Penjual Kenangan by Widyawati Oktavia
review lengkap di http://kubikelromance.blogspot.com/20... Kali ketiga saya membaca buku dari mbak Widyawati Oktavia, sebelumnya ada Kucing Melulu & Cerita Cinta (Me)Lulu di mana banyak sekali info tentang kucing persia dan saya recomendasikan bagi pecinta kucing, kalo cerita cintanya biasa, mudah ditebak. Buku kedua adalah Silang Hati, gagasduet bersama mbak Sanie B. Kuncoro yang ceritanya saya suka, beraroma sendu tapi romantis. Sejauh ini tulisan mbak Widya yang paling saya suka ada di novel Silang Hati, buku ini terlalu puitis, membuat saya berpikir keras untuk mencerna maksud yang ingin disampaikan penulis. Saya nggak suka puisi, saya lebih suka bahasa yang apa adanya sedangkan buku ini bisa dibilang diksinya indah dan puitis sekali, berbeda dengan novella yang ia tulis di Silang Hati yang menurut saya lebih to the point. Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang beberapa pernah dipublikasikan di media massa, berisi 11 cerita pendek. Ada satu cerpen yang mempunyai bagian-bagian tersendiri, berikut ringkasannya: Carano, yang memiliki arti syarat meminang. Biasanya berisikan sirih lengkap dengan kapur, gambir, pinang, dan juga tembakau. Dalam rasa sirih yang manis dan pahit, ada simbol harapan dan kearifan manusia menyingkapi kekurangannya. Ada enam cerita di bab ini- [ruang tunggu], [ruang lalu], [ruang resah], [ruang jarak], [ruang kenangan], dan [ruang takdir]. Jujur saja awalnya saya sulit mencerna cerpen-cerpen di bab ini. Inti ceritanya adalah seorang perempuan yang terluka ditinggalkan pacarnya untuk menikah dengan orang lain, selain kecewa si perempuan itu merasa menghancurkan ibunya yang ingin anaknya cepat menikah, lalu di masa depan si lelaki menyesali keputusannya, dia ingin kembali bersama dengan perempuan yang pernah dikecewakannya. Kisah cinta seorang perempuan yang berada di antara ruang-ruang tersebut, begitu penjelasan penulis yang saya baca di blognya. Adat minang kerasa sekali di cerpen ini. Dalam Harap Bintang Pagi, bercerita tentang peri yang tidak bisa terbang kemudian dia jatuh cinta pada seorang petualang. Sayangnya sang petualang sama seperti burung yang bebas, dia tidak bisa menetap dan ingin meraih
Dalam Harap Bintang Pagi, bercerita tentang peri yang tidak bisa terbang kemudian dia jatuh cinta pada seorang petualang. Sayangnya sang petualang sama seperti burung yang bebas, dia tidak bisa menetap dan ingin meraih mimpinya, sedangkan sang peri tidak mempunyai sayap untuk mengikuti jejaknya.
"Oh, aku hanya tak menyukai kepergian," jawab Rayina, "selalu ada kehilangan bersamanya." "Bagiku, kepergian tak pernah menyimpan kehilangan, Rayina. Tak pernah ada. Kepergian hanya menyimpan langkah bersamanya. Dan, memang selalu begitu. Aku bukan peminat kehilangan."
