DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
.....................................................................................
DAFTAR TABEL
i
............................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR
............................................................................ iii
KATA SAMBUTAN
............................................................................ iv
KATA PENGANTAR
.........................................................................
v
A. PENDAHULUAN
.........................................................................
1
...........................................................................
2
B. METODOLOGI
C. TELAPAK EKOLOGIS DI INDONESIA D. REKOMENDASI
..........................................................................
8
......................................................................... 34
E. PENUTUP .............………………………………….........….................... 39 LAMPIRAN ........................................................................................ 43
Telapak Ekologis Di Indonesia
i
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19.
Nilai Ecological Deficit (ED) atau Lebih ...................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Sumatera .............. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Sulawesi ............... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Bali ........................ Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Kepulauan Nusa Tenggara ........................................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Kepulauan Maluku ......... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Papua ................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi DKI Jakarta ...... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Banten .............. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Barat ....... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Tengah ... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Timur ..... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi DI Yogyakarta .. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Barat .......................................................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Tengah ....................................................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Selatan ...................................................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Timur ......................................................................................... Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Indonesia Tahun 2007 ... Rekapitulasi Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Kapita Pulau-pulau di Indonesia Tahun 2007 .....................................
ii
Telapak Ekologis Di Indonesia
7 9 11 12 14 17 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Pulau Sumatera .................................................................
9
Gambar 2. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Pulau Sulawesi .................................................................. 11 Gambar 3. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Pulau Bali ........................................................................... 13 Gambar 4. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Kepulauan Nusa Tenggara ............................................... 15 Gambar 5. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Kepulauan Maluku ............................................................. 17 Gambar 6. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Pulau Papua ....................................................................... 19 Gambar 7. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Komponen Indonesia Tahun 2007 ....................................................... 31
LAMPIRAN Tabel Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi se-Indonesia
Telapak Ekologis Di Indonesia
iii
KATA SAMBUTAN
Assalamu ‘alaikum wr.wb. Seraya memanjat puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik penerbitan buku “Kajian Telapak Ekologis di Indonesia” ini. Kehadiran buku ini saya nilai tepat di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pertimbangan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan, dan semakin terbatasnya sumberdaya pembangunan. Sebagai sebuah konsep yang relatif baru, penyebarluasan pemahaman tentang konsep telapak ekologis perlu didorong sehingga dapat diterima oleh para pemangku kepentingan. Selanjutnya pemahaman tersebut diharapkan dapat menjadi bekal dalam merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan yang lebih sensitif terhadap isu keberlanjutan. Dengan demikian, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara lebih optimal, tidak saja untuk generasi masa kini tetapi juga untuk generasi‐generasi yang akan datang. “Kajian Telapak Ekologis di Indonesia” ini merupakan langkah yang sangat baik dalam pengarusutamaan pemikiran terkait pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Saya berharap pembaca buku ini dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan memberikan inspirasi dalam pelaksanaan tugas‐tugas pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya. Wassalamu ’alaikum wr.wb. Jakarta, Juni 2010 Menteri Pekerjaan Umum, DJOKO KIRMANTO
iv
Telapak Ekologis Di Indonesia
KATA PENGANTAR
Seiring dengan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, berbagai upaya telah dilakukan para pemangku kepentingan yang secara umum menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap isu‐isu lingkungan hidup. Fenomena pemanasan global dan perubahan iklim turut berperan dalam peningkatan kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk lebih berhati‐hati dalam pengambilan keputusan yang memiliki potensi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hidup. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan perlu didasarkan pada pemahaman yang komprehensif tentang kondisi saat ini dan kondisi masa depan yang diinginkan. Dalam rangka memperkaya pengetahuan tentang kondisi saat ini, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum melakukan pengkajian kondisi telapak ekologis (ecological footprint) yang terbentuk dari tatanan sosial ekonomi masyarakat saat ini. Telapak ekologis merupakan cerminan dari tingkat pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi tingkat kebutuhannya, semakin besar sumber daya alam yang dimanfaatkan, semakin tinggi pula telapak ekologis yang terbentuk. Selanjutnya bila dibandingkan dengan kapasitas lingkungan untuk menyediakan sumber daya (biokapasitas), dapat diketahui gambaran tingkat keberlanjutan suatu wilayah. Hasil kajian telapak ekologis Indonesia yang disajikan secara singkat dalam buku ini menunjukkan secara umum masyarakat Indonesia masih memanfaatkan sumber daya dalam jumlah yang lebih rendah dari kapasitas lingkungan untuk menyediakannya. Dengan kata lain, secara agregat biokapasitas Indonesia masih dalam kondisi surplus. Namun demikian, hasil kajian di wilayah dengan populasi penduduk yang tinggi (Pulau Jawa dan Pulau Bali) menunjukkan defisit sumber daya yang sudah cukup memprihatinkan. Telapak Ekologis Di Indonesia
v
Kondisi telapak ekologis Indonesia yang nyaris menunjukkan defisit tersebut perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan dan strategi pembangunan. Apalagi dengan adanya perubahan pola konsumsi yang cenderung boros dalam pemanfaatan sumber daya, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat . Bila tidak dikelola secara bijaksana, dikhawatirkan Indonesia akan memasuki era krisis sumber daya ketika kondisi telapak ekologis telah melampaui biokapasitas. Buku ini diharapkan dapat memberikan alternatif bekal pengetahuan kepada para pembaca dalam mengambil langkah‐langkah untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dalam menyejahterakan masyarakatnya dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya melalui penyelenggaraan penataan ruang dan pengembangan wilayah yang berkelanjutan secara lebih efektif. Selamat membaca dan semoga dapat mengambil manfaat dari buku ini. Jakarta, Juni 2010 Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc vi
Telapak Ekologis Di Indonesia
A. PENDAHULUAN
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidupnya, perlu diperhatikan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan untuk masa yang akan datang. Keberlanjutan dapat dicapai apabila dalam setiap pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga tercapai keharmonisan antara lingkungan alami dan lingkungan buatan. Untuk mewujudkan keberlanjutan, diperlukan suatu alat ukur yang dapat menghitung kapasitas sediaan (supply) dan permintaan (demand) sumber daya alam. Telapak ekologis merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan. Telapak ekologis adalah gambaran jumlah lahan produktif darat dan laut yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup suatu populasi dalam memproduksi dan mengkonsumsi semua sumber daya termasuk limbah yang dihasilkannya. Pendekatan telapak ekologis dimaksudkan untuk menunjukkan ketergantungan hidup manusia terhadap alam serta untuk mengamankan kapasitas sumber daya alam untuk keberadaan manusia di masa mendatang. Telapak ekologis terdiri dari 4 (empat) parameter penting yaitu populasi, area lahan dan laut, produktivitas (hasil/ha) dan indikator (ha/kapita), yang hasil perhitungannya akan menjadi bagian dalam perhitungan daya dukung suatu wilayah. Telapak ekologis suatu wilayah yang lebih rendah dibandingkan biokapasitasnya menunjukkan bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, masyarakat wilayah tersebut telah menggunakan sumber daya alamnya dengan memperhatikan daya dukung serta menjamin keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan untuk masa yang akan datang. Telapak Ekologis (Ecological Footprint) pertama kali diperkenalkan oleh William Rees pada tahun 1992. Konsep dan metoda perhitungan telapak ekologis ini dikembangkan dalam disertasi Phd Mathias Wackernagel dibawah supervisi William Rees di University of British Columbia, Vancouver, Canada, mulai tahun 1990‐1994. Pada awal tahun 1996, Wackernagel dan Rees mempublikasikan buku “Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth”.
Telapak Ekologis Di Indonesia
1
B. METODOLOGI A. Kerangka Berpikir Aktivitas manusia di muka bumi memerlukan konsumsi yang diambil dari alam (lingkungan). Seiring dengan kemajuan jaman yang merupakan fungsi ruang dan waktu, interaksi manusia dengan lingkungan alam tanpa disadari dapat atau telah menurunkan daya dukung alam tersebut. Menurut Khanna (1999), daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Telapak ekologis hanya mengukur lahan yang mampu berproduksi dan mengelola limbah secara alami, atau disebut lahan produktif biologis. Sesuai dengan prinsip dasar pehitungan yang mencerminkan jumlah barang, energi, dan ruang yang diperlukan oleh populasi lokal terhadap luasan lahan yang menyediakan. Dalam perhitungan telapak ekologis digunakan asumsi umum, antara lain: Semua sumber daya yang dikonsumsi dan limbah (termasuk emisi) yang dihasilkan dapat ditelusuri asal muasalnya (tracked). Sebagian besar aliran sumber daya dan buangan dapat diukur dengan menggunakan luasan bioproduktif untuk menjaga pasokan sumber daya dan absorpsi buangan. Luasan bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran tunggal, yaitu hektar global (gha). Setiap hektar global pada satu tahun mencerminkan bioproduktif yang sama dan semua dapat dijumlahkan. Permintaan terhadap sumber daya alam disebut telapak ekologis (ecological footprint/demand), dan dapat dibandingkan dengan biokapasitas (biocapacity/ supply ) dengan satuan hektar global (gha). Luasan permintaan (area demanded) bisa lebih besar dari luasan pasokan (area supplied), jika permintaan suatu ekosistem melebihi kemampuan ekosistemnya untuk menyediakannya. 2
Telapak Ekologis Di Indonesia
B. Komponen Perhitungan Telapak Ekologis Dalam melakukan perhitungan dan analisis telapak ekologis wilayah Indonesia digunakan metoda yang telah dikembangkan oleh Global Footprint Network (GFN‐USA) sebagaimana diuraikan dalam Guidebook to the National Footprint Accounts 2008. Luasan bioproduktif diartikan sebagai semua luasan lahan yang berkontribusi terhadap biokapasitas yang memberikan pasokan konsentrasi biomasa secara ekonomis. Luasan bioproduktif adalah luasan daratan dan perairan (perairan daratan dan perairan laut) yang mendukung proses fotosintesis secara signifikan kemudian mengakumulasi biomasa yang dimanfaatkan oleh manusia. Dalam perhitungan telapak ekologis (TE) dan perhitungan biokapasitas (BK), digunakan 2 (dua) faktor konversi yaitu: 1. Faktor penyama (equivalent factor) Faktor penyama merupakan faktor yang mengkonversi satuan lokal lahan tertentu menjadi satuan yang universal, yaitu hektar global (gha). Faktor penyama telah ditentukan oleh Global Footprint Network (GFN) untuk 6 (enam) kategori lahan, yaitu: lahan pertanian (2,64), lahan perikanan (0,40), lahan peternakan (0,50), lahan kehutanan (1,33), lahan terbangun (2,64) dan lahan penyerapan karbon/lahan yang diperlukan untuk mengabsorsi CO2 yang bersumber dari bahan bakar fosil (1,33). 2. Faktor panen (yield factors) Faktor panen menggambarkan perbandingan antara luasan lahan bioproduktif di suatu wilayah dengan luasan lahan bioproduktif yang sama di wilayah yang lain untuk tiap komoditas yang sama. Faktor ini juga menggambarkan kemampuan suatu populasi untuk menyertakan penguasaan teknologi dan manajemen dalam pengelolaan lahan. Setiap wilayah memiliki faktor panen masing‐masing dan dihitung per tahun. Telapak Ekologis Di Indonesia
3
Dalam metoda yang dikembangkan oleh GFN, demand digambarkan dalam bentuk hasil akhir perhitungan telapak ekologis (ecological footprint) pada suatu wilayah. Sedangkan supply digambarkan dalam bentuk biokapasitasnya (biocapacity). Kondisi yang diharapkan adalah nilai total demand/telapak ekologisnya lebih rendah dibandingkan nilai supply/biokapasitasnya guna menjamin keberkelanjutan pemanfaatan sumber daya alam. C. Perhitungan Demand/Telapak Ekologis (TE)/Ecological Footprint (EF) Telapak ekologis menggambarkan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia dari alam yang dicerminkan dalam konsumsi bersih (net consumption) dari produk‐produk yang dikategorikan seperti produk pertanian, produk peternakan, produk kehutanan, produk perikanan, keperluan ruang dan lahan, serta konsumsi energi. Konsumsi bersih merupakan konsumsi aktual yang dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan (ekspor‐impor). Perhitungan konsumsi aktual akan menambahkan barang yang diimpor dan mengurangi barang yang diekspor yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
Konsumsi Bersih/Total (ton) = Produksi Lokal (ton) + Impor (ton) – Ekspor (ton) Telapak Ekologis(TE/EF) untuk semua kategori lahan dihitung dengan menggunakan persamaan:
EF = Keterangan:
P ⋅ YF ⋅ EQF YN
EF = ecological footprint/telapak ekologis (TE); P = jumlah produk dipanen atau limbah yang dihasilkan; YN = produktivitas nasional rata‐rata untuk P; YF = yield factor (faktor panen); EQF = equivalence factor (faktor ekivalensi untuk kategori lahan dimaksud).
