Diplomasi
No. 91
TABLOID
No. 91 TAHUN VIII
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Tahun VIII
15 agustus - 14 september 2015
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl. 15 agustus - 14 september 2015
www.tabloiddiplomasi.org Email:
[email protected] tidak untuk diperjualbelikan
CONGRESS OF INDONESIAN DIASPORA DIASPORA BAKTI BANGSA Wakil Presiden Jusuf Kalla :
Bangsa Ini butuh Peran Diaspora
Harmonisasi ASEAN dan Mitra Wicara dalam Pembangunan Arsitektur Kawasan Asian African Conference Commemoration Indonesia 2015
Menlu RI :
Diaspora Indonesia Memiliki Potensi Yang Bisa Diandalkan
Daftar Isi
No. 91 TAHUN VIII
Diplomasi
15 agustus - 14 september 2015 TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
fokus utama 4 Potensi Besar Diaspora Indonesia 5 Bangsa Ini Membutuhkan Peran Diaspora 7 Diaspora Indonesia Memiliki Potensi yang Bisa Diandalkan fokus 8 Empowering Diaspora Indonesia 9 Sejumlah Task Force Diaspora Telah Berpartisipasi dalam Program Pembangunan di Indonesia 10 Memaksimalkan Potensi Diaspora sorot 12 Perlu Instansi Khusus Menangani Diaspora 13 diaspora tiongkok : Tiongkok Sukses Menarik Diaspora 13 Diaspora India Mengirim Remitansi Terbesar Kedua 14 Diaspora Inggris Masih Belum Tertarik Pulang Kampung 14 Diaspora Irlandia Banyak Memiliki Karir Cemerlang 15 Diaspora Masih Dipandang Sebelah Mata 16 Taiwan dan Hongkong Pengirim Remitansi Terbesar di Kawasan Asia 16 IDBC Fokus untuk Mengangkat Dunia Bisnis Indonesia 17 Agenda Kongres Diaspora Indonesia (KDI) ke-3 18 Diaspora Indonesia Sudah Memiliki 12 Gugus Tugas 18 Kepedulian Diaspora 19 Menduniakan Kuliner Indonesia 19 Peran Diaspora Dalam Pengembangan Riset dan Beasiswa lensa 20 Culinary Heritage Merupakan Kebanggaan Bangsa 21 Harmonisasi ASEAN dan Mitra Wicara dalam Pembangunan Arsitektur Kawasan 22 Pembangunan Masjid di Indonesian Islamic Center, Kabul, Simbol Persahabatan Kedua Negara 23 Menlu RI: Sertifikat Man and Biosphere UNESCO, Bukti Kekayaan Alam Indonesia 24 ASEAN Fun Run and Carnival, Jadikan Masyarakat ASEAN 2015 Lebih Merakyat
surat pembaca Setelah membaca Tabloid Diplomasi yang mengupas masalah kesuksesan Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia (Kontingen Garuda) di berbagai Negara, serta kemampuan seluruh personil Kontingen Garuda yang tidak kalah dari pasukan Negara-negara maju, saya sungguh sangat bangga. Apalagi jika ditambah dengan fakta, bahwa pasukan Indonesia selalu merajai lomba menembak dan keterampilan militer lainnya yang diselenggarakan setiap tahun di Australia, bahkan terus menjadi juara umum selama beberapa tahun.Ini membuktikan bahwa personil militer Indonesia memang merupakan pasukan yang unggul. Selain itu, pasukan Indonesia juga didukung dengan berbagai peralatan militer yang sebagian sudah diproduksi sendiri oleh Indonesia, mulai dari peluru, senapan tempur, kendaraan tempur, kapal perang, pesawat tempur dan sebagainya. Melihat hal ini, saya kira sudah sepantasnya bagi Indonesia untuk lebih serius dalam menjaga wilayah teritorialnya.Para personil penjaga perbatasan, saya kira harus lebih ‘pede’ untuk bertindak tegas terhadap segala jenis pelanggaran perbatasan yang dilakukan oleh pihak asing, terlebih yang berkaitan dengan pencurian kekayaan sumberdaya alam. Sudah sering disampaikan bahwa Negara kita dirugikan sekian milyar
dolar oleh pihak asing dari aksi pencurian sumberdaya alam itu.Angkanya bahkan cukup fantastis, lebih besar dari APBN. Jadi kalau kita serius dalam menghadapi masalah ini, maka sudah pasti kehidupan masyarakat kita akan jauh lebih baik, karena berapa besar nilai sumberdaya yang bisa diselamatkan dari upaya pencurian tersebut. Jadi, saya kira para petugas penjaga perbatasan dan wilayah territorial RI, sudah tidak perlu ragu lagi untuk bertindak tegas terhadap segala pelanggaran perbatasan dan wilayah territorial RI yang dilakukan oleh pihak manapun. Saya yakin negara-negara yang melakukan pelanggaran dan pencurian di wilayah kita tahu betul akan kemampuan personil militer kita, dan kalau kita bertindak tegas mereka juga tidak akan berani melakukan tindakan tercela tersebut. Selama ini mereka berani melakukan pelanggaran dan pencurian tersebut dikarenakan kita sendiri yang tidak tegas dalam bertindak.Jadi sudah saatnya bagi kita sekarang untuk bertindak dan bersikap tegas terhadap siapapun yang melanggar dan melakukan pencurian di wilayah territorial kita. Bravo Tentara Nasional Indonesia, bravo tabloid diplomasi. Agung Hanggono, mahasiswa UPN Veteran, Jakarta.
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Catatan redaksi Para pembaca Tabloid Diplomasi yang terhormat, khusus pada edisi kali ini, tim redaksi menyajikan mengenai diaspora sebagai topik utama, termasuk seputar penyelenggaraan Kongres Diaspora Indonesia ke-3 di Jakarta. Diaspora terbukti memiliki peran penting dalam pemajuan sebuah bangsa, hal ini dapat kita lihat di Tiongkok dan India yang sekarang ini merupakan negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia, dan itu tidak terlepas dari kontribusi dan peran diaspora. Banyak negara sekarang ini yang berupaya memanggil pulang para diasporanya yang telah lama beremigrasi ke negara lain untuk membantu pembangunan di tanah kelahiran atau negara asal mereka. Tiongkok, India dan Brazil adalah tiga negara berkembang yang sukses memanggil pulang para diasporanya sehingga mampu melakukan lompatan kuantum dalam pembangunan ekonomi. Di Indonesia, kesadaran mengenai besarnya potensi dan pentingnya peran diaspora relatif baru muncul pada beberapa tahun terakhir. Sebagaimana diketahui, potensi diaspora Indonesia tidak sekedar berupa remitansi yang dikirim ke Tanah Air, melainkan ada banyak potensi kolaboratif dan mutual relationship yang bisa dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah, kalangan swasta, maupun berbagai komunitas yang ada di Tanah Air. Selain mengulas mengenai perkembangan diaspora Indonesia, pada edisi kali ini juga ditampilkan mengenai perkembangan diaspora negara-negara lain, khususnya negara-negara yang berhasil dalam mengembangkan potensi diaspora mereka. Hal lain yang juga kami sajikan adalah mengenai upaya para diaspora Indonesia dalam mempromosikan, memajukan dan mengangkat kuliner Indonesia ke kancah dunia. Beberapa pemikiran para chef Indonesia yang berada di luar negeri dan beberapa pemerhati masalah kuliner di Indonesia, turut kami sajikan untuk melengkapi dan memperkaya pembahasan mengenai topik kuliner Indonesia. Sebagaimana tema kongres KDI ke-3, yaitu ’Diaspora Bakti bangsa’, maka diaspora Indonesia telah menyatakan tekad untuk mempersembahkan kerja dan kontribusi kongkrit untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia melalui sebuah sinergi dengan Pemerintah RI dan berbagai pihak di Tanah Air. Disamping itu, selain menandai usainya masa bakti kepengurusan IDN Global periode 2012-2015, pelaksanaan KDI ke-3 juga menjadi moment untuk mempromosikan pariwisata Indonesia ke mancanegara. Kongres Diaspora Indonesia dinilai memiliki news values yang sangat tinggi dan besar peranannya dalam mempromosikan pariwisata Indonesia. Disamping itu, diaspora Indonesia juga diharapkan menjadi Duta Bangsa, khususnya Duta Pariwisata Indonesia di luar negeri untuk mempromosikan ’Indonesia is the Wonderful Country’. Selamat membaca dan semoga bermanfaat, salam Diplomasi.
PENANGGUNG JAWAB Duta Besar R. A. Esti Andayani (Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik) Al Busyra Basnur (Direktur Diplomasi Publik) REDAKTUR Aris Triyono PENYUNTING/EDITOR Johanes Subagia Made Josep Sitepu Eni Hartati Agus Badrul Jamal Adik Panitro Pinkan O Tulung Widya Airlangga Cherly Natalia Palijama Khariri Cahyono DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAFI Mulyanto Sastrowiranu Anggita Gumilar Jessica Clara Shinta Tsabit Latief SEKRETARIAT Orchida Sekarratri Tubagus Riefhan Iqbal Ledynce Iskandar Syahputra Suradi Suparno Iriana AS Kurnia Sari Rosidi Heri Gunawan Alamat Redaksi Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri RI, Lt. 12 Jl. Taman Pejambon No.6, Jakarta Pusat Telp. 021- 68663162,3863708, Fax : 021- 29095331, 385 8035 Tabloid Diplomasi edisi bahasa Indonesia dan Inggris dapat didownload di : http://www.tabloiddiplomasi.org Email :
[email protected] Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat Jenderal IDP Kementerian Luar Negeri R.I.
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber. wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected]
4
FOKUS UTAMA
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Potensi Besar Diaspora Indonesia Diaspora terbukti memiliki peran penting dalam pemajuan sebuah bangsa, hal ini dapat kita lihat di Tiongkok dan India. Sejumlah besar perusahaan berskala global di Tiongkok didirikan oleh para diasporanya. Demikian juga dengan India, dimana empat dari lima perusahaan IT terbesar berskala global yang ada disana merupakan sumbangsih dari para diasporanya. Sekarang ini, Tiongkok dan India bahkan berada dalam posisi sebagai negara-negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia. Di Indonesia, kesadaran mengenai besarnya potensi dan pentingnya peran diaspora relatif baru muncul pada beberapa tahun terakhir. Kongres Diaspora Indonesia I baru diselenggarakan pada Juli 2012 di Los Angeles, Amerika Serikat, dan dihadiri oleh sekitar 2000 diaspora dari 21 negara. Namun sejak kongres tersebut, semangat ke-Indonesia-an para diaspora asal Indonesia di berbagai penjuru dunia semakin menggebu. Pada Kongres Dispora Indonesia II yang bertema ‘Pulang Kampung’ dan dilaksanakan di Jakarta pada Juli 2013, jumlah diaspora yang hadir meningkat signifikan, yaitu sekitar 8 ribu orang. Kongres tersebut juga menghasilkan sejumlah kesepakatan yang menunjukkan niat para diaspora untuk bisa berperan lebih besar dalam pembangunan negeri ini. Diantaranya adalah berupa kesepakatan pembentukan 12 task force (gugus tugas) berikut program aksi yang direncanakan. Saat ini jaringan diaspora Indonesia telah berkembang, dimana sudah ada 60 chapter di 32 negara. Namun demikian, banyak pihak yang merasa belum puas dengan perkembangan tersebut. Kondisi diaspora Indonesia saat ini digambarkan masih seperti ‘thousands of unconnected dots’, dimana potensinya begitu besar tetapi kurang memiliki konektivitas, baik diantara mereka sendiri maupun dengan para pemangku kepentingan di Tanah Air. Potensi besar diaspora Indonesia secara mudah dapat dilihat dari remitansi yang dikirim ke Tanah Air. Data di Direktorat Perlindungan WNI/BHI, Kemlu RI, mencatat bahwa dari Buruh Migran Indonesia (BMI) saja, nilai remitansi pada 2014 mencapai USD 8,34 miliar atau meningkat dibandingkan pada 2013 yang mencapai USD 7,41 miliar dan USD 7,02 miliar pada 2012. Angka tersebut belum mencakup remitansi dari diaspora mantan WNI dan diaspora non-BMI seperti akademisi, profesional dan sebagainya. Remitansi yang dikirim oleh para diaspora Filipina yang hanya berjumlah 2-3 juta jiwa saja mencapai USD 25 miliar per tahun. Jika Indonesia mampu menggali potensi ekonomi para diasporanya, maka angka remitansinya bisa
ditingkatkan hingga 78% menjadi USD 40-60 miliar atau sekitar Rp 520-720 triliun per tahun. Di sisi lain, potensi diaspora Indonesia jauh lebih besar dari sekedar nilai remitansi yang dikirim ke Tanah Air. Ada banyak potensi kolaboratif dan mutual relationship yang bisa diwujudkan diaspora Indonesia dengan Pemerintah, kalangan swasta, maupun berbagai komunitas yang ada di Tanah Air. Yang penting adalah bagaimana memaksimalkan potensi diaspora untuk berpartisipasi bagi kemajuan bangsa di masa kini dan masa depan, yakni bagaimana memaksimalkan potensi diaspora untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Tanah Air, seperti masalah transportasi, energi, tata kota, pendidikan, air bersih, kesehatan masyarakat, perumahan, ketahanan pangan, limbah industri, limbah rumah tangga, penyediaan lapangan kerja dan sebagainya. Banyak sekali diaspora Indonesia yang memiliki keahlian di bidang-bidang tersebut, dan memiliki prestasi cemerlang di negara-negara dimana mereka menetap. Negara-negara seperti Tiongkok, India dan Filipina, memang telah lama memberikan
