuk mencoba memenuhi waktu konsolidasi yang diinginkan. Untuk hal ini juga diberikan sarana untuk bereksperimen dengan skenario konsolidasi dengan strategi berbeda.
3. SIMULASI DALAM VALUESTREAM MAPPING (VSM) VSM menyediakan cara yang efektif untuk menvisualisasikan aliran logis dari kerja dan informasi dalam proses. Gambar 2 menunjukkan contoh VSM dari suatu proses. Perhatikan bahwa aliran material dari kiri ke kanan, sedangkan aliran
Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra)
185
informasi dari kanan ke kiri. Idenya adalah tidak hanya memahami urutan aliran material tetapi link informasi yang memicu aliran dan produksi. Dari suatu SCM dengan cepat bisa mendapat gambaran umum dari proses termasuk parameter
aktivitas dasar seperti waktu siklus. Setelah VSM dirancang, maka dilakukan analisa di daerah berpotensi waste agar bisa segera dihilangkan. Gambar 3 mengilustrasikan bagaimana tidakan perbaikan diidentifikasi.
Gambar 2. Value-Stream Mapping
Gambar 3. Analisa VSM
186
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Perbaikan diusulkan ke VSM state saat ini untuk digunakan membuat VSM state yang baru untuk kegiatan yang akan datang. Pada gambar 4 diilustrasikan aliran proses yang lebih simpel, pengelasan terisolasi dan proses perakitan telah ditempatkan dalam aliran yang
berkesinambungan dalam sel. Setiap proses dalam aliran menarik (sistem tarik) materi dari langkah sebelumnya. Persediaan, hasil dan waktu dikurangi lebih dari 75 persen tanpa mengubah desain produk atau melakukan investasi pada peralatan yang mahal.
Gambar 4. Rancangan VSM Setelah Perbaikan
Kanban Salah satu kegunaan efektif simulasi adalah dalam membentuk kontrol kanban. Putaran dari kanban dapat dilihat pada gambar 5, yang perlu diketahui saat membuat kontrol kanban adalah kapan sinyal memberi instruksi mengenai jumlah pemesanan. Kanban harus didasari oleh dua hal yaitu tingkat penggunaan dan waktu pemesanan. Gambar 5. Kanban Kontrol
Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra)
187
Tingkat penggunaan adalah tingkat dimana barang-barang yang diambil dari penyimpanan dan umumnya didasarkan pada tingkat takt (tingkat permintaan untuk item tersebut). Waktu untuk mengisi permintaan kanban didasarkan pada waktu tunda kumulatif yang terjadi untuk produksi, pengangkutan barang, dansetiap keterlambatan akibat pekerjaan lain yang dilakukan, kegagalan peralatan, tidak tersedianya operator dan lain sebagainya. Tentu saja, anda tidak ingin merencanakan sebuah skenario yang buruk, tapi setiap kemungkinan wajar untuk diperhitungkan. Perbaikan yang Sedang Berlangsung Untuk perbaikan yang sedang berlangsung, simulasi akan menjaga proses transformasi lean. Salah satu hambatan besar untuk mempertahankan lean adalah cepat puas pada sistem yang ada sehingga ide perbaikan menjadi tidak ada. Simulasi merangsang untuk berpikir kreatif dan melibatkan perencanaan untuk menemukan bentuk waste yang lain. Jenis waste yang paling merusak adalah waste yang tidak dikenali. Dalam fase transformasi lean banyak waste yang muncul ke permukaan dan solusi dapat lebih jelas dilakukan. Dengan mengurangi waktu set up dan mengatur aliran proses dengan sistem tarik, serta menerapkan single flow, WIP dan waktu siklus sangat dapat dikurangi. Ketika sedang merancang work cells atau merampingkan rantai pasok, maka
188
ProModel merupakan solusi yang tepat untuk membantu mencapai proses akhir lean. 4. KESIMPULAN Teknologi simulasi ProModel menyediaakan alat dan layanan yang anda butuhkan untuk memodelkan lean beserta dengan analisa lean itu sendiri. Simulasi akan membantu mencapai semua tingkatan lean pada setiap level organisasi. Termasuk juga tingkat strategis, dan membentuk suatu budaya lean dan memprioritaskan proyek yang lebih taktis. Dengan demikian perencanaan operasional akan lebih mudah dalam mendesain proses yang optimal dengan waktu yang lebih cepat dan hasil yang lebih baik. 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Mike R. and John S. 1999, Learning to See: Value Stream Mapping to Add Value and Eliminate Muda, Lean Enterprise. [2] Taiichi O. 1998, Toyota Production System-Beyond Large Scale Production. Cambridge, MA. [3] Womack, J.P.and Daniel T. J, 1998. Lean Thinking Free Press. [4] Womack, J, 2007. The Challenge of BP Transformation, BP Trends. [5] http://www.lean.org/WhatsLean [6] http://www.providence.edu/acc/pae/ais/ student/feene/feene.html
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
PENGUKURAN KINERJA CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) CDMA ESIA MENGGUNAKAN CRM SCORECARD PADA PT BAKRIE TELECOM Tbk Didien Suhardini dan Suci Lestari Laboratorium Perancangan Organisasi dan Bisnis Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
ABSTRACT Bakrie Telecom realizes it is importance to know the customer needs that have not been fulfilled and the effectiveness of its CRM (Solusi Esia). The purpose of this study is to analyze the Importance-Performance Matrix and designing performance measurement systems and measure of Solusi Esia performance, then propose development program of Solusi Esia for the next year. Designing a CRM Scorecard start from cascading the vision, mission and strategy of the company to the vision, mission and strategy of Solusi Esia, then translate into fours CRM Scorecard perspective, setting strategic objectives, building a strategy map, set targets, and strategic initiatives and weighing of each strategic objective as lag indicators relative to a leading indicator in each perspective using pair wise comparisons. The score of Solusi Esia Performance is 3.46 considered good. Some development programs are call center phone charge change to be free of charge, establish training centers, network operations, voice recording the conversation between costumer and costumer service and periodically doing a market survey. Keywords: IP Matrix, CRM, CRM Scorecard, Strategy Map
1.
PENDAHULUAN8
1.1
Latar Belakang Masalah
PT Bakrie Telecom, Tbk yang selanjutnya disebut Bakrie Telecom adalah perusahaan teleokmunikasi pemberi layanan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas (fixed wireless access with limited mobility) berteknologi CDMA 2000 1x. Bakrie Telecom sebagai perusahaan operator telekomunikasi berbasis CDMA pertama di Indonesia semakin sadar akan pentingnya kepuasan pelanggan sehingga perlu terus meningkatkan pelayanan agar pelanggan tetap setia menggunakan Esia. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bakrie Telecom mengaplikasikan program Costumer Relationship Management (CRM) guna mempertahankan hubungan
yang baik dengan pelanggan yang disebut Solusi Esia. Meskipun jumlah pelanggan Esia Region 1 wilayah Jabodetabek dan Banten meningkat dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember tetapi belum sebanyak yang diharapkan. Ditambah lagi angka perpindahan pelanggan (churn) yang masih naik turun memerlukan usaha yang lebih keras lagi dalam menahan pelanggan agar tetap setia. Dari data pada Tabel 1 di bawah ini terlihat jumlah keluhan pelanggan kebanyakan mengenai jumlah tagihan yang kondisinya naik turun setiap bulannya, sehingga masih perlu diturunkan secara konsisten.
Korespondensi : Didien Suhardini E-mail :
[email protected] Suci Lestari E-mail :
[email protected]
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
189
Tabel 1. Jumlah Keluhan Pelanggan Region I Jabodetabek & Banten
Bakrie Telecom masih perlu meningkatkan jumlah pelanggan dan menurunkan jumlah perpindahan pelanggan serta menurunkan jumlah keluhan pelanggan. Sehingga belum bisa dipastikan apakah program Solusi Esia berhasil atau tidak atau berapa nilai kinerjanya. 1.2
Pokok Permasalahan
Bakrie Telecom sudah menjalankan CRM yang disebut Solusi Esia tetapi belum diketahui seberapa besar efektivitasnya karena belum memiliki sistem pengukuran kinerja CRM yang diperoleh dari penerjemahan visi, misi, dan tujuan dari strategi CRM perusahaan ke dalam kerangka kerja dan ukuran yang jelas. Dengan mengetahui skor kinerja dapat diperbaiki efektifitas CRM terutama untuk yang skornya masih rendah. Dampak dari pelaksanaan inisiatif strategis yang diusulkan diharapkan pelanggan tetap setia menggunakan Esia dan tidak beralih kepada operator lain. 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui keinginan pelanggan yang belum terpenuhi dan memperoleh sistem dan hasil pengukuran kinerja Solusi Esia dengan pendekatan CRM Scorecard. Kemudian memberikan usulan perbaikan dengan memperhatikan hasil analisis IP Matrix yang diperoleh dari atribut yang ditetapkan berdasarkan lima dimensi ServQual, dan peningkatan program Solusi Esia berdasarkan atribut pada kuadran I dan nilai yang terkecil pada tujuan strategis setiap perspektif CRM Scorecard.
190
2.
LANDASAN TEORI
2.1
Kualitas Quality)
Pelayanan
(Service
Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa terutama untuk perusahaan yang pelanggannya dapat dengan mudah untuk keluar ataupun masuk untuk menikmati jasa tersebut memenuhi Service Quality sangat penting. Service Quality adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan atas kualitas jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Kuesioner tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan dirancang berdasarkan dimensi Service Quality (SERVQUAL), yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry [1988], yang terdiri dari lima dimensi kualitas jasa, yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. 2.2
Importance – Performance Matrix
Importance-Performance Matrix banyak digunakan untuk mengetahui atribut pelayanan yang masih harus diperbaiki dengan mengukur tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) dan tingkat kinerja perusahaan (perceived performance). Tingkat kepentingan pelanggan diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. kemudian, nilai tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan di-plot pada importance-performance
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
matrix dengan sumbu x adalah kinerja dan
sumbu y adalah harapan.
Gambar 1 Diagram Importance & Performance Sumber : Freddy Rangkuti,2006
Kuadran I Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting (diatas rata-rata) oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktorfaktor ini belum sesuai dengan seperti yang diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih dibawah rata-rata). Atribut yang berada pada kuadran ini adalah faktor-faktor yang harus ditingkatkan kepuasannya.
Kuadran II Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi dari rata-rata.
Kuadran III Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataanya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya. 2.3
Customer Management (CRM)
Relationship
Dalam persaingan yang ketat untuk mempertahankan pelanggan Customer Relationship Management sangat penting untuk diperhatikan. CRM adalah menajemen pelayanan kepada pelanggan yang ditujukan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan yang didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, proses bisnis yang berpadu, dan teknologi yang efisien dan efektif. Konsep CRM berkembang sejak beberapa tahun terakhir akibat meningkatnya kompetisi untuk memenuhi tuntutan pelanggan akan pelayanan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap kebutuhan individual pelanggan. Gagasan utama CRM adalah membantu perusahaan dengan menggunakan teknologi, proses bisnis, dan sumber daya manusia untuk memperoleh pengetahuan mengenai perilaku dan nilai dari pelanggan tersebut. 2.4
CRM-Scorecard
Penerapan strategi CRM seyogyanya diikuti dengan pengukuran kinerja dari pelaksanaan strategi tersebut.
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
191
Model Balanced Scorecard yang digagas oleh Kaplan dan Norton, (1992,1997, 2001) merupakan suatu model sistem pengukuran kinerja yang komprehensif, seimbang dan menggambarkan keterkaitan antar tujuan strategis. Model ini banyak dikembangkan untuk pengukuran kinerja pada pelaksanan strategi fungsional lainnya seperti Human Resources Scorecard, Workforce Scorecard, Information Technology Scorecard. Jonghyeok Kim, Euiho Suh dan Hyunseok Hwang (2003) mengajukan empat perspektif untuk mengevaluasi CRM dengan memodifikasi perspektif Balanced ScoreCard (BSC). Empat perspective dalam CRM Scorecard adalah: •
Customer Value Customer value mengarah pada keuntungan nyata dan tidak nyata (tangible and intangible benefits) yang diperoleh dari aktivitas CRM. Perspektif Customer Value terus mencari cara untuk membangun komitmen dan kesetiaan pelanggan
•
Customer Satisfaction Customer Satisfaction menampilkan pendekatan modern terhadap kualitas di dalam perusahaan dan organisasi, dan menyajikan perkembangan manajemen dan budaya yang benar-benar fokus pada pelanggan.
