PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum forma citratum Back) TERHADAP INFESTASI LARVA LALAT HIJAU (Chrysomya megacephala) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)
DHIOSI OKTAVIA AFRENSI
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum forma citratum Back) TERHADAP INFESTASI LARVA LALAT HIJAU (Chrysomya megacephala) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)
DHIOSI OKTAVIA AFRENSI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
LEMBAR PENYESAHAN
Judul Penelitian
: Pengaruh Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) Terhadap Infestasi Larva Lalat Hijau (Chrysomya megacephala) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio).
Nama
: Dhiosi Oktavia Afrensi
NRP
: B04103184
Disetujui
Dr. drh. Susi Soviana, MSi Pembimbing I
Ir. Agus Kardinan, MSc. APU Pembimbing II
Diketahui
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan , MS. Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
ABSTRAK
DHIOSI OKTAVIA AFRENSI. B04103184. Pengaruh minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) Terhadap Infestasi Larva Lalat Hijau (Chrysomya megacephala) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan AGUS KARDINAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak atsiri kemangi pada ikan mas terhadap daya hinggap dan infestasi larva lalat hijau. Lalat hijau merupakan serangga penyebab utama kerusakan produk ikan asin berdaging tebal akibat terjadinya infestasi larva lalat hijau pada produk ikan asin selama penjemuran. Pengendalian lalat hijau menggunakan insektisida sintetik cukup efektif dan relatif mudah diaplikasikan, namun penggunaannya secara tidak terkendali sering kali menimbulkan berbagai dampak negatif. Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum forma Back) menghasilkan minyak atsiri. Kemangi disuling dengan sistem penyulingan uap sehingga terpisah antara air dan minyak kemangi. Minyak atsiri kemangi dicampur dengan aquades sebagai pengencer sehingga didapat konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan empat kali ulangan untuk setiap perlakuan. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis Sidik Ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan Duncan’s. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa semua konsentrasi perlakuan yang diujikan dapat menekan jumlah lalat untuk hinggap pada media ikan. Penurunan jumlah lalat yang hinggap dan jumlah larvanya menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi perlakuan yang digunakan.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 22 Oktober 1983 dari pasangan Bapak Basyarudin Effendi Djaya dan Ibu Hakimah Ismail. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989-1995 di SDN 68 Bengkulu, Tahun 1995 sampai dengan 1998 penulis melanjutkan sekolah di SLTP 2 Bengkulu, kemudian melanjutkan ke SMUN 7 Bengkulu sejak tahun1999 sampai 2002. Penulis diterima di Perguruan Tinggi Negri Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2003 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa organisasi seperti: Himpunan Minat Profesi RUMINANSIA FKH IPB (2004-2005), DKM An-Nahl (2004-2007), DKM Al-Hurriyah (2006-2007).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan nikmat dalam kehidupan, berkat petunjuk dan ridho-Nya maka skripsi ini selesai dituliskan. Salawat dan salam teruntuk Nabi Allah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pejuang yang tidak kenal lelah menegakkan kebenaran sampai akhir zaman. Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan terima kasih kepada: Dr. drh Susi Soviana MSi, sebagai dosen pembimbing pertama (terima kasih atas kesabaran, semangat, kasih sayang dan waktu yang telah diluangkan dalam pembuatan skripsi ini) dan Ir. Agus Kardinan MSc, APU sebagai pembimbing kedua atas semangat, kesabaran dan waktu yang telah diluangkan dalam pembuatan skripsi ini. Keluarga tersayang (Bapak, Ibunda yang selalu memberikan motivasi, kakak Retha, kakak Linda, kakak Iron, adik Hilda) atas dukungan, doa dan kasih sayang yang tulus diberikan. Dr.drh Setyo Widodo sebagai pembimbing akademik (terima kasih atas kesabaran, motivasi, semangat yang menyertai hari-hari kuliah di FKH). Terima kasih kepada tekhnisi labolatorium (Bapak Opik, Bapak Nanang, Mas Jack, Bapak Hery, Bapak Yusuf, Bapak Tedy) atas bantuan, kesabaran, perhatian dan nasehat yang diberikan. Staf Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet serta Staf Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) dan sahabatku (Lia, Prita, Lilis, Widya, Atin, Elia, Ani, Ramlah, Ochi, Ahmad nur, Supri, Aswad, Kukuh) serta teman seperjuangan Datthu yang selalu bersama menjalani penelitian ini. Tak lupa juga saudaraku tercinta di K-Link yang memberikan arti makna sebuah perjuangan kehidupan ”Sahabat sejati tidak akan pergi karena mereka selalu ada dihati”. Penulis sangat menyadari kekurangan dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam proses pembuatannya. Semoga karya tulis ini bermanfaat. Amin. Bogor, September 2007
Dhiosi Oktavia Afrensi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL..................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................ ix PENDAHULUAN..................................................................... x Latar Belakang................................................................................... 1 Tujuan Penelitian................................................................................ 3 Hipotesa .............................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Ciri Chrysomya megacephala ................................... 4 Biologi dan Perilaku Ketertarikan Chrysomya megacephala ............ 6 Penyebaran Chrysomya megacephala ................................................ 8 Peran Chrysomya megacephala.......................................................... 9 Klasifikasi kemangi ............................................................................ 9 Kandungan daun kemangi .................................................................. 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat.............................................................................. 13 Bahan dan Alat ................................................................................... 13 Metode ................................................................................................ 13 Pembiakan Masal Lalat di Laboratorium ........................................... 14 Penyulingan Daun Kemangi............................................................... 15 Pengujian ............................................................................................ 17 Analisis Data ...................................................................................... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Hinggap Pengaruh Minyak Kemangi Terhadap Lalat ............. 20 Pengaruh Minyak Kemangi Terhadap Jumlah Larva Lalat................ 21 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23 LAMPIRAN................................................................................................. 25
