90
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Kupang adalah salah satu jenis kerang yang termasuk jenis binatang lunak (moluska kecil), bercangkang belah (bivalvia shell), dengan insang yang berlapislapis seperti jala dan berkaki kapak (Pelecypoda). Kupang hidup secara bergerombol, habitatnya berada pada dasar perairan berlumpur dan perairan yang relatif dekat dengan daratan pantai dan dipengaruhi oleh gerakan pasang-surut air laut (Subani et al. 1983). Spesies yang memiliki nilai ekonomis penting ialah kupang merah (Musculista senhausia) dan kupang putih (Corbula faba). Kupang merah biasa disebut kupang jawa, kupang tawon, kupang kawung atau kupang rantai, sedangkan kupang putih sering disebut kupang beras (Subani et al. 1983). Bentuk Kupang Putih dapat dilihat pada Gambar 1. 2.1.1 Klasifikasi Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Kupang putih diklasifikasikan sebagai berikut (Stoliczka 1870): Filum
: Molusca
Kelas
: Bivalvia
Ordo
: Myoida
Famili
: Corbulidae
Genus
: Corbula
Spesies
: Corbula faba Hinds
Gambar 1. Kupang putih (Corbula faba Hinds) (http://zipcodezoo.com/animal/Corbula faba) Kupang putih merupakan salah satu jenis kerang yang masuk dalam phylum molusca. Jenis kupang ini berbentuk cembung lateral dan mempunyai cangkang dengan dua belahan serta engsel dorsal yang menutup seluruh tubuh. Kupang ini
91
mempunyai bentuk kaki seperti kaki kapak sehingga disebut pelecypoda. Perbedaan kupang putih adalah tidak mempunyai bysus, yaitu alat yang berfungsi untuk menempel pada substrat, memiliki siphon dengan bentuk tampak jelas, cangkang menutup dengan tepi agak terbuka dan bentuknya agak lonjong (Subani et al. 1983). Kupang putih merupakan salah satu jenis dari suku meso-desmatidae yang hidup pada ekosistem perairan laut atau estuari. Tempat-tempat tersebut umumnya berlumpur dan ombaknya kecil, tetapi terdapat cukup arus sehingga menunjang kelangsungan hidup kupang. Kedalaman air di daerah tersebut pada waktu pasang naik berkisar 1–1,5 m. Kupang putih memiliki panjang kulit 10–15 mm dan lebarnya 5–8 mm dengan warna kulit putih buram. Warna kulit kupang semakin buram dan terdapat belang hitam ketika umur kupang semakin tua (Prayitno dan Susanto 2001). Kupang putih hidup secara menyebar dan menancap pada lumpur sedalam lebih kurang 5 mm, dengan posisi menancap tegak pada bagian ujung cangkangnya yang berbentuk oval. Bila air surut dan suhu lingkungan menjadi dingin, kupang putih menancap lebih dalam pada lumpur, begitupula sebaliknya. Kupang putih lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan kupang merah. Daya tahan hidup kupang putih di udara bebas lebih kurang 24 jam. Jika mati, cangkang kupang putih tidak membuka sehingga tidak menimbulkan bau (Subani et al. 1983). 2.1.2. Komposisi kimia kupang. Kupang memiliki kandungan zat gizi yang berguna bagi manusia, terutama kupang segar. Kupang segar mengandung nutrisi yang cukup banyak, terutama kandungan protein. Kandungan gizi pada kupang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan makanan rakyat yang lain, seperti kerupuk dan tahu. Komponen gizi yang terkandung dalam daging kupang meliputi kadar air 75,70%, kadar abu 3,09%, kadar protein 10,85%, kadar lemak 2,68%, dan kadar karbohidrat 1,02% (Baswardono 1983). Hasil analisis proksimat terhadap kupang merah (Musculista senhausia) dan kupang putih (Corbula faba Hinds) yang dilakukan oleh Subani et al. (1983) dan Baswardono (1983) tercantum pada Tabel 1.
92
Tabel 1. Analisis kandungan gizi kupang merah (Musculista senhausia) dan kupang putih (Corbula faba Hinds). Parameter Air Lemak Protein Abu Karbohidrat
Kupang merah (%) 75,70 2,68 10,85 3,09 1,02
Kupang putih (%) 72,96 1,50 9,05 3,80 1,02
Sumber : Subani et al. (1983) dan Baswardono (1983)
Kupang memiliki sumber asam amino esensial yang baik. Kupang putih maupun kupang merah memiliki 17 asam amino, sedangkan dari 17 asam amino tersebut terkandung 10 macam asam amino esensial yang diperlukan untuk tubuh, antara lain treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, tripsin, histidin dan arginin (Purwanto dan Sardjimah 2000). Asam amino esensial tidak dapat dibentuk oleh tubuh manusia, tetapi harus didapatkan dari makanan seharihari. Analisis kuantitatif kadar asam amino kupang merah (Musculista senhausia) dan kupang putih (Corbula faba Hinds) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan asam amino kupang merah (Musculista senhausia) dan kupang putih (Corbula faba Hinds). Asam Amino Aspartat Treonin Serin Glutamat Glisin Alanin Sistein Valin Metionin Isoleusin Leusin Tirosin Fenilalanin Lisin Histidin Arginin Prolin
Jenis Kupang merah (%) 1,195 0,561 0,534 1,791 1,225 0,733 0,050 0,487 0,006 0,484 0,846 0,025 0,434 0,974 0,184 0,821 0,501
Sumber : Purwanto dan Sardjimah (2000)
Kupang putih (%) 1,061 0,492 0,461 1,443 0,584 0,869 0,075 0,451 0,007 0,323 0,727 0,146 0,383 0,677 0,177 0,718 0,442
93
Kandungan mikronutrien kupang yang bermanfaat bagi kesehatan yaitu Fe dan Zn. Fe diperlukan dalam tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah, sedangkan Zn merupakan komponen penting beberapa enzim untuk metabolisme dalam tubuh. Kandungan Fe pada kupang beras sebesar 133,800 ppm dan pada kupang merah sebesar 57,840 ppm, sedangkan kandungan Zn pada kupang beras sebesar 14,836 ppm dan kupang merah sebesar 16,244 ppm (Baswardono 1983). Kupang juga mengandung asam-asam lemak yang dibutuhkan tubuh manusia. Kupang merah mengandung 8,97% LA (Asam Linoleat), 2,77% EPA (Eikosapentanoat), 3,65% DHA (Asam Dokosa-heksanoat) sedangkan Kupang putih mengandung 12,31% LNA (Asam Linolenat), 6,52% EPA, 6,61 % DHA (Baswardono 1983). Asam lemak esensial Omega 3 membentuk komponen yang melancarkan transportasi oksigen dan nutrisi makro (protein, lemak, dan karbohidrat) ke dalam sel-sel tubuh sehingga dapat membantu pembuangan produk sisa metabolisme seperti karbondioksida dari sel-sel tubuh. Simopoulos (1991) menyatakan bahwa EPA memiliki properti antikatabolik yang sangat kuat di dalam otot. EPA sangat efektif mengurangi kerusakan otot karena EPA secara efektif menghambat jalur molekul yang mengakibatkan kondisi katabolik. EPA dapat membantu menjaga massa otot pada saat seseorang menjalani diet ketat rendah kalori. Dosis suplementasi Omega-3 yang dianjurkan per hari untuk memperoleh manfaat yang optimal adalah sebanyak 1000-2000 mg (Stoll 2001). 2.1.3. Pemanfaatan kupang Kupang dapat dijadikan bermacam-macam masakan. Pengembangan kupang sebagai bahan makanan rakyat yang bergizi memiliki prospek yang sangat baik. Limbah kupang juga dapat dimanfaatkan menjadi kerupuk dan petis. Di Jawa Timur, khususnya di daerah Surabaya, Sidoarjo, Bangil, dan Pasuruan, kupang telah lama diusahakan oleh penduduk dan para nelayan sebagai bahan makanan tradisional, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sebagai usaha sambilan (Prayitno dan Susanto 2001). Daging kupang banyak dimanfaatkan sebagai makanan khas dalam pembuatan kupang lontong dan belum banyak dimanfaatkan untuk pembuatan produk makanan lainnya. Di Indonesia, khususnya Jawa Timur, kupang dapat diolah menjadi produk lain seperti, bakso kupang, sosis kupang, kecap kupang,
94
dan kupang kering. Sosis kupang dibuat dari campuran daging kupang giling atau daging kupang yang sudah dibumbui dan dimasukkan ke dalam casing. Kecap kupang dibuat dari kaldu kupang atau daging kupang yang telah dilakukan proses fermentasi. Kupang kering merupakan bentuk olahan daging kupang yang dikeringkan setelah dilakukan perebusan, biasanya ditujukan untuk pengiriman jarak jauh sehingga daging kupang tidak cepat membusuk. 2.2. Petis Petis merupakan produk hasil perikanan yang umumnya terbuat dari hasil samping rebusan ikan/udang/kepala udang, berbentuk kental dengan rasa asin, manis dan manis pedas dan digunakan sebagai campuran bumbu masak alami pada masakan terutama daerah Madura dan Jawa Timur. Aneka hidangan seperti rujak cingur, rujak khas Madura, lontong balap, lontong lodeh, pecel semanggi khas Surabaya, tahu campur, tahu tek dan petis lading, menggunakan petis sebagai campuran bumbu penyedapnya. Petis udang, petis ikan baik maupun petis kupang seringkali ditambahkan gula merah yang sudah dijadikan karamel dalam proses pembuatannya, oleh karena itu warna petis menjadi coklat kehitaman dan rasanya agak manis. Petis merupakan produk pangan yang awet karena memiliki kadar gula cukup tinggi (seperti halnya kecap). Umur simpan petis dapat mencapai 3-12 bulan, bergantung pada proses pengemasan dan penyimpanannya (Prayitno dan Susanto 2001). 2.2.1. Petis kupang Pengolahan petis kupang berkembang sejak terdapat usaha perebusan kupang. Air limbah perebusan kupang yang berupa kaldu dapat menimbulkan pencemaran