•
Customer Interaction Hubungan pelanggan dapat diperkuat melalui interaksi dengan pelanggan yang efektif.
•
Customer Knowledge Customer knowledge menampilkan status dari segmen konsumen dan manajemen data konsumen. Customer Knowledge fokus pada pembelajaran teknologi, memahami kebutuhan konsumen, dan profil konsumen, yang mempengaruhi cara berinteraksi dengan konsumen.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survei untuk mengukur tingkat kepentingan dan kepuasan pelanggan dan dilanjutkan
192
dengan pembuatan alat ukur kinerja CRM yang didasarkan pada model CRM Scorecard yang sudah dilengkapi dengan bobot masing-masing tujuan strategis. Pengukuran kinerja menggunakan alat ukur yang dirancang menggunakan data obyektif dan nilai dari tingkat kepuasan berdasarkan hasil penyebaran kuesioner. Usulan perbaikan diperoleh dari dua hal yaitu hasil analisa Importance-Performance Matrix untuk atribut yang berada pada kuadran I dan dari Skor tujuan strategis yang masih rendah yang harus ditingkatkan. Data yang dikumpulkan untuk menganalisis Importance-Performance Matrix menggunakan kuesioner tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan yang disusun berdasarkan dimensi ServQual yang disebarkan ke 100 responden yang menggunakan CDMA Esia. Perancangan model CRM Scorecard Solusi Esia dilakukan melalui penurunan pernyataan visi, misi, tujuan dan strategi bisnis Bakrie Telecom ke visi, misi, tujuan dan strategi Solusi Esia dan penerjemahan visi, misi dan strategi Solusi Esia kedalam empat perspektif CRM Scorecard, kemudian menetapkan tujuan strategis setiap perspektif CRM Scorecard, yang dilengkapi dengan peta strategi (strategy map) Solusi Esia. Strategy map sebagai alat komunikasi yang kuat dalam memberikan gambaran jelas bagi orang-orang yang berada dalam perusahaan mengenai strategi CRM dan bagaimana upaya untuk berkontribusi terhadap kesuksesan CRM perusahaan. Selanjutnya ditentukan tolok ukur, target, skala nilai dan bobot. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode pairwise comparison. Pengukuran dimulai dengan penentuan nilai yang diperoleh dari membandingkan hasil dengan target sehingga diperoleh hasil tersebut berada pada rentang tertentu pada nilai 1-5. Khusus untuk tujuan strategis pada perspektif customer satisfaction, nilai didapat dari hasil kuesioner tingkat kepuasan pelanggan. Skor setiap perspektif diperoleh dari nilai dikalikan bobot.Skor total kinerja CRM merupakan pengabungan nilai keempat perspektif berbobot.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Hasil analisa ImportancePerformance Matrix adalah mendapatkan atribut yang terdapat pada wilayah kuadran I untuk diperbaiki. Kemudian hasil pengukuran kinerja CRM digunakan untuk melengkapi usulan perbaikan terutama pada tujuan strategis dengan skor kinerja yang masih rendah.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan yang diperoleh dari pengolahan data
kuesioner adalah 3.86 dan 3.93. Sebaiknya Prioritas yang diperbaiki dilihat dari nilai rata-rata tingkat kepuasan yang masih lebih kecil dari tingkat kepentingan dan dari analisa Importance-Performance Matrix di bawah ini. 4.2
Importance-Performance Matrix Nilai rata-rata setiap atribut tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan yang didapat diplot dalam diagram Importance-Performance Matrix.
Gambar 2. Importance – Performance Matrix Dari Gambar 2 di atas atribut yang berada pada wilayah Kuadran I yang merupakan atribut-atribut yang harus diperbaiki adalah: • Pelayanan Call Center • Pegawai Customer Service yang memiliki totalitas dalam melayani pelanggan • Wawasan pengetahuan pegawai mengenai Esia • Signal (Jaringan) Atribut pada Kuadran II tingkat kepuasannya sudah di atas rata-rata dan tingkat kepentingan di atas rata-rata ditingkatkan hanya untuk yang kepuasannya masih lebih rendah dari kepentingannya. • Tanggapan pegawai Customer Service saat menangani keluhan • Sikap pegawai Customer Service dalam melayani pelanggan
• • • • •
Cara bicara pegawai Customer Service dengan pelanggan Lama pelayanan Customer Service saat memberikan respon keluhan Tanggapan pegawai Customer Service saat memberikan solusi Pulsa yang terpakai saat menghubungi Call Center Tanggapan pegawai Customer Service saat merespon keluhan
Atribut pada Kuadran III tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan di bawah rata-rata dan hampir semua atribut pada kuadran ini nilai kepuasan lebih tinggi dari kepentingan. • Ruang tunggu pada Gerai Esia • Lama waktu tersambung pada call center 24 jam • Lokasi Gerai Esia • Harga pulsa yang terjangkau
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
193
• • •
Kondisi Gerai Esia Interior Gerai Esia Banyaknya kartu ditawarkan Esia
perdana
yang
Atribut pada Kuadran IV merupakan wilayah yang atribut yang tingkat kepuasan sudah di atas rata-rata sedangkan tingkat kepentingannya di bawah rata-rata sehingga bisa dipertahankan saja. • Informasi waktu tenggang/sisa pulsa melalui sms/telepon • Bonus yang ditawarkan pada merchantmerchant tertentu • Mensponsori acara-acara yang dapat menguntungkan masyarakat • Program Esia Gogo • Program-program HP Esia Bundling 4.3
Sistem Pengukuran Kinerja CRM Scorecard Solusi Esia
perspektif dan sepuluh tujuan strategis yang saling berkaitan yang dapat dilihat pada peta strategis dilengkapi dengan tabel penentuan nilai dan pengukuran skor. Penilaian dilakukan menggunakan tabel yang berisi perspektif, tujuan strategis, tolok ukur, target dan skala penilaian. Pengukuran skor menggunakan hasil pembobotan antar tujuan strategis yang saling berhubungan dikalikan nilai. 4.3.1. Strategy Map Solusi Esia Peta strategi merupakan suatu skenario strategi perusahaan yang menggambarkan keterkaitan suatu hubungan sebab akibat, atau dengan kata lain menggambarkan keterkaitan antara perspektif customer value, customer satisfaction, customer interaction, dan customer knowledge. Gambar 3 berikut adalah peta strategi (strategy map) Solusi Esia:
Sistem Pengukuran Kinerja CRM Scorecard Solusi Esia terdiri atas empat
194
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 3. Strategy Map Solusi Esia 4.3.2. Skala Pengukuran Kinerja Tujuan Strategis Setiap Perspektif dalam CRM Scorecard Solusi Esia Skala pengukuran kinerja tujuan strategis untuk setiap perspektif dilakukan dengan cara membandingkan target setiap tujuan perspektif dimasa depan dengan kinerja yang sedang berjalan pada perusahaan saat ini. Skala pengukuran yang digunakan adalah konversi dari skala Likert (1-5), menjadi skala yang kontinyu : Tabel 2 Skala Penilaian Skala Nilai 4.20 ÷ 5.00 Sangat Baik 3.40 ÷ 4.20 Baik 2.60 ÷ 3.40 Cukup Baik 1.80 ÷ 2.60 Tidak Baik 1.00 ÷1.80 Sangat Tidak Baik
Pada setiap perspektif, tujuan strategis ditetapkan melalui penurunan visi, misi, dan strategi Bakrie Telecom menjadi visi misi strategi Solusi Esia. Setiap tujuan strategis memiliki target yang ingin dicapai dimasa mendatang yang ditetapkan berdasarkan tolok ukur. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan dengan skala penilaian untuk mendapatkan nilai tertentu. Perspektif Customer Value Pada perspektif customer value terdapat tiga tujuan strategis pada perspektif ini yaitu: menjadi prioritas pelanggan, mendapatkan pelanggan baru, dan peningkatan volume penjualan.
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
195
Tabel 3. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Value Penurunan Visi Misi dan Strategi Solusi Esia
Tujuan Strategis
Menjadi Prioritas Pelanggan Solusi Esia berusaha untuk menjadi nomor satu dimata pelanggan sebagai pen yed ia produk dan jasa telekomunikasi yang lengkap dan berkualitas, sehingga pelanggan tetap setia menggunakan Esia
Men dapatkan Pelanggan Baru
Pen ingkatan Volume Penjualan
Target
Churn 0%
Mendapatkan pelanggan baru 10% lebih banyak dari jumlah sebelumn ya
Persentase peningkatan jumlah pelanggan 10% perbulan
Dari target churn 0% yang baru dicapai sebesar 2% sehingga mendapatkan Nilai 3 karena berada pada rentang 1%-2%. Sedangkan persentase peningkatan jumlah pelanggan dicapai 2,88% dari target 10% sehingga diperoleh nilai 2 karena berada pada rentang 2,5-5%. Terakhir pada perspektif Customer Value adalah peningkatan jumlah pelanggan baru target 10% dicapai 5% berada pada rentang 2,55% mendapat nilai 2.
196
Hasil
Churn 2%
10 %
3%
Penilaian
Nilai
churn = 0%
5
0% < churn = 1 %
4
1% < churn = 2% 2% < churn = 4%
3 2
churn > 4%
1
Jumlah pelanggan baru = 10 % 7.5% < Jumlah pelan ggan baru = 10% 5% < Jumlah pelanggan baru = 7.5% 2.5% < Jumlah pelan ggan baru = 5%
5
Jumlah pelanggan baru = 2.5% Peningkatan jumlah pelan ggan = 10 % 7.5% < peningkatan jumlah pelanggan = 10% 5% < peningkatan jumlah pelanggan = 7.5% 2.5% < peningkatan jumlah pelanggan = 5% peningkatan jumlah pelanggan = 2.5%
1
4 3 2
5 4 3 2 1
Perspektif Customer Satisfaction Terdapat tiga tujuan strategis pada perspektif ini yaitu peningkatan kualitas layanan, peningkatan inovasi produk dan layanan, dan terciptanya kepuasan pelanggan. Pada tabel 4 dapat dilihat hasil yang telah dicapai oleh perusahaan kemudian dibandingkan dengan target yang ditetapkan sehingga diperoleh nilai setiap tujuan strategis.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 4. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Satisfaction
Pada perspektif Customer Satisfaction, penurunan jumlah keluhan baru dicapai sebesar 14 % dari target 30% yang berada pada rentang 10-15% mendapat nilai 2. Selanjutnya peningkatan inovasi produk dan layanan dari target 6 produk inovatif dalam 1 periode baru dicapai 5 dalam rentang 4-5 mendapat nilai 4. Untuk tujuan strategis Terciptanya Kepuasan Pelanggan diperoleh dari hasil kuesioner sebesar 3,93 berada pada rentang 3,4-4,2 mendapat nilai 4.
Perspektif Customer Interaction Terdapat dua tujuan strategis pada perspektif ini yaitu menyediakan SDM yang kompeten pada Customer Service, dan pendekatan hubungan langsung dengan pelanggan. Pada tabel 5 dapat dilihat nilai yang dicapai oleh kedua tujuan strategis tersebut. Pelatihan yang ditargetkan setiap bulan sekali dicapai 5 kali dalam 6 bulan sehingga mendapat nilai 4. Sedangkan pendekatan langsung dengan pelanggan baru dilaksanakan 3 kali dari target sebanyak 6 kali memperoleh nilai 3.
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
197
Tabel 5. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Interaction
Perspektif Customer Knowledge Terdapat dua tujuan strategis pada perspektif ini yaitu pembaharuan teknologi customer security dan pemahaman kebutuhan pelanggan. Pada tabel 6 dapat diketahui nilai yang didapatkan oleh kedua tujuan strategis tersebut dengan
membandingkan hasil yang dicapai sekarang dengan target yang ditetapkan. Pada perspektif Customer Knowledge pembaharuan customer security technology pada tahap baik dan survey baru dilakukan 5 bulan sekali dari target 3 bulan sekali mendapat nilai 4.
Tabel 6. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Knowledge
198
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
4.4.
