Tidak Untuk Diperjualbelikan
No. V, 21,Tgl. Tahun 15 Agustus Juli - 14 Agustus No. 56 Tahun 15 II, JuliTgl.- 14 2012 2009
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan www.tabloiddiplomasi.org Interaksi
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Menlu RI :
Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem
Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia
Peran Kemlu dalam Perlindungan Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin
Genetic Resources, Traditional Knowledge, Nia Zulkarnaen and Folklore (GRTKF) : “KING” Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname
Film Bertema Bulutangkis Pertama di Dunia 771978 917386
ISSN 1978-9173
Kedaulatan NKRI
Email:
[email protected]
9
Bagian Penting Diplomasi Internasional Kita
771978 917386 9
www.tabloiddiplomasi.org
ISSN 1978-9173
Email:
[email protected] Email:
[email protected]
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi >4 >5
Fokus utama Ekspektasi Publik Terhadap Tugas Diplomat Cukup Tinggi
> 12
Fokus utama GRTKF, Aset Potensial yang Memiliki Manfaat Ekonomi dan Budaya
> 15
>7
Fokus Membangun Rezim yang Lebih Protektif Terhadap Sumber Daya Genetika
>8
Fokus Sistem Hukum Internasional Belum Memberikan Perlindungan Efektif Terhadap GRTKTCE
>9
Fokus
> 10 > 11
> 16 > 17 > 19
Mencegah Penggunaan Folklore Dari Eksploitasi Komersial SOROT
Mencegah Penyalahgunaan Traditional Knowledge oleh Lembaga Paten Internasional SOROT Mengembangkan Instrumen Hukum Internasional untuk Melindungi Traditional Knowledge, Genetic Resources and Traditional Cultural Expressions (Folklore)
> 20 > 21
BINGKAI Kunjungan Outstanding Students for the World (OSTW) 2012 Ke Jepang LENSA OSTW 2012 Membangun Persahabatan Antar Komunitas Generasi Muda Berprestasi LENSA Undang-Undang Kekayaan Intelektual LENSA Mencegah Munculnya Klaim Negara Lain Terhadap Kekayaan Budaya LENSA
P3K2 Asia, Pasifik dan Afrika (Aspasaf) Melakukan Kajian Isu-Isu Strategis SOSOK Dr. Siswo Pramono, SH., LLM. Diplomat Peneliti kilas Indonesia, Laboratorium Sosial Raksasa Dengan Ekonomi Satu Triliun Dolar
20
s o s o k
Dr. Siswo Pramono, SH., LLM. Kepala P3K2 Aspasaf
Diplomat Peneliti
Diplomasi Pelindung Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Pengarah Direktur Diplomasi Publik
Teras Diplomasi
Permasalahan Genetic Resources, Traditional Knowledge dan Folklore telah menarik perhatian masyarakat internasional dalam dekade terakhir ini. Ketika seluruh bangsa di dunia bergerak maju menuju ke masa depan, berbagai kreasi-kreasi baru yang menopang gerak menuju masa depan semakin bermunculan. Berbagai penemuan, desain-desain baru, dan merek dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual menjadi suatu keharusan untuk mendapatkan perlindungan. Namun pada saat yang sama, dunia seolah cenderung mengabaikan keberadaan ekspresi budaya tradisional (Folklore) dan pengetahuan tradisional (Traditional Knowledge) yang harus dikembangkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Hal yang sama juga berlaku untuk sumber daya genetik (Genetic Resources) yang juga belum menerima tingkat perlindungan yang sama sebagaimana Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan dan pelestarian terhadap Genetic Resources, Traditional Knowledge dan Folklore (GRTKF) ini tidak hanya penting untuk keberadaan GRTKF itu sendiri di lingkungan masyarakat tradisional, khususnya di negara-negara berkembang, tetapi juga untuk pembangunan dan kesejahteraan negara-negara secara keseluruhan. Menyimak perkembangan terbaru di forum WIPO (World Intellectual Property Organization), Indonesia melihat kebutuhan untuk sebuah upaya pembangunan database nasional tentang GRTKF. Sebuah upaya perlindungan GRTFK dalam bentuk identifikasi dan arsip yang dioperasikan secara sentralisasi inter-operability. Sebuah mekanisme perlindungan defensif yang sangat penting untuk melengkapi dan mendukung proses di forum WIPO. GRTKF adalah bagian dari identitas bangsa yang
memiliki nilai-nilai moral dan mengandung dimensi budaya, sosial, dan spiritual. Namun saat ini, GRTKF tidak hanya menjadi identitas semata, tetapi juga menjadi aset potensial yang memiliki manfaat ekonomi dan budaya yang besar. Terkait dengan pengembangan Folklore sebagai bagian dari identitas bangsa, Indonesia juga tengah gencar mengembangkan diplomasi budaya. Berbagai program seperti Duta Belia dan Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) merupakan upaya untuk lebih memperkenalkan Indonesia dan meningkatkan people-to-people contact. Di sisi lain, Indonesia juga memperkenalkan dirinya ke dunia internasional dalam bentuk lain yang berbeda, yaitu memperkenalkan potensi Indonesia di bidang SDM dan juga kemampuan penguasaan teknologi yang mencerminkan kesiapan Indonesia sebagai negara maju kedepan. Program Outstanding Srudent for The World adalah salah satu upaya diplomasi Indonesia untuk memperkenalkan kesiapan Indonesia sebagai negara maju dan salah satu pemimpin dunia kedepan, disamping juga untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk mampu mengemban perannya di masa depan tersebut, yaitu menyongsong sebuah perubahan. Perubahan adalah sebuah keniscayaan bagi lahirnya sebuah peradaban baru yang lebih maju. Perubahan adalah dinamika kehidupan dan gerak masa yang mencerminkan tingkat pencapaian hidup manusia dalam menjalani aktivitasnya. Kehidupan dalam kerangkanya merupakan kesatuan makna yang terjalin secara bersamaan, berkesinambungan, dan berkemanfaatan. Perubahan merupakan suatu keharusan di dalam dinamika kebangsaan, dimana pluralitas bangsa Indonesia seharusnya dimaknai sebagai kekuatan besar untuk membangun Indonesia yang lebih baik, kekuatan untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih bermartabat, berkualitas, dan berdaya saing. Melalui OSTW, generasi muda Indonesia, khususnya bagi mereka yang berprestasi dan telah membawa Indonesia pada berbagai ajang kompetisi nasional maupun internasional, di bina, di tingkatkan, dan diperkuat potensinya dengan memberi ruang, kesempatan, dan partisipasi yang lebih luas dalam melakukan berbagai perubahan melalui ragam kegiatan interaktif seperti diplomasi publik, kunjungan belajar, presentasi, dinamika kelompok, dan ragam kegiatan bermanfaat lainnya. OSTW merupakan wujud nyata kepedulian Kemlu terhadap potensi pemuda Indonesia yang dapat diandalkan dalam upaya menuju perubahan Indonesia yang lebih baik. OSTW 2012 adalah dinamika baru untuk membangun pemuda Indonesia yang memiliki nasionalisme, karakter, dan jati diri. Sebuah hal penting yang harus dimiliki oleh para calon pemimpin masa depan. []
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
penanggung jawab/Pemimpin Umum Firdaus, SE. MH Pemimpin Redaksi Firdaus, SE. MH Wakil Pemimpin Redaksi Khariri Makmun Redaktur Pelaksana Cahyono dewan redaksi Fransiska Monika Dilla Trianti M. Rizki S. Malia Staf Redaksi Saiful Amin Arif Hidayat M. Fauzi Nirwansyah Dian harja Irana Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Suradi Sutarno Harapan Silitonga Kontributor M. Dihar Staf Diplomasi Publik SUMBER FOTO COVER Dok. serving-africa.org Alamat Redaksi Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12 Kementerian Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat Telp. 021- 68663162, 3863708, Fax : 021- 29095331, 385 8035 Tabloid Diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.org Email :
[email protected] Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri R.I Sumber Cover:
dewey.petra.ac.id, tourismindonesiaonline.com, metrobali.com
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected] Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
4
FOKUS utama
Menteri Luar Negeri RI, DR. R.M. Marty M. Natalegawa
Ekspektasi Publik Terhadap Tugas Diplomat Cukup Tinggi Dengan semakin tidak pastinya keadaan dunia, mutakhirnya teknologi informasi, serta ditambah lagi tingginya ekspektasi publik terhadap tugas seorang diplomat, kita harus senantiasa siap setiap saat. “Tidak ada lagi waktu jeda, 24 jam sehari dan 7 hari seminggu adalah tuntutan terhadap tugas kita”, demikian ditegaskan Menlu Marty M. Natalegawa dalam pertemuan tatap muka dengan 21 calon Dubes pagi ini di Gedung Pancasila (06/07). “Saya percaya bahwa setiap Bapak Ibu disini akan mendapatkan moment in the sun, momen dimana kita harus mengelola krisis yang tak terduga”.
Momen-momen seperti ini, menurut Menlu, membutuhkan langkah-langkah yang cepat. Karenanya, kita tidak bisa lagi melakukan business as usual dalam mengelola konflik yang terus berkembang. “Warung saya buka 24 jam 7 hari seminggu, untuk berikan jawaban dan instruksi, melalui media apapun,” canda Menlu kepada ke21 calon Dubes. Selain kesiapsiagaan, Menlu Marty
Dok. dakwatuna.com
juga menekankan bahwa setiap kepala Perwakilan RI harus dapat melihat peluang dan value added dalam setiap permasalahan. Tantangan dan peluang sedianya ada dalam satu nafas. “Pahamilah, bahwasannya keahlian dalam melihat peluang ini, adalah yang membedakan seorang Kepala Perwakilan”, tegas Menlu. Dalam pertemuan tatap muka tersebut, Menlu juga mengingatkan kembali
pesan Presiden SBY pada Raker Februari lalu, agar setiap Keppri senantiasa memiliki keyakinan mengenai posisi Indonesia di dunia saat ini. “Terjemahkan keyakinan itu, tunjukan posisi Indonesia sebagai emerging country”. Ketahuilah, keberhasilan dalam menerjemahkan keyakinan tersebut, menurut Menlu, adalah suatu ukuran performa yang dapat dilihat. Menlu Marty juga meminta agar calon Dubes dapat berfokus mengoptimalkan hubungan bilateral dan meningkatkan kemitraan dengan negara akreditasi. “Know your mission, dan perlihatkan wujud nyata dari program-program yang telah disusun”, pungkas Menlu. Tidak lupa Menlu RI menegaskan pula agar setiap calon Dubes nantinya dapat senantiasa menciptakan suasana yang kondusif di dalam KBRI maupun dengan lingkungan sekitar dan komunitas WNI di wilayah akreditasi. Kepada para pendamping (spouse) Menlu juga berpesan bahwa kesuksesan pelaksanaan misi seorang diplomat sangat tergantung pada peranan para pendamping. “Diplomat dan pendamping adalah satu kesatuan dalam pelaksanaan misi”, tutup Menlu Marty. (Sumber: BAKP/ Dit.Infomed/PY)
Kemlu Gelar Pertemuan Internasional Bahas Mekanisme Perlindungan GRTKTF Kemlu kembali menggelar rangkaian pertemuan untuk membahas upaya perlindungan Sumber Daya Genetika, Penge-tahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (GRTKF) pada tanggal 26-29 Juni 2012 di Bali. Rangkaian pertemuan tersebut diawali dengan Preparatory Meet-ing LMCM 3: International Symposium in Ensuring Protection for GRTKTCE/F through the Creation of Database dan kemudian dilanjutkan dengan the 3rd Like Minded Countries Meeting on the Protection of Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions/Folklore (LMCM-GRTKTCE/F III). Meskipun proses internasional untuk mewujudkan suatu konvensi internasional dalam forum WIPO (World Intellectual Property Organization) berjalan cukup alot, karena masih lebarnya perbedaan kepentingan negara-negara, namun telah ada titik kesamaan di tingkat nasional untuk
No. 57 Tahun V
mengangkat isu GRTKF sebagai isu strategis meningkatkan ketahanan nasional. Proses yang sudah berlangsung sejak tahun 2000 ini telah mendorong WIPO untuk membentuk Inter-Governmental Committee (IGC) yang kemudian menempatkan isu GRKTF sebagai kepentingan bersama bagi kehidupan yang lebih baik melalui suatu mekanisme yang kongkrit. Namun demikian tidak pernah ada pembahasan mengenai bentuk perlindungan GRTKF, sehingga muncul satu kesepakatan penting mengenai perlu adanya text based. Menjelang tahun 2009, proses ini belum mencapai kemajuan yang berarti, hingga Indonesia memunculkan gagasan mengenai perlunya “satu blok besar” kelompok negara-negara sepaham yang dapat mendorong komitmen negara-negara anggota WIPO lainnya untuk menciptakan suatu mekanisme perlindungan GRTKTCE/F melalui suatu instrumen hukum interna-
sional. Gagasan tersebut, antara lain diwujudkan melalui pembentukan Like Minded Countries (LMCs) group, guna mendorong kesepakatan terkait bentuk dan mekanisme perlindungan yang efektif sesuai ketentuan hukum internasional. Menjembatani hal tersebut, Indonesia mengadakan Like Minded Countries Meeting (LMCM) Pertama di Bali pada 2009 yang dihadiri oleh 16 negara-negara kunci dari kelompok negara-negara Asia, Afrika dan GRULAC dalam kerangka WIPO. Pertemuan tersebut menyepakati untuk mendorong terwujudnya suatu posisi bersama dari negara-negara sepaham, khususnya untuk mempercepat negosiasi melalui suatu text based. Pembahasan kemudian berkembang dan menyepakati untuk menyusun suatu dokumen melalui Inter-Sessional Working Group (IWG) yang terdiri dari para pakar di Pemerintahan untuk menjembatani kebuntuan. Pertemuan
menghasilkan suatu generated draft text dalam bentuk opsi-opsi, namun tidak mampu membawa perubahan menjadi suatu format treaty. Sejak digulirkan di WIPO, IGC telah mengadakan 19 kali pertemuan, sementara IWG melakukan beberapa kali pertemuan, namun tidak membawa proses kemajuan yang berarti. LMCM kedua diadakan pada 2011 untuk membuat suatu rekomendasi, mengingat perlunya memperbaharui mandat IGC yang akan berakhir di tahun tersebut. Pertemuan dihadiri oleh 19 negara dan menghasilkan Bali Recommendations, dimana negara-negara sepakat mengajukan “Way Forward” bagi sidang General Assembly WIPO untuk memberikan mandat baru kepada IGC hingga masa persidangan biennium 2011-2013. Selain itu pertemuan juga menghasilkan draft text usulan LMCs untuk genetic
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi FOKUS utama resources, karena hingga saat itu belum pernah ada text based on Genetic Resources (GR). Text yang ada saat itu hanya untuk isu traditional knowledge dan traditional cultural expression/folklore. Tiga text tersebut kemudian dibawa ke General Assembly WIPO tahun 2011, dan LMCs melalui Indonesia berhasil mendorong ketiga text tersebut menjadi dokumen resmi WIPO untuk sidang-sidang IGC selanjutnya. IGC yang telah diperbaharui mandatnya tersebut kemudian membahas ketiga text dimaksud secara tematik melalui 3 IGCs selama 2012 agar bisa diterima secara umum oleh negara-negara anggota WIPO. Dari 2 IGC, yakni IGC 20 untuk GR dan IGC 21 untuk TK, ternyata format pembahasan tematik tersebut masih dirasa kurang. Untuk itulah, Indonesia dan LMCs kembali menggelar LMCM ke-3 yang bertujuannya untuk lebih mensolidkan posisi negara-negara sepaham dalam mendorong General Assembly WIPO 2012 agar dapat secara khusus menerima text based dimaksud dan mengajukannya pada diplomatic conference yang kemungkinan diamanatkan pada 2013 dapat terwujud. Kemajuan dalam LMCM ke-3 kali ini adalah adanya dukungan politis dari lima negara non-LMCs yang mulai bergabung untuk mendukung LMCs, yaitu Australia, Selandia Baru, China, Swiss dan Norwegia yang telah menunjukkan indikasi dukungannya terhadap posisi LMCs pada pembahasan di IGC WIPO. Saat ini Indonesia menjabat sebagai Wakil Ketua IGC 2012-2013 (Jabatan Ketua dipegang oleh Jamaika), disamping sebagai koordinator LMCs. Simposium dan LMCM adalah dua format pertemuan yang berbeda namun saling terkait. Simposium adalah salah satu upaya Indonesia untuk mewujudkan public awareness dan pentingnya pendekatan perlindungan GRTKTCE/F secara nasional, yaitu melalui upaya-upaya kongkrit yang dapat mengharmonisasikan regulasi di tingkat nasional dengan perkembangan pengaturan dan bentuk-bentuk perlindungan dalam fora internasional. Simposium bertujuan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seluruh pemangku kepentingan nasional, bahwa upaya perlindungan terhadap aset GRTKTCE/F nasional tidak harus menunggu proses di tingkat internasional, melainkan perlu dilakukan suatu terobosan pendekatan di tingkat nasional melalui berbagai bentuk, utamanya melalui perlindungan positif dan perlindungan defensif. Perlindungan positif dilakukan dengan memperbaiki dan harmonisasi ketentuan-ketentuan nasional, sedangkan perlindungan defensif dilakukan dengan pembentukan database nasional. Melalui simposium ini diharapkan terbukanya pemahaman tentang isu strategis perlindungan di tingkat nasional demi terciptanya
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
tatanan ketahanan nasional yang terus meningkat kuat. Sedangkan LMCM adalah pertemuan semi-formal tingkat pemerintah yang membahas perkembangan proses dan arah perundingan serta mendorong perumusan draft text yang dibahas di IGC. LMCM diharapkan dapat memformulasikan pe-nyempurnaan draft text sehingga dapat diterima oleh General Assembly WIPO bulan September tahun ini dan bisa diteruskan untuk dibahas dalam diplomatic conference yang apabila disetujui negara-negara dapat digelar tahun 2013. Pada intinya LMCM ke-tiga ini adalah untuk memperkuat posisi negara-negara sepaham yang mendapat dukungan dari lima negara non-LMC untuk menjembatani perbedaan antara kelompok negara berkembang dan negara maju dalam pembahasan mekanisme instrumen perlindungan internasional terhadap GRTKTCE/F. Secara teknis, Kemlu RI tidak menanga-ni GRTKTCE/F dari sisi operasional, tapi Kemlu melihat bahwa GRTKTCE/F adalah aset nasional yang menunjukkan identitas nasional. Apabila aset nasional ini tidak dilindungi secara “proper”, maka akan rawan terhadap ancaman-ancaman asing, seperti pencurian dan pemanfaatan ilegal atas sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional Indonesia bagi kepentingan bisnis maupun politis sehingga merugikan Indonesia. Tindakantindakan tersebut secara terstruktur dapat melemahkan Indonesia yang pada akhirnya akan menggerogoti identitas nasional bangsa sekaligus melemahkan ketahanan nasional. Salah satu elemen penting selain peraturan nasional yang diperkuat, adalah melalui pemusatan data GRTKTCE/F nasional pada suatu database nasional. Saat ini ada sekitar 12 Kementerian yang menangani database dan berjalan sendiri-sendiri. Pada tahapan tertentu, apabila tidak ada komunikasi dan koordinasi, akan rawan terhadap infiltrasi klaim pihak asing, dan Kemlu ingin mencoba menyatukan database yang saat ini masih tersebar tersebut dengan membuat suatu mekanisme inter-operability dan sentralisasi metadata dari seluruh GRTKTCE/F nasional dalam satu portal. Konsep ini akan menjaga agar data tidak tersebar, sehingga dapat membentengi apabila ada pihak luar yang akan memanfaatkan aset tersebut secara ilegal dan tidak mengakui originalitas atau sumbernya. Tentunya ini merupakan sebuah perjalanan yang panjang dan perlu di sosialisasikan secara berkesinambungan, “committed” dan “well planned”, serta dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan nasional. Apabila upaya perlindungan ini kuat, maka ketahanan nasional pun menjadi semakin kuat. [] (Sumber: Dit. Perjanjian Ekososbud)