Percakapan Nomor-Nomor, cerpen ini memiliki pesan moral kalau judi itu merugikan, bahkan bisa mengerogoti harta benda dan menghancurkan sebuh kehidupan, dan Mas Tarpin menyadari tidak ada manfaatnya dari membeli nomor-nomor dalam sebuah mimpi aneh. Kunang-Kunang, seorang gadis yang hampir tidak mengenal Bapaknya walau mereka dalam satu rumah, Bapaknya seperti tak tersentuh, pulang ketika gadis itu sudah tertidur. Kemudian datanglah seorang paman yang menguasai hidupnya, menjodohkan dia dengan laki-laki yang tak pernah dikenalnya. Setelah menikah dia menjadi istri yang mengabdi penuh kepada suaminya dan pindah ke Jakarta. Lalu terdengar kabar kalau Bapaknya meninggal, dia pulang ke kampung untuk melayat dan setelah kembali dia membaca cerita sedih dari kunangkunang. Cerita kunang-kunang yang jatuh cinta pada manusia. Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela, bercerita tentang seorang ibu yang hanya tinggal dengan anak lelakinya, setiap malam sebelum tidur si ibu selalu menceritakan kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub di mana akhirnya selalu Nawang Wulan sampai sekarang masih mencari selendangnya. Ketika si anak menceritakan ulang cerita itu kepada teman-temannya, tidak ada yang percaya, nyatanya kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub berakhir Nawang Wulan menemulan selendang dan kembali terbang ke langit, sejak saat itu si anak tidak mau mendengar cerita dari ibunya. Selain bercerita tentang dongeng-dongeng si ibu juga berkata kalau mereka tidak bisa mati, ia adalah keturunan dewa dan kematian hanyalah sebuah dongeng, dan ketika si anak bertanya di mana ayahnya si ibu menjawab suatu saat pasti akan kembali. Waktu demi waktu berganti, si anak semakin dewasa dan si ibu semakin tua, si anak tidak pernah menikah demi merawat ibunya. Kematian seperti menjauh dari mereka, dan si anak bertekat untuk menemukan selendang agar ibunya bisa kembali ke langit. Penjual Kenangan, Seorang laki-laki melihat seorang gadis yang selalu duduk di kursi kayu taman dengan keranjang rotan. Laki-laki itu sangat penasaran dengan si gadis juga dengan rotan yang dibawanya, ingin dia mengintip isinya, penjual bungakah? Suatu hari si lelaki memberanikan diri duduk di sampinya dan ternyata si gadis sudah menunggunya. Gadis itu ingin si laki-laki membeli kenagan terakhirnya. Kenagan yang pernah menjadikan hari-harinya penuh kebahagiaan selamanya. Tetapi kenagan itu menyiksanya, kenagan yang terlalu indah untuk disimpan. Si gadis ingin menukar kenagannya degan harapan. Tenggara Langit. Suroso tinggal di rumah kayu yang sudah reyot bersama kakek-neneknya, Mbok Kartiwi dan Mbah Kandar. Suatu hari Roso mendengar kabar kalau Pak Kades membagi-bagikan kartu duit buat orang-orang miskin, lalu Roso bertanya perihal itu kepada kakeknya, bukankah kita juga miskin? Roso membayangkan kartu duit itu bisa membeli makanan enak, beli mainan dan buat sekolah. Ketika Roso mendengar Pak Kades memanggil nama-nama orang miskin, nama Mbah-nya tidak ada. Menjelma Hujan, Bagaimana perasaanmu ketika mendengar orang yang pernah kau cintai menikah terlebih dahulu? Nelangsa, nama itu sangat dibencinya, teman-teman sering mengejeknya dengan panggilan Angsa bodoh! Bapaknyalah yang memberikan nama itu. Selain sering memukuli ibunya, Nela mengganggap kalau Bapaknya membenci mereka berdua, Nela ingin selalu bersama ibunya. Suatu malam Nela mendengar orangtuanya bertengkar dan melihat ibunya menangis, sejak saat itu ibunya sering sakit-sakitan dan dia berjanji kalau ibunya meninggal dia akan membunuh Bapak. Tidak lama setelah itu ibunya meninggal karena bunuh diri minum racun, ada juga yang bilang awalnya racun itu untuk membunuh bapaknya. Nela pun berusaha menepati janjinya dengan menikam perut Bapak dengan pisau, yang berbuah dia dikurung, di sebuah tempat yang hampir semua pakaiannya berwarna putih-putih.
menikam perut Bapak dengan pisau, yang berbuah dia dikurung, di sebuah tempat yang hampir semua pakaiannya berwarna putih-putih. Tembang Cahaya, Seorang perempuan kembali ke kota masa kecilnya, kota di mana impiannya berada. Ketika dia berjalan-jalan berkeliling demi mengenalkan diri kepada warga kota yang tak pernah lupa padanya, ada anak kecil yang ingin mengenalkannya pada Pak Layang, laki-laki buta pembuat layang-layang yang seketika itu menginggatkannya pada masa lalu.