Pengukuran Kinerja Solusi Esia
Berikut adalah hasil pengukuran kinerja Solusi Esia untuk perspektif Customer Value, total hasil diperoleh dari skor setiap tujuan strategis dikalikan dengan bobotnya kemudian hasilnya
dijumlahkan untuk mendapatkan hasil keseluruhan perspektif Customer Value. Nilai yang diperoleh perspektif Customer Value adalah sebesar 3.32. Nilai, bobot dan skor dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Value Tolok Ukur Tujuan Strategis Nilai Bobot (Measurements) Menjadi Prioritas Jumlah pelanggan yang berpindah 3 0,36 Pelanggan (churn) Mendapatkan Jumlah pelanggan baru 5 0,32 Pelanggan Baru Peningkatan Persentase peningkatan jumlah 2 0,32 Volume Penjualan pelanggan 10% perbulan Total 1 Skor terendah pada perspektif Customer Value adalah pada tujuan strategis peningkatan jumlah pelanggan menyumbang skor hanya sebesar 0,64.
1,08 1,60 0,64 3,32
Berikutnya adalah pengukuran kinerja Solusi Esia untuk perspektif Customer Satisfaction dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Satisfaction Tolok Ukur Tujuan Strategis Nilai Bobot (Measurements) Peningkatan Jumlah keluhan pelanggan 2 0,45 kualitas layanan Terciptanya Rata-rata tingkat kepuasan 3,93 0,4 kepuasan pelanggan pelanggan berdasarkan kuesioner Peningkatan Inovasi Produk dan Peningkatan jumlah inovasi produk 4 0,15 Layanan Total 1 Nilai yang diperoleh perspektif Customer Satisfaction adalah sebesar 3.07 dengan kontribusi nilai terkecil yaitu oleh tujuan strategis peningkatan inovasi produk dan layanan berkontribusi sebesar 0,6
Skor (Nilai x bobot)
Skor (Nilai x bobot) 0,9 1,57
0,6 3,07
Kinerja Solusi Esia untuk perspektif Customer Interaction, diperoleh dengan menjumlahkan nilai yang dihasilkan oleh kedua tujuan strategis sehingga nilai untuk perspektif Customer Interaction adalah 3.44, dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9 Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Interaction Tolok Ukur Tujuan Strategis Nilai Bobot (Measurements) Menyediakan SDM yang Jumlah Pelatihan Pegawai 4 0,44 Berkompeten Pada CS Jumlah acara yang Pendekatan langsung diadakan atau disponsori 3 0,56 dengan pelanggan oleh Bakrie Telecom Total 1
Skor (Nilai x bobot) 1,76 1,68 3,44
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
199
Dengan kontribusi terkecil pada jumlah inovasi produk sebesar 0,6 karena bobotnya kecil, berikutnya adalah penurunan keluhan pelanggan dengan skor 0,9. Nilai yang dihasilkan oleh kedua tujuan strategis dalam perspektif customer
knowledge yaitu pembaharuan Customer Security Technology dan peningkatan pemahaman kebutuhan pelanggan setelah dijumlahkan sebesar 3.44 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Knowledge Tolok Ukur Tujuan Strategis Skor Bobot (Measurements) Performansi IT system Solusi Esia dan kinerja database 4 0,52 Pembaharuan Customer (datawarehouse & datamining) Security Technology pelanggan Peningkatan Pemahaman Persentase pemahaman 4 0,48 Kebutuhan Pelanggan kebutuhan pelanggan Total 1
Nilai (skor x bobot) 2,08
1,92 4,00
Hasil keseluruhan kinerja CRM dengan bobot pada setiap perspektif yang sama yaitu sebesar 0.25 dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 11. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Berdasarkan CRM Scorecard Skor Bobot Skor x bobot Perspektif Customer Value 3,32 0,25 0,83 Customer Satisfaction 3,07 0,25 0,77 Customer Interaction 3,44 0,25 0,86 Customer Knowledge 4,00 0,25 1,00 Total 1 3,46 Ini berarti dari hasil pengukuran dengan menggunakan CRM Scorecard, diperoleh nilai kinerja Solusi Esia yaitu sebesar 3,46. Dengan menggunakan interval skala nilai pada tabel 2 dapat disimpulkan bahwa nilai kinerja CRM Solusi Esia berdasarkan model CRM Scorecard berada pada skala 4 (3.40 - 4,20) yang menunjukkan bahwa kinerja Solusi Esia adalah baik. 4.5.
Usulan Pengembangan
Meskipun skor yang diperoleh sudah baik, tetapi masih perlu dikembangkan program CRM terutama untuk atributatribut pada kuadran 1 IP Matrix dan tujuan strategis pada CRM Scorecard yang memiliki skor (nilai X bobot) tidak baik a. Usulan Pengembangan Program CRM sumber dari IPM - kuadran I 1. Call Center yang mana sebelumnya pelanggan terkena charge Rp 3 per detik di ubah menjadi free of charge.
200
2. Peningkatan wawasan pengetahuan mengenai Esia untuk pegawai customer service melalui pelatihan yang lebih intensif dengan mendirikan pusat pelatihan sebagai wadah untuk SDM yang kompeten melalui program pelatihan sesuai dengan kebutuhan, diseminasi informasi dengan menggunakan intranet, brosur, leaflet, dan pamflet agar seluruh pegawai memiliki informasi mengenai produk Esia. 3. Peningkatan jumlah dan kualifikasi pegawai Call Centre sehingga memiliki totalitas dalam melayani pelanggan melalui pelatihan pengembangan kepemimpinan dan soft skill lainnya seperti teknik negosiasi, presentasi serta mengikutsertakan dalam lomba/ kompetisi dengan antar call center dan pemberian penghargaan bagi yang berhasil memenangkan lomba.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
4. Meningkatkan kemampuan memonitor kondisi signal dengan mendirikan network operations center yang dapat memantau dan mengelola jaringan 24 jam sehari, 7 hari seminggu guna mendeteksi dan memperingatkan adanya gangguan dalam jaringan sehingga dapat meminimalkan downtime yang dialami pelanggan. b. Peningkatan skor kinerja CRM diusulkan melalui peningkatan skor tujuan strategis yang berkontribusi kecil pada nilai perspektif dan nilai keseluruhan yaitu: 1. Tujuan Strategis peningkatan volume penjualan pada perspektif customer value dengan skor 0,64 melalui peningkatan kualitas dalam segala aspek seperti kualtas produk, layanan, tarif, dan jaringan. Kemudian dengan memberikan bonus-bonus khusus yang bermanfaat kepada pelanggan sehingga pelanggan tertarik untuk menggunakan produk perusahaan. 2. Tujuan Strategis Peningkatan kualitas layanan pada perspektif Customer Satisfaction dengan skor 0,9 agar jumlah keluhan turun menggunakan record voice agar apa yang disampaikan pelanggan dan apa yang disampaikan oleh pegawai customer service dapat dievaluasi. 3. Tujuan Strategis Peningkatan inovasi produk dan layanan pada perspektif Customer Satisfaction meskipun nilainya cukup tinggi (4) tetapi bobotnya kecil sehingga kontribusinya juga kecil (0,6) perlu ditingkatkan dengan mengadakan survey pasar dan keinginan pelanggan secara berkala dan menarik kembali produk yang kurang diminati oleh masyarakat. 5.
KESIMPULAN
a. Berdasarkan IP Matrix, atribut-atribut yang perlu ditingkatkan adalah atribut yang tingkat kepentingannya tinggi namun tingkat kepuasannya masih dibawah rata-rata (Atributes to Improve) adalah pelayanan Call Center,
b.
c.
d.
e.
6.
Totalitas pelayanan dari pegawai Customer Service, wawasan pengetahuan mengenai Esia, dan signal (jaringan). Sistem pengukuran kinerja CRM Bakrie Telecom (Solusi Esia) berdasarkan model CRM Scorecard menggunakan empat perspektif CRM Scorecard gagasan Jonghyeok Kim, Euiho Suh dan Hyunseok Hwang (2003) diturunkan menjadi sepuluh tujuan strategis, dilengkapi dengan peta strategi dan tabel penilaian yang berisi perspektif, tujuan strategis masingmasing, tolok ukur, target dan skala penilaian dilengkapi dengan pembobotan antar tujuan strategis. Hasil pengukuran kinerja CRM Bakrie Telecom diperoleh skor total kinerja Solusi Esia sebesar 3,46 (Baik). Perspektif Customer Knowledge memberikan kontribusi terbesar yaitu 4, kemudian diikuti oleh perspektif Customer Interaction. Kontribusi perspektif Customer Satisfaction hanya sebesar 3,07 disebabkan oleh kontribusi terkecil oleh tujuan strategis peningkatan inovasi produk dan layanan yang memiliki skor 0,6 dan peningkatan kualitas layanan dengan skor 0,9 Alat ukur kinerja ini dapat terus digunakan dengan melakukan penyesuaian target dan pembobotan antar tujuan strategis. Pembobotan dapat dilakukan dengan metode yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA
[1] Barnes, James. 2003. Secrets of Customer Relationship Management (terjemahan). Penerbit Andi, Yogyakarta. [2] Buttle, F. 2007. Customer Relationship Management Concepts and Tools (Terjemahan). Bayumedia, Jakarta. [3] Dyche, Jill. 2002. The CRM Handbook : A Business Guide to Customer Relationship Management. AddisonWesley. [4] Tjiptono, Gregorious Chandra. 2005. Service, Quality, & Satisfaction. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini)
201
MODEL OPTIMASI PERFORMANCE BATERAI MANGAN TIPE GENERAL PURPOSE DENGAN PENDEKATAN METAMODEL REGRESI POLINOMIAL MELALUI RESPONSE SURFACE METHODOLOGY Alwi Fauzi Engineering Division PT. MATTEL Indonesia Mahasiswa Magister Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti, Jakarta
ABSTRACT Quality of a performance has relationship with operational process of a product or whenever the company really implements or conducts a service and measurement towards the degree of level of satisfaction for the consumer. In this research the writer tries to model the optimization of the performance of general purpose manganese battery using polynomial regression meta-model approach with the surface responses of the methodology from some factors influencing the quality of manganese battery. There are some basic considerations that underlie the research; one of them is the company has not known exactly the most optimum performance condition from the general purpose battery type towards the influence of storage time and temperature. By implementing the polynomial regression meta-model with Response Surface Methodology (RSM), we can model a optimization solution to the combination of input variable of temperature and storage time at certain observation area by estimating the optimum output value (response value) so that we can obtain the most optimum battery performance in order to meet the consumers demand. There are matters to be considered in implementing RSM: level of confidence (α), metamodel fitting area, step measurement on the steepest ascent and central composite design. The result of the research on general purpose manganese battery shows the mathematical model of the optimization of performance of general purpose manganese battery using appropriate polynomial regression meta-model of Y (T, S) = 62.385 + 1.282 T + 0.00029 TS - 0.201 T2 0.0052 S2 using variable combination to the influence of temperature 32.347°C, where the storage time of 63.306 days obtain the optimum battery performance of 103.663 minutes, using temperature performance index (PI) of 32°C (rounded) and the storage time of 90 days obtain the performance index-1 (PI-1) of 127.53% and PI-2 of 112.82%. Where the initial condition of temperature Performance Index of 20°C with the storage time of 90 days obtain PI-1 of 124.34% and PI-2of 109.81%. This shows that there is improvement and increase of battery performance of 3% for PI-1 and PI-2. Keywords: Response Surface Methodology, Polynomial Regression Meta-model, Central Composite Design, Performance Index.