perhatian serius kepada diaspora mereka. Beberapa negara lainnya bahkan memiliki kementerian sendiri yang khusus menangani diaspora, seperti India, Bangladesh, Meksiko, Armenia, Azerbaijan, Suriah dan Georgia. Sementara di Indonesia, urusan diaspora baru mulai ditangani pada tiga tahun terakhir oleh Kemlu RI dan masih di level desk. Namun demikian, sebagaimana ditegaskan oleh Presiden IDN-Global, Mohamad Al-Arif, hal itu tidak menyurutkan tekad para diaspora Indonesia untuk berperan lebih didalam pembangunan Indonesia. Pada Kongres Diaspora Indonesia III, yang diselenggarakan di Jakarta pada 12-14 Agustus 2015 dengan tema “Diaspora Bakti Bangsa”, para diaspora Indonesia menegaskan untuk lebih fokus pada program-program yang riil dan dengan melibatkan para pemangku kepentingan di Indonesia. Sementara itu, Menlu RI, Retno LP Marsudi, menyambut baik upaya diaspora Indonesia untuk turut membantu meningkatkan perekonomian nasional, seraya berpesan agar program-program yang dilakukan dapat dirasakan hasilnya oleh masyarakat di Tanah Air.[]
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
FOKUS UTAMA 5
Bangsa Ini Membutuhkan Wakil Presiden Jusuf Kalla
Peran Diaspora
”...kita berkumpul disini dan kemudian mendengarkan tekad bahwa setelah hidup yang lebih baik namun tetap cinta Tanah Air, dan bagaimana agar apa yang diperoleh di luar negeri dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia.” Pelajaran yang kita pelajari dari banyak negara tentang pergerakan masyarakat tentu mempunyai banyak ragamnya. Kalau kita lihat di Asia, tentu saja Tiongkok, karena memang jumlah penduduknya adalah yang terbesar di dunia, maka tentunya penduduk Tiongkok yang paling banyak berada di luar negaranya. Kedua, India, karena jumlah penduduknya berada dibawah Tiongkok. Sedangkan yang berada dibawah India, atau yang ketiga terbesar jumlah penduduknya, adalah Indonesia. Kalau dilihat dari jumlah penduduk, semestinya di
Asia ini kita adalah yang ketiga terbesar yang memiliki jumlah diaspora, tetapi kita masih dibawah Filipina dari sisi jumlah remitansi. Tentunya Filipina memiliki sejarah yang lebih panjang dalam hal ini, juga selalu kita katakan adalah karena faktor bahasa. Kemudian, kita juga bersaing dengan Thailand. Tapi kalau diukur dengan jumlah rumah makan di luar negeri, rumah makan Thailand selalu lebih banyak dibanding rumah makan Indonesia. Jadi ada berbagai angka, tetapi yang pasti bahwa alasan warga negara seperti
anda semua ke luar negeri selalu secara umum adalah mencari yang lebih baik. Kalau kita lihat seperti Tiongkok, mereka ke luar negeri untuk mencari suatu kehidupan yang lebih baik. Mereka menjelajah kemanapun untuk mencari kehidupan yang lebih baik, termasuk ke Indonesia. Di India lebih unik, karena mereka mencari pendidikan yang lebih baik, dan mereka berhasil mengembangkannya lagi ketika kembali ke negerinya, sehingga Bengalore pun dikembangkan oleh diaspora India yang belajar di AS dan negara-negara lain. Jumlah diaspora Filipina juga tidak sedikit, tapi kita tidak perlu mencontoh Filipina karena kalau kita mencari eksekutif terbaik mereka jangan di Filipina tapi di luar negeri. Sehingga hal ini menyebabkan masalah di dalam negerinya, karena orang-orang terbaiknya berada di luar negeri. Kita tidak ingin orang-orang terbaik Indonesia sekolah di luar negeri, meskipun tentunya memang orang-orang terbaik dan terkuatlah yang berada di luar negeri. Hal ini tentu menjadi masalah yang selalu dihadapi negara, namun tentunya mereka selalu ingin yang lebih baik. Ada yang ingin lebih baik dalam hal pekerjaan, lebih baik dari segi pengetahuan sehingga belajar ke luar negeri, ada yang menginginkan gaji yang lebih tinggi, dan terkadang ada yang mencari suami yang lebih baik di luar negeri. Jadi, banyak variasinya tapi selalu ingin yang lebih baik. Tapi tentunya kita berkumpul disini dan kemudian mendengarkan tekad bahwa setelah hidup yang lebih baik namun tetap cinta Tanah Air, dan bagaimana agar apa yang diperoleh di luar negeri dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Kita semua menghargai cita-cita itu, karena memang merupakan suatu kebahagiaan apabila kita dapat memberikan sesuatu setelah mendapatkan pendidikan dasar yang baik dan kemudian melanglang buana mencari kehidupan, peluang, dan profesi yang lebih baik. Tentu kita dapat berbagi kepada diaspora, baik yang bersifat menetap atau permanen atau yang bersifat jangka waktu tertentu karena belajar, bekerja sebagai profesional ataupun bekerja di banyak lapangan pekerjaan di seluruh dunia. Harapan kita ialah bagaimana hal dan pengalaman yang baik itu dapat digunakan. Kedua, bagaimana kualitas karier kita di luar
6
FOKUS UTAMA
negeri juga dapat menjadi setingkat dengan karier masyarakat yang ada di berbagai negara. Kita bangga ada orang India yang menjadi Menteri dan Gubernur di AS, menjadi Presiden Pepsi Cola, Presiden Google dan sebagainya. Tentunya itu menjadi suatu kebanggaan bagi India sendiri. Menjadi harapan kita juga untuk memiliki kebanggaan seperti itu, yaitu ada orang Indonesia yang memiliki profesi seperti itu. Karena itu, jika tadi disampaikan mengenai masalah dwi kewarganegaraan, saya kira itu perlu dibahas dengan DPR. Bagi kita semua, dalam dunia yang global ini, masalah nasionalisme itu tidak lagi hanya tergantung pada selembar kertas. Kalau dulu mungkin ada yang memilih kewarganegaraan lain, tapi ternyata terbukti bahwa tidak semua yang ber KTP dan memiliki paspor Indonesia itu lebih nasionalis dibanding temanteman yang berpaspor negara lain. Agar semua dapat bermanfaat, tentunya kemudian adalah apa yang dapat kita lakukan secara bersama-sama. Pastinya adalah berusaha untuk mencapai kemajuan Indonesia. Usaha untuk memajukan suatu negara tidak terlepas dari kemampuan negara itu dalam meningkatkan teknologinya dan kemampuannya di berbagai bidang keilmuan. Tapi yang juga penting adalah keterbukaan dan pengalaman-pengalaman yang baik. Hal lain yang tidak bisa diabaikan, tentunya adalah kemampuan modal yang dapat diperoleh dari manapun, serta jaringan yang ada. Pada dasarnya, teman-teman diaspora memiliki banyak kelebihan dalam hal tersebut dan memiliki pengalaman di berbagai bidang. Sebagian diaspora adalah para profesional yang memiliki pengalaman di bidang industri, bisnis dan sebagainya, serta memiliki network yang sudah terjalin dengan baik. Network itu penting untuk kemajuan kita semua. Selanjutnya adalah, mempunyai modal yang dapat di akses, yang tentunya juga suatu hal yang penting dalam kemajuan suatu negara. Satu hal lagi yang juga penting adalah bahwa Indonesia membutuhkan akses pasar di luar negeri. Dengan pengalaman yang ada di luar negeri tentunya kita juga dapat membuka berbagai akses yang lebih baik di luar negeri, sehingga ekspor kita bisa bersama-sama berjaya. Saya melihat bahwa apabila kita membangun hubungan yang baik dengan diaspora yang ada, tentunya hal ini akan membantu dalam membuka suatu akses dan hubungan yang lebih baik dengan suatu negara. Adalah menjadi tugas kita bersama untuk menentukan bagaimana cara kita membangun negeri ini, yaitu dengan memberikan suatu ilmu yang telah diperoleh, teknologi yang telah dikuasai, modal yang dapat di akses, serta pasar yang dapat dicapai. Itulah hal-hal yang penting buat kita semua.
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Itulah berbagai pengalaman dan jaringan yang saling bermanfaat. Sebagaimana saya katakan tadi, kebahagiaan yang tertinggi adalah apabila kita masih dapat mengabdi kepada teman dan saudara, kepada bangsa kita, sehingga kita semua mendapatkan kebanggaan. Sejarah Indonesia telah membuktikan kemampuan-kemampuan kita itu. Kita tidak saja membutuhkan lapangan pekerjaan di luar negeri, tetapi juga membutuhkan akses pasar yang le-
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
perti yang dimiliki negara lain. Kita juga ingin suatu kepemimpinan politik di luar negeri sebagaimana yang dicapai oleh diaspora negara lain. Sebagaimana yang saya katakan tadi, bahwa saya sependapat dengan cara-cara dan keinginan yang disampaikan, yaitu keinginan untuk tetap mengabdi di Tanah Air dengan dwi kewarganegaraan. Tentu ini baik untuk dipertimbangkan dan diusahakan dengan UU yang ada. Tentunya ini memang membutuhkan banyak perubahan,
”...menjadi tugas kita bersama untuk menentukan bagaimana cara kita membangun negeri ini, yaitu dengan memberikan suatu ilmu yang telah diperoleh, teknologi yang telah dikuasai, modal yang dapat di akses, serta pasar yang dapat dicapai. ” bih baik. Kita butuh kebanggaan sebagai bangsa yang lebih baik, kita butuh suatu tingkatan yang lebih baik, dan sebagaimana yang saya katakan tadi, hal itu hanya dapat dicapai dengan kerja yang lebih baik. Terkadang, kalau kita berada di negara-negara tertentu, apakah itu di Timur Tengah atau dimanapun, mereka hanya menilai kita dengan banyaknya orang Indonesia yang memiliki pekerjaan yang tentunya hanya melayani golongan-golongan tertentu. Kita ingin memberikan bukti bahwa bangsa ini memiliki kemampuan lebih daripada itu semua. Kita ingin adanya pengusaha-pengusaha Indonesia yang banyak berkiprah seperti yang dicapai oleh diaspora bangsa-bangsa lain. Kita ingin memiliki profesional yang lebih baik se-
karena banyak hal yang harus kita rubah, tetapi memang semua itu bisa dirubah apabila kita semua sepakat untuk melaksanakan hal tersebut. Yang penting adalah kita semua sepakat untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, yaitu kemajuan negeri ini. Kita semua sebagai warga negara, bersama-sama akan mampu mencapai hal ini. Kongres Diaspora Indonesia tentunya merupakan wadah untuk tetap menjaga kebersamaan, saling tukar pengalaman, saling memajukan, dan saling mendorong untuk mencapai kemajuan, dan memang itulah tujuan kita sebagai bangsa. Bangsa ini selalu membutuhkan orang-orang seperti anda, yang mempunyai kemampuan, pengetahuan, dan akses yang lebih baik tetapi tetap cinta Tanah Air.[]
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
FOKUS UTAMA 7
Diaspora Indonesia Memiliki Potensi yang Bisa Diandalkan Menlu Retno LP Marsudi Pergerakan untuk mengumpulkan diaspora Indonesia adalah pergerakan yang relatif masih baru. Pada 2012, baru ada Kongres Diaspora Indonesia pertama di Los Angeles, Amerika Serikat. Kemudian pada Agustus 2013 ada acara ‘Pulang Kampung’ yang sekaligus juga Kongres Diaspora Indonesia II di Jakarta. Sekarang ada Kongres Diaspora Indonesia III yang diselenggrakan pada 12-14 Agustus 2015 di Jakarta. Saat ini memang belum ada angka pasti berapa jumlah diaspora Indonesia, karena batasan diaspora itu sendiri perlu dibicarakan kembali. Tapi secara umum, diaspora itu, pertama tentunya adalah WNI yang tinggal di luar negeri. Kedua, mereka yang terkait dengan Indonesia, terutama yang memiliki darah Indonesia. Artinya bahwa WNA juga bisa menjadi diaspora Indonesia. Dari perkembangan sampai saat ini sudah ada 60 chapter IDN (Indonesian Diaspora Network) di 32 negara. Sedangkan jumlah WNI yang berada di luar negeri adalah sekitar 4,7 juta jiwa atau 1,86% jumlah penduduk Indonesia. Tapi kalau yang lainnya dimasukkan juga, estimasi awal sekitar 8 juta jiwa. Intinya adalah bagaimana diaspora ini bisa membantu Indonesia. Itulah yang dilakukan diaspora India, Tiongkok dan sebagainya. Pertanyaannya adalah apa yang dibutuhkan Indonesia? dan potensi apa yang dimiliki oleh diaspora Indonesia? Itulah yang bisa kita cocokkan. Karena itulah, diaspora Indonesia kemudian mengembangkan Indonesia Diaspora Brain Bank yang isinya adalah data mengenai potensi diaspora Indonesia. Misalnya di Belanda, diaspora yang paling aktif adalah di bidang kesehatan dan arsitektur. Di bidang kesehatan mereka membantu pengembangan Puskesmas dan membuka program studi Bedah Plastik di Universitas Sumatera Utara. Di bidang arsitektur mereka membantu pembangunan kampung-kampung di DKI Jakarta. Sementara itu, diaspora Indonesia yang ada di Amerika Serikat memiliki kekhasan sendiri. Itulah yang coba kita padukan. Selain itu juga sudah ada sejumlah task force, diantaranya di bidang energi, ketenagakerjaan, imigrasi, kewarganegaraan, pendidikan, kuliner, perkotaan layak huni, ekonomi hijau, dan sebagainya. Di Kemlu RI, diaspora ditangani oleh seorang Staf Ahli Menlu bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya. Tapi dari sisi operasional, pengelo-
laan diaspora ditangani oleh Direktur Diplomasi Publik. Kami sedang mengusulkan satu struktur baru tapi tidak mengubah jumlah Eselon. Di Direktorat itu nanti akan ada satu Desk yang khusus menangani diaspora. Untuk saat ini sepertinya belum waktunya bagi Kemlu untuk membentuk satu Eselon I yang menangani diaspora. Jadi semuanya kami atur sesuai dengan kebutuhannya. Kalau melihat Tiongkok, mereka memang pantas untuk memiliki Eselon I yang bertanggung jawab atas diasporanya karena memang sesuai dengan kebutuhannya. Sementara, kami melihat diaspora kita masih dapat ditangani. Masalahnya, ini bukan cuma urusan Kemlu saja. Misalnya, sekarang sedang dibahas mengenai kemungkinan diterapkannya dwikewarganegaraan. Ini terkait dengan masalah imigrasi dan Kemlu masuk didalamnya, tapi kemudian bola tersebut berada di Kementerian Hukum dan HAM.
