Surat Redaksi
Pembaca budiman,
P
embangunan embung telah ditetapkan sebagai salah satu agenda prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) untuk mempercepat laju pertumbuhan desa. Hal ini bukan tanpa alasan. Tak hanya menjadi bagian vital mitigasi bencana banjir dan kekeringan, embung juga terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Kemendesa PDTT tentu tidak mampu bekerja sendiri, melainkan turut menggandeng sejumlah kementerian, lembaga, dan terutama peran aktif warga desa itu sendiri. Data dan geliat sosial ekonomi masyarakat desa terkait keberadaan embung akan tersaji di Info Desa kali ini. Termasuk pendapat para ahli dan aparat desa yang bersentuhan langsung dengan proses pembuatan embung desa. Sebagai contoh, kehadiran embung di beberapa desa di Kabupaten Gunung Kidul yang justru memberikan manfaat dari sektor pariwisata. Di samping soal embung, edisi ini juga tetap menghadirkan cerita dari desa di seluruh Indonesia, dari pembangunan lapangan olahraga desa, kerja sama de-
ngan kelompok Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina), sampai potret warga di daerah transmigrasi. Semoga beragam kabar gembira ini semakin memotivasi kita untuk terus memberikan kontribusi, dimulai dari lingkungan terdekat, dari pinggiran.
DR. IR. H. M. NURDIN, MT Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi
Silakan sampaikan kritik, ide, dan saran untuk perbaikan majalah via email
[email protected]. Selamat membaca!
Februari, 2017 Info Desa 3
Daftar Isi
14
Liputan Utama
EMBUNG DESA: MENANGKAL BENCANA, MEMBERDAYAKAN WARGA
36
Tokoh
Tomon Haryo Wirosobo
Hidup Mengalir Bersama Air
Desa Maju
38
Desa Mengwi, Kabupaten Badung, Bali
Memutar Roda Ekonomi lewat Warisan Leluhur
Desa Lalang Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
Hidup Sehat Usir Kemalangan di Desa Lalang Desa Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
Unggulan yang Transparan 4 Info Desa Februari, 2017
PENERBIT Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (BALILATFO) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Jentera
44 Desa Maras Tengah, Kecamatan Semidang Alas Maras, Kabupaten Seluma, Bengkulu
Mencari Solusi di Tengah Himpitan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
Harus Cerdik Antisipasi Bencana Alam
48
Transmigrasi
Desa Olobuju, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
Evolusi Wilayah Eks Transmigrasi Kawasan Terpadu Mandiri Rawa Pitu
Bergeliat Didorong yang Muda
PENASIHAT Eko Putro Sandjojo Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi PEMIMPIN UMUM H. M. Nurdin Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi WAKIL PEMIMPIN UMUM Risharyudi Triwibowo Staf Khusus Bidang Media PEMIMPIN REDAKS Helmiati Kepala Pusat Data dan Informasi TIM REDAKSI Jajang Abdullah (Sekretaris Balilatfo) Ir. Leroy Sami Uguy (Kepala Puslitbang) Ir. Anto Pribadi (Kepala Puslatmas) Drs. Suparman (Kepala Pusdiklat) Fajar Tri Suprapto (Kepala Biro Humas dan Kerjasama) SEKRETARIAT REDAKSI Elly Sarikit Kabid. PDT dan Transmigrasi Aditya Hendra Krisna Kabid. Pengembangan Sistem Informasi dan Sumberdaya Informatika Ria Fajarianti Kasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data PDT dan Transmigrasi Anton Tri Susilo Kasubbid. Penyajian Informasi PDT dan Transmigrasi Ichsan Nur Ahadi Kasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data Desa Nur Haryadi Kasubbid. Penyajian Informasi Desa Hardiman Wahyudi Kasubbid. Sumber Daya Informatika Wuwuh Sarwoaji Kasubbag. Tata Usaha Alfandi Pramandaru Penyusun Bahan Data dan Informasi
ALAMAT Karya
56
Kemilau Ikat Cincin Perak dari Desa Sonsang
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Jalan TMP Kalibata No 17 Jakarta Selatan 12750 Telp : 021 – 7900039 Fax : 021 – 7900030
Februari, 2017 Info Desa 5
Peristiwa
RANGKUL MAPORINA KEMENDES PDTT KEMBANGKAN DESA MAJU DAN MANDIRI
K
ementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengajak kelompok Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) seluruh Indonesia untuk ikut terlibat dalam mengembangkan segala program dan kegiatan di desa-desa. Hal itu dilakukan demi mewujudkan desa maju dan mandiri yang mampu menyejahterakan warganya.
"Saya berharap seluruh anggota Maporina Pusat, Korwil Provinsi dan Kabupaten yang bertekad untuk mengembangkan pertanian organik menuju pedesaan yang maju dan mandiri dapat terwujud. Mari kita manfaatkan semaksimal mungkin potensi-potensi yang ada di pedesaan untuk masyarakat yang lebih sejahtera," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi, M. Nurdin, mewakili Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, saat memberikan arahan dalam kegiatan Rapat Kerja Nasional I (Rakernas I) di Balai Makarti Muktitama, Kalibata, Jakarta, 9 Februari 2017.
ngan konsep satu desa satu produk, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang keuntungannya masuk ke pendapatan desa, embung yang bisa meningkatkan produksi pertanian, dan sarana olahraga di setiap desa.
Menurutnya, pemerintah pusat melalui APBN telah mengalokasikan anggaran dana desa pada 2017 sebesar Rp 60 triliun. Anggaran sebesar itu, lanjut Nurdin, diprioritaskan pada empat program utama, yakni produk unggulan desa de-
"Jadi dana desa itu fokus untuk empat hal tersebut. Mudah-mudahan, Maporina bisa mengeksplor kegiatan-kegiatan yang ada di desa-desa," katanya.Nurdin juga mengajak kepada kelompok Maporina untuk memanfaatkan lahan-lahan
6 Info Desa Februari, 2017
di Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat di lingkungan Kemendes PDTT. Balai yang tersebar di tujuh wilayah tersebut diharapkan dapat menciptakan sebuah inovasi baru yang diinisiasi oleh Maporina."Kita bisa manfaatkan dengan kerjasama. Kita lakukan sinergisitas, mudah-mudahan ada teknologi yang bisa dikembangkan dari Maporina," katanya. l
Peristiwa
HALMAHERA BARAT SIAPKAN 20.000 HEKTAR UNTUK PRUDES
P
emerintah Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) menyiapkan lahan seluas 20 hektar untuk mendukung program Produk Unggulan Desa (Prudes) yang menjadi prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Lahan tersebut akan digunakan untuk menanam jagung. “Dalam konsep 20 ribu hektar ini, kami memberikan tanggung jawab kepada setiap BUMDes untuk mengelolanya. Pemerintah juga menyiapkan kawasan pedesaan terpadu dalam hal perikanan, pertanian, pariwisata, agrobisnis, dan agroindustri,” ujar Bupati Halmahera Barat, Danny Missy, saat bertemu dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo, di Jakarta, 10 Februari 2017. Denny menambahkan, seluruh desa di Kabupaten Halbar yang berjumlah 170 desa telah mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Beberapa diantaranya telah memiliki penghasilan antara Rp 10-30 juta. Menurutnya, adanya BUMDes telah terbukti berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, Denny juga menegaskan manfaat embung yang telah banyak dibangun di daerahnya. "Embung cukup bagus. Beberapa tempat tertentu yang tidak bisa dijangkau irigasi kita pakai embung. Dengan embung, malah banyak tanaman-tanaman yang berpotensi untuk kita kembangkan, seperti kol tanpa pupuk yang berhasil dengan adanya embung," katanya.
Dalam kesempatan itu Mendes PDTT Eko Sandjojo mengapresiasi langkah Bupati Halbar yang terus berupaya mempercepat program pembangunan desa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. "Langkah Bupati Halbar harus kita dorong. Halbar telah membentuk BUMDes yang tersebar di 170 desa. Untuk produk unggulan desanya juga sudah disiapkan dengan adanya lahan seluas 20 ribu hektar untuk tanaman jagung. Untuk itu,
kita pasti akan mendorong perekonomian Halbar,” ujar Eko. Eko menambahkan, dirinya juga akan membantu menyiapkan sarana pascapanen dengan membawa pengusaha swasta masuk ke Halbar. Tidak hanya itu, Menteri Eko juga akan mendorong BUMN agar masuk ke desa-desa di Halbar untuk mendorong perekonomian masyarakat pedesaan. Diharapkan BUMDes yang ada di Halbar dapat menjadi contoh bagi BUMDes di daerah lain.l
Februari, 2017 Info Desa 7
Peristiwa
MENDES PDTT DORONG WALI NAGARI OPTIMALKAN DANA DESA 2017 rian atau Lembaga yang ada di kabinet kerja untuk mengalokasikan sejumlah program yang ditujukan langsung ke desa-desa. "Total anggaran yang dialokasikan dari 19 Kementerian tersebut sebesar Rp 560 triliun. Jadi dana yang masuk ke desa-desa, bukan hanya dana desa sebesar Rp 60 triliun saja. Tapi juga ada tambahan anggaran dari Alokasi Dana Desa (ADD) dari Kabupaten dan anggaran dari 19 kementerian," tambahnya.
