TRIAL APLICATION OF COOPERATIVE LEARNING TYPE BROKEN SQUARE ON THE RESPIRATORY SYSTEM CONCEPT IN CLASS XI IPA MAN SUKAMANAH SUKARAME SUB-DISTRICT TASIKMALAYA DISTRICT Dede Abdul, Hernawan ABSTRACT Learning activities are the principal activities in the educational process at the school. One way to improve the quality of education at the school is the use of a suitable learning model in the learning activities. Cooperative learning type broken square is a learning model that invites students to be more active in the learning activities and strive to create a pleasant atmosphere. These learning activities will go to improved student achievement to achieve KKM at he school. Key words: Cooperative learning type broken square, student achievement.
UJI COBA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BROKEN SQUARE PADA KONSEP SISTEM PERNAPASAN DI KELAS XI IPA MAN SUKAMANAH KECAMATAN SUKARAME KABUPATEN TASIKMALAYA Dede Abdul, Hernawan ABSTRAK Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan di sekolah. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah penggunaan model pembelajaran yang cocok dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe broken square merupakan model pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran serta berusaha untuk menciptakan suasana yang menyenangkan di dalamnya. Kegiatan pembelajaran seperti ini akan berujung pada peningkatan hasil belajar peserta didik hingga mencapai KKM yang ditentukan sekolah. Kata kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe broken square, hasil belajar peserta didik.
1
2 Pendahuluan A. Latar Belakang Pendidikan dalam arti sempit merupakan pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Pada hakekatnya, proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi aktif antara peserta didik dengan guru. Proses belajar mengajar mengandung serangkaian interaksi antara guru dan peserta didik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi yang terjalin antara kedua komponen tersebut dapat memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan belajar mengajar ini sering menghadapi berbagai masalah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Biologi kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya, beberapa masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar di MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya adalah kurang aktifnya peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar serta terlalu banyaknya mata pelajaran yang harus dihadapi oleh peserta didik yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan SMA umum lainnya. Selain itu, MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya ini terdapat di lingkungan pesantren yang menuntut peserta didiknya untuk mempelajari pelajaran-pelajaran yang diberikan pesantren. Beban pelajaran dan kurang aktifnya peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar menyebabkan peserta didik kurang bisa menyerap materi pelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kelas yang didapat yaitu 68, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70. Di sinilah profesionalitas seorang guru harus ditunjukan dengan kemampuan dan keterampilan dalam menjalankan perannya yang multifungsi dengan baik. Di antaranya adalah guru harus mampu menjadi seorang motivator dan fasilitator bagi peserta didiknya. Diharapkan dengan profesionalitas yang guru miliki, dapat memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang dinilai kompleks. Di saat guru menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menangkap materi pelajaran, guru harus berusaha menemukan letak kelemahan tersebut serta mencari jalan keluarnya agar permasalahan tersebut segera teratasi. Solusi yang diduga tepat, salah satunya adalah ketepatan pemilihan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dipandang tepat untuk digunakan adalah model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan memiliki keunggulan dalam menumbuhkan motivasi dan keaktifan peserta didik. Sehingga tercipta interaksi yang dinamis antara guru dengan peserta didik, serta peserta didik dengan peserta didik lainnya. Model pembelajaran seperti ini adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe. Guru harus pandai memilih tipe mana yang paling cocok digunakan untuk
3 menyampaikan konsep-konsep tertentu agar peserta didik bisa menyerap konsep tersebut dengan baik. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang diduga cocok diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe broken square. Model pembelajaran ini mengajak peserta didik untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran serta berusaha untuk menciptakan suasana yang menyenangkan di dalamnya. Penggunaan model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu peserta didik agar bisa menyerap konsep pelajaran yang disampaikan dengan lebih baik serta semoga dapat menjadi masukan bagi guru agar lebih meningkatkan lagi profesionalitas mengajarnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “apakah model pembelajaran kooperatif tipe broken square cocok diterapkan pada proses pembelajaran konsep Sistem Pernapasan di kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya?” C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kecocokan model pembelajaran kooperatif tipe broken square jika diterapkan pada proses pembelajaran konsep Sistem Pernapasan di kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. D. Manfaat 1. Manfaat Teoretis Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya tentang penggunaan tipe pembelajaran dari model pembelajaran kooperatif. 