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kegunaan dari bagian-bagian tanaman kemangi ....................................... 11 2. Sifat fisik kimia minyak kemangi .............................................................. 12 3. Volume setiap kosentrasi pada awal ekstrak.............................................. 17 4. Rata-rata jumlah lalat yang hinggap .......................................................... 19 5. Rata-rata jumlah infestasi larva lalat.......................................................... 20
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Chrysomya megacephala ............................................................................ 4 2. Perbedaan Chrysomya megacephala jantan dan betina .............................. 5 3. Siklus hidup Chrysomya megacephala....................................................... 8 4. Tanaman Kemangi ..................................................................................... 10 5. Kandang biakan massal lalat C. Megacephala .......................................... 13 6. Ikan mas dalam gelas air mineral............................................................... 14 7. Alat penyuling............................................................................................ 15 8. Bagan aliran proses penyulingan daun kemangi........................................ 16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jumlah rata-rata daya hinggap Chrysomya megacephala pada media.......................................................... 26 2. Infestasi larva lalat Chrysomya megacephala dengan berbagai kosentrasi........................................................................... 26 3. Hasil uji ANOVA daya hinggap lalat.......................................................... 27 4. Hasil uji lanjut Duncan’s pada jam ke-1...................................................... 27 5. Hasil uji lanjut Dunca’s pada jam ke-2........................................................ 28 6. Hasil uji lanjut Duncan’s pada jam ke-3………………………………..... 28 7. Hasil uji lanjut Duncan’s keseluruhan......................................................... 29 8. Hasil uji ANOVA infestasi larva lalat pada media……………………….. 29 9. Hasil uji lanjut Duncan’s infestasi larva lalat pada media……………….. 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta standar hidup manusia, perhatian para ahli serangga kesehatan bukan hanya bertumpu pada serangga-serangga yang berperan sebagai penular penyakit (vektor), tetapi juga pada kelompok serangga lain yang menimbulkan kerugian dalam arti yang luas, baik sebagai pengganggu ketenangan, penurunan kualitas bahan makanan, bahkan sebagai pengganggu estetika lingkungan. Dengan demikian sekelompok serangga tidak hanya diperhitungkan dampak merugikan dari perannya sebagai penular penyakit melainkan juga dari gangguan akibat dari gigitannya bahkan hanya dari akibat keberadaannya dalam pemukiman manusia. Hal yang serupa juga terjadi pada perhatian para ahli serangga kesehatan terhadap beberapa jenis lalat. Lalat mulai dirasakan sebagai bahaya mengancam, bukan hanya dari segi kesehatan karena kebiasaannya berkerumun pada sampah lalu dengan mudahnya hinggap pada makanan, tetapi juga dari segi estetika. Ancaman lalat mulai diperhitungkan terutama setelah timbulnya masalah sampah yang merupakan dampak negatif pertambahan pendududuk. Limbah yang jumlahnya terus bertambah baik dari rumah tangga, peternakan maupun industri akhirnya memasuki lokasi pemukiman. Hal ini mengundang lalat untuk datang dan akhirnya berkontak dengan manusia dengan seluruh permasalahannya. Jenis lalat yang sudah sangat dikenal dengan penyebarannya kosmopolitan terutama di wilayah tropis adalah lalat Chrysomya megacephala (Fabricius) atau secara umum dikenal sebagai lalat hijau. Warna yang hijau dan memiliki ukuran yang besar dibandingkan ukuran lalat-lalat lain pada umumnya mudah dikenali. Apalagi dengan kebiasaanya berkerumun pada bahan makanan, sampah ataupun limbah yang membusuk menjadikan lalat ini begitu akrab sebagai serangga pemukiman yang kehadirannya selalu diidentikkan dengan kondisi yang jorok dan tidak sehat. Selain itu sebagaimana lalat jenis lain dalam kelompok lalat famili Calliphoridae, lalat C. megacephala juga berpotensi menimbulkan miasis
(belatungan). Miasis merupakan infestasi larva lalat atau belatung pada jaringan hewan hidup, maupun jaringan nekrotik. Miasis dikelompokkan menurut kebiasaan lalat, yaitu miasis obligat bila larva hanya ada pada jaringan hidup dan miasis fakultatif bila larva terdapat pada jaringan mati ataupun luka yang membusuk. Miasis telah lama menjadi masalah pada usaha pengolahan ikan asin terutama ikan asin berdaging tebal, sehingga mendorong nelayan pengolah menggunakan berbagai insektisida sintetik (Esser 1990). Penggunaan insektisida pada bahan makanan dapat berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Insektisida sintetik sudah umum dilakukan karena cukup efektif dan relatif lebih mudah diaplikasikan namun, penggunaan insektisida sintetik pada usaha pengolahan ikan asin dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti banyaknya residu insektisida yang tertinggal, mencemari lingkungan dan pekerja yang dapat menimbulkan berbagai dampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Dalam upaya untuk ikut mengurangi penggunaan insektisida sintetik diperlukan insektisida berasal dari alam yang penggunaannya aman bagi lingkungan. Insektisida nabati memiliki susunan molekul yang sebagian besar terdiri atas Carbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen yang mudah terurai menjadi senyawa yang tidak membahayakan lingkungan (Dadang 1998). Sekitar 3.200 dari jenis tanaman dari suku paci-pacian merupakan tanaman pangan dan penghasil bahan pewangi. Ciri umum dari tanaman suku paci-pacian yaitu berbatang segi empat dan letak daunnya berhadap-hadapan. Bunga memiliki mahkota yang berbibir bawah lebar. Satu dari ribuan jenis tanaman diatas, yaitu kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back). Asal usul tanaman kemangi tidak diketahui dengan pasti, sejak dahulu tanaman tersebut telah ada di Indonesia, tanaman kemangi dimanfaatkan untuk sayur atau lalap sebagai pemacu selera makanan. Tanaman kemangi mengandung minyak atsiri seperti egenol, sineol, methyl chavicol, protein, fosfor, besi, belerang, Vitamin A, dan Vitamin C tetapi sejak dulu belum pernah dibudidayakan untuk dipungut minyaknya. Minyak atsiri (essential oil) merupakan minyak tumbuhan, mengandung aroma, dan ada yang mudah menguap. Oleh karena itu, disebut juga sebagai minyak terbang (volatile oil). Minyak atsiri berperan ganda pada tanaman, yaitu memiliki daya tarik terhadap
serangga yang membantu penyerbukan bunga dan mengusir serangga perusak. Minyak atsiri banyak terdapat pada daun yang masih muda dan menimbulkan bau wangi. Minyak tersebut juga menimbulkan rasa pedas bila dikunyah (Pitojo 1996). Tujuan Untuk mengetahui pengaruh minyak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) terhadap daya hinggap dan infestasi larva lalat hijau (Chrysomya megacephala) pada ikan mas ( Cyprinus carpio). Hipotesa Dengan bau minyak atsiri kemangi yang khas, maka jumlah lalat yang hinggap pada media ikan mas yang telah dilumuri minyak ini dan larva yang dihasilkan akan menurun sesuai dengan peningkatan konsentrasi minyak kemangi (Ocimum basilicum forma Back).