5
GRTKF, Aset Potensial yang Memiliki Manfaat Ekonomi dan Budaya
Duta Besar Wardana, Wakil Menteri Luar Negeri RI Dok. antaranews.com
Genetic Resources, Traditional Knowledge and Forklore (GRTKF) adalah bagian dari identitas kita yang memiliki nilai-nilai moral yang mengandung dimensi budaya, sosial, dan spiritual. Namun saat ini, GRTKF tidak hanya menjadi identitas semata, tetapi juga menjadi aset potensial yang memiliki manfaat ekonomi dan budaya yang besar. Nilai perdagangan yang berasal dari pemanfaatan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang terkait dengan sumber daya genetik misalnya, memiliki nilai minimal sekitar 500-800 milyar dolar setahun. Dengan nilai moral dan ekonomi tersebut, kita harus memiliki alasan untuk menjamin perlindungan GRTKF, tidak hanya untuk keuntungan sendiri tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan. Masalah GRTKF ini telah menarik perhatian masyarakat internasional selama dekade terakhir. Ketika kita bergerak ke masa depan, kita melihat bahwa kreasikreasi baru di bidang HKI, seperti berbagai penemuan, desain, dan merek dagang adalah sudah sewajarnya dilindungi, sementara pada saat yang sama kita cenderung mengabaikan keberadaan ekspresi budaya tradisional (Folklore) dan pengetahuan tradisional (Traditional Knowledge) yang harus dikembangkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Hal yang sama berlaku untuk sumber daya genetik (Genetic Resources) yang juga belum menerima tingkat perlindungan yang sama. Dalam hal ini, pelestarian dan perlindungan GRTKF tidak hanya penting untuk keberadaan GRTKF dan masyarakat tradisional, khususnya di negara-negara berkembang, tetapi juga untuk pembangunan dan kesejahteraan negara-negara secara keseluruhan. Kami mencatat, bahwa GRTKF telah ditempatkan di tengah panggung diskusi yang luas di dunia internasional, terutama di World Intellectual Property Organization
(WIPO). Sejak 2009, Intergovernmental Committee on GRTKF (IGC) telah mulai melakukan negosiasi text-based untuk merumuskan instrumen-instrumen hukum internasional sebagai perlindungan positif dalam melindungi GRTKF. Memang negosiasinya berjalan sangat alot dan panjang, karena hingga 2011, rancangan berbagai instrumen yang diharapkan tidak dapat disimpulkan. Menyimak perkembangan terbaru di forum WIPO, jelas bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat proses negosiasi melalui pembentukan perlindungan dengan cara lain. Sebuah perlindungan dalam bentuk identifikasi, arsip dan sentralisasi inter-operability database GRFTK. Sebuah mekanisme perlindungan defensif, yang dapat diperoleh dengan membuat database nasional untuk GRTKF. Sehubungan dengan ini, Indonesia melihat bahwa pembangunan database nasional untuk GRTKF merupakan langkah penting, untuk melengkapi dan juga mendukung proses di forum WIPO. Bagi kami sendiri, Indonesia terus berupaya untuk membangun kesadaran dan menyamakan visi antara semua Kementerian, Lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah Daerah dalam menjamin perlindungan GRTKF untuk kepentingan nasional yang lebih besar, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 dari konstitusi kami. Pada saat yang sama, Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) bersama-sama dengan kementerian terkait dan stakeholder lainnya, juga berusaha mendorong perlindungan defensif untuk GRTKF melalui pembentukan Database Nasional. Untuk mendorong upaya ini, Kemlu telah menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti seminar, lokakarya, dan studi teknis yang diharapkan dapat membantu dalam mendiseminasikan pembuatan Database Nasional. Pada kesempatan ini kami tegaskan kembali komitmen terhadap upaya yang bertujuan untuk membangun perlindungan GRTKF secara keseluruhan sebagaimana yang diharapkan. Saya sangat berharap bahwa akan ada pertukaran pengetahuan dan informasi serta berbagi praktik terbaik, terutama dari Traditional Knowledge Digital Library India, WIPO, South Centre, dan stakeholder-stakeholder nasional, mengenai perlindungan melalui database tersebut.[]
No. 57 Tahun V
Diplomasi F OK U S
Dok. dirjen. HPI
6
Peran Kemlu dalam Perlindungan Genetic Resources, Traditional Knowledge, and Folklore (GRTKF) Bebeb A. K. N. Djundjunan
Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, Ditjen HPI Kemlu
GRTKF sebagai Aset Nasional merupakan rezim baru dalam memberikan perlindungan terhadap kekayaan budaya dan sumber daya alam Indonesia yang merupakan aset nasional. Dan yang dimaksud dengan aset nasional, adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa dan negara serta memiliki suatu nilai yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara berpenduduk 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, budaya atau adat istiadat memiliki kepentingan besar atas perlin-dungan warisan budaya, sebagaimana diamanatkan pada Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945, dimana negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang. Perlindungan Warisan Budaya berarti Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Indonesia, dan Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Indonesia berarti Perlindungan NKRI. GRTKF adalah bagian dari Aset Nasional, dengan demikian maka perlindungan GRTKF adalah juga perlindungan terhadap Aset Nasional yang sangat berkaitan dengan Ketahanan Nasional. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan GRTKF adalah isu strategis nasional. Isu GRTKF sangat berkaitan dengan dengan isu HKI ( WIPO, WTO, TRIPS), lingkungan (CDB, Protokol Nagoya), HAM (Indigenous people, UNDRIP), kesehatan (WHO), sosial budaya (FAO dan UNESCO), serta isu-isu lainnya; yang secara keseluruhan memunculkan rezim perlindungan. Dengan menempatkan GRTKF kedalam ranah Ketahanan Nasional, maka
No. 57 Tahun V
seluruh aset nasional, yang berkaitan dengan identitas budaya dan GRTKF memperoleh perlindungan terhadap berbagai ancaman yang datang dari luar. Membentuk Rezim Perlindungan Latar belakang yang mendorong upaya pembentukan rezim Perlindungan GRTKF adalah isu ‘ketidakadilan’, dimana negara-negara maju memonopoli teknologi dan mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara berkembang. Selanjutnya adalah terjadinya kasuskasus pelanggaran GRTKF, seperti kasus paten atas Beras Basmati dan Pohon Neem di India, kasus Monsanto dengan Genetically Modified Organism (GMO), kasus pelanggaran merek Perak Bali oleh John Hardy versus Ketut, paten Shiseido atas 12 jenis tanaman di Indonesia, dan lain-lainnya. Selain itu, sistem HKI konvensional tidak dapat mengakomodir perlindungan atas GRTKF karena adanya kompleksitas perlindungan. HKI konvensional lebih bersifat individualistis dan industrial, sementara perlindungan GRTKF bersifat komunal dan sosial. Hal lain yang mendorong munculnya rezim perlindungan adalah kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya perlindungan GRTKF. Kemudian timbulnya reaksi masyarakat akan pentingnya perlindungan GRTKF (klaim kebudayaan Indonesia versus Malaysia terkait Batik, Tari Pendet, Reog, dan lainlain). Disamping juga belum adanya re-
zim perlindungan internasional dan aset nasional atas GRTKF. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam upaya pembentukan Rezim Perlindungan Internasional GRTKF, diantaranya adalah belum terdapatnya instrumen-instrumen hukum internasional yang mampu memberikan perlindungan GRTKF dalam ruang lingkup HKI. Hal ini sangat diperlukan, karena pemanfaatan komersial atas GRTKF banyak terjadi di sistem HKI. Kemudian adanya perbedaan kepentingan antara negara maju dan berkembang. Negara maju tidak menginginkan perlindungan yang maksimal atas GRTKF dengan argumentasi bahwa hal itu akan menghambat inovasi dan teknologi. Di lain pihak, negara berkembang menginginkan adanya keadilan. Kondisi tersebut mengakibatkan hambatan untuk pencapaian kesepakatan instrumen hukum internasional untuk perlindungan GRTKF. Permasalahan lainnya adalah lamanya proses perundingan di forum-forum multilateral terkait – WIPO IGC-GRTKF yang telah dibentuk sejak tahun 2000, dan belum dapat menghasilkan instrumen hukum internasional untuk perlindungan GRTKF. Karena itu diperlukan sebuah tindakan antisipatif dalam rangka mengisi kekosongan hukum di tingkat internasional bagi perlindungan GRTKF, yaitu melalui pembentukan rezim nasional perlindungan GRTKF. Pembentukan Rezim Nasional Perlindungan GRTKF ini sangat strategis, mengingat Indonesia merupakan negara pemilik sumber daya genetik terbesar kedua di dunia (mega-biodiverse country) dan kaya akan keanekaragaman budaya, sehingga memiliki kepentingan yang sangat besar akan perlindungan GRTKF. Apalagi mengingat belum terdapatnya instrumen hukum internasional maupun nasional yang dapat memberikan perlindungan efektif bagi rezim GRTKF dengan menjangkau ruang lingkup hukum HKI, sementara pemanfaatan tidak sah atas GRTKF oleh pihak asing terus terjadi. Pembentukan rezim nasional perlindungan GRTKF ini tentunya juga akan memperkuat upaya diplomasi Pemri di tingkat internasional dalam memperjuangkan perlindungan internasional atas
GRTKF. Dalam kaitan ini, Pemri telah memiliki pengalaman positif melalui Deklarasi Juanda yang dikeluarkan pada tahun 1985 dan telah berhasil mendorong pengakuan terhadap Archipelagic State dalam UNCLOS 1982. Selain itu, pembentukan rezim perlindungan nasional GRTKF juga akan mendukung upaya pembangunan dan reformasi hukum di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan GRTKF merupakan isu lintas sektoral sehingga upaya pembentukan rezim nasional perlindungan GRTKF akan menjangkau berbagai sektor antara lain, isu HKI, HAM, LH, Pertanian, Budaya, Pariwisata, Kelautan dan Perikanan, Riset dan Teknologi, sampai kepada Pemerintah Daerah. Peran Kemlu Peranan Kemlu dalam perlindungan GRTKF merupakan salah satu isu strategis yang memerlukan keputusan di tingkat nasional. Keputusan tersebut diperlukan guna menjaga identitas bangsa yang merupakan aset nasional. Hingga saat ini Kementerian Luar Negeri telah melaksanakan berbagai upaya baik di tingkat internasional (IGC-GRTKF) maupun nasional guna melindungi GRTKF. Di tingkat internasional Pemri telah menyelenggarakan pertemuan Like Minded Countries (LCMs) 1 dan 2 yang menghasilkan usulan draft text on Genetic Resources dan dijadikan sebagai WIPO documents untuk pertemuan IGC-GRTKF selanjutnya. Sedangkan di tingkat nasional telah disepakati upaya perlindungan GRTKF melalui upaya positif dan defensif (Roadmap Pembentukan Rezim Nasional Perlindungan GRTKF, yang di Bogor dan Yogyakarta). Upaya Perlindungan GRTKF dilakukan dalam lingkup nasional dan internasional. Dalam lingkup internasional, upaya perlindungan dilakukan melalui pembentukan hukum internasional, sedangkan di lingkup nasional dilakukan dalam bentuk perlindungan positif dan perlindungan defensif. Perlindungan positif berupa pembentukan hukum nasional, sedangkan perlindungan defensif berupa pembentukan database, yang kesemuanya harus ditetapkan melalui kebijakan nasional. Perlindungan positif di lingkup in-
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi F
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
U
S
7
Membangun Rezim yang Lebih Protektif Terhadap Sumber Daya Genetika Pertemuan negara-negara Sepaham (Like Minded Countries Meeting/ LMCM) ketiga mengenai perlindungan GRTKTCE/F dipersiapkan untuk melengkapi upaya bagi proses IGC-GRTKF yang dilakukan setiap dua tahun sekali yang saat ini tengah berjalan dari 2011 hingga 2013. Pertemuan ini sangat penting, karena merupakan bagian dari proses yang sudah berjalan sejak LMCL pertama yang diselenggarakan di Bali pada 2009. Sejak pembentukan IGC-GRTKF pada tahun 2000, negara-negara anggota WIPO telah memperdebatkan kebutuhan untuk mengembangkan instrumen bagi perlindungan dan pemanfaatan GRTKF. Perdebatan itu terutama difokuskan pada ruang lingkup dan unsur-unsur perlindungan, dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi instrumen internasional lain yang dikelola oleh WIPO. Setelah hampir satu dekade negosiasi, pada tahun 2009 Majelis Umum WIPO memberikan mandat baru kepada IGC untuk memulai negosiasi dua tahunan mengenai teks hukum untuk 20092011. Indonesia dan beberapa negara berkembang, melihat ini sebagai sebuah oase di tengah padang pasir dan percaya bahwa semua negara anggota WIPO akan mendukung mandat tersebut untuk menyimpulkan suatu teks hukum. Namun, hal itu tidak terjadi, setelah periode dua tahunan itu berakhir IGC diberi mandat baru untuk melanjutkan negosiasi. Kami mencatat bahwa itu merupakan proses perundingan multilateral yang paling panjang dan dinamis. Menyikapi hal ini, Indonesia memprakarsai LMCM pertama pada Desember 2009, dengan tujuan untuk menciptakan sebuah forum alternatif bagi negara-negara anggota WIPO di IGC yang berbagi posisi bersama. Pertemuan pertama ini juga merupakan sebuah mekanisme bagi beberapa negara untuk membentuk kembali posisi mereka dan mengekstraksi berbagai perbedaan. Pertemuan tersebut terbuka dan ditujukan untuk mendukung IGC agar bergerak maju dengan disepakatinya teks hukum untuk dibahas dalam Konferensi Diplomatik pada tahun 2013. LMCM ke-dua diselenggarakan pada bulan Juni 2011 untuk mengkonsolidasikan berbagai teks mengenai TCE dan TK, dan merumuskan teks draft untuk GR. Pertemuan tersebut menghasilkan Bali Re-
Duta Besar Linggawaty Hakim
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Dok. dirjen. HPI
ternasional dilakukan melalui WIPO IGCGRTKF, WTO – TRIPS, UN – CBD, WHO, UNESCO, FAO – ITPGRFA, dan fora internasional lainnya. Perlindungan positif di lingkup nasional dilakukan dengan mempersiapkan materi muatan, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sumber daya alam, lingkungan, HAM, dan HKI. Serta rancangan peraturan perundang-undangan terkait. Selanjutnya adalah harmonisasi materi muatan, berupa RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik, RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati, RUU Paten, RUU Kebudayaan, dan RUU lainnya. Perlindungan Defensif dilakukan melalui pembentukan database, yang dalam hal ini memerlukan klarifikasi konten data, kelembagaan, dan mekanisme. Kelembagaan memerlukan koordinasi lintas sektoral dan pelaksana operasional. Jadi secara ringkas dapat dijabarkan bahwa Rezim Nasional Perlindungan GRTKF terdiri dari Perlindungan Positif dan Perlindungan Defensif. Perlindungan positif dilakukan melalui lingkup internasional dan nasional. Di lingkup internasonal diupayakan melalui; WTO-TRIP, WIPO IGCGRTKF, UN- CBD, FAO ITPGRFA, WHO, UNESCO dan fora internasional lainnya. Di lingkup nasional dilakukan melalui penyusunan materi muatan berupa UU dan RUU terkait. RUU terkait memerlukan harmonisasi materi muatan dengan RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik, RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati, RUU Paten, RUU Kebudayaan, dan RUU lainnya. Sedangkan UU yang terkait adalah berupa Peraturan Perundang-Undangan di bidang: Sumber Daya Alam dan Lingkungan, HAM, dan Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan defensif dilakukan melalui pembentukan database yang memerlukan klasifikasi konten data, kelembagaan, dan mekanisme. Klasifikasi konten data terdiri dari deklarasi dan proteksi. Deklarasi terdiri dari meta data dan format data. Format data terdiri dari SDG, PT, EBT, dan ICH. Sedangkan proteksi memerlukan metodologi yang terdiri dari identifikasi beneficiaried dan identifikasi SDGPTEBT. Kelembagaan database membutuhkan koordinasi lintas sektor dan pelaksana operasional. Sedangkan mekanisme database memerlukan akses yang terdiri dari akses prosedural dan non prosedural, dimana untuk akses non prosedural terdiri dari disclosed data dan closed data.[]
OK
commendation dan menyetujui teks draft TCE, TK, dan GR. Teks-teks tersebut telah disampaikan pada Sidang ke-19 IGC tahun 2011 dan diadopsi sebagai dokumen kerja resmi WIPO. Unsur-unsur utama teks draft GR dan TK yang dihasilkan dari LMCM kedua telah dimasukkan ke dalam dokumendokumen kerja konsolidasi yang diadopsi selama sesi ke-20 dan ke-21 IGC. Pada LMCM ke-tiga diharapkan akan dapat mempersempit kesenjangan antara anggota LMCs yang memiliki posisi berbeda dalam teks, dan itu tetap akan dibahas dalam pertemuan ini. Kita juga harus memiliki posisi bersama pada sesi IGC mendatang dan hadir dengan strategi yang bagus untuk mendorong Majelis Umum WIPO untuk mengadakan Konferensi Diplomatik pada tahun 2013. Sebelum LMCM ke-tiga, Indonesia juga mengadakan sebuah simposium internasional yang dihadiri oleh beberapa delegasi LMCs, dengan tema “Ensuring Protection for GRTKF through the Creation of Database”. Simposium ini dimaksudkan sebagai forum pertukaran pandangan dan berbagi praktek terbaik di antara para stakeholder mengenai pentingnya perlindungan defensif pada GRTKTCE/F. Simposium telah menghasilkan bebe-
rapa rekomendasi, antara lain: 1) Bahwa harus ada komitmen yang lebih kuat di tingkat nasional dan internasional untuk menetapkan rezim hukum untuk melindungi GRTKTCE/F; 2) Adalah penting untuk menciptakan database sebagai mekanisme defensif untuk melengkapi mekanisme positif dalam melestarikan dan mempromosikan GRTKTCE /F; 3) Partisipasi sektor swasta dan masyarakat sipil dalam proses pembuatan database GRTKTCE/F adalah sangat penting, ini untuk menjamin pembagian manfaat dan akses ke database; 4) Pemerintah harus melakukan tindakan dan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menciptakan database nasional untuk melindungi GRTKTCE/F. Di akhir pertemuan ini, kita juga akan memiliki kesempatan untuk melakukan pertemuan konsultasi dengan negaranegara lain, yaitu Australia, China, dan Norwegia. Melalui pertemuan konsultasi ini kita berharap dapat melakukan diskusi dan pertukaran pandangan yang komprehensif yang dapat menjadikan pemahaman di antara negara anggota IGC yang berbeda menjadi lebih baik. LMCM ke-tiga kali ini bisa membawa hasil positif untuk sesi IGC, WIPO dan Majelis Umum berikutnya. Adalah komitmen kami untuk melanjutkan upaya kita bersama dalam membangun rezim yang lebih protektif terhadap Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional, dan Ekspresi Budaya Tradisional/ Folklore.[]
No. 57 Tahun V
Diplomasi
8
f o k u s
Sistem Hukum Internasional Belum Memberikan Perlindungan Efektif Terhadap GRTKTCE
Bebeb A.K.N. Djundjunan
Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya
Sumber Daya Genetik (Genetic Resources/GR) merupakan material genetik yang memiliki nilai aktual atau potensial dari turunannya, seperti perkebunan, bakteri, hewan, tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah Indonesia, buah merah Papua, Ayam Tertawa-Sulawesi Selatan. Traditional Knowledge (TK) merupakan pengetahuan intelektual yang dihasilkan dari kegiatan tradisional masyarakat, seperti; batik, jamu, dan subak. Sedangkan Ekspresi Budaya Tradisional/Folklore (Traditional Cultural Expresion/TCE) adalah ekspresi budaya masyarakat dalam bentuk berwujud ataupun tidak berwujud, seperti misalnya; La Galigo, tari Tor Tor, angklung dan lain sebagainya. Kita perlu melindungi GRTKTCE karena merupakan aset potensial yang memiliki manfaat ekonomi dan budaya yang besar. Penelitian yang dilakukan oleh International Seed Trade Federation (FIS) pada tahun 1998 menunjukkan bahwa total perdagangan benih rekayasa genetika dihargai sebesar USD 30 miliar per tahun, sedangkan total perdagangan industri obat herbal mencapai USD 43 miliar per tahun. Stephen Brush (1994) mengatakan; ”Genetic resources is the foundation of all food production and the key to feeding unprecedented numbers of peoples in times of climate and other environmental change”. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi total perdagangan jamu akan mencapai USD 5 miliar pada 2025. Namun demikian sistem hukum internasional yang ada sekarang ini belum memberikan perlindungan yang efektif bagi GRTKTCE, sementara praktek penyalahgunaan GRTKTCE terus terjadi. Pada tahun 1998, Ayahuasca, tanaman yang digunakan dalam upacara suci keagamaan bagi 400 kelompok suku di Amazon, dicuri dari sebuah suku Amazon oleh warga negara AS. Ketika suku-suku memprotes, AS Inter-American Foundation memotong bantuan tahunan sebesar USD 1,1 juta ke kawasan tersebut atas perintah Pemerintah AS (Seed Europe). Pada tahun 1998, Rice Tech (AS) mempatenkan beras Basmati. Selanjutnya Rice Tech juga mempatenkan beras melati Thai, tanaman pokok bagi 5 juta petani miskin. Beras Basmati adalah salah satu penyumbang ekspor India yang bertumbuh hingga mencapai setengah juta ton pada tahun 1997. Dan saat ini Nestle India tengah berupaya mempatenkan proses sayuran pulao, parboiled rice, dan cooked cereals. Keragaman di Indonesia merupakan aset nasional, dimana Indonesia memiliki kawasan hutan tropis terbesar ke-3 di dunia, sebagai negara kepulauan terbesar, dengan lebih dari 17,480 pulau dan memiliki area terumbu karang terbesar di dunia. Disamping itu Indonesia juga memiliki lebih
No. 57 Tahun V
dari 300 kelompok etnis yang berbicara dengan 700 dialek pada lebih dari 6.000 pulau berpenghuni. Kepulauan Indonesia adalah sebuah mega karya keanekaragaman hayati dan budaya. Bagi Indonesia, sebagai negara mega keanekaragaman hayati dan diperkaya dengan sumber daya budaya serta sumber daya alam yang berlimpah, perlindungan GRTKTCE adalah suatu keharusan. Indonesia adalah negara terkaya ke-2 dalam keragaman hayati di dunia setelah Brasil, namun jika biota laut disertakan, maka Indonesia diklaim memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Dari sekitar 5.131.100 keanekaragaman hayati di dunia, sebanyak 15,3% dari mereka berada di Indonesia; dan dari 40.000 spesies tanaman obat di dunia, 30.000 di antaranya ditemukan di Indonesia, namun hanya 300 spesies saja yang telah dimanfaatkan untuk industri. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI memperkirakan bahwa nilai tanaman obat Indonesia mencapai 14,6 miliar Dolar AS. Perlindungan hukum yang dilakukan oleh Indonesia terhadap GR adalah melalui Undang-undang Sumber Daya Genetik, diantaranya: UU No. 5/1960 tentang UU Pokok Agraria; UU No 5/1990 tentang Konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya; UU No. 6/1995 tentang perlindungan vegetasi; UU No 41/1999 tentang Kehutanan; UU No 4/2006 tenta kembali. Pengesahan Perjanjian Internasional tentang Sumber Daya Genetik Tanaman untuk pangan dan pertanian; UU No 18/2004 tentang Perkebunan; UU No 31/2004 tentang Perikanan dan UU No 32/2009 tentang. Perlindungan Lingkungan dan Manajemen. Sedangkan dalam bidang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, telah ada UU No 19/2002 tentang copy rights. UU No 11/2010 tentang perlindungan budaya. Indonesia juga telah membuat RUU tentang kekayaan alam yang terkait dengan GRTKTCE, yaitu; RUU tentang Perlindungan Sumber Daya Genetik, RUU tentang Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan folklore, RUU tentang Pelestarian Bu-
daya, RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Lokal, serta berbagai ketentuan hokum dan peraturan lainnya. Dalam hal ini, harmonisasi dan sinkronisasi hukum serta RUU yang ada adalah suatu keharusan untuk menjamin perlindungan yang efektif bagi GRTKTCE. Hukum perlindungan internasional yang tersedia adalah WIPO Intergovernmental Committee on GRTKTCE (IGC-GRTKTCE), yang pada saat ini mandatnya telah diperbaharui untuk melakukan negosiasi berbasis teks dengan tujuan untuk menyelesaikan instrumen hukum internasional tentang perlindungan GRTKTCE. Ada juga perjanjian TRIPS yang memerlukan peninjauan kembali Pasal 27.3 (b) yang berkaitan dengan penemuan tanaman dan hewan yang masuk kedalam kategori paten atau non-paten, dan perlindungan varietas tanaman. Ayat 19 Deklarasi Doha tahun 2001 mengatakan bahwa Dewan TRIPS juga harus melihat hubungan antara Perjanjian-perjanjian TRIPS dan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati, perlindungan TK dan folklore. Sementara itu Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati telah mengadopsi Protokol Nagoya mengenai akses dan pembagian manfaat dari pemanfaatan GR. Protokol Nagoya membutuhkan mekanisme lebih lanjut untuk dapat mengimplementasikan secara penuh: penetapan focal point nasional (NFP) dan otoritas nasional yang berkompeten (CNA), pembentukan Access dan Clearing-House Benefit-sharing untuk berbagi informasi, undang-undang domestik untuk melaksanakan ABS, negosiasi MAT, peningkatan kesadaran, transfer teknologi, dan dukungan finansial. WHO memiliki Strategi Obat Tradisional 2002-2005, dan Kesiapan kerangka kerja pandemi Influenza untuk berbagi virus influenza dan akses terhadap vaksin dan manfaat lainnya. UNESCO, memiliki Konvensi tentang Perlindungan dan Promosi Keragaman Budaya (2005). Sedangkan di ASEAN terdapat Deklarasi ASEAN tentang Warisan Budaya (2000).
Pengalaman Indonesia berkaitan dengan GRFTK yang tidak terlindungi adalah pengalaman Ketut Deni Aryasa, seorang seniman Bali yang diduga menyalin desain perhiasan perak ‘Batu Kali’ secara ilegal yang diklaim sebagai milik PT. Karya Tangan Indah (KTI), salah satu cabang dari John Hardy International Ltd. Desain tersebut telah terdaftar di Kantor Paten Indonesia dimana hak ciptanya diberikan kepada PT. KTI. Namun menurut Ketut Deni Aryasa, desain tersebut telah dikenal secara tradisional di komunitasnya dan disebut dengan ‘Motif Kulit Buaya’ dan dengan demikian tidak terjadi pelanggaran hak cipta. Pengadilan kemudian memutuskan menolak klaim PT KTI atas dasar bahwa tidak ada kesamaan antara produk asli ‘Batu Kali’ dengan desain Ketut Deni Aryasa. Para seniman lokal Bali berpendapat: “Kami tak pernah memiliki keberanian untuk mendaftarkan motif karena kami menganggap motif merupakan bagian dari warisan budaya kita. Itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melindungi warisan kita”. Pada tahun 1999, Shiseido Corporation dari Jepang, sebuah perusahaan kosmetik multinasional di bidang perawatan kulit, mempatenkan sebelas jamu herbal tradisional Indonesia untuk pengobatan. Namun paten ini mendapatkan tekanan dari Pesticide Action Network (PAN) dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang terkait. Shiseido dibombardir dengan pesan kampanye bio-piracy yang mengancam citra perusahaan. Di bawah tekanan protes publik, Shiseido kemudian membatalkan paten tersebut sebelum kasusnya diajukan ke pengadilan. Perwakilan PAN berkomentar “bio-piracy oleh Shiseido ini berarti bahwa mereka telah mencuri obat tradisional milik kita, mencuri pengetahuan petani kita, benih dan system mereka. Kami ingin mendidik para petani kita tentang hak-hak mereka.[]
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi F
Mencegah Penggunaan Folklore Dari Eksploitasi Komersial Ketika anggota masyarakat melakukan inovasi di dalam kerangka Traditional Knowledge, mereka mungkin akan menggunakan sistem paten untuk melindungi inovasi mereka itu. Namun, traditional knowledge seperti itu - pengetahuan yang sudah mengakar namun seringkali dalam bentuk informal dan lisan - tidak dilindungi oleh sistem IP konvensional. Hal ini kemudian mendorong beberapa negara untuk mengembangkan sendiri sui generis (spesifik, khusus) sistem untuk melindungi traditional knowledge mereka. Selain itu cukup banyak inisiatif yang dilakukan untuk mendokumentasikan TK. Dalam banyak kasus motifnya adalah untuk melestarikan, menyebarkan, atau menggunakannya, misalnya dalam pengelolaan lingkungan, jadi bukan untuk tujuan perlindungan hukum. Ada kekhawatiran bahwa hal itu tetap akan menjadikan dokumentasi TK menjadi lebih banyak tersedia untuk masyarakat umum, terutama jika itu dapat diakses di internet, ini bisa menyebabkan penyalahgunaan dan caracara penggunaan yang tidak diantisipasi atau diinginkan oleh pemegang hak TK. Pada saat yang sama, pendokumentasian itu dapat membantu untuk melindungi TK, misalnya dengan memberikan catatan rahasia atau hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang relevan saja. Beberapa dokumentasi formal dan pendaftaran TK didukung dengan sistem perlindungan sui generis, sementara database pengetahuan tradisional - seperti database pengobatan tradisional India – berperan penting dalam perlindungan defensif. Contoh ini menunjukkan pentingnya untuk memastikan bahwa dokumentasi TK berkaitan dengan strategi IP dan tidak terjadi kekosongan kebijakan atau hukum. Dalam pembicaraan di WIPO, banyak yang berpendapat bahwa penggunaan TK harus tunduk pada aturan bebas untuk didahulukan dan diinformasikan, terutama untuk materi-materi yang bersifat sakral dan rahasia. Namun, yang lainnya khawatir bahwa jika kontrol eksklusif diberikan atas budaya tradisional, itu bisa menghambat inovasi, mengurangi domain publik dan dalam prakteknya sulit untuk diterapkan. Sumber daya genetik (GR) tidak termasuk kedalam IP karena bukan merupakan
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
kreasi dari pikiran manusia, dan dengan demikian tidak dapat langsung dilindungi sebagai IP. Namun, berdasarkan penemuan atau pengembangan penggunaan GR (terkait dengan IP atau tidak) kemungkinan yang dapat dipatenkan atau dilindungi adalah hak pemulia tanaman, dengan pertimbangan aspek IP dalam penggunaan GR. Dalam hal ini WIPO bertugas melengkapi kerangka hukum dan kebijakan internasional yang ditetapkan oleh Convention on Biological Diversity (CBD), Nagoya Protocol, dan Perjanjian Internasional tentang GR untuk Pangan dan Pertanian FAO (Food and Agriculture Organization) PBB. Isu-isu yang dibahas di WIPO meliputi: Perlindungan Defensif GR guna mencegah paten atas GR (dan IP yang terkait) yang tidak memenuhi persyaratan novelty dan inventiveness. Dalam konteks ini, adalah untuk membantu pemeriksa paten untuk menemukan usulan paten yang relevan. Database GR dan TK dapat membantu pemeriksa paten untuk menghindari pemberian paten yang keliru, dan dalam hal ini WIPO telah mengembangkan perangkat pencarian dan dan sistem klasifikasi paten klasifikasi sendiri. Sementara yang lainnya lebih kontroversial, yaitu menyangkut kemungkinan diskualifikasi aplikasi paten yang tidak mematuhi kewajiban CBD terkait informasi persetujuan, istilah yang disepakati, pembagian keuntungan yang adil dan merata, dan pengungkapan sumber asal. “Biopiracy” adalah istilah yang kadang-kadang digunakan secara longgar untuk menggambarkan paten keanekaragaman hayati yang tidak memenuhi kriteria paten atau yang tidak sesuai dengan kewajiban CBD. Sejumlah negara telah memberlakukan
kewajiban CBD dalam legislasi domestik, dimana akses terhadap GR suatu negara harus berdasarkan pada persetujuan keamanan negara sebelum menginformasikan dan menyetujui pembagian keuntungan yang adil dan merata. Anggota WIPO sedang mempertimbangkan apakah, dan sejauh mana, sistem IP harus digunakan untuk mendukung dan melaksanakan kewajiban ini. Sebagian besar anggota WIPO berkeinginan untuk mewajibkan aplikasi paten untuk menunjukkan sumber atau asal GR, serta bukti persetujuan dan perjanjian pembagian keuntungan. Diskusi yang paralel juga terjadi di Dewan Trade Related Aspects of Intellectual Property (TRIPS) WTO. WIPO juga menyetujui persyaratan yang berkaitan dengan aspek IP, yaitu persetujuan bersama pembagian keuntungan yang adil dan merata. Ini telah dikembangkan dan di update secara teratur melalui sebuah database online, praktek kontrak yang relevan, dan telah mempersiapkan draft pedoman klausul GR dalam akses dan perjanjian pembagian keuntungan. Ekspresi budaya tradisional (Folklore) dipandang sebagai bagian integral dari identitas sosial budaya masyarakat adat dan lokal, memasukan pengetahuan dan keterampilan, dan mentransmisikan keyakinan dan nilai-nilai utama. Melindungi folklore dalam memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi, mendorong keragaman budaya dan membantu melestarikan warisan budaya. Folklore terkadang dapat dilindungi oleh sistem yang ada, seperti hak cipta dan hak-hak lain yang terkait, indikator geografis, penyebutan sumber asal, merek dagang dan merek sertifikasi. Misalnya, hak cipta atas adaptasi kontemporer dari folklore,
OK
U
S
9
sementara pertunjukan lagu-lagu dan musik tradisional bisa melalui WIPO Performances and Phonograms Treaty. Merek dagang dapat digunakan untuk mengidentifikasi otentisitas seni asli, seperti yang dilakukan oleh Te Waka Toi, Maori Arts Board di Selandia Baru. Beberapa negara juga memiliki peraturan khusus untuk perlindungan folklore. Panama telah membentuk sistem pendaftaran untuk ekspresi budaya tradisional. Sedangkan dalam kerangka kawasan Pasifik, hak perlindungan TK dan Folklore diberikan kepada “pemilik tradisional”, hak untuk mengizinkan atau mencegah penggunaan folklore yang dilindungi dan menerima bagian dari keuntungan dari setiap eksploitasi komersial. Karena sistem IP yang ada tidak sepenuhnya melindungi TK dan Folklore, banyak masyarakat dan pemerintah telah menyerukan instrumen hukum internasional perlindungan sui generis. Dalam hal ini instrumen hukum internasional akan mendefinisikan apa yang dimaksud dengan TK dan Folklore, siapa pemegang haknya, bagaimana menyelesaikan persoalan klaim dengan masyarakat, dan bagaimana hak dan pengecualian harus diberlakukan. Secara detil rinciannya sangat rumit dan ada pandangan berbeda tentang cara-cara terbaik ke depan, termasuk IP – bentuk hak yang sesuai untuk melindungi inovasi dan kreatifitas tradisional. Masyarakat mungkin ingin mengontrol semua penggunaan folklore mereka, termasuk karya-karya yang terinspirasi dari folklore tersebut, bahkan jika mereka tidak bisa meng-copy secara langsung. Di sisi lain, Hukum hak cipta mengizinkan pengembangan hasil karya orang lain, asalkan ada orisinalitas yang cukup. Teks instrumen hukum harus mendefinisikan dimana garis yang harus ditarik antara peminjaman yang sah dan perampasan yang tidak sah. Di bidang GR, negara-negara sepakat bahwa perlindungan IP dan konservasi keanekaragaman hayati harus saling mendukung, tetapi berbeda pendapat tentang bagaimana hal ini harus dicapai dan apakah diperlukan perubahan pada aturan IP yang ada saat ini. Perwakilan masyarakat adat dan lokal dibantu oleh Dana Sukarela WIPO hadir dalam pembicaraan WIPO, dan partisipasi aktif mereka akan terus menjadi penting bagi sebuah hasil yang sukses. Anggota WIPO telah sepakat untuk mempercepat tugas mereka hingga akhir tahun 2012 untuk menentukan apakah akan mengadakan konferensi diplomatik untuk adopsi akhir satu instrumen internasional lagi.[] (sumber : WIPO)
No. 57 Tahun V
Diplomasi
10
s o r o t
Mencegah Penyalahgunaan Traditional Knowledge oleh Lembaga Paten Internasional V.K. Gupta
Traditional Knowledge Digital Library (TKDL)/Perpustakaan Digital Pengetahuan Tradisional merupakan sebuah inisiatif yang dirintis oleh India. Perpustakaan ini dibentuk untuk mencegah penyalahgunaan terhadap TK India oleh lembaga Paten Internasional. Dalam hal ini TKDL mencegah penyalahgunaan dengan memecahkan persoalan hambatan format bahasa - penyebab terjadinya kesalahan paten pada Kantor Paten Internasional. Dengan bantuan sebuah sistem klasifikasi yang inovatif dan peralatan teknologi informasi, telah membuat data mengenai TK disajikan kepada para pemeriksa paten dalam bentuk format aplikasi paten dan bahasa mereka sendiri. TKDL merupakan sebuah proyek kolaborasi antara Dewan Riset Ilmiah dan Industri serta Departemen terkait, dan melibatkan seluruh dokumentasi TK yang tersedia di domain publik. TKDL menyajikan 321 teks tentang TK yang berkaitan dengan Ayurveda, Unani, dan Yoga Siddha dalam format digital dan lima bahasa internasional, yaitu Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol dan Jepang. Database TKDL dibuat untuk menyajikan 2,27 Lakh formulasi obat dengan ukuran database sebanyak 34 juta halaman ukuran A4. Dengan TDKL, India kembali mengupayakan pencabutan paten tentang sifat kunyit sebagai obat penyembuhan luka di USPTO, dan juga properti anti-jamur Neem di EPO. Selain itu, pada tahun 2000, kelompok ahli TKDL memperkirakan bahwa sekitar 2000 paten yang salah terkait dengan sistem kedokteran India, setiap tahunnya muncul di tingkat internasional. Pemberian paten terhadap kunyit dan nimba, baik di Amerika Serikat maupun Eropa telah mengakibatkan penderitaan nasional yang besar, karena semua orang India merasa bahwa pengetahuan itu milik India yang diambil dengan lalim oleh pihak asing. Akses ke TKDL telah diberikan melalui kesepakatan TKDL dengan Kantor Paten Internasional, seperti Kantor Paten Eropa, Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat, Kantor Kekayaan Intelektual Kanada, Kantor Paten Jerman, dan Kantor Paten Inggris. Negosiasi juga tengah dilakukan untuk menyimpulkan Perjanjian Akses dengan Kantor IP Australia dan Selandia Baru. Sesuai dengan syarat dan kondisi dari Perjanjian Akses, TKDL dapat dimanfaatkan untuk tujuan pencarian dan pemeriksaan semata dan tidak boleh ada pengungkapan kepada pihak ketiga.