Jadi pada saat substansinya harus dibahas di kementerian masing-masing, maka Kemlu akan mengalihkan pembahasannya kepada kementerian-kementerian yang bersangkutan, Kemlu hanya semacam koordinator. Penerapan kebijakan dwikewarganegaraan memang memerlukan kajian yang mendalam mengenai dampak positif dan negatifnya, manfaatnya dan sebagainya. Ini memang sudah bergulir, tetapi belum mencapai keputusan akhir. Masalah ini sudah mulai dibahas pada Kongres Diaspora Indonesia II sekitar dua tahun lalu dan sudah dilakukan kajian serta dibahas di beberapa seminar yang melibatkan 5-6 universitas untuk bertukar fikiran. Bentuk support yang diberikan Kemlu adalah berupa pembahasan dalam rangka mempersiapkan suatu regulasi baru sesuai dengan aspirasi diaspora. Terkait hal ini, Ditjen Imigrasi telah menerbitkan surat edaran yang berkaitan dengan UU No.6 Tahun 2011 yang memberikan
8
FOKUS
kemudahan bagi eks WNI untuk bisa memperoleh Izin Tinggal Terbatas, yang kemudian langsung dapat dirubah menjadi Izin Tinggal Tetap selama lima tahun . Diaspora Indonesia memang memiliki potensi yang bisa diandalkan, dan karena itu perlu adanya terobosan. Pertama, tentunya dengan adanya Desk atau Staf Ahli yang bertanggung jawab atas diaspora. Kedua, bahwa Kedutaan kita semuanya tandem dengan teman-teman diaspora. Contohnya di Belanda, yang kebetulan adalah salah satu negara dengan konsentrasi diaspora Indonesia cukup besar. Setiap hari Rabu kami rapat di Kedutaan dengan diaspora untuk membahas soal diaspora. Selain itu, dalam setiap kegiatannya KBRI juga mengundang para diaspora. Namun terkadang, dalam setiap interaksi ada perbedaan ekspektasi. Mungkin karena teman-teman diaspora sudah terlalu lama berada di luar negeri, sehingga terkadang tidak begitu aware dengan peraturan yang ada di Indonesia. Misalnya mengenai bantuan alat-alat bekas rumah sakit, semua itu ada aturannya. Ini bukan berarti menghambat, tetapi peraturannya memang seperti itu dan diberlakukan seperti itu. Jadi, komunikasi dengan mereka memang harus berjalan terus. Kongres Diaspora Indonesia II sempat diusulkan untuk dilaksanakan di Belanda, namun saat itu saya sarankan agar dilaksanakan di Indonesia saja supaya diaspora kita bisa mengetahui Indonesia dengan matanya sendiri. Biarlah semua stakeholder yang ada di Indonesia bertemu dengan diaspora Indonesia, karena kalau mereka berkumpul di luar negeri, itu berbeda rasanya. Sekarang ini kesadaran mengenai peran diaspora sudah terasa manfaatnya, seperti misalnya adanya berbagai kerja sama sebagaimana yang saya paparkan tadi. Selama ini, sumbangan yang diberikan para diaspora memang lebih banyak berupa expertise yang mereka miliki, tapi bukan tidak mungkin kedepan ada juga kolaborasi yang berupa investasi. Namun kita belum masuk sampai kepada insentif yang akan diberikan jika mereka berinvestasi di Indonesia, karena memang kongres yang pertama itu only gathering. Kongres kedua, membawa mereka masuk untuk mendekatkan diri dengan kita. Dan kongres ketiga ini barulah memungkinkan bagi kita untuk menyiapkan strukturnya dengan lebih detail. Menurut kami, kalau dalam waktu 2-3 tahun sudah terbentuk semua task force dan kemudian mereka mulai melakukan kerja sama, itu sudah bagus. Selain di Belanda, potensi diaspora Indonesia yang cukup besar terdapat di Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Singapura, dan Qatar. Mereka adalah aset kita dan kita bisa berkolaborasi dengan mereka.[]
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Empowering Diaspora Indonesia
Dr. A. M. Fachir Wamenlu Pada 1947, pengakuan pertama terhadap kemerdekaan Indonesia adalah dari negara Mesir dimana hal itu di dorong dan di inisiasi serta dipelopori oleh diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Kemudian di ikuti oleh tujuh negara lainnya yang mengakui kemerdekaan Indonesia karena dipelopori oleh para mahasiswa Indonesia, yaitu para diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Apa yang kita lakukan sekarang adalah melanjutkan perjuangan dengan mengisi kemerdekaan, dan tentu saja setelah sebuah peristiwa sekarang ini, yaitu Kongres Diaspora Indonesia, kita menghasilkan berbagai macam rekomendasi. Tentu saja kita tidak akan berhenti pada sebuah pertemuan, melainkan akan kita tindak lanjuti. Ada tiga aspek kolaborasi yang akan kita laksanakan kedepan, pertama kita memberikan perlindungan kepada WNI dan diaspora Indonesia yang berada di luar negeri, yang mungkin tidak sedikit yang mempunyai masalah. Kita tentu tidak membedakan siapapun, kita akan memberikan perlindungan, sama seperti kita memberikan upaya pelayanan yang terbaik untuk para diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah yang banyak kita dengungkan sekarang ini, yaitu mengenai pemberdayaan atau empowe-
ring diaspora Indonesia yang juga dilakukan oleh teman-teman diaspora kedepan. Tentu saja hal ini dilakukan dengan memanfaatkan emotional rasa kebangsaan kita, yang menjadikan kita memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan dan membesarkan lagi bangsa kita ini. Terakhir, adalah mengenai data yang merupakan modal kita bersama untuk fulling concorcium, saling melengkapi, saling memberdayakan, saling menyempurnakan dan saling membantu. Data ini sangat penting, karena ada yang mengatakan 6 juta, 7 juta, 8 juta, tapi datanya mana?. Mari kita bersamasama mewujudkan data tersebut, dan Perwakilan luar negeri Indonesia di luar negeri yang mencakup 133 perwakilan siap membantu dan bersinergi dengan diaspora Indonesia. Selanjutnya, kita juga akan sampaikan hasil-hasil dari KDI ke-3 ini ke seluruh Perwakilan kita di luar negeri agar mereka memaklumi, dan segera setelah seluruh diaspora Indonesia kembali ke tempatnya masing-masing, kami harapkan untuk langsung berkomunikasi dan berinteraksi, serta sekaligus kita bahas apa yang akan kita kerjakan. Perwakilan kita di luar negeri siap melaksanakan berbagai macam rekomendasi dalam rangka kerja sama dan kebersamaan tersebut.[]
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
FOKUS 9
Sejumlah Task Force Diaspora
Telah Berpartisipasi dalam Program Pembangunan di Indonesia M. Wahid Supriyadi Staf Ahli Menlu RI Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya Desk Diaspora Indonesia di Kemlu RI sebenarnya lebih sebagai fasilitator bagi aktivitas diaspora Indonesia untuk berhubungan dengan Pemerintah ataupun komunitas lokal. Terkait penyelenggaraan Kongres Diaspora Indonesia (KDI) III, kami memfasilitasi serta mengurus rapat dengan sejumlah Kementerian dan berbagai pihak terkait lainnya. Tidak hanya sibuk dengan persiapan sebelum kongres, kami juga membentuk ’Forum Komunikasi Kementerian dan Lembaga untuk Diaspora’. Sesungguhnya di Kemlu belum ada unit atau struktur khusus untuk pengelolaan diaspora. Sementara itu, isu yang ditangani di Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya juga cukup banyak. Karena itu kami mentargetkan agar tahun ini sudah ada keputusan mengenai perubahan struktural dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI agar urusan diaspora bisa masuk dalam Direktorat Diplomasi Publik. Sekarang ini sudah cukup banyak Kementerian yang melanjutkan program yang dicanangkan pada KDI II. Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang melaksanakan ’Gerakan Indonesia Mengajar’ serta mengembangkan program ’e-learning’, yaitu pengajaran bahasa Inggris untuk masyarakat Indonesia di berbagai pelosok desa. Kemudian, Kementerian Kesehatan mengelola sumbangan peralatan medis dari diaspora Indonesia yang berada di Jerman. Sementara itu, inisiatif kolaborasi antara diaspora dengan berbagai pihak, sebenarnya juga sudah diupayakan, terutama melalui task force yang ada di Indonesia Diaspora Network (IDN) - Global. Hingga saat ini sejumlah task force sudah berpartisipasi dalam program pembangunan di Indonesia, antara lain dalam pembangunan Kampung Deret bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta; program Luvinary, yaitu kontes memasak kuliner Indonesia di Amerika Serikat; program penggalangan dana yang berhasil memberikan bantuan komputer dan program Keluarga Asuh; program penyelenggaraan Festifal Kota Tua; kerja sama Tsunami Resilient Urban Strategy Project dengan Belanda; dan pembukaan program studi Bedah Plastik di Universitas Sumatera Utara dan sebagainya. Dengan keterampilan, pengetahuan, jejaring dan modalnya, diaspora jelas bukan sekedar obyek. Sudah sepatutnya mereka menjadi subyek yang potensial melakukan hal-hal besar ketimbang sumbangan devisa. Karena itu, mereka layak menjadi partner of state. Harapan ke arah itu sudah ada, dimana pada KDI III tekad tersebut telah ditanamkan. KDI III ini lebih merupakan penajaman dari KDI II, agar tercipta konsolidasi dan mutual relationship yang berkesinambungan dengan
Hingga saat ini sejumlah task force sudah berpartisipasi dalam program pembangunan di Indonesia, antara lain dalam pembangunan Kampung Deret bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta; program Luvinary, yaitu kontes memasak kuliner Indonesia di Amerika Serikat; program penggalangan dana yang berhasil memberikan bantuan komputer dan program Keluarga Asuh; program penyelenggaraan Festifal Kota Tua; kerja sama Tsunami Resilient Urban Strategy Project dengan Belanda; dan pembukaan program studi Bedah Plastik di Universitas Sumatera Utara dan sebagainya.