1. PENDAHULUAN9 Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pengembangan teknologi baterai dalam dekade terakhir ini, seperti perbaikan yang berkesinambungan terhadap Korespondensi : Alwi Fauzi E-mail :
[email protected]
202
sistem elektrokimia khusus dan pengembangan serta pengenalan tentang ilmu kimia baru mengenai baterai. Pada umumnya baterai memiliki tingkat voltage dan ampere tertentu, dan perlu dilakukan pengendalian terhadap hal tersebut agar kualitas baterai yang dihasilkan dapat terjamin mutunya terutama terhadap pengaruh temperatur serta lamanya masa
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
penyimpanan yang sangat berpengaruh terhadap performansi baterai. Hal ini diakibatkan karena baterai adalah suatu produk yang mudah rusak dan memburuk sebagai suatu hasil dari proses kimia selama masa penyimpanan. Jenis pada desain sel, sistem elektrokimia, temperatur, dan lamanya masa penyimpanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi performansi baterai, sehingga perlu adanya suatu pengendalian dalam rangka menjaga performansi baterai berupa informasi mengenai tingkat performansi baterai terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, desain ataupun perbaikan dari suatu sistem dalam hal ini performansi baterai merupakan proses yang kompleks dimana model digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan terhadap sistem yang telah ada atau sistem yang diusulkan. Tujuan dari proses desain adalah merancang sistem yang memenuhi performansi tertentu tanpa melanggar konstrain yang ada. Ketika hubungan yang membentuk suatu model cukup sederhana, maka dimungkinkan untuk menggunakan metode matematis analitik (seperti program linear, program dinamis, aljabar, kalkulus, atau teori probabilistik) untuk memperoleh informasi atau jawaban mengenai pertanyaan berkaitan dengan sistem yang diamati. Akan tetapi, kebanyakan sistem nyata begitu kompleks sehingga model yang dikembangkan harus dipelajari melalui simulasi. Metamodel merupakan simplifikasi dari model simulasi, sehingga dapat dipandang sebagai ‘model dari model simulasi’ (Du et al, 2001). Apabila terdapat output respon simulasi, Y, yang berhubungan dengan k variable independent, katakanlah x1,x2, …, xk dengan variable dependen Y adalah bilangan acak, sementara variable independent x1,x2, …, xk adalah variabel desain dan dapat dikontrol, maka hubungan antara variabel Y dan x dapat direpresentasikan oleh fungsi matematis yang lebih sederhana Y = f(x1,x2, …, xk). fungsi matematis yang bersifat pendekatan ini disebut metamodel dan dapat merepresentasikan model simulasi yang lebih kompleks. Dalam penjabaran lain,
metamodel adalah pendekatan transformasi dari input/output (I/O) yang terkandung dalam model simulasi untuk suatu lingkup daerah amatan tertentu. Model ini bersifat black-box dan dikenal juga sebagai response surface (Klejnen, 2000:15). Karena metamodel dihasilkan dari sampel hubungan input dan output, maka validitas metamodel dalam merepresentasikan model simulasi terbatas pada daerah/dominan yang dicakup oleh data asal tersebut. Dalam tahapan studi simulasi, metamodel mengambil peran sebagai salah satu alat dalam menganalisis output simulasi. Berikut adalah penggambaran hubungan antara sistem diamati, model simulasi dan metamodel. Sistem nyata
Analyzing
Modeling
Metamodeling Metamodel
Model Simulasi
Gambar 1. Sistem nyata, model simulasi dan metamodel Barton (1998) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam kontruksi metamodel yaitu (1) pemilihan fungsi umum (apakah regresi polynomial, neural network atau model umum yang lain), (2) penentuan kombinasi input yang akan digunakan untuk menjalankan simulasi dan mengumpulkan data I/O simulasi (desain eksperimen), dan (3) penilaian validitas dari metamodel yang telah dibentuk. Sifat metamodel yang analitik memungkinkan untuk dilakukan proses optimasi, yaitu pencarian kombinasi input terbaik diantara seluruh kemungkinan kombinasi input tanpa secara langsung melakukan evaluasi terhadap semua kemungkinan alternative yang ada (Carlos dan Maria, 1997). Salah satu aplikasi metamodel yang sering digunakan dalam proses optimasi adalah Response Surface Methodology (RSM). Contoh aplikasi metode ini dalam eksperimen real dapat dilihat pada Box et al (1978) dan Montgomery (1976).
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
203
Dalam menganalisis permasalahan sistem nyata, metamodel ditinjau dari segi waktu dan biaya akan lebih efisien dibanding simulasi sendiri, karena estimasi performansi sistem dengan metamodel tidak membutuhkan proses running seperti halnya simulasi. Apabila running simulasi memakan waktu yang besar dan secara biaya mahal, maka metamodel dapat digunakan sebagai alternatif simulasi dengan kelebihan pada segi waktu dan biaya yang lebih efisien. Salah satu metode yang menggunakan pendekatan metamodel dalam optimasi output simulasi adalah Response Surface Methodology (RSM). RSM menggunakan metamodel regresi polinomial, desain eksperimen dan konsep steepest ascent untuk mencari kombinasi parameter optimum dalam perancangan sistem. Model regresi polynomial merupakan hal khusus dari model regresi linear berganda [Walpole dan Meyers, 1986:337]. Model regresi polynomial adalah model yang paling sering digunakan dalam konstruksi metamodel. Hal ini disebabkan oleh kemudahan implementasi dan konstruksi metamodel, tingkat akurasi yang baik untuk permasalahan orde rendah, dan tingkat transparasi yang baik, yaitu kemampuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independent dan dependen. Model regresi polynomial yang umumnya digunakan dalam konstruksi metamodel adalah salah satu dari tiga kelompok ini [Klejnen, 1997:3] ; 1. Polinomial orde satu dengan faktor utama disamping rataan umum. 2. Polinomial orde satu dengan tambahan faktor interaksi dua faktor. 3. Polynomial orde dua.
2. REGRESI POLINOMIAL Model regresi polynomial merupakan hal khusus dari model regresi linear berganda (Walpole dan Meyers, 1986). Model regresi polynomial adalah model yang paling sering digunakan dalam konstruksi metamodel. Gambar 2 menunjukkan strategi untuk membangun sebuah model regresi.
204
3. RESPONSE METHODOLOGY 3.1. Karakteristik Umum
SURFACE
Response Surface Methodology (RSM) adalah aplikasi teknik matematika dan statistik yang digunakan untuk menganalisis masalah ketika beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon/output (Montgomery, 1976). Variabel-variabel pada analisis RSM diasumsikan real sedangkan variabel dependen adalah variabel yang dapat dikendalikan (controllable variabel). Implementasi RSM secara garis besar adalah mencoba untuk membangun metamodel melalui desain eksperimen, tetapi bukan pada lingkup global (daerah amatan yang luas) tetapi local (daerah amatan yang sempit). RSM menggunakan desain eksperimen, metamodel regresi polynomial orde satu dan dua untuk memprediksi model simulasi pada daerah amatan awal yang kecil. Metamodel regresi polynomial orde satu digunakan pada tahap awal dan dengan menggunakan steepest descent/ascent, arah dimana penurunan/kenaikan output simulasi yang terbesar ditentukan. Ketika berada pada daerah yang diprediksikan berada disekitar optimal, metamodel regresi polynomial orde dua digunakan untuk mengecek adanya profil lengkung (curvature). Optimasi simulasi dengan RSM merupakan teknik pencarian statistik (statistical search technique) (Fue.et al, 2000). Teknik RSM telah banyak digunakan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan sebagai berikut (Box et al,1978): 1. Bagaimana respon tertentu dipengaruhi oleh sekelompok variabel dependen/input pada suatu daerah ekperimen tertentu. 2. Bagaimana penentuan setting varabel dependen/input agar diperoleh tingkat respons yang diinginkan. 3. Berapakah nilai input yang akan menghasilkan respon optimum, dan bagaimana profil permukaan respon pada daerah sekitar optimal ini.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 2. Strategi untuk membangun sebuah model regresi
3.2. Langkah-langkah langkah RSM
Implementasi
Gambar 3 berikut erikut ini adalah penggambaran langkah implementasi RSM
dalam bentuk bagan. Bagan ini merupakan modifikasi bagan tahapan RSM yang terdapat pada Box, et al (1978) dan Neddermeijer, et al (2000).
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
205
Gambar 3. Langkah-langkah Langkah Implementasi RSM PERANCANGAN
penyimpanan yang berbeda. Peralatan pengujian yang digunakan meliputi :
Pengukuran dilakukan dengan pengujian performansi baterai yaitu lamanya ketahanaan baterai terhadap test discharge sampai batas voltage yang telah distandarkan rkan secara internasional setelah disimpan pada temperatur dan waktu
1. Voltmeter 2. Amperemeter 3. Ruangan khusus dengan dilengkapi temperature setting. 4. Panel discharge dengan resistensi yang telah ditetapkan sesuai dengan standar IEC dengan kapasitas 1000 pcs.
4. HASIL PERCOBAAN
Tabel 1. Data I/O simulasi dengan desain factorial 22 ditambah Titik tengah untuk T [10,30] °C dan S [60,80] hari pada discharge 3,9Ω-C 3,9 Kombinasi asi Replikasi Output / Lamanya Str.dev Faktor Rataan Faktor Ketahanan Baterai (menit) No . Output Output T S T S 1 2 3 4 1 10 60 99.22 99.20 99.25 99.40 99.238 0.097 2 + 30 60 103.05 103.02 102.51 102.50 102.77 0.31 3 + 10 80 98.00 98.02 98.05 97.55 97.905 0.238 4 + + 30 80 101.40 101.35 101.44 101.30 101.37 0.06 5 0 0 20 70 101.03 100.55 100.58 100.45 100.65 0.26
206
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340 ISSN:1411
Berikut adalah persamaan metamodel yang dihasilkan, diasumsikan dengan X1 adalah T dan X2 adalah S tetapi dalam bentuk terkode. Bentuk terkode adalah bentuk level tinggi (+1) dan level rendah (-1) sesuai dengan teori desain eksperimen. Y=100,394+1.7425X1–0.690X2
4.1. Uji Statistik Metamodel Berikut adalah tabel analisis variansi untuk pengujian ketidaksesuaian dan keberartian pengaruh variabel dependen dan independen.