M
enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo meminta kepada seluruh kepala desa untuk mengarahkan penggunaan dana desa untuk empat program prioritas kementerian agar dapat terwujudnya desa mandiri di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo saat bertemu dengan kepala desa yang tersebar di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada 4 Februari 2017 di Balai Pembibitan Ternak Unggulan Hijaun Pakan Ternak (BPTU HPT) Padang Mengatas, Lima Puluh Kota. Adapun keempat program prioritas yang perlu didorong oleh kepala desa
8 Info Desa Februari, 2017
yakni One Village One Product atau satu desa satu produk dengan memfokuskan suatu produk komoditi tertentu agar memiliki nilai tawar yang lebih tinggi. Kedua, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk menambah pendapatan asli daerah dan bisa menjadi modal pembentukan desa yang mandiri. Ketiga, pembangunan embung dan terakhir pembangunan sarana olahraga di setiap desa. "Dana desa tahun ini meningkat sebesar Rp 20 triliun, kita berharap, peningkatan sebesar itu bisa digunakan untuk mendorong ke empat program prioritas tersebut," ungkapnya. Eko mengatakan Kemendes PDTT telah dibantu oleh 19 Kemente-
Dengan besarnya anggaran desa yang ditujukan ke desa-desa di Indonesia, Eko berharap, penggunaan dana desa tidak disalahgunakan dan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan pembangunan desa dan mensejahterakan masyarakat. "Yang paling penting masyarakat ikut dilibatkan untuk membantu mengawasi penggunaan dana desa. Apalagi, KPK dan Kepolisian serta kejaksaan juga turut terlibat mengawasi penggunaan dana desa. Mudah-mudahan desa kita lebih cepat maju dengan banyaknya program yang masuk ke desa-desa dan dukungan masyarakat." katanya. Dalam pertemuan Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo dengan seluruh kepala desa di Kabupaten Lima Puluh Kota, turut dihadiri oleh Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ferizal Ridwan dan sejumlah tokoh masyarakat serta tokoh ulama yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. l
Peristiwa
KEMENDES PDTT FASILITASI PEMBANGUNAN LAPANGAN OLAHRAGA DESA
K
epentingan nasional di sektor olahraga bagi Indonesia dalam perkembangan global adalah dimilikinya kemampuan meraih prestasi tinggi di berbagai ajang kompetisi antar bangsa. Keunggulan olahraga menjadi simbol kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban. Hal ini karena prestasi olahraga melibatkan sepenuhnya kekuatan riset, ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, ekonomi, kebijakan politik, dan dukungan sosial masyarakat. Kecanggihan pengelolaan ditandai dengan adanya Kebijakan Nasional Keolahragaan serta elaborasinya ke dalam perencanaan strategik dengan kerangka kerja jangka panjang yang merupakan proses dinamis untuk mewujudkan visi olahraga nasional. Manajerial yang terorganisir rapih serta program latihan yang sarat inovasi dan terapan sports science menjadi tuntutan perbaikan yang terus menerus perlu dilakukan. Sistem pembinaan juga harus mampu menggerakkan bangunan olahraga mulai dari hulu. Selain itu, faktor-faktor seperti fasilitas dan infrastruktur, peningkatan mutu pelatih, kompetisi yang berkualitas, sports science, keunggulan karakter dan budaya juara, serta nilai-nilai goodsportsmanship juga harus mendapat tempat yang utama. Menciptakan atlet berprestasi Internasional tentu tidak dapat dilakukan secara instan dan mendadak. Pembinaan atlet seharusnya dilakukan secara kontinyu, berkelanjutan dan berjenjang melalui suatu proses yang modern dan mutakhir.
Sejak Rapat Terbatas (Ratas) pertama kalinya mengenai Percepatan Pembanguunan Sepakbola Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, pemerintah mempertajam sejumlah program prioritas yang sudah direncanakan di tahun 2017. Dalam Ratas yang dihadiri oleh Wakil Presiden, para Menteri Koordinator serta sejumlah Menteri Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo telah menekankan empat prioritas yang harus dilakukan dalam pembangunan sepakbola nasional, yaituPembinaan Sepakbola Usia Dini, Pembenahan Sistem dan Tata Kelola Sepakbola, Pembenahan Manajemen Klub, dan Penyediaan Infrastruktur Olahraga.
Ada komitmen yang harus dikawal bersama-sama untuk memperbaiki sepakbola di Indonesia, karena cabang olahraga ini menjadi salah satu cabang olahraga yang sangat populer di kalangan masyarakat. Selain itu juga perlu adanya sinergi bersama seluruh Kementerian, Lembaga dan seluruh stakeholder sepakbola untuk meningkatkan prestasi olahraga ini. Pada tahun 2015 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Kementerian BUMN memfasilitasi pembangunan sebanyak 470 lapangan olahraga desa. Pada tahun 2016 telah terbangun sebanyak 346 lapangan. Selanjutnya, tahun 2017 akan dapat terbangun sebanyak 1000 lapangan olahraga desa. l
Februari, 2017 Info Desa 9
Peristiwa
MENJAGA KOMITMEN ANTIKORUPSI bekerja sama secara tripartit, yaitu dengan Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). “Misalnya harga-harga yang tercantum pada Rencana Anggaran Biaya harus sesuai dengan Standar Biaya Umum yang ditetapkan Kemenkeu,” jelasnya. Langkah yang sama juga dilakukan pada tahap pelaksanaan program, yaitu melakukan audit operasional pada pengadaan barang dan jasa. Inspektorat Jenderal juga akan melakukan evaluasi apakah program tersebut sudah tepat sasaran atau belum.
D
alam Workshop Pengawasan Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Akuntabel pada 23 Februari 2017 di Jakarta, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menegaskan komitmennya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari segala praktek penyelewengan anggaran. Acara ini merupakan wujud kerja sama Kemendesa PDTT dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam kesempatan tersebut, Menteri Desa, Eko Sandjojo menyatakan ketegasannya dalam memerangi korupsi. “Kepada siapa saja yg menemukan ada penyelewengan di Kemendesa baik yang dilakukan oleh pegawai, staf, bahkan oleh saya sekalipun dimohon bantu la-
10 Info Desa Februari, 2017
porkan segera ke penegak hukum dan KPK. Jangan ditunda-tunda dan jangan negosiasi,” tegasnya. Hal senada juga dijelaskan oleh Inspektur Jenderal Kemendesa PDTT, Soegito. Menurutnya, program kementerian harus fokus ke empat program prioritas, yakni penetapan produk unggulan desa (Prudes), penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pembangunan embung, dan pembuatan sarana olahraga. “Inspektorat Jenderal sudah hadir sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga pelaporan. Kalau mau akuntabel semua lini ini harus diperhatikan,” ujarnya. Pada tahap perencanaan misalnya, pihak Inspektorat Jenderal akan menjaga program dan kegiatan agar sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja). Upaya ini tentu tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan
Tak berhenti sampai di situ, detail kegiatan dan pembayarannya harus dilaporkan secara lengkap. Salah satu instrumen kuncinya adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dari BPKP yang dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. Apabila semua tahap pembangunan desa tersebut dikelola dengan teliti, Soegito yakin peta risiko penyelewengan anggaran akan terlihat jelas. Dengan begitu, setiap pejabat eselon 1 yang bertanggung jawab pada masing-masing program dapat mengantisipasi risiko dan menciptakan tata kelola yang akuntabel. Dengan dukungan dari pihak eksternal dan internal, seperti Direktur Jenderal, Direktur, eselon 3, eselon 4, hingga staf, Soegito optimistis laporan keuangan Kemendesa PDTT tahun berikutnya dapat ditingkatkan menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Kuncinya ada dua, yaitu pelaksanaan sistem pengendalian intern dan fungsi pengawasan di kementerian yang berjalan dengan baik,” pungkasnya. l
Peristiwa
MENDES PDTT SERUKAN PRUDES UNTUK TANGKAL TENGKULAK bangkan produk unggulannya, seperti di Gorontalo dengan produksi jagungnya atau Dompu yang bisa lepas dari status daerah tertinggal. “Desa yang belum fokus akan kita kasih insentif, kita kasih bibit, pupuk, dan sarana pertanian gratis,” tambahnya. Selain itu, lanjut Eko, selain menetapkan produk unggulannya, desa juga didorong untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dirinya menekankan bahwa dana desa hanyalah sebagai stimulus pembangunan.
M
enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, akan terus mendorong desa-desa untuk memiliki produk unggulan. Dorongan tersebut dilakukan untuk terus meningkatkan skala ekonomi desa.
“BUMDes itu dibikin supaya dana desa suatu saat bukan menjadi sumber utama pembangunan desa. Sumber utamanya yakni desa mempunyai sarana ekonomi sendiri yang bisa membuat desa itu mandiri secara finansial dan membuka lapangan kerja,” katanya. meningkatkan skala produksi. Dengan begitu, sarana pascapanen dapat masuk untuk memberi nilai tambah.Mata rantai tengkulak pun bisa putus.
“Desa bisa kaya kalau fokus, selain itu supaya tengkulak tidak bisa masuk,” ujar MendesPDTT Eko Putro Sandjojo, saat berkunjung ke Redaksi Koran SINDO, di Gedung Sindo, Jakarta, 26 Januari 2017.
Eko menambahkan, di tahun 2017 ini, Kemendes PDTT memiliki agenda prioritas untuk dapat menerapkan program pengembangan Produk Unggulan Desa (Prudes) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Pengembangan produk-produk tersebut juga akan berbasis teknologi dan inovasi.
Menurutnya, kalau daerah sudah fokus pada satu produk unggulan, maka akan
Ia mencontohkan beberapa daerah yang sudah bisa fokus untuk mengem-
Meski demikian, Eko mengakui bahwa sumber daya manusia masih menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan BUMDes. Oleh karena itu, pemerintah akan membentuk Holding Mitra BUMDes. Fungsi utama dari holding tersebut yakni memberikan pelatihan dan pendampingan serentak mengenai manajemen BUMDes ke desa-desa. “Membangun desa itu persoalannya banyak, yang punya ide juga banyak, yang penting optimis, dengan media sama-sama mengkonsolidasikan masyarakat, peran media penting untuk mengawal,” tutupnya. l
Februari, 2017 Info Desa 11
PELATIHAN DESA GENJOT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Acara dilanjutkan dengan pengarahan dan acara teleconference dengan lima Balai Besar Latihan Masyarakat (BBLM), yakni BBLM Yogyakarta, BLM Pekanbaru, BLM Makasar, BLM Banjarmasin dan BLM Denpasar yang serentak melaksanakan pembukaan pelatihan masyarakat desa.
D
alam berbagai aspek kehidupan, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi faktor krusial, sekaligus tantangan tersendiri. Untuk itu Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi gencar mengupayakan peningkatan kualitas SDM melalui Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat (BBPLM). Mengawali 2017, pembukaan pelatihan masyarakat desa dilaksanakan pada 10 Januari lalu di Training Center BBPLM Jakarta. Jenis pelatihan yang diberikan adalah Pelatihan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bagi 18 PAUD di Kabupaten Subang, Pelatihan Bimbingan Teknis Kader Pemberdayaan Masyarakat
12 Info Desa Februari, 2017
Desa (KPMD) bagi Penggerak Swadaya Masyarakat di 21 provinsi, serta Pelatihan Pengelolaan dan Pengembangan Bumdes untuk lima desa di Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Acara dibuka oleh Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kemendesa PDTT. Turut hadir para pejabat eselon 1 dan eselon 2 serta Riri Sandjojo selaku Ketua Dharma Wanita Kemendesa PDTT. Para undangan merupakan pihak terkait yang akan melakukan kerja sama dalam pelatihan, antara lain Indonesian Heritage Foundation (IHF), BNI, BRI, Ketua Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE), perwakilan Ditjen PAUD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, IPB, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Kompak.
Kepala Balilatfo menyatakan bahwa pelatihan terbagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah pelatihan inti yang merupakan amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, yaitu pelatihan Bumdes, KPMD dan Masyarakat Adat. Kedua, pelatihan yang mendukung program Ditjen Teknis (pelatihan unggulan atau one village one product), yaitu agriculture estate dan aquaculture estate. Ketiga adalah pelatihan teknis lain untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa. Setelah pembukaan, Sekjen Kemendesa PDTT dan Riri Sandjojo melakukan penanaman pohon jambu Jamaika dan Nangka serta peninjauan ke demonstration plot BBPLM Jakarta, antara lain panen ikan, panen tanaman sayuran hidroponik, uji coba biogas, uji coba pupuk organik cair, hasil pelatihan kewirausaan (PHP dan Handycraft), serta Jamur tiram. Tahun ini, jumlah program pelatihan meningkat signifikan karena peningkatan kapasitas SDM dianggap strategis dalam mendukung unit kerja teknis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah angkatan pelatihan BBPLM Jakarta sebanyak 16 angkatan pada 2016 dan 58 angkatan pada 2017. l
KEMENDES PDTT JAJAKI PELUANG KERJASAMA E-COMMERCE DENGAN AMERIKA SERIKAT
M
enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo menerima kunjungan kehormatan dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph R. Donovan Jr., di kantor Kemendes PDTT, Jakarta, 2 Februari 2017. Dalam pertemuan tersebut, Mendes PDTT Eko Sandjojo menyampaikan pentingnya setiap desa untuk memiliki Produk Unggulan Desa (Prudes). "Kita dorong agar desa-desa dapat memiliki produk unggulan desa yang dipastikan akan memiliki nilai tawar yang lebih tinggi. Ini jadi potensi besar pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional jika terus dikembangkan," ujar Menteri Eko. Meski demikian, dirinya mengakui keterbatasan akses jaringan dan pasar masih menjadi kendala utama. Perkembangan teknologi digital pun diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan Prudes. Misalnya, lanjut Eko, dengan memanfaatkan e-commerce dan situs belanja online. "Kami berharap Kemendes PDTT dan kementerian atau instansi lain di Amerika Serikat dapat menjalin kerjasama dalam hal pengembangan e-commerce untuk promosi dan pemasaran desa. Selain itu, juga dapat dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal informasi dan teknologi (IT)," katanya.
Eko juga menyampaikan program prioritas lainnya yakni Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berguna untuk mendorong perluasan akses pasar, peningkatan skala ekonomi, penyediaan sarana dan prasarana pasca panen, maupun bantuan permodalan. Begitu juga dengan embung air desa yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian. “Kami juga prioritaskan embung yang berfungsi untuk menyimpan cadangan air, menjaga kualitas air tanah, serta mencegah banjir. Satu hal lagi adalah mendorong pembangunan sarana olahraga,” ujarnya. Dalam kesempatan ini, Eko juga mengucapkan selamat atas terpilihnya Jo-
seph R. Donovan Jr. sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia menggantikan Robert O. Blake. "Kami berharap ke depannya dapat lebih meningkatkan kerjasama antar kedua negara," lanjut Menteri Eko. Pertemuan ini turut dihadiri Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi, Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu Suprayoga Hadi, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Singgih Wiranto, dan Kepala Balilatfo M.Nurdin. Selain itu, turut hadir Wakil Dubes Amerika Serikat Brian McFeeters dan Deputy Director of Milennium Challenge Corporation Martha Bowen. l
Februari, 2017 Info Desa 13
Liputan Utama
EMBUNG DESA: MENANGKAL BENCANA, MEMBERDAYAKAN WARGA 14 Info Desa Februari, 2017
Liputan Utama
I
klim dan cuaca merupakan elemen vital yang mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Namun tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan pembangunan menyebabkan kerusakan daur hidrologi menjadi tidak terelakkan. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana hidrometeorologi, seperti banjir, puting beliung, tanah longsor, dan kekeringan terus mendominasi kejadian bencana di Indonesia dari masa ke masa. Secara umum, bencana ini akan berdampak pada degradasi sumber daya lahan, air, dan infrastruktur, terutama irigasi. Karena itu, sejumlah langkah adaptasi dan mitigasi untuk meningkatkan ketahanan sistem produksi pangan harus segera dilakukan. Salah satunya dengan melakukan pemanenan air hujan dan aliran permukaan (water harvesting). Wujud teknologi panen air tersebut dapat berupa embung, dam parit, atau long storage. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam atau cekungan untuk menampung air limpasan atau air hujan. Sementara dam parit dibangun dengan membendung sungai kecil atau parit alami. Long storage juga berupa bendungan air sungai, kanal, atau parit pada lahan yang relatif datar dengan bentuk yang memanjang. Ketiga teknik konservasi air tersebut akan mencegah luapan air pada musim hujan dan menekan risiko banjir. Tak hanya berhenti sampai di situ, embung kembali berfungsi saat musim kemarau, yakni menjadi sarana irigasi, terutama pada lahan sawah yang hanya mengandalkan hujan. Konservasi air melalui pengembangan embung dinilai efektif karena bersifat tepat guna, murah, dan spesifik dari sisi lokasi. Dengan desain yang relatif sederhana, embung bisa dibangun sendiri oleh kelompok usaha tani serta berdampak langsung pada produktivitas lahan dan pendapatan petani. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya Indeks Pertanaman (IP), yaitu
Sebaran Bencana per Jenis Kejadian 1815-2015
10.7%
31.2%
8.8% 12.9% 16.4%
¾ Banjir ¾ Puting Beliung ¾ Tanah Longsor ¾ Kebakaran
20%
¾ Kekeringan ¾ L ain-lain (gempa, kecelakaan,
terorisme) Sumber: BNPB 2016
Selaras dengan upaya tersebut, Presiden Joko Widodo menargetkan pembangunan 30.000 unit embung di seluruh Indonesia pada 2017. Jokowi membebankan target tersebut ke Menteri Pertanian, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. "Saya sampaikan kepada Menteri Pertanian, Menteri Desa, dan Menteri Pekerjaan Umum, urusi itu yang namanya air. Baik yang berkaitan dengan irigasi, waduk. Karena kunci dari peningkatan produksi pertanian adalah air. Tidak ada yang lebih penting dari itu," ungkap Presiden saat menghadiri Rapat Kerja Nasional Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta, pada 5 Januari 2017.
hitungan rata-rata kali tanam dalam satu tahun. Misalnya jika sebuah sawah padi ditanami satu kali (tanam) dalam setahun, dengan ketersediaan air yang memadai sepanjang tahun, kegiatan tanam bisa bertambah menjadi dua kali dalam setahun. Bukti keberhasilan penerapan embung ditunjukkan oleh Kabupaten Enrekang, salah satu kawasan penghasil pertanian dan perkebunan terbesar di Sulawesi
Selatan. Sebenarnya, Enrekang mempunyai kesulitan air. Topografinya yang curam serta dipenuhi batu kompak membuat air di perbukitan Enrekang dengan cepat meluncur ke sungai. Maka dari itu, sejak 2010 pemerintah daerah mulai menjalankan program seribu embung. Bupati Enrekang Muslimin Bando menuturkan, sejak 2010 hingga 2015 Pemkab Enrekang telah membuat 1.359 unit embung. "Ini yang ingin kami
Februari, 2017 Info Desa 15
Liputan Utama tekankan. Pemerintah memang harus memenuhi kebutuhan air, tapi semua butuh kerja sama khususnya dengan masyarakat agar air tidak menjadi barang mahal," ungkap Muslimin.
dana Rp 238 juta. "Di sini relatif murah karena kalau di Pulau Jawa untuk membangun embung yang dilapisi plastik dengan luas satu hektare rata-rata habis Rp 1 miliar," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Enrekang Asril menambahkan, keberadaan ribuan embung memang berdampak pesat pada hasil pertanian. Khusus untuk bawang yang menjadi komoditas utama Enrekang, mulai 2012 hingga 2014 meningkat dari produksi 33.071 ton per tahun, menjadi 44.189 ton per tahun. Untuk cokelat, dari 6.750 ton per tahun menjadi 7.034 ton per tahun. "Kira-kira saat ini jumlah pertanian meningkat 4-5 persen,” ujarnya.