bila
dibuang
ke
lingkungan,
oleh
karena
itu
penduduk
memanfaatkannya menjadi olahan produk petis sebagai penambah cita rasa dan aroma tambahan dalam makanan (Prayitno dan Susanto 2001). Petis kupang terbagi dalam dua kelompok mutu, yaitu mutu I dan mutu II. Petis mutu I biasa disebut petis putih. Petis putih dibuat dengan merebus kaldu kupang di wajan besar, sambil diaduk hingga kaldu setengah kental kemudian ditambahkan gula pasir dan sedikit gula merah. Petis mutu II dibuat dengan menambahkan gula merah serta tepung tapioka, sehingga hasil yang diperoleh
95
untuk petis mutu II berwarna hitam dan lebih kental dibandingkan dengan petis mutu I (Darmawiyanti 1995). 2.2.2. Bahan baku petis kupang Bahan mentah petis kupang berasal dari daging kupang dan cairan hasil perebusan kupang. Persentase cairan limbah kupang potensial (air rebusan) yang dihasilkan dari pengolahan kerupuk atau dari pembuatan makanan lontong kupang dapat mencapai 30-40% dari berat daging dan cangkang (Darmawiyanti 1995). 2.2.3 Bahan tambahan pada pembuatan petis Bahan
tambahan
makanan
adalah
bahan
yang
ditambahkan
dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan, bertujuan untuk meningkatkan mutu makanan tersebut. Bahan-bahan yang tergolong zat aditif adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Buckle et al. 1995). Beberapa bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan petis adalah sebagai berikut : a) Gula merah Gula sering diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya untuk menyatakan sukrosa, yaitu gula yang diperoleh dari bit dan tebu (Buckle et al. 1985). Gula merah merupakan jenis gula yang terbuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon keluarga palm, seperti kelapa, aren dan siwalan. Kuantitas dan kualitas gula kelapa yang diperoleh dipengaruhi oleh karakteristik kelapa yang disadap, teknik penyadapan, teknik pengawetan nira dan pengolahannya (Rumokoi 1994). Nira cepat mengalami kerusakan jika kesegarannya tidak dapat dipertahankan atau mengalami kontaminasi, yang ditandai dengan perubahan rasa (menjadi asam), berbuih dan berlendir. Nira segar mempunyai kadar air 80-85% dan sukrosa sekitar 15% (Tjahjaningsih et al. 1983). Komposisi zat gizi gula kelapa per 100 g bahan dapat dilihat dalam
Tabel 3.
96
Tabel 3. Komposisi zat gizi gula kelapa per 100 g bahan Zat gizi Kalori Karbohidrat Lemak Protein Kalsium Fosfor Air
Jumlah 386 kal 76 g 10 g 3g 76 mg 37 mg 10 g
Sumber : Tjahjaningsih et al. (1983).
Penambahan gula pada pembuatan petis kupang berfungsi sebagai penambah citarasa dan pengawet. Gula dapat menyebabkan penurunan aktivitas air, sehingga pertumbuhan mikroorganisme perusak pada makanan dapat terhambat. Konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme bervariasi bergantung pada jenis dan kandungan zat-zat yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar gula sebesar 70% dapat mencegah berbagai kerusakan makanan oleh aktivitas mikroorganisme, sedangkan konsentrasi dibawah 70 % larutan gula masih efektif menghentikan kegiatan mikroba tetapi dalam jangka waktu yang pendek (Widyani dan Suciaty 2008). b) Garam Garam dapur adalah sejenis mineral yang bentuknya seperti kristal putih dan dihasilkan dari air laut. Garam dapur yang tersedia secara umum adalah Sodium klorida (NaCl). Garam sangat diperlukan oleh tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi (Saparinto dan Hidayati 2006). Jumlah garam yang digunakan dalam suatu adonan bergantung pada berbagai faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung lemah (soft flours) banyak membutuhkan garam karena garam akan mempengaruhi dan memperkuat protein. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah pemakaian garam antara lain resep atau formula yang digunakan dan mineral di dalam air. Bila air yang digunakan adalah jenis air keras (hard watery), jumlah garam yang dipakai perlu dikurangi. Jumlah garam yang digunakan pada makanan berkisar antara - 2,25% (Auinger-Pfund et al. 1999).
2%
97
c) Bawang putih Bawang putih (Allium sativum) telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat lain di berbagai belahan dunia karena aromanya yang khas. Penggunaan bawang putih tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, tetapi digunakan juga sebagai salah satu bahan yang dapat memberikan efek kesehatan. Lebih dari 1000 publikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih merupakan salah satu bahan pangan terbaik untuk mencegah timbulnya penyakit (Saparinto dan Hidayati 2006). Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia bawang putih (Allium sativum) per 100 g bahan Kandungan Jumlah Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Ca P K
66,2 – 71,0 (g) 95,0 – 122 (kal) 4,5 – 7,0 (g) 0,2 – 0,3 (g) 23,1 – 24,6 (g) 26,0 – 42,0 (mg) 15,0 – 109,0 (mg) 346,0 (mg)
Sumber : Saparinto dan Hidayati (2006).
Rasa dan aroma khas bawang putih ditimbulkan oleh komponenkomponen flavor yang terkandung dalam bawang putih (Adiyoga et al. 2004). Komponen penting pada bawang putih yang dapat menghasilkan aroma khas adalah komponen sulfur yang terdiri atas 60% diallyl disulfida, 20% diallyl trisulfida, 6% allyl propil disulfida, dengan sedikit dietil disulfida, diallyl polisulfida, dan sedikit allyl dan allysin (Brodnitz et al. 1971). Prekursor utama aroma pada bawang putih adalah S-allyl cysteine sulfoxide. Enzim pemecah asam allyl sulfenic akan membentuk senyawa allicin atau diallyl thiosulfinat. Allicin adalah komponen volatil utama pada ekstrak bawang putih segar.
d) Pati-patian
98
Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan pada kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengisi umumnya terdiri atas karbohidrat (pati) saja. Banyaknya kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan pengisi membuatnya memiliki kemampuan dalam mengikat air, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengemulsikan lemak. Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung tapioka, tepung beras dan tepung terigu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan nutrisi pada tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras dalam 100 g bahan makanan Komposisi zat gizi Kalori (per 100 g) Karbohidrat (%) Kadar air (%) Lemak (%) Protein (%) Abu (%)
Tepung tapioka* 363 88,2 9 0,5 1,1 -
Tepung terigu** 360 73,0 10,6 1,6 13,4 1,4
Tepung beras*** 80 12,0 0,5 7,0 0,5 mg
Sumber : * Soemarno (2000) ** Payne (1987) dalam Faridah (2008) *** Prihartono (2003)
Bahan pengisi utama dalam pembuatan petis kupang adalah pati. Pati mempunyai karateristik rasa tidak manis, tidak larut dalam air dingin akan tetapi dapat membentuk gel yang bersifat kental di dalam air panas. Muchtadi (1989) menyatakan bahwa pati mampu memberikan tekstur, mengentalkan, memadatkan serta memperpanjang umur simpan beberapa jenis makanan pada konsentrasi rendah. Bahan pengisi dan bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai, tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung tapioka, tepung ubi jalar, tepung kentang dan susu skim. - Tepung terigu Tepung terigu memiliki kandungan protein unik yang dapat membentuk suatu massa lengket dan elastis ketika tercampur dengan air. Protein tersebut dikenal sebagai gluten. Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar sedangkan gliadin memberikan sifat yang lengket (Payne 1987 dalam Faridah et al. 2008). Syarat mutu tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 6.
99
Tabel 6. Syarat mutu tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006 No. 1. 1.1 1.2 1.3 2. 3.
Kriteria Uji Satuan Keadaan Bentuk Bau Warna Benda asing Kehalusan, lolos ayakan 212 % µm No. 70 4. Kadar air % 5. Kadar abu % 6. Kadar protein % 7. Keasaman Mg KOH/100g 8. Falling number (atas dasar detik kadar air 14%) 9. Cemaran logam 9.1 Timbal (Pb) mg/kg 9.2 Raksa (Hg) mg/kg 9.3 Tembaga (Cu) mg/kg 10. Cemaran Arsen mg/kg 11. Cemaran mikroba koloni/g 12.1 Angka lempeng total APM/g 12.2 E. coli koloni/g 12.3 Kapang
Persyaratan serbuk normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu tidak ada min 95 maks 14,5 maks 0,6 min 7,0 maks 50 min 300 maks 1,00 maks 0,05 maks 10 maks 0,50 maks 106 maks 10 maks 104
Sumber : BSN (2006)
Glutenin merupakan fraksi protein yang dapat memberikan kepadatan dan kekuatan pada adonan untuk menahan gas saat pengembangan adonan serta berperan dalam pembentukan struktur adonan, sedangkan gliadin adalah fraksi protein yang memberikan sifat lembut dan elastis. Gliadin larut di dalam alkohol 70% sedangkan glutenin tidak larut di dalam alkohol dan air. Selain glutenin dan gliadin, tepung terigu mengandung pula 3 jenis protein lain yaitu albumin, globulin dan protease (Payne 1987 dalam Faridah et a.l 2008). Kandungan protein-protein ini dalam tepung terigu tidak lebih dari 1-2% dan hanya berfungsi untuk menunjang kebutuhan khamir akan nitrogen selama fermentasi. - Tepung tapioka Tepung tapioka merupakan granula pati yang banyak terdapat di dalam sel ketela pohon. Granula pati tapioka berukuran 5-35 mikron dan mempunyai sifat birefringence yang kuat. Heid dan Joslyn (1967) dalam Soemarno (2000) menyatakan bahwa pati tapioka tersusun atas 20% amilosa dan 80% amilopektin
100
sehingga mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain pati sebagai karbohidrat, terdapat juga komponen-komponen lain, seperti protein dan lemak dalam jumlah yang relatif sangat sedikit. Berikut merupakan syarat mutu tepung tapioka menurut SNI 01-3451-1994 yang dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Syarat mutu tepung tapioka menurut SNI 01-3451-1994 No
Jenis Uji
1. 2. 3. 4.
Kadar air (%) Kadar abu (%) Serat dan benda asing (%) Derajat putih minimum (BaSO 4 = 100) (%) Kekentalan Derajat asam maksimum (ml N NaOH/100g)
5. 6. 7.
8.
Cemaran logam: Timbal (Pb) (mg/kg) Tembaga (Cu) (mg/kg) Seng (Zn) (mg/kg) Raksa (Hg) (mg/kg) Arsen (As) (mg/kg) Cemaran mikroba: - Angka lempeng total (maksimum (koloni/gr) - E. Coli maksimum (koloni/gr) - Kapang
Mutu I 15 0,60 0,60 94,5
Persyaratan Mutu II 15 0,60 0,60 92,0
Mutu III 15 0,60 0,60 92
3–4 3
2,5 – 3 3
< 2,5 3
1,0 10,0 40 0,05 0,5
1,0 10,0 40 0,05 0,5
1,0 10,0 40 0,05 0,5
1,0 x 106
1,0 x 106
1,0 x 106
10
10
10
1,0 x 104
1,0 x 104
1,0 x 104
Sumber : BSN (1994)
Tepung tapioka banyak digunakan di berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi. Pati pada tapioka mudah membengkak dan membentuk kekentalan dalam air panas (Sumaatmaja 1984). Tapioka memiliki banyak kelebihan sebagai bahan baku, seperti harga yang relatif murah, memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang, dan memiliki daya lekatnya yang baik (Radley 1976 diacu dalam Elliason 2004).
- Tepung beras
101
Tepung
beras
merupakan
tepung
yang
dibuat
dari
beras
yang
digiling/dihaluskan. Tepung beras memiliki warna putih, terasa lebih lembut dan halus dibandingkan dengan tepung ketan. Hal yang membedakan tepung terigu dengan tepung beras adalah kandungan glutennya. Tepung beras memiliki sedikit kandungan gluten. Suhu gelatinisasi tepung beras lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tepung jagung (Pan et al. 2001). Tepung beras memiliki kandungan amilosa 17%, amilopektin 83% dan umumnya suhu gelatinisasi pati beras antara 61-77,5 oC (Cecil et al. dalam Prihartono 2003). Berikut merupakan syarat mutu tepung beras yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Syarat mutu tepung beras menurut SNI 01-3549-1994 No. 1. 1.1 1.2 1.3 2. 3.1 3.2 4. 5. 6. 7. 8 9. 10. 11.1 11.2 11.3
Kriteria Uji Keadaan Bau Rasa Warna Benda asing Lolos ayakan 60 mesh Lolos ayakan 80 mesh Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Kadar silikat (b/b) Serat kasar (b/b) Derajat asam (b/b) Cemaran Arsen Cemaran mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang
Satuan
Persyaratan
% % % % % mg/kg
normal normal normal tidak ada min 99 min 70 maks 11 maks 1,0 maks 0,1 maks 1,0 maks 4,0 maks 0,5
koloni/g APM/g koloni/g
maks 106 maks 10 maks 104
Sumber : BSN (1994)
- Air tajin Air tajin adalah air hasil olahan beras yang diperoleh saat memasak nasi secara tradisional. Pemanfaatan air tajin sebagai minuman sudah dibudayakan sejak jaman dahulu, terutama pada masyarakat pedesaan. Air tajin biasanya diminum pada saat kondisi badan tidak enak, sakit dan selera makan menurun. Air tajin dimanfaatkan untuk memenuhi zat-zat gizi tubuh pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Masyarakat Bali memanfaatkan air tajin untuk memperbanyak
102
produksi ASI pada ibu setelah masa persalinan (Mandriwati et al. 1999). Kandungan asam amino yang terdapat pada air tajin disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Kandungan asam amino air tajin dalam 183 g Asam amino Triptophan Treonin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Valin Arginin Histidin
Kadar (mg) dalam 183 g 24 81 27 134 68 48 27 68 90 104 132 48
Sumber : Bowes dan Church’s (1985) diacu dalam Djaenal (2001)
2.2.4. Proses pembuatan petis kupang Petis kupang dibuat dari bahan dasar air rebusan kupang. Proses pembuatan petis kupang dalam bentuk flowchart (Desiana 2000) ditunjukkan pada Gambar 2. a) Pembuatan kaldu kupang Bahan baku untuk membuat petis kupang berasal dari kaldu kupang dengan penambahan bahan tambahan lain, seperti gula merah, tepung tapioka, bawang putih, garam dan arang kayu. Kupang yang sudah dicuci bersih direbus sebanyak dua kali. Perebusan yang pertama menggunakan api kecil pada suhu 50 oC selama 2 jam. Perebusan ini bertujuan untuk membuka cangkang kupang. Perebusan yang kedua menggunakan api besar pada suhu 100 oC selama 30 menit. Perebusan yang kedua bertujuan untuk mendapatkan kaldu kupang. Selama perebusan, kupang diaduk dengan alat bantu pengaduk yang terbuat dari kayu. Pengadukan ini bertujuan untuk mempermudah terlepasnya daging dari cangkang kupang.
Kupang Putih (Corbula faba Hinds)
Pencucian I
103
Gambar 2. Diagram alir pembuatan petis kupang putih (Desiana 2000). b) Penyaringan Kaldu kupang putih disaring terlebih dahulu sebelum diproses menjadi petis. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran lain sehingga mutunya tetap terjaga. c)
Penambahan bahan
104
Bahan tambahan dalam pembuatan petis, antara lain garam, gula merah, cereh dan bawang putih. Semua bahan ditambahkan pada kaldu kupang kemudian dimasak pada suhu 100 oC selama ±12 jam. d) Pengentalan kaldu kupang Kaldu kupang diaduk hingga menjadi pasta ketika volume airnya telah menyusut sebanyak 25% dari volume awal. Pengentalan ini membutuhkan waktu 5-10 menit hingga terbentuk pasta. Pasta yang dihasilkan akan berwarna hitam agak pekat, kental dan berasa asin. e)
Pengadukan Adonan diangkat dari wajan dan diaduk setelah agak mengental. Tujuan
pengadukan adalah untuk menghomogenkan adonan dan membantu mempercepat proses pendinginan. 2.3
Karakteristik dan Sifat-sifat dari Pati Pati merupakan komponen penting dari karbohidrat yang berasal dari
tepung-tepungan dan memiliki peran yang sangat penting dalam pengolahan dan industri makanan. Pati komersial dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum dan beras, serta umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Pati memiliki karakteristik dan sifat-sifat seperti dibawah ini : 2.3.1 Granula pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, terdiri atas butiran-butiran kecil yang disebut dengan granula. Bornet (1993) menyatakan bahwa granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi. Ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop, granula pati akan terlihat seperti kristal berwarna putih. Sifat inilah yang disebut birefringence. Granula pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno 2002). Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri atas molekulmolekul glukosa yang berikatan α-(1,4)-D glukosa. Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati sehingga mempengaruhi berat dari molekul amilosa. Amilosa dari umbi-umbian mempunyai berat molekul yang lebih besar dan rantai polimer yang lebih panjang dibandingkan dengan berat molekul serealia (Jane 2006). Elliason (2004) menyatakan bahwa amilosa mempunyai kemampuan membentuk
105
kristal karena memiliki struktur rantai polimer yang sederhana. Struktur ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat, yang terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa daripada amilopektin.
Gambar 3. Struktur amilosa Struktur amilopektin memiliki rantai pendek α-(1-4) D glukosa dan tingkat percabangan dengan ikatan α-(1-6)-D glukosa dalam jumlah tinggi sehingga memiliki bobot molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk Kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini karena terdapat rantai cabang yang menghalangi terbentuknya Kristal (Jane 2006).
Gambar 4. Struktur amilopektin
2.3.2 Gelatinisasi pati Gelatinisasi dalam pengertian sempit didefinisikan sebagai perusakan struktur kristal granula pati akibat pemanasan. Sedangkan dalam arti luas meliputi proses pengembangan granula dan leaching polisakarida. Gelatinisasi digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan beberapa perubahan yang terjadi pada granula
106
pati dengan interval suhu yang berbeda. Perubahan-perubahan tesebut meliputi hilangnya sifat birefringence, hidrasi dan swelling (pengembangan) granula, peningkatan kejernihan, peningkatan konsistensi dan pencapaian viskositas, dan keluarnya amilosa dari granula (Fellows 1988). Menurut Bornet (1993) diacu dalam Elliason (2004) menjelaskan bahwa suhu suspensi pati yang semakin naik akan menyebabkan granula pati yang semakin mengembang. Mekanisme pengembangan tersebut karena melemahnya ikatan hidrogen yang terdapat pada molekul-molekul amilosa dan amilopektin akibat meningkatnya suhu pemanasan. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Selain itu, molekul-molekul air memiliki energi kinetik yang lebih kuat dibandingkan dengan daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula sehingga air dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula. Pada akhirnya, granula pati pecah dan molekul-molekul pati masuk ke dalam sistem larutan. Proses inilah yang mengakibatkan terjadinya perubahan kekentalan (peningkatan viskositas) dalam larutan. 2.3.3 Retrogradasi pati Retrogradasi adalah proses kristalisasi pati yang telah mengalami gelatinisasi. Pasta pati masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku dalam kondisi panas. Bila suhu pasta pati menjadi dingin, energi kinetik tidak cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggiran luar granula. Ikatan tersebut juga menggabungkan butir-butir pati yang bengkak sehingga terbentuk jaringjaring seperti membentuk mikrokristal dan mengendap (Bornet 1993 diacu dalam Elliason 2004). Proses retrogradasi pati berhasil dengan baik pada suhu tinggi, kelembaban tinggi, dan pengadukan yang lama dan efektif. Faktor lain yang mendukung retrogradasi adalah kadar amilosa yang tinggi, kelembaban gel pati yang rendah dan suhu penyimpanan rendah (4 oC). Struktur kristal amilosa yang telah diregradasi memiliki sifat tahan asam dan panas (Bornet 1993 diacu dalam
107
Elliason 2004). Pada Gambar 5 dapat dilihat pengaruh pemanasan terhadap karakteristik pati.
Gambar 5. Pengaruh pemanasan terhadap karakteristik pati. 2.4
Perubahan Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan Banyak reaksi kimia terjadi selama pengolahan pangan yang berpengaruh
terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Masing-masing jenis reaksi melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda, bergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Kerusakan kimiawi mencakup terjadinya reaksi pencoklatan, baik enzimatis maupun nonenzimatis, terjadinya proses ketengikan baik oksidatif maupun hidrolisis, yang akan menyebabkan penurunan mutu, baik mutu organoleptik maupun mutu gizinya (Apriyantono 2002). Petis mengalami kerusakan kimiawi yang disebabkan oleh reaksi pencoklatan secara non-enzimatis. 2.4.1
Perubahan kimia dan nilai gizi protein Pemanasan protein menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi, baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil (Apriyantono 2002).
108
Pemasakan pada suhu 95-100 oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100 oC. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan H 2 S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk (Okazaki 2001). Denaturasi protein yang berlebihan juga menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein. Pemanasan yang tinggi juga dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik, menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Enzim-enzim tersebut akan menyebabkan off-flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan ketika gagal diaktivasi (Apriyantono 2002). 2.4.2
Perubahan kimia dan nilai gizi karbohidrat Perubahan kimia karbohidrat terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama
adalah perubahan karbohidratnya itu sendiri tanpa adanya senyawa lain, sedangkan pada bagian kedua perubahan karbohidrat sebagai interaksinya dengan senyawa amino (reaksi Maillard). Karbohidrat terdiri atas monosakarida (terdiri atas satu unit gula), disakarida (dua unit gula), oligosakarida (beberapa unit gula) dan polisakarida. Monosakarida cukup stabil pada kisaran pH 3–7, akan tetapi dapat terjadi perubahan yang ekstensif diluar pH tersebut. Enolisasi yang diikuti dengan eliminasi molekul air adalah reaksi yang dominan terjadi pada suasana asam. Molekul gula mudah mengalami fragmentasi (pemutusan ikatan karbon-karbon) melalui reaksi retroaldol menghasilkan berbagai senyawa karbonil yang reaktif jika dalam kondisi basa, khususnya bila disertai dengan pemanasan. Hasil reaksi ini berupa senyawa berwarna coklat, disamping senyawa-senyawa volatil yang berperan dalam flavor. Reaksi yang terjadi pada gula, khususnya selama pemanasan, akan mengurangi ketersediaan gula sehingga nilai kalori bahan pangan menjadi menurun. Pemanasan polisakarida (pati) dalam media yang banyak air, justru menguntungkan karena pati akan terhidrolisa menjadi molekul-
109
molekul yang lebih kecil, oligo-, di- atau monosakarida sehingga pati yang terhidrolisa tersebut menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh (Apriyantono 2002). Perubahan karbohidrat sebagai interaksinya dengan senyawa amino disebut reaksi Maillard. Reaksi Maillard terdiri atas reaksi yang sangat kompleks dan saling berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan proses. Reaksi ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap awal, intermediet dan akhir. Tahap pertama melibatkan pembentukan ARP (Amadori Rearrangement Product) melalui glikosilamin N-tersubstitusi, namun pada tahap ini belum terjadi pembentukan warna coklat. Tahap kedua melibatkan dekomposisi ARP sehingga terbentuk senyawa-senyawa volatil dan nonvolatil dengan berat molekul rendah. Tahap ketiga melibatkan pembentukan glikosilamin N-tersubstitusi dan penyusunan kembali (rearrangement) struktur glikosilamin yang terbentuk (Apriyantono 2002). Semua asam amino dapat berpartisipasi dalam reaksi Maillard karena mereka memiliki gugus amino bebas. Asam amino dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk terikat pada rantai peptida dan hanya gugus alfa amino terminal atau gugus amino yang terdapat pada rantai samping yang dapat bereaksi dengan gugus karbonil (umumnya gugus karbonil yang ada pada gula pereduksi). Walaupun demikian, reaksi Maillard secara jelas dapat mempengaruhi ketersediaan biologis protein (bioavailability) karena residu asam amino pembatas yang ada pada peptida seperti residu lisin, arginin dan histidin akan bereaksi dengan gula pereduksi membentuk produk Amadori (Apriyantono 2002). Bahan pangan akan menurun nilai gizinya, terutama nilai cerna dan ketersediaan asam amino jika terjadi reaksi Maillard. Walaupun demikian, reaksi Maillard bukanlah masalah yang serius dalam penurunan nilai gizi bahan pangan (Apriyantono 2002). Pada Gambar 6 dapat dilihat reaksi Maillard dalam pembentukan Melanoidin.
110
Ket : Melanoidin adalah gugus amino yang membentuk senyawa berwarna coklat.