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Ciri Lalat Chrysomya megacephala (Fabrius). Klasifikasi dan ciri umum lalat hijau Chrysomya megacephala (Fabrius) menurut Kurahashi (Evenhuis 1989 dalam Soviana 1996) sebagai berikut: Ordo
: Diptera
Subordo
: Cyclorrapha
Famili
: Calliphoridae
Subfamili : Chrysomyniae Genus
: Chrysomya
Spesies
: Chrysomya megacephala
Gambar 1 Chrysomya megacephala ( Anonimous 2007a )
Chrysomya megacephala dikenal sebagai lalat hijau. Sebenarnya penamaan lalat hijau ini bukan hanya diperuntukkan bagi lalat jenis ini saja tetapi juga semua lalat yang memiliki ciri-ciri umum yang sama. Lalat hijau memiliki warna tubuh yang hijau atau kehijauan, mengkilat dan berpotensi menimbulkan miasis (belatungan) baik pada manusia, hewan maupun bahan makanan lain, yang semuanya termasuk dalam kelompok lalat dari famili Calliphoridae. Dalam bahasa Inggris kelompok lalat hijau ini diistilahkan sebagai “blow flies”.
Penamaan khusus terhadap lalat Chrysomya megacephala dalam bahasa Indonesia tidak dikenal, sedangkan dalam istilah Inggris disebut sebagai “Oriental latrine fly”. Ciri umum Chrysomya megacephala dewasa selain memiliki warna tubuh hijau kebiruan metalik, mengkilat, lalat ini memiliki ukuran kira-kira 1,5 kali lalat rumah. Sayatan jernih dengan guratan urat-urat yang jelas, seluruh tubuh tertutup dengan bulu-bulu keras dan jarang letaknya. Mempunyai abdomen berwarna hijau metalik (Cheng 1964 dalam Sigit 1978) dengan mata bewarna jingga dan bagian mulutnya bewarna kuning. Panjang lalat kurang lebih delapan mm dari kepala sampai ujung abdomen. Lalat jantan memiliki sepanjang mata yang cenderung bersatu atau holoptik sedangkan lalat betina memiliki sepasang mata yang sedikit terpisah antara satu dan lainnya atau dioptik. Mengenai ciri morfologi Chrysomya megacephala yang menonjol dibandingkan terhadap spesies lainnya pada genus yang sama, digambarkan oleh (White et al. 1940) bahwa pada lalat jantan terdapat bentuk mata faset yang membesar pada pertengahan atas mata sehingga memberi batas yang jelas dan seolah-olah membagi mata faset atas dua bagian.
(a)
(b)
Gambar 2 Chrysomya megacephala (a) jantan (b) betina (Anonimous 2007b)
Kurahashi (1984) dalam tulisannya mengenai penyebaran lalat ini, berspekulasi bahwa sebenarnya nama Chrysomya megacephala diambil dari
kelompok lalat megacephala yang terdiri dari tujuh spesies lalat yang terutama berasal dari wilayah Oseania dan Australia. Ketujuh spesies lalat itu adalah Chrysomya saffranea (Bigot), C. phaonis (Seguy), C. bezziana (Villeneuve), C. thanomthini (Kurahashi dan Tumrasvin), C. pingguis (Wiedeman), C. defixa (Walker) serta C. megacephala (Fabricius) sendiri. Secara lebih terperinci Kurahashi (1984) memisahkan lalat C. megacephala dari jenis lalat lain dalam kelompok megacephala berdasarkan adanya beberapa persamaan dan perbedaan morfologis. Bersama-sama dengan C. saffranea, C. phaonis dan C. bezziana, C. megacephala dipisahkan dari berbagai jenis lalat lain dalam kelompok megacephala berdasarkan kepada warna dasar skuama atas yang putih. Selanjutnya dengan bulu-bulu pada skuama atas dan bawah yang berwarna coklat kehitaman juga daerah sekitar mata yang orange kemerahan, lalat C. megacephala dan C. saffranea ini dapat dibedakan dengan C. phaonis dan C. bezziana yang memiliki warna bulu skuama putih. Sedangkan untuk membedakan dengan C. saffranea, jelas terlihat dari perbedaan warna bulu-bulu peritomal (sekitar mulut) yang hitam atau kehitaman pada C. megacephala dan kuning pada C. saffranea.
Biologi dan Perilaku Ketertarikan Lalat Chrysomya megacephala Dalam kehidupan alami, lalat C. megacephala mengalami metamorfosa sempurna yang diawali dengan telur, yang kemudian menjadi larva, pupa dan akhirnya menjadi bentuk dewasa. Telur diletakkan oleh lalat dewasa dalam keadaan berkelompok-kelompok. Pada daging ikan “cod” (Gadus morhua), dilaporkan bahwa umumnya telur diletakkan pada celah-celah sempit diantara daging ikan atau di bawah permukaan antara daging ikan dan dasar wadahnya. Hal ini terutama untuk melindungi telur dari kekeringan seperti halnya mengapa telur diletakkan dalam kelompokkelompok (Esser 1990). Dilaporkan pula bahwa peletakkan telur oleh lalat ini dipengaruhi oleh rangsangan kimia, yang disimpulkan sebagai feromon, yang dihasilkan oleh lalat betina pada saat bertelur. Sehingga adanya telur segar dan lalat betina lain yang bertelur pada suatu media, mendorong lalat betina lainnya untuk meletakkan telurnya pada media tersebut.