2. Manfaat Praktis a. Menambah pengalaman yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan profesionalitas mengajar di masa yang akan datang. b. Menumbuhkan dan mengembangkan motivasi dan keaktifan belajar peserta didik dalam mempelajari Biologi. c. Menambah variasi dalam kegiatan pembelajaran supaya materi dapat tersampaikan dengan baik kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. d. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak sekolah dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
4 Pembahasan 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Broken Square Model pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran dimana peserta didik dikelompokan ke dalam kelompok-kelompok kecil minimal dua orang dengan memiliki tanggung jawab dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Komalasari, Kokom (2010:57) “Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran”. Depdiknas (Komalasari, Kokom, 2010:62) mendefinisikan, “Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Bern dan Erickson (Komalasari, Kokom, 2010:62) mengatakan, “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Slavin (Komalasari, Kokom, 2010:62) menyatakan, “Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.” Johnson, et al. (Komalasari, Kokom, 2010:62) mengungkapkan, “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”. Menurut Suprijono, Agus (2010:54) “Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Vygotsky (Suprijono, Agus, 2010:56) mengungkapkan, “Model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial”. Menurut Slavin, Robert E. (2009:4) “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Komalasari, Kokom (2010:86) mengatakan, Model pembelajaran kooperatif tipe broken square sering kali disebut juga dengan puzzle, siswa mengelompokan materi yang terpisah-pisah (pecah-pecah) ke dalam satu kesatuan konsep materi yang terbentuk dalam bujur sangkar. Langkah-langkah kegiatannya: a. guru menyiapkan beberapa bentuk bujur sangkar yang dipecah ke dalam beberapa kartu. Masing-masing kartu berisi satu option uraian dari konsep materi dan akan membentuk satu kesatuan (utuh) bentuk tertentu (bujur sangkar);
5 b. setiap kelompok siswa mendapat beberapa potongan kartu pecahan dari bujur sangkar; c. setiap kelompok siswa membentuk suatu kesatuan kartu pecahan bujur sangkar yang tepat sehingga membentuk satu kesatuan konsep materi; d. setiap kelompok siswa yang dapat membentuk satu kesatuan kartu pecahan bujur sangkar sebelum batas waktu diberi poin; e. perwakilan masing-masing kelompok siswa menempelkan satu kesatuan kartu pecahan bujur sangkar di papan tulis; f. guru dan siswa mengklarifikasi hasil karya siswa dalam membentuk bujur sangkar konsep materi; dan g. kesimpulan/penutup. Menurut Martin, R.R., et.al. (2000) langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe broken square adalah sebagai berikut: Bagilah peserta didik ke dalam lima kelompok dengan penomoran off atau bermain permainan pengelompokan kreatif untuk memisahkan sahabat menjadi berbeda kelompok supaya mendorong hubungan pencampuran dan interpersonal dengan banyak orang. Peserta didik yang tersisa setelah terbentuk lima kelompok, dapat menjadi: a. pengamat untuk kelompok (berilah mereka salinan instruksi pengamat); b. membentuk kelompok yang lebih kecil dari tiga atau empat (anda harus menghapus potongan-potongan dari paket mereka untuk kotak yang tidak dibutuhkan); atau c. membagikan kepada kelompok lain untuk menambah anggota kelompok tersebut (anda harus memberikan potongan kepada kelompok-kelompok untuk kotak tambahan). Kelompok tidak langsung dimulai sampai Anda selesai membacakan instruksi: Dalam paket ini ada lima amplop, masing-masing berisi potongan-potongan kardus untuk membentuk kotak. Ketika fasilitator memberikan sinyal untuk memulai, tugas kelompok Anda adalah membentuk lima kotak dengan ukuran yang sama. Tugas belum selesai sampai setiap individu memiliki persegi yang sempurna dengan ukuran yang sama seperti yang dimiliki oleh orang lain. Pembatasan spesifik dikenakan pada kelompok Anda selama kegiatan ini: a. tidak berbicara, menunjuk, atau jenis lain dari komunikasi di antara lima orang dalam kelompok; b. peserta didik dapat memberikan potongan kepada peserta didik lain tetapi tidak boleh mengambil potongan-potongan dari anggota lain; c. peserta didik tidak boleh membuang potongan mereka ke pusat bagi orang lain untuk mengambil, mereka harus memberikan potongan langsung ke salah satu individu; dan d. hal ini dibolehkan bagi anggota untuk memberikan semua potongan tekatekinya, bahkan jika ia telah membentuk persegi. Berikan sinyal mulai bekerja. Dengan bantuan dari setiap pengamat memastikan bahwa aturan diikuti pada seluruh kegiatan. Kelompok yang telah menyelesaikan tugas mereka bertepuk tangan untuk memberi tanda bahwa mereka sudah selesai, tapi kemudian harus duduk diam dan mengamati kelompok lain yang masih bekerja sampai semua orang telah selesai.