Selain berperan sebagai konservasi air, embung juga bisa menjadi media pendukung ekosistem. Embung dapat menjadi habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan serta secara tidak langsung menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesa oleh fitoplankton yang hidup di dalamnya. Dengan desain yang baik, manfaat sampingan lainnya juga kerap muncul, terutama di sektor pariwisata. Sebagai contoh Embung Nglanggeran dan Embung Batara Sriten di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi destinasi wisata baru.
Hal serupa juga telah dijalankan Desa Tani Bhakti, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Di daerah tersebut, dana desa dimanfaatkan untuk membangun penampungan air bersih dan embung. Pengecekan langsung dilakukan oleh Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo. Presiden mengatakan, pembangunan embung seluas 5.000 meter persegi itu menghabiskan
TAHAPAN MEMBANGUN EMBUNG Meski desain embung desa tergolong lebih sederhana dibandingkan waduk atau bendungan, proses pembangunannya tetap harus dirancang dengan teliti agar dapat menampung air dengan optimal. Untuk itu, perlu dilakukan survei, investigasi, dan desain (SID) terlebih dahulu.
Saat ini
2017
3.771 unit
30.000 unit
SID berguna untuk mendapatkan calon petani dan calon lokasi yang sesuai, baik dari segi teknis maupun sosial. Survei yang dilanjutkan dengan penyusunan Surat Keputusan (SK) biasanya dilaksanakan oleh tim teknis yang terdiri dari petugas dinas lingkup pertanian kabupaten atau kota, petugas kecamatan, atau pendamping dari kementerian. Tim ini akan melaporkan data seperti koordinat, peta situasi lokasi, luas layanan yang akan diairi, dan rencana anggaran biaya.
KEMENTERIAN PU-PR
KEMENTERIAN PERTANIAN
16 Info Desa Februari, 2017
KEMENTERIAN DESA PDTT
Tahap berikutnya adalah Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK) melalui musyawarah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan bimbingan Tim Teknis. RUKK sekurang-
Liputan Utama dapat terhindar dari kebocoran dan bisa menampung air dengan maksimal. Begitu pula dengan ukurannya, tergantung keperluan dan luas areal tanaman yang akan diairi. Misalnya untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0,5 hektare, embung yang diperlukan adalah berukuran panjang 10 meter, lebar 5 meter dan kedalaman 2,5 – 3 meter. Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada di sekitarnya, supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung. Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi sehingga tidak perlu membuat instalasi saluran yang terlalu panjang.
-kurangnya memuat rencana volume embung, kebutuhan bahan, jumlah tenaga kerja, biaya, sumber biaya, dan waktu pelaksanaan. Identifikasi ini penting karena perbedaan kondisi lahan akan berpengaruh terhadap desain embungnya. Mengingat air dari embung sangat terbatas, pemakaiannya harus seefisien mungkin. Umumnya embung digunakan untuk mengairi tanaman yang hemat air, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan sayuran.
Apabila embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk mengairi hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada fase pembungaan dan pengisian bulir padi. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh air. Materialnya juga harus disesuaikan dengan tekstur tanah. Embung yang dibangun di atas tanah berpasir atau berpori tentu memerlukan alas, baik plastik, terpal, geomembran, atau tembok. Dengan desain yang akurat, embung diharapkan
KONSTRUKSI DAN PENGAWASAN Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diperlukan, tahapan selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah. Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah. Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak penuh atau meluap. Segala proses ini harus terus mendapatkan pengawasan, baik oleh tim teknis, pemerintah daerah, maupun pusat. Terlebih karena pembiayaannya memanfaatkan dana bantuan, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Desa. Laporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan, biasanya dilengkapi foto-foto dan data angka peningkatan produktivitas pertanian. l
TAHAPAN: Survei, Investigasi, Desain (SID) Penyusunan Surat Keputusan (SK) Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK) Pencairan Dana Konstruksi Pengawasan dan Evaluasi Pelaporan
Februari, 2017 Info Desa 17
Liputan Utama
TEKNOLOGI PEMANENAN AIR SUMBER Air limpasan sungai atau parit Mata air Air hujan
KEMIRINGAN LAHAN Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman dengan kemiringan antara 8-30% < 8%: Sulit menampung air limpasan sungai, tapi bisa menampung air hujan.
> 30%: Bisa menampung segala jenis sumber air, tapi cepat dipenuhi endapan karena erosi.
8 – 30%: Cocok untuk menampung segala sumber air, baik limpasan sungai maupun air hujan.
Rencana Infrastruktur Penyediaan Air 2017 pada 3,9 juta ha Sawah Tadah Hujan
18 Info Desa Februari, 2017
MERANCANG DESAIN EMBUNG
Liputan Utama
I
ndonesia memiliki topografi yang berbeda-beda. Karena itu, pembangunan teknologi pemanenan air harus memperhatikan faktor lokasi, sumber air, tekstur tanah, dan kemiringan. Desain yang sesuai dengan kondisi lahan akan mengoptimalkan pemanenan air pada musim hujan dan penyediaan air saat kemarau.
JENIS Embung: Cekungan untuk menampung air. Dam Parit: Konservasi air dengan cara membendung aliran air sungai kecil atau parit. Long Storage: Membendung aliran air dengan bentuk yang memanjang.
TEKSTUR TANAH Sebaiknya dibuat pada lahan dengan tanah liat berlempung. Jika tanahnya berpasir atau berpori, dianjurkan memakai alas plastik, terpal, geomembran, atau tembok.
Februari, 2017 Info Desa 19
Liputan Utama
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Sandjojo (kanan), dan Kepala Desa Tani Bhakti Alamsyah ketika melihat embung desa di Desa Tani Bhakti, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Desember 2016. Foto: Dok. Twitter Kemendesa PDTT
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI, EKO PUTRO SANDJOJO:
PEMBANGUNAN EMBUNG AKAN UNGKIT EKONOMI DESA 20 Info Desa Februari, 2017
Liputan Utama
Tahun ini, pemerintah akan membangun 30.000 embung dengan menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun, yang dialokasikan ke dalam Dana Desa. Pembangunan embung diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian masyarakat desa dan mampu mengungkit ekonomi desa.
“P
residen telah menginstruksikan tambahan Rp 20 triliun dari dana desa untuk alokasi membuat embung air desa,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, dalam paparan program kerja 2017 kementerian yang dipimpinnya, di Jakarta, pada pertengahan Januari 2017. Dalam pemaparan program kerja tersebut, pembangunan embung menjadi salah satu program prioritas dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Eko mengatakan, pembangunan embung bertujuan agar setiap desa memiliki persediaan air yang cukup untuk mengaliri lahan pertanian. Faktanya, selama ini sebagian besar petani hanya mengandalkan air hujan dan sungai untuk mengaliri lahan sehingga membuat masa tanam dan panen hanya sekali dalam setahun. “Keberadaan embung merupakan solusi agar masyarakat desa bisa mempunyai persediaan air yang cukup untuk mengairi lahan pertanian,” ujarnya. Mengapa desa perlu membangun embung dan bagaimana dampaknya terhadap pertanian, berikut petikan wawancara selengkapnya. BAGAIMANA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG? Pembangunan embung menjadi salah satu prioritas program dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada tahun ini. Secara teknis, kami akan membuat peraturan agar dana desa dapat digunakan untuk membangun embung. Selain itu, desa juga dapat bekerja sama dengan desa lain di wilayahnya untuk membuat embung air antardesa. Pemerintah pusat sendiri akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk membangun 30.000 embung pada 2017 yang dialokasikan ke dalam dana desa. Tahun ini masing-masing desa akan mendapatkan
Februari, 2017 Info Desa 21
Liputan Utama dana desa sekitar Rp 800-900 juta, belum lagi ditambah dana dari provinsi dan kabupaten, nilainya bisa mencapai miliaran. MENGAPA DESA PERLU MEMBANGUN EMBUNG? Salah satu pertimbangannya karena 80 persen penduduk Indonesia hidup di desa dan bekerja di sektor pertanian. Selain itu, sebagian desa di Indonesia kerap dilanda kekeringan. Warga sering kekurangan air bersih baik untuk mandi cuci kakus (MCK) maupun untuk kebutuhan pertanian. Keberadaan embung atau sarana penampungan air hujan merupakan solusi agar warga desa bisa mempunyai persediaan air yang cukup untuk mengairi lahan pertanian. Karena itu pembangunan embung wajib dilakukan untuk memenuhi keperluan pengairan desa. APA MANFAAT EMBUNG BAGI DESA? Utamanya adalah untuk pengairan lahan pertanian. Selama ini sebagian besar pe-
22 Info Desa Februari, 2017
tani hanya mengandalkan air hujan dan sungai untuk mengaliri lahan sehingga membuat masa tanam dan panen hanya sekali dalam setahun. Manfaat lain bisa digunakan untuk perikanan dan sektor pariwisata. BERAPA ANGGARAN PEMBANGUNAN EMBUNG? Pembangunan embung bisa dialokasikan dari dana desa sekitar Rp 200-500 juta. Karena dananya tersedia, pembangunan embung bukan menjadi persoalan yang sulit bagi desa dan diharapkan dapat dimanfaatkan bagi kemajuan ekonomi masyarakat desa. Untuk mempercepat pengerjaan Kemendesa PDTT berencana melibatkan personel TNI. BERAPA DESA YANG SUDAH MEMBANGUN EMBUNG? Sudah ada 628 desa di Indonesia yang membangun embung, hasil dari pemanfaatan dana desa. Soal pembangunan embung sudah kami sosialisasikan ke desa-desa, bahwa desa berbasis pertani-
Liputan Utama
an agar mengalokasikan sebagian dana desanya untuk membangun embung. Karena itu, saya berharap desa-desa yang lain bisa mencontoh langkah desa-desa yang telah membangun embung untuk meningkatkan perekonomian desa. APA DAMPAK PEMBANGUNAN EMBUNG? Dari 74.754 desa di Indonesia, sebanyak 82,77 persen di antaranya memiki sumber penghasilan di bidang pertani-
an. Dengan adanya pasokan air di desa yang tersedia sepanjang waktu melalui pembangunan embung, hal itu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian masyarakat desa dan mengungkit ekonomi desa. Kami mendapatkan laporan dari desa-desa yang telah mempunyai embung bahwa terjadi peningkatan produktivitas pertanian. Jika sebelum ada embung rerata petani hanya bisa panen 1,4 kali per tahun, maka dengan pembangunan
embung jumlah panen menjadi 3 kali per tahun sehingga membuat pendapatan ekonomi masyarakat desa meningkat. Fakta ini tentu menjadi pelajaran sehingga pembangunan embung harus kian masif di seluruh desa di Indonesia, supaya kesejahteraan warga desa bisa kian terangkat. Ke depan, desa diharapkan mampu memproduksi hasil pertanian dalam skala besar dan terintegerasi, ditambah sarana pascapanen. l
Februari, 2017 Info Desa 23
Liputan Utama
SINERGI TIGA KEMENTERIAN nya adalah Embung Wain di Balikpapan dan Embung Soropadan di Temanggung. Kemendesa PDTT sendiri akan menggelontorkan Dana Desa sebesar Rp 20 triliun untuk mendukung program pembangunan embung pada tahun ini. Selain bantuan dana, Kemendesa PDTT juga berperan melakukan verifikasi data dan hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Menurut rekap data pengembangan sumber daya air per provinsi, dari 1.004.056,15 hektare lahan yang disurvei, terdapat 737.723,84 hektare lahan yang bisa diairi. (Sumber: Rekap Data Pengembangan Sumber Daya Air Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian) Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Mitigasi Iklim dan Konservasi Air, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian, Rahmanto mengungkapkan, pembuatan embung sangat penting karena berperan sebagai irigasi inti (utama) atau irigasi suplesi (pelengkap irigasi inti) di area pertanian yang sulit dijangkau waduk-waduk besar.
P
residen Joko Widodo memberikan tugas khusus kepada tiga kementerian untuk membangun 30.000 embung, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Pembangunan embung untuk mendukung produktivitas sektor pertanian sebenarnya bukan hal yang baru bagi
24 Info Desa Februari, 2017
ketiga lembaga tersebut. Pada 2016 misalnya, Kementerian Pertanian telah berhasil membangun 1.714 unit embung. Begitu pula dengan Kementerian PUPR yang rutin membangun dan merehabilitasi infrastruktur sumber daya air, dari bendungan, waduk, atau embung. Seperti tercantum pada Rencana Strategis tahun 2015–2019, Kementerian PUPR akan membangun 65 bendungan dan 1.893 unit embung atau bangunan penampung air lainnya. Beberapa contoh-
“Daya tampung waduk memang lebih besar, tapi kan tidak mungkin dibangun di dekat sawah, apalagi jika aksesnya sulit. Karena itu kita bangun embung yang langsung berada di area usaha tani, desainnya sederhana, dan relatif murah,” tutur Rahmanto. Selain itu, Rahmanto menambahkan, pembangunan embung juga dapat menimbulkan partisipasi warga desa karena dikerjakan secara padat karya. Bahkan, biaya membuat embung bisa meningkat karena diinvestasikan ke usaha produktif, yaitu pertanian. Ia memberi contoh
Liputan Utama
Laporan Identifikasi Sumber Daya Air untuk Irigasi Pertanian Desa Ciomas, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor • Jenis Bangunan: Dam parit • Perkiraan anggaran: Rp 100 juta • Luas Layanan: 45 Hektare • Indeks Pertanamana »» Sekarang: 1 »» Target: 1,5 »» Peningkatan: 0,5 • Manfaat: 135 ton GKP (Gabah Kering Panen) • Nilai panen: Rp 500 juta
embung di Desa Ciomas, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor yang diproyeksikan meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) atau rata-rata masa tanam, dari 1 kali dalam setahun menjadi 1,5 kali.
SUMATERA Potensi: 1.078.739 ha Long Storage Embung Dam Parit Pemanfaatan air sungai
Selama ini embung dibangun dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) atau dana tugas pembantuan dari Kementerian Pertanian. Kini dengan bantuan Dana Desa, percepatan pembangunan embung diyakini dapat segera tercapai. Sebagaimana tercantum dalam Permendesa Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017, selain untuk infrastruktur jalan, jembatan, dan lainnya, Dana Desa juga dapat digunakan untuk membuat embung. Inisiatif pembuatan embung biasanya diusulkan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) karena mereka sendirilah yang paling paham mengenai kondisi lahannya. Setelah usulnya diterima dan diverifikasi, barulah dibentuk tim teknis yang terdiri dari petugas dinas pertanian kabupaten atau kota dan petugas kecamatan. Rahmanto mengungkapkan salah satu kendala terbesar dalam proyek ini adalah faktor sumber daya manusia yang bertugas merancang desain embung atau mengawasi pelaksanaan. Risikonya, ada embung yang temboknya pecah, bocor,
atau lokasinya kurang tepat. Karenanya, pembuatan skema embung harus didiskusikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Salah satu material yang dapat mencegah kebocoran embung adalah geomembran, semacam karet sintetis yang terbuat dari Hight Density Polyethylene (HDPE) atau Low Density Polyethylen (LDPE). Karakteristik geomembran yang elastis, tahan longsor dan gempa, ramah terhadap biota air, tahan paparan sinar matahari, serta bisa mengikuti lekukan alami tanah membuat bahan ini dapat awet hingga 30 tahun. Melalui sinergi berbagai kementerian ini, diharapkan target pembangunan 30.000 embung untuk mendukung ketahanan air dan lahan dapat tercapai. Tentunya dengan peran aktif dinas di daerah, pemerintah setempat, dan terutama kelompok tani sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan keberadaan embung. l
KALIMANTAN Potensi:
665.693 ha Pemanfaatan air sungai
SULAWESI Potensi: 665.693 ha Long Storage Embung Dam Parit Sumur Pemanfaatan air sungai
MALUKU Potensi:
21.763 ha Pemanfaatan air sungai
JAWA Potensi:
1.160.111 ha Long Storage Embung Pemanfaatan air sungai
BALI + NUSTRA Potensi:
139.913 ha Dam Sumur Pemanfaatan air sungai
(Sumber: Data Subdirektorat Mitigasi Iklim dan Konservasi Air Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian)
PAPUA Potensi:
55.840 ha Pemanfaatan air sungai
Februari, 2017 Info Desa 25
Liputan Utama
GELIAT DESA MEMBANGUN EMBUNG Berawal dari usaha untuk merawat lahan sawah dan kebun, embung di Kabupaten Gunungkidul memberikan manfaat lebih jauh, dari produktivitas pertanian sampai pariwisata.
26 Info Desa Februari, 2017
S
ejak masuk dalam jaringan Geopark Gunung Sewu, Kabupaten Gunungkidul terkenal sebagai primadona wisata baru di Daerah Istimewa Yogyakarta. Padahal dulu kawasan ini akrab dengan bencana kekeringan yang melanda setiap tahun. Kini, Gunungkidul identik dengan destinasi wisata tenar, seperti Gua Jomblang, Gua Pindul, Gunung Api Purba, dan yang terbaru, wisata embung. Desa Nglanggeran yang didominasi lahan gersang dan batuan karst ternyata menjadi magnet bagi peneliti. Kondisi ini membuat warga Desa Nglanggeran menginisiasi pengembangan Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba pada 1999. SK Kepala Desa Nglanggeran No.05/ KPTS/1999 tertanggal Desa 12 Mei 1999 menandai dimulainya pengelolan lahan Gunung Api Purba seluas 48 hektare oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri.
Liputan Utama Inisiasi tersebut diawali dengan menanam pohon di area gunung. Langkah selanjutnya adalah pembuatan embung sebagai sarana konservasi air. Menurut pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran bagian promosi, Aris Budiono, semenjak diresmikan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada 19 Februari 2013, Embung Nglanggeran langsung menjadi pusat perhatian. “Awalnya, embung dibuat untuk menampung air agar bisa dialirkan ke perkebunan buah,” ujarnya. Sri Sultan Hamengkubuwono X membuka dan meresmikannya dengan nama “Kebun Buah Nglanggeran” karena diproyeksikan sebagai kebun buah. Namun karena terkenal dengan embung di puncak bukit itu, lanjutnya, tempat ini justru dikenal dengan nama Embung Nglanggeran. Embung seluas 0,34 hektare ini berdiri di tanah milik Keraton Yogyakarta dan warga setempat. Totalnya mencapai 20 hektare jika ditambah luas perkebunan buah. Aris menjelaskan, kawasan itu dikelola secara komunal oleh seluruh warga Desa Nglanggeran. Selain Pokdarwis, mereka juga mengintegrasikan perkumpulan yang sudah ada, seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Karang Taruna. Pembangunan embung dilaksanakan dari Oktober 2012 sampai Februari 2013 dengan biaya sekitar 1.2 miliar. Dana diperoleh dari hibah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertamina dan Bank Indonesia juga menghibahkan dana melalui skema CSR (Corporate Social Responsibility). Untuk memasuki kawasan embung, cukup membayar tiket seharga Rp 10.000 pada siang hari dan Rp 15.000 di malam hari. Ada fasilitas saung, penjaja makanan, dan dua buah toilet. Di sekeliling embung, juga telah dipasang pagar untuk mencegah para wisatawan terjatuh ke dalam embung. Secara ekonomi, keberadaan Embung Nglanggeran menjadi berkah bagi warga
desa yang terdiri dari 5 dusun itu. Pengunjung embung meningkat pesat dari tahun ke tahun. “Bahkan tahun 2012, ketika proses pembangunan masih berlangsung, tercatat 27.000 pengunjung yang datang. Kemudian berturut-turut meningkat drastis sebesar 85.000 pada 2013 dan 305.000 pada 2014,” ujarnya. Selain menjaga kelestarian perkebunan dan menaikkan pendapatan dari pariwisata, kehadiran embung mampu menekan urbanisasi hingga di kisaran 40 persen. “Tadinya, setelah lulus SMA, orang kampung sini lebih memilih merantau. Paling banyak ke Jakarta dan Batam, ada juga menjadi TKI di Korea Selatan. Sekarang, setelah lulus, ya nggak pergi. Membangun desane dewe,” pungkas Aris. BATARA SRITEN Selain Nglanggeran, Embung Batara Sriten juga menonjol di sektor pariwisata Gunungkidul. Embung ini berada di perbukitan Batur Agung, sehingga membuatnya menjadi embung tertinggi di Gunung Kidul, yakni 896 meter di atas permukaan laut. Maka tidak mengherankan apabila para pengunjung menjumpai hawa yang sejuk dengan panorama indah. Dari lokasi parkir, 10.100.000 meter kubik air terhampar di depan mata. Embung Batara Sriten dilengkapi joglo yang bisa berfungsi sebagai aula. Persis di belakang joglo, ada mushola dan toilet. Bagi yang ingin menikmati pemandangan Klaten dari atas kejauhan, disediakan dua gazebo di ujung embung. Untuk memasuki kawasan seluas 1 hektare ini, pengunjung cukup membayar parkir sebesar Rp 2.000 untuk motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Menurut perangkat Desa Pilangrejo, Aris Widartono, mulai pertengahan 2017 akan dikenakan biaya retribusi bagi pengunjung. Hasil dari retribusi ini dapat menambah kontribusi pendapatan warga Dusun Sriten sebagai pengelola. Aris Widartono yang menjabat sebagai Sie Kesejahteraan, Desa Pilangrejo menceritakan bahwa pembuatan Embung
Batara Sriten tidak lepas dari inisiasi warga yang kesulitan mendapatkan air. Terlebih, pada 2013 warga Dusun Sriten dan Ngangkruk mendapatkan kesempatan berpartisipasi dalam Program Penanaman Lahan Kritis Sumber Daya Air berbasis masyarakat yang dilaksanakan oleh Kementrian Kehutanan dan Kementrian Dalam Negeri. Di program tersebut, warga diajak menanam tanaman buah seperti durian, alpokat, kelengkeng, sirsat dan jeruk bali di atas lahan seluah 20 hektare milik Sultan. Karena dirasa diuntungkan, maka mereka mengusulkan proposal pembuatan embung kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Harapannya, agar tanaman-tanaman buah itu dapat teraliri air dengan memanfaatkan air hujan yang disimpan di dalam embung. Gayung bersambut, pada Oktober 2014 embung mulai dibangun dan diresmikan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Maret 2015. Biaya pembuatan embung dan taman buah diperkirakan menghabiskan dana 2 miliar yang berasal dari hibah Gubernur DIY melalui APBD tahun 2014. Sejak ada embung, mayoritas warga Dusun Sriten dan Ngangkruk yang bermata pencaharian sebagai petani tegalan atau sawah tadah hujan mendapatkan kesempatan menjual hasil bumi, seperti gula jawa, gula kelapa, dan sari pati ganyong. Ini diakibatkan oleh keberadaan Embung Bathara Sriten yang membuka arus informasi dan akses bagi orang luar. Akhirnya, produk tersebut mulai diminati. Selain itu pada akhir 2016, bekerja sama dengan Dinas Pertanian Gunungkidul, masyarakat mulai melaksanakan metode tanam tumpang sari di kebun buah. Tanaman yang dipilih adalah sayur seperti cabai, kangkung, sawi dan bayam. Hasilnya di luar dugaan. Tanaman tersebut dapat dipanen tepat waktu. Bahkan menurut Aris, pedagang sayur dari Pasar Wotgaleh yang berada 7 kilometer di bawah embung rela menjemput hasil panen warga Sriten dan Ngangkruk. l
Februari, 2017 Info Desa 27
Riset
EMBUNG DAN EKONOMI DESA
K
ementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT) menegaskan, mulai 2017, setiap desa harus memiliki satu embung. Targetnya bisa mencapai 30 ribu embung. Keberadaan embung desa diharapkan menjadi salah satu daya gerak pembangunan ekonomi desa.
28 Info Desa Februari, 2017
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menyatakan, gencarnya pembangunan embung di desa bertujuan membangun sistem irigasi yang belum maksimal. Adanya embung desa bakal mendorong pembangunan pedesaan serta meningkatkan produksi pangan di pedesaan. Pedesaan pun dapat menciptakan sumber pendapatan lain. Belum
lagi efek lainnya, yakni peningkatan kegiatan perikanan, pariwisata, dan aktivitas ekonomi lainnya. Menurut Ali Zum Mas-
Riset har, peneliti embung desa di Kementerian Desa PDTT, bila embung desa dioptimalkan dapat mengatasi persoalan pangan dalam negeri. Kalau setiap desa terdapat silo (tempat menampung gabah), keberadaan tengkulak bisa diatasi. Silo yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMNDes) akan membeli hasil panen petani menggunakan dana desa. “Supaya petani memiliki jaminan pembelian, gabah petani harus dibeli sesuai harga pembelian pemerintah (HPP),” jelas Ali Zum kepada Info Desa. Ali Zum menambahkan, gabah maupun beras dapat disimpan di silo selama 4 bulan – 12 bulan. Bila terjadi kelebihan beras bisa dipasarkan ke pasar induk, Bulog, atau diekspor. Jadi, Indonesia tidak perlu mengimpor beras. Silo juga bisa menyimpan komoditas lain, seperti kedelai, jagung atau kacang tanah. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan embung desa, jelas Ali Zum, diperlukan, pertama, sosialisasi terkait pemahaman embung desa. Kedua, pemanfaatan teknologi serta pemanfaatan embung. Ketiga, konstruksi karena dalam pembuatan embung air membutuhkan konstruksi yang kedap air sehingga tidak bocor. Embung desa juga dapat dipadukan dengan industri agro di desa. Diantaranya mensuplai air untuk green house komoditas holtikultura dan nursey, pertanian terpadu dan hortikultura.
2015
A DES A N DA
2016
Rp 20,7 triliun
Rp 45,9 triliun
2018
2017
Rp 120 triliun
Rp 60 triliun
EMBUNG MENDONGKRAK POTENSI EKONOMI DESA BERUPA HASIL GABAH 21 TON/ TAHUN DENGAN ASUMSI: • Jumlah desa se-Indonesia 75 000 desa • Sekitar 50 persen desa aktif mengelola embung • Rata-rata lahan produksi per desa antara 600 ha - 1000 ha (lahan desa) • Lahan seluas 1 ha menghasilkan padi sebanyak 7 ton per panen • Lahan dikelola sesuai teknologi pertanian sehingga mampu panen tiga kali setahun. • Setiap desa idealnya memiliki silo berkapasitas 1000 ton agar dapat menyimpan gabah 3000 ton per tiga bulan. • Harga pembelian pemerintah (HPP) harus memperhitungkan risiko gagal panen (karena banjir/hama) maka idealnya Rp 5.500/kg, atau minimal Rp5.000/kg, supaya petani bisa sejahtera. (Sumber: Ali Zum Mashar, peneliti embung desa Kementerian Desa PDTT)
Sedangkan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdulah, menuturkan, embung desa bertujuan meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi harus diikuti dengan pembenahan pada off farm (pascapanen). Perbaikan pascapanen perlu dilakukan supaya yang menikmati hasil pertanian adalah petani bukan para pengusaha besar dan tengkulak.
Embung juga dapat dikaitkan dengan pengembangan ekowisata desa. Misal dengan mina padi, yakni sambil menanam padi, pada embung dapat dipelihara ikan-ikan air tawar. Idealnya, kebutuhan embung, harus muncul dari masyarakat desa lalu diusulkan ke pemerintah (bottom up). Pasalnya, tidak semua desa memiliki tipikal pertanian yang memerlukan air dari embung desa. l
Fungsi Embung • Irigasi • Perikanan darat • Wisata desa/rekreasi
Alokasi Dana Desa 2017 Rp
60
50%
bidang ekonomi
• Cadangan air • Mendukung industri desa
triliun
40
%
untuk infrastuktur
(termasuk embung desa)
(Sumber: Rusli Abdulah, peneliti INDEF)
10%
sosial dasar
Persyaratan Teknis Embung: • Lahan yang menjadi fasiliats umum/milik desa • Memiliki suplai air yang terjamin pada musim kemarau (ground water) atau mata air yang mengalir (artesis/sprink water)
• Kekuatan dan desain tahan bocor hingga 15 tahun • Meningkatkan produktivitas pertanian secara intensif
Februari, 2017 Info Desa 29
Pendapat ARIE SUDJITO S.SOS, M.SI PENELITI DARI INSTITUTE FOR RESEARCH AND EMPOWERMENT
MEMBANGUN EMBUNG HARUS NYAMBUNG Salah satu tantangan dalam pengelolaan pertanian di Indonesia adalah ketersediaan air untuk irigasi pertanian yang belum memadai dan merata.
tingginya curah hujan, air yang melimpah di musim hujan bisa ditampung dan kemudian digunakan saat musim kemarau saat cadangan air menipis. Embung desa pun menjadi salah satu jawaban untuk mengelola cadangan air agar tetap tersedia meskipun musim kemarau melanda.
ada awal Januari 2017 lalu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menargetkan pembangunan 30.000 embung selama 2017. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo saat rapat kerja nasional Kementerian Pertanian di Bidakara, Jakarta, Kamis 5 Januari 2017. Adapun target ini diberikan Presiden kepada Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Pertanian, dan Menteri Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. Nantinya, puluhan ribu embung tersebut akan tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Peneliti dari Institute for Research and Empowerment, Arie Sudjito setuju dengan pencanangan pembangunan puluhan ribu embung ini. “Saya kira relevan embung dimanfaatkan sebagai salah satu tempat cadangan air untuk mendorong produktivitas pertanian,” paparnya. Buruknya sistem pertanian di desa yang sering ditemui Arie dalam proses penelitiannya memang memerlukan satu terobosan untuk mengatasinya. “Nah, embung ini nantinya sebagai salah satu cara membuat tandon cadangan air untuk mengairi lahan pertanian ketika musim kemarau,” ungkapnya kepada Info Desa.
Salah satu tantangan dalam pengelolaan pertanian di Indonesia adalah ketersediaan air untuk irigasi pertanian yang belum memadai dan merata. Selama ini, pengelolaan air untuk irigasi di Indonesia dinilai masih kurang baik. Padahal dengan
Meskipun mendukung dan yakin dengan manfaat embung, Arie Sudjito memberikan beberapa catatan agar implementasi program ini efektif dan efisien. “Pertama yang harus diperhatikan adalah jangan hanya membangun saja. Namun yang
P
30 Info Desa Februari, 2017
paling penting dalam membangun embung haruslah nyambung,” paparnya. Nyambung yang dimaksudkan Arie dalam hal ini adalah bagaimana membuat embung bisa terintegrasi dengan sistem perencanaan pertanian secara keseluruhan. “Tidak hanya sekedar embung namun bagaimana embung ini bisa juga diikuti dengan lahan-lahan pertanian yang terhubung,” ungkap peneliti yang mengajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini. Supaya produktivitas pertanian meningkat, perlu pola pengembangan pertanian
Pendapat
yang menyeluruh. “Konsep embung sebagai upaya memberi cadangan air harus diikuti pola pengembangan produksi pertanian yang memadai. Jangan sampai nanti ada airnya tapi sistem pertanian masih buruk seperti sulit pupuk, sulit bibit, dan sulit obat,” wanti Arie. Embung harus dipandang sebagai bagian dari pola yang dibangun untuk mendorong produktivitas pertanian. “Embung sebagai bentuk komitmen tapi lebih jauh dari itu harus ada langkah-langkah konkret lainnya,” pesannya. DANA DESA UNTUK EMBUNG Dana desa pada 2017 akan dialokasikan
hingga Rp 60 triliun dari Rp 46,98 triliun di 2016. Kenaikan dana desa hingga Rp 20 triliun ini oleh Kemendesa PDTT dialokasikan pada pembangunan embung. Dari total dana desa yang diterima, Rp 200-500 juta ditujukan untuk membangun embung. Dalam pandangan Arie Sudjito, Kemendesa PDTT mencanangkan kualitas pemanfaatan dana desa dimana dana desa tidak sekedar untuk belanja habis. “Tapi betul-betul dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas pertanian, ekonomi desa, dan mendorong kesejahteraan masyarakat,” paparnya. Pembangunan
embung termasuk dalam langkah untuk pemanfaatan yang mendorong produktivitas. Arie juga menyoroti bila dalam perencanaan anggaran pendapatan dan belanja desa, embung menjadi prioritas. “Selain menjadi prioritas juga selaras dengan Rencana Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa,” jelasnya. Terakhir, Arie berpesan bila terkait embung harus punya visi pemanfaatan dan pemeliharaan ekologi dan tidak sekedar mengkapitalisasi sumber daya desa. l
Februari, 2017 Info Desa 31
Tepat Guna
RUANG DESA: SARANA KOMUNIKASI BERBASIS APLIKASI 32 Info Desa Februari, 2017
Tepat Guna
K
ementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bersama Perwakilan Australia untuk Indonesia meluncurkan aplikasi Ruang Desa pada 31 Januari 2017. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson mengungkapkan pentingnya teknologi untuk menjembatani komunikasi ke desa-desa di Indonesia. "Kita ingin melihat dampaknya di pedesaan dan daerah terpencil," ujar Grigson. Ruang Desa merupakan wadah komunikasi antara aparat desa dengan fasilitator, seperti tenaga ahli atau pendamping desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo meyakini, aplikasi ini mampu membantu fasilitator menjadi lebih efisien dan efektif dalam memberikan dukungan ke desa-desa. "Aplikasi digital Ruang Desa memberikan jawaban
buat para penggiat desa, masyarakat untuk mendapat informasi cepat dan relevan," katanya. Terdapat sekitar 21.438 pendamping masyarakat dan pendamping teknik yang memberikan pembinaan kepada pemerintah desa dan kecamatan dalam pelaksanaan Undang-Undang (UU) Desa. Namun pendamping desa yang sudah dikontrak saat ini kewalahan untuk mengakses banyaknya informasi penting mengenai pelaksanaan UU Desa. Apalagi minimnya jumlah sumber daya manusia membuat satu pendamping desa masih menangani sekitar empat desa sekaligus. Selain itu, saat ini sesi penguatan kapasitas bagi fasilitator desa hanya dilakukan sebanyak satu kali. Langkah ini diniai masih kurang memberikan pemahaman yang optimal mengenai materi UU Desa. Di sisi lain, data, usulan, dan masalah yang ada di lapangan kerap
terlambat sampai ke pihak kementerian karena keterbatasan akses informasi. Di sinilah Ruang Desa berperan. Lewat aplikasi ini, perangkat desa, pendamping desa, dan tenaga ahli dapat saling berkonsultasi dan mendapatkan informasi tentang desa hanya dengan menggunakan ponsel. Menteri Eko berujar, aplikasi Ruang Desa dapat menyediakan data real time bagi kementerian. Dengan data tersebut, pemerintah dapat mendeteksi persoalan yang dihadapi desa, serta memberikan solusi yang lebih sesuai dan cepat. "Ada sekitar 74 ribu desa. Tanpa IT, tak mungkin disentuh satu-satu," ungkapnya. Kemendesa PDTT juga dapat memantau kebutuhan informasi, menganalisis kondisi pengelola desa, serta mengidentifikasi kompetensi fasilitator desa. Teknologi daring yang memangkas waktu
Februari, 2017 Info Desa 33
Tepat Guna
respons ini akan memudahkan kementerian untuk merumuskan kebijakan terkait implementasi Undang-Undang (UU) Desa dan pelatihan yang diperlukan oleh pendamping serta perangkat desa. Sementara bagi masyarakat desa sendiri, pemangkasan biaya dan waktu respons ini membuat bantuan yang diberikan menjadi lebih cepat serta akurat. Perangkat desa juga dapat mengakses materi dan video mengenai UU Desa. Mereka dapat langsung bertanya jika menemui materi yang sulit dimengerti melalui fitur Frequently Asked Questions (FAQ). MENGGUNAKAN APLIKASI RUANG DESA Setelah melalui berbagai penyempurnaan, targetnya Ruang Desa akan diaplikasikan ke seluruh desa yang terjangkau jaringan Internet pada Juni 2017.
34 Info Desa Februari, 2017
Aplikasi Ruang Desa dapat mulai digunakan pada Maret 2017. Dengan sistem operasi Android, pendamping dan pengelola desa dapat mengunduh aplikasi ini dengan gratis di Google Play Store. Pada tahap uji coba, aplikasi berbasis Android ini diuji di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Pengembangan aplikasi turut melibatkan bantuan teknis dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) dan PT Ruang Raya yang menggagas Ruangguru.com. Seperti diketahui, Ruangguru.com merupakan Ruangguru.com, penyedia pendidikan bersarana teknologi yang membangun pasar bimbingan belajar privat, penyedia konten e-learning, dan Sistem Manajemen Pembelajaran terbesar di Indonesia. Dengan pengelolaan yang mumpuni dari kedua lembaga ini, berbagai fitur Ruang
Desa diharapkan dapat mempermudah desa dalam melakukan konsultasi dan memperoleh informasi terkait UU desa serta tata kelola desa. Beberapa bahasan yang kerap diakses dan ditanyakan biasanya seputar hak dan kewajiban kepala desa, program pembangunan, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta Dana Desa. Berikut ini cara menggunakan aplikasi, baik untuk fasilitator maupun aparat desa. 1. Unduh aplikasi Ruang Desa. 2. Untuk pengguna pertama, daftarkan email, kata sandi, dan nomor telepon seluler. Anda akan mendapatkan pesan singkat yang berisi 4 digit kode verifikasi. 3. Isi data diri. 4. Jika sudah mendaftarkan email dan
Tepat Guna
melakukan verifikasi, masukan email dan kata sandi untuk login ke dalam aplikasi. 5. Anda sudah dapat menggunakan aplikasi Ruang Desa. ANEKA FITUR RUANG DESA Terdapat tiga fitur utama yang dapat diakses oleh pengguna, yakni pemberitahuan, konsultasi atau jawab pertanyaan, serta video dan informasi. Pada fitur
pemberitahuan, pengguna akan mendapatkan notifikasi berisi informasi yang diberikan oleh pihak Kemendesa PDTT. Sementara fitur konsultasi digunakan untuk menjawab pertanyaan pengelola desa lewat obrolan tertulis atau sambungan telepon. Untuk lebih memahami pelaksanaan UU Desa, klik saja bagian video dan informasi. Kanal ini memuat konten teks dan video terkait materi UU Desa.
•
•
•
Pemberitahuan: Dapatkan pemberitahuan langsung dari Kementerian Desa PDTT terkait pelaksanaan UU Desa. Jawab Pertanyaan: Konsultasi langsung antara fasilitator dan pengelola desa melalui fitur chat dan audio call. Video dan Informasi: Tonton video dan akses informasi seputar UU Desa. l
Video dan Informasi: Tonton video dan akses informasi seputar UU Desa.
Jawab Pertanyaan: Konsultasi langsung antara fasilitator dan pengelola desa melalui fitur chat dan audio call.