No. 57 Tahun V
Dok. dirjen. HPI
Penasehat Senior dan Direktur TKDL India
Dampak yang signifikan telah direalisasikan di EPO (European Patent Office) selama satu tahun terakhir. Awal Juli 2009, tim TKDL telah mengidentifikasi 200 aplikasi paten di EPO yang menyangkut sistem kedokteran India dan bukti pihak ketiga telah diajukan TKDL pada EPO. Dalam dua kasus tersebut, EPO telah membatalkan niat sebelumnya untuk memberikan paten setelah menerima bukti TKDL. Dalam kasus lainnya, pemohon mengubah klaim sebelumnya. Dan di 21 kasus lainnya, pelamar sendiri yang memutuskan untuk menarik aplikasi setelah dihadapkan dengan bukti TKDL yang menunjukkan terjadinya bio-piracy oleh pemohon sendiri. Dalam keseimbangan 175 kasus lainnya, EPO diharapkan akan menolak aplikasi paten yang diajukan atau pelamar sendiri yang akan menarik klaim mereka yang salah. Dan hasil serupa juga diharapkan pada Kantor Paten internasional lainnya. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim ahli TKDL telah mengungkapkan penurunan tajam (44%) pengisian aplikasi paten tentang sistem kedokteran India di EPO, khususnya, pada kelompok tanaman obat generik di EPO. Oleh karena itu TKDL terbukti menjadi alat pencegah yang efektif terhadap bio-piracy. India juga sudah membuat sebuah sistem bio-piracy global di bawah TKDL sehubungan dengan aplikasi paten yang terkait dengan sistem obat India. Sistem bio-piracy global ini memungkinkan kami untuk mengidentifikasi upaya pembajakan
sistem kedokteran India di Kantor Paten Internasional, dan segera mengambil langkah perbaikan untuk mencegah pemberian paten tanpa pembayaran kepada India. TKDL telah diterima sebagai model untuk perlindungan TK, dimana para pemeriksa EPO dan TKDL, telah meningkatkan akses informasi mengenai latar belakang pemeriksaan pada tahap awal pemeriksaan paten. Bagi Kantor paten dan merek dagang Amerika Serikat (USPTO) akses ke TKDL adalah hal penting, terutama untuk mencegah penyalah gunaan pengetahuan tradisional. Para pemeriksa paten akan menolak aplikasi jika ditemukan bukti keberadaan sebelumnya. Pencarian TKDL hanya memberikan akses ke jenis bukti yang dibutuhkan oleh pemeriksa. Beberapa negara dan organisasi di kawasan seperti Afrika Selatan, African Regional Industrial Property Organization (ARIPO), Mongolia, Nigeria, Thailand dan Malaysia telah menunjukkan minatnya untuk membuat TKDL sendiri berdasarkan TKDL yang dibuat oleh India. Penyalahgunaan TK dan terjadinya bio-piracy merupakan isu-isu yang menjadi perhatian besar 110 negara berkembang, dan agenda ini sedang dilaksanakan di forum-forum multilateral seperti Convention on Biological Diversity (CBD), Dewan TRIPs di WTO dan WIPO. Namun, mekanisme instrumen internasional yang mengikat secara hukum tentang perlindungan TK belum ditetapkan, meskipun sudah ada upaya-upaya signifikan dari negara-negara berkembang. Karena alasan inilah, maka paten Neem di EPO, patem kacang Enola di USPTO dan paten kedelai Monsanto, yang masing-masing mengambil jangka waktu 11, 10 dan 13 tahun, kemudian dibatalkan setelah perseteruan hukum yang menghabiskan uang dalam jumlah besar. India adalah satu-satunya negara di dunia yang telah membentuk mekanisme kelembagaan (TKDL) dan mampu mencegah pemberian paten yang salah hanya dalam waktu beberapa minggu melalui e-mail dan tanpa biaya, sedangkan negara-negara lain perlu memperjuangkan hal itu hingga 10-12 tahun dan harus menghabiskan jutaan dolar AS untuk memenuhi biaya hukum dan bahkan hanya untuk menentang sebuah paten tunggal. Saat ini, India melalui TKDL mampu melindungi sekitar 227.000 formulasi medis yang mirip dengan Neem dan Kunyit. Dan rata-rata, dibutuhkan lima sampai tu-
juh tahun untuk menentang paten diberikan di tingkat internasional dengan biaya sekitar 200.000 - 600.000 US $. Bayangkan berapa biaya yang dibutuhkan untuk melindungi 227.000 formulasi obat jika tidak ada TKDL. Peraturan nasional dan ketentuan pengisian pengamatan pihak ketiga (oposisi) di kantor-kantor paten yang berbeda dapat diajukan berdasarkan pasal 115 dari EPC setelah publikasi permohonan paten. Terkait hal ini tidak dikenakan biaya dan batas waktu. Di USPTO, pelaporan pihak ketiga dapat di ajukan di bawah 37CFR 1,99 dalam waktu dua bulan sejak tanggal penerbitan aplikasi paten dengan biaya sebesar $ 180. Di IPA, oposisi pihak ketiga dapat diajukan di bawah seksi 27 Australian patent act 1990. Ini terbuka untuk inspeksi publik tiga bulan setelah dilakukannya publikasi dan tanpa biaya. Di CIPO, oposisi pihak ketiga dapat diajukan berdasarkan pasal 34.1 dari paten act, setelah publikasi permohonan paten. Tidak ada biaya dan batas waktu. Di JPO, oposisi pihak ketiga dapat diajukan berdasarkan pasal 13 hukum paten. Oposisi pihak ketiga dapat diajukan setiap saat setelah permohonan paten diajukan dan bahkan setelah pemberian paten dan tanpa biaya. Namun, bagi mereka yang tidak memiliki alamat atau tempat tinggal di Jepang tidak bisa melakukan prosedur ini, karenanya perlu untuk menunjuk agen atau pengacara di Jepang untuk mengirimkan informasi. Database TK merupakan satu upaya pencegahan atau perlindungan defensif terhadap penciptaan IP baru. Dan TDKL bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan TK India, dan di format hanya untuk kantor paten internasional saja dengan multibahasa (Perancis, Jerman, Jepang, Inggris dan Spanyol). Kompleksitas pelaksanaan dokumentasi TK diantaranya adalah berupa; identifikasi dan keterlibatan pemegang hak; masalah kepercayaan; penggunaan kosakata yang berbeda; kepemilikan dan model praktis tentang berbagi manfaat; kemitraan dan aliansi yang tidak setara; hambatan teknologi dan sosial; penyalahgunaan hukum adat dan moralitas; upaya untuk tetap mendorong versus penyalahgunaan; informasi yang harus diungkapkan versus yang harus dirahasiakan; dan lain sebagainya.[]
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi s
o
r
o
t
11
Mengembangkan Instrumen Hukum Internasional untuk Melindungi Traditional Knowledge, Genetic Resources and Traditional Cultural Expressions (Folklore) Traditional Knowledge bukanlah pengetahuan yang sudah kuno, melainkan sebuah pengetahuan yang hidup dan berkembang, kemudian dipertahankan dan diteruskan dari generasi ke generasi dalam masyarakat, dan seringkali merupakan bagian dari identitas suatu budaya atau spiritual. Karena itu tidak mudah untuk memberikan perlindungan kepada TK dengan menggunakan sistem Intellectual Property yang ada sekarang ini.
Sistem internasional yang ada saat ini untuk melindungi kekayaan intelektual (intellectual property/IP) adalah sistem yang sudah ketinggalan jaman. Sebuah sistem perlindungan yang telah dibentuk sejak munculnya industrialisasi di Barat, dan kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat berteknologi maju. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat adat, masyarakat lokal, dan pemerintah, terutama di negara-negara berkembang, menuntut sistem perlindungan yang setara untuk pengetahuan tradisional (traditional knowledge/TK). Pada tahun 2000 negara-negara anggota WIPO (World Intellectual Property Organization) membentuk Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC), dan pada 2009 mereka sepakat untuk mengembangkan instrumen hukum in-
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
ternasional yang dapat memberikan perlindungan efektif bagi Traditional Knowledge, Genetic Resources and Traditional Cultural Expressions (Folklore). Sebuah instrumen yang bisa direkomendasikan kepada anggota-anggota WIPO sebagai sebuah perjanjian formal yang akan mengikat negara-negara yang melakukan ratifikasi. Traditional Knowledge bukanlah pengetahuan yang sudah kuno, melainkan sebuah pengetahuan yang hidup dan berkembang, kemudian dipertahankan dan diteruskan dari generasi ke generasi dalam masyarakat, dan seringkali merupakan bagian dari identitas suatu budaya atau spiritual. Karena itu tidak mudah untuk memberikan perlindungan kepada TK dengan menggunakan sistem Intellectual Property yang ada sekarang ini. Sistem IP hanya memberikan perlindungan dalam jangka waktu yang terbatas untuk penemuan-penemuan dan
karya-karya asli individu ataupun perusahaan. Kehidupan alam ini juga berarti bahwa “Traditional” Knowledge menjadi tidak mudah untuk didefinisikan. Pengakuan terhadap kreativitas dan inovasi-inovasi tradisional sebagai bentuk kekayaan intelektual yang dilindungi akan menjadi sebuah catatan bersejarah di dalam hukum internasional. Hal ini memungkinkan bagi masyarakat adat, masyarakat lokal dan pemerintah untuk memiliki hak atas penggunaan pengetahuan tradisional mereka oleh orang lain. Hal ini memungkinkan bagi masyarakat untuk melindungi obat-obatan, seni adat dan musik tradisional mereka terhadap penyalahgunaan, dan sekaligus juga untuk mengontrol manfaat kolektif terhadap eksploitasi komersial terhadap TK mereka. Meskipun perundingan di WIPO telah dimulai dan terutama didorong oleh negara-negara berkembang, tetapi perundingan tidak berjalan dalam bentuk perundingan “Utara-Selatan”. Masyarakat dan pemerintah ternyata tidak selalu memiliki pandangan yang sama, beberapa pemerintahan negara maju, terutama negara-negara yang memiliki penduduk asli, ternyata juga aktif. Dua bentuk perlindungan kekayaan intelektual yang sedang diupayakan adalah berupa Perlindungan Defensif dan Perlindungan Positif. Perlindungan Defensif bertujuan untuk menghentikan pihak-pihak di luar komunitas untuk mendapatkan hak kekayaan intelektual atas TK. India, misalnya, telah menyusun database tentang obat tradisional yang dapat digunakan sebagai bukti penemuan sebelum para pemeriksa paten menilai sebuah aplikasi paten. Kasus yang terkenal adalah ketika US Patent and Trademark Office (USPTO) memberikan hak paten (kemudian dicabut) penggunaan kunyit untuk mengobati luka, sebuah properti yang sangat dikenal oleh masyarakat tradisional di India dan didokumentasikan dalam teks-teks Sansekerta kuno. Selain itu Perlindungan Defensif ini juga dapat digunakan untuk melindungi manifestasi budaya yang dianggap sakral, seperti simbol-simbol dan rangkaian kata-kata suci, dari upaya pendaftaran sebagai merek dagang. Perlindungan Positif adalah pemberi-
an hak yang memberdayakan masyarakat untuk mempromosikan TK yang mereka miliki dan mengontrol penggunaannya untuk mendapatkan keuntungan dari eksploitasi komersial. Beberapa penggunaan TK juga dapat dilindungi melalui sistem IP yang ada, dan sejumlah negara juga telah mengembangkan undang-undang khusus terkait perlindungan TK ini. Namun demikian, perlindungan khusus yang diberikan di bawah hukum nasional tidak bisa berlaku di negara lain. Ini adalah salah satu alasan mengapa masyarakat adat dan lokal serta pemerintah menekankan perlunya sebuah instrumen hukum internasional. Di bidang traditional knowledge ini WIPO menangani tiga hal, yaitu; Pertama yang berhubungan dengan traditional knowledge dalam arti sempit (pengetahuan teknis, praktek, keterampilan, dan inovasi yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati, pertanian dan kesehatan). Kedua; ekspresi budaya tradisional/ folklore (manifestasi budaya seperti seni musik, desain, simbol dan pertunjukan). Dan ketiga; sumber daya genetik (nilai aktual atau potensial bahan genetik yang ditemukan pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Meskipun bagi masyarakat banyak traditional knowledge, Genetic Resources dan Folklore merupakan bagian dari warisan budaya yang terpadu, tapi dari sudut pandang kekayaan intelektual, itu diangkat sebagai isu yang berbeda dan mungkin memerlukan solusi yang berbeda pula. Selain menangani instrumen hukum internasional bagi ketiga hal tersebut, WIPO juga memberikan respon terhadap permintaan masyarakat dan pemerintah untuk memberikan bantuan berupa saran teknis dan praktis sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat menggunakan sistem IP yang ada secara lebih efektif dan berpartisipasi dalam negosiasi di IGC. WIPO juga bertugas memberikan bantuan untuk mengembangkan dan memperkuat sistem perlindungan traditional knowledge (kebijakan, hukum, sistem informasi dan peralatan praktis), baik di tingkat nasional maupun regional serta menyediakan pelatihan untuk mengelola hak kekayaan intelektual dan mendokumentasikan warisan budaya.[]
No. 57 Tahun V
Diplomasi
12
b i n g k a i
Kunjungan Outstanding Students for the World (OSTW) 2012 Ke Jepang
Dok. diplik
Peserta OSTW 2012 tiba di Bandara Internasional Narita, Tokyo pada Selasa, 12 Juni 2012 pukul 09 waktu setempat, dan langsung menuju ke KBRI. Seusai prosesi penyambutan yang begitu hangat dan melakukan perbincangan ringan dengan pihak KBRI, Delegasi OSTW 2012 yang dipimpin oleh Bapak Firdaus Dahlan (Kasubdit Ekonomi Pembangunan Direktorat Diplomasi Publik) kemudian berangkat menuju gedung Kementerian Luar Negeri (MoFA) Jepang. Sesi ini merupakan sebuah pengalaman yang menarik, karena rombongan OSTW 2012 berkesempatan bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, Joe Nakano, yang memberikan salam hangat dan juga apresiasinya atas kedatangan para peserta OSTW 2012 ke Jepang. Setelah itu, rombongan OSTW kemudian melakukan kunjungan berikutnya ke gedung parlemen Jepang untuk menemui Mantan Perdana Menteri Yosua Fukuda, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi
No. 57 Tahun V
Persahabatan Indonesia-Jepang. Dalam kesempatan tersebut, Fukuda berbagi pengalaman seputar perkembangan teknologi dan ekonomi Jepang yang begitu pesat. Dari pertemuan tersebut para peserta OSTW 2012 memperoleh inspirasi tentang strategi Jepang bertahan di bidang otomotif, yaitu dengan cara memproduksi mobil yang hemat bahan bakar di tengah krisis minyak dunia. Selepas rangkaian kunjungan tersebut, rombongan OSTW 2012 kemudian menuju ke penginapan (Ryukan) di daerah Gotanda. Rombongan OSTW 2012 sangat terkesan dengan kenyamanan dan ciri khas tradisional Jepang yang dimiliki oleh penginapan tersebut. Presentasi di Tokyo Institute of Technology (TIT) Agenda pertama rombongan OSTW 2012 pada 13 Juni 2012 adalah kunjungan ke The National Museum of Emerging Science and Innovation (Miraikan). Di mu-
seum ini, rombongan OSTW 2012 dapat menyaksikan berbagai macam inovasi di bidang teknologi yang ada dan dikembangkan di Jepang, seperti robot, kedokteran, astronomi, dan lainnya. Agenda selanjutnya adalah kunjungan dan presentasi di Tokyo Institute of Technology (TIT). Presentasi dibawakan oleh dua kelompok, yaitu kelompok teknologi dan environment. Begitu banyak pertanyaan dan masukan yang disampaikan oleh civitas akademika TIT dalam kesempatan ini guna pengembangan inovasi dan ideide para peserta OSTW 2012 lebih lanjut. Seusai melakukan presentasi, rombongan OSTW 2012 mengikuti tur keliling kampus dan menyaksikan eksperimen yang tengah dibuat oleh mahasiswa Indonesia di TIT. Kunjungan selanjutnya adalah ke International Tropical Timber Organization (ITTO) di Yokohama. Rombongan OSTW 2012 disambut oleh Kepala Kantor Pusat ITTO yang berkedudukan di Tokyo, Mr. Collins (Ghana). Di sini para peserta OSTW
Delegasi OSTW 2012 berfoto bersama Wakil Menlu Jepang, Joe Nakano, di kantor Kementerian Luar Negeri Jepang.
2012 mendapatkan penjelasan dan belajar banyak dari paparan yang disampaikan Mr. Collins mengenai tujuan, program, dan peran ITTO dalam menjaga sustainable development melalui pelestarian hutan hujan tropis. Pada sesi tanya jawab di akhir presentasi, peserta OSTW 2012 tampak sangat antusias dalam mempelajari lebih lanjut mengenai cara menjaga lingkungan yang selaras dengan perkembangan ekonomi. Kunjungan ke Tokyo Tech High School Agenda pada Kamis, 14 Juni 2012 hari ini tidak kalah menariknya dengan hari-hari sebelumnya, yaitu kunjungan pembelajaran ke J-Power, sebuah perusahaan pembangkit listrik tenaga panas terbesar di Yokohama dan Tokyo. Acara kunjungan dimulai dengan presentasi dari pihak perusahaan, yang dilanjutkan dengan tur di dalam power plant milik J-Power yang begitu besar dan modern. Rombongan OSTW 2012 dipersilahkan untuk melihat secara langsung teknologi, mesin-mesin dan sistem yang digunakan untuk mengolah panas menjadi listrik, serta berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para tenaga ahli di perusahaan tersebut. Kunjungan diakhiri dengan diskusi tentang strategi perusahaan dan hal-hal yang bersifat teknis. Tokyo Tech High School of Science and Technolody (TTHS) yang baru saja memperoleh pengakuan dari pemerintah Jepang sebagai Super Science and Technology School merupakan tempat yang dikunjungi berikutnya oleh rombongan OSTW 2012. TTHS adalah sekolah ternama di Jepang dan berlokasi di Tokyo. Sekolah ini memiliki kelebihan khusus di bidang IPA dan teknologi, khususnya kimia, teknik mesin, arsitektur, dan ilmu komputer. Di sini rombongan OSTW 2012 menyaksikan secara langsung inovasi para siswa yang didukung oleh fasilitas yang memadai dan modern, bahkan lebih baik dibandingkan fasilitas yang ada di universitas-universitas ternama di Indonesia. Di sekolah ini, para peserta OSTW 2012 yang dibagi dalam dua kelompok, berkesempatan melakukan presentasi inovasi dan prestasi yang telah diraih. Selanjutnya, rombongan OSTW 2012 bergegas untuk melihat Toyota Mega Web, sebuah perhelatan akbar yang diadakan oleh Toyota (salah satu produsen mobil ternama di Jepang). Lebih dari 30 mobil dipajang yang menampilkan perkembangan teknologi otomotif. Di perhelatan ini, rom-
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi b i n g k a i peserta OSTW 2012 dapat melihat faktafakta hubungan Indonesia-Jepang yang terjadi pada saat sebelum maupun setelah Perang Dunia II. Pemaparan tersebut merupakan hal penting bagi para peserta OSTW, karena pemaparan itu telah menambah rasa nasionalisme dan rasa bangga mereka terhadap Indonesia. Pada agenda acara berikutnya, rombongan OSTW 2012 berkunjung ke Earthquake Learning Centre di daerah Meguro. Di sini para peserta OSTW belajar tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana alam seperti gempa dan kebakaran. Mereka juga diberikan kesempatan untuk merasakan dan mempraktekan teori yang telah diajarkan tersebut sehingga benar-benar memahaminya.
bongan OSTW 2012 dapat melihat teknologi yang digunakan oleh Toyota mulai dari awal berdirinya hingga teknologi Hybrid terbaru yang menggunakan bahan bakar listrik. Selain gencar mengembangkan teknologinya, Jepang juga sangat memperhatikan lingkungan. Karena itu kunjungan ini diharapkan dapat menginspirasi para siswa untuk mengembangkan teknologi otomotif ramah lingkungan, terutama untuk peserta OSTW yang menjadi pelopor pembuatan mobil Esemka. Dari Toyota Mega Web, kemudian rombongan melakukan kunjungan ke kediaman Duta Besar RI untuk Jepang, Muhammad Lutfi. Rombongan disambut dengan hangat oleh Dubes M.Lutfi dan istri. Walaupun singkat, tetapi para peserta OSTW 2012 merasa sangat bangga dapat bertemu dan berbincang-bincang secara langsung dengan Dubes M. Lutfi yang dinilai oleh para peserta OSTW 2012 sangat kharismatik tersebut. Sehari Bersama Duta Besar Agenda pada Jumat, 15 juli 2012 bertema One Day with Ambassador. Peserta OSTW 2012 diberikan kesempatan untuk
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
mengenal KBRI dan seluruh jajarannya secara lebih dekat, dimana pihak KBRI telah membantu dan memfasilitasi pelaksanaan program OSTW 2012 di Jepang. Kesempatan ini juga menjadi momentum bagi para peserta OSTW untuk lebih dekat satu sama lain setelah tiga hari melakukan berbagai kegiatan tanpa henti. Peserta OSTW 2012 sejenak melepaskan penat dan bercengkerama bersama menjalin ukhuwah persahabatan antar para pemimpin Indonesia di masa mendatang. Pada hari ini para peserta OSTW 2012 merasa bahwa mereka telah menjadi sebuah tim dengan tujuan yang sama dan memiliki ikatan persahabatan yang bersifat kekeluargaan. Kuliah Bersama Pelajar SRIT Agenda pada Sabtu, 16 Juli 2012 adalah kuliah bersama dengan siswa-siswa dari Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Namun sebelum Prof. Aiko Kurosawa menyampaikan paparanya mengenai hubungan IndonesiaJepang, Tim Sosial dari OSTW 2012 mempresentasikan tentang sistem pendidikan Pondok Pesantren Islam Gontor sebagai alternatif dari pendidikan mainstream. Dari paparan Prof. Aiko Kurosawa, para
Dok. diplik
Delegasi OSTW 2012 saat mengunjungi Tokyo Tech High School of Science and Technology
nya Jepang sangat menghargai kelestarian budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya tersebut . Pada saat ini pun masih terlihat para penduduk Jepang yang menggunakan kimono dengan nilai kesopanan yang tinggi. Para peserta OSTW 2012 berharap agar hal-hal positif yang dimiliki Jepang dapat juga diimplementasikan dalam kehidupan di Indonesia. Kuil Asakusa adalah tempat terakhir yang dikunjungi oleh rombongan OSTW 2012. Di sini kembali terlihat bahwa kepedulian pemerintah Jepang terhadap budaya dan sejarah sangatlah tinggi. Bangunan kuil yang sudah tua itu terlihat masih sangat terawat, indah dan sangat memanjakan pengunjungnya.[]
Delegasi OSTW 2012 di kantor ITTO (International Tropical Timber Organization), Yokohama
Dok. diplik
Dok. diplik
Dok. diplik
Team Leader OSTW 2012, Firdaus Dahlan, memberikan arahan kepada para peserta di penginapan.
13
Berfoto bersama J-Power, Tokyo, selepas acara kunjungan ke perusahaan tersebut
Setelah itu, rombongan OSTW 2012 menuju ke Museum Zaman Edo yang menceritakan bagaimana suasana zaman Edo ketika itu melalui diorama bangunan, peralatan rumah tangga, pakaian dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwasa-
No. 57 Tahun V
Diplomasi
14
l e n s a
Outstanding Students for the World 2012
Dok. diplik
Meningkatkan Citra Bangsa Pelaksanaan program “Outstanding Students for the World” (OSTW) untuk kedua kalinya merupakan bagian dari upaya terus menerus Kementerian Luar Negeri dalam mendukung generasi muda Indonesia untuk berkiprah tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam tataran internasional. Kita patut bangga karena para peserta OSTW telah mampu mengukir prestasi yang mengharumkan nama bangsa bahkan sampai ke mancanegara. Banyak yang perlu dilakukan untuk menyiapkan generasi muda yang menjadi harapan bangsa dan penerus estafet kepemimpinan di masa datang. Kementerian Luar Negeri telah melakukan berbagai upaya dan kegiatan untuk turut menyumbang dalam proses mendorong kemajuan bangsa dan negara ini. Untuk itulah program ini diwujudkan dengan maksud untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada generasi muda tentang politik luar negeri dan bagaimana praktik diplomasi Indonesia dilakukan di luar negeri, serta sebagai bagian dari upaya untuk mendorong peopleto-people contact. Dalam sejarah perjuangan bangsa In-
A.M. Fachir
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik
donesia, pemuda selalu menempati dan memainkan peranan yang sangat strategis. Salah satu dari peristiwa penting yang terjadi, adalah tahun 1928, ketika para pemuda dari berbagai latar belakang suku, agama dan bahasa berkumpul dalam peristiwa yang setiap tahun kita kenang sebagai hari “Sumpah Pemuda”. Indonesia memiliki banyak tokohtokoh pemuda yang “oustanding” di masa lampau, seperti: R.A. Kartini, Boedi Utomo, Soekarno, dan Mohammad Hatta. Di dunia diplomasi kita juga mengenal Sutan Syahrir, dan Muhammad Roem. Bahkan saat ini kita juga mengenal Prof.Dr. B.J. Habibie sebagai salah satu pelopor di bidang IPTEK. Program “Oustanding Students for the World” 2012 tahun ini dilakukan ke Jepang. Memilih Jepang sebagai Negara tujuan program ini sangat tepat, karena Jepang tidak hanya sebagai kekuatan ekonomi dunia yang didukung oleh kemampuan industri dan teknologinya yang sangat maju, tetapi juga merupakan salah satu negara yang berhasil mempertahankan nilai-nilai sosial budayanya. Selain itu, Indonesia dan Jepang juga memiliki hubungan tradisional
yang sangat erat. Karena itu rasanya perlu untuk mengingatkan kepada peserta program OSTW bahwa kunjungan ke Jepang ini bukan kunjungan pribadi, melainkan kunjungan yang membawa nama Indonesia. Para peserta tidak hanya akan bertemu dengan rekanrekan sejawat, tetapi juga berkesempatan melakukan presentasi untuk memperkenalkan Indonesia di beberapa sekolah dan perguruan tinggi ternama serta bertemu dengan beberapa pejabat tinggi di negara itu. Tepat kiranya jika kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan citra bangsa, disamping memperkaya pengetahuan dan membangun persahabatan sesuai dengan tema program ini: “Enhancing Friendship for a better Future”. Kita semua merasa bangga, karena 14 peserta OSTW 2012 adalah generasi muda yang berkualitas dan sudah mengukir prestasi di berbagai ajang kompetisi baik pada tingkat nasional maupun internasional. Kementerian Luar Negeri berharap, program ini akan semakin mendorong teman-teman untuk lebih berprestasi di masa yang akan datang.[]
Dubes RI Terima Penghargaan Media Spanyol Pengakuan masyarakat Spanyol akan prestasi Indonesia semakin kuat dengan diberikannya penghargaan Premio Spaindo kepada Dubes Adiyatwidi Adiwoso Asmady di Madrid (2/6). Penghargaan kehormatan itu sekaligus menjadi pengakuan atas keaktifan Adiyatwidi dalam berbagai kegiatan yang merekatkan hubungan kedua negara, sekaligus mempromosikan Indonesia melalui berbagai event yang diakui media massa Spanyol. “Penghargaan ini adalah penghargaan bagi Indonesia. Bukan sematamata bagi saya saja,” tutur Adiyatwidi saat menerima penghargaan dari SPAINDO, majalah Spanyol yang mempunyai visi untuk menyebarkan citra Spanyol secara internasional. “Terima kasih kepada para mitra
No. 57 Tahun V
dari Spanyol yang selama ini senantiasa menyambut baik uluran kerjasama yang ditawarkan Indonesia sehingga memperlancar berbagai kegiatan promosi yang dilakukan Indonesia di Spanyol,” sambungnya pada acara yang juga dihadiri berbagai kalangan dari pemerintah, tokoh-tokoh perfilman, teater, dan televisi, pengusaha dan media massa. CEO SPAINDO, Jose Luis Jordan Moreno pada kesempatan itu berkelakar bahwa secara kebetulan pula nama media massa ini dapat dikonotasikan sebagai gabungan antara Spanyol dan Indonesia. “Sehingga diharapkan keberadaan mereka dapat membantu mempererat hubungan kedua negara,” tuturnya. Jose Luis juga menambahkan bahwa menurut pengalaman pribadinya, terdapat banyak kesamaan karakter antara masyarakat
Spanyol dan Indonesia, sehingga dia menyebut Indonesia sebagai “Spanyolnya Asia” dan Spanyol sebagai “Indonesianya Eropa”. Pada malam penyerahan penghargaan tersebut ditayangkan pula wawancara yang dilakukan penyiar tenar Cesar Vidal dengan Dubes Adiyatwidi, yang ditayangkan di stasiun televisi Libertad Spanyol. Malam itu, Cesar Vidal pun juga dinobatkan sebagai tokoh bidang komunikasi terbaik. Pablo Casado, anggota dan juru bicara kongres Spanyol bidang luar negeri ditetapkan sebagai politisi terbaik. Penghargaan lainnya diberikan kepada Ivan Moreno, CEO perusahaan perhiasan Luxenter sebagai businessman terbaik. Sementara perusahaan transportasi Talgo sebagai perusahaan dengan prestasi terbaik.
Penghargaan kalangan media kepada Adiyatwidi ini adalah untuk kali kedua, selama 2 tahun menjabat sebagai Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol. Setahun silam, Adiyatwidi menerima penghargaan “Estrella de Oro” (Bintang Emas) dari Club de Medios Spanyol atas partisipasinya dalam dunia sosial Spanyol (5/7/2011). Club de Medios adalah asosiasi para eksekutif media massa dan seniman, yang setiap tahun memberikan penghargaan sebagai pengakuan atas partisipasi aktif perorangan maupun institusi dalam bidang seni, sosial, dan budaya. (sumber: KBRI Madrid/ed. Yo2k)
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi l e n s a
15
OSTW 2012 Membangun Persahabatan Antar Komunitas Generasi Muda Berprestasi
Bahasa Indonesia akan menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah di Teritori Utara Australia. Chief Minister Teritori Utara Paul Henderson menyampaikan keinginan tersebut dalam pertemuannya dengan Presiden SBY kemarin. “Paul Henderson mengatakan ingin mewajibkan pelajaran Bahasa Indonesia ke dalam kurikulum pendidikan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangan pers di Hotel Crowne Plaza, Darwin, Rabu (4/7) pagi. Bagi Indonesia, lanjut Presiden, ini merupakan bagian dari sukses diplomasi kita dalam hubungan antarbangsa. “Nasionalisme yang positif, tentu bagi Indonesia. Diplomasi dengan menggunakan bahasa Indonesia merupakan bagian dari tujuan dan sasaran kita,” SBY menambahkan. Selain soal bahasa, kerja sama dengan Teritori Utara Australia juga bakal dipererat dengan pengembangan konektivitas de-nan kawasan timur Indonesia. “Hal ini
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
dua minggu sebelum pelaksanaan OSTW dimulai, kami sudah diperkenalkan satu sama lain, sehingga dengan demikian kami dapat berdiskusi dan melakukan penelitian yang dapat dijual kepada akademisi dan berbagai pihak. Dengan demikian bidang sosial juga dapat diunggulkan dan tidak dipandang sebelah mata. Kedua, kami rasa bahwa kunjungan ke institusi pendidikan seharusnya juga dilakukan ke tempat-tempat yang memiliki riset disiplin ilmu sosial yang bagus. Jadi tidak hanya ke tempat-tempat yang memiliki riset disiplin ilmu teknik atau sains yang bagus saja, karena dengan melakukan kunjungan dan diskusi ke institusi-institusi pendidikan tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana tahapan-tahapan di dalam mengembangkan disiplin ilmu sosial, yang dapat dikatakan belum semaju bidang sains. Ketiga, kami rasa bahwa jadwal kunjungan seharusnya bisa sedikit lebih longgar. Banyak anggota delegasi yang sangat letih karena hanya tidur empat atau lima jam setiap harinya. Hal ini penting mengingat mayoritas anggota delegasi adalah siswa-siswa SMA yang mungkin belum terbiasa dengan jadwal kegiatan yang sangat padat. Disamping itu hal ini juga penting untuk menjaga agar performa tetap maksimal pada saat melakukan presentasi dan lawatan. Keempat, kami berharap agar persaha-
batan dan koneksi yang telah kami bangun selama pelaksanaan program OSTW ini dapat terus dipertahankan. Tentunya kami akan berusaha untuk menjaga komunitas ini, namun kami juga mengusulkan agar Kemlu RI bisa membuat follow up events dari program OSTW ini. Misalnya dalam
bentuk kunjungan ke daerah-daerah yang masih tergolong belum berkembang. Hal ini tentunya selain dapat menginspirasi generasi muda di daerah bersangkutan, juga dapat mempererat tali persahabatan yang telah kami bangun.[]
Kunjungan ke The National Museum of Energing Science and Innovation (Miraikan)
Dok. diplik
Program OSTW 2012 benar-benar mengukir kesan yang amat mendalam bagi seluruh peserta. Dari program ini para peserta dapat belajar banyak hal, khususnya tentang Jepang dan cara bagaimana berdiplomasi, membangun persahabatan, serta membangun berjuta pengalaman sebagai bekal mereka yang tergolong sebagai generasi muda untuk memajukan Indonesia di masa depan. Para peserta merasa bahwa program OSTW 2012 telah sukses mencapai tujuan utamanya, yaitu untuk menanamkan sikap kebangsaan pada generasi muda dan sekaligus menjadikan generasi muda sebagai ujung tombak dalam diplomasi publik dan penyampaian citra baik negara. Selain itu, para peserta juga sangat terkesan oleh program-program penting yang berhasil disusun dan juga orang-orang inspiratif yang mereka temui selama pelaksanaan program ini. Tidak hanya itu, program OSTW juga telah berhasil membangun persahabatan dan koneksi baru di antara komunitas generasi muda berprestasi. Sebagai saran, kami memiliki empat hal untuk disampaikan. Pertama, kami rasa bahwa bidang ilmu sosial seharusnya mendapat perhatian yang lebih. Misalnya dengan memberikan lebih banyak waktu untuk melakukan riset secara berkelompok, sehingga dengan demikian kami dapat menghasilkan sebuah penelitian sosial yang multidisipliner dan komprehensif. Mungkin
Bahasa Indonesia
Jadi Pelajaran Wajib di Darwin untuk mendekatkan budaya antara wilayah tersebut, yang kebetulan secara geografis dekat dengan kawasan timur Indonesia,” Kepala Negara menjelaskan. Kerja sama pengembangan konektivitas ini dalam bingkai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor 5 dan 6. Kerja sama juga meliputi perternakan sapi, kepariwisataan, dan transportasi udara. “Secara geoekonomi, kita mengutamakan wilayah timur Indonesia untuk kerja sama itu,” kata SBY. Secara umum, ada potensi besar un-
tuk meningkatkan kerja sama ekonomi antara Ind onesia dan Australia. Menurut Dana Moneter Internasional atau IMF, GDP nominal Indonesia berada di peringkat 16 dengan besaran 845,680 miliar dolar AS, sedangkan Australia 3 peringkat di atas Indonesia dengan nilai 1,48 triliun dolar AS. Sementara untuk GDP Purchasing Power Purity, dimana GDP dikaitkan dengan biaya hidup, Indonesia berada di urutan 15 dengan angka 1,1 triliun dolar AS dan Australia peringkat 18 dengan nominal 914 juta dolar AS. “Ada potensi besar diantara kedua negara untuk meningkatkan ekonominya,”
Presiden menjelaskan. Volume perdagangan baru sekitar 1011 milliar dolar AS seharusnya masih bisa ditingkatkan lagi melalui kemitraan ekonomi komprehensif. “Masih ada kesempatan untuk dimanfaatkan secara cerdas agar perekonomian meningkat,” ujar SBY. “Bisa meningkatkan GDP kita dan lebih-lebih bisa lebih mempercepat pembangunan di wilayah timur Indonesia.” (dit) (Sumber : presidensby.info)
No. 57 Tahun V
Diplomasi s o r o t
Pendokumentasian TK atau TCEs tidak bisa dilakukan sendirian sebagai suatu strategi yang efektif untuk melindungi TK and TCEs. Dokumentasi TK and TCEs ini seharusnya tidak terjadi dalam suatu kekosongan legalitas dan kebijakan. Kekayaan Intelektual (intangible) adalah berupa hasil-hasil pikiran manusia, seperti musik, seni, sastra, penemuanpenemuan, desain-desain, performa-performa, tanda-tanda dan simbol-simbol, dimana secara kehidupan alamiah mereka itu tidak protectable. Dalam hal ini Hak Kekayaan Intelektual memberikan kepada para kreator dan inventor penghargaan jika karya-karya mereka digunakan oleh orang lain dalam periode waktu yang terbatas dan bergantung pada eksepsi-eksepsi dan pembatasan-pembatasan yang ada. Kebijakan dan undang-undang kekayaan intelektual merupakan mekanisme untuk menyeimbangkan kepentingankepentingan yang saling berbenturan terkait dengan produksi inovasi dan daya cipta serta distribusi berbagai manfaat bagi mereka. Dalam hal ini TK/TCEs diakui sebagai satu bentuk “kekayaan intelektual” – yang berisikan karya-karya dan inovasi-inovasi pikiran manusia. Perlindungan TK/TCEs ini akan diberikan melalui satu mekanisme sistem khusus berdasarkan jenis langkah, prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang meliputi sistem yang dibentuk untuk perlindungan. Fitur-fitur kekayaan intelektual ini adalah termasuk: Hak-hak properti (misalnya hak-hak eksklusif) dan hak non-properti (misalnya hak moral, persaingan, hak untuk penggantian yang adil). Namun demikian Hak-hak IP tidak dapat memberikan pengendalian yang absolut dan sempurna, dalam hal ini ada pembatasan-pembatasan, eksepsi-eksepsi dan pengaturan ‘milik umum’. Dalam hal-hal tertentu, ada kemungkinan bahwa hak-hak kekayaan intelektual juga digunakan untuk melindungi TK and TCEs dan, terutama, terhadap derivasi dan adaptasi kontemporer. Dalam hal ini ada dua bentuk perlindungan, yaitu Perlindungan positif dan Perlindungan defensif. Sedangkan GR tidak termasuk kedalam IP, dimana akses dan benefit-sharing dalam GRs diatur dalam ketentuan-ketentuan yang lain seperti perjanjian-perjanjian CBD, Nagoya, dan FAO. Tapi Inventions berdasarkan atau berasal dari GRs kemungkinan dapat dipatenkan. Perlindungan defensif’ bagi GRs merupakan pencegahan hak paten yang salah dengan didasarkan pada aturan yang berlaku di CBD. Tujuan kebijakan perlindungan terhadap TK/TCEs (IP terkait) diantaranya adalah untuk menghormati budaya-budaya tradisional; mencegah penyalahgunaan TK, mendorong inovasi dan daya cipta masyarakat, mempromosikan pembangunan ekonomi dan peluang-peluang perda-
No. 57 Tahun V
Undang-Undang Kekayaan Intelektual Dok. 4betterindonesia.blogspot.com
16
gangan yang tepat, mencegah hak-hak IP yang tidak sah, menghormati konsistensi TK dengan instrumen internasional terkait, mempertahankan kepastian hukum yang berhubungan dengan sistem IP. Black’s Law Dictionary mendefinisikan kepemilikan publik sebagai “alam semesta penemuan-penemuan dan karya kreatif yang tidak dilindungi oleh hak-hak kekayaan intelektual dan kerena itu tersedia untuk siapa saja untuk menggunakannya tanpa beban. Ketika hak cipta, merek dagang, paten, atau hak-hak rahasia dagang hilang atau berakhir, maka kekayaan intelektual mereka telah sepenuhnya menjadi milik publik. Pengertian Prior art secara umum adalah, semua pengetahuan yang ada sebelum pengajuan relevan atau tanggal prioritas dari permohonan paten, apakah itu ada dengan cara pengungkapan tertulis dan lisan. Dalam beberapa instrumen hukum ada perbedaan antara publikasi cetak, pengungkapan lisan dan penggunaan sebelum dan di mana publikasi atau pengungkapan terjadi. Menurut Pasal 33 PCT, novelty didefinisikan sebagai berikut: “Untuk kepentingan pemeriksaan pendahuluan internasional, sebuah penemuan yang diklaim akan dianggap baru jika tidak diantisipasi oleh penemuan sebelumnya sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan”. Menurut
Pasal 33 PCT, klaim penemuan akan dianggap melibatkan langkah inventif jika memperhatikan penemuan sebelumnya seperti yang didefinisikan dalam Peraturan, pada tanggal yang relevan yang ditentukan, dan jelas bagi orang yang ahli dalam seni. Database defensif’ adalah untuk menanggapi permasalahan TK yang sudah diungkapkan sebelumnya ke publik tetapi bukan bentuk prior art. Dalam hal ini TK dikodifikasikan dalam beberapa bentuk yang sistematis dan terstruktur, pengetahuan ini disusun dan diklasifikasikan dimana pada umumnya ditulis dan sudah diungkapkan kepada publik. Sedangkan TK non-kodifikasi diklasifikasikan sebagai tidak tetap secara tertulis dan sering tidak diungkapkan secara lisan dari generasi ke generasi. Pilihan penggunaan sistem perlindungan yang lebih efektif adalah dengan mengadaptasi sistem IP yang ada, khususnya dengan penggunaan sistem “sui generis” yang berbeda. Tujuan dari database kontrak adalah untuk pelestarian/konservasi, akses promosi, penelitian dan pengembangan, perlindungan Defensif, perlindungan Positif, akses pembagian keuntungan, pemulangan, revitalisasi, pendidikan dan peningkatan kesadaran pengelolaan sumber daya. Resiko dari pembuatan database adalah berupa: “Pembekuan” dinamisasi
dari tradisi lisan, memfasilitasi akses dan penyalahgunaan, pengungkapan rahasia TK secara sengaja, tidak adanya ‘persetujuan berdasarkan informasi’ masyarakat adat dan komunitas lokal, serta biaya dan kebutuhan infrastruktur. Database merupakan bagian integral dari kerangka hukum (misalnya di Panama, Peru, Filipina, Afrika Selatan); sebagai inisiatif komplementer (misalnya,di India TKDL); didirikan oleh masyarakat adat dan masyarakat lokal (database TK dari Inuit, Nunavik, Kanada dan Adat biokultur Kentang Park Heritage Register, Peru). Database di IGC didirikan pada tahun 2000 dan bertemu untuk pertama kalinya pada bulan April 2001. Pembentukan IGC didahului dengan beberapa tahun pencarian fakta penelitian, konsultasi, termasuk dua roundtables kekayaan intelektual dan masyarakat adat (1998 dan 1999) dan misi pencari fakta ke 30 negara (1998 dan 1999). Peserta IGC terdiri dari: negara Anggota, masyarakat adat dan lokal, bisnis, masyarakat sipil dan lainnya. LSM dan IGC sedang melakukan negosiasi berbasis teks dengan tujuan mencapai kesepakatan tentang instrumen hukum internasional (s) Majelis Umum WIPO pada bulan Oktober 2012 akan memeriksa kemajuan dan memutuskan mengadakan Konferensi Diplomatik pencegahan paten yang keliru, terkait dengan TK dan GRS (sebagai sebuah perlindungan defensif). Sejak pertemuan IGC pertama pada bulan April 2001, telah dimungkinkan dilakukannya integrasi dokumentasi TK menjadi ‘prior-art’. Pada tahun 2002, jurnal TK tertentu termasuk dalam dokumentasi minimum untuk aplikasi di bawah Perjanjian Kerjasama Paten WIPO. Klasifikasi peralatan TK tersebut terintegrasi dalam Klasifikasi Paten Internasional pada tahun 2003. Pada tahun 2002, IGC menerima standar teknis untuk mengembangkan dokumentasi TK pada pertemuan WIPO di Cochin, India. Baru-baru ini Jepang mengajukan proposal pembentukan database yang terkait dengan GRS dan TK, yang akan dapat diakses oleh pemeriksa paten di negara manapun untuk menghindari kesalahan pemberian paten terkait dengan GRS dan TK. Jepang mengajukan ‘one-stop’ sistem, dimana GRS dan TK terkait dapat dicari secara komprehensif dan bukan merupakan sistem di mana setiap database yang dibuat oleh setiap negara harus dicari secara terpisah. Dalam hukum normatif standar (“instrumen hukum internasional”), IGC bergerak dalam ruang lingkup ‘negosiasi berbasis teks’ untuk GR, TK dan TCEs. Negara-negara anggota akan mengambil keputusan penting pada Oktober 2012 di pertemuan IGC berikutnya.[] (Sumber : WIPO)
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi s o r o t
Dengan mengembangkan industri farmasi, negara memperoleh manfaat hingga US $ 800 miliar melalui penggunaan TK yang terkait dengan GR. Masyarakat asli Amerika telah memberikan manfaat TK yang besar yaitu mencapai US $ 50 miliar kepada pemerintah AS. Pasar dunia untuk obat-obatan herbal, termasuk produk herbal dan bahan bakunya, adalah US $ 60 miliar. Ini merupakan sebuah alat untuk perbaikan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan dan juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan dan mempertahankan citra tujuan wisata. Budaya terbagi dalam tiga bentuk, yaitu Budaya, Modal Budaya dan Industri Budaya. Budaya adalah penanda bagi identitas pengabdian; Sumber Daya adalah besaran Sumber Daya Alam; sedangkan Modal budaya adalah berupa nilai ekonomi/moneter, dan termasuk didalamnya; produksi, pemasaran dan konsumsi yang berorientasi pasar (Komoditisasi, Menetisasi, McDonaldisasi, Disneysasi, Industri Kreatif, Budaya berbasis industri (kerajinan, industri musik, seni pertunjukan, Arsitektur, busana dan lain-lain). Bentuk budaya adalah merupakan warisan budaya tak benda dan warisan budaya tak berwujud: praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan - serta instrumen, objek (alam), artefak dan ruang budaya terkait dengannya - yang diakui oleh masyarakat berbagai kelompok, dan dalam hal tertentu sebagai bagian individu dari warisan budaya mereka serta ditransmisikan dari generasi ke generasi.
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Mencegah Munculnya Klaim Negara Lain Terhadap Kekayaan Budaya Dok. dplomasi
Keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya adalah dua “bahan” yang membentuk ekspresi budaya tradisional (TCEs) Indonesia. TK dan TCEs merupakan bentuk adaptasi masyarakat dengan sifat lingkungan sekitar untuk memastikan kelangsungan hidup mereka. ‘Kreativitas intelektual’ atau ‘kearifan lokal’ masyarakat tradisional ditransmisikan dari generasi ke generasi dan kemudian berkembang sebagai respon masyarakat terhadap lingkungan sosial dan alam.
17
Budaya terus-menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat dalam rangka menanggapi lingkungannya, sebagai bentuk interaksi mereka dengan alam, dan juga sejarah mereka. Budaya menyediakan untuk mereka rasa identitas yang keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia. Mengapa kita perlu melakukan pendataan dan membuat data base, alasannya adalah bahwa ini merupakan langkah-langkah konservasi/perlindungan. Inventarisasi ini juga dimaksudkan untuk merekam semua elemen warisan budaya takbenda dan mencegah munculnya klaim oleh orang/ negara lain. Lingkup inventory atas budaya tak berwujud adalah berupa tradisi lisan dan ekspresi, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda (cerita rakyat, naskah, permainan tradisional). Berikutnya adalah berupa pertunjukan seni (termasuk seni rupa, teater, seni suara, musik dan film). Kemudian berupa praktek sosial, ritual dan acara meriah (termasuk adat kebiasaan masyarakat, sistem ekonomi tradisional, sistem organisasi sosial, upacara tradisional). Selanjutnya berupa pengetahuan dan praktek tentang alam dan alam semesta (termasuk pengetahuan tradisional, kearifan lokal, pengobatan tradisional). Terakhir berupa pengerjaan tradisional (termasuk lukisan, patung, arsitektur, pakaian, makanan pakaian, dan minuman tradisional, moda transportasi tradisional). Penggunaan inventarisasi berwujud
Prof. I Gde Pitana Brahmananda, M.Sc, Kepala Lembaga pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
heritage budaya dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan data terbaru secara rutin, untuk memfasilitasi perencanaan dan pembuatan kebijakan untuk pengamanan ICH, dan untuk memfasilitasi penyusunan laporan berkala. Sedangkan bagi para akademisi, inventarisasi heritage budaya merupakan sumber untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan untuk mengajar di universitas. Di sektor bisnis, inventarisasi heritage budaya dapat digunakan untuk mengembangkan elemen budaya sebagai produk kreatif yang mampu bersaing secara global, mengembangkan produk kreatif, dan mengembangkan peluang bisnis. Sedangkan bagi publik, dengan inventarisasi ini mereka dapat memiliki pengetahuan tentang keragaman budaya di Indonesia, menciptakan kreativitas budaya khas yang berdaya saing global, dan meningkatkan standar hidup. Terkait dengan hal ini, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Kementerian Hukum dan HAM telah menandatangani dua buah MoU mengenai Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Hak Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia. Disamping itu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata juga menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Perlindungan Warisan Budaya. Kegiatan lainnya adalah berupa penelitian dan pengembangan dalam rangka untuk mengusulkan aspek budaya yang akan dicatat ke Daftar Representatif, Daftar Perlindungan Keamanan yang Mendesak, dan
Daftar Praktek Terbaik, UNESCO. Yang sudah tercatat adalah: Keris, Wayang, Batik, Angklung, Saman, dan konservasi Batik, sedangkan yang masih dalam proses adalah: Noken Papua (Urgent Safe Guarding), Tari Tradisional Bali (Representatif List), dan Taman Mini Indonesia Indah (best practices). Indonesia ingin mendaftarkan sebanyak mungkin, namun permasalahannya adalah bahwa pada Sesi Antar-Pemerintah yang diselenggarakan di Bali (November 2011), UNESCO telah membatasi bahwa hanya satu item yang dialokasikan untuk setiap negara anggota. Indonesia telah mengembangkan Inventarisasi Nasional Warisan Budaya Takbenda, baik dengan sistem manual maupun online, sesuai dengan Konvensi 2003. Indonesia juga telah menyusun Buku Panduan Praktis untuk Inventarisasi Warisan Budaya Takbenda (ICH) Indonesia dan diterbitkan oleh Kantor UNESCO Jakarta bekerjasama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Pengumpulan data dilakukan oleh staf lapangan melalui kerjasama yang erat dengan masyarakat setempat. Bentuk pendataan yang dikembangkan oleh kementerian terdiri dari 17 elemen inventarisasi ICH dimana pada tahun 2011, telah terdaftar sebanyak 2.108 ICHs dari 33 provinsi. Komponen konservasi budaya yang terdiri dari perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, harus memiliki keseimbangan. Bagaimanapun database nasional hanyalah langkah sementara, di sisi lain bahwa nilai ekonomi TK dan TCEs tidak memberi kita hak untuk mengeksploitasi secara sewenang-wenang dengan mengatasnamakan pembangunan ekonomi. Bagaimanapun, TK dan TCEs selalu menjadi bagian atau menjadi identitas budaya bagi masyarakat tradisional, dan menjadi kewajiban kita untuk menghormati pembatasan komersialisasi terhadap mereka, selain itu penanganan khusus juga harus diberikan untuk menjaga kerahasiaan dan kesakralan TK dan TCEs. Kita perlu mendorong pemerinrah daerah dan masyarakat untuk melakukan inventarisasi/registrasi culturalwealth mereka, disamping juga melakukan pergeseran paradigma bahwa cagar budaya bukanlah “cost centre”, melainkan “Investmen for the future” bagi identitas etnis, modal sosial-budaya, dan lain-lainnya.[]
No. 57 Tahun V
Diplomasi
18
l e n s a
Program OSTW Dapat Meningkatkan Rasa Nasionalisme Generasi Muda Kusuma Habir
Dimasa mendatang program OSTW akan dikembangkan dan ditingkatkan, hal ini tidak terlepas dari capaian selama seminggu kunjungan peserta OSTW di Jepang. Pada awal program, para peserta OSTW belum memiliki sebuah gambaran yang utuh mengenai apa yang dimaksudkan dengan diplomasi publi, kebijakan luar negeri, people-to-people contact dan sebagainya. Meskipun para peserta OSTW adalah pemenang olimpiade internasional yang tentunya sudah memiliki pengalaman pergi ke luar negeri, tetapi dalam kapasitasnya sebagai peserta OSTW, tetap saja ini memberikan suatu pengalaman tersendiri. Dari kesan-kesan yang disampaikan oleh para peserta OSTW 2012, kita menangkap adanya pengembangan wawasan yang lebih luas dengan adanya program seperti ini, dimana para peserta dapat mengambil nilai-nilai positif dari tempat-tempat yang dikunjungi. Ketika kita melakukan kunjungan ke luar negeri, teman-teman di luar negeri pada umumnya menyampaikan pujian dan pandangan yang positif kepada Indonesia. Sementara disisi lain, media kita justru sebaliknya, mereka lebih sering menampilkan sisi negatif dan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia, sehingga terkesan bahwa setiap hari negara kita penuh dengan permasalahan. Mungkin memang benar bahwa ada masalah, tapi hidup itu memang tidak akan pernah terlepas dari suatu permasalahan. Prof. Dorojatun pernah menyatakan bahwa permasalahan adalah suatu hal yang normal, dan kalau kita tidak menghadapi masalah berarti kita sudah tidak hidup lagi. Jadi masalah adalah suatu yang wajar, tinggal bagaimana kita menyikapi dan menghadapi masalah tersebut. Masyarakat luar negeri, memuji dan
No. 57 Tahun V
Masyarakat luar negeri, memuji dan menaruh harapan kepada Indonesia karena mereka melihat melalui pandangan mereka sendiri bahwa ‘Indonesia is Great’. Mereka tidak mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang ramah dan memiliki harapan, melainkan sebagai ‘the great nations’. Mudah-mudahan melalui program OSTW ini kita bisa melihat, merasakan dan menjiwai Indonesia sebagai ‘the great nations’ sehingga kita dapat bersama-sama membangun negeri ini.