Pada umumnya telur yang menetas akan membentuk kelompok-kelompok kecil larva. Setelah berganti kulit dalam waktu 12-18 jam dan menjadi larva tahap kedua, setelah dua hari kemudian berkembang menjadi larva tahap ketiga. Larva yang cukup umur dapat berukuran satu cm dan berwarna kuning tua keputihputihan, stadium larva dilalui selama 5-6 hari. Bila telah siap menjadi pupa, larva tersebut akan mencari tempat yang kering. Stadium pupa dilalui selama 7-9 hari dan akhirnya menjadi bentuk dewasa. Waktu yang diperlukan dari telur sampai menjadi lalat dewasa adalah kira-kira 14-15 hari (Soviana 1996). Seluruh siklus hidupnya, yaitu dari telur sampai menghasilkan telur lagi memerlukan waktu kirakira tiga minggu. Larva lalat Chrysomya megacephala menimbulkan masalah miasis. Larva terutama berkembang pada bangkai, atau jaringan yang membusuk dan sangat jarang ditemukan pada luka, walaupun seringkali lalat dewasa makan dari lukaluka (Spradbery 1991). Masalah miasis akibat infestasi larva lalat ini, terutama pada bahan makanan banyak dilaporkan pada usaha pengolahan ikan asin berdaging tebal seperti ikan kakap atau mayung. Bahkan dari penelitian terhadap koloni lalat C. megacephala yang ditangkap dari tempat usaha pembuatan ikan asin di Muara Angke, Jakarta Utara (Esser 1990 dalam Soviana 1996) ditemukan bahwa larva lalat ini dalam keadaan terpaksa masih dapat hidup dan berkembang pada daging ikan dengan kadar garam mencapai 40% dari berat bersih ikan. Bentuk dewasa lalat ini sudah menjadi pengganggu pada rumah potong hewan, dan pada tempat-tempat penjualan daging, ikan, manisan, buah-buahan dan berbagai jenis makanan di pasar (Greenberg 1973).
Gambar 3 Siklus hidup C. megacephala (Anonimous 2007c)
Penyebaran Lalat Hijau Chrysomya megacephala (Fabricius) Kurahashi (1984) menyatakan bahwa lalat ini merupakan jenis lalat pengganggu yang umum di wilayah Asia Tenggara dan menyebar secara luas sampai ke Australia dan Oceania. Penyebaran yang luas agaknya dimungkinkan pula oleh daya adaptasinya yang tinggi. Penyebaran beragam jenis lalat famili Calliphoridae
berdasarkan
ketinggian
pernah
dilakukan
di
pegunungan
Chiangmai, Thailand (Tumrasvin et al. 1978). Dilaporkan bahwa 35% dari sejumlah 2189 ekor lalat yang tediri dari 17 spesies lalat famili Calliphoridae yang tertangkap dilokasi penelitian baik di wilayah perkotaan di tepi pantai, maupun tempat-tempat dengan ketinggian 500 meter hingga 1700 meter diatas permukaan laut, adalah lalat C. megacephala. Di wilayah Jawa Barat (Soviana et al. 1994) menemukan bahwa 96% dari jumlah lalat dari famili Calliphoridae yang tertangkap dengan perangkap berumpan daging mentah di tiga wilayah peternakan sapi di Cakung, Jonggol dan Cicurug adalah lalat jenis ini. Dari hasil penelitian terlihat bahwa dominasi lalat jenis ini terjadi terutama pada peternakan sapi yang dekat dengan pemukiman
manusia. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pemukiman menyediakan tempat yang menarik bagi lalat ini untuk datang.
Peran Lalat C. megacephala (Fabricius) dalam Dunia Kesehatan Karena memiliki kebiasaan untuk dengan mudah berpindah dan hinggap dari kotoran baik berbagai sampah hingga tinja ke berbagai jenis bahan makanan, maka lalat hijau C. megacephala dapat berperan penting dalam penularan berbagai penyakit. Penelitian mengenai peran lalat Chrysomya megacephala sebagai vektor mekanik penyakit kecacingan pernah dilakukan oleh (Monzo et al. 1991) di wilayah kumuh kota Manila, Filipina, yang menemukan 41,9% dari seluruh lalat C. megacephala yang tertangkap mengandung telur-telur cacing pada permukaan tubuhnya. Sebagaimana lalat jenis lain dalam kelompok famili Calliphoridae, lalat C. megacephala juga berperan menimbulkan miasis atau belatungan terutama pada bahan makanan. Dalam survei lapangan, melalui wawancara (Esser 1990) melaporkan bahwa lalat C. megacephala menjadi penyebab utama kerusakan produk ikan asin di delapan propinsi di Indonesia dan tiga propinsi di Thailand, akibat terjadinya infestasi larva lalat tersebut pada produk ikan asin selama penjemuran. Sedangkan besarnya kerugian akibat infestasi larva itu dilaporkan oleh (Anggawati et al. 1992) dapat mencapai 30% terutama pada musim hujan.
Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) Tanaman kemangi menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk dalam sistematika sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Sub-divio : Angiospermae Classis
: Amaranthaceae
Famili
: Labiatae
Genus
: Ocimum
Spesies
: Ocimum basilicum forma citratum Back (Kemangi)
Gambar 4 Ocimum basilicum forma citratum Back (Anonimous 2007d)
Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuhnya tegak dengan cabang yang banyak. Tanaman ini berbentuk perdu, dengan tinggi 0,3 hingga 1,0 meter. Daun-daunnya hijau dan berbau harum. Bagian tangkai daun mempunyai panjang 2,5 cm, luas daun berbentuk elips dengan ukuran 2,5-5 cm x 1-2,5 cm (Siemonsma dan Pileuk 1994). Tanaman kemangi memiliki rasa yang lebih tajam dan lebih pedas dari pada Ocimums lainnya, sehingga menyerupai rasa kulit jeruk. Kemangi tahan terhadap cuaca panas dan dingin. Jika ditanam di daerah dingin daunnya lebih lebar dan lebih hijau, sedangkan di daerah panas daunnya kecil, tipis dan berwarna lebih pucat. Kemangi tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit, sehingga dapat ditanam di berbagai daerah, khususnya yang bertanah asam (Nazaruddin 1999). Kemangi tumbuh pada tepi-tepi jalan, ladang dan sawah-sawah kering, dalam hutan jati, dan disemaikan di kebun-kebun. Tanaman ini dapat di temukan di seluruh pulau Jawa pada ketinggian 450-1100 meter di atas permukaan laut (Heyne 1987). Kemangi dapat digunakan sebagai obat. Bagian-bagian yang dapat digunakan sebagai obat adalah akar, daun, dan biji. Tanaman kemangi merupakan tumbuhan yang berbatang lunak, berdaun tipis, berbunga putih dan mengandung minyak atsiri (Anonimous 2007d). Tanaman kemangi mengandung minyak atsiri yang terdiri atas osimena, farnesena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena,
amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, kubebena, pinena, santelena, terpinena, sitral, dan kariofilena. Selain itu senyawa lain yang juga terkandung di dalamnya yaitu anetol, apigenin, asam karbonat, asam kafeat, eskuletin, eriodiktiol, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin tanin, ß-caroten dan ß-sitosterol (Yayasan Pengembangan Tanaman Obat Karyasari 2005).
Tabel 1 Kegunaan dari bagian-bagian tanaman kemangi
Bagian Tanaman Akar Daun
Kegunaan Penyakit kulit Tonikum, karminatif, stomatikum, obat borok, batuk, peluruh haid, demam, sariawan
Biji
Penyakit mata, borok, sedatif, pencahar, sembelit, kejang perut
Semua bagian
Pewangi, penambah nafsu makan, disentri, demam
Tanaman kemangi mengandung minyak atsiri yang jika disuling menghasilkan rendemen sekitar 0,2% sampai 0,7%. Komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri adalah suneol, metil chavicol, linool, dan hidrokarbon bertitik didih rendah (pinene dan olefin terpene). Minyak kemangi banyak digunakan sebagai flavoring agent terutama pada kembang gula, bahan pangan, sambal sup, pasta tomat, asinan dan sebagai bumbu pada daging dan sosis. Minyak kemangi juga digunakan untuk campuran parfum dan pewangi sabun (Ketaren 1985). Sifat fisik dan kimia minyak kemangi sebagaimana terisi dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Sifat fisik kimia minyak kemangi
Karakteristik
Nilai
Bobot jenis 15°/15oC
(0.9246 – 0.9303)
Putaran optik
(-7°0 - 8°15’)
Indeks bias pada 20oC
(1.49250 – 1.49497)
Bilangan Asam
(0.8 – 1.5)
Bilangan Ester
(6.5 – 7.5)
(Sumber : Ketaren 1985)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2007, di Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : minyak kemangi, air gula
10%,
susu
bubuk,
pakan
ayam,
ikan
mas,
aquades,
teepol
(CH3(CH2)11OSO3Na+). Serangga uji yang digunakan adalah lalat hijau dewasa (Chrysomya megacephala) betina dan jantan. Alat yang digunakan adalah kandang lalat, nampan, baskom plastik, pinset, gelas plastik, kapas, kuas, tabung reaksi, spoit, gelas ukur, label, kain kasa, pisau, spidol, alat penghitung (counter), alat penghitung waktu (jam tangan). Pengujian dilakukan dalam ruangan bersuhu 25o-27oC dengan kelembaban 60-80%.
Gambar 5 Kandang biakan masal lalat C. megacephala
Metode Pembiakan Masal Lalat di Laboratorium (Rearing) Pada penelitian ini digunakan biakan lalat hijau Chrysomya megacephala yang berasal dari lapang yaitu kandang hewan ruminan kecil, FKH-IPB sebanyak 50 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 4. Lalat dibiakkan dalam kandang lalat yang berukuran 45x45x45 cm. Sebagai bahan makanan dan tempat
meletakkan telur serta perkembangan larva digunakan media ikan mas yang dimasukkan kedalam gelas plastik. Didalam kandang disediakan susu bubuk dan air gula 10% sebagai sumber nutrisi.
Dari hasil pembiakan inilah didapat
persediaan (stok) lalat hijau dewasa untuk pengujian.
Gambar 6 Ikan mas dalam gelas air mineral
Penyulingan Daun Kemangi Daun kemangi diperoleh dari pasar Anyar, Bogor dan telah dilayukan selama dua sampai tiga jam untuk mengurangi kadar airnya. Daun kemangi yang telah dilayukan siap untuk disuling untuk memperoleh minyaknya. Alat penyulingan berupa kukusan yang dilengkapi dengan tabung penyuling yang bagian ujungnya berupa kran tertutup agar uap tidak keluar melalui celah alat tersebut. Prinsip kerja alat penyulingan adalah pengukusan dengan air. Uap yang dihasilkan dari proses pengukusan di alirkan melalui pipa kaca. Uap diembunkan dengan cara mengalirkan air dingin (Guenther 1990). Besar api pemanasan dengan air pendingin yang mengalir harus diperhatikan agar uap tidak keluar dari pipa kaca penyulingan. Cairan yang keluar dari pipa kaca masih berupa kandungan emulsi air dan minyak. Emulsi ditampung dan dibiarkan beberapa saat, sehingga air dan minyak tersebut akan terpisah dengan sendirinya, karena berat jenis air lebih berat dari berat jenis minyak sehingga minyak berada diatas permukaan air. Air yang berada di bawah permukaan minyak dipisahkan dengan cara dialirkan keluar. Minyak yang diperoleh masih mengandung air, yang selanjutnya dipisahkan dengan ditambahkan Na2SO4 yang berfungsi sebagai stabilizer antara minyak dan air. Minyak yang didapat disebut minyak atsiri dan
dianggap memiliki konsentrasi 100%. Penyulingan dilakukan di Laboratorium BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik), Cimanggu, Bogor.