para stakeholder. Namun, sebenarnya kita belum memiliki pemahaman yang merata tentang diaspora, tidak hanya dari publik, tetapi juga dari parlemen dan birokrasi lainnya. Jadi segala peluang dan potensi diaspora belum dapat diserap secara maksimal di Indonesia. Oleh karena itu, ini harus terus-menerus di sosialisasikan.[]
10
FOKUS
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Memaksimalkan Potensi Diaspora Edward Wanandi Presiden IDBC
Sejak Juli 2012 yang lalu, kami mulai di Los Angeles, Amerika Serikat dan disambung pada Agustus 2013 di Jakarta, kali ini kami berada kembali di Jakarta untuk mengadakan Kongres Diaspora Insdonesia (KDI) yang ke-3 kalinya. Kami disini berkumpul dari segala penjuru dunia untuk menyatakan cinta dan bakti kami kepada bangsa dan negara Indonesia. Kami semua datang dengan biaya sendiri-sendiri dan hadir disini untuk merayakan HUT Republik Indonesia yang ke-70 bersama bapak Wakil Presiden dan saudara-saudari sebangsa dan seTanah Air. Melihat pengalaman di berbagai belahan dunia, sudah banyak negara lain yang mampu memaksimalkan diaspora, contohnya seperti India dan Tiongkok. Orang-orang terbaik mereka yang berada di luar negeri dapat memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi negara asalnya, dimana kekayaan para diaspora Tiongkok diperkirakan sudah mencapai sekitar USD 780 milyar. Sedangkan kekayaan para diaspora India diperkirakan sudah mencapai USD 180 milyar. Bahkan dari diaspora negara tetangga kita di Filipina, mereka telah mampu mendatangkan devisa bagi negaranya sekitar USD 25 milyar setiap tahunnya. Sebagai salah satu indikator dari potensi diaspora Indonesia pada 2014 lalu, dari berbagai
belahan dunia yang seluruhnya berjumlah sekitar 8 juta orang telah dapat dihasilkan devisa yang didatangkan ke Indonesia dalam bentuk remitansi sebesar kurang lebih USD 8,4 milyar atau sekitar Rp 15 triliun. Jumlah ini lebih besar dari semua penghasilan semua sektor ekonomi di Indonesia, kecuali sektor pariwisata dan sumberdaya alam seperti mining dan kelapa sawit. Jumlah ini sangat berpeluang untuk dapat ditingkatkan terus dari tahun ke tahun terutama pada saat dimana perkembangan ekspor kita sedang menghadapi tantangan karena kondisi pertumbuhan ekonomi internasional yang sekarang ini sedang melambat. Pada KDI ke-3 ini, kami segenap diaspora Indonesia bertekad untuk bersama-sama dengan komponen bangsa lain untuk mencari solusi bagi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Selama dua hari kongres kami berupaya untuk berinteraksi positif antara diaspora Indonesia dengan komponen bangsa yang lain untuk membangun sinergi dan kolaborasi untuk mencarikan solusi. Beberapa contoh positif yang telah terjalin selama ini dan sudah patut kita bicarakan disini adalah adanya 10 gugus tugas/ task force yang melakukan bakti bangsa dengan menjalin sinergi dengan berbagai komponen bangsa yang lain. Sebagaimana yang dapat kami ilustrasikan,
contohnya adalah task force Liveable City yang telah bekerja sama dengan beberapa Pemerintah Daerah untuk memikirkan pembangunan kota yang lebih berkelanjutan, seperti misalnya di Jakarta, Bandung dan lain-lainnya. Task force Culinary Heritage berupaya untuk menjadikan khasanah kuliner Indonesia agar mendunia. Task force ini telah mengumpulkan potensi-potensi chef Indonesia yang sukses di mancanegara untuk berkolaborasi bersama mengembangkan talenta kuliner Indonesia. Task force Imigrasi dan Kewarganegaraan, selama ini berupaya mengadvokasikan berlakunya dwi kewarganegaraan untuk diaspora Indonesia. Demikian juga task force Migrant Worker yang banyak menjadi fasilitator untuk memikirkan masalah tenaga kerja dan berkolaborasi langsung di berbagai negara untuk dapat memikirkan kebijakan yang tepat dan memperbaiki hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan mereka. Task force lainnya yang bisa kami sampaikan adalah Home Coming Talent yang sudah berupaya dan juga menjalin sinergi dengan sektor swasta dan BUMN untuk mengajak talenta diaspora Indonesia untuk berkarya dan meneruskan karir mereka di Tanah Air. Selain gugus tugas tersebut, juga ada beberapa aviliasi organisasi yang termasuk dalam
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
naungan IDN Global, dimana salah satunya adalah Indonesia Diaspora Business Council (IDBC) juga telah memfasilitasi peningkatan hubungan ekonomi, usaha dan investasi bersama-sama dengan Indonesia. Kami telah bersinergi selama beberapa tahun ini dengan BKPM dalam memberikan berbagai masukan investasi di luar negeri. Dalam bentuk nyata, IDBC sudah mempromosikan investasi di bidang modal ventura di Silicon Valley, Amerika Serikat yang akan dapat mendukung dan merintis kegiatan bisnis berteknologi tinggi untuk bangsa Indonesia dimanapun mereka berada. Disamping itu, IDBC juga sudah berpartisipasi dan mendorong kegiatan kuliner khas Indonesia di mancanegara dengan mulai mendirikan kegiatan memproduksi bumbu masak khas Indonesia dengan standard dan mutu internasional. Kami juga mulai melakukan pendekatan kepada para pengusaha restoran Indonesia di beberapa negara bagian di AS dan Belanda untuk membicarakan standar menu, mutu dan business model yang kami harapkan dapat membantu promosi kuliner Indonesia di seluruh dunia. Selain itu, IDBC telah pula membantu meningkatkan hubungan antara Kadin Indonesia dan Apindo dengan pihak US Chamber of Commerce Kadin AS untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di kedua negara. MoU telah ditandatangani pada bulan April 2014 lalu dan akan segera ditingkatkan dengan pendirian US-Indonesia Business Alliance yang teraviliasi dengan ketiga organisasi tersebut yang akan ditandatangani pada waktu lawatan Presiden Joko Widodo ke AS pada Oktober 2015 mendatang. IDBC siap membantu apabila para pengusaha Indonesia ingin berinvestasi di luar negeri. Sedangkan dari sisi filantropi, Indonesia Diaspora Foundation telah pula melakukan banyak kegiatan sosial dan mendekatkan diaspora Indonesia dengan masyarakat di tingkat akar rumput di Tanah Air. Sekarang ini sudah lebih dari 60 chapter IDN Global di lebih 30 negara di seluruh dunia, dan kami bertekad untuk menjadi duta yang terbaik bagi bangsa dalam kapasitas pribadi maupun dalam bertugas dalam berbagai forum internasional. Di Indonesia, sekarang ini berlaku kebijakan dwi kewarganegaraan terbatas berdasarkan UU N0.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. UU ini menetapkan bahwa mereka yang lahir setelah UU ini, diakui dwi kewarganegaraannya hingga usia 18 tahun dan kemudian diwajibkan untuk memilih kewarganegaraannya. Padahal di usia 18 tahun itulah dimulainya usia produktif. Banyak negara yang menerapkan kebijakan dwi kewarganegaraan tanpa batasan umur,
dan efek ekonominya sudah sangat luar biasa seperti Tiongkok dan India. Saat ini diaspora Indonesia yang merupakan keturunan Indonesia tetapi bukan WNI sudah dianggap WNA sepenuhnya, terutama dalam hal traveling ketika berkunjung ke Indonesia untuk menyambangi sanak keluarganya di Indonesia dan juga dalam melakukan investasi di Tanah Air.
Edward Wanandi Presiden IDBC
”Banyak negara yang menerapkan kebijakan dwi kewarganegaraan tanpa batasan umur, dan efek ekonominya sudah sangat luar biasa seperti Tiongkok dan India. Saat ini diaspora Indonesia yang merupakan keturunan Indonesia tetapi bukan WNI sudah dianggap WNA sepenuhnya, terutama dalam hal traveling ketika berkunjung ke Indonesia untuk menyambangi sanak keluarganya di Indonesia dan juga dalam melakukan investasi di Tanah Air.”
FOKUS 11 Tugas utama IDN Global adalah untuk menyerap aspirasi di kalangan diaspora Indonesia dengan bekerja sama dengan segenap chapter IDN, baik lokal maupun nasional. Kami berupaya menjadi mitra penghubung yang baik antara diaspora Indonesia dan para penentu kebijakan di Tanah Air dengan segenap stakeholder dan mitra strategis. Aspirasi dwi kewarganegaraan ini muncul dari akar rumput kami, untuk itu salah satu upaya kami adalah mengadvokasikan diberlakukannya kebijakan dwi kewarganegaraan serta revisi UU N0.12 Tahun 2006. Upaya ini sekarang sudah masuk dalam Prolegnas, dan kami mengharapkan dukungan dari segenap komponen bangsa, termasuk Pemerintah dan wakil-wakil kami di lembaga legislatif untuk turut mendukung upaya ini. Advokasi ini didasari oleh niat yang baik dan bukan untuk mengedepankan hak individu ataupun meminta perlakuan khusus, tetapi memikirkan potensi segenap diaspora Indonesia supaya tidak hilang dan menjadi tidak bermanfaat untuk RI. Negara-negara lain yang mempunyai diaspora yang besar juga telah melalui proses yang sama. Itulah beberapa ulasan mengenai berbagai kegiatan diaspora di mancanegara, dan untuk mendorong kegiatan tersebut agar dapat dilaksanakan dengan maksimal untuk masyarakat Indonesia, kami juga ingin mengusulkan dibentuknya wadah mitra bagi kegiatan-kegiatan kami yang tentunya akan terus meningkat. Sekarang ini kami sudah bekerja sama secara erat dengan Kementerian Luar Negeri dan beberapa Kementerian yang lain. Sementara ini, di Kemlu masih diwakilkan oleh semacam Diaspora Desk yang dikelola oleh mitra kami, bapak Duta Besar Wahid Supriyadi. Kami mengharapkan seiring dengan meningkatnya kegiatan positif dari para diaspora, maka wadah kerja sama yang sudah mulai dibangun beberapa tahun ini dapat ditingkatkan kualitasnya dan kemampuannya dalam bersinergi dengan para diaspora. Kedepan kami akan berupaya untuk membuat organisasi ini lebih efektif dan relevan. Motto kami adalah ‘connecting the dot, expanding opportunity’, dan ini semua dilakukan secara sukarela dengan semangat voluntairism yang sangat besar untuk berbuat sesuatu bagi bangsa dan Tanah Air. Kami merasa bersyukur menjadi bagian dari bangsa Indonesia, dan sebaliknya semoga komponen bangsa yang lain juga dapat melihat diaspora Indonesia sebagai aset. Kami bertekad untuk menjadi motor penggerak perubahan atau agent of change serta menjadi mitra Pemerintah serta masyarakat Indonesia secara keseluruhan untuk mencapai cita-cita bersama ‘masyarakat adil dan makmur’. Salam diaspora. []
12
sorot
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Perlu Instansi Khusus Menangani Diaspora Mohammad Al-Arief Presiden IDN-Global periode 2012-2015 Di sejumlah negara yang memiliki jumlah diaspora cukup besar seperti Indonesia, sudah saatnya ada satu kementerian khusus yang mengelola diaspora, hal ini mengingat potensinya yang besar dan banyak hal terkait diaspora yang harus diperhatikan secara cermat. Idealnya, ke depan memang perlu ada satu instansi khusus yang menangani diaspora jika Pemerintah ingin memaksimalkan potensi diaspora. Kami sendiri tidak pernah memberikan keharusan kepada Pemerintah, tetapi kami melihat sebenarnya Kemlu cukup potensial karena jangkauannya di banyak tempat di luar negeri. Selain instansi khusus, Pemerintah juga perlu memberikan dukungan melalui kebijakan dan insentif, karena kami membutuhkan diaspora friendly policy. Selanjutnya adalah penerapan dwikewarganegaraan yang memang menjadi aspirasi diaspora pada umumnya. Negara-negara yang menyadari potensi diasporanya, umumnya menerapkan kebijakan ini, seperti India dan Filipina. Soal lainnya yang tidak kalah penting adalah aspirasi politik, khususnya dalam hal pemilu. Selama ini WNI di luar negeri dimasukkan dalam Daerah Pemilihan (Dapil) 2 yang terdiri dari Jakarta Pusat (900 ribu jiwa), Jakarta Selatan (2,3 juta jiwa), dan luar negeri, dimana jumlah WNI di luar negeri yang resmi terdaftar di Kemlu RI mencapai 4,6 juta jiwa. Kami berharap ada Dapil khusus luar negeri karena jumlah WNI di luar negeri ini relatif banyak, lebih banyak dari misalnya penduduk Irlandia yang hanya 4,5 juta jiwa. Selain itu, isuisu bagi WNI di luar negeri juga berbeda, seperti soal perlindungan buat Buruh Migran Indonesia (BMI). Pada 2012 lalu, kami sudah bawa hal ini ke Mahkamah Konstitusi, tapi permintaan kami tidak dikabulkan. Kami akan ajukan lagi, semoga pada pemilu 2019 sudah ada Dapil khusus luar negeri. Kami sadar Indonesia adalah negara yang besar, dan negara yang besar itu memiliki banyak isu. Kami tidak tahu isu diaspora ada di prioritas nomor berapa. Tetapi kami tetap berusaha menjadi mitra Pemerintah yang positif. Diaspora ingin menjalankan keseimbangan antara memperoleh hak dan menunaikan kewajiban ataupun berkontribusi pada pembangunan negeri asalnya. Setidaknya ada lima peran strategis diaspora Indonesia yang dapat dikontribusikan dalam pembangunan Indonesia. Pertama, di bidang fi-
lantropi, dimana diaspora Indonesia berpotensi menjalankan kegiatan filantropi, contohnya penggalangan dana untuk membantu korban bencana alam ataupun penghapusan kemiskinan. Kedua, dalam bidang keahlian teknis. Diaspora Indonesia mungkin tidak berkontribusi dalam wujud pemberian uang, tetapi lebih kepada menawarkan keahlian profesional yang memiliki nilai ekonomis tersendiri. Ketiga, bidang advokasi. Diaspora Indonesia dapat membantu kalangan Pemerintah dalam menyususn kebijakan yang dapat mengoptimalkan potensi diaspora Indonesia. Keempat, bidang ekonomi dan bisnis. Diaspora Indonesia dapat membantu menginformasikan dan membukakan jaringan kepada para stakeholder atau mitra kolaborasi di Indonesia yang ingin berbisnis atau melakukan ekspansi ke mancanegara. Kelima, bidang promosi budaya dan pariwisata. Diaspora Indonesia dapat membantu mempromosikan pariwisata, kekayaan seni budaya, kuliner dan kerajinan Indonesia disamping juga berbagai kegiatan kreatif lainnya di luar negeri.
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
sorot 13
Diaspora Tiongkok
Tiongkok Sukses Menarik Diaspora Tiongkok adalah negara yang paling sukses menarik para diasporanya (huaren) untuk pulang kampung. Diaspora Tiongkok adalah yang terbesar di dunia, diawali dengan eksodus besar ketika Tiongkok ditaklukan oleh bangsa Mongol pada 1276. Apalagi kemudian Dinasti Yuan (1277-1367) sangat tertarik dengan perdagangan dan kemudian membangun pelabuhan dan pos perdagangan di Kamboja, India dan Jawa, sehingga semakin banyak pedagang Tiongkok di perantauan. Selanjutnya pada 1840-1842, sekitar 400 ribu pedagang Tiongkok bermigrasi ke Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Disusul kemudian dengan 1,5 juta jiwa ke kawasan pertambangan timah dan pertanian subur di Asia Tenggara. Dalam perjalanannya, para huaren mengalami perlakuan diskriminatif, diusir dan bahkan menerima tindakan kekerasan. Namun demikian
mereka tetap bertahan untuk tetap tinggal di perantauan karena keadaan di negeri sendiri lebih buruk ditengah terjadinya revolusi yang meletus pada 1911 dan 1949. Para huaren yang sukses di mancanegara sebagian besar adalah pedagang. Mereka berasal dari kawasan pinggiran, jauh dari kota besar dan memiliki hubungan yang kuat dengan kampung halaman dan sesama huaren. Hubungan antara sesama huaren sangat solid, dan di banyak negara mereka mendirikan Pecinan atau Tiongkoktown sehingga identitas budaya mereka terjaga dengan baik. Oleh karena itu, ketika Deng Xiao Ping meluncurkan program G-ige’ kaifang, yaitu program buka pintu untuk kalangan bisnis, para huaren meresponnya dengan sangat luar biasa. Pada periode 1979-1999, nilai investasi langsung ke Tiongkok dari mancanegara mencapai USD 307,6 miliar, dimana sebagian besar in-
vestasi tersebut (76,6%) berasal dari Asia, terutama Asia Tenggara. Investasi inilah yang kemudian menghidupkan sektor swasta di Tiongkok. Selain investasi, para huaren juga membawa pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membangun Tiongkok. Setelah menyiapkan infrastruktur dan iklim investasi yang cukup baik, kemudian Pemerintah Tiongkok menawarkan berbagai fasilitas menarik kepada para huaren yang telah mapan di negara-negara maju. Sukses Tiongkok dalam menarik para diasporanya tersebut meniru strategi yang dilakukan oleh Taiwan, yaitu membuat program insentif yang tepat, sehingga dengan demikian dapat merubah brain drain menjadi brain gain. Para huaren yang berprofesi sebagai pekerja terampil dan profesional tidak saja menghasilkan devisa tetapi juga membawa pulang teknologi dan jejaring yang dibutuhkan untuk membangun Tiongkok hingga seperti sekarang ini.[]
Diaspora India
Mengirim Remitansi Terbesar Kedua
Setiap tahunnya belasan ribu engineer lulusan India Insitute of Technology (IIT) yang merupakan perguruan tinggi terkemuka di India menjadi rebutan perusahaan-perusahaan global di luar negeri, dan mereka memilih bekerja di luar negeri karena penawaran gaji yang tinggi serta karier yang lebih baik.