menaruh harapan kepada Indonesia karena mereka melihat melalui pandangan mereka sendiri bahwa ‘Indonesia is Great’. Mereka tidak mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang ramah dan memiliki harapan, melainkan sebagai ‘the great nations’. Mudah-mudahan melalui program OSTW ini kita bisa melihat, merasakan dan menjiwai Indonesia sebagai ‘the great nations’ sehingga kita dapat bersama-sama membangun negeri ini. Melalui program ini, wawasan dan juga jaringan para peserta menjadi lebih luas, karena diharapkan bahwa para
peserta OSTW tetap menlajin hubungan dengan rekan-rekan yang mereka temui selama kunjungan ke luar negeri. Berakhirnya acara OSTW 2012 ini bukan berarti bahwa selesai disini saja, melainkan kita harapkan ada forum-forum lanjutan yang dapat mempertemukan seluruh peserta OSTW untuk dapat tetap melakukan diskusi, baik dengan sesama peserta, Kemlu, ataupun rekan-rekan di luar negeri. Melalui program OSTW ini kita juga melihat adanya peningkatan rasa nasionalisme dari para peserta. Sehingga kepada para peserta yang kebetulan belum terlalu
mendalami mengenai kebudayaan Indonesia yang begitu luas dan beragam dapat lebih meningkatkan pemahaman dan keterampilan yang dimiliki. Kebudayaan itu sangat luas, jadi bukan hanya sekedar bisa menari, menyanyikan lagu daerah atau memainkan alat music tradisional, tetapi juga tentang bagaimana kehidupan dan sejarah bangsa kita. Dan dengan semua bekal yang ada tersebut, diharapkan para peserta OSTW dapat melihat hal ini secara positif dan bias membawa bangsa dan Negara ini menjadi lebih baik kedepannya.
Dok. diplik
Direktur Diplomasi Publik
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi l e n s a
19
P3K2 Asia, Pasifik dan Afrika (Aspasaf) Melakukan Kajian Isu-Isu Strategis Tahun 2011 yang lalu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan (P3K2) Asia, Pasifik dan Afrika (Aspasaf) menyelesaikan kajian mandiri dengan judul “ASEAN Connectivity in Indonesian Context: A Preliminary Study on Geopolitics of Hydropower and Maritime Transport” (revised edition – December 2011, ISBN 978-602-99703-1-9). Kajian mandiri merupakan telaahan tentang suatu isu (pokok kajian) di kawasan tertentu, dimana Indonesia memiliki kepentingan strategis terhadap isu tersebut. Disebut “mandiri” karena para investigator-nya adalah para staf P3K2 Aspasaf sendiri, yang memang telah dibekali dengan teknis-teknis penelitian lapangan. Dalam melaksanakan kajian mandiri, Tim Investigator P3K2 Aspasaf mendapat dukungan dari para facilitator, yaitu para Kepala Perwakilan RI, dimana field study dilaksanakan, serta para advisors dan reviewers, yang terdiri dari para pejabat dan pakar, baik dilingkungan Kemlu, maupun dari luar. Selain kajian mandiri yang bersifat strategis, P3K2 Aspasaf juga merumuskan kajian-kajian problem solving yang bersifat praktis, dalam bentuk briefing notes maupun kertas rekomendasi lainnya. Kajian P3K2 Aspasaf yang sudah dicetak dalam bentuk buku tersebut, menyoroti pembangunan Konektivitas ASEAN, terutama perbedaan antara laju pembangu-
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
nan konektivitas di ASEAN bagian Barat (continental-ASEAN) dan ASEAN bagian Timur (insular-ASEAN). ASEAN bagian Timur terdiri dari Kepulauan Filipina, Serawak, Sabah, Brunei, dan Kawasan Timur Indonesia. Papua mendapat sorotan khusus dalam kajian ini Kajian tersebut difokuskan pada konektivitas maritim serta konektifitas institusional penunjangnya. Sebagai Negara Kepulauan, kepentingan Indonesia dalam pembangunan ekonomi maritim sangat besar, terutama untuk mensinergikan antara ASEAN Connectivity dengan MP3EI. Argumentasi utama yang dikemukakan dalam buku ini adalah, pertama, diperlukan economic pull factor untuk mempercepat pembangunan konektifitas di ASEAN bagian Timur. Tersedianya bahan baku energy mix (hydro dan batu-bara), terutama di Kawasan Kalimantan, Maluku, dan Papua, dapat digunakan sebagai pull-factor untuk menarik datangnya energy-intensive industry, misalnya smelter, ke Kawasan tersebut. ASEAN perlu belajar dari pengalaman industrialisasi di Tennesse Valey, USA, dan di Serawak, Malaysia, yang digerakkan oleh pull-factor berupa tersedianya renewable energy yang murah dan melimpah. Kedua, bila pull factor (dalam hal ini energy mix), dan pengembangan konektivitas institusional terkait (misalnya perijinan, insentif, dll) telah berhasil menarik datangnya industri, maka akan terjadi peningkatan
”
aktifitas ekonomi di Kawasan ASEAN bagian Timur, termasuk Papua, yang akhirnya, sesuai dengan tuntutan kebutuhan bisnis, akan mendorong pembangunan konektivitas di Kawasan tersebut; Ketiga, dengan dicapainya komitmen East Asia Summit di Bali pada akhir tahun 2011 yang lalu, maka China, Jepang, Korea, India, Australia, New Zealand, Russia, dan AS akan membantu implementasi ASEAN Connectivity, melalui skema Public Private Partnership (PPP), yang saat ini juga tengah dikembangkan di Indonesia. Komitmen ini diharapkan akan mendorong investasi di bidang pembangunan infrastuktur lintasbatas, yang tidak saja akan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi di ASEAN bagian Timur, tetapi juga di Kawasan Timur Indonesia, khususnya Papua. Studi lapangan dalam kajian ini sepenuhnya dilaksanakan oleh para diplomat muda yang penuh dengan dedikasi dan semangat menjelajah yang tinggi. Mereka melakukan lebih dari 70 wawancara dengan pakar, pelaku bisnis, tokoh masyarakat, dan pejabat tinggi di Kawasan ASEAN. Mereka juga melakukan 15 field researches di Asia Tenggara, termasuk di pedalaman Papua, bahkan juga di Queensland, Papua New Guinea, dan Fiji. Sebagai bagian dari academic exercise, hasil kajian telah dipresentasikan di Chulalongkorn University (Bangkok), Vietnamese Diplomatic Academy (Hanoi), University of
Papua New Guinea (Port Moresby), University of Cenderawasih (Jayapura), University of South Pacific (Suva), University of Pretoria (Pretoria), dan ISEAS (Singapore). Buku ini telah diluncurkan oleh Wamenlu pada bulan Agustus 2011. Perwakilan Library of Congress di Kedubes Amerika Serikat di Jakarta meminta 18 buku untuk dikirimkan ke berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset di Amerika, Belanda, dan Singapura.. Kedubes Australia dan Russia juga mengajukan permintaan serupa. Direktorat Kerja Sama Ekonomi ASEAN mengirimkan sekitar 30 buku kepada anggota ASEAN Connectivity Coordinating Committee dan juga kepada Wamen BAPPENAS. Lembaga Administrasi Negara meminta beberapa copy untuk kepentingan kajian mereka. Pimpinan Kemlu memutuskan agar buku tersebut dibagikan kepada peserta Raker Kepala Perwakilan di Jakarta pada awal tahun ini. Kajian Mandiri P3K2 Aspasaf lainnya adalah “Expanding Opportunities: Integrating Indonesian Economic Corridors into ASEAN Market” (published December 2011, ISBN 978-602-99703-2-6). Saat ini, P3K2 Aspasaf sedang menggarap kajian mandiri dengan judul: “Exploring Africa: Mainstreaming Indonesia’s Economic Diplomacy in Non-Traditional Markets”. Kajian mandiri selalu ditulis dalam bahasa Inggris, untuk memenuhi kepentingan ‘pasar’ domestik dan internasional.[]
Studi lapangan dalam kajian ini sepenuhnya dilaksanakan oleh para diplomat muda yang penuh dengan dedikasi dan semangat menjelajah yang tinggi. Mereka melakukan lebih dari 70 wawancara dengan pakar, pelaku bisnis, tokoh masyarakat, dan pejabat tinggi di Kawasan ASEAN.
” No. 57 Tahun V
Diplomasi
20
S o s o k
Dr. Siswo Pramono, SH., LLM. Kepala P3K2 Aspasaf “Saya ingin agar P3K2 Aspasaf menjadi think-tank yang produktif dan berkualitas. Kami sedang membenahi sistem kerja dan meningkatkan kemampuan staf, supaya mampu menghasilkan rekomendasi yang bermutu dan bermanfaat bagi Kemlu. Saya sangat senang dan mendukung bila staf P3K2 Aspasaf berkesempatan belajar, di dalam maupun di luar negeri, untuk meningkatkan kemampuan pengkajian” demikian ung-
No. 57 Tahun V
Diplomat Peneliti
kapan keinginan Kepala P3K2 Aspasaf, cah ndeso yang dibesarkan di desa Kepatihan, Tulungagung ini. Menjadi diplomat, menurut Pak Siswo, bukanlah cita-citanya, karena ia tidak tahu soal diplomat. Namun karena berhasil meraih ranking 1 waktu SMA, pak Siswo lantas diterima di Universitas Airlangga dan kemudian memperoleh beasiswa dari Kemlu. Setelah lulus, diplomat yang sempat bekerja serabutan
dan membantu memasarkan dagangan ayahnya di Surabaya ini diminta untuk masuk Kemlu. Selama 26 tahun bekerja di Kemlu, diplomat yang ramah dan santun ini telah ‘terbina’ menjadi ‘diplomat-peneliti’. Pak Siswo betul-betul merasakan sebagai seorang ‘diplomat’ ketika tugas penempatan di Jerman dan Belanda. Kemudian menjadi ‘peneliti’ ketika ditarik ke Pusat dan di tempatkan di Litbang (sekarang BPPK) dan tidak pernah ke satker lain. Bagi Pak Siswo ini merupakan sesuatu yang ‘aneh tapi nyata’. Namun demikian, diplomat yang punya hobby driving dan menulis ini tetap mensyukuri semua itu, apalagi karena Litbang-lah yang mendukungnya untuk tugas-belajar di Australia. Pak Siswo meraih Post-Graduate Diploma di ANU, Canberra, lalu Master of Law di Monash University, dan PhD on political science di ANU. Pada saat mengambil program S-3 inilah, peraih penghargaan High Commendation-Dialogica Award untuk penulisan karya ilmiah-populer ini berkenalan dengan seorang dosen kimia ITB yang kemudian berhasil juga dijadikannya sebagai istri. Bagi pak Siswo, Australia memang penuh dengan kenangan manis. “Saya bekerja dalam team-work. Karena itu prestasi yang terbangun adalah prestasi-nya team. Dan saya selalu memupuk comradeship diantara anggota team”, ungkap pak Siswo menanggapi berbagai keberhasilan yang diraih P3K2 Aspasaf, termasuk keberhasilan dalam melakukan kajian mandiri ASEAN Connectivity. “Semuanya berkat persiapan dan perencanaan yang matang, dan merupakn prestasi team-work P3K2 Aspasaf secara keseluruhan” imbuhnya. Diplomat yang suka sekali warawiri dengan mobil Katana nya ini pernah nyetir sendiri dari pulau Capri (Italia Selatan) hingga ke Bergen (Norwegia) ditemani dengan sang istri yang menjadi navigator-nya. “Banyak aspek sosial-budaya yang menarik yang dapat memperkaya wawasan kami, selama kami melakukan traveling” kata diplomat yang juga aktif menulis di beberapa surat kabar dan jurnal ini. “Selain nulis, saya juga ngajar, karena keduanya penting untuk mengaktualkan pengetahuan. Saya mengajar mata kuliah hubungan internasional di Universitas Paramadina, dan, kalau pas ke Papua, juga mengajar di Universitas Cenderawasih. Mengajar, adalah bentuk
komunikasi saya dengan generasi masa depan” jelas diplomat yang selalu mengupayakan dinner bersama keluarga ini. Jika tidak sempat camping atau outbond bersama, sekedar ngobrol sambil minum kopi di tempat yang menik-menik (romantis) adalah rutinitas yang dilakukan pak Siswo bersama keluarga untuk mengisi waktu luang dan mensyukuri hidup. Sedangkan rutinitasnya setiap pagi adalah melakukan senam, stretching, sit-up, dan push-up, selama 30 menit sebelum berangkat ke kantor. Pak Siswo dan istri juga gemar ballroom dancing, atau poco-poco, karena aktivitas ini menyehatkan. Diplomat yang mengaku sebagai keturunan pithecanthropus erectus Javanicus ini memilih buah dan sayur sebagai makanan pokoknya, dan hampir setiap weekend melakukan wisata kuliner bersama keluarga. Biasanya ke warungwarung di sekitar TIM karena bisa sekalian nonton bioskop, atau ke Bandar Jakarta untuk makan seafood. Menyikapi peran Indonesia di kancah global sekarang ini, pak Siswo menjelaskan bahwa keanggotaan Indonesia di G-20, dengan GDP lebih dari 700 miliar Dollar AS, dan GDP Perkapita 3.500 Dollar AS, merupakan modal untuk meningkatkan peran Indonesia di dunia internasional. Namun demikian pak Siswo mengingatkan agar kita jangan myopic terhadap kepincangan domestik yang luar biasa saat ini, dan kita harus mampu mengatasinya. “Pembangunan ekonomi adalah tanggungjawab semua pemangku kepentingan di Nusantara ini. Namun, diplomasi ekonomi harus mampu membantu mendatangkan kesejahteraan riil di Kawasan Timur Indonesia. Itulah tantangan utama bagi kita semua. Hanya kalau kita sudah mampu mengatasi kepincangan struktural itu, barulah kita bisa bertindak atas nama Nusantara seutuhnya. Dan barulah Indonesia bisa berperan secara lebih substantive, bukan sekedar posturing atau pencitraan semata, di dunia internasional. Diplomat harus menyadari betul kegentingan masalah ini; dan harus berjuang secara militant menghapuskan ketidak-adilan sosial itu. Walaupun tantangannya berat, tapi jangan berkecil hati, apalagi patah semangat. Dimana ada kemauan, di situ ada jalan” ungkap pak Siswo menutup perbincangan.