Gambar 7 Alat penyuling
Daun kemangi
Penyulingan air dan uap (100oC-105oC, 3 jam)
air
ampas
Minyak dan air
Pemisahan dengan menggunakan labu florentine
air
minyak
Penambahan Na2SO4 anhidrit
Minyak kemangi
Air dan Na2SO4 anhidrit
Pengujian
Gambar 4 Bagan aliran proses penyulingan daun kemangi
Pengujian Minyak kemangi diencerkan dengan aquades dan beberapa tetes teepol. Aquades dipilih sebagai pelarut karena aman, mudah didapat dan murah. Kosentrasi minyak kemangi yang digunakan pada pengujian adalah 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%. Teepol berperan sebagai pengemulsi (emulsifier) dan perata (spreader). Emulsifier adalah sebuah bahan yang memungkinkan suspensi butiran minyak yang kecil secara makroskopik dalam air membentuk sebuah emulsi. Molekulmolekul senyawa ini mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Daya afinitas parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan tersebut. Spreader adalah bahan emulsifier bersifat secara langsung membantu kontak antara butiran cairan dengan target, sehingga kontak optimal dapat dicapai (Martin dan Woodcock 1983). Cara membuat minyak kemangi berkonsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40% adalah dengan mencampurkan minyak atsiri dengan aquades serta menambahkan beberapa tetes teepol ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok supaya rata setelah itu dioleskan pada ikan mas yang telah diangin-anginkan dan disayat beberapa goresan pada tubuh ikan terlebih dahulu. Pengolesan minyak kemangi pada ikan mas dilakukan dari kepala hingga ekor. Cara pengenceran minyak kemangi sebagaimana tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3 Volume yang diinginkan pada setiap percobaan adalah 4 ml dengan kosentrasi awal ekstrak dianggap 100% Konsentrasi 2,5% 5% 10% 20% 40%
Rumus V1xC1= V2xC2 V1x100 = 4 mlx2.5 V1=0,1 ml V1x100 = 4 mlx5 V1 = 0,2 ml V1x100 = 4 mlx10 V1 = 0,4 ml V1x100 = 4 mlx20 V1 = 0,8 ml V1x100 = 4 mlx100 V1= 1,6 ml
Aquades yang Digunakan 4 ml – 0,1 ml =3,9 ml 4 ml – 0,2 ml = 3,8 ml 4 ml – 0,4 ml = 3,6ml 4 ml – 0,8 ml = 3,2 ml 4 ml – 1,6 ml = 2,4 ml
Rumus Pengencer V1 X C1 = V2 X C2 Keterangan: V1 = Volume yang dicari
V2
= Volume yang diinginkan
C1 = Kosentrasi ekstrak awal
C2 = Kosentrasi yang diinginkan
Percobaan tersebut dilakukan dengan memasukkan lalat hijau hasil pembiakan masal berumur dua minggu sebanyak 50 ekor ke dalam kandang lalat dengan perbandingan lalat jantan dan betina 1 : 4 yang telah dipuasakan sehari sebelumnya. Lalat tersebut diberi makan ikan mas yang telah diolesi campuran aquades ditambah dua tetes teepol dan minyak atsiri dengan kosentrasi yang berbeda-beda, sebagai sumber nutrisi dan energi bagi lalat juga disiapkan susu bubuk dan air gula yang ditempatkan pada gelas plastik yang bagian atasnya dilubangi untuk menempatkan kapas agar lalat dapat dengan mudah menghisap air gula tersebut. Pengamatan pertama yang dilakukan mengamati jumlah lalat yang hinggap pada media ikan mas selama tiga jam pertama setiap 60 menit, kemudian setelah beberapa hari dilihat adanya larva lalat yang muncul maka seluruh media dikeluarkan dari kandang, jika terbentuk larva instar dua hitung jumlahnya untuk setiap perlakuan. Pengujian dilakukan sebanyak empat kali ulangan. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok dengan empat kali pengulangan kemudian data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penyulingan tanaman kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) berupa minyak atsiri bewarna kuning dan berbau pekat. Pengamatan daya hinggap lalat tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Rata-rata jumlah lalat yang hinggap pada media ikan mas perlakuan (ekor lalat)
Waktu
Konsentrasi Jam ke-1 a
Jam ke-2 0
a
Jam ke-3 0,25a
2,5 %
0,25
5%
0a
0a
0a
10%
0a
0a
0a
20%
0a
0a
0a
40%
0a
0a
0a
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (P<0,05). Pengamatan ini dilakukan selama tiga jam pertama setiap 60 menit. Pada pengamatan jam pertama konsentrasi minyak kemangi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40% dapat mencegah lalat untuk hinggap pada media dan menunjukkan jumlah ratarata lalat yang tidak berbeda, Jumlah lalat yang hinggap pada kosentrasi 5%, 10%, 20%, 40% tidak berbeda. Pada jam pertama minyak kemangi yang baru dioleskan pada media ikan belum mengalami penguapan yang cukup besar, sehingga menimbulkan bau minyak kemangi yang pekat. Bau minyak kemangi yang pekat tidak disukai oleh lalat untuk hinggap sehingga menolak lalat yang hinggap. Pada jam kedua, tidak ada seekorpun lalat yang hinggap pada konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40% masing-masing tidak berbeda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh bau minyak atsiri kemangi yang tidak disukai oleh lalat masih ada sehingga dapat mencegah lalat untuk hinggap pada ikan. Pada jam ketiga, jumlah lalat yang hinggap pada perlakuan 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40% masing-masing tidak berbeda. Hal ini menunjukan bahwa hingga tiga jam pertama pengamatan konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40% dapat mencegah
lalat untuk hinggap pada media. Proses penguapan minyak kemangi pada jam pengamatan ini masih memberikan penolakan yang sangat besar serta bau yang dihasilkan minyak kemangi masih pekat untuk menolak lalat.