Para diaspora India tersebut kemudian mengirimkan sebagian gajinya ke kampung halaman yang kemudian menjadikan India sebagai penerima remitansi terbesar kedua setelah Tiongkok. Pada periode 1990-2000, besarnya remitansi yang dikirim ke India meningkat enam kali lipat dari USD 2,1 miliar menjadi USD 12,3 miliar sehingga membuat ekonomi makro India menjadi lebih sehat dan pertumbuhan ekonominya menjadi lebih cepat. Di sisi lain, India kekurangan tenaga ahli dan terampil yang bertalenta untuk dapat membantu pembangunan di India. Karena itu, pada tahun 2000, Pemerintah India membentuk sebuah komite yang ditugaskan untuk memetakan; size, location, skills, capacity dan willingness to engage of the Indian diaspora. Komite tersebut berhasil menyusun laporan tentang diaspora India berikut profil 22 negara tempat dimana diaspora India berada serta isu-isu pentingnya. Empat tahun kemudian (2004) dibentuklah The Ministry for Overseas Indian Affairs dengan mengemban tiga misi, yaitu; framing the departure flows; providing protection to overseas Indians; dan enhancing the development impacts of the diaspora. Untuk membantu misi tersebut, dibentuk
pula sejumlah institusi yang mengiringinya, diantaranya; The Overseas Indian Facilitation Centre, The India Development Foundation of Overseas Indians, dan The Indian Council of Overseas Employment, yang masing-masing bertugas untuk melayani investasi, mewadahi filantropi para diaspora, dan lembaga think-tank terkait tenaga kerja India di luar negeri. Sebenarnya Pemerintah India tidak banyak membuat kebijakan khusus untuk menarik para diasporanya agar pulang kampung, karena sebagian besar diaspora India adalah para pekerja profesional yang memiliki ikatan cukup kuat dengan negara asal mereka, dimana hal ini didorong oleh budaya, agama dan sistem perjodohan yang unik di India. Apalagi dengan semakin sehatnya ekonomi makro dan semakin cepatnya pertumbuhan ekonomi India, hal tersebut semakin memperkecil jurang besarnya gaji yang ditawarkan oleh industri di dalam negeri dengan industri di luar negeri. Hal ini menarik dan memicu para diaspora India untuk kembali ke kampung halamannya guna membangun dan membawa industri lokal ke tataran internasional, apalagi mereka di iming-imingi dengan penawaran premium yang cukup menarik.[]
14
sorot
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Diaspora Inggris
Masih Belum Tertarik Pulang Kampung Banyak negara sekarang ini yang berupaya memanggil pulang para diasporanya yang telah lama beremigrasi ke negara lain untuk membantu pembangunan di tanah kelahiran atau negara asal mereka. Fenomena ini mengalami pasang naik setelah Tiongkok berhasil memikat para hauren (diaspora) untuk mudik dan membangun negeri. Apalagi hal ini disusul dengan keberhasilan India dalam memberdayakan para desi (diaspora) mereka. Tiongkok, India dan Brazil adalah tiga negara berkembang yang sukses memanggil pulang para diasporanya sehingga mampu melakukan lompatan kuantum dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian, upaya menarik diaspora yang telah mapan dan sukses di negeri orang bukanlah suatu hal yang mudah. Contohnya Inggris yang merupakan negara barat pertama yang sebagian masyarakatnya melanglang buana ke negeri-negeri baru dan kemudian menetap hingga beranak-pinak. Hingga tahun 1950, sekitar 20 juta rakyat
Inggris telah beremigrasi ke Kanada, Selandia Baru, Australia, Rhodesia, Afrika Selatan, India, Singapura, Hongkong, Guyana dan negaranegara lainnya, namun hanya sedikit sekali yang kembali ke Inggris. Hal ini dikarenakan emigrasi mereka didorong oleh penguasa Kerajaan Inggris yang melakukan tindakan pengusiran terhadap rakyat yang tidak berguna (para pelaku kriminal dan berandalan) untuk mengatasi kelebihan penduduk dan mengurangi kemiskinan serta sekaligus agar menjadikan mereka berguna bagi Kerajaan. Karena itu, tidak mengherankan jika mereka tidak memiliki ikatan yang kuat dengan negeri asal mereka, karena status mereka adalah sebagai orang-orang yang terbuang. Meskipun Inggris juga mengirimkan orangorang yang ditugaskan sebagai administrator untuk menjalankan Pemerintahan koloni kerajaan sehingga memiliki ikatan yang kuat dengan kerajaan Inggris, namun mereka tidak memiliki identitas kolektif. Yang menonjol justru identitas regional, terutama sebagai orang Skotlandia dan Irlandia.
Karena itu ketika negeri-negeri jajahan kerajaan Inggris memerdekakan diri, mereka tidak lantas pulang kampung ke Inggris, melainkan tetap menetap di negeri bersangkutan. Mereka tidak mengidentifikasikan diri sebagai orang Inggris, melainkan sebagai orang Kanada, Selandia Baru dan Australia. Pada gelombang migrasi orang-orang Inggris berikutnya (antara 1966-2005) yang sebagian besar terdiri dari para pekerja terampil dan profesional, yang jumlahnya sekitar 2,7 juta jiwa, juga terjadi pola yang sama. Mereka lebih memilih menetap di negara-negara Eropa lainnya, Australia, Selandia Baru, Kanada, Uni Emirat Arab, Pakistan, Singapura dan Hongkong. Sehingga dengan demikian sumbangan para diaspora Inggris terhadap pertumbuhan ekonomi Inggris tidak sebanding dengan sumbangan para diaspora manca negara yang menetap di Inggris terhadap negeri asalnya masing-masing, terutama para diaspora yang berasal dari beberapa negara di Afrika dan Asia Selatan, khususnya India dan Pakistan.
Diaspora Irlandia
Banyak Memiliki Karir Cemerlang
Untuk menarik pulang dan memberdayakan sekitar 70 juta diasporanya yang tersebar di seluruh dunia, Irlandia mengambil langkah serius dengan membentuk Kementerian Negara
Urusan Diaspora pada 2014 lalu. Irlandia berupaya agar diasporanya dapat membantu pembangunan di negeri asal mereka. Terkait hal ini, Pemerintah Irlandia mereplikasi
keberhasilan Taiwan, Tiongkok dan India dengan membuat berbagai kebijakan yang sangat kondusif terhadap dunia usaha. Selama ini memang cukup banyak diaspora Irlandia yang memiliki karir cemerlang di perantauan, termasuk juga dalam bidang politik, mereka bahkan menempati posisi puncak di negara dimana mereka menetap, sebut saja misalnya John F. Kennedy, Jenderal Charles deGaulle, Tony Blair dan Paul Keating. Irlandia merupakan satu-satunya negara berbahasa Inggris yang masuk kedalam Zona Euro, dan itu berarti bahwa Irlandia memberikan akses yang lebih baik ke Uni Eropa dibandingkan Inggris sendiri. Untuk mendukung upaya tersebut, Irlandia menerapkan kebijakan pajak perusahaan yang jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju di Eropa. Karena itu cukup banyak perusahaan berskala global yang mengalihkan kantor pusat mereka ke Irlandia.
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
sorot 15
Diaspora Masih Dipandang Sebelah Mata Nuning Hallet Direktur Eksekutif, Yayasan Diaspora Indonesia (YDI)
Jumlah diaspora Indonesia total mencapai sekitar 7-8 juta orang, namun selama ini potensi besar tersebut belum dimaksimalkan. Sejauh ini, secara umum Pemerintah masih memandang potensi diaspora dengan sebelah mata. Indikatornya, selama ini kebijakan yang diberlakukan masih bersifat sporadis. Justru kalangan diasporalah yang selama ini lebih berinisiatif. Misalnya dalam upaya mendorong legislasi dwikewarganegaraan yang sekarang sudah masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 di DPR. Setelah dijelaskan mengenai potensi diaspora, akhirnya DPR berinisiatif memasukkannya dalam Prolegnas. Sementara, Kementerian Hukum dan HAM masih wait and see. Kelihatannya mereka belum sadar akan pentingnya kapitalisasi diaspora. Kemenko Perekonomian juga masih maju-mundur. Dalam soal usulan insentif investasi untuk eks WNI, BKPM juga masih belum merespon. Yang sudah relatif konsisten adalah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sudah mengandalkan jaringan diaspora untuk promosi dan sebagainya, karena memang lebih murah dan efisien. Sekarang ini sudah ada 56 negara yang menerapkan kebijakan dwikewarganegaraan bagi para diasporanya. Sebenarnya urusan legislasi dwikewarganegaraan juga menjadi kepentingan Pemerintah, yakni agar bisa mengkapitalisasi kapasitas finansial diaspora. Cukup banyak mantan WNI yang sudah sukses sebagai pengusaha, bahkan miliarder, di negara mereka tinggal, yang ingin berkontribusi
melalui investasi di negeri asalnya ini. Sayangnya, hingga kini diaspora yang ingin menanamkan modalnya disini tetap dikenakan peraturan sebagai Penanaman Modal Asing (PMA). Pasalnya, salah satu syarat menjadi investor dalam negeri (PMDN) adalah bahwa yang bersangkutan harus memiliki KTP Indonesia. Padahal, di beberapa negara lain seperti Vietnam, diasporanya yang tinggal di negara lain tidak direpotkan dengan aturan PMA ketika akan berinvestasi di Vietnam. Kemudian, YDI juga yang langsung bernegosiasi dengan BKPM untuk kebijakan insentif investasi atau melobi Bank Indonesia (BI) agar bisa menurunkan biaya remitansi. YDI sudah mengusulkan agar biaya remitansi bisa dikurangi dari 10% menjadi 3%. Tapi selama BI belum mempunyai infrastruktur sendiri, mereka belum siap untuk menekan biaya remitansi hanya sebesar 3%. Yang sudah setuju dengan penurunan biaya remitansi itu baru MasterCard, padahal jika di survei, potensi seorang diaspora untuk biaya remitansi itu bisa mencapai USD 15.000 per tahun. Fokus perhatian remitansi selama ini memang lebih kepada para Buruh Migran Indonesia (BMI), karena transfernya mudah di deteksi. Sementara besarnya remitansi dari diaspora non-BMI tidak kelihatan, karena biasanya pengirimannya melalui jalur tidak resmi, misalnya titip ke teman yang pulang kampung ke Indonesia. Jumlahnya diperkirakan rata-rata USD 2.000 sekali kirim, atau bahkan bisa mencapai batas maksimum pembawaan
uang tunai senilai USD 10.000. Itu yang tidak terdeteksi oleh Pemerintah. Belum kuatnya dukungan dari kalangan legislatif dan birokrasi Pemerintah untuk memaksimalkan potensi diaspora adalah karena masih rendahnya kesadaran dan pemahaman tentang diaspora dan potensi kapitalisasinya. Padahal, di negara-negara lain pemanfaatan SDM dan finansial diaspora sudah tumbuh dengan baik. Pengetahuan kita secara umum tentang diaspora juga masih terbatas, padahal sekarang ini berkembang konsep transnasionalisme. Dalam konsep ini, orang yang bermigrasi ke negara lain tidak serta-merta putus hubungan dengan Tanah Air sebelumnya. Meski secara fisik di luar negeri, mereka tetap bisa berkontribusi untuk negara asalnya. Selain remitansi, ada banyak potensi kolaboratif yang bisa diwujudkan antara diaspora dengan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dan dengan komunitas lokal, baik bisnis maupun non-bisnis. Misalnya, dalam bentuk program atau aktivitas di bidang pendidikan dan riset, pengembangan ekonomi kreatif, manajemen tata kota, penempatan tenaga kerja, manajemen talenta global, kerja sama bisnis dan investasi. Selain Tiongkok dan India yang begitu menonjol peran diasporanya, sejumlah negara lain juga sudah mengoptimalkan potensi diasporanya, misalnya Irlandia, Ghana, dan Vietnam. Dengan menjual obligasi senilai minimal USD 1 kepada diasporanya, Ghana dapat membangun waduk yang berbiaya besar.[]
16
SOROT
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Taiwan dan Hongkong Pengirim Remitansi Terbesar di Kawasan Asia
Jumlah remitansi yang dikirim oleh para diaspora Indonesia ke Tanah Air terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terlebih sejak diselenggarakannya Kongres Diaspora Indonesia I pada 2012, peningkatan remitansi tumbuh secara signifikan. Namun sayangnya, remitansi yang dikirim oleh diaspora Indonesia tersebut tidak seluruhnya terdeteksi oleh BI. Data yang tercatat di BI dan BNP2TKI pada umumnya adalah remitansi yang dikirim oleh para Buruh Migran Indonesia (BMI), sementara remitansi yang dikirim oleh diaspora Indonesia yang non-BMI tidak diketahui secara pasti berapa besarnya. Pada 2014, ASEAN dan Timur Tengah adalah kawasan pengirim remitansi terbesar ke Indonesia, masing-masing sebesar 2.941 juta USD dan 2.870 juta USD. Berikutnya adalah
kawasan Asia dengan nilai remitansi sebesar 1.616 juta USD; Amerika sebesar 690,9 juta USD; Eropa sebesar 135,22 juta USD; Australia dan Oseania sebesar 46,52 juta USD; dan Afrika sebesar 45,60 juta USD. Di kawasan ASEAN, Malaysia adalah yang terbesar (2.541 juta USD), berikutnya menyusul Singapura (302,52 juta USD) dan Brunei Darussalam (82,93 juta USD). Di kawasan Timur Tengah, Arab Saudi adalah penyumbang remitansi terbesar, yaitu mencapai 2.266 juta USD. Menyusul berikutnya, Uni Emirat Arab (279,35 juta USD), Yordania (101,72 juta USD), Qatar (80,89 juta USD), Oman (54,69 juta USD), Kuwait (37,15 juta USD), Bahrain (24,50 juta USD), Siprus (1,97 juta USD), Mesir (1,72 juta USD), dan Sudan (1,04 juta USD).