Pada hasil perhitungan, untuk nilai TE Konsumsi=0 walaupun nilai (TE Produksi+TE Impor)
4
Telapak Ekologis Di Indonesia
D. Perhitungan Supply/Biokapasitas (BK)/Biocapacity (BC) Biokapasitas adalah kapasitas ekosistem untuk menghasilkan material‐material biologi yang berguna dan kapasitas untuk menyerap buangan material yang dihasilkan oleh kegiatan manusia dengan menggunakan cara pengelolaan dan teknologi yang dikuasai saat ini. Seperti halnya telapak ekologis, biokapasitas terdiri dari 6 (enam) kategori lahan, yaitu lahan pertanian, lahan peternakan, lahan kehutanan, lahan perikanan, lahan terbangun dan lahan penyerap karbon. Menurut ketentuan GFN‐USA dalam Guidebook to the National Footprint Accounts 2008, lahan penyerap karbon dianggap tidak memiliki nilai biokapasitas (ditunjukkan dalam seluruh tabel nilai biokapasitas lahan penyerap karbon adalah 0), berdasarkan asumsi bahwa seluruh penyerapan karbon dilakukan oleh lahan kehutanan sehingga nilai biokapasitas lahan penyerap karbon adalah 0 (nol) atau merupakan objek dari biokapasitas lahan kehutanan. Pada metoda perhitungan ini, nilai telapak ekologis dan biokapasitas lahan terbangun adalah sama. Permintaan akan lahan terbangun dan infrastruktur (TE lahan terbangun) terhadap persediaan lahan (BK lahan terbangun) akan berbanding lurus, dimana setiap pembukaan lahan baru akan selalu diiringi dengan tumbuhnya lahan terbangun. Biokapasitas (BK/BC) untuk semua kategori lahan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Keterangan:
BC = A x YF x EQF BC = biocapacity/biokapasitas (BK); A = luas lahan dari setiap kategori lahan; YF = yield factor (faktor panen); EQF = equivalence factor (faktor ekivalensi untuk kategori lahan dimaksud).
Telapak Ekologis Di Indonesia
5
E. Perhitungan Defisit Ekologis/Ecological Footprint Deficit (ED) Nilai defisit ekologis menunjukkan apakah sebuah wilayah telah melampaui daya dukungnya atau belum. Sebuah wilayah dikatakan telah melampaui daya dukungnya apabila nilai telapak ekologisnya lebih besar dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya. Nilai telapak ekologis yang lebih besar dibandingkan dengan nilai biokapasitas menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah tersebut telah menggunakan sumber daya alam lebih besar dari kapasitas alam untuk menyediakannya. Defisit Ekologis dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
ED = EFtotal ‐ BCtotal
Keterangan: ED
= ecological deficit (defisit ekologis); EFtotal = ecological footprint total (telapak ekologis total); BCtotal = biocapacity total (biokapasitas total).
Besaran tingkat defisit ekologis dapat diinterpretasikan dengan menggunakan acuan yang bersumber dari studi yang dilakukan oleh China Council for International Cooperation on Environment and Development‐World Wide Fund for Nature (CCICED‐WWF) tahun 2006, sebagaimana disajikan dalam tabel 1. 6
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 1. Nilai Ecological Deficit (ED) atau Lebih Wilayah Defisit
Wilayah Cadangan atau Seimbang
(Deficit Region)
(Reserve or Balanced Regions)
Very severe deficit (ED>2.0) Severe deficit (1.0<ED≤2.0) Moderate deficit (0.5<ED≤1.0) Minor deficit (0.1<ED≤0.5)
Balanced regions (‐0.1<ED≤0.1) Reserve regions (ED≤‐0.1)
Sumber: CCICED‐WWF, 2006
Bruntland Report, Our Common Future, menyisihkan 12% untuk keanekaragaman hayati (Bruntland Report mengasumsikan bahwa biokapasitas yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar 88%, sementara yang 12% disisakan untuk keanekaragaman hayati). Telapak Ekologis Di Indonesia
7
C. TELAPAK EKOLOGIS DI INDONESIA A. Hasil Analisis Telapak Ekologis Pulau Sumatera Secara umum, daya dukung Pulau Sumatera sebagai penyedia sumber daya penghasil produk pertanian, peternakan, dan kehutanan masih dalam kondisi surplus, sedangkan sebagai penyedia sumber daya penghasil produk perikanan telah mengalami defisit. Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Pulau Sumatera memiliki konsumsi yang besar terhadap produk pertanian. Hal ini dapat dilihat pada nilai telapak ekologis untuk penggunaan lahan pertanian memiliki nilai paling tinggi dibandingkan nilai telapak ekologis lainnya (Tabel 2). Meskipun nilai konsumsi telapak ekologis lahan pertanian paling tinggi, tetapi nilainya belum melebihi nilai biokapasitasnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber daya Pulau Sumatera untuk menghasilkan produk pertanian belum terlampaui. Meskipun demikian, pemanfaatan sumber daya alam di sektor pertanian harus tetap dilakukan secara bijaksana dengan tetap memperhatikan daya dukung wilayah serta melalui peningkatan biokapasitas wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk dapat terus mendukung kebutuhan produk pertanian bagi masyarakat di Pulau Sumatera dan masyarakat di luar Pulau Sumatera (ditunjukkan dengan nilai telapak ekologis ekspor komponen pertanian yang paling tinggi). Untuk biokapasitas lahan kehutanan mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya, salah satunya dikarenakan adanya Taman Nasional Gunung Leuser (terletak di Provinsi NAD dan Sumatera Utara) dan Taman Nasional Kerinci Seblat (terletak di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu) yang tetap dipertahankan keberadaannya. Hal ini ditunjukkan dengan diagram komponen lahan kehutanan di Provinsi NAD, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu (Gambar 1). Untuk komponen lahan perikanan, nilai biokapasitasnya jauh dibawah nilai telapak ekologisnya, hal ini menunjukkan tingkat konsumsi produk perikanan masyarakat di Pulau Sumatera yang relatif tinggi. 8
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 2. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Sumatera TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
64.781.358
1.047.326
14.226.926
51.601.757
Peternakan
0
22.803
21
22.782
133.269
Surplus
Kehutanan
4.572.656
113
6.346
4.566.423
9.833.289
Surplus
Perikanan
7.766.477
14.221
553.008
7.227.691
60.140
Penyerap Karbon
64.728
224
3.241
61.711
0
-
Lahan Terbangun
11.285.243
0
0
11.285.243
11.285.243
-
TOTAL
88.470.462
1.084.687
14.789.543
74.765.606
94.097.541
Surplus
Penggunaan Lahan Pertanian
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Surplus 72.785.601
Defisit
(gha)
Gambar 1. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Provinsi di Pulau Sumatera Telapak Ekologis Di Indonesia
9
B. Hasil Analisis Telapak Ekologis Pulau Sulawesi Dari hasil analisis perhitungan, menunjukkan bahwa daya dukung Pulau Sulawesi sebagai penyedia sumber daya penghasil produk pertanian, produk peternakan, dan produk kehutanan masih dalam keadaan surplus, sedangkan untuk penghasil produk perikanan telah mengalami defisit. Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Pulau Sulawesi memiliki konsumsi yang besar terhadap produk perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai telapak ekologis komponen lahan perikanan yang cukup tinggi yaitu 10.152.579 gha. Dari Tabel 3 dapat diketahui, komponen lahan perikanan di Pulau Sulawesi memiliki nilai telapak ekologis yang jauh melebihi biokapasitasnya. Dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan di Pulau Sulawesi sangat tinggi atau telah terjadi penangkapan ikan berlebih (over fishing) di wilayah perairan Pulau Sulawesi. Untuk komponen lahan kehutanan, perbandingan antara nilai biokapasitas dengan nilai telapak ekologis menunjukkan hasil yang paling tinggi bila dibandingkan dengan komponen lainnya. Jika dilihat dari Gambar 2, biokapasitas komponen lahan kehutanan untuk seluruh provinsi di Pulau Sulawesi mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan telapak ekologisnya. Salah satu penyumbang tingginya biokapasitas komponen lahan kehutanan adalah nilai biokapasitas di Provinsi Sulawesi Tengah, hal ini dikarenakan keberadaan Taman Nasional Lore Lindu yang dijadikan sebagai lokasi perlindungan hayati dan pelestarian ekosistem di Pulau Sulawesi. Tingginya nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian berasal dari sumbangan nilai telapak ekologis produksi. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat Pulau Sulawesi yang tinggi terhadap produk pertanian. Meskipun demikian, nilai biokapasitas komponen lahan pertanian masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya, oleh karenanya sumber daya untuk menghasilkan produk pertanian masih dalam keadaan surplus. 10
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 3. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Pulau Sulawesi
Penggunaan Lahan Pertanian
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
TEEkspor (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
9.356.668
5.076.817
1.995.273
12.438.212
14.446.022
Surplus
Peternakan
0
0
0
0
2.253.687
-
Kehutanan
105.061
16
677
104.400
5.840.142
Surplus Defisit
Perikanan
10.152.547
32
0
10.152.579
2.897.265
Penyerap Karbon
8.641
0
24.249
0
0
-
Lahan terbangun
1.012.949
0
0
1.012.949
1.012.949
-
20.635.866
5.076.864
2.020.199
23.708.139
26.450.065
Surplus
TOTAL
(gha)
TE BK TE BK
TE BK TE BK
TE BK TE BK
TE BK TE BK
TE BK TE BK
TE BK TE BK
Gambar 2. Perbandingan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Pulau Sulawesi Telapak Ekologis Di Indonesia
11
C. Hasil Analisis Perhitungan Telapak Ekologis Pulau Bali Secara umum, daya dukung Pulau Bali sebagai penyedia sumber daya telah mengalami defisit, hal ini ditunjukkan dengan nilai telapak ekologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai biokapasitas di seluruh kategori lahan. Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata, baik domestik maupun mancanegara. Banyaknya pendatang dan wisatawan menjadikan Pulau Bali sebagai daerah dengan konsumsi masyarakat yang cukup besar dibandingkan dengan konsumsi penduduk Indonesia pada umumnya. Nilai telapak ekologis terbesar adalah komponen lahan penyerap karbon sebesar 2.433.016 gha, kemudiaan diikuti oleh lahan pertanian 2.397.717 gha, dan lahan perikanan 697.383 gha. Besarnya nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian tidak diimbangi dengan biokapasitasnya. Hal ini berarti bahwa tingkat konsumsi produk pertanian di Pulau Bali sangat besar dan daya dukung wilayah sebagai penyedia sumber dayanya telah terlampaui. Melalui hasil analisis ini, dapat diinformasikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam di Pulau Bali guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya telah melampaui daya dukung wilayahnya. Tabel 4. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Pulau Bali
12
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 2.397.717
Biokapasitas (BK) (gha) 712.810
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian
2.412.251
2.648
17.182
Peternakan
2
36
0
39
3
Defisit
Kehutanan
331.559
1
14
331.545
4.869
Defisit
Perikanan
733.085
2.635
38.337
697.383
394
Defisit
Penyerap Karbon
2.432.846
215
45
2.433.016
0
-
Lahan terbangun TOTAL
87.168
0
0
87.168
87.168
-
5.707.153
295.292
55.577
5.946.868
805.214
Defisit
Telapak Ekologis Di Indonesia
Keterangan (BK-TE) Defisit
(gha) TE BK Bali Gambar 3. Perbandingan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Pulau Bali D. Hasil Analisis Perhitungan Telapak Ekologis Kepulauan Nusa Tenggara Secara umum, daya dukung Kepulauan Nusa Tenggara sebagai penyedia sumber daya penghasil produk pertanian dan perikanan telah mengalami defisit, sedangkan untuk penghasil produk peternakan dan kehutanan masih dalam kondisi surplus. Keadaan seperti kondisi tersebut di atas juga terjadi di kedua provinsi di Kepulauan Nusa Tenggara yaitu provinsi Nusa Tenggara Barat dan provinsi Nusa Tenggara Timur. Kepulauan Nusa Tenggara merupakan salah satu dari beberapa pulau di Indonesia yang memiliki potensi berupa hasil pertanian. Potensi tersebut dapat dilihat dari nilai telapak ekologis di Kepulauan Nusa Tenggara yang tertinggi ada pada komponen lahan pertanian. Nilai yang tinggi ini berasal dari sumbangan nilai telapak ekologis produksi yang ternyata paling tinggi dibandingkan komponen yang lain. Meskipun demikian, potensi sektor pertanian yang besar tidak diimbangi dengan kapasitas alamnya (nilai biokapasitas lebih rendah dibandingkan nilai telapak ekologis). Sama halnya dengan komponen lahan perikanan yang nilai biokapasitasnya lebih rendah dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya. Dalam hal ini, upaya pemanfaatan sumber daya alam sebagai penyedia produk pertanian dan produk perikanan perlu dilakukan secara bijaksana, sehingga upaya pemenuhan kebutuhan produk pertanian dan produk perikanan bagi masyarakat Kepulauan Nusa Tenggara dapat tercapai dan berkelanjutan untuk generasi yang akan datang. Telapak Ekologis Di Indonesia
13
Nilai biokapasitas yang paling tinggi terdapat pada komponen lahan peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa Kepulauan Nusa Tenggara memiliki kapasitas alam yang tinggi sebagai penyedia produk peternakan (Tabel 5). Nilai biokapasitas komponen lahan peternakan ini, menunjukkan nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan komponen lain untuk kedua provinsi (NTB dan NTT). Namun demikian, kapasitas alam (supply) sebagai penyedia produk peternakan di Provinsi NTT telah dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dan permintaan (demand) masyarakatnya, sedangkan di Provinsi NTB ketersediaan kapasitas alamnya belum dimanfaatkan secara optimal atau tidak banyaknya permintaan masyarakat terhadap produk peternakan (ditunjukkan dengan nilai telapak ekologis komponen lahan peternakan pada Gambar 4). Begitu juga dengan komponen lahan kehutanan, nilai biokapasitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya. Hal ini menunjukkan bahwa Kepulauan Nusa Tenggara masih memiliki kapasitas alam untuk menghasilkan produk kehutanan. Tabel 5. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Kepulauan Nusa Tenggara Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Pertanian
2.252.807
142.337
722.737
1.672.408
701.612
Peternakan
1.338.498
0
161.661
1.176.837
2.385.296
Surplus
Kehutanan
25.917
0
26
25.890
909.241
Surplus
Perikanan
Defisit
Keterangan (BK-TE) Defisit
961.244
0
9
961.235
19.757
Penyerap Karbon
11
108
0
118
0
-
Lahan terbangun
97.283
0
0
97.283
97.283
-
4.675.760
142.445
884.433
3.933.772
4.113.189
TOTAL
14
Biokapasitas (BK) (gha)
Telapak Ekologis Di Indonesia
Surplus
TE
(gha)
BK
NTB
TE
BK
NTT
Gambar 4. Perbandingan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Kepulauan Nusa Tenggara E. Hasil Analisis Perhitungan Telapak Ekologis Kepulauan Maluku Dari hasil analisis perhitungan, menunjukkan bahwa daya dukung Kepulauan Maluku sebagai penyedia sumber daya penghasil produk pertanian dan perikanan telah mengalami defisit, sedangkan daya dukung sebagai penyedia sumber daya penghasil produk kehutanan masih surplus. Namun demikian, secara total nilai biokapasitas (2.959.192 gha) dan nilai telapak ekologis (2.840.801 gha) Kepulauan Maluku mempunyai nilai yang sudah tidak berbeda jauh (tidak signifikan). Ditinjau dari posisi geografis, Kepulauan Maluku yang terletak di tepian Pasifik memiliki posisi yang sangat strategis. Posisi strategis ini merupakan peluang untuk pengembangan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Pemanfaatan peluang pengembangan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara akan lebih berarti, karena kedua provinsi tersebut memiliki potensi sumber daya alam kelautan.
Telapak Ekologis Di Indonesia
15
Produksi perikanan laut maupun perikanan darat yang melimpah menjadikan telapak ekologis konsumsi komponen lahan perikanan di Kepulauan Maluku mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai telapak ekologis produksi komponen lahan perikanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Namun demikian, nilai telapak ekologis komponen perikanan telah melebihi nilai biokapasitasnya, hal ini berarti pemanfaatan sumber dayanya telah melebihi kapasitas sumber daya perikanan yang ada. Kepulauan Maluku juga memiliki potensi sumber daya alam melimpah yang menjadi penyumbang perekonomian terbesar yaitu sumber daya pertanian. Hal ini juga diperlihatkan dengan nilai telapak ekologis produksi yang tinggi untuk komponen lahan pertanian. Sama halnya dengan komponen lahan perikanan, nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya, meskipun nilainya sudah tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya pertanian telah melebihi kapasitas penyedianya. Surplusnya daya dukung Kepulauan Maluku terhadap penyedia sumber daya kehutanan, ditunjukkan dengan nilai biokapasitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya. Tingginya biokapasitas komponen lahan kehutanan berasal dari nilai biokapasitas di Provinsi Maluku Utara (Gambar 5). Dalam hal ini, sumber daya alam hutan di Kepulauan Maluku mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan produk kehutanan dan dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, namun dalam pemanfaatannya tetap harus memperhatikan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagai upaya untuk mencapai keberlanjutan. 16
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 6. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Kepulauan Maluku
130.044
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 725.766
Biokapasitas (BK) (gha) 569.995
0
839.350
839.350
0
467
144.636
1.489.366
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian
845.955
9.854
Peternakan
839.350
0
Kehutanan
145.103
Penggunaan Lahan
Perikanan
Keterangan (BK-TE) Defisit Surplus
1.142.985
610
41.322
1.102.273
31.710
Penyerap Karbon
5
0
3
3
0
-
Lahan terbangun
28.772
0
0
28.772
28.772
-
3.002.171
10.464
171.834
2.840.801
2.959.192
TOTAL
Defisit
Surplus
(gha)
TE
BK
Maluku
TE
BK
Maluku Utara
Gambar 5. Perbandingan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Kepulauan Maluku Telapak Ekologis Di Indonesia
17
F. Hasil Analisis Perhitungan Telapak Ekologis Pulau Papua Jika dilihat pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa seluruh daya dukung sumber daya Pulau Papua sebagai penyedia produk pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan masih surplus, sehingga secara total daya dukung Pulau Papua masih dalam kondisi surplus yaitu 20.357.741 gha. Meskipun demikian dalam pemanfaatannya tetap harus memperhatikan keberlanjutan sumber daya dan lingkungan. Dari hasil perhitungan biokapasitas total Pulau Papua, dapat dilihat juga bahwa kemampuan daya dukung wilayah untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia tinggi, khususnya sumber daya pertanian dan sumber daya kehutanan. Pulau Papua secara umum mampu mendukung kebutuhan masyarakatnya sendiri, hal ini tercermin dari nilai telapak ekologis produksi di semua komponen yang tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologis impor, khususnya berasal dari komponen lahan pertanian yang mempunyai nilai telapak ekologis paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa konsumsi masyarakat di Pulau Papua dapat terpenuhi oleh produksi lokal. Salah satu penyebab tingginya nilai biokapasitas komponen lahan kehutanan adalah kondisi geografis Pulau Papua yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan. Hal ini menunjukkan, potensi yang besar pada sumber daya hutan. Selain nilai biokapasitas komponen lahan kehutanan yang tinggi, nilai biokapasitas untuk komponen lahan pertanian juga sangat tinggi. Besarnya biokapasitas lahan pertanian di Pulau Papua masih memungkinkan untuk meningkatkan produksi pertanian dengan berbagai teknologi, sehingga eksploitasi sumber daya alam tidak hanya di sektor kehutanan saja mengingat regenerasi tanaman hutan membutuhkan waktu yang cukup lama. 18
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 7. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Pulau Papua TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian
861.436
380
88.068
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 773.748
Peternakan
357.190
0
113.888
243.302
357.190
Surplus
Kehutanan
383.003
0
53.810
329.193
9.165.747
Surplus
Perikanan
282.055
214
262
282.007
401.566
Surplus
Penyerap Karbon
19
0
0
19
0
-
Lahan terbangun
535.186
0
0
535.186
535.186
-
2.418.889
594
256.029
2.163.454
20.357.741
Penggunaan Lahan
TOTAL
Biokapasitas (BK) (gha) 9.898.051
Keterangan (BK-TE) Surplus
Surplus
(gha)
TE
BK
Papua Barat
TE
BK
Papua
Gambar 6. Perbandingan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Pulau Papua Telapak Ekologis Di Indonesia
19
G. Hasil Analisis Telapak Ekologis Pulau Jawa Secara keseluruhan daya dukung masing‐masing provinsi di Pulau Jawa telah mengalami defisit (nilai biokapasitas lebih rendah dibandingkan nilai telapak ekologis). Sektor pertanian menjadi sektor andalan sekaligus menjadi kontribusi telapak ekologis terbesar diantara komponen lainnya. Nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian yang paling tinggi ada di Provinsi Jawa Tengah. Daya dukung Pulau Jawa sebagai penyedia sumber daya penghasil produk kehutanan yang masih surplus terdapat pada Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sedangkan untuk komponen lahan perikanan di seluruh Provinsi daya dukungnya telah mengalami defisit. Nilai telapak ekologis lahan penyerap karbon di Provinsi DKI Jakarta paling tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa, yang kemudian diikuti Provinsi Jawa Timur. Data perhitungan telapak ekologis dan biokapasitas Pulau Jawa disajikan dalam tabel per provinsi. Tabel 8. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi DKI Jakarta
Penggunaan Lahan
Pertanian
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE)
4.343.805
437
Peternakan
1.715
10.045
Kehutanan
12.616
457
Defisit
Perikanan
2.047.015
133
Defisit
Penyerap Karbon
7.016.882
0
-
Lahan terbangun
130.933
130.933
-
13.552.967
142.005
Defisit
TOTAL
20
Defisit
Telapak Ekologis Di Indonesia
Surplus
Daya dukung Provinsi DKI Jakarta telah mengalami defisit, terlihat dari nilai telapak ekologisnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai biokapasitasnya. Ketergantungan konsumsi penduduk DKI Jakarta terhadap provinsi lain sangat tinggi, terutama pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dari seluruh nilai telapak ekologis di Provinsi DKI Jakarta, nilai telapak ekologis komponen lahan penyerap karbon paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini dikarenakan pola konsumsi penggunaan energi yang tinggi oleh masyarakat Provinsi DKI Jakarta maupun sekitarnya, seperti pada sektor transportasi dan sektor industri. Tabel 9. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Banten
Penggunaan Lahan
Pertanian
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE) Surplus
1.799.662
2.246.468
Peternakan
61.268
61.268
-
Kehutanan
32.503
39.150
Surplus
Perikanan
388.577
0
-
Penyerap Karbon
303.604
0
-
Lahan terbangun
287.760
287.760
-
2.873.374
2.634.645
TOTAL
Defisit
Berbeda dengan provinsi lainnya, nilai biokapasitas komponen lahan pertanian di Provinsi Banten masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya. Begitu juga dengan komponen lahan kehutanan, nilai biokapasitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya meskipun tidak terlalu signifikan perbedaannya. Hal ini menunjukkan pola konsumsi yang cenderung lebih hemat pada masyarakat di Provinsi Banten jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa dan Provinsi Banten memiliki potensi yang tinggi di sektor pertanian namun belum dimanfaatkan ataupun tidak termanfaatkan dengan baik. Telapak Ekologis Di Indonesia
21
Tabel 10. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Barat
Penggunaan Lahan
Pertanian
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE)
11.628.485
8.497.350
Defisit
Peternakan
251.029
251.029
-
Kehutanan
137.651
211.545
Surplus
Perikanan
2.010.487
22.126
Defisit
Penyerap Karbon
2.249.759
0
-
Lahan terbangun
1.040.251
1.040.251
-
17.317.662
10.022.301
Defisit
TOTAL
Jika melihat Tabel 10, daya dukung Provinsi Jawa Barat yang masih mengalami surplus hanya terdapat pada sumber daya penyedia produk kehutanan. Hal ini dikarenakan dengan keberadaan kawasan hutan di beberapa dataran tinggi di Provinsi Jawa Barat. Meskipun demikian, keberadaan kawasan hutan tersebut seharusnya dapat dipertahankan. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian khusus, karena posisi/letak Provinsi Jawa Barat yang menjadi daerah hulu di kawasan strategis Jabodetabekpunjur, sehingga menjadi daerah resapan air yang secara ekologis mempunyai fungsi untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif terjadinya banjir maupun tanah longsor. Untuk komponen lahan pertanian dan komponen lahan perikanan, daya dukung Provinsi Jawa Barat terhadap penyedia sumber daya penghasil produk pertanian dan produk perikanan telah mengalami defisit. Nilai telapak ekologis untuk komponen lahan pertanian Provinsi Jawa Barat terdapat di urutan kedua tertinggi di Pulau Jawa. 22
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 11. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Tengah
Penggunaan Lahan Pertanian
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE)
16.224.856
756.603
Defisit
Peternakan
0
12.737
-
Kehutanan
194.075
356.272
Surplus
Perikanan
Defisit
60.313
17.049
Penyerap Karbon
1.555.363
0
-
Lahan terbangun
237.227
237.227
-
18.271.834
1.379.888
TOTAL
Defisit
Sama halnya dengan Provinsi Jawa Barat, daya dukung di Provinsi Jawa Tengah yang telah defisit adalah untuk komponen lahan pertanian dan lahan perikanan. Sedangkan yang masih surplus, terdapat pada komponen lahan peternakan dan lahan kehutanan. Nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian menjadi kontribusi terbesar untuk nilai telapak ekologis secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung masih relatif boros di Provinsi Jawa Tengah maupun di luar provinsi terhadap penggunaan produk pertanian, serta kurangnya pertimbangan terhadap kemampuan/kapasitas alam dalam menyediakannya. Untuk komponen lahan kehutanan yang masih surplus, ditunjukkan dengan nilai biokapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya, meskipun demikian nilainya tidak terlalu berbeda jauh (tidak signifikan). Telapak Ekologis Di Indonesia
23
Tabel 12. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Jawa Timur Penggunaan Lahan
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Pertanian
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE)
4.079.377
217.107
Defisit
Peternakan
117.030
117.030
-
Kehutanan
3.691.916
2,277.175
Defisit
378.308
33.102
Defisit
4.687.132 48.277
0 48.277
-
13.002.039
2.692.692
Perikanan
Penyerap Karbon
Lahan terbangun TOTAL
Defisit
Dalam Tabel 12 dapat diketahui bahwa hampir seluruh komponen penggunaan lahan di Provinsi Jawa Timur telah mengalami defisit. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai telapak ekologis dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya. Berbeda dengan provinsi‐provinsi lain di Pulau Jawa dimana nilai telapak ekologis tertinggi pada komponen lahan pertanian, telapak ekologis di Provinsi Jawa Timur paling tinggi berasal dari komponen lahan penyerap karbon. Hal ini menggambarkan kota‐kota di Jawa Timur cenderung lebih boros dalam penggunaan energi dibandingkan dengan provinsi lainnya. Begitu juga untuk komponen daya dukung wilayah lainnya, yaitu penggunaan lahan pertanian, lahan kehutanan, dan lahan perikanan telah mengalami defisit terhadap penyediaan sumber daya penghasil produk pada lahan tersebut. Hal ini menunjukkan pola konsumsi atau kebutuhan terhadap produk pertanian, produk kehutanan, dan produk perikanan masyarakat Provinsi Jawa Timur yang relatif tinggi dibandingkan dengan kemampuan/kapasitas alam menyediakannya. 24
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 13. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi DI Yogyakarta
Penggunaan Lahan Pertanian
TE Konsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (gha) (BK-TE)
1.192.044
393.575
Defisit
Peternakan
55.889
55.889
-
Kehutanan
12.265
2.114
Defisit
Perikanan
Defisit
26.630
15.326
Penyerap Karbon
976.024
0
-
Lahan terbangun
225.896
225.896
-
2.488.750
692.801
Defisit
TOTAL
Sama halnya dengan Provinsi Jawa Timur, hampir seluruh daya dukung Provinsi DI Yogyakarta sebagai penyedia sumber daya telah mengalami defisit. Nilai telapak ekologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya pada lahan pertanian, lahan perikanan, dan lahan kehutanan, menggambarkan pola konsumsi/kebutuhan yang lebih tinggi pada penggunaan lahan‐lahan tersebut dibandingkan dengan ketersediannya. H. Hasil Analisis Telapak Ekologis di Pulau Kalimantan Secara keseluruhan, nilai biokapasitas seluruh provinsi di Pulau Kalimantan masih memiliki nilai yang tinggi dibandingkan nilai telapak ekologisnya. Hampir di semua provinsi, komponen penggunaan lahan kehutanan memiliki nilai biokapasitas yang tinggi, kecuali di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan berada di posisi pertama dan kedua terbesar. Pulau Kalimantan adalah salah satu pulau besar di Indonesia yang mempunyai kawasan hutan yang relatif cukup luas. Salah satu faktor penyebab tingginya nilai biokapasitas adalah masih luasnya kawasan hutan yang dipertahankan keberadaannya serta hutan produksi yang telah direboisasi, sehingga dapat menambah nilai produksi hasil kehutanan secara maksimal. Telapak Ekologis Di Indonesia
25
Untuk nilai biokapasitas komponen lahan pertanian yang tertinggi di Pulau Kalimantan berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini menunjukkan potensi sumber daya alam yang besar untuk sektor pertanian, meskipun demikian hasil perhitungan telapak ekologisnya relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya untuk menghasilkan produk pertanian belum dilakukan secara optimal. Data perhitungan telapak ekologis dan biokapasitas di Pulau Kalimantan disajikan dalam tabel per provinsi. Tabel 14. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Barat
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
Pertanian
1.296.658
10,404
21.143
1.285.920
0
-
Peternakan
0
0
0
0
7.218.801
-
Kehutanan
0
941
16.342
0
3.506.811
-
Perikanan
0
3.737
866
2.871
133.103
Penyerap Karbon
Surplus
361.693
103
2.609
359.187
0
-
Lahan terbangun
207.222
0
0
207.222
207.222
-
TOTAL
1.865.573
15.186
40.960
1.855.200
11.065.937
Surplus
Secara umum, daya dukung Provinsi Kalimantan Barat sebagai penyedia sumber daya untuk produk peternakan, produk kehutanan, dan produk perikanan masih dalam kondisi surplus. Dari semua komponen, nilai biokapasitas yang tertinggi terdapat pada komponen lahan peternakan. Hal ini menunjukkan kapasitas alam sebagai penghasil produk peternakan masih relatif tinggi. Untuk nilai telapak ekologis yang tertinggi berasal pada komponen lahan pertanian, dengan kontribusi terbesar berasal dari nilai telapak ekologis produksi. 26
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 15. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Tengah
Penggunaan Lahan Pertanian
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
229.936
0
0
229.936
5.631.332
Surplus
Peternakan
27.356
0
0
27.356
957.572
Surplus
Kehutanan
0
0
0
0
8.636.220
Perikanan
-
411.021
0
0
411.021
3,019
Penyerap Karbon
727
123
1.161
0
0
-
Lahan terbangun
0
0
0
0
0
-
669.040
123
1.161
668.314
15.228.143
TOTAL
Defisit
Surplus
Secara total, daya dukung Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penyedia sumber daya masih dalam kondisi surplus. Sementara untuk per komponen penggunaan lahan, kondisi surplus terdapat pada komponen pertanian, komponen peternakan, dan komponen kehutanan. Tingginya nilai biokapasitas komponen kehutanan dibandingkan komponen lain, salah satunya disebabkan oleh kawasan hutan yang dipertahankan keberadaannya, yang dianalisis sebagai penghasil produk kehutanan. Nilai biokapasitas komponen lahan pertanian berada di urutan kedua terbesar setelah komponen lahan kehutanan. Hal ini menggambarkan besarnya potensi di sektor pertanian. Meskipun demikian, masyarakatnya masih belum memanfaatkan secara optimal sumber daya penghasil produk pertanian atau minimnya permintaan masyarakat terhadap produk pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai telapak ekologis yang sangat jauh di bawah kapasitas alam menyediakannya (Tabel 15). Untuk nilai telapak ekologis komponen lahan perikanan mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan komponen lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat terhadap produk perikanan yang relatif tinggi. Telapak Ekologis Di Indonesia
27
Tabel 16. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Selatan Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
Pertanian
1.984.681
1.507.983
734.479
2.758.185
298.634
Peternakan
1.243.020
0
0
1.243.020
1.243.020
-
Kehutanan
0
0
156.313
0
7.954.283
-
Perikanan
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Penggunaan Lahan
Defisit
808.004
0
1.271.624
0
24.548
-
Penyerap Karbon
7.506
2.452.876
4.328
2.456.054
0
-
Lahan terbangun
18.474
0
0
18.474
18.474
-
4.061.685
3.960.859
2.166.745
6.475.733
9.538.958
TOTAL
Surplus
Berbeda dengan Provinsi Kalimantan Tengah, nilai telapak ekologis komponen lahan pertanian di Kalimantan Selatan yang tinggi tidak diimbangi dengan nilai biokapasitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat terhadap produk pertanian dan pola konsumsi masyarakatnya relatif besar. Jika dilihat secara total pada Tabel 16, daya dukung Provinsi Kalimantan Selatan masih dalam kondisi surplus. Sama halnya dengan Provinsi Kalimantan Tengah, nilai biokapasitas komponen lahan kehutanan lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Nilai telapak ekologis lahan penyerap karbon yang besar di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu 2.456.054 gha, dikarenakan sumbangan telapak ekologis impornya. Tingginya nilai ini dikarenakan pola konsumsi energi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan transportasi dalam mendatangkan produk pertanian (impor). Hal ini diindikasikan oleh tingginya nilai telapak ekologis impor untuk komponen lahan pertanian Provinsi Kalimantan Selatan.
28
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 17. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kalimantan Timur
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian Peternakan
3.332.856
3
0
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 3.332.860
3.081.693
2
0
3.081.694
Kehutanan
53.227
0
0
53.227
5.713.033
Perikanan
650.948
0
-
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Defisit 1.284.869 3.081.693
650.948
0
0
Penyerap Karbon
5.005
2.407
10.743
0
0
Lahan terbangun
2.184 7.125.912
0 2.413
0 10.743
2.184 7.120.913
2.184 10.081.779
TOTAL
Surplus
Surplus
Sama halnya dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, daya dukung terhadap penyedia sumber daya adalah masih dalam kondisi surplus. Namun demikian, daya dukung Provinsi Kalimantan Timur sebagai penyedia sumber daya penghasil produk pertanian sudah mengalami defisit. Nilai telapak ekologis tertinggi pertama dan kedua berada pada komponen lahan pertanian dan komponen lahan peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dan pola konsumsi masyarakat terhadap produk pertanian dan produk peternakan adalah relatif tinggi. Nilai biokapasitas tertinggi bila dibandingkan dengan komponen lahan lainnya adalah komponen lahan kehutanan. Telapak Ekologis Di Indonesia
29
I. Hasil Analisis Telapak Ekologis di Indonesia Tabel 18. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Indonesia Tahun 2007 Penggunaan Lahan
TE Produksi
TE Impor
TE Ekspor
TE konsumsi (TEtotal) [gha/ [gha] orang]
[gha]
[gha/ orang]
[gha]
[gha/ orang]
[gha]
[gha/ orang]
132.128.012
0,57
11.005.696
0,05
61.028.663
0,26
82.105.045
0,35
Peternakan
0
0,00
936.824
0,00
129.466
0,00
807.357
Kehutanan
14.428.007
0,06
1.127.545
0,00
3.728.450
0,02
Perikanan
41.679.658
0,18
1.404.101
0,01
214.550
Penyerap Karbon
99.619.221
0,43
33.165
0,00
12.022
Lahan terbangun
11.452.235
0,05
0
299.307.133
1,29
14.507.331
Pertanian
TOTAL
0 0,06
0 65.113.152
Biokapasitas [gha/ orang]
(BK-TE)
81.179.238
0,35
0,00
0,00
15.563.052
0,07
0,07
11.827.101
0,05
49.951.783
0,21
0,16
0,00
42.869.209
0,18
103.461.548
0,44
0,26
0,00
99.640.364
0,43
0
0,00
-0,43
0
11.452.235
0,05
11.452.235
0,00
-0,05
0,28
248.701.312
1,07
261.607.856
1,12
0,05
[gha]
Dari Tabel 18 yang menampilkan hasil perhitungan telapak ekologis dan biokapasitas Indonesia per komponen, dapat dilihat daya dukung wilayah Indonesia (selisih antara biokapasitas dan telapak ekologis) yang masih surplus adalah lahan peternakan, lahan kehutanan, dan lahan perikanan. Komponen yang menunjukkan nilai paling tinggi adalah lahan perikanan (0,26 gha/orang). Tingginya biokapasitas lahan perikanan dikarenakan secara geografis wilayah di Indonesia merupakan wilayah kepulauan dan memiliki perairan yang luas dengan potensi sumber daya perikanan yang melimpah dan beragam. Untuk komponen penggunaan lahan pertanian, perbandingan antara nilai telapak ekologis dan nilai biokapasitasnya memiliki nilai yang sama yaitu 0,35 gha/orang. Hal ini menunjukkan permintaan masyarakat terhadap produk pertanian dan kapasitas alam sebagai penyedia sumber daya untuk penghasil produk pertanian adalah sama. 30
Telapak Ekologis Di Indonesia
Daya dukung wilayah Indonesia untuk penyedia sumber daya hutan berada pada urutan kedua, yaitu 0,16 gha/orang (setelah lahan perikanan). Sumber daya hutan di Indonesia merupakan kawasan yang mempunyai 2 (dua) fungsi yang saling bertolak belakang, selain menjadi lokasi pelestarian lingkungan dan perlindungan ekositem, sebagian kawasan hutan juga dijadikan lokasi berbagai macam bentuk kegiatan di luar non kehutanan, seperti: perkebunan, pertanian, permukiman, pertambangan, dan lain sebagainya. Hal ini yang nantinya menggambarkan bahwa kapasitas alam sumber daya hutan lambat laun semakin berkurang. Meskipun demikian, perbandingan antara nilai biokapasitas dan nilai telapak ekologis komponen ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Dapat dikatakan, dalam pemanfaatan sumber daya hutan, masyarakat Indonesia masih memperhatikan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan untuk pelestarian lingkungan dan perlindungan ekosistem. (gha/orang)
Telapak Ekologis
Biokapasitas
Gambar 7. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Komponen Indonesia Tahun 2007 Telapak Ekologis Di Indonesia
31
Sedangkan daya dukung yang telah mengalami defisit adalah pada lahan penyerap karbon dan lahan terbangun. Untuk kedua komponen tersebut, tingginya nilai telapak ekologis total dikarenakan sumbangan dari nilai telapak ekologis produksi. Salah satu penyebab tingginya telapak ekologis pada komponen penggunaan lahan untuk lahan penyerap karbon adalah nilai telapak ekologis produksi lahan penyerap karbon yang tinggi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Hal yang menjadi faktor penyebabnya antara lain: banyaknya penggunaan kendaraan pribadi yang beremisi tinggi, banyak pengelola perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang tidak mengelola limbahnya dengan baik, banyaknya alih fungsi lahan kawasan hutan (seperti: hutan rawa/hutan gambut dan hutan mangrove) untuk dijadikan penggunaan lahan lainnya seperti pertanian, perkebunan, maupun lahan terbangun, serta lahan untuk aktivitas industri. Tabel 19. Rekapitulasi Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas per Kapita Pulau‐pulau di Indonesia Tahun 2007
PULAU/ KEPULAUAN
TE (gha/orang)
BK (gha/orang)
ED (gha/orang)
Kategori
Sumatera
1.56
1.96
0.40
Surplus
Jawa
1.01
0.20
-0.81
Defisit
Bali
1.76
0.24
-1.52
Defisit
Kalimantan
1.26
4.05
2.79
Surplus
Sulawesi
1.46
1.63
0.17
Surplus
Nusa Tenggara
0.45
0.47
0.02
Surplus
Maluku
1.20
1.25
0.05
Surplus
Papua
0.79
7.43
6.64
Surplus
Indonesia
1,07
1,12
0,05
Surplus
32
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel 19 memperlihatkan nilai telapak ekologis, nilai biokapasitas, serta nilai defisit ekologis yang menggambarkan daya dukung wilayah yang telah terlampaui atau belum. Dari hasil perhitungan menunjukkan masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Bali telah menggunakan sumber daya alam melebihi kapasitas alam penyedianya dengan nilai defisit ekologis masing‐masing adalah ‐0,81 gha/orang dan ‐1,52 gha/orang. Daya dukung wilayah yang belum terlampaui (surplus) yang berada di posisi pertama dan kedua adalah Pulau Papua dan Pulau Kalimantan, yang nilainya adalah 6,64 gha/orang dan 2,79 gha/orang. Jika melihat nilai telapak ekologis dan nilai biokapasitas untuk masing‐masing Pulau di Indonesia, nilai telapak ekologis yang tertinggi terdapat di Pulau Bali dengan nilai 1,76 gha/orang, sedangkan nilai telapak ekologis terendah terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara yaitu 0,45 gha/orang. Untuk nilai biokapasitas yang tertinggi terdapat di Pulau Papua yaitu 7,43 gha/orang, sedangkan yang terendah terdapat di Pulau Jawa dengan nilai 0,20 gha/orang. Secara keseluruhan nilai biokapasitas Indonesia yaitu 1,12 gha/orang masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya yaitu 1,07 gha/orang, meskipun nilainya tidak terlalu berbeda jauh (signifikan). Hasil perhitungan tersebut dapat menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia, bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhannya dan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di Indonesia sudah seharusnya memperhatikan daya dukung masing‐ masing wilayah.
Telapak Ekologis Di Indonesia
33
D. REKOMENDASI Konsep keberlanjutan (alam semesta) sangat tergantung pada kemampuan manusia untuk menjaga dan memelihara ketersediaan sumber daya alam (natural capital) secara terus menerus, baik untuk generasi sekarang dengan tidak mengabaikan ketersediaan untuk generasi mendatang. Telapak ekologis (ecological footprint) yang dikembangkan William Rees dan Mathis Wackernagel (1996) dari GFN‐USA, merupakan suatu metoda yang secara praktis dapat diimplementasikan dan mudah dipahami untuk menentukan tingkat keberlanjutan suatu wilayah. Konsep telapak ekologis ini didasarkan pada perhitungan besaran atau laju konsumsi sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia (penduduk) dalam suatu wilayah. Hasil kajian telapak ekologis yang dihasilkan selanjutnya perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan agar terwujud kondisi pelaksanaan pembangunan sepenuhnya memperhatikan kepentingan antargenerasi. Tindak lanjut tersebut mencakup berbagai aras mulai dari aras kebijakan, strategi, hingga perubahan perilaku masyarakat agar lebih hemat sumber daya dalam pemenuhan kebutuhannya. Pada aras kebijakan makro, pelaksanaan pembangunan perlu diarahkan untuk mendistribusikan “beban” secara lebih merata sehingga tidak terdapat wilayah yang mengalami defisit terlalu dalam sebagaimana Pulau Jawa dan Pulau Bali saat ini. Hal ini relatif sulit dilaksanakan secara tuntas, namun beban terhadap lingkungan tetap dapat dikurangi dengan mendorong pengembangan wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali (yang diharapkan dapat menarik penduduk), mewujudkan pola koleksi‐distribusi barang yang lebih efisien, serta penggunaan teknologi. Pada aras yang lebih mikro, perlu diterapkan kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan biokapasitas wilayah dan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Peningkatan biokapasitas dimaksudkan agar lingkungan dapat menyediakan sumber daya dalam jumlah yang memadai, termasuk dalam menyediakan jasa‐jasa lingkungan. Sementara efisiensi pemanfaatan sumber daya dimaksudkan untuk mengurangi “tekanan” kepada lingkungan. 34
Telapak Ekologis Di Indonesia
Secara lebih spesifik, kebijakan di satu wilayah dapat difokuskan pada komponen yang menjadi dasar perhitungan biokapasitas dan telapak ekologis (pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan, lahan penyerap karbon dan lahan terbangun). Dengan kebijakan yang tepat, diharapkan produktivitas lahan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan lahan terbangun dapat ditingkatkan. Dengan kata lain, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan yield factor dari masing‐ masing komponen tersebut. Di sisi lain, perlu dilakukan upaya untuk merubah pola konsumsi masyarakat agar tidak boros sumber daya, termasuk dalam menggunakan energi dan membuang emisi dalam berbagai bentuk. Berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan dan strategi berbasis telapak ekologis yang dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan dalam lebih mewujudkan pengembangan wilayah dan penataan ruang secara lebih berkelanjutan :
KEBIJAKAN
STRATEGI • Mengembangkan sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan infrastruktur yang lebih efektif sehingga mampu menunjang proses produksi dan distribusi secara optimal, antara lain dengan mendistribusikan pusat‐pusat pelayanan sosial‐ekonomi sesuai dengan pola distribusi penduduk dan
Penataan ruang berbasis telapak ekologis
mengembangkan sistem jaringan transportasi (darat, laut, dan udara) secara terpadu. • Mengatur penggunaan lahan secara efisien guna menurunkan permintaan perjalanan yang secara langsung dapat mengurangi penggunaan energi, antara lain dengan mendorong penerapan konsep perkotaan yang kompak (compact city) serta pengaturan fungsi ruang dengan “mendekatkan” fungsi‐fungsi yang memiliki intensitas interaksi yang tinggi (misalnya antara kawasan industri dengan kawasan perumahan pekerjanya). Telapak Ekologis Di Indonesia
35
KEBIJAKAN
STRATEGI • Menerapkan konsep pertumbuhan cerdas (smart growth) kawasan perkotaan atau pengembangan wilayah dengan kemampuan efektif dalam mengukur dan menekan telapak ekologis secara komprehensif. • Mitigasi bencana alam dan bencana buatan (natural and man‐made disasters) untuk melindungi masyarakat dan kawasan budi daya produktif, antara lain melalui penataan kawasan yang responsif, pengembangan infrastruktur yang berwawasan lingkungan, dan penerapan pola pengelolaan lingkungan yang baik.
Peningkatan produktivitas lahan, mengurangi pembukaan kehutanan untuk kegiatan pertanian maupun peternakan dan perikanan
• Reklamasi lahan‐lahan yang memiliki bioproduktivitas rendah. • Mengembangkan dan memanfaatkan energi alternatif untuk mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil. • Preservasi, konservasi, dan revitalisasi kawasan kehutanan sebagai
penyedia jasa lingkungan, termasuk dalam preservasi dan konservasi sumber daya air, penyerapan emisi, serta observasi dan konservasi keanekaragaman hayati. • Rehabilitasi lahan kritis, baik untuk dikembangkan sebagai kawasan budi
daya produktif (perkebunan, hortikultura, kawasan terbangun, dll.) maupun sebagai kawasan lindung (kehutanan lindung dan kehutanan konservasi). • Mengelola ekstraksi sumber daya alam untuk menjamin ketersediaan bagi
pemenuhan kebutuhan antargenerasi, termasuk dalam ekstraksi sumber daya perikanan tangkap agar tidak melampaui batas kapasitas produksi. • Menghindari praktek‐praktek ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi • Mengembangkan dan menerapkan teknik budi daya pertanian, perikanan,
dan peternakan untuk mendorong produktivitas per satuan luas lahan. 36
Telapak Ekologis Di Indonesia
KEBIJAKAN
STRATEGI • Mengembangkan produk pertanian unggulan yang disesuaikan dengan
kemampuan wilayah masing‐masing. • Mengembangkan dan menggunakan varietas tanaman pertanian yang
dapat memberikan hasil panen yang tinggi, serta menerapkan manajemen pertanian terpadu dan meningkatkan efisiensi penggunaan irigasi. • Mengoptimalkan penggunaan pupuk dan pestisida dalam kegiatan
pertanian dan perikanan, dengan meminimalkan pengembangan kegiatan pertaniaan yang intensif. • Meningkatan kesadaran masyarakat untuk merubah pola konsumsinya
agar tidak boros sumber daya, termasuk mendorong gerakan reduce, reuse, recycle (3R) dalam pengelolaan limbah. • Mengutamakan pengembangan dan pemanfaatan (melakukan investasi)
Peningkatan pengetahuan dan penguasaan teknologi untuk produksi (esktraksi, pengolahan dan sebagainya)
clean technology. • Mengembangan dan menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dalam
proses produksi barang‐barang kebutuhan masyarakat. • Knowledge sharing antar daerah/provinsi dan atau lintas sektoral terutama
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan produksi yang berkelanjutan. • Meningkatkan
pengetahuan dasar dalam manajemen pertanian,
perternakan, perikanan dan pengetahuan ekstrasi dan pengolahan. • Meningkatkan keterlibatan lembaga penelitian, perguruaan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat untuk menyebarkan pengetahuan dan teknologi produksi dan pasca konsumsi. Telapak Ekologis Di Indonesia
37
KEBIJAKAN Peningkatan kesejahteraan tanpa
STRATEGI • Menumbuh‐kembangkan prinsip‐prinsip keberlanjutan dalam pemanfaatan
sumber daya alam. • Memelihara stock keanekaragaman hayati dan menjamin keberlanjutan
menaikkan
jasa lingkungan dari setiap ekosistem untuk mendukung kegiatan
konsumsi
kehidupan (lokal dan global). • Menjamin fungsi‐fungsi ekosistem alami untuk kegiatan pertanian,
peternakan, perikanan termasuk ekosistem kehutanan yang difungsikan sebagai kehutanan rakyat atau kehutanan lainnya. • Mengembangkan kegiatan produksi yang berkelanjutan pada berbagai
sektor produksi. • Menjamin ketersediaan kebutuhan‐kebutuhan dasar bagi semua penduduk • Meningkatkan
kesadaran
dan
kepedulian
terhadap
konsumsi
berkelanjutan. • Mengefisiensikan penggunaan barang‐barang konsumsi yang unrenewable. • Mengembangkan dan memanfaatkan energi alternatif untuk mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil. Pengendalian
• Redesign kebijakan ekspor yang dilakukan selama ini termasuk pula
kegiatan
kebijakan dalam penanaman modal, khususnya bidang pertanian,
ekspor
perikanan darat, dan kehutanan. • Meningkatkan pengawasan dalam kegiatan ekspor, khususnya terhadap
barang‐barang yang diproduksi oleh alam (ikan, kayu); termasuk juga terhadap aktivitas ilegal (illegal logging dan illegal fishing). 38
Telapak Ekologis Di Indonesia
E. PENUTUP
Telapak ekologis merupakan alat untuk mengetahui tingkat keberlanjutan suatu wilayah, dilihat dari pola konsumsi masyarakat dan kapasitas alam dalam menyediakan sumber daya. Sebagai sebuah alat, akurasi telapak ekologis sangat dipengaruhi oleh kualitas data yang dipergunakan dalam perhitungan. Dalam perhitungan telapak ekologis di Indonesia, ketersediaan data merupakan satu kendala yang dihadapi tim penyusun. Secara lebih spesifik kendala tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: a. minimnya ketersediaan data dan informasi terkait pola konsumsi masyarakat serta data ekspor‐ impor antarprovinsi; b. sulitnya mengakses data‐data yang tidak tersedia di BPS seperti pasokan energi ke suatu wilayah; c. relevansi informasi yang diperoleh dari data dengan kondisi saat ini, mengingat perhitungan yang dilakukan pada tahun 2009 bertumpu pada data statistik yang diterbitkan tahun 2008 yang berisi data tahun 2007. Selain permasalahan terkait data, metodologi yang dikembangkan GFN belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi di Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan dengan banyaknya jenis komoditas yang tercantum dalam program perhitungan GFN yang tidak dihasilkan negara‐negara tropis seperti Indonesia. Sebaliknya banyak komoditas endemik Indonesia yang tidak tercantum dalam daftar komoditas yang dirilis GFN. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membandingkan tingkat produktivitas lahan di Indonesia dengan rata‐rata dunia (menetapkan yield factor).
Telapak Ekologis Di Indonesia
39
Terlepas dari kelemahan‐kelemahan tersebut di atas, hasil kajian telapak ekologis ini diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran tentang posisi keberlanjutan ekologis Indonesia. Pemahaman ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, strategi, dan program pembangunan yang lebih sensitif terhadap isu keberlanjutan, termasuk melalui implementasi penataan ruang. Sebagai rekomendasi, kajian telapak ekologis seperti ini perlu dilakukan secara periodik. Di samping untuk mengetahui perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu, kajian secara periodik diharapkan dapat memberi kesempatan pada upaya modifikasi metoda perhitungan agar lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Upaya yang terakhir ini tentu perlu ditunjang kerja sama yang baik antara lain seperti dari Kementerian Pekerjaan Umum cq. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, lembaga penelitian/perguruan tinggi, Kementerian terkait lainnya, dan Global Footprint Network (GFN). 40
Telapak Ekologis Di Indonesia
REFERENSI Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. 2009. Kajian Telapak Ekologis Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. 2009. Kajian Telapak Ekologis Pulau Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua. Khanna. 1999. Carrying‐Capacity As A Basic For Sustainable Development. Kitzes, J., A. Galli, S.M. Rizk, A. REED and M. Wackernagel. 2008. Guidebook to the National Footprint Accounts : 2008 Edition. Oakland : Global Footprint Network. Wackernagel, Mathis and Ress, William E. 1996. Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on The Earth. Canada: New Society Publishers. World Wide Fund on Nature (WWF) – China Council for International Cooperation on Environment and Development (CCICED).2006. Report on Ecological Footprint in China. Telapak Ekologis Di Indonesia
41
42
Telapak Ekologis Di Indonesia
LAMPIRAN
Telapak Ekologis Di Indonesia
43
Tabel L‐1. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi NAD Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Pertanian
3.397.569
815
9.773
3.388.611
6.193.990
Peternakan
5.717
0
0
5.717
5.717
Kehutanan
2.106.113
0
0
2.106.113
1.248.296
Defisit
Perikanan
1.583.130
77.157
553.008
1.107.279
18.932
Defisit
Penyerap Karbon
3.610
0
0
3.610
0
-
Lahan Terbangun
721.004
0
0
721.004
721.004
-
7.817.143
77.972
562.781
7.332.334
8.187.939
TOTAL
Biokapasitas (BK) (gha)
Keterangan (BK-TE) Surplus -
Surplus
Tabel L‐2. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Lahan Pertanian
14.812.846 686.211
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
8.746.046
6.753.011
19.072.722
Surplus
0
4.276
18
4.258
0
Kehutanan
259.911
94
369
259.636
127.162
Defisit Defisit
-
2.980.023
0
0
2,980,023
57.575
Penyerap Karbon
13.600
55
2.638
11.017
0
-
Lahan terbangun
1.973.341
0
0
1.973.341
1.973.341
-
20.039.722 690.636
8.749.072
11.981.286
21.230.801
Surplus
TOTAL
TEImpor (gha)
Peternakan
Perikanan
L-1
TEProduksi (gha)
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel L‐3. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Sumatera Barat
3.037.905
2.238
2.261.039
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 779.104
Peternakan
914
0
0
914
914
Kehutanan
43.437
94
3
43.529
41.835
Defisit Defisit
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
Pertanian
Perikanan
TEEkspor (gha)
Biokapasitas (BK) (gha) 5.553.218
Keterangan (BK-TE) Surplus -
1.493.486
0
0
1.493.486
67.799
Penyerap Karbon
4.858
4
706
4.155
0
-
Lahan terbangun
323.775
0
0
323.775
323.775
-
4.904.376
2.336
2.261.748
2.644.964
8.322.181
TOTAL
Surplus
Tabel L‐4. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Riau Penggunaan Lahan Pertanian Peternakan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas (BK) (gha)
12.291.441
20.100
222.003
12.089.537
4.195.846
488.344
135
0
488.478
488.344
Keterangan (BK-TE) Defisit -
Kehutanan
86.753
5
4.953
81.805
1.500.912
Perikanan
500.942
890
0
501.832
0
-
6.628
0
8
6.621
0
-
Penyerap Karbon Lahan terbangun TOTAL
464.295
0
0
464.295
464.295
13.838.403
21.130
226.964
13.632.568
6.649.397
Surplus
Defisit
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-2
Tabel L‐5. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Kepulauan Riau TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
576.659
65.593
791.368
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 0
Peternakan
33.698
18.297
3
51.992
2.749
Kehutanan
0
30
118
0
0
1.151.446
6.047
0
1.157.493
947
Penyerap Karbon
2.707
35
560
2.182
0
Lahan terbangun TOTAL
849.820 2.614.329
0 90.002
0 792.048
849.820 2.061.486
849.820 3.385.896
Penggunaan Lahan Pertanian
Perikanan
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) 2.532.381 Defisit
Defisit
Surplus
Tabel L‐6. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Bangka Belitung TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
741.346
0
181.488
559.858
2.247.611
Peternakan
35.879
0
0
35.879
35.615
-
Kehutanan
0
1
0
1
0
-
1.257.477
0
0
1.257.477
561
Penyerap Karbon
933
0
131
802
0
-
Lahan terbangun
287.230
0
0
287.230
287.230
-
2.322.865
1
181.619
2.141.247
2.571.017
Penggunaan Lahan Pertanian
Perikanan
TOTAL
L-3
Telapak Ekologis Di Indonesia
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Surplus
Defisit
Surplus
Tabel L‐7. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Jambi
9.397.837
4.019
5.169
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 9.396.687
Peternakan
0
88
0
88
1.431
Kehutanan
299.455
0
773.133
0
714.134
Perikanan
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
Pertanian
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Biokapasitas (BK) (gha) 6.780.299
Keterangan (BK-TE) Defisit Surplus -
70.468
1.349
0
71.817
2.614
Penyerap Karbon
3.619
0
0
3.618
0
-
Lahan terbangun
1.187.085
0
0
1.187.085
1.187.085
-
10.958.464
5.456
778.302
10.659.295
8.685.563
Defisit
TOTAL
Defisit
Tabel L‐8. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Bengkulu
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
Pertanian
2.296.968
1.628
851
2.297.744
608.989
Defisit
Peternakan
0
0
0
0
60.066
-
Kehutanan
10.608
0
26.710
0
732.025
-
Perikanan
363.968
0
0
363.968
0
-
Penyerap Karbon
1.256
3
1.324
0
0
-
Lahan terbangun
44.672
0
0
44.672
44.672
-
2.717.472
1.631
28.885
2.706.385
1.445.753
Penggunaan Lahan
TOTAL
Defisit
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-4
Tabel L‐9. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Sumatera Selatan
1.086.917
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 15.821.686
Biokapasitas (BK) (gha) 24.307.647
0
0
0
183.379
-
1,482.656
3
6.010.126
0
1.219.514
-
313.363
77.157
553.008
0
28.752
-
5.606
0
348
5.258
0
-
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
16.886.586
22.017
Peternakan
0
Kehutanan
Penggunaan Lahan Pertanian
Perikanan Penyerap Karbon Lahan terbangun TOTAL
Keterangan (BK-TE) Surplus
1.734.570
0
0
1.734.570
1.734.570
-
20.422.780
99.177
7.650.400
17.561.514
27.473.861
Surplus
Tabel L‐10. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Lampung Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Pertanian
5.082.346
242.604
922.267
4.402.684
4.168.835
Peternakan
731.823
7
0
731.831
0
Kehutanan
257.486
423
0
257.910
460.890
Perikanan
801.051
36
0
801.086
104
Penyerap Karbon
4.434
173
895
3.713
0
-
Lahan terbangun
663.642
0
0
663.642
663.623
-
7.540.783
243.243
923.161
6.860.865
5.293.452
TOTAL
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Defisit Surplus Defisit
Defisit
L-5
Telapak Ekologis Di Indonesia
Tabel L‐11. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Sulawesi Utara Penggunaan Lahan
TEImpor (gha)
Pertanian
1.184.576
0.01
1.931.463
0
0
0.00
0
0
Peternakan Kehutanan Perikanan Penyerap Karbon Lahan Terbangun TOTAL
11.783
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
TEProduksi (gha)
0.00
3.776.800
4
0.06
298
0
0.01
11.780 3.776.800
797
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) 2.498.379
402.278
-
240.239
Surplus
106.729
Defisit
0
-
-
Defisit
0
127.161
0.00
0
127.161
127.161
5.100.618
0.08
1.932.264
3.915.741
3.374.786
Tabel L‐12. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Sulawesi Tengah
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
Pertanian
1.520.425
0
0
1.520.425
2.878.813
Peternakan
0
0
0
0
695.654
Kehutanan
19813
0
5
19.807
2.327.811
947.037
0
3
947.034
3.932
Surplus Surplus
Perikanan
Penyerap Karbon
1.887
0
32
1.855
0
-
Lahan terbangun
254.313
0
0
254.313
254.313
-
TOTAL
2.743.475
0
40
2.743.434
6.160.523
Defisit
Surplus
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-6
Tabel L‐13. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Sulawesi Selatan
2.782.395
23.648
0
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 2.806.043
Peternakan
0
0
0
0
147.596
Kehutanan
16.669
16
40
16.644
1.177.451
Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian
Perikanan
Biokapasitas (BK) (gha) 5.691.986
Keterangan (BK-TE) Surplus Surplus
2.038.340
32
0
2.038.372
13.175
Penyerap Karbon
4.166
0
2.149
2.016
0
-
Lahan terbangun
289.347
0
0
289.347
289.347
-
5.130.916
23.695
2.190
5.152.422
7.319.554
TOTAL
Defisit
Surplus
Tabel L‐14. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Sulawesi Tenggara Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas (BK) (gha)
Pertanian
1.165.031
0
18.080
1.146.951
1.976.784
0
0
0
0
993.066
Peternakan Kehutanan Perikanan Penyerap Karbon Lahan terbangun TOTAL
L-7
37.786
0
8
37.778
1.024.424
1.637.658
0
0
1.637.658
13.928
1.685
0
21.203
0
0
271.452
0
0
271.452
271.452
3.113.612
0
39.291
3.093.839
4.279.653
Telapak Ekologis Di Indonesia
Keterangan (BK-TE) Surplus Surplus Defisit Surplus
Tabel L‐15. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Gorontalo
45.729
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 633.145
Biokapasitas (BK) (gha) 461.423
0
0
0
151.242
-
16.669
0
620
16.049
349.432
Surplus
719.521
0
0
719.521
2.730.146
Surplus
0
27
1.013
0
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
673.821
5.053
0
Kehutanan Perikanan
1.040
Penggunaan Lahan Pertanian Peternakan
Penyerap Karbon Lahan terbangun TOTAL
35.811
0
0
35.811
35.811
1.446.862
5.053
46.377
1.405.538
3.728.054
Keterangan (BK-TE) Defisit
Surplus
Tabel L‐16. Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Provinsi Sulawesi Barat TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 909.245
Biokapasitas (BK) (gha) 1.011.994
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
909.245
0
0
Peternakan
0
0
0
0
0
Kehutanan
2.341
0
0
2.341
720.785
599.402
0
0
599.402
0
-
Penyerap Karbon
605
0
39
566
0
-
Lahan terbangun
17.097
0
0
17.097
17.097
-
1.528.690
0
39
1.528.651
1.749.876
Penggunaan Lahan Pertanian
Perikanan
TOTAL
Keterangan (BK-TE) Surplus Surplus
Surplus
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-8
Tabel L‐17. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Nusa Tenggara Barat Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
Pertanian
2.125.497
129.724
25.841
2.229.380
432.392
Defisit
Peternakan
13.411
0
0
13.411
681.910
Surplus
Kehutanan
22.768
0
0
22.768
270.963
Surplus
Perikanan
527.957
0
12
527.944
7.991
Defisit
Penyerap Karbon
2
0
0
2
0
-
Lahan terbangun
35.702
0
0
35.702
35.702
-
2.725.336
129.724
25.853
2.829.207
1.428.959
TOTAL
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Defisit
Tabel L‐18. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Nusa Tenggara Timur Penggunaan Lahan
TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Pertanian
1.294.132
12.614
717.084
589.662
416.311
Peternakan
385.677
0
21.016
364.661
1.173.877
Surplus
Kehutanan
3.149
0
26
3.123
638.278
Surplus
433.287
0
5
433.283
1.291
Penyerap Karbon
9
108
0
116
0
-
Lahan terbangun
65.635
0
0
65.635
65.635
-
2.181.889
12.721
738.131
1.456.479
2.295.392
Perikanan
TOTAL
L-9
Telapak Ekologis Di Indonesia
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Defisit
Defisit
Surplus
Tabel L‐19. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Maluku TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
783.303
9.854
130.044
663.114
658.248
Defisit
Peternakan
14.360
0
0
14.360
746.437
Surplus
Kehutanan
8.495
0
0
8.495
1.002
Defisit
682.087
610
7.808
674.889
26.587
Defisit
Penyerap Karbon
2
0
0
2
0
-
Lahan terbangun
17.958
0
0
17.958
17.958
-
1.506.206
10.464
137.851
1.378.819
1.450.233
Penggunaan Lahan Pertanian
Perikanan
TOTAL
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
Surplus
Tabel L‐20. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Maluku Utara
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) 54.683 Defisit
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
159.418
0
0
Peternakan
92.913
0
0
92.913
92.913
Kehutanan
136.607
0
467
136.141
1.488.364
Perikanan
460.898
0
33.588
427.310
5.123
Penyerap Karbon
3
0
3
1
0
Lahan terbangun TOTAL
7.485 857.325
0 0
0 34.058
7.485 823.267
7.485 1.648.567
Pertanian
TEkonsumsi (TEtotal) (gha) 159.418
TEProduksi (gha)
Penggunaan Lahan
Surplus Defisit Surplus
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-10
Tabel L‐21. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Papua TEProduksi (gha)
TEImpor (gha)
TEEkspor (gha)
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
756.729
380
104.056
653.053
8.463.199
Peternakan
46.175
0
103.075
0
46.175
Kehutanan
377.730
0
53.810
323.920
5.648.398
Surplus
Perikanan
71.843
231
295
71.779
335.445
Surplus
Penyerap Karbon
10
0
0
10
0
-
Lahan Terbangun
253.947
0
0
253.947
253.947
-
1.506.434
611
261.236
1.302.709
14.747.164
Penggunaan Lahan Pertanian
TOTAL
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha) Surplus -
Surplus
Tabel L‐22. Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas Provinsi Papua Barat Penggunaan Lahan TEProduksi TEImpor (gha) (gha) Pertanian
TEkonsumsi (TEtotal) (gha)
Biokapasitas Keterangan (BK) (BK-TE) (gha)
106.169
0
0
106.169
1.379.613
Surplus
Peternakan
36.398
0
0
36.398
311.015
Surplus
Kehutanan
5.274
0
0
5.274
3.517.349
Surplus
210.212
0
57
210.155
66.121
Penyerap Karbon
9
0
0
9
0
-
Lahan terbangun
227.851
0
0
227.851
227.851
-
TOTAL
585.912
0
57
585.855
5.501.950
Perikanan
L-11
TEEkspor (gha)
Telapak Ekologis Di Indonesia
Defisit
Surplus
Tabel L‐23. Rekapitulasi Perhitungan Telapak Ekologis & Biokapasitas per Provinsi di Indonesia Tahun 2007 Provinsi
Telapak Ekologis (TE) (gha/orang)
Biokapasitas (BK) (gha/orang)
BK – TE (gha/orang)
Kategori
NAD
1,74
1,94
0,20
Surplus
Sumatera Utara
0,93
1,65
0,72
Surplus
Sumatera Barat
0,56
1,21
0,65
Surplus
Riau
2,69
1,31
-1,38
Defisit
Jambi
3,89
3,17
-0,72
Defisit
Sumatera Selatan
2,50
3,91
1,41
Surplus
Bengkulu
1,67
0,89
-0,78
Defisit
Lampung
0,94
0,73
-0,21
Defisit
Bangka Belitung
1,93
2,32
0,39
Surplus
Kepulauan Riau
1,48
2,43
0,95
Surplus
Pulau Sumatera
1,56
1,96
0.40
Surplus
Sulawesi Utara
1,79
1,54
-0,25
Defisit
Sulawesi Tengah
1,14
2,57
1,43
Surplus
Sulawesi Selatan
0,67
0,95
0,28
Surplus
Sulawesi Tenggara
1,52
2,11
0,59
Surplus
Gorontalo
1,46
3,88
2,42
Surplus
Sulawesi Barat
1,50
1,72
0,22
Surplus
Pulau Sulawesi
1,46
1,63
0,17
Surplus
Bali
1,76
0,24
-1,52
Defisit
Nusa Tenggara Barat
0,65
0,33
-0,32
Defisit
Nusa Tenggara Timur
0,33
0,52
0,19
Surplus
Kep.Nusa Tenggara
0,45
0,47
0,02
Surplus
Papua Barat
0,81
7,61
6,80
Surplus
Papua
0,65
7,32
6,67
Surplus
Pulau Papua
0,79
7,43
6,64
Surplus
Telapak Ekologis Di Indonesia
L-12
Provinsi
Telapak Ekologis (TE) (gha/orang)
Biokapasitas (BK) (gha/orang)
BK – TE (gha/orang)
Kategori
Maluku
0,97
1,02
0,05
Surplus
Maluku Utara
0,87
1,74
0,87
Surplus
Kep.Maluku
1,20
1,25
0,05
Surplus
DKI Jakarta
1,48
0,02
-1,46
Defisit
Banten
0,30
0,28
-0,02
Defisit
Jawa Barat
0,42
0,24
-0,18
Defisit
Jawa Tengah
1,81
0,14
-1,67
Defisit
Jawa Timur
1,29
0,27
-1,08
Defisit
Jogyakarta
0,74
0,21
-0,53
Defisit
Pulau Jawa
1,01
0,20
-0,81
Defisit
Kalimantan Barat
0,44
2,65
2,21
Surplus
Kalimantan Tengah
0,33
7,44
7,11
Surplus
Kalimantan Selatan
1,91
2,81
0,9
Surplus
Kalimantan Timur
2,35
3,33
0,98
Surplus
Pulau Kalimantan
1,26
4,05
2,79
Surplus
Indonesia
1,07
1,12
0,05
Surplus
L-13
Telapak Ekologis Di Indonesia
Telapak Ekologis Di Indonesia
44
45
Telapak Ekologis Di Indonesia