J. Hidrosfir Indonesia
Vol. 5
No.3
Hal.1 - 11
Jakarta, Desember 2010
ISSN 1907-1043
UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI PEMANFAATAN AIR EMBUNG DI NTT: STUDI KASUS EMBUNG OEMASI - KUPANG Wahyu Widiyono Peneliti Pusat Penelitian Biologi-LIPI Kampus Cibinong Science Center JL. Raya Jakarta-Bogor, Km. 46 Cibinong Naskah diterima : 5 Mei 2010 - Revisi terakhir 28 Juli 2010
Abstract
Effort to increase water used efficiency is one of the important aspect in the integrated embung management. The others are watershed and water storage management. Water used efficiency related, the first problem is how to deliver water from the embung storage to the water utilization area (village); and the second problem is how to use water for people consumption, cattle feeding and plant irrigation efficiently. Since the Oemasi embung was built in 1991/1992 untill in 2010 some aspects were developed related to the increasing of people population in this area, i.e. developing of water tanks for people water consumption, cattle and irrigation; application of water used efficiency for cultivation of horticulture plants by using polybag potting system; and pipe network rehabilitation programme. The Oemasi embung problem and solution during the 20 years of embung maintainance are the very valuable experience that can be used as a case study to manage 333 embungs that were built in the East Nusa Tenggara Province. Key Words: embung, water used efficiency, delivery, utilization area.
1. PENDAHULUAN Embung merupakan salah satu sumber air permukaan berupa ‘danau buatan’ yang diperoleh dari rekayasa panen hujan dan aliran permukaan untuk memenuhi kebutuhan air baku penduduk di wilayah pedesaan Nusa Tenggara Timur. Keberadaan embung ditargetkan dapat memenuhi kebutuhan standard air minimum, yaitu 60 liter/kapita/hari1). Hal ini karena, masyarakat yang mengkonsumsi air kurang dari 60 liter/kapita/hari akan rawan terserang penyakit diare, terutama untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun2). Tanpa adanya embung, masyarakat
di pedesaan NTT amat rawan terhadap krisis air. Krisis dan cekaman air terjadi bila ketersediaan air yang dapat diolah dan diperbaharui kurang dari 1700 m3 per/kapita/tahun3). Efisiensi pemanfaatan air terdiri dari pengiriman air dari embung ke areal pemanfaatan maupun efisiensi pemanfaatan air untuk konsumsi rumah tangga, ternak dan pertanian. Untuk analisis efisiensi pemanfaatan air embung digunakan pendekatan neraca air, yakni mengkalkulasi air yang masuk ke embung, cadangan air embung dan perubahannya4).
Koresponden Penulis
[email protected]
17
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
Setelah embung hampir berusia 20 tahun (sejak 1991/1992 s.d. 2000) dan terbukti mampu untuk melayani 70 KK penduduk maka Pemda NTT bermaksud menambah jaringan perpipaan, sebagai berikut: (1) saat ini, jaringan perpipaan terbuat dari bahan HDPE untuk mengalirkan air ke bak minum (terutama konsumsi rumah tangga); (2) pada tahun 2010, jaringan perpipaan air akan direnovasi (khususnya untuk bak kebun). Berkaitan dengan rencana renovasi tersebut, perlu dipertimbangkan: (1) Apakah volume cadangan air embung cukup memadai?; (2) Berapa jaringan perpipaan yang dapat diijinkan sesuai dengan debit air yang tersedia? Apakah pemanfaatan air saat ini sudah efisien? Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanfaatan air berupa pengaliran air dari embung ke perkampungan penduduk untuk keperluan rumah tangga, pemeliharaan ternak dan irigasi pertanian; dan (2) untuk mengetahui volume cadangan air embung sebagai bahan pertimbangan renovasi penambahan jaringan perpipaan. 2. BAHAN DAN METODA Penelitian dilakukan pada embung Desa Oemasi-Kupang, sebagai ’embung penelitian’ yang dapat digunakan sebagai representasi
terhadap 333 embung lannya di NTT. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan neraca air embung, yakni (1) mengetahui cadangan air embung dengan pengamatan profil kedalaman embung, input hujan, pemantauan tinggi permukaan air dan dianalisis dengan diproyeksikan terhadap volume embung; (2) efisiensi pemanfaatan air dilakukan dengan cara pengamatan debit air melalui meter air dan survei, tahun 2001/2002 dan 2005; (3) monitoring pemeliharaan embung, pada tahun 2009 dan 2010. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Siklus eko-hidrologi embung Pembangunan embung-embung di NTT pada prinsipnya mengikuti prinsip siklus ekohidrologi di daerah tangkapan air (mikro DAS), di embung dan di areal pemanfaatan. Air hujan dari atmosfer jatuh ke permukaan tanah dan diintersepsi oleh vegetasi pohon-pohon, semak belukar dan tumbuhan bawah; terjadi evapotranspirasi; infiltrasi. Selain air hujan, aliran permukaan merupakan sumber utama pemasok air ke dalam embung (Gambar 1). Di areal pemanfaatan, kehilangan air terutama disebabkan oleh pemanfaatan air saat penyiraman dan kebocoran perpipaan.
Gambar 1. Diagram alir ekohidrologi dari mikro DAS embung (hulu), embung (tengah) dan pemanfaatan air embung (hilir) 18
3.2. Pemantauan cadangan air embung 3.2.1. Alat pemantau tinggi permukaan air Sebagai embung penelitian, embung Oemasi-Kupang merupakan satu-satunya embung di NTT yang dilengkapi dengan alat pemantau tinggi permukaan air dan curah hujan, sejak tahun 2001/2002 hingga 2010 (Gambar 2a dan 2b).
3.2.2. Persamaan volume embung Untuk mengetahui perubahan profil kedalaman embung telah dilakukan survei topografi embung, saat embung dibangun oleh Pemda Propinsi NTT, tahun 1991/19925), survei evaluasi tahun 20016) dan survei validasi tahun 20057). Berdasarkan survei topografi profil
(b) a) Gambar 2. Alat pengukur tinggi muka air otomatis T-404 Enerco Cimel, Perancis pada embung Oemasi, Kupang – NTT Pada kedua embung yang lain, yakni Oelomin dan Oeltua-Kupang, juga dipasang dengan alat yang sama, tahun 2001/2002, tetapi karena pertimbangan non teknis (kerusakan dan keamanan) maka alat pemantau kedua embung tersebut tidak dipasang lagi.
Gambar 2. Grafik hubungan antara tinggi permukaan air hasil pengukuran Data Logger AWLR dan kedalaman air embung Oemasi, Kupang, tahun 2005 19
kedalaman embung tahun 2005, diketahui kedalaman air embung Oemasi maksimum 8,4 m dan minimum 1 m, jarak sensor AWLR ke permukaan air terjauh 4.813 mm dan terdekat 2.144 mm. Dari data tersebut dibuat grafik regresi hubungan antara tinggi permukaan air dan kedalaman embung (Gambar 2). Artinya, kedalaman mistar (y) = -0,001013* tinggi muka air Data Logger (x) + 10,910624 (konstanta). Dari persamaan tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui setiap lapisan kedalaman profil sesuai pembacaan tinggi permukaan air AWLR. Selanjutnya, dibangun persamaan untuk mengetahui volume embung berdasarkan pembacaan tinggi permukaan air hasil pengukuran AWLR, sebagai berikut: Persamaan volume embung Oemasi, Kupang: = 37,58474222*x3 - 50721,64307
b*x2 + 22816521,07*x – 3421211206.......................... (1) Di mana x = tinggi permukaan air hasil pengukuran data logger AWLR. Dari persamaan tersebut dapat diketahui, jika dimisalkan tinggi permukaan air 1885 mm maka volume embung : = 37,58474222*18853 50721,64307* 18852 + 22816521,07* 1885 3421211206 = 17.270 m3. Berdasarkan persamaan tersebut di atas dilakukan pemantauan volume untuk mengetahui kondisi cadangan air embung Oemasi, Kupang sepanjang tahun. 3.2.3.Hasil pemantauan cadangan air embung Dari pemantauan tinggi permukaan air dapat diketahui kedalaman embung (Gambar 2) dan volume embung (Gambar 3). Dari Gambar 3, terlihat embung Oemasi, Kupang mengalami defisit volume air hingga hanya 4000 m3 pada bulan November-Desember 2005. Tetapi volume air embung segera surplus kembali hingga mencapai 16.000 - 12.000 m3 (pada Januari 2005-Juli 2006). Defisit air terjadi (pada Agustus-Desember 2006), saat sebelum musim hujan tiba. Akan tetapi, pada tahun 2010 terjadi anomali pola hujan di Oemasi, Kupang, yaitu terjadi hujan hampir setiap hari pada bulan JuniJuli 2010. Penambahan curah hujan ’di luar musim’ ini telah meningkatkan cadangan pada pembacaan tinggi permukaan air AWLR 3.373
Gambar 3. Grafik pemantauan tinggi permukaan air dan volume embung OemasiKupang dari rekaman alat pemantau otomatis (AWLR), November 2005Juli 2006 20
mm dengan kedalaman 7,5 m (hampir mencapai kedalaman maksimum 8,4 m). 3.4. Pemanfaatan air embung Berdasarkan survei pada tahun 1993, tahun 2001 dan tahun 2005, dapat diketahui pemanfaatan air embung Oemasi, Kupang (Tabel 1). Dari hasil pengamatan debit meter air tahun 1993, diketahui pemanfaatan air embung Oemasi, Kupang oleh 50 KK, adalah: Pemanfaatan air maksimum 21 m3/hari, minimum 9,1 m3/hari dan rata-rata 16,3 m3/ hari. Pada tahun 1993, air embung dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sayuran sebanyak 1000 pot polibag8). Dari data tersebut dapat pula dinyatakan, kebutuhan air adalah = 1.368 : 83: 50 = 300 liter/KK/ hari. Dari hasil survei pemanfaatan air embung Oemasi tahun 2001/2002 untuk 58 KK, irigasi 16.000 tanaman pot dan 5.850 tanaman di lahan langsung, diketahui pemanfaatan pada musim kemarau 20,7 m3/hari dan musim hujan hanya 4,2 m3/hari. Dari data tersebut dapat pula dinyatakan, kebutuhan air rata-rata = 20,7: 58 = 356 liter/KK/hari (musim kemarau) dan 4,2 : 28 = 150 liter/KK/hari (musim penghujan). Dari hasil survei tahun 2005, pemanfaatan air embung Oemasi, Kupang oleh 60 KK sebesar 22,1 m3 /hari (bulan September), 21,9 m3 /hari (bulan Oktober), dan 22,2 m3 /hari (bulan November), atau rata-rata 22,06 m3 /hari. Dari data tersebut dapat pula dinyatakan, kebutuhan air rata-rata = 22,06 : 60 = 367 m3/KK/hari. Kebocoran melalui kran air sebesar 2 liter/menit atau 2,880 m3/hari. Jadi pemanfaatan air oleh masyarakat Oemasi sebanyak (22,06-2,880)/60 = 320 liter/KK/hari. Berdasarkan tiga kali survei, dapat disimpulkan, bahwa distribusi air (water delivery) rata-rata adalah 300 liter/KK/hari (musim kemarau, tahun 1993); 356 liter/KK/hari (musim kemarau) dan 150 liter/KK/hari (pada musim penghujan) tahun 2001/2002; dan 320 liter/KK/ hari (tahun 2005).
Tabel 1. Pemanfaatan air embung Oemasi-Kupang pada survei tahun 1993, tahun 2001 dan 2005 No.
Tahun survei
Jumlah pemakai air (KK)
Jumlah tanaman
Pemanfaatan air total (m3/KK/hari)
1
1993
50
1000 pot polibag
9,1-21
2
2001
58
16.000 pot polibag,5.850 tanaman di lahan
4,2 - 20,7
3
2005
60
Tidak ada
22,06
3.5. Efisiensi pemanfaatan air embung Konservasi sumberdaya air pada prinsipnya ialah penggunaan air seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat. Efisiensi pemanfaatan air irigasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah air yang diberikan, mengurangi kebocoran-kebocoran dan pemberian air secara terputus. Selain budidaya tanaman pot, terdapat beberapa alternatif sistem irigasi yang dapat diterapkan untuk pemanfatan air secara efisien ialah irigasi tetes (drip watering), irigasi sebar (springkler irrigation) dan irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation)9). Salah satu upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan air embung Oemasi ialah dengan cara pembudidayaan tanaman sayuran (cabai, terong, tomat, kacang panjang dan buncis) dalam pot polibag8). Efisiensi pemanfaatan air embung Oemasi Kupang terlihat dari perkembangan
Gambar 4. Perkembangan jumlah petani dan tanaman sayuran dalam pot plastik polibag di Desa OemasiKupang, 1993-2000 (Diolah dari Laporan Teknik Puslitbang BiologiLIPI,1993-2000). 21
budidaya tanaman secara hemat air (Gambar 4). Berdasarkan data pangaliran air dari embung ke perkampungan penduduk dan pemanfaatan air tersebut di atas, efisiensi pemanfaatan air embung tampak nyata, tahun 1993-2000. Sedangkan periode 2001 sampai dengan 2009, tampak kurang efisien, karena pada periode tersebut pemanfaatan air relatif hanya untuk konsumsi rumah tangga dan ternak; sebaliknya kegiatan pertanian kurang dilaksanakan. Pada sisi yang lain, rencana rehabilitasi yang akan dilakukan oleh pihak Pemda NTT juga perlu dilaksanakan secara cermat, dengan mempertimbangkan: (1) erosi daerah tangkapan dan laju sedimentasi embung yang tinggi, sehingga meskipun air embung tampak penuh pada bulan Juli 2010 (karena terjadi anomali hujan), tetapi belum tentu volume air masih banyak pula; (2) rencana penambahan pipa perlu mempertimbangkan kapasitas debit air dari embung, sehingga kekhawatiran volume air embung tidak mencukupi tidak akan terjadi. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: 1. Efisiensi pemanfaatan air embung perlu ditingkatkan, mengingat volume debit dari embung ke perkampungan penduduk berkisar antara 16,3 m3, 20,7 m3 dan 22,06 m3/hari (musim kemarau) dan hanya 4,2 m3/hari (musim penghujan). Namun, pemanfaatan air secara intensif hanya dilaksanakan tahun 1993-2000. Peningkatan efisiensi dapat dilakukan melalui budidaya tanaman pot, irigasi tetes dan irigasi sebar;
2.
3.
Cadangan air embung mengalami surplus sebesar 12.000-16.000 m3 sepanjang bulan Maret-Juli sehingga penambahan jaringan perpipaan dapat dilakukan sepanjang tidak melebihi kapasitas volume cadangan yang tersedia. Namun, managemen pemakaian air harus dilakukan lebih intensif dan berhati-hati, terutama saat terjadi defisit air embung, pada bulan Agustus-Februari. Penelitian untuk memantau variasi cadangan dan pemanfaatan air embung perlu terus dilakukan terutama setelah dilakukan penambahan jaringan perpipaan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Reed, B.J. 2000. Minimum water quantity needed for domestic uses. WHO Regional Office for South-East Asia. WHO/SEARO Technical Notes for Emergencies, No. 9. New Delhi, India. 2.
Aiga, H. 2003. Household water consumption and the incidence of diarrhoea. Lessons learn from a case of the urban poor in Manila. Technical paper presented to: WHO/EMRO Consultation meeting on minimum household water security requirements and health. Amman, Jordan, 1-3 December 2003.
3.
Wikipedia. 2010. Water resources. Wikipedia.html. 18 Agustus, 2000.
22
4.
Molden, D. 1997. Accounting for water use and productivity. SWIM Paper 1. International Irrigation Managemen Institute, Clombo, Srilanka.
5. Dinas PU Popinsi NTT. 1990. Dokumen Perencanaan Embung Oemasi 1990/1991. Sub Dinas Pengairan, PU Propinsi NTT (Tidak dipublikasikan). 6. Widiyono, W. 2002. Konservasi ‘embung’ di Nusa Tenggara Timur melalui analisis tutupan vegetasi dan sumber daya air. Tesis Magister Sains, Jurusan Biologi, F-MIPA, UI. Bag. I. 68 hal. dan Bag. II. 101 hal. 7. Widiyono, W. 2007. Relationship between vegetation and runoff-erosion: consequences on ‘embung’ water balance in West Timor East Nusa Tenggara Province. Disertasi Bidang Biologi Konservasi, FMIPA, UI. 176 hal. 8.
Widiyono, W., Engk. Komarudin, A. Khusmayadi & End. Komarudin. 1994. Budidaya tanaman sayuran dalam pot di pekarangan dan perbaikan cara bertanam di kebun petani lahan kering untuk menghemat pemanfaatan air embungNTT. Pros. Seminar Hasil Litbang SDH, Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. Tahun Anggaran 1993/1994:246-253.
9. Subagyono, K., U. Haryati & S.H. Tala’ohu. 2004. Teknologi konservasi air pada pertanian lahan kering. Dalam: Kurnia, U., A. Rachman & A. Dariah (Eds.). Teknologi konservasi tanah pada lahan kering berlereng. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Litbangtan:151-188