Taiwan dan Hongkong adalah pengirim remitansi terbesar di kawasan Asia, masing-masing sebesar 668,97 juta USD dan 572,49 juta USD. Berikutnya adalah Korea Selatan dengan 178,24 juta USD, Jepang dengan 153,55 juta USD, dan Makau dengan 35,93 juta USD. Di kawasan Eropa, pengirim remitansi terbesar ke Indonesia adalah Italia, yaitu sebesar 32,43 juta USD, menyusul kemudian Belanda sebesar 24,5 juta USD, Jerman (18,26 juta USD), Spanyol (16,73 juta USD), Inggris (9,28 juta USD), dan Perancis (3,78 juta USD). Di kawasan Australia dan Oseania serta Afrika, yang terbesar adalah Australia dan Afrika Selatan, masing-masing mencapai 39,85 juta USD dan 43,5 juta USD. Berdasarkan data tersebut, maka 10 negara pengirim remitansi terbesar ke Indonesia adalah; Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Singapura, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Jepang, Yordania, dan Brunei Darussalam. Namun dari sisi jumlah total diaspora Indonesia di luar negeri, yang diestimasikan sebanyak 7-8 juta, sebagian besar berada di Australia dan Amerika Serikat, dimana masingmasing mencapai 20,5%. Negara berikutnya yang cukup banyak terdapat diaspora Indonesia adalah di Jepang (12,3%), Belanda (7,5%), Singapura (6,8%), Kanada (3,4%), Taiwan (3,4%), Inggris (3,4%), Malaysia (2,7%), Qatar (2,7%), Bahrain (1,4%), Belgia (1,4%) dan Suriname (1,4%). Sedangkan diaspora Indonesia yang berada di berbagai negara lainnya diseluruh dunia mencapai 12,3%.[]
IDBC Fokus untuk Mengangkat Dunia Bisnis Indonesia
Edward Wanandi Chairman, Indonesian Diaspora Business Council (IDBC)
IDBC adalah kepanjangan tangan dari IDNGlobal dalam konteks bisnis, khususnya dalam melakukan business engagement. Fokus IDBC adalah bagaimana bisa memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk mengangkat dunia bisnis Indonesia. Saat ini, IDBC sedang dalam proses fundraising untuk mendirikan venture capital (VC) di Silicon Valley. Jadi dengan demikian IDBC bisa banyak membantu perkembangan teknologi di Indonesia. VC ini sudah diluncurkan sejak 1 Februari 2015 dengan nama ’Palapa Ventures’. Jadi, kalau ada pengusaha Indonesia ataupun startup TI yang mempunyai ide yang bagus, kami bisa
membantu mengenalkan orang-orang yang akan membantu funding ataupun dari aspek marketingnya. Tahun ini Palapa Ventures mentargetkan dapat menghimpun dana sebesar USD 20 juta dan dalam satu tahun bisa mendukung 10 perusahaan startup TI. Namun hingga saat ini belum banyak pengusaha Indonesia yang meminta koneksi atau fasilitasi untuk membangun usaha di luar negeri. Saya ini kan duduk di Kadin-nya AS, so far tidak banyak pengusaha Indonesia yang ingin membuka pasar di AS, sebaliknya justru lebih banyak pengusaha di AS yang ingin ekspansi ke Indonesia.[]
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
SOROT 17
Agenda Kongres Diaspora Indonesia (KDI) ke-3
Penyelenggaraan Kongres Diaspora Indonesia (KDI) ke-3 di Jakarta diawali dengan sebuah side event berupa Kota Tua Creative Festival pada tanggal 8-9 Agustus 2015, di cafe Historia, Taman Fatahillah, Jakarta. Disusul kemudian dengan acara Diaspora Executive Council Meeting pada tanggal 11 Agustus 2015 di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh seluruh pengurus Indonesia Diaspora Network (IDN) Global, IDN, Indonesia Diaspora Foundation (IDF), Indonesia Diaspora Business Council (IDBC), Indonesia Diaspora Brain Bank (IDBB) dan (Task Force) TF. Berikutnya adalah acara dialog Diaspora Indonesia dengan 1000 Buruh Migran Indonesia (BMI) di gedung Djakarta Theater, jl. MH THamrin, Jakarta. Kongres Diaspora Indonesia ke-3 dengan tema ‘Diaspora Bakti Bangsa’, berlangsung pada tanggal 12-13 Agustus 2015 di Hotel JS Luwansa, Jakarta, dan dibuka secara resmi oleh Wapres Jusuf Kalla. Selepas acara pembukaan, acara dilanjutkan dengan plenary session dengan tema ‘Diaspora Bakti Bangsa - Becoming Indonesia’s Best Ambassador in Every Corner of the Globe’. Setelah itu acara dilanjutkan di Bidakara Convention Centre, Jakarta. Sejumlah topik yang dibahas dan menjadi tema dalam breakout session, diantaranya adalah: Making Indonesia’s State-Owned Enterprise Globally Competitive - The Role of Diaspora; Making Indonesia’s Maritime and Fisheries Sector Thrive; The Diaspora Story and Indonesia’s Cinematic Industry - Exemplary Indonesians Shares Their Lives as
a Diaspora; Promoting Indonesia’s Tourism Sector Using Cultural and Culinary Heritage as Soft Diplomacy; Liveable Cities for All. Topik lainnya adalah mengenai dwi kewarganegaraan menurut pandangan DPR RI, Kementerian Luar Negeri, Pemerintah dan pakar akademisi; dwi kewarganegaraan dan tantangan dalam hal keamanan - pertimbangan bakti bangsa sebagai bentuk nasionalisme, serta topik mengenai peranan kedokteran dalam Ketahanan Nasional menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN dan ASEAN Free Trade Agreement. Berikutnya juga ada pembahasan dengan topik mengenai potensi venture capital dalam meningkatkan economic linkage dengan Indonesia; Kartu diaspora, visa khusus dan vitas indeks 318 - alih status Kitas dan Kitap untuk diaspora eks WNI; Perlindungan pekerja migran Indonesia - Road map 2017 dan revisi UU No.39/2004; Pendirian daerah pemilihan luar negeri -menjamin hak konstitusi WNI di luar negeri; Strategi pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan di daerah terpencil, tertinggal dan miskin; serta bagaimana membuka restoran Indonesia di luar negeri. Topik lainnya yang juga dibahas selama penyelenggaraan KDI-3 adalah: Promoting Social Cohesion, Tolerance and Understanding - the Diaspora Experience; Sister Cities and Promoting Cooperation Among Local Governments; The Indonesian Sustainable Palm Oil and Our Presence in the Global Market; Expanding Business, Economic and Bilateral Linkage - Indonesia Diaspora’s Experience in Tiongkok; Investing
in Indonesia’s Children Through Diaspora Philantropy; How Diaspora Programs Contribute to Indonesia Health Services; Make it Visible - Supporting Development in the Moluccas; The Creative Economy - Diaspora Talents Abroad Tells it All; Welcoming Diaspora Talents Home; Building World-Class Universities Transforming Indonesian Higher Education; Diaspora Global Entrepreneur - Think Globally, Act Locally; Connecting Indonesian Tech Ecosystem to Silicon Valley; Open Governance Joint Research in Policy and Decision Making; Youth Forum - Today’s Youth, Indonesia’s future; Diaspora and the Media - Mainstreaming Diaspora News; Promoting Cooperation with Indonesian Higher Education Institutions; Teaching Indonesian Children Bahasa Indonesia - Weaving Biculturalism and Bilingualism Into Personal Identities. Selain itu dalam KDI-3 juga ditampilkan sesi Diaspora Movie Festival dimana ada tiga judul film yang diputar, yaitu; ‘Diaspora Cinta di Taipei’ karya Deyantono, ‘Negeri 5 Menara’ karya A.Fuadi, dan ‘9 Summers 10 Autumns’ karya Iwan Setyawan. Sesi menarik lainnya yang juga ditampilkan dalam KDI-3 adalah sesi inspiratif dengan tokoh diaspora, dimana pada sesi ini ditampilkan mantan Presiden RI, Prof. Dr. BJ. Habibie yang membahas tema The Indonesian Diaspora and The Revival of Indonesia’s Aviation Industry. Rangkaian acara KDI-3 ditutup dengan penyelenggaraan Gala Dinner dan Diaspora Bakti Bangsa Concert yang didukung oleh Kementerian Pariwisata RI. Selain menampilkan sejumlah artis nasional dan diaspora Indonesia yang cukup terkenal di luar negeri, acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan peragaan busana para pemenang Jember Fashion Festival (JFF) 2014. JFF merupakan salah satu event peragaan busana terbesar di dunia dan dipilih menjadi salah satu ikon parawisata Indonesia. Sebelum kembali ke tempat tinggalnya masing-masing, diaspora Indonesia juga berkesempatan melakukan beberapa kegiatan, yaitu: Diaspora Aksi Filantropi dengan mengunjungi Yayasan Nurani Dunia di Purwakarta yang merupakan mitra IDF; Diaspora Bakti Sosial dengan mengunjungi Panti Asuhan Gapura Merah Putih di Cilandak, Jakarta; Diaspora Sekolah Inspirasi dengan mengunjungi Sekolah Smart Ekselensia di Bogor dan turut menginspirasi siswanya; Diaspora Culinary Adventure berupa petualangan kuliner bersama Duta Kuliner Diaspora dan Indonesian Chef Association di Kampung Dunesia, Parung Panjang, Bogor; serta Diaspora Goes to Bandung.[]
18
SOROT
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Diaspora Indonesia
Sudah Memiliki 12 Gugus Tugas
Untuk mendukung kolaborasi yang intensif antara diaspora dengan berbagai pihak dalam berpartisipasi meningkatkan program pembangunan di Indonesia, saat ini sudah ada 12 task force yang terdiri dari: Gugus Tugas Bidang Energi, dengan misi untuk membentuk jaringan profesional energi diaspora Indonesia dan meningkatkan bisnis, investasi, pendidikan dan keterampilan dalam sektor energi di Indonesia. Gugus Tugas Bidang Ketenagakerjaan, dengan misi untuk membangun jaringan pekerja migran Indonesia untuk perlindungan BMI (Buruh Migran Indonesia) dan memberikan masukan kepada pembuat kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia. Gugus Tugas Bidang Imigrasi dan Kewarga-
Yanuar Nugroho Deputi Kepala Staf Kepresidenan
negaraan, dengan misi untuk membentuk focus group mengenai dwikewarganegaraan. Focus group ini terdiri dari Pemerintah, parlemen, akademisi dan diaspora. Gugus Tugas Bidang Pendidikan, dengan misi untuk mendorong riset dan Diaspora Mengajar, bekerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia serta membangun database dan memperkuat jejaring terkait bidang profesi pendidikan. Gugus Tugas Bidang Inovasi Iptek, dengan misi untuk mengembangkan kerja sama antara
diaspora dengan institusi yang memiliki potensi tinggi untuk pembangunan nasional. Gugus Tugas Bidang Liveable Cities, dengan misi untuk mendorong kerja sama diaspora dengan pihak-pihak terkait untuk pelestarian budaya dan tata kelola kota atau pemukiman penduduk di Indonesia. Gugus Tugas Bidang Green Economy, dengan misi untuk melakukan gerakan penghijauan kota-kota di Indonesia, serta meningkatkan investasi di sektor panas bumi. Gugus Tugas Bidang Kesehatan, dengan misi untuk mendorong kelompok diaspora bekerja sama dalam mencari solusi komprehensif bagi penanganan kesehatan dan pengembangan teknologi pelayanan kesehatan jarak jauh di Indonesia. Gugus Tugas Bidang Bisnis dan Investasi, dengan misi untuk menurunkan biaya remitansi, terutama di negara yang padat diaspora Indonesia serta meningkatkan bisnis dan investasi, baik di dalam maupun di luar negeri. Gugus Tugas Bidang Kuliner, dengan misi untuk memperkenalkan dan mengembangkan kuliner khas Indonesia serta mendorong pembentukan konsorsium kuliner Indonesia. Gugus Tugas Bidang Kedirgantaraan, dengan misi untuk membantu industri dirgantara Indonesia dengan memberikan ide, pengetahuan, dana, dan berbagai jaringan bisnis. Gugus Tugas Bidang Kepemudaan, dengan misi untuk mendorong terciptanya sinergi antara pendidikan dan kebutuhan industri serta membentuk jaringan bisnis pemuda Indonesia di bidang TI, bisnis dan edukasi.[]
Kepedulian Diaspora Warga Indonesia di luar negeri, khususnya di Inggris, menurut pengamatan saya sejatinya memiliki kepedulian yang cukup besar terhadap apa yang terjadi di Tanah Air. Misalnya, bagaimana para diaspora mengirimkan bantuan ketika terjadi bencana tsunami di Aceh pada 2004, gempa di Bantul pada 2006, dan meletusnya gunung Merapi pada 2010. Semua itu mungkin tidak terekam oleh media, tapi koordinasi dan kepedulian mereka luar biasa. Di Manchester, biasanya para diaspora mengadakan Indonesian Cultural Night setiap tahunnya untuk mempromosikan kuliner, busana dan tarian Indonesia. Sedangkan di Nottingham, ada Indofest setiap Juni atau Juli. Kemudian juga ada Indonesian Scientific Student Conference di London yang diselenggarakan setiap tahun dengan dukungan KBRI. Itu semua dilakukan untuk memperluas jejaring, baik dengan pihak luar negeri maupun pihakpihak di Indonesia.