"Pada layang-layang, kau bisa menitipkan impian." Pak Layang bergumam, cukup jelas. "Tapi, jangan sedih saat dia putus. Toh, memang begitulah layang-layang. Dibuat, lalu diterbangkan. Setelah puas bermain dengan angin di atas sana, akhirnya satu per satu akan putus juga. Tapi, tetap saja titipkan impian di sana. Titipkan juga cinta"
Bawa Musim Kembali, Nak. Agak sulit mencerna cerpen terakhir ini, intinya adalah seorang ibu yang merindukan anak-anaknya yang setelah dewasa menemukan cinta dan lupa untuk kembali ke rumah lama. Awalnya saya memberikan dua sayap untuk buku ini karena bahasanya sulit dimengerti sehingga saya tidak paham sebagian besar cerita. Ketika saya membuat review ini, saya kembali membaca dengan pelan-pelan, meresapi bahasanya dan mencoba memahami, walau ada beberapa yang masih membuat saya bingung seperti cerpen Bawa Musim Kembali, Nak dan Kunang-Kunang cerpen favorit saya bertambah, sebelumnya hanya ada dua yaitu Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Tenggara Langit, sekarang menjadi empat ditambah Penjual Kenagan dan Dalam Harap Bintang Pagi. Buku ini diwarnai dengan kesedihan, beraroma sendu dan bahasa yang puitis, tips untuk membaca buku seperti ini adalah bacalah pelan-pelan, pertama baca saya baca kilat dan sedang tidak mood untuk membaca bacaan berat sehingga saya tidak mengerti isi buku tersebut. Selain lekat dengan kesedihan, buku ini juga banyak mengandung pesan moral seperti di cerpen Percakapan Nomor-Nomor dan Tenggara Langit, ada juga yang mempunyai unsur psikologisnya yaitu di cerpen Nelangsa. Tema keluarga juga ada yaitu di cerpen Carano yang mengisi separuh buku ini dan Bawa Musim Kembali, Nak. Ada juga yang berbau fantasy yaitu di cerpen Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Dalam Harap Bintang Pagi. Komplit kan, kita akan menemukan banyak cerita dengan gaya tulisan yang sendu. Selain minim typo, judul cerpen yang indah dan ilustrasi isinya keren banget, covernya juara! ada jendela yang bisa ditutup dan akan ada quote yang indah banget. Quotenya berbunyi: Seperti jendela yang menyetia, kengan ini pun tak pernah lelah. Akan selalu ada sela untukmu dan harapan yang kau bawa. Keren banget kan, pembuatnya benar-benar kreatif sekali, salah satu magnet untuk membeli buku ini . Buku ini saya rekomendasikan buat kamu yang suka cerita berbahasa puitis, berbau sendu, sedih dan romantis. 3 sayap untuk peri yang tidak mempunyai sayap.|Saya berteman dengan Iwied sudah lama sekali, bertahun-tahun lalu. Kami murni berteman sebagai blogger yang saling berkunjung dan mengomentari postingan masing-masing. Saya selalu suka dengan tulisan Iwied yang 'nyastra' di blognya. Seperti juga tulisan saya di blog pada awalnya (meskipun tentu lebih keren tulisan Iwied). Kemudian, karena copycat merajalela membajak tulisan-tulisan kami, Iwied mulai jarang menulis di blognya, sementara saya memutuskan berhenti nyastra di blog dan memilih gaya bahasa populer saja. Kenyataannya, saya selalu kangen tulisan-tulisan Iwied, dengan diksi-diksinya yang indah dan alurnya yang lembut. Maka, buku Penjual Kenangan ini bagaikan oase bagi saya. Saya kembali bisa menikmati tulisan-tulisannya yang