(1)
Tabel 2. Anova Untuk pengujian lack of fit dan Signifikansi metamodel orde 1 pers. (1) Sumber variansi (Source) df SS MS F Regresi 2 56.199 28.099 467.24 Residual 17 1.022 0.060 Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 2 0.337 0.168 3.68 Error Murni (Pure Error) 15 0.686 0.046 Total 19 57.221 Keterangan : a. SS : Sum of Square (Jumlah Kuadrat) b. df : Degree of Freedom (Derajat Kebebasan) c. MS : Mean Square (Rataan Kuadrat) 4.2. Investigasi Daerah Metamodel Dalam RSM, penentuan daerah fitting metamodel menjadi suatu hal yang kritis. Pada kasus ini, metamodel yang diterima seperti pada persamaan (3) memiliki nilai R2 sebesar 0,994. Central Composite Design yang digunakan pada fitting metamodel ini memiliki 8 titik yang berjarak sebesar r = √200 satuan dari titik pusat. Apabila daerah fitting metamodel orde dua diperkecil yaitu dengan menggunakan Central Composite Design dengan titik pusat yang sama tetapi dengan jarak r = √50 satuan dan dilakukan fitting metamodel orde dua, akan dihasilkan metamodel dengan R2 sebesar 0,975. sedangkan bila daerah fitting diperluas yaitu dengan jarak ke titik pusat sebesar r = √400
satuan, maka akan dihasilkan metamodel dengan R2 sebesar 0,937. S (Hari) (25,85)
(45,85) (35,82)
85
(35,75) (42,75)
(28,75) 65
(35,68) (25,65)
25
(45,65)
45
T (°C)
Gambar 4. Central Composite Design dengan r = √50 Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi ditabelkan dalam bentuk tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi. Faktor dengan Kombinasi Replikasi Output / Lamanya Faktor Ketahanan Baterai (menit) No α = 1.414 T S T S 1 2 3 4 1 -1 -1 25 65 102.25 102.35 102.32 102.28 2 +1 -1 45 65 99.54 100.02 99.50 99.46 3 -1 +1 25 85 100.05 99.58 100.07 100.05 4 +1 +1 45 85 97.35 97.40 97.42 97.36
Rataan Output
Stdev. Output
102.3 99.63 99.9375 97.3825
0.04 0.262 2.39 0.033 0.0607 6 0.031 0.28 0.26 0.11
5
-1.414
0
28
75
102.35
102.25
102.20
102.31
102.0775
6 7 8 9
+1.414 0 0 0
0 -1.414 1.414 0
42 35 35 35
75 68 82 75
99.56 103.05 101.58 102.55
99.50 102.52 101.50 102.35
99.57 102.55 101.52 102.45
99.55 103. 102.05 102.3
99.545 102.78 101.6625 102.413
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
207
Jika dilakukan pelebaran daerah fitting dengan menggunakan Central Composite Design dengan titik pusat sama tetapi dengan jarak r = √400 satuan, maka akan dihasilkan metamodel dengan R2 sebesar 0.937. (35,95)
S (Hari) (25,85)
(45,85)
85 (35,75) (55,75)
(15,75) 65 (25,65)
(45,65) (35,55)
25
45
T (°C)
Gambar 5. Central Composite Design dengan r = √400 Tabel 4. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi Faktor dengan Kombinasi Replikasi Output / Lamanya Faktor Ketahanan Baterai (menit) No α = 1.414 T S T S 1 2 3 4 1 -1 -1 25 65 102.25 102.35 102.32 102.28 2 +1 -1 45 65 99.54 100.02 99.50 99.46 3 -1 +1 25 85 100.05 99.58 100.07 100.05 4 +1 +1 45 85 97.35 97.40 97.42 97.36 5 -1.414 0 15 75 100.29 100.22 100.30 100.20 6 +1.414 0 55 75 92.55 92.50 92.50 92.48 7 0 -1.414 35 55 103.20 103.25 103.26 103.28 8 0 1.414 35 95 99.48 99.45 99.47 99.42 9 0 0 35 75 102.55 102.35 102.45 102.3
Rataan Output 102.3 99.63 99.9375 97.3825 100.25 92.508 103.25 99.455 102.413
Stdev. Output 0.04 0.262 2.39 0.033 0.05 0.030 0.03 0.026 0.11
Contour Plot of Y
Surface Plot of Y
95
93.5 96.0 98.5 101.0 103.5
Storage
85
105
100
75
65
Y
95 95
55
85
90
75 15
25
Temperature
65 35
45
55
Storage
15
25
35
45
55
Temperature
55
Gambar 6. Penggambaran residual Tabel 5. Rekapitulasi uji statistik untuk metamodel orde dua dari titk awal 1 Uji Lack of Uji. Sig regresi Titik Optimum Nilai Metamodel Maksimum T S fit α = 0,05 1. Daerah 227.28 19,52 diperkecil, (P-Value 0,00) 31,099 -118.863 135.08 (Signifikan) r = √50 Signifikan 2. Daerah mula1,66 1021,2848 mula, pers IV.3, (Tidak (P-Value 0,00) 32,347 63,306 103.663 r = √200 Signifikan.) Signifikan 3. Daerah 195,78 198,56 (P-Value 0,00) 28.254 34.446 104.3303 diperbesar, (Signifikan) r = √400 Signifikan
208
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 6. Rekapitulasi Performansi Metamodel Orde dua Estimasi dari seluruh data (36 data) Metamodel 2 R F 1.Daerah diperkecil, 227,28 0,975 r = √50 (p-value 0,00) 2.Daerah mula-mula, 1021,2848 pers IV.3, 0,994 (p-value 0,000) r = √200 3.Daerah diperbesar, 195,78 0,937 r = √400 (p-value 0,000)
Estimasi dari rataan (36 data) 2 R F 41.39 0.986 (p-value 0,05) 0.999
668.87 (p-value 0,00)
0.972
20.62 (p-value 0,008)
4.3. RSM dari Titik Awal 2 (Starting Point 2) Strategi Orde Satu Daerah awal yang digunakan adalah T [0,20]°C dan S [60,80]. Titik pusat desain berada pada T = 10°C dan S = 70 hari . Desain eksperimen menggunakan Desain Faktorial 22 ditambah replikasi pada titik pusat. Tabel 7. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi Kombinasi Replikasi Output / Lamanya Faktor Rataan Faktor Ketahanan Baterai (menit) No Output T S T S 1 2 3 4 1 0 60 97.48 97.45 97.42 97.47 97.455 2 + 20 60 101.30 101.35 101.32 101.36 101.333 3 + 0 80 96.28 96.30 96.25 96.32 96.29 4 + + 20 80 101.10 101.15 101.14 101.12 101.123 5 0 0 10 70 98.30 98.35 98.34 98.30 98.32
Stdev. Output 0.026 0.03 0.030 0.02 0.026
Dari variabel kode, metamodel yang dihasilkan yaitu : Y = 98,9 + 2,18 X1 – 0,343 X2
(2)
Untuk menilai metamodel ini kembali digunakan tabel Anova. Tabel 5 berikut adalah tabel yang dihasilkan . Tabel 8. Anova Untuk Pengujian Lack Of Fit dan Signifikansi Linear Metamodel Orde 1 df SS MS F Sumber variansi (Source) Regresi 2 77.879 38.939 251.36 Residual 17 2.634 0.155 Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 2 2.623 1.311 1855.85 Error Murni (Pure Error) 15 0.011 0.001 Total 19 80.512 Nilai F0.05;2,15 = 3,68 lebih kecil dari F perhitungan, sehingga cukup alasan untuk menolak kesesuaian model satu dengan data (H0 ditolak). Model regresi secara statistik signifikan dimana F0.05;2,17 = 3,59 < F hitung
(F = 251.36 : koefisien determinasi = 0.967). Hal ini menunjukan bahwa terdapat kemiringan yang cukup signifikan yang secara konsep merupakan kemiringan yang kita cari karena terjadi perubahan nilai Y yang paling besar dan dapat kita jadikan dasar untuk mencari nilai maksimum
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
209
melalui kemiringan tercuramnya. Namun, tetap saja model tidak sesuai karena lack of
fit sangat signifikan untuk itu dilakukan fitting regresi orde dua.
Contour Plot of Y
Surface Plot of Y
Storage
1
98 99 100 101 101
0 100 99
Y
98 97 1
-1
96
-1
0
0 -1
1
Temperature
Temperature
0
Storage
-1 1
Gambar 7. Penggambaran residual
Dari tabel analisis variansi terlihat bahwa ketidaksesuaian sangat signifikan sehingga pada kondisi ini kita tidak dapat menggunakan metamodel orde satu. Uji signifikansi regresi tidak perlu
dipertimbangkan lagi mengingat bahwa metamodel tidak sesuai. Plot residu memperjelas ketidaksesuaian model. Berikut penggambarannya :
Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
(response is Y )
(response is Y )
2
Standardized Residual
1
Normal Score
1
0
-1
0
-1
-2 -1
0
1
96.5
Standardized Residual
97.5
98.5
99.5
100.5
101.5
Fitted Value
Gambar 8. Plot residu Metamodel Orde satu menunjukan ketidaksesuaian
Pada kondisi ini hal berikutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan fitting regresi orde 2. Strategi Orde Dua Pada kondisi ini dicobakan fitting regresi orde 2. Desain eksperimen menggunakan central Composite Design dengan penambahan empat titik kombinasi. Apabila digambarkan, maka desain ini akan
210
berbentuk lingkarang dengan r = √200 = 14,142. Hasil fitting regresi orde satu menunjukan ketidaksesuaian sangat signifikan. Pada bagian ini akan dicobakan untuk melakukan fitting regresi polynomial orde 2 untuk daerah diatas, tetapi dengan lebih diperluas lagi dengan menggunakan Centtral Composite Design.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 9. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor dengan α = 1.414 T S -1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1.414 0 +1.414 0 0 -1.414 0 1.414 0 0
Kombinasi Faktor T S 0 60 20 60 0 80 20 80 -4 70 24 70 10 56 10 84 10 70
Replikasi Output / Lamanya Ketahanan Baterai (menit) 1 2 3 4 97.48 97.45 97.42 97.47 101.30 101.35 101.32 101.36 96.28 96.30 96.25 96.32 101.10 101.15 101.14 101.12 95.58 95.52 95.55 95.55 101.50 101.49 101.47 101.53 99.38 99.35 99.40 99.34 96.57 97.05 96.55 97.02 98.30 98.35 98.34 98.30
Rataan Output 97.455 101.333 96.29 101.123 95.55 101.498 99.367 96.798 98.32
Stdev. Output 0.026 0.03 0.030 0.02 0.024 0.03 0.028 0.275 0.026
Metamodel yang dihasilkan yaitu : Y (T,S) = 106,613 – 0,0149 T – 0,2036 S + 0.00241 TS + 0,00308 T2 + 0,00083 S2
(3)
Tabel 10 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut Tabel 10. Anova Metamodel Orde dua Pes. (5) Sumber variansi (Source) df SS MS Regresi 5 161.435 32.2870 Residual 30 7.264 0.2421 Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 3 7.021 2.3403 Error Murni (Pure Error) 27 0.243 0.0090 Total 35 168.698
F 133.35 260.22
1. Uji Lack of fit (dengan F0,05;3,27 = 2,96) H0 bahwa model tidak sesuai (not adequate) H0 ditolak. 2. Uji signifikansi regresi (dengan F0,05;5,30= 2,92) Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai α = 0.05 Model secara statistik tidak sesuai namun regresi signifikan. Penggambaran residual dapat dilihat sebagai berikut : Bila diturunkan terhadap T dan S, dan dicari nilai T dan S yang memenuhi criteria maksimasi (turunan sama dengan nol) maka diperoleh nilai T dan S spesifik yaitu T = -105.475 dan S = 275,782 dengan Y = 79.324 Bila menggunakan 36 data diatas, metamodel yang terbentuk memiliki
nilai R2 yaitu 0,957 tetapi bila model diestimasi dari nilai rataannya maka metamodel yang sama akan meiliki nilai R2 = 0,958 Karena model diatas tidak sesuai maka tidak dilakukan analisa canonic. Maka langkah selanjutnya adalah memperkecil daerah fitting. Untuk itu dilakukan pengecilan daerah fitting sebesar radius r = √50.
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
211
Tabel 11. T [0,20] °C dan S [60,80] hari dengan r = √50 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor dengan α = 1.414 T S -1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1.414 0 +1.414 0 0 -1.414 0 1.414 0 0
Kombinasi Faktor T S 0 60 20 60 0 80 20 80 3 70 17 70 10 63 10 77 10 70
Replikasi Output / Lamanya Ketahanan Baterai (menit) 1 2 3 4 97.48 97.45 97.42 97.47 101.30 101.35 101.32 101.36 96.28 96.30 96.25 96.32 101.10 101.15 101.14 101.12 97.50 97.52 97.55 97.55 100.54 100.50 100.55 100.55 99.09 99.05 99.11 99.07 97.55 97.52 97.57 97.55 98.30 98.35 98.34 98.30
Rataan Output
Stdev. Output
97.455 101.333 96.29 101.123 97.53 100.54 99.08 97.548 98.32
0.026 0.03 0.030 0.02 0.024 0.02 0.026 0.021 0.026
maka diperoleh model : Y (T,S) = 80,849 – 0,15634 T + 0,5441 S + 0.00241 TS + 0,01026 T2 - 0,00441 S2
(4)
Tabel 12 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut. Tabel 12. Anova Metamodel Orde dua Pers. (6)
Sumber variansi (Source) Regresi Residual Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) Error Murni (Pure Error) Total
df 5 30 3 27 35
SS MS 103.879 20.7758 1.941 0.0647 1.924 0.6413 0.017 0.0006 105.820
F 321.08 996.49
1. Uji Lack of fit (dengan F0,05;3,27 = 2,96) H0 bahwa model tidak sesuai (not adequate) H0 ditolak. 2. Uji signifikansi regresi (dengan F0,05;5,30= 2,92) Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai α = 0.05 dimana F hitung > F tabel. Model secara statistik tidak sesuai namun regresi signifikan. Penggambaran residual dapat dilihat sebagai berikut : Surface Plot of Y
Contour Plot of Y 80
97.5 98.5 99.5 100.5 101.5
Storage
102 101 100
Y
99
70
98 97
80
96
70 0
Temperature
10
60 20
Storage
60 0
10
20
Temperature
Gambar 9. Penggambaran residual Karena model diatas tidak sesuai maka tidak dilakukan analisa canonic. Maka langkah selanjutnya adalah memperluas daerah fitting.