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
SOROT 19
15 agustus - 14 september 2015
Menduniakan Kuliner Indonesia
Bondan Winarno Pemerhati Kuliner Ada tiga poin yang ingin saya sampaikan, terkait dengan upaya kita untuk menduniakan kuliner Indonesia. Pertama adalah terkait dengan Hak Paten. Kita maklumi bersama bahwa kita memang tidak usah mengandalkan Pemerintah dalam upaya ini, namun demikian saya mendapati bahwa di level bawah Pemerintahan ternyata masih ada para pejabat yang memiliki pemikiran yang maju. Contohnya, baru-baru ini saya melakukan kerja sama dengan Bupati Purwakarta, Jawa Barat. Sebagaimana kita ketahui, di Purwakarta ada ‘Sate Maranggi’. Awalnya, Bupati Purwakarta saya panas-panasin, meskipun dia bangga dengan ‘Sate Maranggi Purwakarta’, tetapi saya bilang bahwa ‘Sate Maranggi Cianjur’ lebih bagus. Tapi saya juga menyampaikan bahwa Purwakarta mempunyai kesempatan untuk membuat ‘Sate Maranggi Purwakarta’ agar bisa lebih dikenal, yaitu dengan mendaftarkannya ke kantor HAKI. Kalaupun nanti kemudian Cianjur
Peran Diaspora Dalam Pengembangan Riset dan Beasiswa
juga mendaftarkan ‘Sate Maranggi’nya tetapi mereka sudah belakangan. Saya sampaikan, bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat standarisasi ‘Sate Maranggi’ tersebut, karena ketika saya berkeliling bersama Bupati ke beberapa tempat, ternyata bahwa ‘Sate Maranggi Purwakarta’ itu tidak semuanya sama di masing-masing tempat yang kami kunjungi tersebut. Hal ini bisa diperbaiki dan dibetulkan, termasuk menentukan karbohidrat yang terbaik untuk menyantap sate maranggi itu, yaitu ketan bakar. Hal ini memberikan suatu ciri khas yang perlu di daftarkan ke HAKI, karena hal ini penting. Kedua adalah branding, hal ini memang penting dan biayanyapun sangat mahal. Tetapi sebenarnya ada beberapa celah dimana kita bisa masuk disitu. Kita tahu bahwa dari semua konten yang ada sekarang ini, ternyata kuliner adalah konten yang paling populer. Bahkan cook book pun sedang naik daun sekarang ini. James Oliver pernah mengakui bahwa royalti yang dia dapatkan dari buku ternyata lebih besar dari fee yang dia peroleh dari show di TV.
Lalu kalau kita lihat juga TV Programe Show yang diselenggarakan setiap tahun di Las Vegas, Amerika Serikat, ternyata yang paling di antri itu adalah program-program kuliner. Bahkan di dunia ini kita mengenal beberapa channel yang khusus mengenai food, dan saya melihat bahwa mereka sangat kelaparan program. Empat tahun yang lalu saya hanya membuat 13 episode di salah satu channel, tapi sampai sekarang program itu masih diputar terus karena mereka memang ingin konten baru yang berbeda. Pemerintah bisa kita coba ajak untuk melakukan branding dengan memakai celahcelah seperti itu, yang relatif lebih murah dibanding jika harus membayar airtime. Kita bisa buat production program-program kuliner yang betul-betul bagus, sehingga semuanya bisa menerima, stasiun TV dan masyarakat, baik nasional maupun internasional. Saya kira itu merupakan suatu media yang cukup luas dan murah. Saya setuju dengan movement, dan selama beberapa lama ini saya juga bersikap sama dengan teman-teman pemerhati kuliner lainnya, bahwa kita tidak usah mengandalkan Pemerintah. Kalau sekarang ini Pemerintah tidak jalan, tidak ada jaminan bahwa pada lima tahun kedepan Pemerintah akan jalan. Saya kira kita tidak bisa menunggu terus, lebih baik kita bergerak, dan menurut saya sebaiknya kita bergerak dengan small step. Tetapi, sebelum itu kita harus big thinking lebih dulu. Saya setuju bahwa harus ada grand planning dimana big thingking-nya itu ada di strategi. Kemudian kita juga harus move fast karena kalau tidak kita akan menemukan munculnya penjiplakan-penjiplakan. Dengan big thingking dan strategy planning, sekaligus kita memulai dari yang kecil, tetapi harus move very fast.
Arif Satria Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor Di luar fasilitasi dari Pemerintah, sebetulnya sejumlah kalangan juga telah menjalankan inisiatif sendiri, misalnya IPB. Kami melakukan kerja sama dengan para peneliti asal IPB yang menetap dan menjadi pengajar atau periset di sejumlah universitas di mancanegara, seperti Jepang dan Australia. Mereka dapat berperan memberikan informasi bagi mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah di negara-negara tersebut, sekaligus menjadi jembatan bagi mahasiswa atau peneliti luar negeri yang berniat menuntut ilmu ataupun meneliti di Indonesia. Khusus untuk IPB dan Fakultas Ekologi Manusia, diaspora Indonesia telah membantu dalam hal memudahkan proses studi banding dan pertukaran mahasiswa.[]
20
lensa
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Culinary Heritage Merupakan Kebanggaan Bangsa William Wongso Pemerhati Kuliner
Permasalahan untuk mengangkat kuliner Indonesia memang sudah puluhan tahun, namun sampai sekarang belum juga beres. Bayangkan, sejak 30 tahun lalu hal ini sudah dibahas, namun baru pada 2012 lalu ditetapkan 30 item ikon kuliner Indonesia sebagai platform dan itupun ribut terus, karena daerah-daerah yang kulinernya tidak masuk dalam platform pada protes. Sebetulnya, platform itu bertujuan agar setiap daerah mengeluarkan 30 item kuliner mereka, itu saja dulu. Tapi overall kita cuma melihat satu hal, pernah tidak di Istana Negara disajikan masakan Indonesia pada waktu menjamu tamutamu negara, karena sampai sekarang menu utamanya masih selalu steak dingin. Ini karena kita tidak pernah mengerti dan pejabat Pemerintahpun juga tidak pernah memperhatikan bahwa culinary heritage itu merupakan kebanggaan bangsa, makanya masih terus saja mengikuti ala barat. Pada waktu penyelenggaraan konferensi APEC di Bali, kita sudah susun menu dan disetujui oleh Presiden SBY. Menunya terdiri dari dua, yaitu menu masakan tradisional dan kontemporer serta ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf berukuran besar, dan bahasa Inggrisnya dengan huruf berukuran kecil. Tapi pada pelaksanaannya ternyata penulisan nama masakan itu dibalik, justru bahasa Inggrisnya yang berukuran besar sedangkan bahasa Indonesianya malah berukuran kecil. Hal-hal seperti ini ternyata tidak pernah dimengerti, dan selama Istana yang merupakan state dinner nomor satu di negeri ini masih amburadul dalam konsep sajiannya, maka kebawahnya juga tidak akan bagus. Kalau bicara branding atau apa pun, setiap daerah tidak punya kebanggaan, karena menu tradisional mereka tidak pernah masuk Istana.
Ini adalah masalah mendasar, dimana sampai sekarang chef dari luar negeri masih di elu-elukan untuk didatangkan ke Indonesia. Padahal kalau kita melihat menu mereka, its never change, cuma hanya karena populer saja. Tapi diam-diam, chef-chef asing, terutama saya melihat di Bali, mereka mulai berusaha untuk memasukkan makanan daerah, karena mereka sudah kehabisan akal dengan western taste. Meraka bingung mau ditambahin apa lagi dan mau dibawa kemana lagi makanan western taste itu. Kemarin saya ketemu dengan Ibu Menlu dan membahas masalah ini, kami berkesimpulan bahwa ternyata masih banyak yang tidak ‘pede’ dengan makanan daerah, karena general culinery knowledge kita itu very western. Pokoknya asal enak di gatheringnya saya mau makan dan sudah selesai. Pokoknya saya puas saya makan, sudah itu tidak tahu mau diapakan lagi.[]
Pada saat perayaan HUT Kemerdekaan RI, menu yang disajikan di Istana tidak menunjukkan personifikasi daerah. Tarian dari daerah, musik juga dari daerah, tapi makanan dari daerah justru tidak ada. Baru sekali Istana menyajikan makanan dari daerah, yaitu pada waktu HUT RI ke-50. Kebetulan saat itu saya sebagai Wakil Ketua PPHRI (Perhimpunan Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia), dan kita membuat konsep untuk mendatangkan warung angkringan dari berbagai daerah dan ternyata itu menjadi rebutan. Para Menteri dan pejabat marasa senang, karena seringkali mereka itu tidak bisa makan disitu, dan itu adalah taste autentic. Di luar negeri, misalnya di Belanda dan negara lainnya, semua nama chef kita itu ‘beken’ karena hasil masakannya, sedangkan chef di Indonesia, Cathy Paat ‘beken’ kalau dia muncul di Ketua Komunitas Diaspora Indonesia di London, Inggris TV. Chef Agus dan Chef Yono itu tidak mungkin Komunitas Diaspora Indonesia di London aktif dalam akan terkenal di Belanda kegiatan mempromosikan Indonesia, baik dari sisi kuliner, dan Amerika Serikat kalau seni tari, ataupun produk fashion hasil karya orang Indonesia. mereka hanya muncul di TV Kami juga menyelenggarakan sejumlah lokakarya, seperti dan orang tidak mencicipi membatik, bermain gamelan, ataupun menari, bekerja sama masakannya. dengan sekolah atau universitas setempat. Bahkan, kami berpartisipasi aktif dalam ‘Festival Asia’ yang merupakan ajang Asia terbesar di London. Kami menampilkan sejumlah produk kesenian dan kuliner Indonesia, bekerja sama dengan KBRI di Inggris. Terkait dengan kebijakan dwikewarganegaraan, jika memang sulit untuk diwujudkan, setidaknya Pemerintah Indonesia bisa menerapkan kebijakan alternatif, seperti misalnya memberikan hak bebas masuk tanpa visa ke Indonesia untuk mantan WNI ataupun WNA keturunan orang Indonesia. Dengan demikian, mereka bisa membeli properti walaupun terbatas, juga bisa membuka bisnis di Indonesia.
Diaspora London Aktif Melakukan Promosi
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
LENSA 21
Harmonisasi ASEAN dan Mitra Wicara dalam Pembangunan Arsitektur Kawasan
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi melanjutkan Rangkaian Pertemuan AMM ke – 48 dengan mengikuti sepuluh pertemuan Post Ministerial Conferences/PMC+1 Session dengan negara-negara Mitra Wicara, enam pertemuan bilateral tingkat Menlu, serta pertemuan ke-13 Southwest Pacific Dialogue Ministerial Meeting (SwPD) pada 5-6 Agustus 2015. Menlu RI sebagai koordinator kerja sama kemitraan ASEAN-Republik Korea (ROK) periode 2012-2015 untuk terakhir kalinya memimpin dengan Menlu ROK pertemuan ASEAN–ROK. Selama kemimpinan Indonesia, kemitraan ASEAN- ROK telah mencapai capaian kerja antara lain pembukaan Perwakilan ROK untuk ASEAN (Oktober 2012); peningkatan kerja sama dialog politik keamanan; peningkatan hubungan pengusaha, khususnya UKM; target perdagangan USD 200 miliar tahun 2020 melalui ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA); penetapan tahun 2017 sebagai ASEAN-ROK Cultural Exchange year dan rencana pendirian ASEAN culture house di Busan. Menlu RI juga melaporkan capaian berbagai proyek kerja sama ASEAN-ROK Action Plan selama kepemimpinan Indonesia khususnya di bidang peningkatan kapasitas, pertanian dan UKM. Dari 129 proyek, 71 proyek telah selesai diimplementasi, 24 proyek sedang berjalan dan 34 proyek akan diimplementasi sampai dengan akhir tahun 2015. Indonesia menyerahkan
Guna meningkatkan kerja sama maritim, Menlu RI mendorong partisipasi negara Mitra Wicara khususnya dari segi konektivitas dan memerangi Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Secara khusus, Menlu RI menegaskan pentingnya kerja sama meningkatkan konektivitas dan infrastrutur maritim dengan RRT guna memfasilitasi arus perdagangan dan hubungan antar masyarakat.
