Pemanfaatan Air Rebusan Kupang Putih (Corbula faba Hinds) pada Kerupuk Di Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya (Kajian Proporsi Air Rebusan dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi NaHCO3) The utilization of Water decoction of White Kupang (Corbula faba Hinds) at Crackers In the city of Surabaya, Mulyorejo (The study of comparison the proportion of Water decoction of Kupang with tapioca flour and the concentration of natrium bicarbonate (NaHCO3)). Ridha Sarah Z, Sri Kumalaningsih, Arie Febrianto Mulyadi Jurusan Teknilogi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 Penulis Korespondensi: email
[email protected]
Abstrak Kupang merupakan salah satu bahan makanan tradisional Jawa Timur yang dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yang cukup tinggi. Air kaldu dari hasil rebusan kupang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku kerupuk kupang. Untuk memperbaiki mutu dari kerupuk kupang di perlukan penentuan perbandingan proporsi yang tepat, serta penambahan narium bikarbonat yang dapat meningkatkan kualitas dari kerupuk kupang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah proporsi antara air rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds) dengan tepung tapioka yang terdapat tiga level yaitu 40%:60%, 45%:55% dan 50%:50%. Faktor yang kedua adalah penambahan konsentrasi Natrium Bikarbonat (NaCHO 3) yang terdapat tiga level yaitu dengan menggunakan konsentrasi 0,3%; 0,6% dan 0,9% (b/b). Hasil dari penelitian ini yaitu kombinasi perlakuan antara proporsi air rebusan kupang putih (Corbula Faba Hinds) dengan tepung tapioka 40%:60% serta konsentrasi Natrium Bikarbonat (NaHCO3) 0,6%. Hasil perlakuan terbaik tersebut dari segi warna 5 (agak menyukai), aroma 4,8 (agak menyukai), rasa 5,4 (agak menyukai) dan kerenyahan 5,6 (menyukai). Hasil uji kimia dan fisika pada perlakuan terbaik yaitu kadar air 6,213%, kadar protein 5,44%, kadar abu 1,91%, daya patah 13,2 N, volume pengembangan 176,7% dan rendemen 55,76%.
Kata Kunci: Kerupuk, Kupang putih, Natrium Bikarbnat Abstract Kupang is one of the traditional food of East Java which can be used as a source of animal protein, which is quite high. Boiling broth water from kupang can be used as raw material for kupang crackers. To improve the quality of the kupang crackers need determination and comparison of right proportions, also replenishment natrium bikarbonat which can be increasing the quality of kupang crackers. This research using Random Design Group (Rancangan Acak Kelompok) using the two factors and three replicates. The first factor is the proportion between the water of white kupang stew (Corbula faba Hinds) and tapioca flour contained three levels i.e. 40%: 60%, 45%: 55% and 50%: 50%. The second factor is the addition of natrium bicarbonate concentration (NaCHO3) which have three levels i.e. 0.3%; 0.6% and 0.9% (b/b). The results of this research which a combination of treatment between the proportion of treatment water of crackers white kupang stew (Corbula Faba Hinds) and tapioca flour 40%: 60% as well as the concentration of sodium bicarbonate (NaHCO3) 0.6%. This best treatment result from terms of color is 5 (quite liked), the smell is 4.8 (quite like), flavour is 5.4 (quite liked) and the crispness is 5.6 (liked). Chemical and physical test results at this best treatment are water content is 6,213%, protein levels is 5.44%, ash content levels is 1.91% ash, broken power 13.2 N and expand volume 176,7%. Keywords: Crackers, White kupang, Natrium Bicarbonate memiliki kandungan kadar protein sebanyak 9,05%, kadar lemak Pendahuluan sebanyak 1,50%, kadar air sebanyak Kupang merupakan salah satu bahan makanan tradisional Jawa 72,96%, kadar abu sebanyak 3,80% dan Timur yang dapat dijadikan sebagai kadar karbohidrat sebanyak 1,02%. sumber protein hewani yang cukup Hasil samping dari proses perebusan tinggi. Keberadaan kupang di Jawa daging kupang yaitu berupa air Timur, tersebar di sepanjang pantai rebusan kupang. Hasil penelitian Sidoarjo, Surabaya, Bangil, Gresik, Fakhrudin (2009), air rebusan kupang Pasuruan, dan sekitarnya. Produksi memiliki kandungan kadar protein kupang di daerah Jawa Timur berkisar 10,4%, kadar lemak 0,5%, kadar antara 8.540 ton hingga 8.675 ton per karbohidrat 5,5%, kadar abu 5,9% dan tahun. Berdasarkan hasil tangkapan kadar air 77,7%. Tingginya kandungan tiap harinya, produksi rata-rata protein pada air rebusan, dapat kupang mencapai 375,6 kg (Prayitno dijadikan dalam penyediaan sumber dan Susanto, 2001). Menurut protein hewani dalam diversifikasi penelitian Baswardono (1983), daging produk makanan yang mengandung kupang putih (Corbula faba Hinds) protein seperti kerupuk.
Air rebusan kupang atau kaldu kupang yang merupakan hasil samping dari pengolahan atau perebusan kupang dimanfaatkan sebagai bahan baku dari kerupuk (Pancapalaga, 2005). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), yang dimaksud dengan kerupuk adalah produk yang dibuat dari tepung tapioka dan atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan makanan lain yang diizinkan. Kerupuk dapat dikelompokkan kedalam kerupuk tidak berprotein dan kerupuk berprotein dengan beda keduanya tergantung penambahan protein hewani atau nabati dalam pembuatannya (Yusmeiarti, 2008). Kerupuk kupang merupakan produk unggulan dari daerah penghasil kupang yaitu Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan. Salah satu sentra produksi kerupuk kupang berada di Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya. Masalah yang ada di Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya, kerupuk kupang yang dihasilkan tidak mempunyai keseragaman dalam segi kualitas maupun kuantitas, yang dikarenakan penentuan proporsi antara air rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds) dengan tepung tapioka hanya berdasarkan perkiraan dari masyarakat. Dalam penelitian ini, penentuan proporsi air rebusan sangat penting untuk memperbaiki dalam segi kualitas maupun kuantitas dari kerupuk kupang. Pendapat
Hariyanto dan Pangloli (2000), bahwa kualitas kerupuk yang baik merupakan kerupuk yang mempunyai volume pengembangannya besar saat digoreng. Menurut Prasetyani (2003), struktur ini terbentuk akibat adanya bahan pengembang dalam adonan yang elastis dan mampu menghasilkan gas CO2. Bahan pengembang itu diantaranya Natrium bikarbonat, K-tartat, Naaluminium sulfat, glukano-g-laktin dan garam-garam fosfat. Dari jenisjenis bahan pengembang tersebut, bahan pengembang yang umum digunakan adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3) (Syarief dan Irawati, 1988). Keuntungan penggunaan Natrium bikarbonat adalah, harga relatif murah, tingkat kemurnian tinggi (Hidayat dan Daniati, 2005). Bahan dan Metode Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi timbangan analitik (Mottler Toledo AL204), oven (Ecocell/55), labu Kjeldahl, destilator, glass wear (Pyrex), Soxhlet, Tensile Strenght (Imada ZP-200N). Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kupang putih ini adalah limbah air rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds), tepung tapioka, garam, bawang putih, gula
dan Natrium Bikarbonat (NaHCO3). Sedangkan bahan untuk analisa adalah Aquades, HCl 0,01 N, K2SO4, H2SO4, indikator metil merah, indikator metil biru, tablet Kjedhal, alkohol, larutan NaOH. Metode Dalam penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa rancangan acak kelompok dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah proporsi antara air rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds) dengan tepung tapioka yang terdapat tiga level yaitu 40%:60%, 45%:55% dan 50%:50%. Faktor yang kedua adalah penambahan konsentrasi Natrium Bikarbonat (NaCHO3) yang terdapat tiga level yaitu dengan menggunakan konsentrasi 0,3%; 0,6% dan 0,9% dari 200 gram (b/b). Kerupuk yang dihasilkan dari penelitian kemudian dianalisa organoleptik yang dilakukan oleh 5 panelis ahli dengan menggunakan metode tingkat kesukaan (hedonic scale) yang meliputi 4 parameter mutu, yaitu rasa, warna, aroma dan kerenyahan. Analisa data hasil uji organoleptik dilakukan dengan metode Analysis of Varians (ANOVA) untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau pengaruh tiap perlakuan (α = 0,05). Apabila hasil uji menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Hasil dari penilaian organoleptik dianalisa untuk menentukan pemilihan alternatif terbaik dari semua perlakuan berdasarkan hasil uji organoleptik dengan menggunakan metode indeks efektivitas. Produk kerupuk kupang putih (Corbula faba Hinds) yang terbaik dilakukan analisa secara fisik dan kimia. Analisa fisik meliputi daya kembang dan daya patah. Analisa meliputi kadar air, kadar protein dan kadar abu. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Bahan Baku Tabel 1. Komposisi Kimia Air Rebusan Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Parameter Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein
Air Rebusan Kupang (%) 92,57% 1,31% 5,78%
Bahan Baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kupang putih adalah air rebusan kupang putih yang merupakan limbah air sisa dari proses rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds) yang telah dipisahkan dari cangkangnya. Komposisi kimia air rebusan kupang disajikan pada Tabel 1.