6 Ketika semua orang telah menyelesaikan tugas, tanyakan hal-hal berikut untuk meringkas apa yang terjadi. Jika pengamat hadir, arahkan pertanyaan pertama mereka dan kemudian mendapatkan tambahan ide dari anggota kelompok: a. siapa yang bersedia untuk memberikan potongan dari teka-teki?; b. adakah yang sudah menyelesaikan teka-tekinya, agar memisahkan diri dari kelompok?; c. apakah ada orang yang belum membereskan potongan-potongan, tetapi tidak mau memberikan salah satu atau tidak ada yang mau memberi?; d. berapa banyak orang yang secara aktif terlibat dalam menempatkan potongan?; e. apakah ada yang tampak frustrasi?; f. apakah ada titik balik kritis di mana waktu kelompok mulai bekerja sama?; dan g. apakah ada yang mencoba untuk melanggar aturan dengan berbicara atau menunjuk sebagai sarana untuk membantu sesama anggota memecahkan teka-teki mereka?”. 2. Kecocokan Hasil belajar peserta didik setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe broken square pada konsep Sistem Pernapasan di kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya lebih besar dari pada hasil belajar peserta didik sebelum proses pembelajaran. Skor rata-rata yang diperoleh peserta didik sebelum proses pembelajaran adalah 24,22 sedangkan skor rata-rata yang diperoleh peserta didik setelah proses pembelajaran adalah 31,70. Jadi, hasil belajar peserta didik sebelum dan sesudah melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe broken square mengalami peningkatan sebesar 7,48. Selain itu, untuk melihat perbedaan hasil belajar peserta didik sebelum dan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe broken square dilakukan uji t. Berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil yang menyatakan bahwa terdapat di daerah penolakan Ho yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar peserta didik sebelum dan sesudah melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model permbelajaran kooperatif tipe broken square. Hasil ini menunjukan keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe broken square untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada konsep Sistem Pernapasan. Model pembelajaran kooperatif tipe broken square efektif digunakan pada proses pembelajaran biologi konsep Sistem Pernapasan karena model ini membuat peserta didik aktif dalam kegiatan pembelajaran, menarik peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama teman sekelompoknya dan memicu peserta didik untuk bersaing dengan kelompok lain sehingga peserta didik menjadi termotivasi untuk segera memahami materi yang diberikan. Selain itu, model tersebut mengajak peserta didik untuk berfikir sedini mungkin sejak awal pembelajaran untuk memecahkan materi yang diberikan. Adapun kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe broken square adalah sulitnya
7 mengondusifkan kondisi peserta didik saat pembelajaran berlangsung sehingga dituntut bimbingan yang kuat dari guru, karena kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe broken square ini bersifat dinamis. Jadi dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak hanya terpaku untuk ceramah menyampaikan materi dan peserta didik hanya mendengarkan dengan perasaan tegang atau jenuh. Guru harus bisa membuat lingkungan yang nyaman bagi peserta didik untuk belajar, yaitu dengan menerapkan modelmodel pembelajaran yang mendorong motivasi peserta didik dalam memahami dan menggali materi-materi yang dipelajarinya sehingga peserta didik bisa mengeluarkan seluruh kemampuannya dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif tipe broken square ini belum bisa dinyatakan cocok diterapkan pada konsep Sistem Pernapasan di kelas XI IPA 2 MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya hanya dengan melihat peningkatan rata-rata nilai peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran atau dengan melihat kesimpulan dari hasil uji t. Oleh karena itu dilakukan pengujian hipotesis deskriptif dengan menggunakan uji t untuk melihat apakah peningkatan hasil belajar peserta didik itu sudah mencapai KKM yang ditentukan sekolah atau belum. Hasil analisis dari uji t menyatakan bahwa berada pada daerah penerimaan Ho yang artinya hasil belajar peserta didik sudah mencapai KKM yang ditentukan. Selain itu, jika kita melihat hasil belajar rata-rata peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran yaitu sebesar 31,70 sedangkan nilai KKM yang ditentukan sekolah sebesar 28, sehingga nilai rata-rata peserta didik setelah proses pembelajaran lebih besar 3,70 poin dari pada nilai KKM yang ditentukan sekolah. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe broken square dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya pada konsep Sistem Pernapasan hingga mencapai KKM yang ditentukan sekolah. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe broken square cocok diterapkan pada proses pembelajaran konsep Sistem Pernapasan di kelas XI IPA MAN Sukamanah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. Saran 1. Proses belajar mengajar hendaknya lebih bervariasi, terutama dalam penggunaan model pembelajaran, sehingga siswa bisa lebih termotivasi untuk belajar. 2. Pada penelitian ini, penulis mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe broken square untuk menyampaikan konsep Sistem
8 Pernapasan, untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan untuk mencoba penggunaan model pembelajaran yang lain. 3. Pada penelitian ini, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe broken square hanya pada konsep Sistem Pernapasan, untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan untuk mencobanya pada konsep lain. 4. Pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif tipe broken square diterapkan terhadap peserta didik kelas XI, untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan untuk mencoba penerapan model pembelajaran ini pada peserta didik yang jenjang pendidikannya lebih rendah. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Hernawan, Edi. (2012). Pengantar Statistik Parametrik untuk Penelitian Pendidikan. Tasikmalaya: Tidak dipublikasikan. Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Martin, R.R., et.al. (2000). “Building Dinamic Groups: Broken Squares”. [Online]. Tersedia: www.hunter.cuny.edu%2Fsocwork%2Fnrcfcpp%2Fpass%2Flearningcircles%2Ffive%2FBrokensquares.pdf. [28 November 2012]. Silberman, Melvin L. (2009). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Slameto. (2010). Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, Robert E. (2009). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Suprijono, Agus. (2010). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sutikno, M. Sobry. (2009). Belajar dan Pembelajaran: Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil. Bandung: Prospect. Widaningsih, Dedeh. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Tasikmalaya: Tidak dipublikasikan. Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. Jakarta: GP Press. Riwayat Penulis Dede Abdul Mujib Muharam, adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya.