perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP KUALITAS HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK DI SURAKARTA
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak Di Surakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sosiologi Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : HANIF NUR ROHMAN D3207004
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTO Jangan menyerah dengan keadaan, tetap semangat dan berfikir positif untuk masa depan yang lebih indah ( HANIF 2011 )
Sabar membawa berkah, usaha menjadikan keberhasilan. Berusaha dan bekerja keras disertai dengan kesabaran membuat kita menjadi insan yang tauladan ( HANIF 2011 )
Tak ada hal yang tak mungkin, jika tekun belajar dan berdoa adalah kuncinya ( HANIF 2011 )
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Dengan penuh rasa syukur, karya yang sederhana ini ku persembahkan kepada: Ø Orang tuaku tercinta Ibu Susiani terima kasih atas untaian do’a dan kasih sayangnya selama ini. Ø Keluarga Besarku yang telah membantuku dan memberikan motivasi selama ini. Ø Sahabat-sahabat terbaik ku yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepadaku. Ø Almamater tercinta.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosiologi. Allah telah menguatkan, dan memberi petunjuk di tengah ketidaksanggupan menghadapi masalah dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini
KUALITAS
dengan
judul:
HUBUNGAN
“DAMPAK ORANG
PERCERAIAN TUA
DENGAN
TERHADAP ANAK
DI
SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak Di Surakarta)” Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini dapat selesai berkat keterlibatan banyak pihak yang turut membantu. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Drs. Pawito. Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dr. Bagus Haryono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Dra. LV. Ratna Devi S, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Non Regular Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Muh. Rosyid Ridlo, S.Ag selaku Pembimbing Akademik Jurusan Sosiologi Non Regular angkatan 2007 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Dra. Sri Hilmi P., M.Si selaku pembimbing untuk pemikiran yang telah diberikan selama membimbing penulis hingga tersusunnya skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Sosiologi atas ilmu yang telah diberikan sehingga menambah pengetahuan diri penulis. 7. Bapak serta Ibu staff Administrasi Akademis yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama kuliah. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Bapak serta Ibu petugas perpustakaan FISIP yang telah memberikan pelayanan buku-buku dan referensi yang penulis butuhkan. 9. Bapak Wakil Panitera di Pengadilan Agama, Muh Mursyid,SH, atas kesediaannya memberikan ijin penelitian untuk memudahkan penulisan skripsi ini. 10. Ibu Susiani,S.Pd yang telah setia merawat dan mendidik aku sampai saat ini. 11. Para informan dalam penelitian ini yang telah mengorbankan banyak waktu untuk membimbing penulis. 12. Buat Anita Arifianti orang spesial yang selalu memberiku motivasi dan sahabat-sahabatku : Desta, Uchil, Sulis, dan Fauzy yang telah memberi semangat dan dukungan serta telah membantuku selama pembuatan skripsi ini. 13. Terimakasih untuk semua teman-teman Sosiologi FISIP Non-Reguler UNS angkatan 2007 : Fery, Dicky, Senja, Bintang, Suly, Ely, Puput, Eny, Kartika, Rahayu, Ida, Arim, Abdul, Ana, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa aku sebutkan satu-persatu. 14. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta,
Penulis
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ..........................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..........................................................................
v
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
x
DAFTAR BAGAN ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
DAFTAR MATRIKS ...........................................................................................
xi
ABSTRAK ............................................................................................................
xii
ABSTRACT..........................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar Belakang..........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
11
C. Tujuan Penelitian......................................................................................
11
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................
12
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................
12
1.Penelitian Terdahulu .............................................................................
12
2.Landasan Teori ......................................................................................
15
3.Kerangka Berfikir .................................................................................
20
4.Kerangka Konsep ..................................................................................
24
F. Metode Penelitian ………………………………………………...… .
34
1.Lokasi Penelitian …………………………………………........ ...…
34
2.Jenis Penelitian ……………………………………………......…. .
34
3.Teknik Pengumpulan Data …………………………………......… .
34
4.Populasi ……………………………………………………......…...
36
5.Sampel ……………………………………………………......… .... commit to user 6.Validitas Data ……………………………………………......…… .
37
viii
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7.Analisis Data ………………………………………………......…. ..
38
8.Jenis Data ……………………………………………………..... .....
40
BAB II PROFIL INFORMAN ............................................................................
42
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
54
A.Penyebab Terjadinya Perceraian …………………………………........
54
1.Latar Belakang Timbulnya Perpecahan Dalam Keluarga………….. ..
55
2.Perilaku Anak Di Dalam Keluarga Yang Bercerai.............................
60
B.Pola Hubungan Pasca Perceraian………………………………....... .....
64
1.Pola Hubungan Ayah Dengan Anak Pasca Perceraian……………...
65
2.Pola Hubungan Ibu Dengan Anak Pasca Perceraian……………….... 71 C. Perceraian Dan Dampaknya Terhadap Anak ………….......…… .......... 77 D.Hasil Analisis. …………………………………………………............
82
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................
94
A.Kesimpulan .................................................................................................
94
B.Implikasi......................................................................................................
98
1.Implikasi Teoritis....................................................................................
98
2.Implikasi Praktis .....................................................................................
99
3.Implikasi Metodologis ........................................................................... 101 C.Saran ............................................................................................................ 102
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1 : Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Tahun 2009…. 8 Table 2 : Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Tahun 2010…. 9
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Bagan 1 : Analisis Interaktif........................................................................ 40
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR MATRIKS Matrik 1 : Penyebab Terjadinya Perceraian............................................
104
Matrik 2 : Pola Hubungan..........................................................................
109
Matrik 3 : Dampak Perceraian Terhadap Anak.......................................
111
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK NAMA : HANIF NUR ROHMAN NIM: D3207004 PROGRAM STUDY : SOSIOLOGI JUDUL SKRIPSI: DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP KUALITAS HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK DI SURAKARTA ( Study Deskriptif Kualitatif Tentang Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak Di Surakarta ). Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret 2011 Perkawinan untuk membentuk dan membangun rumah tangga yang bahagia pasti didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Tujuan perkawinan itu di samping membentuk keluarga yang bahagia, juga untuk membentuk keluarga yang kekal. Pada dasarnya semua perkawinan memiliki tujuan yang baik, akan tetapi dari sebuah perkawinan pasti ada sebuah konflik-konflik sosial di dalam keluarga yang menyebabkan sebuah hubungan rumah tangga menjadi retak dan berakhir pada sebuah perceraian. Dari wacana ini menggelitik penulis untuk meneliti kasus perceraian yang terjadi di Surakarta, melihat dari sebuah berita dan data yang sebelumnya sudah diketahui penulis bawasannya tingkat perceraian yang terjadi di Kota Surakarta sangat tinggi dari tahun ke tahun maka penulis memutuskan melakukan penelitian di Surakarta, penulis lebih menitik beratkan pada kasus dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak dan ini menarik untuk diteliti. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa dampak perceraian kaitannya terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak, untuk menambah wawasan pengetahuan kepada pembaca dan penulis, siapa sajakah pihak-pihak yang terkait dan bagaimanakah peran / fungsi dalam kaitannya untuk mengatasi dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta dan untuk mengetahui bagaimana hasil / perubahan yang terjadi dalam kaitannya dengan dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta. Teori yang digunakan adalah teori konflik karena sangat relevan dengan paradigma Perilaku Sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada dasarnya kualitas hubungan orang tua dengan anak pasca perceraian ini buruk atau pada dasarnya orang tua yang bercerai bagi yang mendapatkan jatah hak asuh anak ya harus orang tua itu yang bertanggung jawab sedangkan orang tua yang lain tidak mau bertanggung jawab terhadap anaknya baik dari segi materi maupun non materi.Faktor yang paling berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan pengaruh dan bagaimana memulihkan kembali hubungan baik dan tetap stabil,menciptakan keakraban bagi kedua orang tua. Karena pengaruh orang tua satu dengan yang lain dapat menciptakan kekuatan pada diri anak. Kebiasaan orang tua untuk mau mengunjungi masih penting bagi sebagian besar anak, agar tercipta suatu kualitas hubungan yang sangat baik antara orang tua dengan anak pasca perceraian. commit to user Kata kunci : Perceraian, Kualitas hubungan
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT NAME: HANIF NUR ROHMAN NIM: D3207004 PROGRAM STUDY: SOCIOLOGY SKRIPSI TITLE: IMPACT OF DIVORCE ON THE QUALITY OF RELATIONSHIPS WITH PARENTS IN CHILD SURAKARTA (Qualitative Descriptive Study About Impact of Divorce Parents Against Quality Relationships With Children In Surakarta). Faculty of Social and Political Sciences, University of Eleven March 2011 Marriage to establish and build a happy home certainly coveted by each couple. The purpose of marriage is in addition to forming a happy family, also to form an eternal family. Basically, all marriages have good aim, but of a marriage there must be a social conflicts within the family that causes a household relationship becomes fractured and ended in a divorce. Tickling the author of this discourse to examine the case of divorce that occurred in Surakarta, see the news and data from a previously unknown writer bawasannya divorce rate that occurred in Surakarta is very high from year to year, so the writer decided to do research in Surakarta, the authors focus more beratkan in the case of the impact of divorce on the quality of parental relationships with children and it is interesting to investigate. The purpose of this study is 1. To find out what the effects of divorce related to the quality of parental relationships with children 2. To broaden the horizon of knowledge to readers and writers, who are related parties how the role / function in relation to overcoming the impact of divorce on the quality of parental relationships with children in Surakarta 3. To find out how the results / changes that occur in relation to the impact of divorce on the quality of parental relationships with children in Surakarta. The theory used is the theory of conflict because it is very relevant to the paradigm of Social Behavior. The results of this study indicate that basically the quality of parental relationships with children after divorce is bad or the parents who get a ration of child custody must be the old man in charge while the other parent does not want to take responsibility for their children in terms of both material and non-material, and in fact the most serious factor in cases of divorce is how to influence and how to restore good relations and remain stable, creating familiarity for both parents. This is because the influence of parents with one another can create strength in children. A visiting habits from their parents are still important for most children, in order to create an excellent quality of the relationship between parents and children after divorce.
Keywords: Divorce, quality of relationships commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Melaksanakan pernikahan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk dan membangun rumah tangga yang bahagia, sudah pasti didambakan oleh setiap pasangan, menikah
dengan
lelaki
atau
wanita pilihan tentunya
disertai berjuta harapan cerahnya masa depan. Tidak ada pasangan yang ketika melakukan perkawinan mengharapkan terjadi sesuatu yang buruk dalam mahligai rumah tangganya. Berbicara mengenai tujuan perkawinan memang merupakan hal yang tidak mudah, tetapi melaksanakan suatu keputusan besar dalam hidup dengan tanpa tujuan adalah aneh, karena sama halnya dengan berjudi dengan
taruhan
yang sangat
besar!.
Komitment yang baik harus sama sama disepakati oleh setiap pasangan dan harus disadari bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh sebelah pihak saja. Tujuan perkawinan itu di samping membentuk keluarga yang bahagia, harmonis, juga untuk membentuk keluarga yang kekal langgeng sampai ahir hayat, satu kali perkawinan berlaku seumur hidup, untuk selama-lamanya. Tidak
pernah
ada yang berharap bahwa ikatan
perkawinan
yang
dibangunnya itu akan putus ditengah jalan, pemutusan ikatan suami isteri itu
diharap tidak terjadi kecuali kematian. Walaupun dilegalkan
upaya
pemutusan hubungan suami isteri tetapi diberikan kemungkinan dan syarat commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang sangat ketat. Pemutusan ikatan antara suami isteri dalam bentuk perceraian hanyalah merupakan jalan terakhir, setelah usaha-usaha yang ditempuh untuk tetap bersatu memang benar-benar tidak dapat memberikan pemecahan. Seperti halnya perkawinan,perceraian juga merupakan suatu proses yang didalamnya menyangkut banyak aspek seperti : emosi, ekonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku. Dari hasil study perbandingan tentang perceraian di negara-negara berkembang ( Murdock, 1950:135 ) menyimpulkan bahwa di setiap masyarakat terdapat institusi/lembaga yang menyelesaikan proses berakhirnya suatu perkawinan ( yang di sebut sebagai perceraian ) sama halnya dengan mempersiapkan suatu perkawinan. Namun oleh Goode dikatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai definisi yang berbeda tentang konflik antara pasangan suami-isteri serta cara penyelesaiannya. Goode sendiri berpendapat bahwa pandangan yang mengganggap perceraian merupakan suatu “kegagalan” adalah bias, karena semata-mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis. Padahal semua unsur perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dan tinggal bersama dimana masing-masing memiliki keinginan, kebutuhan, nafsu, serta latar belakang dan nilai sosial yang bisa saja berbeda satu sama lain. Akibat
perbedaan-perbedaan
individual
ini bisa memunculkan
ketegangan-ketegangan dan ketidak bahagiaan yang dirasakan oleh semua anggota keluarga. Kekacauan dalam keluarga bias merupakan commit to user
masalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
umum karena semua orang mungkin saja terkena salah satu dari berbagai jenisnya, dan karena pengalaman itu biasanya dramastis, menyangkut pilihan moral dan penyesuaian-penyesuaian pribadi yang dilematis. Banyak diantara kita bercerai atau merupakan anak-anak dari orang tua yang telah bercerai. Dan banyak yang tidak sampai bercerai tapi menyadari bahwa keluarga mereka seolah-olah rukun, sebenarnya hanya kedok belaka, menyembunyikan orang-orang
yang
sebenarnya
sudah
tidak
saling
mencintai
( William J. Goode, 1961:184 ). Karenanya, apabila terjadi sesuatu dengan perkawinan ( misalnya perceraian ) maka akan timbul masalah-masalah yang harus dihadapi baik oleh pasangan yang bercerai maupun anak-anak serta masyarakat di wilayah terjadinya perceraian. Perceraian dalam keluarga manapun merupakan perubahan besar, dan membutuhkan wattu penyesuaian terutama bagi sang anak. Anak akan mengalami perubahan perilaku terutama karakter kesehariannya dan prestasi akademik di sekolahpun akan menurun karena kehilangan salah satu dari kedua orang tuanya. Situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan “mandeknya” proses negosiasi antara pasangan suami-isteri. Akibatnya, pasangan tersebut sudah tidak bisa lagi menghasilkan kesepakatan yang dapat memuaskan masing-masing pihak. Mereka seolah-olah tidak dapat lagi mencari jalan keluar yang baik bagi mereka berdua. Diantara mereka muncul perasaan-perasaan bahwa pasangannya: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
1. Mencoba untuk mulai memaksakan kehendaknya sendiri. 2. Mencari-cari kesalahan pasangan. 3. Lebih mengupayakan terjadinya konflik daripada mencari jalan keluar untuk kepentingan bersama. 4. Mencoba untuk menunjukkan kekuasaannya. Perasaan-perasaan tersebut kemudian menumbuhkan rasa permusuhan dan kebencian diantara kedua belah pihak (T.O.Ihromi, 1999 : 137). Gambaran lain mengenai masyarakat modern adalah semakin tinggi angka perceraian. Keadaan ini telah pula menciptakan variasi struktur keluarga. Maka ada keluarga yang anak-anaknya diasuh oleh orang tua ( ayah saja atau ibu saja ), kemudian ada anak tiri, ayah tiri, dan ibu tiri. Kasus-kasus ini pun memunculkan berbagai permasalahan baru dan berbagai implikasinya dalam kehidupan keluarga ( Save Dagun, 1989:5 ). Kasus perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat. Peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam. Kasus ini menimbulkan stress, tekanan, dan menimbulkan perubahan fisik dan mental. Keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu, dan juga anak akan menjadi korban perceraian antara kedua orang tuanya ( Save Dagun, 1989:113 ). Kenyataan menunjukkan sebagai akibat perceraian menyebabkan keadaan yang negatif, dari kehidupan anak-anak yang dihasilkan oleh pernikahan itu. Keadaan yang diluar
kebiasaan dan
kewajaran itu bagi anak-anak akan menimbulkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
kegelisahan didalam hidupnya akan membawa akibat yang tidak diinginkan. Perceraian membawa pengaruh yang besar kepada suami-istri, anak-anak, harta kekayaan, maupun masyarakat dimana mereka hidup. Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya terhadap anak. Banyak faktor yang terlebih dahulu diperhatikan sebelum menjelaskan tentang dampak perkembangan anak setelah terjadi suatu perceraian antara ayah dan ibu mereka. Dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry 48:7 (2007), pp 667–675. USA, dengan judul A Children of Twins Study of parental divorce and offspring psychopathology, di tulis oleh M. D’Onofrio, Brian., Eric Turkheimer, Robert E.Emery, Hermine H.Maes, Judy Silberg, and Lindon J.Eaves adalah sebagai berikut: ( Parental divorce is correlated with many substance use, behavioral, and emotional problems, but why parental marital instability causes these problems continues to be debated (Amato, 2000; Emery, 1999;Hetherington, 1999). Research in the social sciences has generally assumed that associations between divorce and offspring adjustment are due to causal mechanisms (e.g., the stressadjustment hypothesis;Hetherington, 1999). Most studies of divorce have,therefore, focused on environmental process that may mediate the association between divorce and offspring adjustment, such as deleterious parenting practices, conflict between parents, loss of contact with non-custodial fathers, and economic factors (Amato, 2000).( A Children of Twins Study of parental divorce and offspring psychopathology, Journal of Child Psychology and Psychiatry 48:7(2007),pp667–675) file:///E:/AChildrenofTwinsStudyofparentaldivorceandoffspringpsycho pathology.htm Jurnal di atas mempunyai inti bahwa perceraian orang tua berkorelasi dengan banyak substansi yang digunakan, perilaku, dan masalah emosi, tapi commit to user kenapa ketidakstabilan perkawinan orangtua menyebabkan masalah ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
menjadi terus diperdebatkan
.Penelitian di ilmu sosial secara umum telah
diasumsikan bahwa asosiasi antara perceraian dan penyesuaian pasca perceraian disebabkan kausal mekanisme ( misalnya, hipotesis penyesuaian stres). Sebagian besar dari studi perceraian, fokus pada proses lingkungan yang dapat menjadi mediasi hubungan antara perceraian dan penyesuaian keturunan, seperti tingkah laku orangtua yang merugikan, konflik antara orang tua, hilangnya kontak dengan ayah, dan faktor ekonomi. Faktor tersebut juga bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan orangtua setelah bercerai. Kesemua hal itu dapat menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang. Selama tahun pertama setelah perceraian, kualitas pengasuhan yang dilakukan orangtua seringkali buruk. Orangtua lebih sering sibuk dengan kebutuhan kebutuhan dan penyesuaian dari sendiri seperti mengalami depresi, kebingungan dan instabilitas emosional. Peristiwa perceraian itu menimbulkan berbagai akibat terhadap orang tua dan anak. Tercipta perasaan yang tidak menentu, dan sejak saat ini ayah atau ibu menjadi tidak berperan efektif sebagai orang tua. Mereka tidak lagi memperlihatkan tanggung jawab penuh dalam mengasuh anak ( Save Dagun,2002 : 117 ). Adapun upaya untuk menutupi perpisahan hati yang biasanya berarti bahwa orangtua tetap berhubungan sekalipun tidak bahagia tetapi menghindari perceraian, mungkin lebih mendorong ke arah kenakalan remaja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
daripada perceraian itu sendiri. Shedon dan Eleanor Gluesk menghubungkan kenakalan remaja kepada beberapa macam rumah tangga yang berantakan. Remaja yang nakal relatif lebih mungkin berasal dari rumah tangga yang bercerai daripada yang utuh. Tetapi, anak-anak dari rumah tangga seorang janda atau duda hampir 50% kemungkinan menjadi nakal daripada rumah tangga yang utuh. Selanjutnya anak-anak dari rumah tangga yang terpisah terwakili lebih banyak lagi : kemungkinan bahwa rumah tangga yang demikian akan menghasilkan remaja nakal hampir dua kali lebih tinggi daripada kemungkinan bahwa suatu rumah tangga yang utuh akan menghasilkan remaja nakal. Rupanya kegagalan peran di dalam rumah mempunyai akibat yang lebih merusak terhadap anak-anak daripada tidak adanya seorang pasangan ( William J.Goode, 1995 : 205-206 ). Bahwa keluarga merupakan mediator dari nilai-nilai sosial ( T.O.Ihromi, 1999 : 167 ). Menurut Juth Wallerstian dan Joan Kelly bahwa anak akan mengalami kesulitan
dalam
menyesuaikan
diri
menghadapi
situasi
yang
baru
( Save Dagun, 2002 : 115 ). Sedangkan menurut hasil penelitian Hetherington, bahwa peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidaksetabilan emosi, mengalami
rasa
cemas,
tertekan,
( Save Dagun, 2002 : 117 ).
commit to user
dan
sering
marah-marah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Tahun 2009 TABEL I JENIS PERCERAIAN NO
BULAN
CERAI
CERAI
GUGAT
TALAK
JUMLAH
1
Januari
35
15
50
2
Februari
38
16
54
3
Maret
38
15
53
4
April
29
19
48
5
Mei
36
10
46
6
Juni
32
22
54
7
Juli
38
15
53
8
Agustus
23
18
41
9
September
22
14
36
10
Oktober
31
21
52
11
November
31
15
46
12
Desember
44
16
60
Sumber : Pengadilan Agama Surakarta Jadi jumlah keseluruhan daftar orang yang melakukan cerai di Pengadilan Agama pada Tahun 2009 baik cerai gugat maupun cerai talak yaitu sekitar 593 ( Lima Ratus Sembilan puluh Tiga ) orang yang telah melakukan cerai. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Tahun 2010 TABEL 2 JENIS PERCERAIAN NO
BULAN
CERAI
CERAI
GUGAT
TALAK
JUMLAH
1
Januari
43
23
66
2
Februari
40
5
45
3
Maret
57
18
75
4
April
41
7
48
5
Mei
54
25
79
6
Juni
39
21
60
7
Juli
37
19
56
8
Agustus
30
13
43
9
September
37
24
61
10
Oktober
48
23
71
11
November
36
25
61
12
Desember
41
26
57
Sumber : Pengadilan Agama Surakarta Jadi jumlah keseluruhan daftar orang yang melakukan cerai di Pengadilan Agama pada Tahun 2010 baik cerai gugat maupun cerai talak yaitu sekitar 722 ( Tujuh Ratus Dua puluh Dua ) orang yang telah melakukan cerai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Tingkat perceraian tertinggi terjadi di kalangan masyarakat yang berada pada strata bawah, dan semakin ke atas strata masyarakat semakin rendah tingkat perceraiannya dan hal ini terlihat dari hasil sensus penduduk temuan dari Hilman, Hilman menganalisa data tentang status perceraian dikalangan laki-laki dengan kategori pekerjaan. Ia menemukan bahwa tingkat perceraian tertinggi berada pada kategori pekerjaan kasar seperti buruh, pembantu rumah tangga dan pelayan - pelayan yang bergerak di bidang jasa. Tingkat perceraian ini semakin menurun pada kategori mereka yang termasuk sebagai “pekerja kerah-putih” yang berada pada lapisan menengah masyarakat.
Sedangkan
pada
kategori
professional,
manajer
dan
pengusaha/pemilik saham tingkat perceraian sangat rendah. Bahwa tingkat perceraian tertinggi terjadi pada strata okupasi terendah. Kemudian tingkat perceraian semakin berkurang pada strata okupasi menengah dan semakin mengecil pada strata okupasi teratas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa penyebaran hubungan antara status sosial-ekonomi dengan tingkat perceraian pada setiap strata di dalam masyarakat menggambarkan adanya perbedaan kondisi hidup yang dihadapi masing-masing strata. Pada lapisan masyarakat bawah tampaknya kondisi kesulitan ekonomi lebih mudah mempengaruhi terjadinya perceraian ( T.O.Ihromi, 1999 : 148 - 150 ).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
B. RUMUSAN MASALAH Demi untuk menjawab rasa keingintahuan penulis dan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya kasus perceraian di Surakarta maka penulis mengajukan rumusan: “ Bagaimana dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak? “
C. TUJUAN Suatu kegiatan dilaksanakan tentu dengan tujuan, begitu juga dengan kegiatan mengidentifikasi ini, dan adapun tujuannya adalah untuk mengetahui dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta. Tujuan dalam suatu penelitian sedikit banyak akan menunjukkan kualitas dari penelitian, tujuan tersebut : 1. Untuk mengetahui apa dampak perceraian kaitannya terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak. 2. Untuk menambah wawasan pengetahuan kepada pembaca dan penulis, siapa sajakah pihak-pihak yang terkait dan bagaimanakah peran / fungsi dalam kaitannya untuk mengatasi dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta. 3. Untuk mengetahui bagaimana hasil / perubahan yang terjadi dalam kaitannya dengan dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
D. MANFAAT 1. Manfaat teoritis a. Untuk mengembangkan ilmu sosiologi khususnya dalam bidang sosial. b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu sosial pada umumnya dan dalam sosiologi khususnya mengenai Perceraian di Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan manfaat bagi pembaca atas permasalahan yang diteliti. b. Memberikan wawasan pengetahuan bagi masyarakat khususnya yang tinggal di daerah rawan perceraian. c. Bahan referensi dan sekaligus merangsang minat peneliti lain untuk mengkaji masalah ini secara lebih mendalam lagi.
E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penelitian terdahulu Didalam sebuah penelitian untuk mengkaji dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak ini penulis sedikit menggunakan pendekatan dengan penelitian yang terdahulu. Didalam sebuah perceraian memang beragam masalah yang ditimbulkan seperti yang diteliti oleh Ade Anggraini Fakultas Fisip Jurusan Komunikasi yaitu tentang Pola Komunikasi Anak Remaja dan Orang tua Pasca Perceraian di Surakarta Tahun 2009, sebuah penelitian diskriptif kualitatif ini Ade melihat bahwa perceraian yang semakin meningkat di kalangan keluarga sederhana, dilingkungan pendidik, atau lingkungan religius, hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
menimbulkan kekawatiran tersendiri sebab anak dan orang tua sama-sama berada pada situasi yang komplek dan tidak menentu. Bagi anak-anak korban perceraian mempunyai pemahaman serta perasaan yang berbedabeda. Termasuk dengan bagaimana cara anak remaja berkomunikasi pasca perceraian orangtua bukanlah sesuatu yang mudah. Penelitian ini berupaya mengkaji pola komunikasi antara anak remaja dengan orang tuanya pasca perceraian terjadi. Mencakup bagaimana mereka berinteraksi, proses komunikasi, tingkat keterlibatan emosi, tingkat afektifitas, serta tingkat intensitas komunikasi di dalam keluarga selepas perceraian terjadi. Di dalam penelitian Ade menyimpulkan bahwa penelitiannya menunjukkan bahwa perceraian mempunyai presentase yang besar dalam mempengaruhi pola komunikasi yang melibatkan anak remaja dan orang tua. Hal tersebut terlihat perubahan anak pada proses komunikasi, tingkat keterlibatan efektifitas komunikasi, tingkat intensitas komunikasi baik yang mengarah pada perubahan positif maupun negatif pasca perceraian. Bagi penulis penelitian ini hampir sama, sama-sama meneliti tentang anak pasca perceraian, penelitian Ade dengan penulis kali ini bedanya pada tujuannya, penulis lebih cenderung pada dampak dan kualitas hubungan orang tua dengan anak korban perceraian, sedangkan Ade cenderung lebih cenderung pada pola komunikasi anak dengan orangtua pasca perceraian. Penulis juga menambahkan sedikit perbedaan dengan penelitian Ade yang dituliskan yaitu penulis lebih pada pelaku perceraian yang ekonominya di bawah rata-rata, penulis melihat bahwa faktor ekonomilah yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
menyebabkan keluarga retak yang berujung pada terjadinya perceraian, dan untuk anak korban perceraian penulis membatasi usia anak yaitu usia anak yang masih balita atau anak yang masih kecil sampai yang seusia anak-anak SLTA, sebab untuk mengetahui tingkat kualitas hubungan anak dengan orang tua pasca perceraian disaat anak anaknya masih kecil dan masih sekolah, yaitu sejauh mana orangtua memperhatikan anaknya yang usianya yang masih kecil sampai usia SLTA. Disini diharapkan penulis dapat mengetahui kualitas orang tua bagaimana orangtua tersebut mengatasi rasa sedih, amarah, dan benci dihatinya dengan tidak mengorbankan anaknya pasca perceraian baik anaknya itu usianya masih kecil ataupun remaja, kerena perceraian merupakan putusnya suatu hubungan suami isteri, tidak berarti berakhirnya hubungan antara orang tua yang bercerai yang telah menghasilkan buah hati, tetapi justru merupakan awal dari suatu hubungan yang baru dan bahkan sering merupakan proses yang menyakitkan atas pemulihan suatu hubungan. Bersama-sama, orangtua yang bercerai harus mengurus perceraian, mengikuti konsultasi, dan hubungan yang tadinya merupakan hubungan suami-istri berubah menjadi pertemanan serta partner yang sama-sama mempunyai kepentingan dan tanggung jawab terhadap anak-anak karena pada masa ini salah satu atau kedua duanya merasakan sakitnya perceraian yang terjadi dengan tingkatan yang bervariasi. Ada perasaaan kehilangan, sedih, yang diikuti dengan perasaan sakit hati, marah, atau rasa bersalah. Bisa juga muncul hasrat yang kuat untuk melemparkan kesalahan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
perasaan "seri", atau menghukum pasangannya. Perasaan-perasaan ini wajar saja walaupun dapat membuat takut dan marah pada orang yang menjadi sasaran. Sedangkan penelitian Ade pada anak yang usianya remaja sebab pada usia tersebut menurut Ade anak yang sudah menginjak remaja dan mengalami perceraian orangtua lebih cenderung mengingat konflik dan stress yang mengitari perceraian itu sepuluh tahun kemudian, pada tahun masa dewasa awal mereka. Mereka juga nampak kecewa dengan keadaan mereka yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh. Mereka juga menjadi kawatir bila hidup mereka tidak akan lebih baik bila mereka tidak melakukan sesuatu lebih baik. Pada masa remaja mereka dapat masuk dan terperangkap masalah obat obatan dan kenakalan remaja dari pada remaja yang mengalami perceraian orangtua pada saat kecil dan remaja yang tumbuh dalam keluarga utuh. Oleh karena itu pola komunikasi anak terhadap orang tua pasca perceraian sangat diperhatikan karena kalau tidak diperhatikan anak akan mengalami perubahan pada tingkat keterlibatan efektifitas komunikasi serta tingkat intensitas komunikasi baik yang mengarah pada perubahan positif maupun negatif. 2. Landasan Teori Di dalam penelitian yang akan dilaksanakan untuk mengkaji permasalahan tentang Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak peneliti akan menggunakan pendekatan teori sosiologi sebagai landasannya. Dalam kehidupannya manusia memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
kebutuhan yang berbeda-beda pada setiap individu dan antar individu saling berinteraksi dan saling berhubungan secara timbal balik. Sosiologi sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antar unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidahkaidah sosial ( norma-norma sosial ), lembaga-lembaga sosial, kelompokkelompok serta lapisan-lapisan sosial ( Soekanto, 2000 : 20 - 21 ). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang obyeknya adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Oleh karena penelitian ini berpijak pada disiplin ilmu sosiologi maka penelitian inipun menggunakan paradigma sosiologi. Paradigma itu sendiri adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai. Konsekuensinya hal itu merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Menurut Thomas Khun,paradigma mengandung empat unsur, yaitu 1) subject matter, 2) teori, 3) metode, dan 4) eksemplar atau prosedur ( Yulius Slamet, 2006 : 16 ). Dalam sosiologi memiliki beberapa paradigm sehingga disebut “ ilmu pengetahuan berparadigma ganda”. George Ritzer dalam bukunya Sociology: A Multiple Paradigm Science, yang diterjemahkan oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Alimandan dengan judul Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, membedakan tiga macam paradigma yang secara fundamental berbeda satu yang lainnya. Ketiga paradigma itu adalah : 1.
Paradigma fakta sosial.
2.
Paradigma definisi sosial.
3.
Paradigma perilaku sosial.
( Bernard Raho, 2007 : 17-18 ) Dalam penelitian yang akan dialakukan ini, untuk mengkaji masalah-masalah sosial yang ada penulis akan menggunakan paradigma perilaku sosial, dikarenakan fenomena perilaku perceraian yang ada di masyarakat sekarang ini khususnya di Surakarta hal ini sangatlah menarik untuk dikaji dikarenakan dari tahun ke tahun pelaku perceraian semakin meningkat kita bisa melihat dari tahun 2009 pelaku perceraian terjadi hingga 593 ( Lima ratus sembilan puluh tiga ) kasus perceraian yang terjadi di Surakarta sedangkan tahun 2010 saja ada 722 ( tujuh ratus dua puluh dua ) kasus perceraian di Surakarta, sungguh angka yang sangat fantastis untuk kenaikan tingkat perceraian yang terjadi di Surakarta. Oleh karena itu penulis memilih paradigma perilaku sosial, paradigma perilaku sosial cenderung menetapkan pokok persoalan sosiologi
adalah
perilaku
atau
tingkah
laku
dan
kemungkinan
perulangannya, serta memusatkan perhatiannya kepada hubungan saling pengaruh antara individu dan lingkungannya, atau dengan kata lain tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
lingkungan. Secara khusus penulis ingin meneliti tentang perilaku sosial yaitu tentang perilaku perceraian yang terjadi di masyarakat Surakarta, sedangkan penulis kali ini tidak hanya meneliti perilaku perceraian saja tetapi dampaknya terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak, penelitian ini memusatkan sejauh mana kualitas hubungan orang tua dengan anak ini bisa terjalin dengan baik pasca perceraian. Paradigma perilaku sosial melihat perilaku perceraian sabagai Independent-Depence, Independent yaitu untuk bebas dari pengaruh orang lain, artinya terbebas dari masalah yang terjadi di keluarga, oleh karena itu biasanya perceraian lah yang dipandang dapat menyelesaikan masalah, masalah keuangan atau salah satu dari keluarga baik laki-laki maupun perempuan tidak terpenuhi kebutuhannya dari segi ekonomi, dari segi ini penulis melihat bahwa kekurangan ekonomi bisa menyebabkan konflik di keluarga yang memungkinkan untuk bercerai karena segala kebutuhan tercukupi seperti contoh laki-laki biasanya berkerja tetapi tidak memberi nafkah kepada isterinya hal ini bisa terjadi konflik dan cenderung kearah perceraian, setelah tidak dapat ditemukan jalan keluarnya. Disini memang salah satu dirugikan, baik laki-laki maupun perempuan tetapi tidak hanya laki-laki dan perempuan pelaku perceraian saja yang terkena dampaknya tetapi anak dari pelaku perceraian juga terkena dampaknya, paradigma perilaku sosial melihat hal ini sebagai faktor lingkungan anak akan ikut terkena dampaknya di lingkungan keluarga yang bercerai,hal ini terlihat seperti yang penulis tuliskan di atas bahwa Hubungan anak dengan orang dewasa, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
juga dengan orang tua, adalah relasi yang timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi. Jadi, setiap ulah laku anak selalu dikaitkan dengan satu kader-referensi manusiawi. Pada umumnya anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia tidak akrab dengan orang tuanya. Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan. Kelompok anak yang menginjak usia besar pada saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya. Tetapi tidak dipungkiri juga bahwa anak juga kecewa dan marah atas keadaan mereka tanpa kehadiran keluarga yang utuh. Di dalam penelitian ini untuk mengkaji permasalahan yang ada, peneliti
juga
menggunakan
pendekatan
teori
sosiologi
sebagai
landasannya. Teori Konflik adalah satu persfektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya. Konflik sosial adalah
pertentangan
antara segmen-segmen
masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Jenis dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
konflik sosial ini bisa beraneka macam yakni konflik antara individu, konflik antara kelompok, dan bahkan konflk antar bangsa. 3. Kerangka berfikir Adapun uraian kerangka berfikir ini adalah sebagai berikut : Pengertian perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suamiisteri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini,perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidak stabilan perkawinan dimana pasangan suami-isteri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. Dalam suatu perceraian terdapat hal-hal yang melandasi suatu perceraian antara lain terjadinya konflik antar sesama pasangan yang dimana perasaanperasaan tersebut kemudian menumbuhkan rasa permusuhan dan kebencian di antara kedua belah pihak. Kondisi demikian sejalan dengan semakin menghilangnya pujian serta penghargaan yang diberikan pasangan. Padahal, pujian dan penghargaan yang diberikan kepada pasangan suami-isteri merupakan dukungan emosional yang sangat diperlukan
dalam
suatu
perkawinan.
Hal-hal
tersebut
di
atas
mengakibatkan hubungan suami isteri semakin menjauh dan memburuk. Mereka
semakin
sulit
berbicara
dan
berdiskusi
bersama
serta
merundingkan masalah-masalah yang perlu dicari jalan keluarnya. Masing–masing pihak kemudian merasa bahwa pasangan sebagai “orang lain” akibatnya, alternatif kegiatan di luar rumah dan di luar kebiasaan mereka sebagai pasangan suami isteri menjadi lebih menarik bagi mereka commit to user yang sedang mengalami krisis dalam perkawinan. Situasi dan kondisi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
demikian
merupakan
”peringatan”
akan
kemungkinan
terjadinya
perceraian. Hal yang melandasi perceraian yang lain adalah faktor ekonomi, yang ditengarai sebagai penyebab utama perceraian yang terjadi sepanjang tahun, faktor ekonomi memang faktor klasik dalam perceraian. Karena pengentasan kemiskinan memang belum tuntas Hal ini terlihat di mana tingkat perceraian tertinggi terjadi di kalangan masyarakat yang berada pada strata bawah dan semakin ke atas strata masyarakat semakin rendah tingkat perceraiannya. Kemiskinan sebagai dampak dari krisis ekonomi berperan pada munculnya konflik-konflik dalam keluarga seperti halnya suami atau istri meninggalkan tanggung jawab terhadap keluarga dikarenakan keadaan ekonomi yang sulit dan tidak dapat menopang kehidupan keluarga. Keharmonisan keluarga terganggu, dan pada akhirnya mempengaruhi
munculnya
krisis
akhlak,
kawin
dibawah
umur,
penganiayaan, cemburu dan adanya gangguan pihak ketiga. Hal lain yang melandasi perceraian menurut George Levinger ada 12 kategori antara lain: 1. Karena pasangannya sering mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga dan anak,seperti jarang pulang kerumah,tidak ada kepastian waktu berada dirumah,serta tidak adanya kedekatan emosional dengan anak dan pasangan. 2. Masalah keuangan ( tidak cukupnya penghasilan yang diterima untuk menghidupi keluarga dan kebutuhan rumah-tangga). commit to user 3. Adanya penyiksaan fisik terhadap pasangan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
4. Pasangannya sering berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar serta menyakitkan. 5. Tidak setia, seperti punya kekasih lain, dan sering berzinah dengan orang lain. 6. Ketidakcocokan
dalam
masalah
hubungan
seksual
dengan
pasangannya, seperti adanya keengganan atau sering menolak melakukan senggama,dan tidak bisa memberikan kepuasan. 7. Sering mabuk. 8. Adanya keterlibatan/campur tangan dan tekanan sosial dari pihak kerabat pasangannya. 9. Sering muncul kecurigaan, kecemburuan serta ketidakpercayaan dari pasangan. 10. Berkurangnya perasaan cinta sehingga jarang komunikasi, kurangnya perhatian dan kebersamaan diantara pasangan. 11. Adanya
tuntutan
yang
dianggap
terlalu
berlebihan
sehingga
pasangannya sering menjadi tidak sabar, tidak ada toleransi, dan dirasakan terlalu “menguasai”. 12. Kategori lain-lain yang tidak termasuk 11 tipe keluhan diatas ( T.O. Ihromi, 1999 : 153 ). Perceraian memang menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat daerah rawan perceraian khususnya di Surakarta. Perceraian dapat dipandang sebagai suatu kesialan bagi seorang atau kedua orang pasangan di masyarakat manapun, tetapi harus juga dipandang sebagai suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
paradigma sosial, suatu macam pengaman bagi ketegangan yang ditimbulkan oleh perkawinan itu sendiri. Adapun dampak perceraian terhadap pasangan suami isteri adalah sulitnya penyesuaian kembali, proses penyesuaian kembali dalam hal perubahan peran, dimana setelah bercerai seseorang memiliki peran baru. Penyesuaian kembali ini termasuk upaya mereka yang bercerai untuk menjadi seseorang yang mempunyai hak dan kewajiban individu, jadi tidak lagi sebagai mantan suami atau mantan isteri. Pada masa-masa ini seseorang mempunyai perasaan “Ambivalen“ dengan berharap bahwa perceraian akan memberikan kebahagiaan dan kebebasan baginya, namun tanpa disadari muncul rasa sedih bila teringat akan kebersamaan pada masa-masa indah dulu. Adapun dampak yang lain yaitu, dampak perceraian terhadap anakanak, dari hasil-hasil penelitian diketahui hampir selalu buruk. Anak-anak yang orang tuanya bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta emosional kehilangan rasa aman. Anak-anak dari orang tua yang bercerai cenderung mengalami pencapaian tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi yang rendah serta mengalami ketidakstabilan dalam perkawinan mereka sendiri. Oleh karena itu tidak jarang orang tua berbohong dengan mengatakan bahwa mereka tidak bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang tua mereka. Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian terutama bagi sang anak. Anak akan mengalami commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
perubahan perilaku terutama karakter kesehariannya dan prestasi akademik di sekolah pun akan menurun karena kehilangan salah satu dari kedua orang tuanya. Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sebelum dan sesudahnya, anak akan sangat membutuhkan sebuah dukungan lebih dari orang tua. Kasih sayang dan perhatian penuh untuk mengatasi sebuah kehilangan besar dalam dirinya. Anak akan kesulitan dalam penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar dan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitarnya atau lingkungan sosial. 4. Kerangka Konsep a. Perceraian Perceraian dalam keluarga itu terjadi berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Asal muasal konflik sosial, sama seperti pendapat Simmel, bahwa ada keagresifan atau bermusuhan dalam diri orang (hostile feeling),dan dia memerhatikan bahwa dalam hubungan intim
dan
tertutup,
antara
cinta
dan
rasa
benci
hadir
( Novri Susan, 2009 : 54 ). Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidaktenangan berfikir dan ketegangan itu memakan waktu yang lama. Pada saat kemelut ini, biasanya masing-masing pihak mencari jalan keluar mengatasi berbagai rintangan dan berusaha menyesuaikan
diri dengan
hidup baru. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain, persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra-putri, dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang terkondisi, dan lain-lain. Semua faktor ini menimbulkan suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga. Perceraian juga merupakan suatu proses yang didalamnya menyangkut banyak aspek seperti : emosi, ekonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku. Dari hasil study perbandingan tentang perceraian di Negara-negara berkembang, George P Murdock
menyimpulkan bahwa di setiap
masyarakat terdapat institusi/lembaga yang menyelesaikan proses berakhirnya suatu perkawinan ( yang di sebut sebagai perceraian ) sama
halnya
dengan
mempersiapkan
suatu
perkawinan
( Murdock, 1950 : 13 ). Perceraian dapat dipandang sebagai suatu kesialan bagi seorang atau kedua orang pasangan di masyarakat manapun, tetapi harus juga dipandang sebagai suatu penemu sosial, suatu macam pengaman bagi ketegangan
yang
ditimbulkan
oleh
perkawinan
itu
sendiri
( Murdock, 1950 : 186 ). Perceraian bagi kebanyakan orang sebagai masa transisi yang penuh kesedihan. Pengertian perceraian dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
tulisan ini adalah cerai hidup antara pasangan suami-isteri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masingmasing. Dalam hal ini, perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidaksetabilan perkawinan dimana pasangan suami-isteri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku ( T.O. Ihromi, 1999 : 157 ). Dalam Jurnal Penelitian Psikologi, No. 2, Volume 11, Tahun 2006 dengan judul “Penyesuaian Diri Pada Pria yang Mengalami Perceraian” oleh Prihatiningsih, Retnaningsih, dan Harsanti adalah sebagai berikut : Rice mengatakan bahwa, dalam kondisi terbaik sekalipun perceraian adalah suatu pengalaman yan sangat mengganggu secara emosional. Perceraian adalah krisis yang dipicu oleh perpisahan yang tiba-tiba ada rasa ketidakpastian tentang masa depan. Ada kekacauan emosi sebelum dan sesudah perceraian itu terjadi, shock, dan krisis selama perpisahan, saat bersedih atas hubungan yang berakhir. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=5 9910&idc=45 Penelitian Hetherington yang dilakukan terhadap anak-anak usia 4 tahun pada saat kedua orang tuanya bercerai, menunjukkan hasil bahwa kasus perceraian itu akan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski dengan kadar berbeda. Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Ia menangisi dirinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Umumnya anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia tidak akrab dengan orang tuanya. Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan. Kelompok anak yang menginjak usia dewasa pada saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya. Juth Wallerstein dan Joan Kelly meneliti 60 keluarga yang mengalami kasus perceraian di California. Peneliti menemukan bahwa anak usia belum sekolah akan lebih mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru. Sementara anak usia remaja dilaporkan mereka akan mengalami trauma yang mendalam. Tetapi dilaporkan 44% anak-anak usia belum sekolah itu perlahan-lahan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu. Dua puluh tiga persen dari kelompok usia 7-10 tahun mampu
mengatasi
berbagai
masalah
yang
dihadapinya
( Save Dagun, 2002 : 115 ). Hasil penelitian yang dilakukan Judson Landis untuk mengetahui trauma yang dialami anak pada waktu orang tua mereka bercerai mendapatkan bahwa 43% ternyata sebelumnya tidak mengetahui adanya konflik terbuka antara ayah dan ibu. Yang terlihat oleh mereka adalah bahwa orang tua mereka merupakan pasangan suami-isteri yang harmonis. Hanya 22% saja mengetahui adanya konflik terbuka dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
berlangsung
terus-menerus
antara
ayah
dan
ibu
( T.O.Ihromi, 1999 : 160 ). Perceraian dalam keluarga tidaklah selalu membawa akibat yang negatif. Sikap untuk menghindari situasi konflik, rasa tidak puas, perbedaan paham yang terus menerus, maka peristiwa perceraian itu satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Bagi beberapa keluarga, perceraian dianggap putusan yang paling baik untuk
mengakhiri
rasa
tertekan,
rasa
takut,
cemas,
dan
ketidaktentraman. Seperti pernyataan Margaret Mead, ”setiap saat kita mendambakan kebahagiaan, rukun dengan anak-anak, tetapi kita mempunyai
hak
untuk
mengakhiri
suatu
perkawinan
bila
mendatangkan bencana dan ketidaktentraman”. b. Kualitas Hubungan Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan ( Continuous Improvement ). Crosby menyatakan: Quality is conformance to requirements or specification. Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan atau spesifikasi. Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis yang berarti “sebagaimana kenyataannya”. Definisi kualitas secara internasional adalah tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang melekat dan memenuhi ukuran tertentu. Sedangkan menurut American commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Society for quality Control, kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi. http://definisipengertian.com/2011/pengertian-kualitas/ Hubungan adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif.
Hubungan positif terjadi
apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat pihakpihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang berkualitas antara orang tua dengan anak, disimpulkan bahwa hubungan yang berkualitas adalah hubungan yang memenuhi kebutuhan anak, kebutuhan fisiologis yaitu makanan, pakaian, perumahan, kebutuhan rasa aman, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
keselamatan dari ancaman fisik, kebutuhan cinta kasih atau kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri ( Teori piramida maslow ), Hamzah B Uno, 2006 : 6 ). Hubungan anak dengan orang dewasa, juga dengan orang tua, adalah relasi yang timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi. Jadi, setiap ulah laku anak selalu dikaitkan dengan satu kader-referensi manusiawi. Jelasnya, individu sosial dengan tingkah laku sosial itu selalu dikomunikasikan dengan manusia lain. Baik individualitas
anak maupun ciri
sosialnya/sosialitas anak itu sama pentingnya : kedua-duanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hanya bisa dibeda-bedakan, untuk kemudahan pemahaman pribadi anak ( Kartini Kartono, 1990 : 43 ). Kaitannya dengan perceraian orang tua, apakah
masih
ada
hubungan yang berkualitas di dalam keluarga yang telah bercerai tersebut? Jawabannya adalah hubungan yang berkualitas di dalam keluarga mereka kebanyakan tidak ada lagi, sebab perceraian itu setidaknya dapat menimbulkan kekacauan jiwa meski mungkin tidak terlalu jauh. Peran keluarga yang dijalankan dan dibebankan kepada satu orang saja akan menjadi jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan dipikul dua orang. Beban yang diderita menjadi lebih berat dan persoalan bermunculan. Semuanya ditangani seorang diri. Keadaan yang tidak menentu ini cenderung membuat ia memilih tinggal dirumah baru, ingin hidup menyendiri, menjauhi banyak teman, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
memilih sekolah yang lebih sederhana bagi anaknya. Perasaan sering diliputi kecemasan dan rasa amanpun terancam. Meski dalam kasus perceraian kaum ibu cenderung yang mengambil alih mengasuh anak, peranan ayah tetap penting. Akan tetapi menurut hasil dari penelitian yang lain melaporkan hal serupa. Kontak ayah dengan anaknya pelan-pelan semakin berkurang. Dalam suatu penelitian terhadap 560 orang tua yang bercerai, 90% dari jumlah itu, kaum ibu yang dibebani mengasuh anak. Lima puluh persen dari jumlah ini tingkat kontak antara ayah dengan anak bergerak semakin kurang, dan 28% sama sekali tidak mengunjungi anak lagi ( Save Dagun, 2002 : 122 ). Akan tetapi tidak banyak juga orang tua yaitu ayah yang menjaga hubungan baik dengan anak maupun mantan isteri, padahal sebagai figur ayah dapat mempengaruhi anak dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menciptakan hubungan baik dengan anggota keluarga yang lain yaitu ibu. Dalam kasus perceraian pun ayah dapat mempengaruhi anaknya dengan cara tidak langsung, misalnya memberi semangat kepada bekas isterinya dalam membina hubungan yang baik ( Save Dagun, 2002 : 124 ). Dalam kasus perceraian, hal yang paling penting adalah menjaga keharmonisan hubungan anak dengan kedua orang tua. Anak harus menciptakan hubungan baik dengan orang tua dan sudah jelas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
hubungan intim antara orang tua dengan anak itu hendaknya tetap dipertahankan ( Save Dagun, 2002 : 126 ). c. Perceraian dan Kemiskinan Banyak yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain, persoalan ekonomi / kemiskinan. Kemiskinan itu sendiri adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Dan faktor ekonomi ditengarai sebagai penyebab utama perceraian yang terjadi sepanjang tahun 2010. Faktor ekonomi memang faktor klasik dalam perceraian. Karena pengentasan kemiskinan memang belum tuntas. Hal ini terlihat di mana tingkat perceraian tertinggi terjadi di kalangan masyarakat yang berada pada strata bawah dan semakin
ke
atas
strata
masyarakat
semakin
rendah
tingkat
perceraiannya ( T.O.Ihromi, 1999 : 148 ). Kemiskinan sebagai dampak dari krisis ekonomi berperan pada munculnya konflik-konflik dalam keluarga seperti halnya suami atau istri meninggalkan tanggung jawab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
terhadap keluarga dikarenakan keadaan ekonomi yang sulit dan tidak dapat
menopang
kehidupan
keluarga.
Keharmonisan
keluarga
terganggu, dan pada akhirnya mempengaruhi munculnya krisis akhlak, kawin dibawah umur, penganiayaan, cemburu dan adanya gangguan pihak ketiga ( Save Dagun, 2002 : 114 ). Temuan konsisten Hillman, bahwa tingkat perceraian yang terendah berada pada struktur okupasi tertinggi ( di kalangan professional an pemilik saham ). Tingkat perceraian tertinggi terjadi di kalangan wanita yang suaminya bekerja sebagai buruh atau tenaga kasar yang tidak terampil (unskilled labourers). Temuan Monahan yang
ditulisnya
dalam
“Divorce
by
Occupational
Level”
menyimpulkan yang sama dengan peneliti di atas. Dari 4.449 kasus peceraian yang terjadi di Lowa, Amerika Serikat, tingkat perceraian di kalangan professional, manajer, pejabat tinggi,dan pemilik saham sangat kecil. Kasus perceraian terbanyak terjadi pada kalangan buruh dan tenaga kasar. Para klerikal ( yaitu pekerja administrasi seperti sekretaris dan tata usaha ) dan kelompok orang yang bergerak di bidang penjualan seperti pelayan toko,pramuniaga, dan penjual barang lainnya berada pada tingkat menengah ( T.O.Ihromi, 1999 : 149 ).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
F. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama Surakarta dengan alasan adanya kemudahan untuk mendapatkan data informasi dan berbagai keterangan yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini mengingat penulis sedang menyelesaikan studi di kota Surakarta. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban bagaimana Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak Di Surakarta, maka bentuk penelitian yang dipilih adalah penelitian deskriptif kualitatif. Bentuk penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif untuk mempelajari tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala sosial lainnya. 3. Teknik Pengumpulan data a. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila, (1) sesuai dengan tujuan penelitian, (2) direncanakan dan dicatat secara sistematis, (3) dapat dikontrol kehandalannya ( reabilitasnya) dan validitasnya ( Susanto, 1999 : 126). Observasi ini dilakukan secara informal sehingga mampu mengarahkan
peneliti
untuk
mendapatkan
sebanyak
mungkin
informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Peneliti akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
melakukan observasi pada Pengadilan Agama Surakarta dimana di Pengadilan Agama Surakarta terdapat informasi yang di butuhkan peneliti.
Di
Pengadilan
Agama
Surakarta
tersebut
peneliti
mendapatkan informasi dari informan yang bersangkutan beserta datadata yang di butuhkan peneliti. b. Wawancara Mendalam ( indept interview ) Teknik wawancara mendalam ini, tidak menggunakan struktur yang ketat dan formal, namun dengan strategi untuk menggiring pertanyaan yang makin
membesar, sehingga
informasi yang
dikumpulkan cukup memadai, memiliki kedalaman dan keleluasaan sehingga mampu mengorek kejujuran, tanpa memaksakan kehendak kita dalam mengajukan pertanyaan. Dalam proses wawancara ini selain panca indera penelitian yang digunakan sebagai pengumpul data, ditunjang pula dengan penggunaan alat rekam tape recorder yang telah dikemas sedemikian rupa agar tidak mengganggu proses wawancara. Untuk memperlancar jalannya wawancara digunakan petunjuk umum wawancara yang berupa daftar pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun kelapangan. Wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dimana peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok – pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Peneliti akan mewawancarai masyarakat pelaku perceraian yang berada di Surakarta. Sedangkan
untuk validitas data maka
peneliti akan mewawancarai pengurus Pengadilan Agama Surakarta baik ketua pengadilan maupun staff dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. c. Dokumentasi Teknik
pengumpulan
data
dengan
dokumentasi
ialah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Datadata yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data sekunder, sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik observasi dan wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang langsung didapat dari pihak pertama. Dokumentasi dalam penelitian ini didapat dari arsip-arsip yang berada di Pengadilan Agama Surakarta. 4. Populasi Populasi adalah keseluruhan daripada unit-unit analisis yang memiliki spesifikasi atau ciri-ciri tertentu ( Yulius Slamet, 2006 : 40 ), Populasi merupakan keseluruhan dari subyek penelitian atau analisa diseluruh lokasi penelitian yang dipilih. Maka populasi dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat pelaku perceraian yang berada di Surakarta kategori penduduk miskin yang memiliki anak usia sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
5. Sampel Adapun tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik purposive sampling, artinya penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja. Sampel ditentukan berdasar pada ciri tertentu, yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi. Peneliti yang sengaja
menentukan
anggota
sampel
berdasar
kemampuan
dan
pengetahuan tentang keadaan populasi. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka yang termasuk sebagai informan adalah orang – orang yang melakukan perceraian di Surakarta dan staff yang berada pada instansi pemerintah antara lain Staff yang berada di lingkup Pengadilan Agama Surakarta dan kerabat terdekat pelaku perceraian. Maka dalam penelitian ini direncanakan mengambil informan dengan kriteria pelaku perceraian yang memiliki ekonomi di bawah rata-rata/miskin baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan untuk pelaku perceraian yang memiliki anak, peneliti membatasi usia anak pelaku perceraian yaitu anak yang masih kecil sampai anak SLTA baik anak laki-laki maupun anak perempuan karena untuk lebih memudahkan peneliti untuk penelitian di lapangan serta untuk memudahkan mencari data tentang informasi dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak, sedangkan anak yang masih kecil dan yang masih usia sekolah sudah selayaknya dan haknya untuk mendapatkan curahan perhatian dari kedua orang tua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
6. Validitas Data Dalam menentukan validitas data, peneliti menggunakan trianggulasi sebagai tehnik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya trianggulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap obyek penelitian ( Moloeng, 2004:330 ). 7. Analisis Data Tehnik yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data adalah analisis data. Analisis data merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas dari hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan
pendekatan
kualitatif,
maka
data
yang
telah
dikumpulkan dianalisis secara kualitatif pula. Menurut Soerjono Soekanto, analisis kualitatif adalah : “ Suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh ” ( Soerjono Soekanto, 1986 : 250 ). Analisa data merupakan bagian yang penting dalam penelitian kualitatif. Pada bagian ini memerlukan pekerjaan yang sistematis dan komunikatif,
komprehensif
dalam
merangkai
data
informan,
mengorganisir data, menyusun data dan merangkainya kedalam satu kesatuan yang logis, sehingga jelas kaitannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Untuk menganalisa data, digunakan model analisis interaktif (Interaktif Model Analis), menurut H. B Sutopo bahwa dalam proses analisisa data ada tiga komponen tersebut adalah reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi ( Sutopo, 2002 : 94). a. Reduksi Data Reduksi
data
adalah
proses
seleksi,
pemfokusan,
penyerderhanaan dan abstraksi data kasar yang ada didalam filed note (catatan lapangan), proses ini terus berlangsung selama pelaksanaan penelitian dan dimulainya proses penelitian, bahkan sebelum proses pengumpulan data dilakukan, sampai laporan penelitian diselesaikan. Reduksi data merupakan laporan sebagian dari proses analisis yang mempertegas, memusatkan data dan mengatur data sedemikian rupa sehingga keseimpulan ahkir dapat dilakukan. b. Sajian Data Sajian
data
adalah
suatu
rangkaian
informasi
yang
memungkinkan kesimpulan penelitian dilakukan. Pada bagian ini data yang disajikan telah disederhanakan dalam reduksi data dan harus ada gambaran secara menyuluruh dari kesimpulan yang diambil. Susunan kajian data yang baik adalah yang jelas sistematikanya, karena hal ini akan banyak membantu dalam penariakan kesimpulan. c. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan Penarikan Kesimpulan adalah suatu proses penjelasan dari suatu analisis (reduksi data dan sajian data). Ketiga proses analisa data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling menjelaskan dan berhubungan dengan erat, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 1 Analisis Interaktif Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
( Sumber: Sutopo, 2002 : 96 ) 8. Jenis Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Sumber data primer berasal dari keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Dalam penelitian ini sumber data primer berupa hasil wawancara langsung di lokasi penelitian. Sedangkan yang dipilih sebagai informan dan responden antara lain : 1. Ketua Pengadilan Agama Surakarta sebagai responden 2. Beberapa masyarakat pelaku perceraian di Surakarta informan
commit to user
sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
b. Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak secara langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Termasuk dalam sumber data ini adalah pelaku perceraian, arsip, surat pernyataan perceraian, buku-buku perceraian serta laporan penelitian yang tentunya sangat penting untuk mendukung penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II PROFIL INFORMAN
Informan 1 Nama : Ibu Hanny ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 36 Tahun Ibu Hanny alamat rumahnya berada di daerah Kampung Sewu RT 03 RW 08 Kecamatan Pasar Kliwon Solo,umur ibu Hanny sekarang sekitar 36 tahun,dahulu ibu Hanny lulusan dari SMA yang sama dengan suaminya, yang sekarang masih bekerja di bidang swasta yaitu sebagai marketing sebuah perkreditan yang berkantor di Laweyan Solo,ibu Hanny selama pernikahannya dengan bapak Sumanto ( bukan nama sebenarnya ) dikaruniai 2 ( dua ) anak,yaitu Susan dan Angga. Angga sekarang umurnya 12 tahun yang sekarang masih duduk dibangku SD di salah satu SD yang berada di daerah Sambirejo Kadipiro yang bernama SD Sambirejo, sedangkan Susan umurnya masih 5 tahun yang sekarang masih sekolah ditaman kanak-kanak al islam Kampung Sewu, ibu Hanny ini penghasilan sebulannya tidak menentu kadang dapat 500rbu,kadang juga mendapatkan 600rbu kalau lancar dalam pekerjaannya,gaji sebulannya digunakan untuk menghidupi kebutuhan anak-anaknya yang sekarang ikut dengan ibu Hanny, menurut ibu Hanny anaknya lebih baik ikut dengannya karena sosok ibu sangat penting bagi masa depan anaknya nantinya,ibu Hanny ini kalau boleh dibilang single parent sebab ditinggal suaminya,maksudnya disini ibu Hanny bercerai dengan suaminya,tidak adanya kecocokanlah yang hubungan rumah tangga commit to menyebabkan user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
ibu Hanny hancur,seringnya berantem karena masalah sepele membuat ibu Hanny tidak betah sehingga mengajukan cerai di Pengadilan Agama Surakarta,Menurut ibu Hanny mungkin penyebab dari masalahnya ini juga dikarenakan semasa pacaran dulu ibu Hanny untuk mengenal suaminya kurang begitu dalam sebab masa-masa pacarannya tidak kurang dari tiga bulan saja,sangat singkat menurutnya. Nama suami ibu Hanny adalah bapak Sumanto ( bukan nama sebenarnya ),umurnya sekarang 40 tahun yang bekerja di bidang swasta. Keinginan bercerai sudah cukup lama dua belas tahun, selama itu ibu Hanny menahan penderitaan di keluarganya.
Informan 2 Nama : Bapak Budiono ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 38 Tahun Bapak Budiono alamat rumahnya berada di Kelurahan Kadipiro RT 01/ RW 02 Kecamatan Banjarsari Solo. Umur Bapak Budiono sekarang 38 Tahun, dahulu Bapak Budiono lulusan dari SMP sedangkan isterinya lulusan dari SMA, Bapak Budiono sekarang bekerja di bidang swasta. Selama pernikahannya Bapak Budiono dikaruniai 2 ( dua ) orang anak yang bernama Andika ( empat belas tahun ) dan Budi ( delapan tahun ) yang sekarang Andika bersekolah di MTS daerah Boyolali. Sedangkan Budi bersekolah di SD daerah Boyolali mereka sekarang ikut dengan bapak Budiono. Gaji Bapak Budiono perbulannya adalah 600 ribu yang digunakan untuk menghidupi kedua anaknya semenjak ditinggal isteri serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nama isteri Bapak Budiono commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
adalah Ibu Mulyanti ( bukan nama sebenarnya ), umur ibu Mulyanti sekarang 43 tahun yang bekerja sebagai PNS Puskesmas, Keinginan untuk bercerai Bapak Budiono ini sudah cukup lama yaitu sekitar dua tahun yang lalu, alasan bercerai sudah tidak ada kecocokan lagi sebab isteri Bapak Budiono ini sering marahmarah tidak jelas, menurut Bapak Budiono penyebab rumah tangganya retak disebabkan faktor ekonomi, yaitu karena gaji Bapak Budiono Berbeda jauh dengan isteri. Sehingga Bapak Budiono ingin bercerai dengan isterinya.
Informan 3 Nama : Bapak Susanto ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 36 Tahun Bapak Susanto alamat rumahnya berada di Kelurahan Jagalan RT 01 RW 10 Kecamatan Jebres Kabupaten Kota Surakarta, umur Bapak Susanto sekarang sekitar 36 tahun, pendidikan terakhir bapak Budi yaitu SMP sedangkan isterinya sama yaitu SMP, pekerjaan sehari-hari bapak Budi bekerja di bidang swasta, dan dikaruniai Dua orang anak yaitu Noval yang sekarang berumur 5 tahun dan masih sekolah di taman kanak-kanak ( TK ), sedangkan anak satunya bernama Sella yang sekarang berumur empat bulan, penghasilan bapak Budi sebulannya 600 ribu, alasan Bapak Susanto bercerai dikarenakan sudah tidak ada kecocokan lagi seringnya adanya kemelut dirumah tanggalah, hal ini dikarenakan isteri Bapak Susanto selingkuh dengan lelaki lain, sehubungan dengan ini yang menyebabkan Bapak Susanto memutuskan untuk cerai yang dilakukan di Pengadilan Agama Surakarta, nama isteri Bapak Susanto adalah Ibu Erlina ( bukan nama sebenarnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
),umur Ibu Erlina sekarang 31 tahun yang bekerja dibidang swasta, keinginan untuk bercerai Bapak Budi ini sudah cukup lama yaitu sekitar 1 ( satu ) tahun.
Informan 4 Nama : Bapak Supriyadi ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 42 Tahun Bapak Supriyadi alamat rumahnya berada di daerah Joyotakan RT 04/ RW 02 Kelurahan Joyotakan,Kecamatan Serengan Kota Solo,umur
Bapak Supriyadi
sekarang 42 tahun yang sekarang bekerja jadi pegawai toko plastik, penghasilan bapak Susanto sebulannya adalah 800 ribu, pendidikan terakhir Bapak Supriyadi yaitu SLTP ( sekolah lanjutan tingkat pertama ) sedangkan mantan isterinya SD ( sekolah dasar ), nama isteri Bapak Supriyadi adalah Ibu Herni ( bukan nama sebenarnya ) umur Ibu Herni sekarang 42 tahun yang sekarang bekerja dagang di daerah Semanggi, dari pernikahan dengan Ibu Herni Bapak Supriyadi dikaruniai dua anak yang sekarang sudah lulus dan yang satu lulus dari SMP, anaknya bernama Wawan yang sekarang berumur 21 tahun dan sekarang bekerja di daerah Semanggi dan sedangkan adiknya yang bernama Vany sekarang baru lulus dari SMP yang sekarang berumur 16 tahun. Keinginan untuk bercerai dengan mantan isterinya yaitu sekitar tiga tahun yang lalu hal ini dikarenakan sudah tidak ada kecocokan lagi diantara mereka,komunikasi juga sangat kurang sekali, ini disebabkan isteri sering berselingkuh dengan lelaki lain, selain itu juga karena faktor ekonomi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Informan 5 Nama : Ibu Widi ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 26 Tahun Ibu Widi alamat rumahnya berada di Kelurahan Semanggi RT 01/RW 06 Kecamatan Pasar Kliwon Solo, umur Ibu Widi sekarang 26 tahun yang sekarang bekerja sebagai karyawati fotocopy sejati, penghasilan sebulan Ibu Widi yaitu sekitar 500-600 rbu, pendidikan terakhir Ibu Widi yaitu SMA ( sekolah menengah atas ) sedangkan suami Ibu Widi pendidikan terakhirnya juga sama yaitu SMA ( sekolah menengah atas ), nama suami Ibu Widi adalah Bapak Eko ( bukan nama sebenarnya ), umur Bapak Eko sekarang 28 tahun yang sekarang bekerja sebagai karyawan Dan Liris, dari pernikahan dengan Bapak Eko, Ibu Widi dikaruniai satu orang anak yang bernama Ocha yang sekarang berumur tiga tahun, keinginan untuk bercerai yaitu sekitar enam bulan yang lalu, alasan ibu Ariyani untuk bercerai dengan suaminya yaitu merasa tidak cocok lagi, selain itu juga suami pergi meninggalkan keluarga tanpa ada keterangan sedikitpun perginya kemana, menurut Ibu Widi suaminya tidak ada rasa tanggung jawab lagi kepada keluarga.
Informan 6 : Nama : Ibu Sunarsih ( bukan nama sebenarnya ) Umur : 44 Tahun Ibu Sunarsih alamat rumahnya berada di daerah Pringgading RT 01/RW 07,Stabelan,Kecamatan Banjarsari Kota Solo,umur ibu Sunarsih sekarang 44 tahun yang sekarang bekerja dibidang swasta. Penghasilan sebulannya yaitu 400commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
500rbu. Pendidikan terakhir ibu Sunarsih yaitu SMP ( sekolah menengah pertama ),sedangkan suami ibu Sunarsih pendidikan terakhirnya yaitu SMP ( sekolah menengah pertama ). Nama suami ibu Sunarsih adalah bapak Edi ( bukan nama sebenarnya ) yang sekarang bekerja di bidang swasta. Nama suami ibu Sunarsih adalah bapak Edi ( bukan nama sebenarnya ),umurnya sekarang 46 tahun yang bekerja di bidang swasta, Dari pernikahannya dengan bapak Edi,ibu Sunarsih dikaruniai tiga orang anak yaitu Novita,Danu dan Nadia. Novita umurnya sekarang 20 ( dua puluh ) tahun yang sekarang sedang kuliah di STIE AUB Surakarta jurusan perbankan,Danu umurnya 17 ( tujuh belas ) tahun dahulu sekolah di STM tetapi sekarang tidak melanjutkan dan Nadia umurnya 10 ( sepuluh ) tahun yang sekarang masih sekolah di sekolah dasar balapan Surakarta. Lama pacaran ibu Sunarsih sekitar satu tahun, keinginan untuk bercerai sekitar satu tahun yang lalu,alasan bercerai yaitu karena kurangnya komunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
DATA INFORMAN 1 NAMA
Hanny ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN
ALAMAT
Kampung Sewu RT 03/RW 08 Kecamatan Pasar Kliwon,Kota Solo
UMUR
36
PEKERJAAN
Swasta
PENDIDIKAN
SMA
TERAKHIR PENDIDIKAN
SMA
TERAKHIR SUAMI PENGHASILAN/BULAN Rp 500.000 – Rp 600.000 JUMLAH ANAK
Dua
BIODATA ANAK
1. NAMA:Susan UMUR: 5 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: TK 2. NAMA:Angga UMUR: 12 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: SD
BIODATA SUAMI
NAMA: Sumanto ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 40 Tahun PEKERJAAN: Swasta
LAMA INGIN
Dua belas tahun
BERCERAI
ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
DATA INFORMAN 2 NAMA
Budiono ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI
ALAMAT
Kelurahan Kadipiro RT 01/ RW 02 Kecamatan Banjarsari Solo
UMUR
38
PEKERJAAN
Swasta
PENDIDIKAN
SMP
TERAKHIR PENDIDIKAN
SMA
TERAKHIR ISTERI PENGHASILAN/BULAN Rp 600.000 JUMLAH ANAK
Dua
BIODATA ANAK
1. NAMA: Andika UMUR: 14 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: MTS 2. NAMA: Budi UMUR: 8 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: SD
BIODATA ISTERI
NAMA: Mulyanti ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 43 Tahun PEKERJAAN: PNS
LAMA INGIN
Dua tahun
BERCERAI
ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan,dikarenakan faktor ekonomi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
DATA INFORMAN 3 NAMA
Susanto ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI
ALAMAT
Kelurahan Jagalan RT 01 RW 10 Kecamatan Jebres Kota Surakarta
UMUR
36
PEKERJAAN
Swasta
PENDIDIKAN
SMP
TERAKHIR PENDIDIKAN
SMP
TERAKHIR ISTERI PENGHASILAN/BULAN Rp 600.000 JUMLAH ANAK
Dua
BIODATA ANAK
1. NAMA: Noval UMUR: 5 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: TK 2. NAMA: Sella UMUR: 3 bulan SEKOLAH/PEKERJAAN:
BIODATA ISTERI
NAMA: Erlina ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 31 Tahun PEKERJAAN: Swasta
LAMA INGIN
Satu tahun
BERCERAI
ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
DATA INFORMAN 4 NAMA
Supriyadi ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI
ALAMAT
Joyotangan RT 06/RW 07 Kecamatan Serengan, Kota Solo
UMUR
42
PEKERJAAN
Pegawai toko plastic
PENDIDIKAN
SLTP
TERAKHIR PENDIDIKAN
SD
TERAKHIR ISTERI PENGHASILAN/BULAN Rp 800.000 JUMLAH ANAK
Dua
BIODATA ANAK
1. NAMA: Wawan UMUR: 21 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: 2. NAMA: Vany UMUR: 16 SEKOLAH/PEKERJAAN: -
BIODATA ISTERI
NAMA: Herni ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 42 Tahun PEKERJAAN: Dagang
LAMA INGIN
Tiga bulan
BERCERAI ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan / kurang komunikasi dan faktor ekonomi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
DATA INFORMAN 5 NAMA
Widi ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN
ALAMAT
Kelurahan Semanggi RT 01/RW 06 Kecamatan Pasar Kliwon Solo
UMUR
26
PEKERJAAN
Karyawan fotocopy sejati
PENDIDIKAN
SMA
TERAKHIR PENDIDIKAN
SMA
TERAKHIR SUAMI PENGHASILAN/BULAN Rp 500.000 – Rp 600.000 JUMLAH ANAK BIODATA ANAK
3. NAMA: Ocha UMUR: 3 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: 2. NAMA: UMUR: SEKOLAH/PEKERJAAN:
BIODATA SUAMI
NAMA: Eko ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 28 Tahun PEKERJAAN: Karyawan Dan Liris
LAMA INGIN
Tiga bulan
BERCERAI
ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan/ suami tidak ada tanggung jawab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
DATA INFORMAN 6 NAMA
Sunarsih ( bukan nama sebenarnya )
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN
ALAMAT
Pringgading RT 01/RW 07 Kecamatan Banjarsari,Kota Solo
UMUR
44
PEKERJAAN
Swasta
PENDIDIKAN
SMP
TERAKHIR PENDIDIKAN
SMP
TERAKHIR ISTERI PENGHASILAN/BULAN Rp 400.000 – Rp 500.000 JUMLAH ANAK
Tiga
BIODATA ANAK
1. NAMA: Novita UMUR: 20 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: STIE AUB 2. NAMA: Danu UMUR: 17 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: STM 3. NAMA: Nadia UMUR: 10 Tahun SEKOLAH/PEKERJAAN: SD
BIODATA SUAMI
NAMA: Edi ( bukan nama sebenarnya ) UMUR: 46 Tahun PEKERJAAN: Swasta
LAMA INGIN
Satu tahun
BERCERAI ALASAN BERCERAI
Sudah tidak ada lagi kecocokan/ suami tidak ada tanggung jawab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN Kekacauan di dalam keluarga di era milenium ini seakan sudah menjadi masalah umum. Kasus perceraian yang kian merebak seakan akan menjadi trend yang wajar dan lumrah, kita sering mendengar dan membaca kejadian tersebut di mass media atau mungkin juga terjadi di lingkungan tempat tinggal kita, entah apa sebabnya kenapa mereka melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah itu? Apakah para orang tua tidak memikirkan dampak yang akan ditimbulkan terhadap keputusan sepihak yang telah diambilnya tanpa peduli ada pihak yang akan terdampak akibat dari perceraian itu yaitu anak hasil buah cinta mereka? Harusnya para orang tua berpikir ke depan sebelum melakukan hal yang sangat tidak terpuji tersebut karena bagaimanapun anak dalam hal ini akan sangat terpengaruh oleh keadaan di dalam
lingkungan
keluarganya.
Kekacauan
keluarga
ini
biasanya
menyebabkan terputusnya suatu sistem peranan dalam keluarga karena salah satu bagian dari keluarga tersebut (istri misalnya) merasa tidak nyaman terhadap keluarga yang sedang dibinanya tersebut, sehingga salah satu bagian dari keluarga tersebut memutuskan untuk memutuskan sistem peranannya di dalam keluarga. Kekacauan keluarga dapat ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peranan sosial yang commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
disebabkan oleh gagalnya salah satu atau beberapa anggota di dalam keluarga menjalankan kewajiban perannya di dalam keluarga ( Goode, 1985 : 184 ) 1. Latar Belakang Timbulnya Perpecahan Dalam Keluarga Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu. Sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan orang tua menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan terjadinya perpecahan dalam keluarga tidak mustahil akan membawa dampak yang besar bagi keadaan keluarga terlebih bagi anak. Kekacauan di dalam keluarga merupakan bahan pergunjingan umum karena semua orang mungkin saja terkena salah satu dari berbagai jenisnya, “Kekacauan di dalam keluarga dapat ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka” ( William J.Goode, 1995 : 184). Di dalam sebuah kekacauan ada yang melatarbelakangi kekacauan itu sendiri,dari enam sampel yang ada di lapangan, ada enam kategori yang melatar belakangi kekacauan yang akhirnya berujung pada sebuah perceraian di dalam sebuah keluarga. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus perpecahan dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor yang paling dominan dalam penelitian ini adalah faktor ekonomi, faktor ekonomi lah yang menyebabkan konflik commit topada user perceraian. Dari sinilah timbul antar keluarga yang berujung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
masalah-masalah baru yang mengakibatkan sebuah keluarga menjadi pecah. Berikut ini beberapa kutipan hasil wawancara yang kami peroleh di lapangan antara lain: Kategori pertama yang melatar belakangi
kekacauan yaitu
karena pasangannya sering mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga dan anak, seperti jarang pulang kerumah, tidak adanya kepastian waktu berada dirumah, serta tidak adanya kedekatan emosional dengan anak dan pasangan, kategori ini dialami oleh Ibu Sunarsih, suaminya yang datang dan pergi tidak ada kejelasan berada dirumah, pulang hanya sebentar lalu pergi lagi, bahkan kasih sayang buat anak tidak ada. “Suami saya sering sekali datang pergi berangkat pagi pulang malam tidak memberi uang, kasih sayang terhadap anak tidak ada sama sekali, orang tua terhadap anak sebagai bapak tidak ada sama sekali” ( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011). Hal yang sama juga dialami oleh Ibu Widi Lestari, Ibu Widi Lestari ini ditinggal suaminya selama satu tahun satu bulan tidak memberi nafkah kepada Ibu Widi Lestari beserta anak, Ibu Widi Lestari ditinggal suaminya tanpa ada kejelasan arah dan tujuan. “Suami saya pergi begitu saja mas tidak ada kejelasan sama sekali, saya sudah berusaha mencari tahu kemana perginya tetapi tidak ada hasilnya, keluarganya saja tidak tahu suami saya pergi kemana, untuk masalah nafkah, suami saya sama sekali tidak memberi nafkah kepada saya maupun anak saya, makanya saya memilih bercerai mas” ( Sumber wawancara tanggal 17 Juni 2011). Kategori kedua adanya masalah keuangan ( tidak cukupnya penghasilan yang diterima untuk menghidupi keluarga dan kebutuhan rumah tangga ), hal ini dialami oleh Bapak Supriyadi, menurut Bapak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Supriyadi perceraiannya dengan mantan isterinya di sebabkan oleh faktor ekonomi, faktor ekonomi ini yang menyebabkan isterinya selingkuh dengan laki-laki lain dan akhirnya berujung pada perceraian. “Mungkin faktor ekonomi mas yang menyebabkan isteri saya selingkuh, jujur saja saya dulu sebelum bekerja di toko plastik saya menjadi tukang becak, ya mungkin karena itu mas, penghasilan saya kan sedikit”(Sumber wawancara tanggal 25 Juni 2011 ). Hal yang sama juga dirasakan Bapak Budiono, Bapak Budiono bercerai dikarenakan Bapak Budiono Penghasilannya lebih sedikit daripada isteri yang menyebabkan isteri berani pada suami, sehingga isteri Bapak Budiono tidak mau melayani lahir dan batin, seringnya berantem membuat Bapak Budiono menceraikan isterinya. “Permasalahannya mungkin faktor ekonomi mas, penghasilan saya dengan isteri berbeda jauh, oleh karena itu isteri saya berani dengan saya sebagai suami, saya tidak tahan lagi dengan isteri, makanya saya lebih baik mengambil jalur perceraian” (Sumber wawancara tanggal 21 Juni 2011 ). Kategori ketiga adanya masalah penyiksaan fisik / kekerasan fisik terhadap pasangan, dalam hal ini korban mengalami bentuk kekerasan secara langsung, kekerasan langsung ( direct violence ) dapat dilihat pada kasus-kasus pemukulan seseorang terhadap orang lainnya dan menyebabkan luka-luka pada tubuh dalam kekerasan langsung ada hubungan subjek-tindakan-obyek seperti kita lihat pada seseorang yang melukai orang lain dengan aksi kekerasan, kategori ini di alami juga oleh Bapak Supriyadi dan Ibu Hanny. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
“Saya pernah di hantam oleh gir roda motor oleh isteri saya mengenai perut saya mas, sampai saya koma dan di bawa ke Rumah Sakit Kustati, itu setelah saya berantem dengan isteri saya” ( Sumber wawancara dengan Bapak Supriyadi tanggal 25 Juni 2011 ). Penyiksaan fisik juga di alami oleh Ibu Hanny, suaminya main tangan dengan Ibu Hanny, kejadian ini sebelum Ibu Hanny bercerai. “Dulu suami saya pernah main tangan dengan saya, tapi sekarang tidak pernah lagi” ( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ). Kategori keempat adanya masalah pasangannya sering berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar serta menyakitkan, kategori ini di alami oleh ibu Hanny yang suaminya sering berkata kasar terhadapnya. “Suami saya dulu sebelum perceraian terjadi sering berkata kasar sama saya, mungkin sudah watak suami saya kali ya sehingga dia begitu terhadap saya”.( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011). Kategori kelima adanya ketidak setiaan, seperti punya kekasih lain, dan sering berzinah dengan orang lain, hancurnya biduk rumah tangga yang mengakibatkan perceraian disebabkan oleh adanya pengkhianatan. Pengkhianatan menjadi pemicu utama munculnya perceraian. Sementara faktor-faktor lain hanyalah sebagai pendukung saja. Pengkhianatan adalah pembunuh rasa cinta yang terjalin antara suami dan isteri. Pengkhianatan memberi peluang bagi hadirnya orang lain selain mereka berdua. Kategori kelima ini di alami oleh bapak Supriyadi, Ibu Sunarsih serta Bapak Susanto, Bapak Supriyadi karena faktor ekonomi dan watak isterinya yang sering main dengan laki-laki lain yang menyebabkan commit to user isterinya meninggalkannya, berikut wawancara yang diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
“Isteri saya meninggalkan saya dengan laki-laki lain mungkin karena sudah watak dia kali mas, sebab kakaknya dulu juga begitu mas, kalau tidak begitu juga karena faktor ekonomi mas” ( Sumber wawancara tanggal 25 Juni 2011 ). Hal yang sama di alami oleh Ibu Sunarsih, suami Ibu Sunarsih ini sering main dengan perempuan lain, perempuan lain itu tidak lain bekas isteri suami Ibu Sunarsih, Ibu Sunarsih menyadari bahwa dia menikah dengan duda, sedangkan Ibu Sunarsih sendiri juga janda. “Saya dulu dapat suami duda mas, suami saya itu selingkuh selama delapan tahun, tapi saya maafkan, yang terakhir ini suami saya kembali lagi dengan isterinya yang dulu, ingin suami saya, saya itu di duakan tapi saya tidak maulah mas” ( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ). Hal yang sama lagi juga dialami oleh Bapak Susanto,isterinya bermesraan dengan laki-laki lain melalui sms, dan sekarang isterinya tersebut sudah sampai punya anak dengan laki-laki tersebut.
“Isteri saya itu main dengan laki-laki lain mas,bahkan sekarang sudah mempunyai anak,awal saya tahu dia main dengan laki-laki lain itu saya membaca sms di hp isteri saya,yang isinya kata-kata mesra,jelas saya langsung marah,oleh karena itu saya menginginkan cerai mas,saya sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan dia” ( Sumber wawancara tanggal 22 Juni 2011 ). Kategori keenam yaitu permasalahannya memiliki suami pemabuk, kategori ini di alami oleh Ibu Sunarsih, suaminya seorang pemabuk, berangkat pagi pulangnya malam-malam, bahkan sampai pagi pun pernah. “Suami saya itu sering mabuk, tiap hari kalau mabuk pulang, kalau ditanya marah, dan berujung pada pertengkaran” (Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Persoalan diatas pada awalnya dipicu persoalan ekonomi. Faktor ekonomi menjadi penyebab timbulnya konflik pada keluarga, dan telah menjadikan fakta bahwa konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan mendorong pada sebuah perubahan.
2. Perilaku Anak Di Dalam Keluarga Yang Bercerai Salah satu pihak yang paling menderita saat terjadinya perceraian orangtua, pastilah anak-anak. Karena itu, orangtua harus hati-hati membicarakan permasalahan ini agar buah hati tidak mengalami shock atau penurunan mental. Perceraian pasangan suami-istri (pasutri) kerap berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, terutama adalah anak-anak yang dihasilkan dari keluarga tersebut. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Tentang masalah yang harus dihadapi anak bahwa mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat orangtua, tanpa terduga atau terbayang sebelumnya bahwa hidup mereka akan berubah. Misalnya tiba-tiba saja ayah tidak lagi pulang ke rumah, atau ibu pergi dari rumah, atau tiba-tiba bersama ibu atau ayah pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah ibu dan ayah sering bertengkar. Atau mungkin ada anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar, karena orangtuanya benar-benar “rapi” menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anak-anak tidak takut. Memang, masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang commit to user hubungan dengan orangtua yang kritis buat anak, terutama menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk dalam batin anakanak. Pada masa ini, anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan anak ketika orangtuanya bercerai adalah tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orangtuanya yang pergi, sedih dan kesepian, marah, kehilangan, merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai. Perasaan-perasaan itu oleh anak dapat termanifestasi dalam bentuk perilaku suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif lainnya, menjadi pendiam,tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi, dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi di sekolah cenderung menurun, suka melamun, terutama mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu lagi. Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya, anak akan sulit menerima kenyataan bahwa orangtuanya tidak lagi bersama. Perilaku kasar anak dialami oleh anaknya Ibu Hanny yang menyebabkan anak tersebut sifatnya menjadi kasar. “Anak saya yang cowok ini yang sering kena amarah suami saya, ya sekarang jadinya anak saya sering berkata kasar kepada saya maupun adiknya” ( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ). Meski banyak anak yang dapat beradaptasi dengan baik, banyak juga yang tetap bermasalah bahkan setelah bertahun-tahun terjadinya perceraian. Anak yang berhasil dalam proses adaptasi, tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika meneruskan kehidupannya ke masa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
perkembangan selanjutnya. Tetapi bagi anak yang gagal beradaptasi, dia akan membawa hingga dewasa perasaan ditolak, tidak berharga dan tidak dicintai. Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain atau lawan jenis. Beberapa indikator bahwa anak telah beradaptasi adalah menyadari dan mengerti bahwa orangtuanya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orangtua, dapat menerima rasa kehilangan, tidak marah pada orangtua dan tidak menyalahkan diri sendiri, serta menjadi dirinya sendiri lagi. Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan daya tahan dalam dirinya sendiri, pandangannya
terhadap
perceraian,
cara
orangtua
menghadapi
perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk melakukan intervensi pada daya tahan anak, karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing anak. Namun sebagai orangtua, dapat membantu anak untuk membuat mereka memiliki pandangan yang tidak buruk tentang perceraian yang terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Hal tersebut dialami pada keluarga bapak Supriyadi yang sudah bercerai. “Kalau masalah anak, saya dengan isteri tetap berhubungan mas, anak jangan sampai jadi korban dan jangan sampai terputus hubungan dengan anak,bahkan kalau ada waktu longgar anak saya sering main kerumah saya mas,menjenguk saya,ya mungkin anak saya kasihan terhadap saya mas.”( Sumber wawancara tanggal 25 commit to user juni 2011 ).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Anak-anak juga membutuhkan hubungan keluarga dan orang lain secara signifikan, untuk mengatasi masalah yang terjadi pada fase perkembangannya, ketika harus berhadapan dengan masalah rumit dan kemudian harus bangkit kembali untuk melanjutkan fase perkembangan selanjutnya. Pengalaman perceraian adalah stres bagi seluruh anggota keluarga dan perilaku anak-anak cenderung mencerminkan stres itu. Perceraian menggambarkan situasi konflik dalam keluarga yang memperburuk konflik pada anak dalam suatu perkembangan yang mungkin siap akan dialami. Jika suatu keluarga pecah, akibatnya anak akan selalu menderita kekurangan dukungan dalam perkembangan, pertumbuhan yang sehat untuk mereka dan pengalaman perasaan kehilangan yang mendalam. Kehilangan kasih sayang karena perceraian menyangkut perubahan ritme kehidupan sehari-hari dalam hubungan orang tua dengan anak. Hal di atas tersebut dirasakan oleh Bapak Budiono. “Anak saya sekarang di asuh oleh saudara saya, kalau saya bekerja anak saya ikut dengan saudara saya mas, ya biar anak saya tidak kesepian aja mas, maklumlah mas kasih sayang seorang ibu tidak ada, makanya jika saya bekerja anak saya ikut dengan saudara saya, ya biar diperhatikan saja mas ” ( Sumber wawancara tanggal 21 Juni 2011 ). Inilah bukti bahwa anak-anak korban perceraian di keluarga juga membutuhkan hubungan selain keluarga sendiri agar perkembangan kedepannya lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
B. POLA HUBUNGAN PASCA PERCERAIAN Hubungan (bahasa Inggris : Relationship) adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi. Sedangkan Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu,atau dengan kata lain pola itu adalah model,system,cara kerja ( Sumber Kamus Bahasa Indonesia ). Pola yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola hubungan yang mengarah pada hubungan dalam keluarga yang dijalin oleh orang tua dan anak pasca perceraian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
1. Pola Hubungan Ayah Dengan Anak Pasca Perceraian Masyarakat dapat memahami perceraian sebagai salah satu langkah untuk menyelesaikan kemelut keluarga yang terjadi antara pasangan suami-isteri. Perubahan-perubahan nilai dan norma terlihat bahwa perceraian sangat umum. Sebuah kebenaran dari setiap adanya perceraian
orangtua
adalah
bila
perkawinan
sudah
menghasilkan anak,maka si anak tetap berada diwilayah tanggung jawab orang tuanya. Ketika si anak dirasa masih kanak-kanak, kecenderungan pengasuhan berada di pihak isteri lebih besar dibanding ayah. Namun ketika si anak beranjak dewasa atau dirasa cukup umur untuk melakukan sebuah keputusan untuk memilih tinggal dengan salah satu orangtua,maka keputusan itu berada pada si anak. Di dalam peristiwa perceraian itu kadang-kadang sang ayah mengambil alih tanggung jawab mengasuh anak. Pilihan ini dianggap
suatu
kekecualian
dari
kebiasaan.
Meski
ada
kecenderungan umum bahwa kaum ibulah yang sewajarnya mengambil alih mengasuh anak, namun pandangan ini sudah dianggap klasik. Tiga kasus menunjukkan bahwa hubungan seorang ayah terhadap si anak di dalam sebuah keluarga yang sudah bercerai sangat penting bagi perkembangan anak, kedua informan tersebut mengatakan bahwa si anak lebih baik tinggal dengan ayahnya sebab sudah tanggung jawab seorang ayah sebagai kepala keluarga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
bertanggung jawab untuk membesarkan anak. Satu informan mengatakan anaknya ikut dengan ibunya, tetapi anaknya setiap satu minggu
sekali
ketemu
dengan
bapaknya.
Berikut
kutipan
wawancaranya: “Anak-anak ikut dengan ibunya, biar ibunya yang merawat anak saya, tetapi satiap satu minggu sekali anak saya kesini jenguk saya, mungkin karena kasihan terhadap bapaknya” ( Sumber wawancara dengan Bapak Supriyadi 22 Juni 2011 ) Saat ditanya tentang masalah uang jajan untuk anaknya, Bapak Supriyadi berkata bahwa dia memberi uang kepada anaknya setiap anaknya datang kerumah, anaknya datang kerumahnya Bapak Supriyadi pada hari sabtu, Bapak Supriyadi juga menjelaskan bahwa dia sekarang mengontrak rumah di daerah Joyotakan. “Saya memberi uang jajan kepada anak saya setiap datang kerumah, anak saya biasanya datang setiap hari sabtu, ya maklum lah mas setelah saya pisah dengan isteri saya mengontrak rumah di Joyotakan ini” ( Sumber wawancara tanggal 11 Agustus 2011 ). Ketika hal itu ditanyakan pada anaknya, anaknya juga berbicara bahwa dirinya mengakui ikut dengan ibunya, tetapi setiap satu minggu sekali anaknya menjenguk bapaknya dengan kakaknya, berikut hasil wawancaranya. “Saya ikut ibu mas tapi setiap 1 minggu sekali saya dengan kakak menjenguk bapak.,kasian bapak” (Sumber wawancara dengan Fani tanggal 21 Juli 2011 ) Dan saat ditanya apakah saat datang kerumah bapaknya Fani dikasih uang atau tidak, Fani menjawab bahwa setiap datang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
kerumah bapaknya dia dan kakaknya diberi uang jajan oleh bapaknya. “Saya dan kakak biasanya dikasih uang mas, kata bapak ya buat jajan, itu saat saya menjenguk bapak” ( Sumber wawancara tanggal 12 Agustus 2011 ) Sewaktu ditanya alasan ikut dengan ibunya, Fani menjawab sebagai berikut : “Dipaksa ibu mas.,katanya demi kebaikan saya” ( Sumber wawancara dengan Fani tanggal 21 Juli 2011 ) Sementara itu sewaktu ditanya apakah masih berhubungan baik dengan bapaknya, Fani menjawab, masih berhubungan baik dan setiap satu minggu sekali menjenguk bapaknya, Fani menjenguk bapaknya dikarenakan merasa kasihan dengan bapaknya, berikut wawancara yang diperoleh. “Masih berhubungan baik mas..,ya itu tadi saya dengan kakak setiap satu minggu sekali menjenguk bapak..,saya dengan kakak kasian bapak mas..,ibu sudah keterlaluan sama bapak” ( Sumber wawancara dengan Fani tanggal 21 Juli 2011 ). Salah satu informan yang bernama Bapak Budiono,berujar bahwa anaknya di bawa ke daerah Boyolali Jawa Tengah dan bersekolah disana, sebab jika di Solo Bapak Budiono khawatir akan kondisi anaknya yang belum bisa beradaptasi dengan situasi setelah perpisahan yang terjadi pada orang tuanya, dan kurang mendapat perhatian dari pihak keluarga ibunya. “Kalau anak, saya ajak ke Boyolali, karena di Boyolali anak saya commit to user dari keluarga ,jika anak saya akan lebih mendapat perhatian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
tinggal di Solo, saya khawatir anak tidak mendapat perhatian lagi dari ibunya maupun dari pihak keluarga ibunya. Ini sudah menjadi kewajiban untuk merawat anak saya.”( Sumber wawancara 21 Juni 2011 ) Hal yang sama juga diungkapkan oleh Caesar (14 tahun), bahwa Caesar mengatakan sekarang ikut dengan bapaknya,berikut hasil wawancaranya : “Saya ikut bapak mas”( Sumber wawancara tanggal 22 Juli 2011) Waktu ditanya alasan ikut dengan bapaknya Caesar hanya menjawab, bahwa bapaknya sering memberikan uang jajan, berikut hasil yang diperoleh : “Bapak selalu memberikan uang jajan” ( Sumber wawancara tanggal 22 Juli 2011 ). Saat ditanya, apakah masih berhubungan baik dengan ibunya dan apakah ibunya memberi uang, Caesar menjawab, masih berhubungan tapi hanya lewat handphone saja dan bahwa ibunya setiap satu minggu sekali memberi uang, uang tersebut kata ibunya untuk beli jajan Caesar, berikut hasil wawancaranya : “Masih berhubungan tapi hanya lewat handphone saja, ibu juga setiap satu minggu sekali memberi uang buat jajan ” ( Sumber wawancara tanggal 22 Juli 2011) Dari pernyataan diatas, terlihat bahwa pola hubungan ayah kepada anaknya,pola hubungan seorang ayah dapat mempererat proses sebuah hubungan
dan
kemudian
menjadi
kebiasaan
yang
ajeg
dan
mempengaruhi penilaian serta kedekatan seorang ayah kepada anaknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Hal tersebut dikarenakan dalam proses hubungan yang secara langsung si anak dan ayah bisa saling berekspresi, saling berbicara tanpa perantara sehingga ekpresi dan respon langsung bisa terlihat. Seorang ayah tampak akan mengungkapkan cara hidup dan pengalaman yang berbeda dalam mengasuh anak, ayah juga akan cenderung menggunakan bantuan dari sanak saudara yang lain. Sebab kaum laki-laki kurang mampu mengasuh anak. Perceraian bukanlah sebuah kejadian yang baik dalam kehidupan seorang anak. Dampak buruk dari perceraian selalu membayangi anakanak korban dari perpisahan orang tuanya. Akan ada trauma yang dialami anak-anak buah dari perceraian. Dan biasanya trauma tersebut membekas cukup dalam pada diri mereka hingga anak remaja bahkan sampai dewasa. Untuk itu, sebagai orang tua yang mendapatkan hak asuh anak pasca perceraian sebaiknya tidak egois dan malah membiarkan kebencian anak terhadap mantan pasangan, pemberian dorongan pada anak untuk mudah memaafkan dan memberikan pengertian kepada mereke sangatlah perlu, bahwa perceraian yang telah orang tuanya pilih bukanlah kesalahan si anak. Perceraian adalah pilihan dari kedua orang tua yang tidak bisa lagi menyatukan komunikasi dan jalan pikiran mereka. Berikut wawancara dengan Bapak Supriyadi, bahwa anaknya mengetahui semua bahwa orang tuanya bercerai. “Semua anak saya tahu kalau saya bercerai dengan isteri,ya mungkin sudah tidak bisa dipertahankan lagi mas, anak menerima keputusan yang saya buat”.( Sumber wawancara tanggal 25 Juli commit to user 2011 ).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Hal senada ditambahkan oleh Fani (17 tahun) putri dari Bapak Supriyadi yang mengatakan bahwa Fani mengetahui orang tuanya bercerai berikut hasil wawancara yang diperoleh : “ Saya mengetahui mas “ ( Sumber wawancara tanggal 25 Juli 2011 ). Sewaktu ditanya tanggapannya mengenai masalah perceraian yang dihadapi orang tuanya, Fani menjawab hal itu memang menjadi pilihan orang tuanya, berikut hasil wawancaranya : “Ya mau gimana lagi mas.,mungkin itu jalan terbaik bagi Bapak dan Ibu saya. Saya juga tidak betah bila melihat ibu dan bapak berantem terus.,”( Sumber wawancara tanggal 25 Juli 2011). Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Budiono, bahwa anaknya juga mengetahui kalau dia bercerai, berikut hasil wawancaranya : “Anak saya mengetahui mas”( Sumber wawancara tanggal 21 Juli 2011 ). Diungkapkan juga oleh anaknya Bapak Budiono, bahwa Caesar ( 14 Tahun ) mengetahui kalau bapaknya bercerai, berikut hasil wawancara yang diperoleh : “ Saya tahu mas”( Sumber wawancara tanggal 21 Juli 2011 ). Sewaktu ditanya tanggapan dengan kondisi bahwa orang tuanya bercerai Caesar hanya menjawab dia sedih tapi juga senang, menurutnya dia merasa kasihan dengan bapaknya, berikut hasil wawancara yang diperoleh :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
“Sedih tapi seneng juga.,karena saya kasihan dengan bapak.,”( Sumber wawancara tanggal 21 Juli 2011) 2. Pola Hubungan Ibu Dengan Anak Pasca Perceraian Perceraian itu setidaknya dapat menimbulkan kekacauan jiwa meski mungkin tidak terlalu jauh. Peran keluarga yang dijalankan dan dibebani kepada satu orang saja akan menjadi jauh lebih sulit jika dibandingkan oleh dua orang. Kasus perceraian kali ini kaum ibu cenderung mangambil alih mengasuh anak di banding kepada ayah. Keengganan seorang ayah mengunjungi anaknya, tidak semata-mata karena tidak merasa tertarik kepada anaknya tetapi ada hal lain yang lebih penting yaitu tergantung pada bagaimana sikap ibu terhadap mantan suaminya ini. Dari tiga kasus perceraian seorang ibu,kaum ibu yang mengasuh anak ini menolak kehadiran mantan suaminya, meski sekedar menjenguk saja,atau ingin mengetahui keadaan, keselamatan, kesehatan, dan kebutuhan anaknya. Disini ada kecenderungan orang tua yang mengasuh anak itu, berusaha mandiri, menciptakan situasi baru, dan menjauhi orang tua lain,karena merasa tersakiti oleh sikap suaminya yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarga. “Berkurangnya pengaruh ayah atas anaknya dan bertambahnya pengaruh ibu adalah hal yang tidak dapat dielakkan”. (Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, 2002 :123 ) Kasus
perceraian
yang
di
alami
Ibu
Hanny
commit to user ini,permasalahannya yaitu tentang KDRT, suaminya sering marah-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
marah, Ibu Hanny bertahan dengan suami juga demi anak, Ibu Hanny tidak berharap suaminya menjenguk anaknya. Ibu Hanny yang membiayai semua keperluan anak, suaminya tidak pernah sedikitpun membiayai anak. “Aku berontak dengan suami dan ini memang harus terjadi karena aku sudah tidak tahan lagi, suami saya tidak pernah menjenguk anaknya ataupun mengasih uang, kalau bisa jangan sampai ketemu dengan anak, karena suami sudah terlalu tega dengan saya ataupun anak, sifat suami saya memang keras/ kasar”. ( Sumber wawancara 11 Juni 2011 ). Sewaktu anaknya Ibu Hanny yang bernama Yosi ditanya apakah mengetahui tentang pereraian yang dialami oleh orang tuanya, Yosi menjawab mengetahui, berikut hasil wawancara yang diperoleh: “Tau mas” ( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011). Waktu ditanya bagaimana hubungan dengan bapaknya baik atau tidak Yosi menjawab, hubungan Yosi dengan bapaknya sudah tidak baik lagi karena bapaknya terlalu kasar dan tidak pernah memberi uang jajan, berikut hasil wawancara yang diperoleh : “Tidak mas, bapak sudah terlalu kasar dengan saya, bapak juga tidak pernah mengasih uang jajan ibu juga tidak setuju jika saya ketemu dengan bapak..,” ( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ). Saat Ibu Hanny ditanya tentang beaya hidup anaknya, Ibu Hanny menjawab bahwa semuanya baik uang jajan dan biaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
sekolah di tanggung sendiri, sebab Ibu Hanny bekerja untuk anak, berikut hasil wawancara yang diperoleh. “Uang jajan dan uang sekolah anak saya yang menanggungnya, toh saya bekerja juga untuk anak ( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ). Dan saat ditanya siapa yang memberi uang jajan, Yosi menjawab bahwa selama ini yang memberi uang jajan adalah ibunya, berikut kutipan wawancara yang diperoleh. “Yang mengasih uang jajan ibu mas ( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ). Saat ditanya apakah bapaknya memberi uang jajan atau tidak, Yosi menjawab bahwa bapaknya tidak pernah memberi uang jajan, berikut kutipan wawancara yang diperoleh. “Bapak tidak pernah mengasih uang jajan ( Sumber wawancara tanggal 11 Agustus 2011 ). Ibu Hanny juga membenarkan bahwa suaminya tidak pernah memberi uang jajan kepada anaknya, anaknya meminta uang untuk membeli buku saja tidak diberi, berikut kutipan wawancara yang diperoleh. “Suami saya tidak pernah memberi uang jajan kepada anak saya, anak meminta uang buat membeli buku saja tidak dikasih”( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ). Sewaktu ditanya apakah Yosi memilih ikut dengan ibunya atau bapaknya, Yosi hanya menjawab ikut dengan ibunya, berikut hasil wawancara yang diperoleh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
“ Saya ikut ibu saja mas,( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011. Dan saat ditanya alasannya Yosi menjawab, Yosi memilih ibunya karena lebih sayang kepada ibunya. Berikut hasil wawancara yang diperoleh. “Karena saya sayang ibu.( Sumber wawancara tanggal 26 Juli ). Bila kasus perceraian itu diwarnai dengan kepedihan hati yang mendalam, ketika anak memilih ikut ibu maka hal itu akan mempengaruhi kontak hubungan antara ayah dengan anaknya. Dalam situasi seperti ini sikap ayah terhadap anaknya terbatas. Kehadirannya tidak lagi menyenangkan tetapi membawa kesusahan bagi anak. Kasus perceraian yang dialami oleh Ibu Sunarsih ini sangat berbeda, kasus yang di alami Ibu Sunarsih suaminya itu suka berjudi, main perempuan dan mabuk-mabukan, berangkat pagi pulang malam, tidak memberi nafkah, waktu pulang juga tidak menanyakan kabar anaknya, bahkan anaknya yang paling besar tidak tahu bapaknya siapa. Biaya sekolah anak di bantu oleh kelurahan sampai kuliah.
“Suami saya itu medok ( main dengan perempuan ), mendem ( mabuk-mabukan ), main ( judi ), berangkat pagi pulangnya jam dua jam tiga malam tidak mengasih uang, kita sebagai wanita tidak tahan, tapi kog lama-lama gitu terus, ya sudah saya putusin bercerai, perhatian tidak ada kasih sayang tidak ada terhadap anak, anak saya tanya tentang bapaknya tidak tahu dan tidak peduli, perhatian seorang ibu kepada anak sangat baik karena itu anak commit to user ikut dengan saya, sedangkan untuk biaya sekolah di bantu oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
kelurahan, supaya anak saya bisa sampai kuliah.” ( sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ) Hal yang senada juga di akui oleh anaknya Ibu Sunarsih yang bernama Danu, Danu sebenarnya kurang begitu mengetahui bahwa ibunya bercerai dengan bapaknya, karena saat peristiwa itu Danu ada di rumah budenya yang berdekatan dengan sekolahnya. Danu mengetahui dari budhenya, berikut hasil wawancara yang diperoleh : “Sebenarnya saya kurang begitu mengetahui kejadiannya lagian saya jauh dengan orangtua semua kejadian yang dialami oleh ibu saya itu juga diberitahu budhe mas. Saya sekarang ikut dengan budhe , ya jika itu memang pilihan orangtua ya apa boleh buat mas, mungkin sudah jalan terbaik bagi orangtua saya.( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ).
Untuk beaya hidup anaknya Ibu Sunarsih setiap harinya memberi uang jajan, untuk biaya sekolah Ibu Sunarsih mendapat bantuan dari pihak kelurahan setempat berikut hasil wawancara yang diperoleh. “Untuk masalah uang jajan anak, saya yang memberi setiap harinya, kalau biaya sekolah memang saya mendapat bantuan dari pihak kelurahan” ( Sumber wawancara tanggal 10 Agustus 2011 ). Sedangkan saat ditanya apakah bapaknya pernah memberi nafkah untuk anaknya atau tidak ,Ibu Sunarsih bilang satu bulan saja bapaknya tidak tentu memberi uang jajan kepada anaknya, berikut kutipan wawancara yang diperoleh. “Satu bulan sekali saja bapaknya anak saya itu tidak tentu mengasih uang, uang jajantoyang commit usermengasih saya semua setiap harinya”( sumber wawancara tanggal 10 Agustus 2011 ).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Dan saat ditanya Danu memilih tinggal dengan ibunya atau bapaknya Danu memilih ikut dengan ibunya, sebab Danu kasihan dengan ibunya, berikut hasil wawancara yang diperoleh. “Saat ini saya ikut dengan budhe mas., sebab saya sekolah di dekat rumah budhe, tapi jika dibandingkan ikut dengan bapak saya lebih memilih dengan ibu,.kasian ibu mas.( Sumber wawancara tanggal 26 Juli 2011 ). Kasus perceraian yang dialami oleh Ibu Widi Lestari ini juga berbeda, Ibu Widi ditinggal suaminya selama satu tahun satu bulan, suaminya meninggalkan isteri dan anak tanpa ada keterangan sama sekali dia pergi kemana, anak sekarang tinggal dengan keluarga Ibu Widi agar anak mendapat perhatian, selain dari ibu. “Saya ditinggal oleh suami selama satu tahunan mas, tanpa ada kejelasan, untuk masalah anak, saya titipkan ke keluarga saya, biar diperhatikan mas, kasihan anak saya masih kecil.” ( Sumber wawancara tanggal 17 Juni 2011 ). Setiap mengalami kasus perceraian, peranan ibu menjadi berubah, apabila pengadilan memutuskan bahwa anak ikut ibu maka seorang ibu menjadi tokoh penting dalam mendidik anak-anaknya, seorang ibu menjadi lebih berpengaruh besar dalam mendidik dan membimbing anaknya dan menjadi tulang punggung keluarga, apalagi bila seorang ayah melupakan tanggung jawabnya terhadap anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
C. PERCERAIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP ANAK Masalah utama yang dihadapi oleh mantan pasangan suami-isteri setelah perceraian adalah masalah penyesuaian kembali terhadap peranan masing-masing serta hubungan dengan lingkungan sosial. Sulitnya penyesuaian kembali ini dimana mantan pasangan suami-isteri merasakan ada sesuatu yang kurang dan hilang dalam kehidupan pribadi mereka. Mantan pasangan suami isteri seyogyanya menyadari bahwa kebersamaan dan saling ketergantungan di antara mereka telah berakhir. Umumnya, orangtua yang bercerai akan
lebih
siap
menghadapi perceraian
dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai, biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya terhadap anak. Anak kurang memahami masalah masalah yang dihadapi orang dewasa, mereka hanya butuh kasih sayang dan dukungan untuk tumbuh kembangnya, banyak faktor yang terlebih dahulu diperhatikan sebelum menjelaskan tentang dampak perkembangan anak setelah terjadi suatu perceraian antara ayah dan ibu mereka. Faktor tersebut bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan
orangtua
setelah
bercerai.
commit to user
Kesemua
hal
itu
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang. 1. Perubahan Usia dan Perkembangan Usia anak pada saat orang tua bercerai perlu dipertimbangkan. Tanggapan tanggapan anak kecil atas perceraian orang tuanya ditengahi oleh terbatasnya kompetensi kognitif dan sosial mereka, ketergantungan mereka terhadap orangtuanya. Belum matangnya faktor kognitif dan sosial mereka akan lebih menguntungkan mereka ketika remaja. Pada saat remaja, mereka lebih sedikit ingat mengenai konflik dan perceraian yang terjadi pada saat mereka masih kecil. Tetapi tidak dipungkiri bahwa mereka juga kecewa dan marah atas perkembangan pertumbuhan mereka tanpa kehadiran keluarga yang utuh
yang
seharusnya
membimbing
dan
mengarahkan
perkembanganya. Anak yang sudah menginjak remaja dan mengalami proses perceraian orangtua lebih cenderung mengingat konflik dan stress yang mengitari perceraian itu sepuluh tahun kemudian, pada tahun masa dewasa awal mereka. Mereka juga nampak kecewa dengan keadaan mereka yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh. Mereka juga menjadi kawatir bila hidup mereka tidak akan lebih baik bila mereka tidak melakukan sesuatu yang lebih baik. Pada masa remaja mereka lebih berpotensi masuk dan terperangkap masalah obat obatan dan kenakalan remaja dari pada remaja yang mengalami commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
perceraian orang tua pada saat masih kecil dan remaja yang tumbuh dalam keluarga utuh. 2. Konflik Pada umumnya perpisahan dan perceraian merupakan urusan yang sangat emosional yang menenggelamkan anak ke dalam konflik. Konflik ialah suatu aspek kritis keberfungsian keluarga yang seringkali lebih berat dari pada pengaruh struktur keluarga terhadap konflik perkembangan anak. Misalnya, keluarga yang bercerai dengan konflik relatif rendah lebih baik dari pada keluarga yang utuh tetapi dengan konflik relatif tinggi. Pada tahun setelah perceraian konflik tidak berkurang tetapi bisa juga akan terus bertambah. Pada saat ini, anak laki laki dari keluarga bercerai memperlihatkan lebih banyak masalah penyesuaian dari pada anak anak dari keluarga utuh yang orangtuanya ada. Selama tahun pertama setelah perceraian, kualitas pengasuhan yang dilakukan orangtua seringkali buruk. Orangtua lebih sering sibuk dengan kebutuhan kebutuhan dan penyesuaian diri sendiri seperti mengalami depresi, kebingungan dan instabilitas emosional. Selama tahun kedua setelah perceraian, orangtua lebih efektif dalam mengerjakan tugas tugas pengasuhan anak, khususnya anak perempuan. Dampak yang lain antara lain mereka tiba-tiba saja harus to user menerima keputusancommit yang telah dibuat orangtua, tanpa sebelumnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Misalnya tiba-tiba saja ayah tidak lagi pulang ke rumah, atau ibu pergi dari rumah, atau tiba-tiba bersama ibu atau ayah pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah ibu dan ayah sering bertengkar. Atau mungkin ada anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar, karena orangtuanya benarbenar “rapi” menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anakanak tidak takut. Reaksi anak terhadap perceraian sangat tergantung penilaian mereka sebelumnya terhadap perkawinan orang tua mereka serta rasa aman di dalam keluarga. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa perceraian adalah merupakan jalan yang terbaik untuk keluarganya. Memang, masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk dalam batin anak-anak. Pada masa ini, anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Anak-anak yang orang tuanya bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta secara emosional kehilangan rasa aman. Masalah kesulitan ekonomi ini contohnya dialami oleh anakanak yang berada di bawah pengasuhan ibu dan berasal dari strata bawah. Hal ini di alami oleh Ibu Hanny dan Ibu Sunarsih yang kesulitan dalam membiayai anak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
“Anak yang minta kepada suami saya untuk membeli buku, dikasih harusnya dua ratus tujuh puluh ribu, suami saya mengasih cuma dua ratus lima puluh ribu, bayangkan kurang dua puluh ribu saja dia tidak sanggup.”( Sumber wawancara tanggal 11 Juni 2011 ). Sedangkan untuk masalah yang dihadapi oleh Ibu Sunarsih pasca perceraiannya berbeda, ibu Sunarsih merasa lebih beruntung karena di bantu oleh pihak kelurahan untuk membiayai anaknya sampai kuliah, hal ini terjadi karena tanggung jawab seorang ayah terhadap anak tidak ada “Suami tidak ada kasih sayang terhadap anak, anak saya tanya tentang bapaknya tidak tahu dan tidak peduli, perhatian seorang ibu dengan anak masih lebih baik karena itu anak ikut dengan saya, biaya sekolah di bantu oleh kelurahan supaya anak saya bisa sampai kuliah.” Pengalaman perceraian adalah stres bagi seluruh anggota keluarga dan perilaku anak-anak mencerminkan stres itu. Perceraian menggambarkan situasi konflik dalam keluarga yang memperburuk konflik pada diri anak dalam suatu perkembangan yang mungkin siap akan dialami. Jika suatu keluarga pecah, akibatnya anak akan merasa
kekurangan
dukungan
dalam
perkembangannya,
pertumbuhan yang sehat untuk mereka, dan pengalaman perasaan kehilangan yang mendalam. Kehilangan kasih sayang karena perceraian menyangkut perubahan ritme kehidupan sehari-hari dalam hubungan orang tua dengan anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
D. HASIL ANALISIS Melihat hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa sebenarnya Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Perceraian dapat dipandang sebagai suatu kesialan bagi seorang atau kedua orang pasangan di masyarakat manapun, tetapi harus juga dipandang sebagai suatu penemuan sosial, suatu macam pengaman bagi ketegangan yang ditimbulkan oleh perkawinan itu sendiri. Permasalahan didalam rumah tangga sering kali terjadi, mungkin memang sudah menjadi bagian dalam lika-liku kehidupan didalam rumah tangga. Dari penelitian diatas dapat kita lihat bahwa Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Coser memberikan perhatian terhadap asal muasal konflik sosial, sama seperti pendapat Simmel, bahwa ada keagresifan atau bermusuhan dalam diri orang (hostile feeling),dan dia memerhatikan bahwa dalam hubungan intim
dan
tertutup,
antara
cinta
dan
rasa
benci
hadir
( Novri Susan, 2009: 54 ). Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
perceraian itu berada di ambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidaktenangan berfikir dan ketegangan itu memakan waktu yang lama. Pada saat kemelut ini, biasanya masing-masing pihak mencari jalan keluar mengatasi berbagai rintangan dan berusaha menyesuaikan diri dengan hidup baru. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain, persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra-putri, dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang terkondisi, dan lain-lain. Semua faktor ini menimbulkan suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga. Bagi Dahrendorf konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam system. Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam system tidak akan mungkin terlibat dalam konflik. Dahrendorf menyebutnya sebagai “integrated into a common frame of reference”, dahrendorf memahami relasi-relasi dalam struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan. Ia mendifinisikan kekuasaan: “kemungkinan bahwa satu aktor dalam suatu hubungan sosial akan berada dalam posisi melakukan perlawanan tanpa melihat dari dasar kemungkinan itu menyerah” ( Dahrendorf, 1959:166 ). Seperti halnya perceraian, sebuah perceraian memang sangat tidak bagus bagi keluarga, berakhirnya sebuah hubungan suami isteri di dalam sebuah keluarga juga di landasi pada sebuah kekuasaan, yang mana satu pihak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
merasa berkuasa sehingga dengan seenaknya sendiri menindas yang lemah, seperti contoh suami yang seenaknya memukul isteri dan berkata-kata kasar dikarenakan isteri tidak menurut yang dikatakan suami, hal ini sangatlah terlihat jelas bahwa kekuasaan sebagai kepala rumah tangga di gunakan suami untuk menindas isteri, hal ini bisa menyebabkan isteri tidak tahan lagi dengan suami yang kemudian bisa berujung pada perceraian. Konflik keluarga semacam ini banyak ditemukan di masyarakat, semakin banyak konflik di dalam keluarga yang tidak bisa terselesaikan terjadi banyak juga perceraian di masyarakat, perceraian memang menjadi jalan terbaik dikarenakan perceraian itu sendirilah yang bisa menyelesaikan suatu masalah di dalam keluarga yang tidak bisa menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Perceraian
juga
merupakan
suatu
proses
yang
didalamnya
menyangkut banyak aspek seperti : ekonomi, sosial, emosional, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku. Dari hasil study perbandingan tentang perceraian di Negara-negara berkembang, ( Murdock,1950:135 ) menyimpulkan bahwa di setiap masyarakat terdapat institusi/lembaga yang menyelesaikan proses berakhirnya suatu perkawinan ( yang di sebut sebagai perceraian ) sama halnya dengan mempersiapkan suatu perkawinan. Perceraian dapat dipandang sebagai suatu kesialan bagi seorang atau kedua orang pasangan di masyarakat manapun, tetapi harus juga dipandang sebagai suatu penemu sosial, suatu macam pengaman bagi ketegangan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
ditimbulkan oleh perkawinan itu sendiri ( Murdock, 1950:186 ). Mel Krantzler sebagai seorang konsultan masalah perceraian mengamati bahwa pasca perceraian bagi kebanyakan orang sebagai masa transisi yang penuh kesedihan. Pengertian perceraian dalam tulisan ini adalah cerai hidup antara pasangan suami-isteri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini, perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidaksetabilan perkawinan dimana pasangan suami-isteri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku ( T.O. Ihromi,1999:157 ). Pada dasarnya manusia adalah makluk konfliktis ( homo conflictus ), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang disusun Poerwadarminta, konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Pertentangan
sendiri bisa muncul ke dalam bentuk
pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan. Sehingga secara sederhana konflik adalah pertentangan yang ditandai oleh pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan. Pengertian konflik diatas sesuai apa yang didefinisikan Pruit dan Rubin dengan mengutip Webster bahwa “ konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan ( perceived divergence of interest ), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan” ( Novri Susan, 2009 : 5 ). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Perceraian dalam keluarga tidaklah selalu membawa akibat yang negative. Sikap untuk menghindari situasi konflik, rasa tidak puas, perbedaan paham yang terus menerus, maka perceraian menjadi satusatunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Bagi beberapa keluarga, perceraian dianggap putusan yang paling baik untuk mengakhiri rasa tertekan, rasa takut, cemas, dan ketidaktentraman. Seperti Margaret Mead katakan,”setiap saat kita mendambakan kebahagiaan, rukun dengan anak-anak, tetapi kita mempunyai hak untuk mengakhiri suatu perkawinan bila mendatangkan bencana dan ketidaktentraman. Perceraian merupakan akhir dari suatu pernikahan. Ketika suatu perkawinan
sering
diwarnai
pertengkaran,
merasa
tidak
bahagia,
ketidaksetiaan pasangan, atau masalah lainnya, seringkali terpikir untuk segera mengakhiri pernikahan tersebut. Berikut ini beberapa di antara penyebab utama perceraian : 1. Gagal berkomunikasi Ketidakcocokan akibat kegagalan berkomunikasi antara suami dan istri sering menjadi pemicu perceraian. Kurangnya komunikasi membuat kurangnya rasa saling mengerti dan membuat sering terjadinya pertengkaran. Hal ini akan berujung pada perceraian jika kedua pihak tidak mau atau gagal berkomunikasi. 2. Ketidaksetiaan Penyebab perceraian lainnya adalah salah satu pasangan commit to user berselingkuh. Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
tangga bercerai, dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan. Pasangan yang disakiti tidak dapat memaafkan dan memilih bercerai. Atau sebaliknya, pasangan yang berselingkuh memilih bercerai demi pacar barunya. 3. Kekerasan dalam rumah tangga Perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi salah satu penyebab utama perceraian. Banyak pasangan memilih menyelamatkan kehidupannya dengan bercerai karena sering mendapat aniaya baik secara fisik maupun verbal. 4. Masalah ekonomi Ada juga perceraian karena masalah ekonomi. Menganggap pasangan tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarga, sehingga meninggalkan pasangannya dengan bercerai. Tingkat
kebutuhan
ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan. 5. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain, persoalan ekonomi,Faktor tersebut juga bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan orangtua setelah bercerai. Kesemua hal itu dapat menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang. Selama tahun pertama setelah perceraian, kualitas pengasuhan yang dilakukan orangtua seringkali buruk. Orangtua lebih sering sibuk dengan kebutuhan kebutuhan dan penyesuaian dari sendiri seperti mengalami depresi, kebingungan dan instabilitas emosional. Dan peristiwa perceraian itu menimbulkan berbagai akibat terhadap orang tua dan anak. Tercipta perasaan yang tidak menentu, dan sejak saat ini ayah atau ibu menjadi tidak berperan efektif sebagai orang tua. Mereka tidak lagi memperlihatkan tanggung jawab penuh dalam mengasuh anak ( Save Dagun, 2002 : 117 ). Pada hakikatnya perkawinan adalah hubungan suami istri yang sangat melibatkan aspek kejiwaan. Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari hubungan yang ada pada keluarga yang institusional ke hubungan yang ada pada keluarga yang companionship. Hubungan antar suami-istri pada keluarga yang institusional ditentukan oleh faktor-faktor di luar keluarga seperti adat,pendapat umum dan hukum. Baru kemudian dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh faktor-faktor tersebut mulai berkurang. Hubungan antar suami-istri lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
didasarkan atas pengertian dan kasih sayang timbal balik serta kesepakatan mereka berdua. Pola hubungan suami-istri dalam keluarga yang institusional sebagai pola yang otoriter, sedangkan pola hubungan suami-istri dalam keluarga yang companionship sebagai pola yang demokratis. Perubahan tersebut terjadi karena adanya perubahan sosial dalam masyarakat dan keluarga menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Dengan begitu keluarga bisa tetap bertahan. Pola hubungan yang otoriter menunjukkan pola hubungan yang kaku. Sebaliknya, dalam pola yang demokratis hubungan suami-istri menjadi lebih lentur. Pada pola yang kaku, seorang istri yang baik adalah istri yang melayani suami dan anak anaknya. Sedangkan pada pola yang lentur, istri yang baik adalah pribadi yang melihat dirinya sebagai pribadi yang berkembang terus. Apabila masalah hubungan suami istri sudah tidak bisa lagi, maka perceraian sudah pasti terjadi. Disini bisa terlihat dari pola hubungan orang tua dengan anak semakin meningkat, karena pola hubungan yang ada pola hubungan searah yang artinya hak asuh anak berada di salah satu orang tua baik suami atau isteri,masing-masing memiliki peran untuk mengasuh anak. Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial Pertama, anak dapat lebih mempererat mengikat tali perkawinan. Pasangan suamiistri merasa lebih puas dalam perkawinan dengan melihat perkembangan emosi dan fisik anak. Kehadiran anak juga telah mendorong komunikasi antara suami istri karena mereka merasakan pengalaman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
bersama anak mereka. Kedua, orang tua merasa lebih muda dengan membayangkan masa muda mereka melalui kegiatan anak mereka. Ketiga, anak merupakan simbol yang menghubungkan masa depan dan masa lalu. Dalam kaitan ini, orang tua sering menemukan kebahagiaan diri mereka dalam anak-anak mereka, kepribadian, sifat, nilai, dan tingkah laku mereka diturunkan lewat anak-anak mereka. Keempat, orang tua memiliki makna dan tujuan hidup dengan adanya anak. Kelima, anak merupakan sumber kasih sayang dan perhatian. Keenam, anak dapat meningkatkan status seseorang. Pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. Ketujuh, anak merupakan penerus keturunan. Untuk mereka yang menganut sistem patrilineal, seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Suku Batak,adanya anak laki-laki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan meneruskan garis keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan,dan keluarga itu dianggap akan punah. Kedelapan, anak merupakan pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang menganut sistem matrilineal, anak perempuan selain sebagai penerus keturunan, juga bertindak sebagai pewaris dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya. Sedangkan anak laki-laki hanya mempunyai hak guna atau hak pakai. Sebaliknya, pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal, anak lakilakilah yang mewariskan harta pusaka. Kesembilan, anak juga mempunyai nilai ekonomis yang penting. Didaerah pedesaan Jawa, anak sudah dapat membantu orang tua pada usiayang sangat muda. Umumnya anak mulai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
teratur membantu orang tua pada usia 7-9 tahun, tetapi juga ditemukan beberapa kasus anak yang membantu sejak mereka berumur 5-6 tahun.Anak laki-laki biasanya mengumpulkan rumput, memelihara ternak,mengolah sawah atau pekarangan, menjaga adik, dan mengambil air. Disini dapat dilihat bahwa sejauh mana pengaruh perceraian terhadap perkembangan anak. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus perceraian itu akan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski dengan kadar berbeda. Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian yang berbeda. Perceraian itu setidaknya dapat menimbulkan kekacauan jiwa meski mungkin tidak terlalu jauh. Peran keluarga yang dijalankan dan dibebani kepada satu orang saja akan menjadi jauh lebih sulit jika dibandingkan oleh dua orang. Beban yang diderita menjadi lebih berat dan persoalan bermunculan. Semuanya ditangani seorang diri. Kasus perceraian membawa trauma yang sangat mendalam. Peristiwa ini menyebabkan ibu atau ayah merasa menjadi kurang mampu mengatasi kehidupan anaknya sehari-hari. Ketika kasus perceraian terjadi, ternyata cara ayah dan ibu dalam mengasuh anaknya berbeda. Misalnya dalam soal memberikan perhatian, keramahan, dan kebebasan kepada anakanak. Namun perbedaan ini tidaklah aneh karena dalam keluarga utuh pun cara ibu dan ayah itu berbeda. Dan barangkali dipengaruhi gambaran bahwa tokoh ibu dekat dengan anaknya, maka pada kasus perceraian bisa diduga adanya kecenderungan kaum ibu dibebani mengasuh anak. Tetapi juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
sebaliknya, karena figure ayah digambarkan sebagai kurang dekat dengan anak-anak maka dalam kasus perceraian pun ayah jarang mengambil resiko. Di dalam sebuah perceraian ternyata membawa dampak terhadap anak kedepannya, Kasus perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat. Peristiwa perceraian orang tua senantiasa membawa dampak yang mendalam bagi keluarga. Kasus ini menimbulkan stress, tekanan, dan menimbulkan perubahan fisik dan mental. Keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu, dan juga anak akan
menjadi
korban
perceraian
antara
kedua
orang
tuanya
(Save Dagun,1989:113 ). Kenyataan menunjukkan sebagai akibat perceraian menyebabkan keadaan yang negatif, dari kehidupan anak-anak yang dihasilkan oleh pernikahan itu. Hal semacam itu bagi anak-anak akan menimbulkan kegelisahan didalam hidupnya akan membawa akibat yang tidak diinginkan. Perceraian membawa pengaruh yang besar kepada suami-istri, anak-anak, harta kekayaan, maupun masyarakat dimana mereka hidup. Kasus perceraian itu akan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski dengan kadar berbeda. Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila dia menghadapi masalah dalam hidupnya, dia menangisi dirinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Umumnya anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Dia tidak akrab dengan orang tuanya. Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan. Kelompok anak yang menginjak usia remaja pada saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya. Juth Wallerstein dan Joan Kelly meneliti 60 keluarga yang mengalami kasus perceraian di California. Peneliti menemukan bahwa anak usia belum sekolah akan lebih mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru. Sementara anak usia remaja dilaporkan mereka akan mengalami trauma yang mendalam. Tetapi dilaporkan 44% anak-anak usia belum sekolah itu perlahan-lahan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu. Dua puluh tiga persen dari kelompok usia 7-10 tahun mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya ( Save Dagun,2002:115).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV KESIMPULAN
Dalam BAB IV ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan, study dokumentasi, serta analisis data yang telah dilakukan. Kemudian penulis juga akan memaparkan beberapa implikasi dan saran yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak di Surakarta.