Gambar 6. Reaksi Maillard untuk pembentukan Melanoidin (Winarno 1997). 2.5
Pengemasan Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan
karena pengemasan mempunyai fungsi untuk mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi
dari
bahaya
pencemaran
serta
gangguan
fisik
(Syarief dan Hariyadi 1992). Kemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri, sehingga mempunyai bentuk yang memudahkan
dalam
penyimpanan,
pengangkutan
dan
distribusinya
(Winarno dan Laksmi 1974). Pengemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan, yaitu dengan cara mengatur derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, pengepakan, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, dan kontaminasi (Setyahadi 1999). Plastik mempunyai beberapa keunggulan sifat, di antaranya kuat tetapi ringan, tidak berkarat, termoplastis (bisa direkat menggunakan panas), dapat diberi label atau cetakan dengan berbagai kreasi, dan mudah diubah bentuknya. Plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal komposit atau multilapis dengan bahan lain sebagai bahan pembungkus, baik antara plastik yang berbeda jenis, plastik dan kertas, maupun dengan yang lainnya. Kombinasi tersebut dinamakan laminasi. Kombinasi dari berbagai jenis plastik dapat menghasilkan ratusan jenis
111
kemasan (Brydson 1975). Selain mempunyai banyak keunggulan, Kemasan atau wadah plastik menyimpan kelemahan, yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau pindahnya zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan. Migrasi (perpindahan) monomer dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu tersebut, semakin banyak monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Seperti halnya dengan lamanya penyimpanan. Jumlah monomer yang bermigrasi semakin tinggi seiring dengan lamnya waktu kontak antara makanan dengan kemasan plastik (Crompton 1979). Kemasan yang sesuai untuk produk petis adalah kemasan yang terbuat dari kaca atau gelas jars. Gelas jars adalah padatan amorf dari suatu larutan silika oksida, kalsium, natrium, dan elemen lain. Bahan mentah gelas berupa pasir, soda abu, dan batu kapur. Kemasan gelas memiliki sifat tidak bereaksi dengan zat yang terdapat pada makanan, transparan/tembus pandang, mengurangi pemucatan warna (diskolorisasi), baik untuk barrier benda padat, cair dan gas dan mengurangi pembentukan karat (Adawiyah 2007). 2.6
Kerusakan Petis Akibat Mikroorganisme Kerusakan petis dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan cendawan
pada permukaan petis, munculnya benang-benang jamur, perubahan warna (terutama di permukaan), serta rasa dan aroma yang menyimpang. Hal ini terjadi pada petis yang memiliki kadar air cukup tinggi. Timbulnya rasa dan bau asam serta alkohol adalah akibat dari fermentasi glukosa yang berasal dari tepung karena adanya aktifitas biokimia dari bakteri Acetobacter. Bakteri Acetobacter akan membentuk asam glukonat yang berasal dari oksidasi glukosa. Sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh khamir. Pada pembuatan etanol oleh khamir dan selulosa oleh Acetobacter, glukosa dikonversi menjadi asam glukonat melalui jalur fosfat pentosa oleh bakteri asam asetat, sebagian besar fruktosa dimetabolisme menjadi asam asetat dan sejumlah kecil asam glukonat. Fruktosa yang masih tertinggal dalam media fermentasi, diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana oleh mikroorganisme sehingga dapat digunakan sebagai substrat fermentasi. Bakteri Acetobacter mampu mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata/partikel dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti
112
tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Bakteri asam asetat akan menstimulasi khamir untuk memproduksi etanol kembali (Hidayat et al. 2006). 2.7
Syarat Mutu Petis Petis kupang yang beredar di pasar memiliki mutu yang beragam.
Perbedaan mutu petis kupang dapat disebabkan oleh perbandingan mutu bahan mentah, bahan pembantu, dan cara pengolahan yang berbeda-beda. Perbedaan mutu petis kupang juga dapat terjadi karena permintaan konsumen yang berbedabeda (Subani et al. 1983). Standar mutu produk petis disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Standar Mutu Produk Petis SNI.01-2346-2006 Kriteria Keadaan (bau, rasa) Air Abu Abu Tak larut dalam asam Protein Karbohidrat Bahan makanan tambahan - Pengawet - Pewarna tambahan Cemaran logam - Cemaran logam : Cu (Tembaga) - Cemaran logam : Pb (Timbal) - Cemaran logam : Zn (Seng) - Cemaran logam : Hg (Air raksa) - Cemaran logam : Sn (Timah) Arsen Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total - E. coli - Salmonela, Stapylococcus, Vibriocholera - Kapang
Satuan % (b/b) % %(b/b) (%) (%) -
Persyaratan normal , normal 20-30 maks 8,0 maks 1 min 10 maks 40
Sesuai dengan SNI.01-222-1995 Koloni/gram -
maks 20 maks 2 maks 100 maks 0,05 maks 40 (250 NA) maks 1 maks 5 x 102 <3 Negatif Maks 50
Sumber : BSN (2006).
Petis kupang yang memiliki kualitas I merupakan petis yg dihasilkan dari kaldu kupang murni (ladon) yang direbus sampai kental tanpa bahan tambahan tepung tapioka. Petis tersebut memiliki karakteristik warna yang agak terang, coklat kehitaman, dan liat, sedangkan untuk kualitas petis nomor dua memiliki
113
mutu yang rendah. Hal ini karena dalam proses produksinya ditambahkan tepung beras atau tepung gaplek sehingga memiliki karakteristik warna hitam pekat, kurang mengkilat, dan rasanya manis (Prayitno dan Susanto 2001).