Maka, buku Penjual Kenangan ini bagaikan oase bagi saya. Saya kembali bisa menikmati tulisan-tulisannya yang menginspirasi jiwa sastra dalam diri saya. Membuat saya ingin kembali menulis dengan gaya ini lagi :D Penjual Kenangan berisi 11 cerpen, yang menurut saya, semuanya bagus. Di antara semua cerpen itu, favorit saya yang berjudul Carano. Cerpen ini sangat berbau tradisi dan budaya. Dalam hal ini budaya Minang, budaya leluhur Iwied. Carano adalah sebentuk dulang kuningan berkaki tempat menaruh sirih pinang khas Minangkabau. Cerpen Carano ini menceritakan kisah seorang gadis Minang yang menjalin hubungan lagi dengan seorang laki-laki yang pernah mengkhianatinya. Endingnya memuaskan saya, setelah sempat membuat saya waswas dan siap-siap mendengus sebal haha... Iwied bercerita dengan gaya bertuturnya yang lembut dan runut. Kerunutan dan kepekaannya pada detail diajarkannya kepada saya saat mengedit draft-draft saya. Thank you anyway, Wied! ^^ Saya mengerti, bahwa bagi beberapa orang, isi buku ini terlalu berat karena tidak terbiasa dengan gaya bahasa sastra. Tetapi yang mau saya bilang di sini, bahwa membaca karya sastra nggak bisa dengan cara lazimnya membaca karya-karya populer atau kontemporer. Bacalah dengan intens, tenang dan menghayati kata demi kata dengan baik. Kita akan mendapat kesenangan dari permainan bunyi dan permainan katanya. Alurnya yang lembut juga membuat relaks. Ini yang dinamakan terapi seni :) Menurut saya, buku Penjual Kenangan termasuk buku sastra yang harus dibaca untuk belajar diksi. Bagaimana sebuah kata dipilih dan ditempatkan untuk menyampaikan sebuah pesan, dengan cara yang indah tentu saja. Empat bintang buat Penjual Kenangan. Karena saya mendapat banyak pelajaran dari buku ini. Ditunggu karya selanjutnya, Wied! ^^ |Baca pas lagi nunggu komuter jatinegara yang lama bangetttt... Di sini ada 11 cerita, yang paling gw suka Tengara Langit sama Kunang-kunang. - Carano: jadi di sini cewe sama cowo nya CLBK, tapi si cowo uda beristri ternyata. - Dalam harap bintang pagi: dongeng seorang peri yang tidak punya sayap, yang jatuh cinta sama seorang petualang. dan ketika ahirnya punya sayap, dia tetep gak bisa bersatu sama si petualang. - Percakapan Nomor-Nomor: omooo, cerita yang ini bikin kesel, kirain abis dimimpiin gitu, si bapak2 ini sadar en gak judi lg, eh gak taunya mimpinya tetep dianggep pertanda... - Kunang-kunang: anak perempuan yang tidak pernah ketemu bapaknya, dikucilin di kampungnya, eh tau2 pamannya nongol nyuruh dia merit (pengen dihajar juga neh si paman) - Perempuan tua di balik kaca jendela: seorang wanita yang tinggal sama anak laki2nya yang mengaku keturunan dewa dan tidak bisa mati. - Penjual Kenangan: seorang gadis yang ingin menukar kenangannya dengan harapan, tapi laki2 yang diberinya harapan itu juga tidak punya banyak harapan tersisa. - Tengara Langit: Aduhh... suka sama kisah yang ini, menyentuh. Sepasang kakek-nenek tinggal sama cucunya, pas ada BLT, mereka gak dapet, tapi ternyata di pembagian BLT itu ada kejadian tragis. - Menjelma hujan: Dua cewek yang ditinggal merit sama cowok yg disukai. - Nelangsa: anak jadi korban gara2 keegoisan nenek dan ortu
- Nelangsa: anak jadi korban gara2 keegoisan nenek dan ortu - Tembang cahaya: seorang perempuan pulang kampung dan menemukan kembali ingatannya yang hilang - Bawa Musim Kembali, Nak: ibu yang ditinggal anak2nya yang sudah besar untuk mandiri|Aku mengira “Penjual Kenangan” adalah sebuah novel. Ternyata di dalamnya berisi 11 kumpulan cerpen yang menyentuh. Membuat hati berdarah-darah *nggak sampai dink, cuma, hmmm … bikin flash back atau mereka-reka apa yang akan terjadi dengan kehidupan, masa depan, dan harapanku nanti. • Baiklah cerpen pertama dibuka dengan judul “Carano”. Cerpen ini pernah dimuat di Femina tahun 2007, di sini Carano menempati paling banyak halaman. Cerpen yang memuat unsur lokalitas daerah Minang, di mana Carano sebagai pelengkap, symbol/syarat berlangsungnya sebuah pernikahan. Di cerita awal kita akan menebak-nebak mau dibawa kemana cerita, namun sub bab judul selanjutnya dengan keterangan ‘ruang” masing-masing menggambarkan penjelasannya. Ini tentang kisah cinta yang terjalin lama, ketika wanita mengembara study demi membanggakan orang tua dan kakak lelaki yang telah membiayai hidupnya. Tetapi cinta itu harus kandas, dan kelak kemudian hari mereka di pertemukan. Perasaan seorang ibu juga tergambar dengan apik di mana wejangan yang diberikan amat sangat mengena di hati saya sebagai pembaca. “Nahkoda selalu yakin esok akan ada matahari, karena mereka tak pernah hilang harapan dilautan yang tak bertepi sekalipun. Ada doa yang menyertai mereka, dari jauh, dari rumah yang mereka tinggalkan. Bersabarlah ... karena suatu hari akan ada kebahagiaan yang kan kau temukan lebih dari semua ini ... “[hal 37] kira-kira begitulah inti wejangan tersebut • Dalam Harap Bintang Pagi “Aku tak menyukai kepergian, selalu ada kehilangan bersamanya …” [hal 66] Cerita ini semacam cinta yang tidak dapat bersatu. Seorang peri yang tidak memiliki sayap, dan jatuh cinta kepada seorang petualang yang diibaratkan burung. Saat keajaiban datang pada peri kemudian ia memiliki sayap, ia mencari sang petualang, sampai di sana mereka berbahagia tetapi peri melupakan satu hal. Apakah itu? :p *jrengjreng • Percakapan Nomor-nomor Mas Tarpin yang bermimpi, dalam mimpinya semua orang, termasuk anaknya berbicara dengan angka, yang tidak ia mengerti. Tulisan yang mereka baca saat di sebuah ruangan juga tulisan angka bukan alfabet. Tapi perlahan penasarannya terjawab, ia dituduh seorang penjahat yang harus ditangkap dan dibunuh. Dalam mimpi itu masa depan Mas Tarmin membayang dan ketika bangun ia harus mengumumkan berapa angka (nomor) yang keluar. Cerita ini memaparkan kerugian dalam membeli togel. Dalam cerpen ini saya merasakan hentakan-hentakan ketika membaca, sungguh saya suka. • Kunang-Kunang Bayangkanlah jika ayahmu adalah seorang lelaki dari negeri kunang-kunang. Ia jatuh cinta kepada manusia lalu meninggalkan dunianya. Seperti itulah cerpen ini diceritakan, sang manusia melahirkan anak perempuan yang selalu menanti kedatangan ayahnya. Namun hingga ia dinikahkan dengan sang paman dengan orang yang tak dikenalnya lalu pindah merantau ke Jakarta ia tetap tidak bisa melihat wajah ayahnya. Sampai suatu ketika Ibunya mengabarkan bapaknya meninggal. Lalu terkuaklah cerita kisah sang ayah. Hhmm ini cerpen romantis kehidupan yang memilukan • Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela Seorang ibu yang selalu menceritakan dongeng Jaka Tarub dan Nawang Wulan tapi berbeda versi cerita. Ketika sang anak menceritakan kisah itu di depan kelas, karena tidak sama dengan kenyataan yang ada ia malu dan tidak memercayai lagi dongeng yang diceritakan ibunya. Ketika dia telah dewasa ia menjadi orang yang hidupnya serba kecukupan, sang ibu tidak lagi perlu bersahabat dengan malam. Tetapi permasalahan muncul ketika sang anak sering menanyakan kehadiran bapaknya. Juga ibunya yang tidak pernah percaya adanya kematian, ibunya dan dia tidaka akan bisa mati seperti manusia kebanyakan. Pengakuan kejujuran terkuak dari seorang perawat yang menjaga sang ibu yang telah renta, bahwa ia sering mencoba membunuh ibu dengan racun, atau mendorongnya dari tangga lantai atas, tetapi ibu tidak pernah bisa mati. Sugesti yang pernah tenggelam dalam ingatan sang anak terkuak kembali, kemungkinan selendang Nawang Wulan harus dicari dan jika ketemu, ibunya akan bisa kembali ke langit. Apakah dalam pengembaraan sang anak mencari selendang tersebut menemukan apa yang dicarinya?