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan dapat di tarik kesimpulan bahwa keluarga itu merupakan lingkungan yang pertama dan utama yang sangat berpengaruh bagi perkembangan individu. Sejak dalam kandungan anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan orang tua menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, secara langsung maupun tidak langsung .terjadinya perpecahan dalam keluarga akan membawa dampak yang besar bagi keadaan keluarga terlebih bagi anak. Perpecahan di dalam keluarga ini sangat tidak diharapkan di karenakan bisa menjadikan terputusnya suatu sistem peranan dalam keluarga karena kehilangan salah satu bagian darinya, hal yang melatar belakangi terjadinya perpecahan di dalam sebuah keluarga commit to user berrumah tangga, suami isteri ini ada beberapa faktor, dalam kehidupan 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
seharusnya saling memotivasi dan saling mengisi dalam menangani berbagai urusan sehingga hal hal yang menjadi tugas dalam rumah tangga itu bukan
lagi menjadi
suatu beban tetapi hanyalah
menjalankan
suatu
kewajiban. Ketika terjadi perubahan pada diri suami isteri, ketidak sepahaman, emosional ,sosial, semangat, dan kemunduran ekonomi maka akan
menimbulkan konflik, bila sumber
konflik ini tidak lagi
dikendalikan, maka terjadilah perceraian yang mengakibatkan terseret dalam
bisa
keluarga
suasana chaos, setidaknya mengalami syok. Dari sinilah
kualitas hubungan orang tua dengan anak dipertaruhkan apakah masih ada hubungan yang berkualitas antara anak dengan orang tua ? Dan ternyata dalam penelitian ini terbukti kualitas hubungan orang tua dengan anak buruk, atau orang tua satu dengan yang lainnya setelah perceraian tidak memperdulikan lagi keberadaan anaknya, baik orang tua laki-laki maupun perempuan, pada umumnya orang tua yang bercerai berpendapat bahwa bagi yang mendapatkan jatah hak asuh anak, maka dialah yang bertanggung jawab segala sesuatu kebutuhan anak, sedangkan orang tua yang lain merasa tidak perlu ikut bertanggung jawab terhadap anaknya baik dari segi materi maupun non materi. Perceraian merupakan akhir tragis dari suatu pernikahan. Ketika sebuah rumah tangga sering diwarnai pertengkaran, merasa tidak bahagia, ketidaksetiaan pasangan, atau masalah lainnya, seringkali terpikir untuk segera mengakhiri pernikahan tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Berikut ini beberapa di antara penyebab utama perceraian yang terjadi di Surakarta 6. Gagal berkomunikasi Ketidakcocokan akibat kegagalan berkomunikasi antara suami dan istri sering menjadi pemicu perceraian. Kurangnya komunikasi membuat kurangnya rasa saling mengerti dan membuat sering terjadinya pertengkaran. Hal ini akan berujung pada perceraian jika kedua pihak tidak mau atau gagal berkomunikasi. 7. Ketidaksetiaan Penyebab perceraian lainnya adalah salah satu pasangan berselingkuh. Dalam hal inilah yang sering kali menjadikan pasangan rumah tangga bercerai, baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan. Pasangan yang disakiti tidak dapat memaafkan dan memilih bercerai. Atau sebaliknya, pasangan yang berselingkuh memilih bercerai demi pacar barunya. 8. Kekerasan dalam rumah tangga Perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi salah satu penyebab utama perceraian. Banyak pasangan memilih menyelamatkan kehidupannya dengan bercerai karena sering mendapat siksaan baik secara fisik maupun verbal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
9. Masalah ekonomi Ada juga perceraian karena masalah ekonomi, merasa pasangan tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarga, sehingga meninggalkan pasangannya dengan bercerai. Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap. 10. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi biasanya akan disusul dengan pisah ranjang. Faktor yang paling berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan pengaruh dan bagaimana memulihkan kembali hubungan baik dan tetap stabil antara keduanya, mempertahankan keakraban kedua orang tua sangat penting karena pengaruh orang tua dapat menciptakan kekuatan pada diri anak. Dan kebiasaan mengunjungi masih penting bagi sebagian besar anak, agar tercipta suatu kualitas hubungan yang baik antara orang tua dengan anak pasca perceraian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Konflik dari Ralf Dahrendorf. Teori Konflik adalah merupakan perspektif yang dapat di pakai untuk menganalisa fenomena sosial. Dahrendorf pada teori Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai suatu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas yaitu mereka yang berkuasa dan yang dikuasai ( Dahrendorf,1959 : 150 ). Konflik sosial merupakan pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Jenis dari konflik sosial ini bisa beraneka macam yakni konflik antara individu, konflik antara kelompok, dan bahkan konflk antar bangsa. Bagi Dahrendorf konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam system. Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam system tidak akan mungkin terlibat dalam konflik. Dahrendorf menyebutnya sebagai “integrated into a common frame of reference”, dahrendorf memahami relasi-relasi dalam struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan. Ia mendifinisikan kekuasaan: “kemungkinan bahwa satu aktor dalam suatu hubungan sosial akan berada dalam posisi melakukan perlawanan tanpa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
melihat
dari
dasar
kemungkinan
itu
menyerah”
( Dahrendorf,1959:166 ). Seperti halnya perceraian, sebuah perceraian memang sangat tidak bagus bagi keluarga, berakhirnya hubungan dalam sebuah keluarga juga di landasi pada sebuah kekuasaan,yang mana satu pihak merasa berkuasa sehingga dengan seenaknya sendiri menindas yang lemah, seperti contoh suami yang seenaknya memukul isteri dan berkatakata kasar dikarenakan isteri tidak menurut yang dikatakan suami,hal ini sangatlah terlihat jelas bahwa kekuasaan sebagai kepala rumah tangga di gunakan suami untuk menindas isteri, hal ini bisa menyebabkan isteri tidak tahan lagi dengan suami yang kemudian berujung pada perceraian. Konflik keluarga semacam ini banyak ditemukan di masyarakat, banyaknya
konflik di dalam keluarga yang tidak bisa terselesaikan
menjadikan banyak keluarga memilih menempuh jalan perceraian, di masyarakat perceraian menjadi hal
yang tidak tabu lagi dikarenakan
menganggap hanya perceraian itu sendirilah yang bisa menyelesaikan suatu masalah di dalam keluarga yang tidak bisa menemukan jalan keluar dari sebuah konflik di dalam keluarganya. 2. Implikasi Praktis/Empiris Perceraian merupakan ahir suatu proses yang didalamnya menyangkut banyak aspek seperti : emosi, ekonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku. Perceraian memang menjadi pilihan terakhir setelah tidak diketemukan jalan keluar dari sebuah masalah yang terjadi dalam keluarga, di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Surakarta sendiri pelaku perceraian sangat banyak terlihat dari data yang telah di peroleh adalah 593 ( Lima Ratus Sembilan puluh Tiga ) orang yang telah melakukan cerai ini pada tahun 2009, pada tahun 2010 ada sekitar 722 ( Tujuh Ratus Dua puluh Dua ) orang yang telah melakukan cerai. Perceraian memang memunculkan ketegangan-ketegangan dan ketidak bahagiaan yang dirasakan oleh semua anggota keluarga. Kekacauan dalam keluarga merupakan bahan pergunjingan umum karena semua orang mungkin saja terkena salah satu dari berbagai jenisnya, dan karena pengalaman itu biasanya dramastis, menyangkut pilihan moral dan penyesuaian-penyesuaian pribadi yang dilematis, Dengan adanya keputusan bercerai ini memang banyak yang dirugikan, tidak hanya laki-laki dan perempuan pelaku perceraian saja yang terkena dampaknya tetapi anak dari pelaku perceraian juga terkena dampaknya. Ada beberapa faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya kekacauan yaitu gagal berkomunikasi, ketidaksetiaan, kekerasan dalam rumah tangga,
masalah
ekonomi
dan
adanya
masalah-masalah
dalam
perkawinan. Jika suatu keluarga pecah, akibatnya anak akan mengalami perubahan besar dalam hidupnya yang sangat berpengaruh dalam masa perkembangan, pertumbuhannya yang sangat membutuhkan motivasi dan stimulasi dari orang orang terdekat dalam situasi yang kondusif agar tercapai tumbuh kembang yang optimal pada setiap aspek potensinya. Bagi mereka yang mengalami trauma perpecahan keluarga tentu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
memiliki perasaan kehilangan yang mendalam. Kehilangan kasih sayang karena perceraian menyangkut perubahan ritme kehidupan sehari-hari dalam hubungan orang tua dengan anak. Dalam kasus perceraian, hal yang paling penting adalah menjaga keintiman hubungan anak dengan kedua orang tua. Orang tua harus tetap mengupayakan hubungan baik dengan anak dan sudah jelas hubungan berkualitas antara orang tua dengan anak itu hendaknya tetap dipertahankan dan dijaga demi kebutuhan tumbuh kembang anak dan jangan
dilupakan bahwa
keberadaan anak adalah hasil buah cinta berdua, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendampingi menstimulasi dan memotivasi agar anak memiliki masa depan yang cerah. Walaupun sudah bercerai hendaknya kedua orang tua tetap menjaga hunbungan baik demi kepentingan dan kebutuhan anak. 3. Implikasi Metodologis Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini lebih menekankan pada suatu analisis gambaran tentang kondisi realitas yang ada. Dengan metode deskriptif kualitatif peneliti lebih mungkin untuk mendiskripsikan tentang Dampak Perceraian Terhadap Kualitas Hubungan Orang Tua Dengan Anak di Surakata, Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah informan di lokasi penelitian, responden yang menyediakan buku, serta dokumen dan arsip. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara, pengamatan (observasi), dan dokumentasi, sedangkan teknik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
pengambilan sampel penelitian ini adalah teknik purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yang didasarkan pada informan inti dan informan pendukung dalam penelitian. Kesulitan - kesulitan yang dialami dalam proses pengambilan data lebih disebabkan oleh kendala yang bersifat teknis yang berkaitan dengan waktu yang disepakati untuk menentukan wawancara dilakukan, kesediaan dan keterbukaan pelaku. Kesulitan - kesulitan seperti itu akhirnya dapat dilalui sehingga terkumpul data - data penelitian yang cukup bervariasi dan kaya akan informasi. Kemudian data yang terkumpul tersebut agar memiliki validitas data maka penulis menggunakan trianggulasi sumber. Teknik analisa data diawali dengan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dilapangan selalu berkembang, oleh karena itu penulis menggunakan tingkatan dan menyeleksi data yang diperoleh dilapangan dan diikuti oleh penyusunan data yang berupa uraian - uraian secara sistematis. Setelah pengumpulan data berakhir, kemudian penulis menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua informasi yang ada dalam reduksi data dan sajian data.
C. SARAN Sebagai penutup dalam penelitian ini penulis mengajukan beberapa saran yang bisa dipertimbangkan dan ditindaklanjuti. 1. Dampak perceraian terhadap kualitas hubungan orang tua dengan anak yang terjadi di Surakarta ini sangat signifikan, pada umumnya anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
korban dari perceraian yang terjadi kurang mendapat perhatian dari pasangan yang digugat cerai, dengan kata lain pola hubungannya yang terjadi di dalam keluarga yang bercerai buruk. 2. Perceraian yang terjadi saat ini intensitasnya sangatlah tinggi, diharapkan dari pihak pengadilan bisa membantu agar masyarakat yang ingin bercerai bisa menyelesaikan masalahnya tanpa harus terjadi perceraian. 3. Bagi suami isteri yang terpaksa harus bercerai hendaknya tidak melupakan keberadaan anak karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk membantu dan memfasilitasi tumbuh kembang anaknya, anak juga membutuhkan kasih saying dari orang tua supaya anak juga memiliki kasih saying dan manfaat yang akan ditebarkan pada lingkungannya dan bisa menatap masa depan dengan cerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Dari hasil penelitian di atas dapat disajikan matriks kesimpulan berikut ini : Matriks 1 Penyebab Terjadinya Perceraian N
Nama
Faktor Penyebab perceraian
o Ekonomi
1.
Ibu Hani
1. Tidak pernah memberika n nafkah kepada keluarga
Pihak ke 3
-
2. Penghasila n di bawah istri sehingga terjadi kesenjanga n sosial di dalam keluarga.
KDRT
Karakter
1. Sering main tangan kepada istri dan anaknya jika terjadi konflik.
1. Berubah menjadi cuek seakan tidak punya rasa tanggung jawab
2. Berkata kotor jika terjadi perselisiha n
commit to user
2. Kurangnya perhatian dan lebih egois dalam memikirkan kebutuhan sendiri daripada istri dan anak 3. Membuat keputusan tanpa sepengetahu an istri atau tanpa membicarak an dengan istri terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
2.
Ibu Sunarsih
1. Jarang memberi nafkah kepada anak dan istri. 2. Gaji dan penghasila n yang tidak tetap
1. Adanya pihak ke 3 karena suami sering main dengan wanita lain di tempat bekerja.
-
1. Sering berjudi 2. Pergi malam dan sering pulang pagi seakan tidak mempunyai tanggung jawab kepada keluarga
2. Kembali ke istri pertama.
3. Cuek terhadap anak 4. Egois dan keras dalam bersikap 3.
Ibu Widi
1. Tidak pernah memberi kabar selama 1 tahun 1 bulan otomatis tidak pernah memberika n nafkah kepada keluarga.
-
2. Tidak mau bekerja, tidak mau membiayai keluarga dan hanya pasrah commit to user terhadap
-
1. Pergi tanpa kejelasan dengan membawa kendaraan.
2. Tidak bertanggung jawab dan mudah tersinggung.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
keadaan ekonominy a
4.
5.
Bapak Supriyad i
Bapak Susanto
1. Istri jarang 1. Sering 1. Sering memberika terjadi terjadi n uang perselisihan pertengkar atau dan an hebat kebutuhan pertengkara dan istri anak n karena pernah dikarenaka adanya melempar n hidup pihak ke 3 kan ger sendiri di yang motor ke kontrakan dilakukan perut dengan oleh istri Bapak laki-laki selama 3x Supriyadi lain. dengan lakisampai laki yang koma. 2. Memilih berbeda. bekerja 2. Merasa sebagai 2. Menjadi liar benar dan pedagang karena berkata dengan sudah kasar jika penghasila hampir disalahkan n yang menjadi hal . relatif biasa dalam sederhana berselingku h 1. Bapak 1. Sering Susanto terjadi masih perselisiha memberik n an nafkah dikarenaka kepada n istri istri sering SMS sebesar mesra Rp dengan 300.000 laki-laki kepada lain dan istri tiap tidak bulan. adanya rasa percaya. 2.
commit 2. Pintarto user
1. Istri cuek terhadap keperluan anak. 2. Istri tidak pernah sadar akan kesalahan yang dilakukan dan selalu mengulangi nya. 3. Tidak adanya rasa setia dan sayang layaknya seorang istri terhadap Bapak Supriyadi 1. Istri Masih perhatian dan hidup bersama anak.
2. Istri masih bertanggun g jawab dalam mengasuh dan mendidik anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Kurangny a Bapak Susanto dalam menutup kekuranga n kebutuhan anak
6.
Bapak Budiono
1. Adanya kesenjanga n sosial yaitu dimulai ketika istri diangkat menjadi PNS, istri menilai penghasila n suami sebesar Rp.600.00 0 tidak cukup untuk memenuhi sehari-hari dan menimbul kan pertengkar an dan perceraian.
dalam menggunak an alasan untuk menutupi perselingku han
-
2. Bapak Budiono merasa dirinya tidak dapat commit to user lagi
-
1. Sudah tidak ada komunikasi lagi 2. Agak sedikit egois dari sifat Bapak Budiono. 3. Tidak adanya rasa saling percaya 4. Saling bertanggun g jawab dalam memberika n perjatian terhadap anak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Matriks 2 Pola Hubungan
No
1.
2.
Anak
Yosi
Caesar
Pola Hubungan Ibu
Bapak
1. Patuh dan nurut 2. Cocok 3. Ada kepedulian dan kasih sayang dari ibu 4. Tanggungjawab untuk kebutuhan sehari-hari sepenuhnya dari ibu. 5. Si ibu sedikit melarang si anak untuk bertemu dengan si Bapak dikarenakan si Bapak berkata kasar, egois dan berbicara kotor karena menyebabkan ikut berontak terhadap si Ibu pada akhirnya. 1. Jarang menjenguk dan kurang perhatian terhadap anak 2. Kurangnya pola hubungan emosional terhadap anak. 3. Masih berkomunikasi via handphone
1. Sering berontak dan melawan karena KDRT yang dilakukan oleh Bapak. 2. Tidak adanya perhatian 3. Jarang menjenguk anaknya sehingga mengakibatkan kurangnya kasih sayang 4. Si Bapak tidak pernah memberikan uang jajan
commit to user
1. Figur ayah yang baik dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan anak sehari-hari 2. Kasih sayang yang kuat. 3. Tidak adanya rasa kepercayaan terhadap si Ibu dan lebih memilih menitipkan anaknya kepada saudara di Boyolali. 4. Mempererat tali persaudaraan dengan saudara dengan menitipkan si anak kepada Saudara yang masih dipercaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
3.
4.
Danu
Fani
1. Kurangnya kedekatan psikologis baik dengan si ibu maupun si Bapak dikarenakan biaya si anak tinggal bersama budhe karena dipengaruhi faktor ekonomi. 2. Si Ibu tidak pernah berkata kasar dan memukul. 3. Bertanggung jawab dalam mengasuh anak. 4. Sabar dan nrimo. 5. Pekerja keras. 1. Karena ikut dengan Ibu, biaya kebutuhan hidup dan sekolah ditanggung oleh ibu 2. Tidak ada kedekatan psikologis,dikarenakan perselingkuhan yang dilakukan Ibu. 3. Adanya ancaman dari ibu dengan dalih untuk kebaikan anak
commit to user
1.
2.
3. 4.
5.
memberikan kasih sayang. Kurangnya kasih sayang dari Bapak, karena lebih memikirkan selingkuhan atau wanita lain. Sering dipukul dan mendapat perlakuan kasar. Tidak adanya perhatian. Tidak mempunyai gaji tetap untuk membiayai keluarga. Suka berselingkuh.
1. Ikut membantu biaya sekolah. 2. Kadang-kadang bertemu tanpa sepengetahuan si Ibu. 3. Adanya kedekatan secara psikologis antara Fani dan kakak dengan si Bapak, ini dapat dilihat dari si Bapak yag memberikan uang jajan kepada Fani dan kakaknya walaupun dengan waktu yang singkat dan terbatas. 4. Lebih sabar dalam memberikan dan tidak memaksa walaupun kemampuan tidak sebesar dengan ibu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Matriks 3 Dampak Perceraian Terhadap Anak No
Anak
Dampak terhadap anak Mental
Fisik
Ekonomi
1
Yosi
1. Sering berontak pasca terjadi perceraian 2. Cuek dan tidak memikirkan apa yang terjadi dengan orangtua
1. Memar akibat KDRT si Bapak 2. Sering berantem dengan teman sekolah membuat lebam di wajah.
1. Kebutuhan sehari-hari dan Sekolah tditangung oleh ibu 2. Si Bapak jarang sekali dalam menutup biaya sekolah, dan kurang.
2
Caesar
1. Biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari ditanggung oleh Bapak 2. Si ibu jarang sekali dalam memberikan uang jajan,
3.
Danu
1. Cuek dan tidak 1. Sering memar adanya akibat dicubit kedekatan dan dan dipukul sering pergi oleh ibu. dengan teman2. Menjadikan teman untuk berbuat kasar melampiaskan terhadap teman masalah. sebaya. 2. Sering menghabiskan waktu dengan bermain dan lebih condong ke arah negatif. 1. Berperilaku 1. Memar di aneh dan kasar bagian kepala 2. Mudah dan tangan oleh terpengaruh bapak. oleh sifat 2. Menjadikan teman-teman pribadi yang yang condong kasar dan ke arah negatif. berbicara kotor commit to user teman 3. Mempunyai dengan
1. Mendapat beasiswa dari sekolah 2. Biaya kebutuhan hidup ditanggung oleh ibu. 3. Sebagian biaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
sikap yang tidak terbuka dan menutup diri.
4.
Fani
1. Cuek 2. Pendidikan menjadi terganggu. 3. Semangat belajar yang rendah. 4. Minimnya dukungan moril kepada anak.
bermain.
1. Memar di bagian kaki karena sering bermain dan dipukul oleh ibu ketika ketahuan bertemu dengan Bapak. 2. Mudah berbicara kasar dan kotor.
commit to user
ditanggung oleh Budhe. 4. Tidak tetapnya gaji yang dihasilkan si Bapak menyerbabkan pihak Kalurhan ikut membantu dalam kehidupan sehari-hari. 1. Biaya sekolah ditanggung oleh ibu tetapi Bapak sering membantu. 2. Minimnya uang jajan yang diterima karena merupakan menjadi suatu hak dari seorang anak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto. 1983. “Interaksi Desa-Kota Dan Permasalahannya”. Jakarta. Ghalia Indonesia. Dagun, Save M. 2002. “Psikologi Keluarga (Peranan Ayah Dalam Keluarga)”. Jakarta. Rineka Cipta. Dahrendorf, Rafl. 1959. “Class and Class Conflict in Industrial Society”. California: Stanford University Press. Goode, William. J.1995. ”Sosiologi Keluarga”. Jakarta. Bumi Aksara. Ihromi, T.O. 1983. “ Orang Tua Yang Berperan Sendiri ”. Jakata. Makalah Pada Seminar Pembinaan Janda dan Duda. Kartono, Kartini, 1990. “Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan)”. Bandung. Mandar Maju. Koentjaraningrat. 1984. “Kebudayaan Jawa”.Jakarta. Balai Pustaka. Leslie, Gerard R. 1967. “The Family in Social Context”. New York : Oxford University Press. Moloeng, Lexy J. 2004. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung. Rosdakarya. Murdock, J.P. 1950. ”Family Stability in Non-European Cultures,”Abbals of the American Academy of Political and Social Science 272, November. Raho, Bernard. 2007. “Teori Sosiologi Modern”. Jakarta. Prestasi Pustaka Santrok, John W. 2002. “Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup”, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Soekanto, Soerjono. 1986. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Susan, Novri. 2009.“Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer”. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Susanto, Astrid. 1999. “Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial”. Jakarta : Bima cipta Sutopo, HB. 2002. “Metode Penelitian Kualitatif”. Surakarta. UNS Press. Slamet,Yulius. 2006. “Metode Penelitian Sosial”. Surakarta. Sebelas Maret University Press. Uno, B. Hamzah. 2006. “Teori Motivasi dan Pengukurannya ( Analisis di Bidang Pendidikan)”. Jakarta. Bumi Aksara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
SUMBER INTERNET : M. D’Onofrio, Brian., Eric Turkheimer, Robert E.Emery, Hermine H.Maes, Judy Silberg, and Lindon J.Eaves. 2007. A Children of Twins Study of parental divorce and offspring psychopathology. Journal of Child Psychology and Psychiatry 48:7 (2007), pp 667–675. USA. file:///E:/AChildrenofTwinsStudyofparentaldivorceandoffspringpsychopathology. htm Prihatiningsih, Retnaningsih, Harsanti. 2006. Penyesuaiandiripadapria yang mengalamiperceraian. Jurnal Penelitian Psikologi, No. 2, Volume 11, Desember 2006. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=59910&idc=45 http://definisipengertian.com/2011/pengertian-kualitas/
commit to user