Hasil Uji Organoleptik Warna Berdasarkan pada Tabel 2. semakin banyak proporsi dari air rebusan kupang putih dari pada proporsi tepung tapioka, maka nilai kesukaan terhadap warna semakin menurun. Pada umumnya panelis menyukai warna dari kerupuk dengan proporsi air rebusan lebih rendah dari pada proporsi tepung tapioka. Warna kerupuk kupang putih yang berubah menjadi hijau kehitaman dan kusam disebabkan air rebusan kupang putih yang ditambahkan semakin banyak. Warna hijau kehitaman dan kusam pada air rebusan dikarenakan setelah proses perebusan daging kupang. Kupang putih mempertahankan hidupnya dengan memakan fitoplankton dan detrius yang terbawa arus. Sehingga warna kehitaman dan kusam yang terbentuk pada kerupuk disebabkan oleh warna isi perut kupang putih yaitu pigmen klofil dari fitoplankton dan juga detrius yang larut dalam air rebusan (Ayuni, 2007). Tabel 2. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Kerupuk Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Proporsi Air Rebusan : Tepung Tapioka 40%: 60%
NaHCO 3
DMRT Rerata (α = 0,05)
0,3% 0,6%
4,40 5,00
a b
45%: 55%
50%: 50%
Keterangan:
0,9%
5,20
b
0,3% 0,6%
2,80 4,67
a b
0,9%
5,40
b
0,3% 0,6% 0,9%
4,20 4,20 3,80
a a a
notasi yang berbeda menunjukkan adanya berbeda nyata (p<0,05)
Warna kecoklatan pada kerupuk juga dipengaruhi oleh proses terjadinya reaksi Maillard. Menurut Rosida (2005), Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara gugus amino bebas, residu rantai peptida atau protein dengan gugus karbonil dari suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan atau tersimpan dalam waktu yang relatif lama. Warna kusam pada kerupuk akibat penambahan proporsi air rebusan kupang akan semakin memudar dengan meningkatnya kemekaran pada kerupuk. Semakin meningkatnya kemekaran kerupuk kupang disebabkan meningkatnya penambahan konsentrasi natrium bikarbonat yang ditambahkan. Natrium bikarbonat merupakan salah satu bahan leavening agents yang menghasilkan gas karbondioksida sehingga dapat membentuk pori-pori pada adonan (Faridah, 2008).
Aroma Pada Tabel 3. dapat diketahui bahwa rerata nilai kesukaaan terhadap aroma tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 40%:60% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6% dan rerata nilai kesukaaan terhadap aroma terendah terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 45%:55% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,3% dan pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 45%:55% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6%. Peningkatan konsentrasi natrium bikarbonat yang ditambahkan, nilai kesukaan terhadap aroma juga meningkat. Semakin meningkat proporsi air rebusan kupang dibandingkan dengan proporsi tepung tapioka cenderung dapat menurunkan rerata nilai kesukaan terhadap aroma pada kerupuk kupang putih. Tabel 3. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Kerupuk Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Proporsi Air Rebusan : NaHCO3 Rerata Tepung Tapioka 0,3% 4,40 40%: 60% 0,6% 4,80 0,9% 3,80
45%: 55%
0,3% 0,6% 0,9%
2,40 4,00 3,40
50%: 50%
0,3% 0,6% 0,9%
3,20 2,60 4,00
Rasa Dapat dilihat pada Tabel 4. dapat diketahui bahwa rerata nilai kesukaaan terhadap rasa terendah terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 45%:55% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6% dan rerata nilai kesukaaan terhadap rasa tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 40%:60% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6%. Hal ini disebabkan proporsi dari air rebusan kupang lebih banyak dibandingkan dengan proporsi tepung tapioka. Rasa gurih yang terdapat pada kerupuk kupang putih dikarenakan oleh kandungan protein yang terdapat pada kerupuk kupang putih tersebut. Kupang putih (Cobula faba Hinds) secara kualitatif mengandung 17 ( tujuh belas ) macam asam amino yaitu asam aspartat, treonin, serin, glutamat, glicin , alanin, valin, metionin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, lisin, histidin, arginin dan prolin (Purwanto, 2000).
Tabel 4. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Kerupuk Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Proporsi Air Rebusan : NaHCO 3 Rerata Tepung Tapioka 0,3% 4,40 40%: 60% 0,6% 5,40 0,9% 3,00 45%: 55%
50%: 50%
0,3% 0,6% 0,9%
4,00 4,67 3,00
0,3% 0,6% 0,9%
4,20 4,00 3,60
berlebihan akan menimbulkan rasanya tidak enak (seperti sabun). Kerenyahan Tabel 5. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Kerenyahan Kerupuk Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Proporsi Air Rebusan : NaHCO3 Tepung Tapioka 0,3% 0,6% 40%: 60%
45%: 55%
Asam glutamat sangat penting peranannya dalam pengolahan makanan, karena dapat menimbulkan rasa lezat. Dalam bumbu masak yang mengandung Monosodium glutamat (MSG), gugusan glutamat akan bergabung dengan senyawa lain menghasilkan rasa enak tersebut (Winarno, 2004). Semakin meningkat penambahan konsentrasi natrium bikarbonat dapat menurunkan nilai kesukaan terhadap rasa, dikarenakan jika penambahan natrium bikarbonat yang berlebihan akan menimbulkan rasa pahit pada kerupuk. Menurut US Wheat Associates (1983) dalam Prasetyani (2003), apabila soda kue (natrium bikarbonat) dipanaskan maka akan terbentuk karbondioksida, air dan sodium karbonat dan jika
50%: 50%
Rerat a 3,60 5,60
0,9%
5,00
0,3% 0,6%
5,20 5,33
0,9%
5,60
0,3% 0,6% 0,9%
3,80 4,60 4,20
Berdasarkan pada Tabel 5. dapat diketahui bahwa rerata nilai kesukaaan terhadap kerenyahan terendah terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 45%:55% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6%. Rerata nilai kesukaaan terhadap kerenyahan tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 40%:60% dan konsentrasi natrium bikarbonat 0,6% dan perlakuan perbandingan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka 45%:55% dan konsentrasi natrium biakrbonat 0,9%.
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak proporsi air rebusan kupang putih dari pada tepung tapioka, maka nilai kesukaan konsumen semakin menurun. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya kandungan air rebusan kupang putih pada kerupuk, kandungan air pada adonan semakin banyak. Kandungan air pada adonan jika melalui proses pemanasan akan menimbulkan poripori dari kerupuk semakin meningkat. Tidak semua panelis menyukai kerupuk dengan pori-pori yang terlalu besar atau terlalu renyah karena parameter kesukaan konsumen lebih cenderung berbedabeda dalam menilai kerenyahan dari kerupuk. Penambahan konsentrasi bahan tambahan berupa natrium bikarbonat semakin tinggi akan memperbanyak pori-pori pada kerupuk kupang putih jika digoreng, sehingga meningkatkan kualitas kerupuk kupang putih dari segi kerenyahannya. Hal ini disebabkan penambahan natrium bikarbonat selama proses pemanasan akan mengakibatkan volume gas bersama udara dan uap air yang terperangkap mengembangkan adonan (Faridah, 2008). Penentuan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik didapatkan dari pengisian lembar penilaian terbaik yang dilakukan oleh panelis terhadap parameter
organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kerenyahan dari kerupuk. Perlakuan yang memiliki total nilai bobot tertinggi akan dipilih sebagai perlakuan yang terbaik dari produk kerupuk. Hasil dari pemilihan menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan proporsi antara air rebusan kupang dan tepung tapioka 40%:60% dengan konsentrasi NaHCO3 sebesar 0,6% memiliki nilai produk tertinggi. Rerata dari parameter organoleptik terbaik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel
6. Parameter Organoleptik Kerupuk Kupang Putih (Corbula faba Hinds) Perlakuan Terbaik
Parameter
Rerata
Rasa
5,4
Kerenyahan
5,6
Warna
5
Aroma
4,8
Keterangan Agak Menyukai Menyukai Agak Menyukai Agak Menyukai
Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan dengan perbandingan proporsi air rebusan dan tepung tapioka 40%:60% dengan konsentrasi NaHCO3 0,6%. Pada perlakuan tersebut untuk parameter kerenyahan memiliki nilai yang paling tinggi sebesar 5,6 kemudian diikuti dengan parameter rasa sebesar 5,6, warna 5 dan aroma 4,8. Pada perlakuan ini
diperoleh parameter kerenyahan memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan parameter lainnya yaitu rasa, warna dan aroma. Parameterparameter organoleptik digunakan untuk menilai tingkat penerimaan konsumen atau kesukaan konsumen terhadap komoditas atau produk pengembangan (Soekarto, 1985).
tidak beda nyata terhadap warna kerupuk kontrol atau kerupuk yang ada dipasaran. Parameter rasa, aroma dan kerenyahan pada kerupuk perlakuan terbaik berbeda nyata terhadap kerupuk yang ada dipasaran. Rasa dan aroma pada kerupuk perlakuan terbaik lebih disukai panelis dikarenakan proporsi air rebusan dengan tepung tapioka yang tepat dapat menghasilkan kerupuk kupang dengan kualitas yang baik.
Perbandingan Karakteristik Hasil Perlakuan Terbaik dengan Produk Kerupuk Kupang di Pasaran Analisa Organoleptik Pada tabel 7. dapat dilihat dari parameter warna, aroma, rasa dan kerenyahan, parameter warna pada kerupuk kupang perlakuan terbaik
Tabel 7. Perbandingan hasil organoleptik perlakuan terbaik dengan produk kerupuk kupang di pasaran
Warna
Kerupuk Kupang Putih t Hitung Perlakuan Kerupuk Terbaik di Pasaran 5,5 4,5 2,02 tn
Aroma
5,4
4,3
2,54
Rasa
5,9
4,5
2,41
* 2,26 *
Kerenyahan
5,8
4,5
4,99
*
Parameter
t Tabel
Notasi
Faktor yang mendukung meningkatnya kerenyahan dari kerupuk kupang putih salah satunya dengan menambahkan bahan tambahan yaitu natrium bikarbonat yang volume gas dan uap air terperangkap pada adonan pada saat melalui proses pemanasan. Pada kerupuk kupang putih perlakuan tebaik konsentrasi natrium bikarbonat yang ditambahkan pada adonan sebesar 0,6%. Hal ini disebabkan natrium bikarbonat membentuk pori-pori dalam adonan
kerupuk. Sehingga jika kerupuk digoreng, akan lebih mengembang dibandingan dengan kerupuk yang ada di pasaran tanpa penambahan natrium bikarbonat. Menurut Prasetyani (2003), natrium bikarbonat dengan adanya panas akan menghasilkan CO2 yang nantinnya akan terbentuk rongga-rongga / pori. Semakin banyak natrium bikarbonat yang ditambahkan maka ronggarongga / pori yang terbentuk juga semakin banyak.
Analisa Fisik dan Kimia Tabel 8. Hasil perbandingan analisa kimia dan fisik antara perlakuan terbaik dengan kerupuk kupang di pasaran Kerupuk Perlakuan Terbaik
Kerupuk di Pasaran
Kadar Air (%)
6,213
8,998
SNI* (Kerupuk Ikan) Maks. 11
Kadar Protein (%)
5,44
4,37
Min. 6
Kadar Abu (%)
1,91
3,38
Maks. 1
Volume Pengembangan (%)
176,7
171,4
Daya Patah (N)
13,2
14,2
Parameter
* Sumber : SNI 01-2713-1999
Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rerata kadar air kerupuk kupang putih perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kerupuk kupang putih yang ada di pasaran. Kadar air dari kerupuk kupang putih perlakuan terbaik dan kerupung kupang di pasaran yang diketahui masih memenuhi standar mutu kerupuk mentah sebesar maksimal 11% (SNI 01-2713-1999). Dalam penelitian Soekarto (1997), keberhasilan dalam penggorengan pada produk kerupuk sangat dipengaruhi kandungan air tingkat tertentu pada mentahnya. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rerata kadar protein kerupuk kupang putih perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk kupang putih yang ada di pasaran. Tingginya nilai kadar protein pada kerupuk kupang putih dengan perlakuan terbaik dikarenakan kandungan proporsi air rebusan kupang yang ditambahkan pada adonan kerupuk. Kadar protein pada kerupuk kupang lebih kecil dibandingkan kadar protein yang ditentukan SNI. Hal ini disebabkan kandungan protein dalam bahan baku yang digunakan berbeda, SNI merupakan standar pada kerupuk dengan bahan baku ikan. Kadar abu merupakan analisia untuk mengetahui campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rerata kadar abu kerupuk kupang putih perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kerupuk kupang putih yang ada di pasaran. Tingginya kadar abu pada kerupuk kupang putih yang ada di pasar disebabkan oleh baik atau tidaknya proses pembuatan dan kandungan jenis bahan yang digunakan. Kadar abu pada kerupuk perlakuan terbaik tidak jauh berbeda dengan SNI. Menurut Sudarmadji (2003), kadar abu merupakan sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain. Volume pengembangan adalah parameter kemekaran dari produk yang sudah digoreng. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rerata volume pengembangan kerupuk kupang putih perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk kupang putih yang ada di pasaran. Semakin besar volume pengembangan dari kerupuk kupang putih maka daya patah atau kekerasan dari kerupuk kupang putih akan semakin menurun karena rongga-rongga udara yang terbentuk semakin besar. Terbentuknya ronggarongga udara pada kerupuk kupang putih disebabkan karena adanya penambahan natrium bikarbonat sebesar 0,6%. CO2 yang dihasilkan pada kerupuk kupang putih yang ditambahkan dengan natrium bikarbonat akan membentuk ronggarongga atau pori-pori. Daya patah adalah sifat fisik pangan yang berhubungan dengan tekanan mematahkan produk. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rerata daya patah kerupuk kupang putih perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kerupuk kupang putih yang ada di pasaran. Semakin tinggi nilai daya patah pada produk
kerupuk kupang putih maka kerenyahan semakin menurun. Hal ini dikarenakan natrium bikarbonat yang ditambahkan pada kerupuk kupang putih perlakuan terbaik sebesar 0,6% dapat menghasilkan CO2 dengan adanya panas. Semakin tinggi natrium bikarbonat yang ditambahkan maka semakin banyak CO2 yang dihasilkan sehingga poripori atau rongga yang terbentuk akan semakin banyak. Rendemen dan Analisa Biaya Produksi Nilai rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan presentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Pada penelitian ini, didapatkan kerupuk kupang mentah dengan rendemen 55,76%. Rendemen didapatkan dari perbandingan antara berat semua bahan yang digunakan dengan berat produk kerupuk kupang putih mentah yang telah melalui proses pengeringan. Pada perhitungan keuangan per hari dengan 2 kali proses membuat 20 Kg adonan kerupuk membutuhkan total biaya Rp. 146.550. kebutuhan biaya bahan sebesar Rp.126.550 dan biaya kebutuhan tenaga kerja sebesar Rp. 20.000 per hari. Sehinggga dengan rendemen 55,76% menghasilkan produk kerupuk sebesar 11 Kg. Sehingga didapatkan harga pokok produksi 1 Kg kerupuk sebesar Rp. 13. 400. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kombinasi perlakuan yang tepat diperoleh dari perlakuan terbaik pada perbandingan proporsi 40% air rebusan kupang putih (Corbula faba Hinds) dengan 60% tepung tapioka dan konsentrasi Natrium Bikarbonat (NaHCO3) 0,6%. Kombinasi perlakuan terbaik memiliki karakteristik dari hasil uji kimia yaitu kadar air 6,213%, kadar protein 5,44%, kadar abu 1,91%, sedangkan hasil uji fisik yaitu kerupuk mempunyai daya patah 13,2 N, volume pengembangan 176,7% dan dengan rendemen 55,76%.
Daftar Pustaka Ayuni, N. P. 2007. Karakteristik Fisik Kimia Kerupuk Kupang Putih (Cobula faba Hinds) Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Binta, D., Wijana, S., Mulyadi, AF. 2013. Pengaruh Lama Pemeraman Terhadap Kadar Lignin Dan Selulosa Pulp (Kulit Buah Dan Pelepah Nipah) Menggunakan Biodegradator EM 4. Jurnal Industria 2(1): 75-83
Baswardono. 1983. Studi Pendahuluan Pengembangan Kupang sebagai Makanan Murah Bergizi. PN Bali Pustaka. Jakarta Fakhrudin, A. 2009. Pemanfaatan Air Rebusan Kupang Putih (Corbula faba Hinds) untuk Pengolahan Petis dengan Penambahan Berbagai PatiPatian. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Faridah, A. dkk. 2008. Patiseri jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Febrianto, A., Kumalaningsih, S. and Aswari, A.W., 2012. Process engineering of drying milk powder with foam mat drying method: a study of the effect of the concentration and types of filler. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(4), pp.3588-3592. Hidayat, N, dan W. AP. Daniati, 2005. Minuman Berkarbonasi dari Buah Segar. Trubus Agrisarana. Surabaya Hariyanto, B dan P. Pangloli. 2000. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta Pancapalaga, W. 2005. Pengaruh Pemberian Kaldu Kupang Terhadap Kualitas Gizi dan Sensorik Kerupuk Kupang. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Prasetyani, I. 2003. Penambahan Kerupuk Ubi Jalar (Lpumoea batatas L) Kajian Proporsi Tepung Ubi Jalar dan Tapioka Serta Penambahan Natrium Bikarbonat (NaHCO3) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang Prayitno dan Susanto, T. 2001. Kupang dan Makanan Tradisional Sidoarjo. Trubus Agrisarana. Surabaya Purwanto dan Sardjimah, A. 2000. Profil Kandungan Asam Lemak dalam Makanan Tradisional Khas Jawa Timur. Prosiding. Seminar Nasional Makanan Tradisional PKMT, Universitas Brawijaya. Malang Mulyadi, A. F., Maligan, J. M., Wignyanto, W., & Hermansyah, R. (2014). Organoleptic Characteristics of Natural Flavour Powder From Waste of Swimming Blue Crabs (Portunus pelagicus) Processing: Study on Dextrin Concentration and Drying Temperature. Jurnal Teknologi Pertanian, 14(3).
Mulyadi, A. F., Wijana, S., & Wahyudi, A. S. (2013, December). Optimization of Nicotine Extraction In Tobacco Leaf (Nicotiana tabacum L.):(Study: Comparison of Ether and Petroleum Ether). In The International Conference on Chemical Engineering UNPAR 2013. Mulyadi, A.F., Wijana, S., Dewi, I.A. and Putri, W.I., 2014. Organoleptic Characteristics of Dry Noodle Products from Yellow Sweet Potato (Ipomoea batatas): Study on Adding Eggs and CMC. Jurnal Teknologi Pertanian, 15(1). Rosida, D. F., 2005. Akivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi Model dari Produk Reaksi Maillard. Program Studi Teknologi Pangan, UPN “Veteran. Jawa Timur Soekarto, S. T. 1997. Perbandingan Pengaruh Kadar Air Kerupuk Mentah pada Penggorengan dengan Minyak dan dengan Oven Gelombang Mikro. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. pp. 458-470 Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Perikanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Standar Nasional Indonesia. 1999. Syarat Mutu Kerupuk Ikan. No.01-2713-1992. Badan Standar Nasional Indonesia. Jakarta Sudarmadji, dkk. 2003. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti. Yogyakarta Syarief, R dan Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediauatama Sarana Perkasa. Jakarta Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yusmeiarti. 2008. Pemanfaatan dan Pengolahan Daging Simawang (Pangium edule Rienw) untuk Pembuatan Kerupuk. Buletin BIPD Volume XVI, Nomor 2: 1-8. Balai Riset dan Standarisasi Industri Padang. Padang