Tabel 5 Rata-rata infestasi larva lalat
Konsentrasi Minyak atsiri
Jumlah rata-rata larva pada media ikan
2,5 %
120,2c
5%
12,75ab
10 %
33,5b
20 %
8,25ab
40 %
0a
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (P<0,05). Jumlah larva pada perlakuan 2,5% berbeda nyata dengan jumlah larva pada perlakuan 5%, 10%, 20%, 40%. Pada perlakuan 5% berbeda nyata dengan perlakuan 2,5% dan 40% tapi tidak berbeda dengan perlakuan 10%, 20%. Jumlah infestasi larva lalat terbesar terjadi pada perlakuan 2,5%, karena pada konsentrasi ini yang paling tidak menolak lalat. Pada konsentrasi 40% mampu memberikan penolakan terhadap infestasi larva lalat. Jumlah larva pada perlakuan 5%, 10%, 20% dan 40% satu sama lainnya tidak berbeda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh bau yang dihasilkan masing-masing perlakuan tersebut memberikan pengaruh penolakan yang hampir sama terhadap lalat untuk hinggap, menghasikan telur, dan akhirnya menjadi larva. Penyebab utama kerusakan pada ikan asin di delapan propinsi dan tiga propinsi di Thailand diakibatkan oleh infestasi larva lalat hijau Chrysomya megacephala (Esser 1990). Ketertarikan lalat untuk hinggap pada suatu media melalui penghantaran rangsangan saraf sensoris. Oleh sebab itu cara yang paling efektit untuk mencegah ketertarikan lalat ini untuk hinggap pada suatu media adalah dengan cara
memblokir saraf sensorisnya (Jennings 1987).
Minyak
kemangi bekerja memblokir saraf sensoris lalat sehingga menghindarkan lalat dewasa untuk hinggap yang mengakibatkan menurunnya jumlah infestasi larva lalat Chrysomya megacephala pada media ikan mas. Kerusakan minyak ikan yang
utama, yaitu timbul bau dan rasa tengik yang disebut ketengikan terjadi karena adanya proses oksidasi dan hidrolisa. Ketengikan ini timbul bila komponen bau dan cita rasa yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat proses kerusakan tersebut dan adanya asam lemak tidak jenuh. Proses oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida yang kemudian terkonversi menjadi aldehid, keton dan asam lemak bebas. Sedangkan dalam proses hidrolisa hanya dihasilkan asam lemak bebas (Buckle 1987). Minyak kemangi mampu mencegah lalat untuk hinggap pada media selama tiga jam pengamatan dan dapat menurunkan jumlah larva yang dihasilkan pada media ikan mas. Penggunaan minyak kemangi dalam konsentrasi besar akan memberikan pengaruh bau yang sangat pekat sehingga tidak disukai oleh lalat, hal ini juga dipengaruhi oleh sifat minyak kemangi yang mudah menguap.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak kemangi mampu mencegah infestasi larva lalat hijau pada media ikan. 2. Peningkatan konsentrasi perlakuan diikuti dengan tidak ada jumlah lalat yang hinggap dan penurunan jumlah larva lalat hijau. 3. Minyak kemangi dengan konsentrasi 5% efektif dan efisien digunakan untuk mencegah lalat hinggap dan infestasi larva lalat pada media ikan mas. Saran 1. Perlu dilakukan uji toksikasi residu minyak kemangi pada produk ikan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan aktif minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) yang terutama berperan dalam mencegah lalat Chrysomya megacephala pada suatu media.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonimous]. 2007a. www. chrysomya/chrysomya_cycle. html. [28 Agustus 2007]. [Anonimous]. 2007b. www. chrysomya/chrysomya_cycle. html. [28 Agustus 2007] [Anonimous]. 2007c. www. rootsimplex. com/Basril. html. [20 Juli 2007]. [Anonimous]. 2007d. www. Mardi.ny/bcd/bm/kemangi. html. [28 Agustus 2007] Anggawati AM, Indriati N, Madden JL, Rahayu S dan Suparno. 1992. Use of Pyrimphomethyl (Minavet), deltamethrin and cycloprothin to control blowfly Infestation on drying fish dalam Liang, O.B.,A. Buchanan and D. Fardiaz, 1989. Development of Food Science and technology in Southeast Asia. IPB Press : 289-299. Buckle. 1987. Produck of the fish. London : Crown agents for the Colonies Millbank. Cheng TC. 1964. General Parasitology. New York and London. 24: 831-841. Danang. 1998. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Esser JR. 1990. Factor influencing oviposition, larva growth and mortality of Chrysomya megacephala (Diptera: Calliphoridae), a pest of salted dried fish in South East Asian. Bull. Ent Res. 80:369-376. Evenhuis. 1989. Catalog of The Diptera of Australia and Oceania Regions. Bishop Museum Press and EJ Brill. Honohulu. Hawaii. 1155 helminthic parasites in typical Slum Area ofnmetropolitan Manila. SEJ Trop Med. Pub. hlm 22 : 222-228. Greenberg B. 1973. Filies and Disease. Vol. 2. Biology and Disease Transmision. Princeton University Press. Prienceton, New York. hlm 324. Jenning. 1987. Veterinary Parasitology. Glasgow: University of Glasgow press. Guenther E. 1990. Minyak Atsiri, Jilid IVB, diterjemahkan oleh Ketaren. UI Press. Jakarta. hlm 759-833. Jenning. 1987. Veterinary Parasitology. Glasgow: University of Glasgow press.