212
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Untuk itu dilakukan perluasan daerah fitting sebesar radius r = √250. Tabel 13. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan perluasan daeraf fitting dengan radius r = √250. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor dengan α = 1.414 T S -1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1.414 0 +1.414 0 0 -1.414 0 1.414 0 0
Kombinasi Faktor T S 0 60 20 60 0 80 20 80 -6 70 26 70 10 54 10 86 10 70
Replikasi Output / Lamanya Ketahanan Baterai (menit) 1 2 3 4 97.48 97.45 97.42 97.47 101.30 101.35 101.32 101.36 96.28 96.30 96.25 96.32 101.10 101.15 101.14 101.12 95.20 95.25 95.20 95.20 102.07 102.10 102.05 102.08 99.49 99.50 99.48 99.52 96.46 96.45 96.47 96.43 98.30 98.35 98.34 98.30
Rataan Output
Stdev. Output
97.455 101.333 96.29 101.123 95.212 102.07 99.498 96.453 98.32
0.026 0.03 0.030 0.02 0.025 0.02 0.017 0.017 0.026
Maka diperoleh model : Y(T,S) = 95,7223 + 0,02545 T + 0,11852 S + 0,00241 TS + 0,001105 T2 – 0,00151 S2
(5)
Tabel 14 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut. Tabel 14. Anova Metamodel Orde dua Persamaan (7)
Sumber variansi (Source) Regresi Residual Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) Error Murni (Pure Error) Total
df 5 30 3 27 35
SS MS F 189.998 37.9996 139.14 8.193 0.2731 8.178 2.7259 4543.17 0.016 0.0006 198.191
1. Uji Lack of fit (dengan F0,05;3,27 = 2,96) H0 bahwa model tidak sesuai (not adequate) H0 ditolak. 2. Uji signifikansi regresi (dengan F0,05;5,30= 2,92) Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai α = 0.05 dimana F hitung > F tabel. Dari perluasan daerah diatas dapat dirangkum hasil uji statistik dan performansi statistik metamodel : Tabel 15. Rekapitulasi uji statistik untuk metamodel orde dua dari titk awal 1 Metamodel Uji Lack of Uji. Sig regresi Titik Optimum Nilai Maksimum T S fit α = 0,05 1. Daerah 996.49 321,08 diperkecil, (P-Value 0,00) 15,357 -65,886 61,724 (Signifikan) r = √50 Signifikan 2. Daerah 133.35 mula-mula, 260,22 (P-Value 0,00) -105,476 275,782 79.324 pers IV.3, (Signifikan.) Signifikan r = √200 3. Daerah 139.14 4543,17 diperbesar, (P-Value 0,00) -29.04 16.07 96.3053 (Signifikan) r = √250 Signifikan
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
213
Tabel 16. Rekapitulasi Performansi Metamodel Orde dua Metamodel Estimasi dari seluruh data (36 data) R2 F 1.Daerah diperkecil, 321.08 0,982 r = √50 (p-value 0,00) 2.Daerah mula-mula, 133,35 0,957 pers IV.3, r = √200 (p-value 0,000) 3.Daerah diperbesar, 139,14 0,959 r = √250 (p-value 0,000) Tabel 16 diatas menunjukan perubahan kombinasi optimum dan profil model dalam memprediksi output simulasi. Perubahan nilai koefisien determinasi untuk keseluruhan data pengamatan menunjukan perlunya berhati-hati dalam menggunakan daerah fitting apabila hendak mempertimbangkan nilai koefisien determinasi keseluruham. 5. KESIMPULAN 1. Response Surface Methodology(RSM) secara sekuensial menggunakan konsep metamodel regresi polinomial, desain eksperimen dan steepest ascent. Pendekatan metamodel melalui RSM dapat diimplementasikan dalam usaha mencari output simulasi yang optimum dan kombinasi input yang optimum. Nilai optimum yang dihasilkan merupakan nilai optimum secara statistik dan bukan merupakan nilai optimum eksak. Kombinasi optimum merupakan kombinasi terbaik yang diperoleh tanpa harus mencobakan seluruh kombinasi input yang mungkin. 2. Dari analisis yang dilakukan terhadap permasalahan simulasi performance baterai mangan tipe general purpose dengan menggunakan RSM, disimpulkan bahwa kombinasi input optimum berada pada temperatur 32°C dengan masa penyimpanan 63 hari, yang menghasilkan output ketahanan baterai 103,663 menit dan standar deviasi 0,05 satuan menit. Kombinasi disekitar titik optimum secara statistik tidak memberikan perbedaan output simulasi yang signifikan. Variabel canonic ω1 memiliki tingkat sensitifitas terhadap rataan output simulasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
214
Estimasi dari rataan (36 data) R2 F 32,38 0.982 (p-value 0,008) 13,82 0.958 (p-value 0,028) 13,91 0,959 (p-value 0,027)
variabel canonic ω2 pada daerah disekitar titik optimum. Dalam kasus ini nilai T = 32°C dan S = 63 hari dapat dianggap sebagai keputusan terbaik. 3. Dalam melakukan implementasi RSM, beberapa hal perlu untuk diperhatikan, yaitu : penentuan daerah fitting metamodel, penentuan besar langkah (step size) steepest ascent, titik cut off point dalam melakukan inferensi statistik (level taraf keberartian α). Luas daerah amatan global dapat menjadi pertimbangan dalam memilih melakukan RSM secara sekuensial (fitting orde satu-steepest ascent-fitting orde dua-maksimasi orde dua) atau melakukan RSM secara pendekatan satu kali/one-shot approach (fitting metamodel orde dua-maksimasi orde dua). 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Barton, Russell R. 2004. RSM Estimation For Robust Design of Queueing Systems. Paper from the smeal college of business administration the Pennsylvania State University. [2] Blank. P.E, Leland. 1982. Statistical Procedures For Engineering, Management And Science. Kogakusha: Mc.Graw-Hill International Book Company. [3] Cheng, Russell C.H. 1999. Regression Metamodelling In Simulation Using Bayesian Methods. England:Proceeding of the 1999 Winter Simulation Conference. [4] Edgar, Thomas F., Himmelblau, David M., Lasdon, Leon S. 2001. Optimization Of Chemical Processes “Second Edition”. Newyork:
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Mc.Graw-Hill International edition chemical engineering series. [5] Hick,Charles R. 1993. Fundamental Concepts in the Design of Experiments, New York: Saunders college publishing. [6] Irizarry, Maria De Los A., Kuhl, Michael E., Lada, Emily K., Subramanian, Sriram, and Wilson, James R. 2003. Analyzing Transformation-based Simulation Metamodels.IIE Transaction 35, hal. 271-283, 2003 [7] Keppel, Geoffrey. 1991. Design And Analysis A Researchers Handbook Third Edition.Prentice Hall. [8] Kleijnen, Jack P.C., Hertog, Dick den., Angün, Ebru. 2003. Response Surface Methodology’s Steepest Ascent and Step Size Revisited. Netherlands: Working paper from Department of Information System/Center for Economic Research (CentER) Tilburg University (UvT). [9] Kleijnen, Jack P.C. 2001. Experimental Design For Sensitivity Analysis Of Simulation Models. Proceedings of EUROSIM. 2001. Delft, 26-29 June 2001. [10] Kleijnen, J.P.C. 1997. Experimental design for Sensitivity Analysis,
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
Optimization, And Validation of Simulation Models, Draft prepared for handbook of simulation. New york: Jhon Wiley & Sons. Luftig, Jeffrey T., Jordan, Victoria S. 1998. Design Of Experiments In Quality Engineering. Luftig & Warrem International: Mc.Graw-Hill. Montgomery, Douglas C. Design and Analysis of experiments. 1976. New York: Jhon wiley & Sons. Neddermeije, G. H., Piersma, N. dan Oormarssen G., J. 2000. A Framework For Response Surface Methodology For Simulation Optimization. Procceeding of the 2000 Winter Simulation Conference, hal. 129-136. Neter, Kutner, Nachsheim, Wasserman. 1996. Applied Linear Statistical Models “Fourth Edition”.Mc.Graw-Hill : IRWIN. Schimek, Michael G. 2000. Smooting & Regression Approaches Computation and Application. Newyork: Wiley Interscience Jhon Wiley & Sons. Xu,Kai., K.J. Lin, Dennis., Tang, Loon-Ching., Xie, Min. 2004. Multiresponse Systems Optimization Using a Goal Attainment Approach. IIE Transaction. 2004 hal 433-445.
Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
215
KINERJA EFISIENSI BIAYA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) 123
Nazmil Umri1, Rachmad Hidayat2, Issa Dyah Utami 3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo,
ABSTRACT Target of research with Data method of Envelopment Analysis ( DEA) is to determine efficiency storey; level of expense of and factor - factor having an effect on to efficiency of expense of in office of branch of Perum Pawnship office of region of Bangkalan. Result of this research is got by branch of Perum inefficient Pawnship office is Perum Pawnship office of Bangkalan with efficiency storey; level equal to 0,144236, Perum pawnship office of Kamal in januari 2009 with Storey; Level Efficiency equal to 0,3650507,pada months of Februari 2009 equal to 0,4614362 and in March 2009 equal to 0,2610103 until March 2009 and Perum pawnship office of Foreland Earth with its Efficiency storey; level is equal to 0,1390164 pada March months 2009. Keywords : Data Envelopment Analysis, cost efficiency, Perum Pawnship.
1. PENDAHULUAN10 Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu ukuran kinerja yang mendasari kinerja organisasi. Pengukuran efisiensi meliputi berbagai upaya yang dapat dilakukan pada efisiensi. Efisiensi menjadi topik yang paling utama dalam berbagai bidang, misalnya produksi barang maupun jasa. Efisiensi teknis merupakan salah satu dari komponen efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Tetapi, dalam rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara teknis. Untuk mencapai tingkat keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan menghasilkan output dengan kombinasi yang tepat pada tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif) (Kumbhakar, 2000). Perusahaan Perum Pegadaian merupakan suatu perusahaan jasa yang Korespondensi : 1 Nazmil Umri E-mail :
[email protected] 2 Rachmad Hidayat E-mail :
[email protected], 3 Issa Dyah Utami E-mail :
[email protected]
216
bergerak dibidang pelayanan masyarakat. Peningkatan efisiensi perlu dilakukan karena masih kurangnya pelayanan terhadap masyarakat sehingga akan mempengaruhi nilai pendapatan dari penjualan produk atau layanan serta dapat menurunkan kepercayaan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan pihak perum pegadaian. Saat ini di wilayah kabupaten Bangkalan terdapat 18 kantor cabang perum pegadaian yang ada di setiap kecamatan. Dalam hal ini belum dilakukan pengukuran efisiensi relatif terhadap pelayanan hal ini dapat dilakukan dengan pengukuran efisiensi biaya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan dan kinerja dari perusahaan Perum Pegadaian tersebut. Penelitian ini membahas tingkat efisiensi di Perusahaan Perum Pegadaian Wilayah Bangkalan dari masing-masing kantor cabang dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes. Metode DEA dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi) ( Charnes, 1978). DEA merupakan suatu pendekatan non parametrik yang pada dasarnya merupakan teknik berbasis pemrograman linier (Hadinata, 2000). DEA bekerja
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
dengan langkah mengidentifikasi unitunit yang akan dievaluasi, input serta output unit tersebut. Kemudian selanjutnya, dihitung nilai produktivitas dan mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien atau tidak menghasilkan output secara efektif. DEA adalah model analisis faktor produksi untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dari set unit kegiatan ekonomi (UKE). Skor efisiensi dari banyak faktor input dan output. dirumuskan sebagai berikut (Talluri, 2000, Purwanoro, 2004). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) menentukan tingkat efisiensi biaya di Perusahaan Perum Pegadaian wilayah Bangkalan, sehingga dapat mengetahui Perum Pegadaian yang efisien atau inefisien. (2) menganalisa tingkat efisiensi biaya pada setiap kantor cabang perum Pegadaian wilayah Bangkalan, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. (3) Memberikan usulan perbaikan pada perusahaan Perum Pegadaian wilayah Bangkalan. Permasalahan yang dihadapi diatas dapat diselesaikan dengan metode DEA. Metode DEA dipergunakan untuk mengetahui kantor cabang mana yang tidak efisien dengan melakukan perbandingan antara beberapa unit atau kantor cabang berdasarkan input dan output yang didapatkan. Unit-unit tersebut harus memiliki karakteristik yang sama, dalam arti memiliki output dan input yang sama. Dengan adanya penelitian yang melakukan pengukuran efisiensi biaya pengeluaran di Perusahaan Perum Pegadaian Wilayah Bangkalan akan dapat meningkatkan kinerja, serta dapat mengupayakan strategi perbaikan bagi kantor cabang yang kurang efisien pada bagian keuangan, dalam hal ini yang dijadikan sebagai sumber pengukuran adalah dari aspek biaya.