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Diplomasi k
i
l
a
s
21
Indonesia, Laboratorium Sosial Raksasa Dengan Ekonomi Satu Triliun Dolar
Majalah The Economist menyebut ekonomi Indonesia sebagai ekonomi Komodo, yaitu spesies kadal raksasa kami yang unik. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan perekonomian yang lincah, ulet, mengambang dan (ternyata) tangkas.Tapi sayangnya, Komodo juga bisa menggigit. Pencapaian ini bukanlah sebuah keberuntungan, melainkan hasil dari kerja keras pemerintah dan sektor swasta. Banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kami yang telah diprivatisasi atau menjadi perusahaan publik. Hal ini guna meningkatkan tata kelola dan profesionalisme perusahaan, dimana enam BUMN kami masuk kedalam 500 perusahaan global terkaya. Namun Indonesia memiliki lebih banyak hal yang menjanjikan. Jumlah konsumen, infrastruktur, dan sektor sumber daya yang akan terus tumbuh dengan pesat dan memberikan peluang bagi investasi dan perdagangan. Jumlah konsumen Indonesia yang besar dan kelas menengah yang terus tumbuh adalah data yang bagus. Tapi patut dipertimbangkan juga bahwa saat ini Indonesia hanya mengkonsumsi 7 Kg daging per kapita per tahun. Jika dibandingkan dengan Malaysia yang mengkonsumsi 47 Kg daging per kapita per tahun, potensi pertumbuhan yang dimiliki Indonesia sangatlah jelas. Sektor keuangan kami juga patut dipertimbangkan. Indonesia memiliki sektor perbankan dengan kapitalisasi dan regulasi yang sangat baik serta memiliki 120 bank yang aktif di pasar. Oleh karena itu ironis jika jumlah kartu kredit yang ada di pasar jumlahnya kurang dari 15 juta dan hanya dimiliki oleh 7 juta orang. Model statistik seperti ini juga terjadi di seluruh sektor
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
keuangan – personal loan, asuransi jiwa, sekuritas, dan sebagainya. Di sektor pariwisata, potensi yang dimiliki Indonesia tidak terbatas dan nyaris tidak tersentuh. Dengan lebih dari 13.000 pulaupulau tropis, para pengunjung dan investor akan selalu menemukan sebuah karang yang masih alami atau pantai tersembunyi yang menunggu untuk ditemukan. Indonesia juga memiliki kebutuhan yang luar biasa di bidang infrastruktur. Bahkan, ini merupakan kendala yang sangat menghambat pertumbuhan kami. Berdasarkan proyeksi kami, Indonesia akan membutuhkan 25.000 Megawatt daya tambahan pada tahun 2020, sekitar setengah dari kebutuhan ini akan dipenuhi dari energi panas bumi terbarukan. Indonesia juga membutuhkan lebih dari 10.000 km jalan tambahan dalam beberapa tahun kedepan, antara lain juga bandara, pelabuhan, dan sistem kereta api baru. Dan pemerintah berkomitmen untuk menerapkan public-private partnership dalam mengembangkan hal ini dan juga proyekproyek infrastruktur lainnya. Selama bertahun-tahun kita telah melihat begitu banyak terobosan dan kesalahan yang dilakukan oleh berbagai pemerintahan dan perusahaan yang berbeda-beda di seluruh dunia. Dan pengalaman-pengalaman ini telah didokumentasikan dengan baik dan diteliti secara ekstensif. Secara intelektual, Indonesia merupakan laboratorium sosial raksasa dengan ekonomi satu triliun dolar dan demokrasi yang masih muda, masih dalam proses transisi yang begitu masif dari suatu rezim yang sangat sentralistik dan otoriter, menuju ke desentralisasi dan demokrasi yang penuh semangat. Indonesia adalah tempat dimana kekuatan intelektual dan persaingan kebijakan sosial-politik dan ekonomi diletakkan dalam sebuah praktek. Indonesia merupakan tanah yang sangat subur untuk penyelidikan akademis. Karena itu saya ingin menyerukan kepada Wharton School untuk menyediakan dana riset bagi fakultas di Philadelphia guna mempelajari Indonesia sehingga memungkinkan dilakukannya kerjasama lebih lanjut dengan rekan-rekan akademisi di berbagai universitas di Indonesia. Dana tersebut dapat memfasilitasi fakultas, mahasiswa dan alumni untuk mengkontribusikan sebagian waktu mereka untuk bekerja pada isu-isu kebijakan publik kami. Dampak dari upaya tersebut
Boediono
Wakil Presiden RI Dok. bisnis-kti.com
Dalam krisis keuangan di Eropa saat ini, Indonesia tetap berhasil menata kunci pertumbuhan GDP nya hingga lebih dari 6%, dimana sejumlah pemerintahan di kawasan lainnya berharap bisa membubuhkan keberhasilan ini ke dalam rapor mereka.
bagi Indonesia dan Wharton tentunya tidak dapat diremehkan. Saya yakin bahwa dana penelitian tersebut dapat diandalkan dari dukungan keuangan dari teman-teman, baik dari Wharton maupun Indonesia. Seruan saya untuk pelayanan publik juga meluas ke alumni-alumni kita di Indonesia, sehingga sekarang ini beberapa di antara mereka aktif bekerja di sektor publik. Pemerintah dan BUMN kami terbuka bagi para mantan pengusaha dan akademisi, dimana Anda dapat berkontribusi untuk
membangun Indonesia. Wharton terkenal dengan komitmennya untuk perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan senang hati saya mencatat dan mengucapkan terima kasih atas komitmen kelembagaan Wharton pada topik penting ini melalui karya fakultas dan terutama adalah inisiatif untuk kepemimpinan lingkungan pada lingkup global. (Disunting dari pidato Wakil Presiden RI pada pembukaan Wharton Global Alumni Forum, Jakarta, 22/6/12)
No. 57 Tahun V
Diplomasi
22
k
i
l
a
s
FORUM DISKUSI INTELIJEN PEMBEKALAN DIPLOMAT RI TAHUN 2012
“Pentingnya Sinergi dan Jejaring bagi Diplomat Indonesia dalam Penanganan Pelarian Tersangka Kriminal ke Luar Negeri”
No. 57 Tahun V
Dok. dit. kamdip
kerja sama internasional seperti ini juga berlaku untuk jenis kejahatan lain, seperti kejahatan terorisme, korupsi, maupun tindakan pidana kriminal lainnya. Hal ini juga didukung dengan pemaparan oleh Deputi Kerja Sama Internasional dari BNPT, bahwa dalam penanganan tindak kejahatan terorisme senantiasa bekerja sama dengan pihak pemerintah asing. Selain itu, diplomat juga dapat berperan dalam deradikalisasi dan kontra-radikalisasi melalui perwakilan RI di luar negeri dengan lebih meningkatkan intensitas pembinaan dan juga dialog dengan mahasiswa Indonesia di luar negeri. Dalam kaitannya dengan penanganan pelarian tersangka kriminal ke luar negeri, pihak Interpol menekankan pentingnya peranan Perwakilan RI sebagai filter terdepan dalam penanganan tersebut. Pihak KPK sendiri menyampaikan bahwa para diplomat Indonesia harus lihai dalam menggunakan dua jalur penangan kasuskasus kriminal lintas batas, yaitu melalui jalur formal dan/atau jalur informal. Kedua jalur tersebut, dapat digunakan dengan menjalin hubungan yang baik dengan para stakeholders terkait di negara akreditasi sehingga membangun trust untuk mempermudah penanganan kasus-kasus yang mendesak. Hal yang jangan sampai dilupakan juga oleh diplomat di Perwakilan adalah mengenai pentingnya penguasaan terhadap aturan hukum nasional setempat. Dengan memahami hal itu, diplomat dapat membaca situasi dan memberikan rekomendasi yang patut jika seandainya ada kasus terjadi di negara akreditasi mereka. Selain itu, sinergi antar setiap instansi yang terlibat dalam kasus kejahatan lintas batas mutlak diperlukan, dan kunci utamanya adalah dengan information sharing dan trust, baik secara formal maupun informal. Nantinya, para diplomat yang ditempatkan di luar negeri akan berperan sebagai mata dan telinga dan harus secara aktif mencari informasi maupun bantuan teknis.[] (Sumber : Direktorat Keamanan Diplomatik).
Dok. dit. kamdip
Kegiatan yang diselenggarakan ini mengundang sejumlah narasumber dari instansi-instansi pemerintah yang strategis dalam isu penanganan kejahatan lintas batas seperti Komjen Pol. Gories Mere, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) didampingi oleh dua Deputi yaitu Dubes Bali Moniaga dan Irjen Pol. Benny Mamoto, lalu Dubes Harry Purwanto, Deputi Kerja Sama Internasional dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Giri Suprapdiono dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan AKBP Leo Andi Gunawan dari Sekretariat NCB-Interpol. Selain itu juga diisi oleh Dr. Sigit Riyanto, pakar akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Shanti Damayanti, dari Direktorat Perjanjian Internasional Politik dan Keamanan Wilayah (PI Polkamwil) Kementerian Luar Negeri. Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) Duta Besar A.M. Fachir menyampaikan mengenai adanya keterkaitan antara kejahatan lintas batas di satu negara dengan negara lain yang menuntut diplomat RI selaku pelaksana diplomasi untuk sekurangkurangnya memahami, kalau perlu ikut serta dalam penanganan kejahatan lintas batas. Dirjen IDP juga mengapresiasi acara ini, yang dianggap sebagai wadah penting dalam meningkatkan sinergi dan jejaring komunikasi yang kuat antara Kemlu dengan instansi-instansi terkait di dalam negeri untuk penanganan kejahatan lintas batas, utamanya dalam kasus pelarian tersangka kriminal ke luar negeri. Pemaparan dari Kepala BNN menyampaikan bahwa narkoba merupakan kejahatan lintas negara yang memerlukan penanganan serius. Saat ini Indonesia selain menjadi negara konsumen, juga telah menjadi negara produsen narkoba, dan untuk mengatasinya perlu terus dikembangkan kerja sama internasional baik pada tingkat bilateral, regional maupun global. Pada bagian inilah peranan dari para diplomat RI harus terlibat dalam pemberantasan kejahatan narkoba yang semakin membahayakan. Peningkatan peran diplomat dalam
Dok. dit. kamdip
DIREKTORAT Keamanan Diplomatik kembali menyelenggarakan Forum Diskusi Intelijen Pembekalan Diplomat dengan tema “Peningkatan Pemahaman Diplomat Indonesia dalam Penanganan Permasalahan Pelarian Tersangka Kasus Kriminal ke Luar Negeri dalam Konteks Kerja Sama Internasional” di Yogyakarta pada tanggal 2-4 Juli 2012. Kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan pembekalan kepada para peserta mengenai kasus-kasus dan mekanisme penanganan pelarian tersangka di luar negeri ini diikuti oleh 57 peserta yang terdiri dari diplomat di Kemlu RI dan juga pejabat di lingkungan provinsi DIY.
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
Respon Jepang Terhadap OSTW Sangat Baik
OSTW Menggugah Nasionalisme
Hikmawaty Sabar
Muhammad Subarkah
?
23
apa
kata
Hukum Bisnis, Universitas Indonesia
mereka
Dok. diplomasi
Dok. diplomasi
Mungkin bukanlah hal yang mudah bagi kami sebagai orang’biasa’ bisa bertemu dengan orang-orang penting di Jepang, seperti mantan PM Jepang, anggota parlemen Jepang, dan juga berkunjung ke beberapa perusahaan terkenal Jepang, seperti Toyota, J-Power dan lain sebagainya, serta berinteraksi langsung dengan para pejabat Jepang. Saya pikir ini adalah suatu hal yang sangat membanggakan. Selain memperkenalkan tentang Indonesia, melalui program OSTW ini kita juga dapat belajar dari negaranegara lain. Dan saya pikir pemilihan Jepang sebagai negara tujuan yang dikunjungi oleh para peserta OSTW 2012 adalah sangat tepat, karena kemajuan Jepang memang pantas untuk ditiru oleh negara-negara lain. Sebagai negara dengan teknologi yang maju dan modernisasi yang cepat, ternyata Jepang juga berhasil mempertahankan kultur budayanya. Cukup banyak nilainilai keteladanan di Jepang, seperti sifat sabar, pekerja keras, saling menghargai dan menghormati, yang perlu kita contoh. Respon masyarakat Jepang terhadap para peserta OSTW juga sangat baik, mereka sangat tertarik melihat kami yang memiliki kapabilitas dan kreatifitas yang tidak kalah dengan mereka. Apalagi memang hubungan bilateral antara Indonesia-Jepang berjalan sangat baik, begitu pula dengan hubungan kekerabatan. Mereka melihat Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan mampu menjaga nilai-nilai budaya, agama dan keragaman.[]
Program OSTW ini benar-benar telah menggugah rasa nasionalisme saya selaku orang Indonesia. Jujur saja, bahwa sebelum ini saya termasuk orang yang agak pesimis dengan Indonesia, dan juga tidak terlalu attach dengan Indonesia. Tetapi ketika saya berada di dalam program OSTW dan melihat semua orang yang ada di dalam program ini, saya melihat bahwa Indonesia memiliki masa depan yang sangat cerah. Artinya bahwa Indonesia memiliki cukup banyak orang-orang yang sangat kuat di bidang sosial, teknologi dan juga sains, saya merasa kalau kita semuanya benar-benar diperkuat dan dipacu untuk lebih baik lagi, adalah hal yang sangat mungkin bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju sejajar dengan Jepang. Saya kira yang perlu kita lakukan sekarang ini adalah mengimplementasikan hal-hal baik yang ada di Jepang. Saya melihat para pelajar dan mahasiswa di Jepang sangat serius ketika mereka belajar dan beraktifitas di kampus. Masyarakat Jepang sangat tekun dan gigih disamping juga sangat disiplin. Saya kira itu adalah yang perlu kita lakukan di Indonesia. Disamping itu, untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara maju, tentunya tidak cukup hanya dilakukan oleh satu-dua orang saja melainkan oleh semua orang, terutama para pemuda. Kita harus berusaha bagaimana caranya agar bisa setara dengan Jepang. Untuk kedepannya, saya bertekad akan berkontribusi bagi pembangunan dan pengembangan negeri ini, apapun nantinya profesi yang saya pilih.[]
OSTW MENGINSPIRASI GENERASI MUDA UNTUK LEBIH BERPRESTASI Muhammad Luthfi Nurfakhri SMA Negeri 1 Bogor
Dok. diplomasi
Saya kira program yang hebat ini (OSTW) perlu terus dilanjutkan, karena ini menjadi pionir bagi para peserta OSTW untuk dapat merubah Indonesia menjadi sebuah negara yang lebih baik kedepannya. Meskipun upaya ini dimulai dari hal-hal yang kecil, tetapi memiliki dampak yang besar bagi pengembangan Indonesia kedepan sehingga bisa dilihat oleh dunia internasional bahwa Indonesia memang memiliki potensi yang bagus. Karena kami adalah para pelajar outstanding, maka saya berharap agar para peserta OSTW 2012 ini nantinya bisa menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing, sehingga dengan demikian bisa mempengaruhi orangorang Indonesia untuk menjadi lebih
baik. Cerminan seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu merubah Indonesia menjadi lebih baik dalam hal karakter maupun penguasaan teknologi. Dari segi SDM kita memang harus menambah jumlah orang-orang yang berkualitas, yang mewakili setiap bidang. Yang ada saat ini masih bersifat general, padahal kalau kita ingin memfokuskan diri menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing, kita harus lebih detil dan membutuhkan orangorang berkualitas yang lebih banyak lagi, karena dengan semakin banyaknya orang maka akan semakin banyak pula pemikiran-pemikiran yang muncul, sehingga wawasan kita juga menjadi lebih terbuka.[]
Dok. diplik
Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar
Diplomasi
Peserta OSTW 2012 bersama Duta Besar RI untuk Jepang , Muhammad Lutfie dan Istri. sebelumnya para Peserta telah bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Jepang, Anggota Parlemen dan Akademisi.
15 JULI - 14 AGUSTUS 2012
No. 57 Tahun V
No. 21, Tahun
Diplomasi No. 57 Tahun V, Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2012
http://www.tabloiddiplomasi.org
TABLOID
Media Komunikasi danInteraksi Interaksi Media Komunikasi dan www.tabloiddiplomasi.com
Kedaulatan NKRI
Menlu RI :
Bagian Penting Diplomasi InternasionalMengenang Kita Seratus Tahun Moham
Kontribusi Isla Dan Demokras Dalam Memban Indonesia
Darwin, Australia: Setiap menjalin kerja sama strategis dan dalam diplomasi internasional, Indonesia menekankan pentingnya negara lain mengakui keutuhan dan kedaulatan negara. Hal itu pula yang ditekankan Presiden kepada Australia dan negara-negara kawasan Pasifik Barat Daya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini dalam keterangan pers kepada media Indonesia di Hotel Crowne Plaza, Darwin, Australia, Rabu (4/7) pukul 08.00 waktu setempat. Keterangan pers diberikan sebelum meninggalkan Darwin untuk seterusnya menuju Waingapu, Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). “Dalam konteks kerja sama dan kemitraan, diplomasi internasional kita, dalam konteks geopolitik, harus dikaitkan dengan kedualatan bangsa. Di kawasan Pasifik Barat Daya diplomasi kita adalah untuk menyampaikan bahwa negara di kawasan menghormati kedaulatan negara serta keutuhan Indonesia,” kata Presiden SBY. “Dengan Australia, diplomasi awal kami --saya bekerja keras bersama pemerintahan yang saya pimpin waktu itu, alhamdulilah pada tahun 2005 menghasilkan Australia-Indonesia Comprehensive Partnership,” Presiden SBY menambahkan. Dalam kemitraan komprehensif dengan Australia,
lanjut SBY, disebutkan secara eksplisit bahwa Australia mendukung penuh kebijakan dan keutuhan wialyah kita. “Dua tahun kemudian kita menghasilkan Lombok Treaty sebagai bentuk rujukan kerja sama kita di bidang pertahanan dan keamanan,” SBY menambahkan. Dalam pembicaraan dengan PM Australia Julia Gillard dan Chief Minister Northern Territory Paul Henderson, sikap keduanya jelas, yakni mendukung penuh kedaulatan Indonesia. Kepada Gillard dan Henderson, Presiden juga menyampaikan sikap pemerintah Indonesia dalam persoalan Papua. “Saya katakan Papua adalah wilayah sah NKRI, kami terus melakukan segala sesuatu untuk membawa kesejahteraan, keadilan, dan sejumlah upaya nasional yang lebih baik lagi untuk Papua,” Kepala Negara menjelaskan. (dit)
Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Pers TKI di Malaysia Den Kepala Dingin
Kebudayaan, Fondasi Memperkuat Hubunga RI - Suriname
Nia Zulkarna Dok. presidensby.info
Sumber: presidensby.info.
“KIN
Film Bertema Bulutang Pertama di Du
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
Direktorat Diplomasi Publik
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3858035
http://www.tabloiddiplomasi.org
[email protected]