kepemimpinan kerja sama kemitraan ASEANROK kepada Kamboja dan mengambil alih kepemimpinan kerja sama kemitraan ASEANSelandia Baru untuk periode 2015-2018 dari Laos. Menlu RI dalam berbagai pertemuan ASEAN dengan mitra wicara lain menyambut baik perkembangan positif dari kerja sama
yang telah dicapai. Di bidang ekonomi, Menlu RI menegaskan kerja sama perdagangan dan investasi termasuk sektor infrastruktur, inisiatif ASEAN-Jepang mengenai “high quality infrastructure” dapat memastikan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi terintegrasi. Menlu RI juga menekankan pentingnya interaksi antar pengusaha ASEAN dengan negara mitra wicara termasuk UKM seperti yang dilakukan dalam ASEAN – Canada dan ASEAN - Uni Eropa. Indonesia menyampaikan komitmen untuk memaksimalkan potensi perdagangan dengan negara mitra wicara seperti melalui ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area yang telah berhasil meningkatkan perdagangan ASEAN-Australia sebesar 12,3 % (2013-2014). Guna meningkatkan kerja sama maritim, Menlu RI mendorong partisipasi negara Mitra Wicara khususnya dari segi konektivitas dan memerangi Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Secara khusus, Menlu RI menegaskan pentingnya kerja sama meningkatkan konektivitas dan infrastruktur maritim dengan RRT guna memfasilitasi arus perdagangan dan hubungan antar masyarakat. Di bidang people-to-people contact, Indonesia mendorong agar terus dikembangkannya berbagai program-program dengan negara mitra wicara seperti pelatihan bahasa, pertukaran pelajar, kerja sama wisata dan kegiatan kegiatan seperti penyelenggaraan ASEAN – Russia Youth Summit, dan pemanfaatan ASEAN Centre di Moskow. Selain pertemuan dengan mitra wicara, Menlu RI juga menghadiri pertemuan 13th Southwest Pacific Dialogue Ministerial Meeting (SwPD). Menlu RI menegaskan komitmen kuat RI untuk bekerja sama dengan negara-negara SwPD (Papua Nugini, Timor Leste, Australia, Selandia Baru dan Indonesia) pada berbagai isu seperti mengatasi efek perubahan iklim khususnya terhadap negara-negara kepulauan, food security dan menanggulangi kejahatan maritim lintas batas. Selain itu, Indonesia juga mendorong pembentukan SwPD Working Group on Connectivity. Pada hari terakhir pertemuan AMM (6/8), Menlu RI menghadiri pertemuan ASEAN+Tiongkok, Japan dan Korea (ASEAN+3), East Asian Summit (EAS), ASEAN Regional Forum (ARF) dan 2 pertemuan bilateral yaitu dengan Selandia Baru dan Korea Utara. (sumber: BAM)
22
lensa
No. 91 TAHUN VIII
15 agustus - 14 september 2015
Pembangunan Masjid di Indonesian Islamic Center, Kabul, Simbol Persahabatan Kedua Negara
KBRI Kabul bekerjasama dengan NECDO (Noor Educational and Development Organization) menyelenggarakan peresmian dimulainya pembangunan Masjid di kompleks Indonesian Islamic Center (IIC) bertempat di gedung Fatiha, 500 meter dari lokasi pembangunan Masjid, di daerah Ahmad Shah Baba Mina, Kabul, Afghanistan (09/08). Hadir dalam peresmian tersebut Menteri Agama dan Urusan Haji Afghanistan, Faiz Mohammad Osmani, Acting Dirjen Politik Kemlu, Baba Khan Aslami, Direktur Kebudayaan Kemlu, Eng Touryalai Ghiyasi, Acting Walikota Kabul, Khoghman Ulomi, Duta Besar Iraq Arshad Omar Esmaeel dan para pejabat serta tokoh masyarakat setempat. Dalam sambutannya, Menteri Agama dan Urusan Haji menyampaikan bahwa Masjid dimanapun berada mempunyai peranan penting. Demikian pula peranan Masjid yang akan dibangun tersebut merupakan simbol kebudayaan antara kedua negara, Indonesia dan Afghanistan. Diharapkan pembangunan Masjid tersebut nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menteri juga menyampaikan rasa terima kasih Pemerintah Afghanistan kepada Pemerintah Indonesia melalui Duta Besar RI di Afghanistan.
Dalam sambutannya, Duta Besar LBBP RI, Mayjen TNI (Purn) Anshory Tadjudin menyatakan bahwa gagasan pembangunan kompleks IIC yang terdiri dari sebuah Masjid, Poliklinik, Perpustakaan dan Guest House, pertama kali disampaikan oleh mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dengan harapan akan mampu menumbuhkan munculnya perdamaian dan rekonsiliasi di Afghanistan
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
yang telah dilanda peperangan selama lebih dari 30 tahun. Dubes juga mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memungkinkan terwujudnya pembangunan Masjid pada IIC saat ini. Dubes juga mengusulkan nama masjid nantinya “Masjid As Salam”, yang berarti Masjid Perdamaian, yang akan menjadi symbol persahabatan dan perdamaian di Afghanistan. Direktur Kebudayaan, Kemlu Afghanistan, Eng Touriyalai Ghiyasi, yang pernah menjabat sebagai KUAI Kedutaan Besar Afghanistan di Jakarta, dalam sambutannya mengemukakan bahwa rencana pembangunan Masjid tersebut telah terdengar sewaktu dirinya bertugas di Jakarta, pada tahun 2010, dan bersyukur sekarang telah dapat dimulai pembangunannya. Indonesia merupakan sahabat istimewa, dimana kalau negara lain memberikan bantuan kepada Afghanistan berupa senjata beserta pelurunya, namun Indonesia memberikan bantuan berupa sebuah Masjid beserta kelengkapannya. Ia mengharapkan bantuan Masjid tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pusat aktivitas Islam masyarakat setempat dan dapat meningkatkan persahabatan antara kedua negara. Acting Walikota Kabul, Khoghman Ulomi, dalam sambutannya mengemukakan bahwa hubungan kedua negara, Indonesia dan Afghanistan telah dimulai sejak kunjungan Presiden RI pertama, Ir Sukarno pada era tahun 1960 an. Sewaktu Sukarno berpidato di pusat kota Kabul mengenai pentingnya persahabatan kedua negara, Ia baru berusia 10 tahun. Saat ini sewaktu ia menjabat sebagai Acting Walikota, hubungan tersebut lebih dipererat lagi dengan sumbangan Indonesia bagi pembangunan sebuah Masjid. Ia berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas bantuan tersebut. Acara kemudian diakhiri dengan pengguntingan pita dan peletakkan batu pertama di lokasi kompleks pembangunan oleh Acting Walikota dan Dubes LBBP RI disaksikan oleh pejabat pusat maupun setempat.[]
Diplomasi No. 91 TAHUN VIII TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
15 agustus - 14 september 2015
LENSA 23
Menlu RI: Sertifikat Man and Biosphere UNESCO, Bukti Kekayaan Alam Indonesia Menteri Luar Ngeri RI, Retno LP Marsudi, menegaskan bahwa penyerahan Sertifikat Man and Biosphere UNESCO untuk Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuno dan Taka Bonerate-Kepulauan Selayar menambah bukti kekayaan alam Indonesia. Aset ini perlu untuk terus dikembangkan dan dilindungi. Hal tersebut disampaikan Menlu Retno saat menerima Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO, Duta Besar T. A. Fauzi Soelaiman, yang didampingi oleh Prof. Dr. Enny Sudarmonowati, Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, dalam acara penyerahan sertifikat Man and Biosphere UNESCO di Jakarta, Senin (10/8). Kedua cagar biosfer tersebut telah diakui kelayakannya oleh masyarakat internasional untuk bergabung ke dalam World Network of Biosphere Reserves (WNBR) melalui keputusan
Upaya Pemerintah Indonesia untuk memasukkan cagarcagar biosfer nusantara ke dalam WNBR ditujukan untuk terus memperkenalkan keindahan alam Indonesia kepada masyarakat internasional, selain juga untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian alam Indonesia.
sidang ke-27 International Coordinating Council (ICC) MAB tanggal 8 – 12 Juni 2015 di Paris. Penyerahan kedua sertifikat ini bukan akhir dari upaya Indonesia dalam perlindungan dan pengembangan situs-situs Man and Biosphere Indonesia, tetapi awal dari upaya bersama Pemerintah dan semua elemen bangsa untuk terus menjaga dan mengembangkannya, termasuk untuk tujuan pariwisata. Cagar biosfer Bromo Tengger SemeruArjuno terletak di Jawa Timur dan meliputi wilayah sekitar Gunung Bromo yang terletak 2.392 di atas permukaan laut. Wilayah cagar biosfer tersebut memiliki setidaknya 1.025 spesies tanaman, termasuk 226 spesies Anggrek dan 260 tanaman obat dan ornamental. Cagar biosfer ini juga merupakan habitat dari sejumlah fauna yang termasuk dalam Red List of Threatened Species of the International Union for Conservation of Nature (IUCN), seperti Macan Tutul, Kijang, Trenggiling, dan Burung Merak Hijau. Saat ini, terdapat sekitar 750.000 penduduk di wilayah cagar biosfer Bromo Tengger SemeruArjuno, 2.000 di antaranya berada di zona inti (core zone) dari cagar tersebut. Kegiatan ekonomi masyarakat setempat bertumpu pada pariwisata, pertanian, peternakan, dan pengumpulan hasil hutan kayu maupun non-kayu. Cagar biosfer Taka Bonerate-Kepulauan Selayar terletak di Sulawesi Selatan, merupakan taman laut yang memiliki kawasan atol (pulau karang) terbesar ketiga di dunia dengan luas total 220.000 hektar yang terdiri atas hutan bakau dan terumbu karang. Cagar biosfer ini merupakan habitat bagi beberapa spesies terumbu karang yang unik serta sejumlah keanekaragaman hayati laut yang terancam punah, antara lain Penyu dan Kima (kerang) raksasa. Cagar biosfer ini dihuni oleh sekitar 125.000 penduduk, 6.700 di antaranya di zona inti (core zone). Kegiatan ekonomi di cagar biosfer ini utamanya pariwisata dan perikanan. Dengan diakuinya Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuno dan Cagar Biosfer Taka Bonerate-Kepulauan Selayar, saat ini Indonesia telah memiliki 10 (sepuluh) situs MAB UNESCO. Upaya Pemerintah Indonesia untuk memasukkan cagar-cagar biosfer nusantara ke dalam World Network of Biosphere Reserves (WNBR) ditujukan untuk terus memperkenalkan keindahan alam Indonesia kepada masyarakat internasional, selain juga untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian alam Indonesia. (Dit. Sosbud OINB)
http://www.tabloiddiplomasi.org 15 agustus - 14 september 2015
No. 91 Tahun ViII, Tgl. 15 agustus - 14 SEPTEMBER 2015
No. 91 TAHUN VIII
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3858035 www.tabloiddiplomasi.org
ASEAN Fun Run and Carnival, Jadikan Masyarakat ASEAN 2015 Lebih Merakyat
Untuk memperingati HUT ASEAN ke-48 sekaligus mensosialisasikan Masyarakat ASEAN yang dimulai akhir tahun ini, Kementerian Luar Negeri mengadakan ‘ASEAN Fun Run and Carnival’ di Monumen Nasional (Monas), Minggu (9/8). Acara yang memanfaatkan hari bebas kendaraan bermotor (car free day) ini dibuka langsung oleh Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi. Sebanyak kurang lebih 3000 peserta memeriahkan fun run yang mengambil rute sepanjang 5 km dari Monas, menyusuri Jalan MH Thamrin, melewati Bundaran HI, dan berakhir kembali di Monas. 500 medali dibagikan untuk
500 peserta pertama yang menyentuh garis finish. Menlu Retno tidak ketinggalan ikut berlari sepanjang rute yang ditentukan. Sekretaris Jenderal ASEAN, Le Luong Minh, juga tampak di antara para peserta fun run. Selain fun run, di pelataran silang Barat Daya Monas diadakan pula ASEAN Carnival yang menyajikan perpaduan seni dan budaya khas ASEAN melalui pameran, parade, dan pasar rakyat. Perwakilan dari masing-masing kedutaan besar negara-negara ASEAN di Jakarta turut berpartisipasi dalam carnival. Stand kedutaan
dimeriahkan oleh 10 pasang model yang mengenakan pakaian nasional negara masingmasing. Para pengunjung pun antusias berfoto bersama para model dengan pakaiannya yang atraktif. Rangkaian kegiatan ASEAN Day yang mengambil tema ‘ASEAN adalah Kita’ ini juga bertujuan untuk mempromosikan kota Jakarta sebagai ibu kota diplomatik Asia Tenggara, seperti diungkapkan oleh perwakilan AbangNone Jakarta yang turut memeriahkan ASEAN Carnival. “Momentum ASEAN Day adalah kesempatan untuk meningkatkan public awareness mengenai ASEAN dan memperkuat rasa kebersamaan (we feeling) sebagai warga ASEAN menjelang dimulainya Masyarakat ASEAN 2015,” ujar Direktur Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu), Spica Tutuhatunewa. Sementara itu, menanggapi keraguan yang ada terkait Masyarakat ASEAN, Menlu Retno menegaskan dalam sambutannya, “We are ready for ASEAN Community 2015!” ASEAN Fun Run & Carnival merupakan bagian dari rangkaian kegiatan peringatan ASEAN Day setelah sebelumnya (30/7) diselenggarakan pre-event berupa seminar bertema ‘Penguatan Peran Pemuda dalam Menghadapi Persaingan Pasar Tenaga Kerja di Era Masyarakat ASEAN 2015’. Rangkaian kegiatan peringatan ASEAN akan dilanjutkan dengan acara pemutaran film (movie screening) dan diskusi dengan tokoh perfilman pada bulan September, Oktober, dan November, menayangkan 3 film produksi negara anggota ASEAN yaitu Tabula Rasa (Indonesia), The Journey (Malaysia), dan Last Reel (Kamboja).[]
ISSN 1978-9173 www.tabloiddiplomasi.org
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.tabloiddiplomasi.org Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
9
771978 917386