dari tangga lantai atas, tetapi ibu tidak pernah bisa mati. Sugesti yang pernah tenggelam dalam ingatan sang anak terkuak kembali, kemungkinan selendang Nawang Wulan harus dicari dan jika ketemu, ibunya akan bisa kembali ke langit. Apakah dalam pengembaraan sang anak mencari selendang tersebut menemukan apa yang dicarinya? • Tengara Langit • Menjelma Hujan • Nelangsa • Tembang Cahaya • Bawa Musim Kembali, Nak Kesemuanya adalah cerita-cerita pendek yang sayang untuk dilewatkan bagi teman-teman yang menyukai dunia cerpen. Dari unsur lokalitas, ritme kehidupan, percintaan, terangkum dalam satu buah buku ini. Akan ada banyak hal yang kau termui dan sadari. Tulisan dan gaya bahasanya lembut, dan bahkan kadang kau harus mengulanginya untuk membaca agar maksud isi ceritanya mampu kau tangkap
|Judul : Penjual Kenangan Pengarang : Widyawati Oktavia Penerbit : Bukune Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Januari 2013 Jumlah Halaman : 214 halaman Harga : Rp 40.000,00 Penjual Kenangan Penjual Kenangan merupakan buku ketiga dari Widyawati Oktavia. Dua buah karya sebelumnya adalah “Kucing Melulu & Cerita Cinta (Me) Lulu” dan Silang Hati. Penjual Kenangan berisi 11 kumpulan cerpen. Pembaca akan disuguhi kesebelas cerpen yang tidak berkaitan satu cerpen dengan cerpen lainnya. Cerpen-cerpen tersebut adalah Carano, Dalam Harap Bintang Pagi, Percakapan Nomor-Nomor, Kunang-Kunang, Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela, Penjual Kenangan, Tengara Langit, Menjelma Hujan, Nelangsa, Tembang Cahaya, dan Bawa Musim Kembali, Nak. Dari kesebelas cerpen yang ada, Carano memiliki cerita yang paling panjang. Carano berisi cerita tentang seorang wanita yang dikhianati kekasihnya setelah bertahun-tahun menjalin hubungan. Lelaki yang mengkhianatinya kemudian menikah dengan wanita lain. Hingga suatu ketika, mereka dipertemukan kembali dalam suatu kesempatan dan membuka kembali keping-keping kenangan mereka. Kesebelas keping cerpen ini tidak semuanya berisi tentang cerita cinta, misalnya dalam “Percakapan NomorNomor” bercerita tentang mimpi seorang laki-laki penjudi, atau dalam “Nelangsa” bercerita tentang seorang anak cacat akibat hamil diluar nikah dan hendak digugurkan, atau dalam keping “Bawa Musim Kembali, Nak” yang bercerita tentang rindu seorang ibu kepada anak-anaknya yang pergi merantau mencari mimpi atau meraih cinta. Keping “Penjual Kenangan” – yang memiliki judul yang sama dengan judul buku, bercerita tentang seorang wanita yang menjual kenangannya. Dia menjual kenangan bukan untuk ditukarkan dengan uang, namun ditukarkan dengan harapan. Ada seorang laki-laki dimana dia ingin menjual kenangan itu kepadanya untuk ditukarkan dengan harapan, namun laki-laki itu hanya memiliki sedikit harapan yang tersisa, digerogoti oleh waktu. Dari segi isi, buku ini mungkin lebih banyak berisi ending yang bersifat menggantung. Terkadang, selesainya suatu cerita bukan untuk diakhiri, tapi suatu cerita diakhiri dalam tempo yang tepat dan rima yang tepat. bagi pencinta novel pop kontemporer, mungkin kurang ‘ngeh’ dengan buku ini. Namun, bagi pecinta sastra, buku ini dapat dapat menjadi alternatif bacaan. Bahasa yang digunakan penulis bukan bahasa yang lugas dengan deskripsi yang denotatif. Bahasa yang digunakan penulis lebih cenderung sendu dan melankolis. Penuturan cerita secara lembut, sabar dan tidak tergesa-gesa. Buku ini menghanyutkan pembaca, dan mengajarkan bahwa ada banyak keping kenangan yang dapat kita hargai.