2. TINJAUAN PUSTAKA Data Envelopment Analysisis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes. Metode DEA dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi). DEA
Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri)
merupakan suatu pendekatan non parametrik yang pada dasarnya merupakan teknik berbasis pemrograman linier. DEA bekerja dengan langkah mengidentifikasi unit-unit yang akan dievaluasi, input serta output unit. Selanjutnya, dihitung nilai produktivitas dan mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien atau tidak menghasilkan output secara efektif. Produktivitas yang diukur bersifat komparatif atau relatif, karena hanya membandingkan antar unit pengukuran dari 1 set data yang sama. DEA adalah model analisis faktor produksi untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dari set unit kegiatan ekonomi (Talluri, 2000). DEA berasumsi bahwa setiap UKE akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/total weighted input). Karena setiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap UKE akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara umum UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang penggunaanya sedikit dan untuk output yang dapat diproduksi dengan banyak. Bobot-bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya, melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu UKE. Sebagai gambararan, jika suatu UKE merupakan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan (profit-maximizing firm) dan setiap input dan outputnya memiliki biaya per unit serta harga jual per unit, maka perusahaan tersebut akan berusaha menggunakan sesedikit mungkin input yang biaya per unitnya termahal dan berusaha memproduksi sebanyak mungkin output yang harga jualnya tinggi. DEA untuk suatu UKE dapat diformulasikan sebagai program linier fraksional yang solusinya dapat diperoleh jika model tersebut ditransformasikan ke dalam program linier dengan bobot dari input dan output UKE tersebut sebagai variabel keputusan (decision variables). Metode simpleks dapat digunakan untuk menyelesaikan model yang sudah ditransformasikan ke dalam program linier. DEA memerlukan penyelesaian program
217
linier bagi setiap UKE. Hasilnya adalah seperangkat bobot untuk suatu UKE dan angka efisiensi relatifnya. DEA memiliki beberapa nilai manajerial. Pertama, DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap UKE, relatif terhadap UKE yang lain di dalam sampel. Angka efisiensi ini memungkinkan sesorang analisis untuk mengenali UKE yang paling membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang tida/kurang efisien. Kedua, jika suatu UKE kurang efisien (efisiensi < 100%) DEA menunjukkan sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna (efficient reference set, efisiensi=100%) dan seperangkat angka pengganda (multipliers) yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun strategi perbaikan. Informasi tersebut memungkinkan seseorang analisis membuat UKE hipotetis yang menggunakan input yang lebih sedikit dan menghasilkan output paling tidak sama atau lebih banyak dibandingkan UKE yang tida efisien, sehingga UKE hipotetis tersebut akan memiliki efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output dari UKE yang tidak efisien. Pendekatan tersebut member arah strategis bagi manajer untuk meningkatkan efisiensi suatu UKE yang tida efisien melalui pengenalan terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya terlalu rendah. Sehingga seorang manajer tidak hanya mengetahui UKE yang tida efisien, tetapi juga mengetahui seberapa tingkat input dan output harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi yang tinggi. Ketiga, DEA menyediakan matriks efisiensi silang. Efisiensi silang UKE A terhadap UKE B merpakan rasio dari output tertimbang dibagi input tertimbang yang dihitung dengan menggunakan tingkat input dan outut UKE A dan bobot input dan outp UKE B. Analisis silang dapat membantu seseorang manajer untuk mengenali UKE yang efisien tetapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan kombinasi output yang sangat berbeda dengan UKE yang lain. Keunggulan metode DEA (Purwanoro, 2004) adalah (a) Dapat menangani banyak input dan ouput, (b)
218
Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output, (c) UKE (Unit Pengambil Keputusan) dibandingkan secara langsung dengan sesamanya, (d) Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh X1 dapat dalam unit dan X2 dapat dalam dollar tanpa apriori keduanya. Sedangkan keterbatasan DEA adalah (a) Bersifat simpel spesifik, (b) Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat berakibat fatal (c) DEA sangat bagus untuk estimasi efisiensi realtif UKE (unit kegiatan ekonomi) tetapi sangat lambat untuk mengukur efisiensi absolut dengan kata lain bisa membandingkan sesama UKE tetapi bukan membandingkan maksimisasi secara teori.(c) Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan (d) Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk tiap UKE (perhitungan secara manual sulit dilakukan apalagi untuk masalah berskala besar). (e) Bobot dan input yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi. 3. METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan masalah tingkat Efisiensi organisasi atau Perusahaan dari masing-masing cabang atau unit yang ada, menggunakan pemecahan masalah matematik Data Envelopment Analysis (DEA). Data–data input maupun output yang terdapat pada masing-masing cabang perusahaan Perum Pegadaian Wilayah Bangkalan yaitu berupa faktor input dan output. Faktor Input terdiri dari Biaya Pegawai (X1, Rp), Biaya Umum Dan Administrasi (X2, Rp), Biaya Pemeliharaan Bangunan Kantor (X3, Rp) dan Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas (X4, Rp). Faktor Output yang digunakan adalah Jumlah Pendapatan (Y1, Rp). Langkahlangkah pengolahan data adalah (1) Menghitung Beban Variabel untuk masingmasing DMU yang akan dinilai tingkat efisiensinya. (2) Menentukan model matematis yang akan digunakan sebagai alat pemecahan masalah tersebut, dalam hal ini menggunakan model matematis Data Envelopment Analysis (DEA). (3) Menghitung target bagi DMU yang relatif kurang efisien untuk input didapatkan dari
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
selisih nilai input aktual dengan nilai slack inputnya, sedangkan untuk output didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian tingkat efisiensi DMU inefisien dan nilai aktual dengan nilai slack outputnya dalam perhitungan ini dengan menggunakan bantun Software Lindo. Pada tahap Analisa ini, akan ditentukan besarnya nilai input dan output pada masing -masing DMU, Sebagaimana ukuran efisiensi pada umumnya dalam DEA dinyatakan sebagai perbandingan antara output dengan input, sehingga nilai efisiensi maksimalnya adalah 1 atau 100%. Rasio ini dinyatakan secara parsial dan total. Secara parsial misalnya output per staff atau output perjam kerja dengan output bisa saja merupakan profit, penjualan dan sebagainya. Semua output dan input suatu DMU terlibat dalam pengukuran. Dengan demikian, DEA memungkinkan untuk mengetahui faktor input apa yang berpengaruh dalam menghasilkan output, dan begitu pula sebaliknya. Setelah penentuan nilai faktor input dan output maka akan dilakukan formulasi program linier dengan menggunakan bantuan software LINDO untuk menentukan besarnya efisiensi setiap DMU. Perhitungan efisiensi dengan model menggunakan model matematis DEA berorientasi input-output (input-output oriented). Pemodelan matematis DEA ini dilakukan untuk memperoleh nilai efisiensi yang menyatakan indeks produktivitas dari masing–masing DMU dengan menggunakan data variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Disini ada 2 permodelan Matematis Data Envelopment Analysis yang terdiri dari Model DEACCR Primal dan Model DEA-CCR Dual yang akan dibangun untuk mengukur tingkat efisiensi. Terdapat dua konsep yang saling berlawanan. Konsep yang pertama yaitu Primal dan yang Dual. Untuk menyelesaiakan masalah perhitungan efisiensi menggunakan konsep model Primal langkah selanjutnya ialah dengan membuat model DEA-CCR Primal-Dual. Dimasukkan ke dalam persamaan model Matematis Programa Linier. Misalkan
Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri)
untuk Perum Pegadaian ke-p = 1,2,3,4,5 maka : Objective function:
min hk = λj
(1)
Subject to n
m
j
r
∑ yrj + ∑ Xrj − λ j ≤ 0 n
∑x
ij
+ si ≥ xik
(2)
(3)
j
λ j , σ r , s i ≥ 0, ε > 0
(4)
Dimana : hk adalah Efisiensi untuk objek DMU ke-p Xij adalah bobot input pada pengukuran input setiap DMU ke-i (i=1,2,3,…) Xik adalah bobot Output per unit pada pengukuran input yang ke-k (k= 1,2,3,..) Wij adalah nilai jumlah input setiap DMU ke-i,(i=1,2,3…) Berdasarkan perumusan model matematis linier programming diatas, dimisalkan untuk menghitung efisiensi relatif pada Cabang Bangkalan (DMU 1), pada bulan Januari 2009, berdasarkan rumus (1) maka fungsi tujuannya adalah meminimasikan efisiensi DMU1, dimana nilai Xi adalah input untuk DMU 1, dengan i = 1,2,3,4 dan j = 1(DMU 1).Variabel yang digunakan adalah : Xik : Bobot untuk input Biaya Pegawai sampai dengan Jumlah Pendapatan untuk setiap DMU yang sudah ditentukan untuk kendala pertama. Xij : Bobot untuk inputan setiap DMU kej.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengkorversian tiap–tiap Cabang Perum Pegadaian Wilayah Bangkalan ke dalam DMU untuk proses pengolahan data selanjutnya dapat dilihat pada tabel 1.
219
Tabel 1 Klasifikasi DMU KANTOR CABANG PEGADAIAN Kantor cabang Bangkalan Kantor Cabang Kamal Kantor cabang Kwanyar Kantor cabang Klampis Kantor cabang Tanjung Bumi
DMU DMU 1 DMU 2 DMU 3 DMU 4 DMU 5
4.1. Formulasi Model Matematis DEA Perhitungan Analisa Efisiensi DMU bulan Januari 2009 dengan menggunakan empat Input dan satu Output. Berdasarkan Tabel 2. Data Input-Output DMU Input DMU X1 X2 X3 1 73875822 5673419 8454897 2 28909338 2959750 1298907 3 57993952 4119100 1409573 4 36927215 2051190 1089264 5 58017281 339600 15443567 Hasil Output Formulasi Linier Programing dengan menggunakan Sofware Lindo seperti Gambar 1. Bangkalan (DMU 1) maka di dapatkan nilai rating efisiensi (Objective Fuction Value ) sama dengan 0,1442363 dengan reduce cost nol, hal ini menunjukkan bahwa Cabang Bangkalan tidak efisien, pada fungsi kendala pertama menunjukkan besarnya penurunan biaya sama dengan 0,855764, Fungsi kendala kedua menunjukkan besarnya Penurunan biaya sebesar 0,231634, untuk fungsi
Tabel 2 maka dibuat formulasi LP untuk pergitungan efisiensi DMU1 (Cabang Bangkalan).
X4 2330000 850000 4886500 1593000 950000
Output Y1 140633118 129846186 184938148 666611636 212916200
Kendala ketiga terjadi penurunan biaya sebesar 0,907534, dan pada fungsi kendala ke empat menunjukkan peningkatan biaya sebesar 0,210967 dengan nilai reduced cost sama dengan nol. dan pada fungsi kendala kelima menunjukkan penurunan biaya sebesar 0,189354. Berdasarkan analisa reduced cost tersebut maka DMU 1 pada bulan januari 2009 tidak efisien karena pada fungsi kendalanya terjadi penurunan biaya yaitu pada fungsi kendala satu, dua, tiga dan lima.
Gambar 1. Output Formulasi Linier Programing dengan menggunakan Software Lindo
220
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 2. RHS Parameter baris 6 Baris kendala yang mempunyai nilai slack nol disebut fungsi kendala aktif artinya tidak ada slack yang terjadi dengan Duel Prices sebagai pertambahan nilai optimal sebesar dual prices/shadow prices apabila pada baris tersebut nilai RHS-nya ditambah 1 unit dari hasil output Lindo diatas menunjukkan tidak adanya pertambahan nilai optimal karena nilai dari dual prices sama dengan nol. Karena nilai RHS pada DMU 1 berupa variabel positif, jadi DMU 1 untuk mencapai nilai optimal perlu dilakukan penambahan variabel keputusan sebesar 0,15 dengan Rentang Side >= 1,5e+08
4.2. Analisa Efisiensi pada setiap DMU Gambar 3 menunjukkan DMU yang Efisien dan yang tidak efisein. DMU yang Efisien adalah DMU 3 (Cabang Kwanyar), DMU 4 (Cabang Klampis), DMU 1 (Cabang Bangkalan) pada bulan FebruariMaret 2009. DMU 5 (Cabang Tanjung Bumi) pada Bulan Januari – Februari 2009. Sedangkan DMU yang tidak efisien yaitu DMU 1 (Cabang Bangkalan) pada bulan Januari 2009, DMU 2 (Cabang Kamal ) dan DMU 5 (Cabang Tanjung Bumi ) pada Bulan Maret 2009.