Heyne K. 1987. Tumbuh-tumbuhan berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. PN Balai Pustaka, Jakarta. Kurahashi H. 1984. Dispersal of Filth Flies Through Natural and Human Agencies: Origin and immigation of A Synantropic Form of Chrysomya megacephala dalam Laird (Ed.), Commerce and Spread of Pest and Disease Vector. Praeger Scientific, New York. hlm 576. Martin H. and D. Woodocock. 1983. The Scientific Principles of Crop Protection. Seventh Edition. Edeward Arnold Press, London. Monzon RB. 1991. A comparison of the role of Musca domestika (Linnaeus) and Chrysomya megacephala (Fabricius) as mechanical vector of helminthic Parasites in typical Slum Area of metropolitan Manila. SEJ Trop Med. 22 : 222-228. Nazaruddin. 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta. Pitojo S. 1996. Kemangi dan Selasih. Trubus Agriwidya. Ungaran. hlm 1-4. Siemonsm JS dan K Piluek. 1994. PROSEA : Vegetables. Prosea, Bogor. Soviana S, DJ Gunandini, S Akib. 1994. Studi Inventarisasi Lalat Penyebab Miasis (Diptera : Calliporidae) di Tiga Wilayah Peternakan Sapi Pedaging di Jawa Barat. Laporan Penelitian Lembaga Penelitian IPB. hlm 40. Soviana. 1996. Beberapa Aspek Biologi Lalat Hijau Chrysomya megacephala (Fabricius) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Spradbery JP. 1991. A Manual for the Diagnosis of Screw Worm Fly. CSIRO Division of Entomology. Commonwealth of Australia. hlm 62. Yayasan Pengembangan Tanaman Obat Karya Sari. 2005. Tanaman Obat, Materi Pelatihan Profesional Tanaman Obat Kelas Profesional. Tumrasvin W. 1978. Studies on Medically Important Flies in Thailand. IV. Altitudinal Distribution of Flies Belonging to Muscidae and Calliphoridae in Indhanondh, Chiengmai, in Early Summer Season. Bull. Tokyomed. Dent. Univ. 25 : 77-81. White RS, D Aurbertine and J Smart. 1940. The Fauna of Britis India. Diptera Vol. VI. Family Calliphoridae. Taylor and Francis Ltd..London. hlm 288.
Lampiran 1 Rata-rata daya hinggap Chrysomya megacephala yang terdapat pada media ikan mas dengan minyak atsiri kemangi dalam berbagai kosentrasi
Konsentrasi
Ulangan ke1
2
Rata-Rata 3
4
2,5%
7
1
0
1
0,5
5%
0
0
0
0
0
10%
0
0
0
0
0
20%
0
0
0
0
0
40%
0
0
0
0
0
Lampiran 2 Infestasi larva lalat Chrysomya megacephala yang terdapat pada media dengan minyak atsiri kemangi dalam berbagai kosentrasi
Ulangan ke-
Konsentrasi 1 2,5%
2
Rata-Rata 3
4
186
120
93
82
120,25
5%
9
15
20
7
12,75
10%
46
34
33
21
33,5
20%
10
4
11
8
8,25
40%
0
0
0
0
0
Volume yang diinginkan pada setiap percobaan adalah 4 ml dengan kosentrasi awal ekstrak dianggap 100%
Lampiran 3 Hasil olahan data daya hinggap lalat
ANOVA Sumber keragaman
Df
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Perlakuan
6
198
33
30,13043
2,246408
Waktu
2
2,571429
1,285714
1,173913
3,142809
Interaksi
12
8,428571
0,702381
0,641304
1,909325
Sisa
63
69
1,095238
Total
83
278
Berdasarkan analisis data: •
Untuk perlakuan konsentrasi : perlakuan konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya hinggap lalat hijau pada media. (Fhitung> Ftabel) perlu uji lanjut Duncan untuk melihat pengaruh berbeda antar perlakuan.
•
Untuk waktu : waktu tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya hinggap lalat hijau pada media. (Fhitung < Ftabel
Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan perpengamatan waktu (perjam) Jam ke-1 Duncan Konsentrasi
Minyak
Subset for alpha = .05
Atsiri Komansi
N
1
5%
4a
.0000
10 %
4a
.0000
20 %
4a
.0000
40 %
4a
.0000
2,5 %
4a
.2500
Sig.
.643
2
.000
Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan perpengamatan waktu (perjam) Jam ke-2 Duncan Konsentrasi
Minyak
Subset for alpha = .05
Atsiri Komansi
N
1
2,5 %
4
.0000a
5%
4
.0000a
10 %
4
.0000a
20 %
4
.0000a
40 %
4
.0000a
Sig.
.0000
2
.000
Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan perpengamatan waktu (perjam) Jam ke-3
Duncan Konsentrasi
Minyak
Subset for alpha = .05
Atsiri Komansi
N
1
5%
4
.0000a
10 %
4
.0000a
20 %
4
.0000a
40 %
4
.0000a
2,5 %
4
.2500a
Sig.
.643
2
.000
Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan keseluruhan
Jumlah Lalat Duncan Konsentrasi
Minyak
Subset
Atsiri Komansi
N
1
5%
12
.0000
10 %
12
.0000
20 %
12
.0000
40 %
12
.0000
2,5 %
12
.1667
Sig.
.734
2
.000
Lampiran 8 Hasil olahan infestasi larva pada m edia biakan
ANOVA Sumber keragaman
df
JK
Perlakuan
6
45801,71 7633,619 22,98212 2,572712
Sisa
21
6975,25
Total
27
52776,96
KT
Fhitung
Ftabel
332,1548
Berdasarkan analisis data: •
Untuk perlakuan konsentrasi : perlakuan konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap infestasi larva lalat hijau pada media. (Fhitung> Ftabel) perlu uji lanjut Duncan untuk melihat pengaruh berbeda antar perlakuan.
Keterangan : db : derajat bebas Jk : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat
Lampiran 9 Uji lanjut Duncan infestasi larva pada media biakan
Konsentrasi Minyak Atsiri
N
Subset for alpha = .05 1
2
40 %
4
.0000a
20 %
4
8.2500
8.2500ab
5%
4
12.7500
12.7500ab
10 %
4
2,5 %
4
Signifikan
3
33.5000b 120.2500c .385
.077
1.000