Grafuk Efisiensi DMU
Grafik Prankingan DMU (Maret 2009) 5
5 4
0,8
3
3 Rank
0,6
2
2 1
1
4
Rating Efisiensi
1
Jan-09 0,4
Feb-09
0,2
Mar-09
0 Bangkalan Kamal
Kwanyar
Klampis
Tanjung bumi
0 DMU 1
DMU 2
Kantor Cabang Perum Pegadaian
DMU 3
DMU 4
DMU 5
DMU
Gambar 3. Rating Efisien Tiap DMU 4.3. Analisis Target Perbaikan DMU yang tidak Efisien Tabel 3 memperlihatkan perbandingan antara nilai input pada DMU 1 (Cabang Bangkalan) di bulan Januari mengalami penurunan Biaya, sebagai berikut: untuk biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan sebesar Rp.7.790.424 dari nilai yang sebelumnya yaitu Rp. 73.875.622, Untuk biaya Umum & administrasi (X2) mengalami penurunan sebesar Rp.432.733 dari jumlah sebelumnya Rp.5.673.419, Untuk biaya Pemeliharaan bangunan kantor
Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri)
(X3) Mengalami penurunan biaya sebesar Rp.229.799 dari jumlah biaya sebelumnya sebesar Rp.8.454.897 dan Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas (X4) mengalami penurunan sebesar Rp. 336.070 dari nilai sebelumnya Rp. 2.330.000. Tabel 3. Perbaikan DMU 1 (Januari 2009) Xi Lama (Rp) Baru (Rp) X1 73.875.822 7.790.424 X2 5.673.419 432.733 X3 8.454.897 229.799 X4 2.330.000 336.070
221
Tabel 4 memperlihatkan perbandingan antara nilai input pada DMU 2 (Cabang Kamal) di bulan Januari mengalami penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan sebesar Rp. 7.192.868 dari nilai yang sebelumnya yaitu Rp. 28.909.338, Untuk biaya Umum & administrasi (X2) mengalami penurunan sebesar Rp. 399.541 dari jumlah sebelumnya Rp. 29.59.750 Untuk biaya Pemeliharaan bangunan Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya sebesar Rp. 212.172 dari jumlah biaya sebelumnya sebesar Rp. 1.298.907 dan Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas (X4) mengalami penurunan sebesar Rp. 310.293 dari nilai sebelumnya Rp. 850.000. Tabel 4. Perbaikan DMU 2 (Januari 2009) Xi Lama (Rp) Baru (Rp) 7.192.868 X1 28.909.338 X2 29.59.750 399.541 212.172 X3 1.298.907 310.293 X4 850.000 Tabel 5 memperlihatkan perbandingan antara nilai input pada DMU 2 (Cabang Kamal) di bulan Februari 2009 mengalami penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan sebesar Rp. 10.384.426 dari nilai yang sebelumnya yaitu Rp. 32.511.188, Untuk biaya Umum & administrasi (X2) mengalami penurunan sebesar Rp. 409.298 dari jumlah sebelumnya Rp. 1.863.842 Untuk biaya Pemeliharaan bangunan Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya sebesar Rp. 438.862 dari jumlah biaya sebelumnya sebesar Rp. 1.479.069 dan Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas (X4) mengalami penurunan sebesar Rp. 392.220 dari nilai sebelumnya Rp. 850.000. Tabel 5. Perbaikan DMU 2 (Februari 2009) Xi Lama (Rp) Baru (Rp) X1 32.511.188 10.384.426 409.298 X2 1.863.842 438.862 X3 1.479.069 392.220 X4 850.000 Tabel 6 memperlihatkan perbandingan antara nilai input pada DMU 2 (Cabang Kamal) di bulan Maret 2009 mengalami
222
penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan sebesar Rp. 12.501.912 dari nilai yang sebelumnya yaitu Rp. 27.137.047, Untuk biaya Umum & administrasi (X2) mengalami penurunan sebesar Rp. 519.501 dari jumlah sebelumnya Rp. 2.332.928 Untuk biaya Pemeliharaan bangunan Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya sebesar Rp. 583.397 dari jumlah biaya sebelumnya sebesar Rp. 2.181.833 dan Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas (X4) mengalami penurunan sebesar Rp. 694.698 dari nilai sebelumnya Rp. 850.000 Tabel 6. Perbaikan DMU 2 (Maret 2009) Lama (Rp) Baru (Rp) Xi X1 27.137.047 12.501.912 519.501 X2 2.332.928 583.397 X3 2.181.833 694.698 X4 850.000 Tabel 7 memperlihatkan perbandingan antara nilai input pada DMU 5 (Cabang Tanjung Bumi) dibulan Maret 2009 mengalami penurunan biaya sebagai berikut : untuk biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan sebesar Rp3.530.615 dari nilai yang sebelumnya yaitu Rp. 68.742.149, Untuk biaya Umum & administrasi (X2) mengalami penurunan sebesar Rp. 161.441 dari jumlah sebelumnya Rp. 1.161.300 Untuk biaya Pemeliharaan bangunan kantor (X3) Mengalami penurunan biaya sebesar Rp. 125.163 dari jumlah biaya sebelumnya sebesar Rp. 1.548.5721 dan Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas (X4) mengalami penurunan sebesar Rp. 148.827 dari nilai sebelumnya Rp. 1.070.558. Tabel 7. Perbaikan DMU 5 (Maret 2009) Xi Lama (Rp) Baru (Rp) 3.530.615 X1 68.742.149 X2 1.161.300 161.441 125.163 X3 1.548.5721 148.827 X4 1.070.558
5. KESIMPULAN 1. Perum Pegadaian yang efisien adalah Cabang Kwanyar dan Cabang Klampis karena selama tiga bulan yaitu bulan Januari sampai dengan Maret 2009 mendapatkan nilai efisiensi sama dengan 1.
Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
2. Perum Pegadaian yang tidak efisien adalah Cabang Bangkalan, dengan nialai efisiensi sama dengan 0,1442363 pada bulan Januari 2009, Cabang Kamal dari bulan Januari sampai dengan Maret 2009, mendapatkan nilai efisiensi berturut-turut sebesar 0,3650507, 0,4614362 dan 0,2610103 dan Cabang Tanjung Bumi mendapatkan nilai efisiensi sama dengan 0,1390164 pada bulan Maret 2009. Saran-saran yang bisa diberikan pada Perum Pegadaian adalah 1. Dalam meningkatkan efisiensinya sebesar 100%, maka perlu melakukan perbaikan terhadap faktor Biaya Pegawai, Biaya Umum & administrasi, biaya pemeliharaan Bangunan Kantor dan Biaya pemeliharaan kendaraan Dinas, dengan cara melakukan pengurangan biaya. 2. Bagi Perum Pegadaian yang sudah efisien (Perum Pegadaian Kwanyar dan, Perum Pegadaian Klampis), bukan berarti tidak ada yang harus diperbaiki dan ditingkatkan, namun harus tetap ada kontrol dari pihak Perum Pegadaian. Mengingat masih ada Perum Pegadaian yang sudah efisien
Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri)
tetapi masih produktivitas.
perlu
peningkatan
6. DAFTAR PUSTAKA [1] Charnes, A., W.W Cooper dan E. Rhodes. 1978. Measuring the Efficiency of Decision Making Units. European Journal of Operation Research, vol. 2 p.429-444. [2] Hadinata, Ivan dan Manurung Adler H, 2000. Penerapan Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur Efisiensi Kinerja Reksadana Saham. [3] Kumbhakar, S.C dan Knox, Lovell. 2000. The Effect of Deregulation on performance of financial institutions: The Case of Spanish Saving Banks, Department of Economic University of Texas. [4] Purwanoro, N. 2004. Efektivitas Kinerja Pelabuhan dengan Data Envelopment Analysis (DEA), Usahawan No. 05 th. XXXIII. [5] Talluri, Srinivas, 2000. Data Envelopment Analysis: Model and Extension. Decision Line Production/Operations Management, Silberman Colledge of Business Administration, Fairleih Deckinson University.
223
Jurnal Teknik Industri Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti
PETUNJUK/FORMAT PENULISAN NASKAH/MAKALAH 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
Naskah berupa hasil penelitian atau non penelitian (konseptual), yang merupakan naskah asli dan belum pernah dipublikasikan di media masa manapun. Makalah yang telah dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, apabila belum dipublikasikan dapat diterima. Naskah diketik dengan menggunakan MS Word, Times New Roman 11pt dan 1 spasi di atas kertas A4 (21x29,7 mm). Makalah (selain abstrak) ditulis dalam 2 kolom. Jumlah halaman (termasuk gambar, ilustrasi dan daftar pustaka) 10-15 halaman. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Apabila naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia, hendaknya berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.Hindari pemakaian istilah asing (kecuali bila sangat diperlukan). Penulisan istilah asing dicetak miring (italic). Judul ditulis HURUF BESAR, di tengah atas halaman font Times New Roman 14 Bold. Tulisan singkat dengan kata-kata atau frasa kunci yang mencerminkan isi tulisan. Memperhatikan sistematika penulisan : • Makalah Penelitian : JUDUL (singkat tetapi jelas, 5-15 kata), Penulis (tanpa gelar, asal instansi/alamat pada catatan kaki), ABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang berisikan masalah dan tujuan penelitian, metoda/pendekatan, hasil penelitian, satu paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus bidang ilmu yang dibahas, punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci) PENDAHULUAN (berisi permasalahan, wawasan dan rencana pemecahan masalah, tujuan penelitian, kajian teoritik, hipotesa (jika ada) dan manfaat hasil penelitian (tidak ada)) METODA PENELITIAN (Rancangan/desain penelitian, sasaran penelitian, teknik pengembangan/pengumpulan data dan teknik analisis data yang disajikan secara naratif) HASIL PENELITIAN (Hasil pengolahan data, pemakaian tabel/grafik/bagan sangat disarankan) PEMBAHASAN (Menjawab tujuan penelitian, memaparkan logika diperolehnya dan menginterpretasikan penemuan, mengaitkan dengan teori yang relevan serta pembahasan terhadap tabel/grafik/bagan secara naratif) KESIMPULAN DAN SARAN (Esensi hasil penelitian dan pembahasan, harus relevan dengan penemuan yang disampaikan dalam butir-butir paragraf pendek) DAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN (hanya memuat rujukan yang benar-benar disebut dalam makalah). • Makalah Konseptual : 1JUDUL (singkat tetapi jelas, 5-10 kata), 2Penulis (tanpa gelar, asal instansi/alamat pada catatan kaki), 3ABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang berisikan ringkasan makalah yang ditulis secara padat dan menampilkan isu-isu pokok dan alternatif pemecahan, satu paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus bidang ilmu yang dibahas, punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci) 4PENDAHULUAN (berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan metodologi 5ISI (tinjauan pustaka, data dan pembahasan), 6PENUTUP (kesimpulan dan saran) dan 7DAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN (hanya memuat rujukan yang benarbenar disebut dalam makalah). Cara merujuk dan mengutip : 1)Tulis nama akhir pengarang dan tahun terbitan, 2)Jika pengarang lebih dari satu, tulis “Nama Pertama, dkk”, 3)Jika terjemahan, tulis “Nama Pengarang Asli”, 4)Jika lebih dari satu sumber, pisahkan dengan titik koma (;), 5)Jika dari Internet : Nama pengarang, tahun, judul karya, alamat sumber rujukan dan tanggal diakses. Daftar pustaka disusun menurut alfabet pengarang, dengan urutan penulisan : nama pengarang, (tahun terbitan), judul buku (cetak miring), penerbit dan kota terbit. Nama pengarang mendahulukan nama keluarga atau nama dibalik, tanpa gelar. Kutipan acuan pustaka yang digunakan dinyatakan dengan menuliskan nama pengarangnya. Isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksionalnya, tanpa mengubah arti. Dan tidak diadakan surat menyurat kecuali tulisan disertai perangko akan dikembalikan (karena tidak memenuhi persyaratan atau perlu perbaikan).