Pemberitahuan: Dapatkan pemberitahuan langsung dari Kementerian Desa PDTT terkait pelaksanaan UU Desa
Februari, 2017 Info Desa 35
Tokoh TOMON HARYO WIROSOBO
HIDUP MENGALIR BERSAMA AIR Tata kelola dan hidup manusia perlu sejalan mengalir bersama air supaya sama-sama bisa menjadi manfaat.
A
ir merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan penting dalam siklus kehidupan manusia. Namun jika salah kelola, air bisa menjadi bencana, entah itu banjir atau kekeringan. Tata kelola dan hidup manusia perlu sejalan mengalir bersama air supaya bersama-sama bisa menjadi manfaat. Kearifan seperti ini dibangun dan dihidupi oleh warga kaki Gunung Merapi di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Air sebagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dasar mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat rendah. Maka bila kami yang berada di daerah tinggi (hulu) dapat mempertahankan keberadaan sumber daya ter-
36 Info Desa Februari, 2017
sebut tetap baik, maka tentu aliran ke bawah juga pasti akan baik,” tutur Kepala Desa Wonokerto, Tomon Haryo Wirosobo.
dilakukan oleh kepala desa kelahiran Sleman, 26 Januari 1970 ini untuk menggerakkan masyarakat. Kesadaran dan semangat warga masyarakat Desa Wonokerto tumbuh untuk menjaga ketersediaan air dengan aksi menanam pohon.
Dalam menjaga ketersediaan air, Desa Wonokerto di bawah manajemen Tomon Haryo berkomitmen untuk memaksimalkan perannya sebagai daerah tangkapan air dan salah satu penyuplai air bagi DIY. Pendekatan secara ekonomi, sosial, dan budaya
Untuk memberikan kontrol dan tata manajemen yang baik dan benar, pemerintah desa mengeluarkan dasar yuridis peraturan desa (Perdes) tentang penyelamatan mata air. Regulasi ini ditindaklanjuti dengan peraturan kepala desa (Perkades) sebagai acuan
Tokoh pelaksanaan. Kades juga mengeluarkan surat keputusan (SK) Kades untuk menunjuk tim pelaksana teknis di lapangan. Berbagai komunitas diajak dan dilibatkan oleh kepala desa yang juga seniman ini untuk turut menjaga mata air di Wonokerto tetap memancar dan Embung Kaliaji tetap terjaga kapasitas airnya. Upaya tersebut dimulai dengan mengajak karang taruna dan siswa sekolah untuk menanami lingkungannya.
Caranya dengan memberikan bantuan bibit tanaman kepada siswa yang ada di wilayah Desa Wonokerto juga kepada mahasiswa yang melaksanakan praktek Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Wonokerto. Tak hanya itu, masyarakat luar desa juga dilibatkan melalui program adopsi pohon. Ke depannya, Kades Tomon Haryo yang mulai menjabat pada 2015 ini merencanakan kerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) dalam membuat kawasan hutan istimewa dan arboretum (kebun botani)
bambu. Selain itu, kerja sama juga akan dilakukan dengan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) bersama Fakultas Kehutanan UGM untuk bersama mambuat Green Belt atau sabuk hijau Merapi dengan model kerja sama Kampung, Kampus, Kantor (KKK). NYAMPLUNGISASI DAN SEKOLAH DESA Secara umum, pohon yang dipilih adalah yang punya kemampuan untuk menyimpan air, seperti pohon aren, gayam, bam-
bu, hingga beringin. Namun, satu gerakan unik yang dinisiasi Tomon Haryo mulai pertengahan 2016 adalah Nyamplungisasi. Pohon Nyamplung dipilih berdasarkan pertimbangan, baik dari para akademisi, pemerintah, maupun masyarakat. Pohon Nyamplung dinilai tak hanya sebagai tanaman konservasi, namun juga memiliki nilai ekonomi. “Tanaman Nyamplung bisa berfungsi sebagai tanaman obat. Akarnya bisa untuk membuat perahu kemudian bijinya bisa digunakan sebagai bahan sumber energi alternatif,” jelas Kades lulusan
Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) Yogyakarta ini. Pohon Nyamplung regenerasinya sangat mudah, berbuah sepanjang tahun, dan punya daya bertahan hidup yang tinggi terhadap lingkungan. Menyadari pengelolaan sumber daya alam akan kurang efektif tanpa sumber daya manusia yang mumpuni, pemerintah desa menggalakkan program Sekolah Desa. Program yang dimulai pada akhir 2016 ini bekerja sama dengan
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Yogyakarta. Saat ini, kuliah diselenggerakan sebanyak empat hari dalam satu minggu di kantor desa. Untuk angkatan pertama sudah menampung sebanyak 20 mahasiswa. Ke depannya diharapkan semua perangkat dan pegiat desa harus sekolah dan lulus sarjana. Berkaitan dengan pembiayaan, untuk program Sekolah Desa ini pemerintah desa menggunakan Dana Desa yang ada sesuai dengan jumlah anggaran yang disetujui dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). l
Februari, 2017 Info Desa 37
Desa Maju DESA MENGWI, KABUPATEN BADUNG, BALI
MEMUTAR RODA EKONOMI LEWAT WARISAN LELUHUR Tidak memiliki sumber daya alam seperti mnyak bumi ataupun batu bara, modal Desa Mengwi Warisan dalam memberdayakan ekonominya adalah warisan leluhur.
D
esa Mengwi di Kabupaten Badung, Bali berhasil meraih anugerah sebagai Desa Unggulan pilihan Tempo tahun 2016 dalam pemberdayaan ekonomi. Pada ajang desa unggulan award bertemakan Membangun Desa untuk Masa Depan Indonesia tersebut, Desa Mengwi dinilai berhasil dalam memberdayakan ekonomi desa. Desa Mengwi yang berada sekitar 18 kilometer di sebelah utara Kota Denpasar merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Badung. Tidak memiliki sumber daya alam seperti mnyak bumi ataupun batu bara, modal Desa Mengwi Warisan dalam memberdayakan ekonominya adalah warisan leluhur. WARISAN NENEK MOYANG Peninggalan sejarah panjang Desa Mengwi menjadi daya pikat bagi menggerak-
38 Info Desa Februari, 2017
akn sektor pariwisata. Salah satunya adalah Taman Ayun dimana di dalamnya berdiri keindahan Pura Taman Ayun. Keunikan gaya arsitektur Pura Taman Ayun begitu orisinil. Pura Taman Ayun dihiasi oleh meru-meru yang menjulang tinggi dan megah diperuntukkan baik bagi leluhur kerajaan maupun bagi para dewa. Halaman pura ditata sedemikian indah dan dikelilingi kolam ikan yang dibangun
tahun 1634 oleh Raja Mengwi saat itu, I Gusti Agung Anom. Pada masanya, Pura Taman Ayun merupakan Pura Ibu (Paibon) bagi Kerajaan Mangwi. Pura Taman Ayun menempati lahan seluas 100 x 250 m2, tersusun atas pelataran luar yang disebut Jaba dan tiga pelataran dalam. Pura ini sempat rusak berat karena gempa bumi hebat yang terjadi pada 1917 dan baru dipugar pada 1950.
Desa Maju Candi bentar dan tugu yang tingginya mencapai 16 meter di halaman bagian dalam pura dibangun sesuai nilai bu-
Mengwi menjadi bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan. Pasar ini menjadi urat nadi sampai sekarang. Pedagang pakaian, sayuran, makanan siap saji, dan bunga silih berganti mengisi pasar itu 24 jam. Pembeli pun datang dari berbagai penjuru. MENGKAPITALISASI WARISAN NENEK MOYANG Pura Taman Ayun di Desa Mengwi berperan sebagai daya pikat bagi sektor wisata. Dengan berpusat pada daya pikat ini, Desa Mengwi menumbuhkan dan memutar beragam kegiatan ekonomi. Lewat keberadaan pura ini, ekonomi digerakkan dengan aktivitas produktif dan kreatif yang dikemas dengan beragam acara untuk menarik pengunjung wisata.
daya leluhur. Sedangkan candi kecil berupa tempat duduk dari batu berjumlah 64 buah merupakan tugu leluhur jaman megalitikum untuk mengenang para ksatria yang gugur dalam perang. Selain Taman Ayun dengan puranya, peninggalan Kerajaan Mengwi yang lain adalah pasar. Sejak zaman kerajaan hingga saat ini, Pasar Desa Adat
Salah satu kemasan kreatif adalah pagelaran pasar malam di areal Pura Taman Ayun. Berbagai jenis pementasan seni budaya Bali menjadi pertunjukan wisata di lingkungan Pura Taman Ayun dan digelar dalam format dan suasana pasar malam. Masyarakat Desa Mengwi pun mendapatkan keuntungan secara ekonomi lewat peluang bisnis tambahan yang berhubungan pagelaran seni budaya di pasar malam tersebut.
Adapun pagelaran di pasar malam ini tidak berdiri sendiri. Pertunjukkan seni ini sebagai pengantar pada paket wisata lainnya, yaitu jamuan makan malam dengan latar belakang pura. Wisatawan tidak saja menikmati kemegahan dan keagungan bangunan pura tetapi mereka juga menjadikan bagian dari pura ini sebagai lokasi jamuan dinner. Namun, meskipun Pura Taman Ayun kini telah menjadi obyek wisata, namun pura ini masih aktif difungsikan sebagai tempat persembahyangan umat Hindu. Keberadaan dan fungsi pasar adat pun semakin ditingkatkan. Komoditas yang diperdagangkan semakin luas dengan berbagai produk home industry dan hasil kerajinan tangan. Kemudian
pembangunan bangunan dua lantai di Pasar Desa Adat Mengwi semakin memperluas nilai ekonominya. Bangunan dengan masing-masing 14 toko di lantai satu dan dua itu memiliki areal pelataran seluas 5x61 m2. Pelataran di lantai satu akan dipakai sebagai lahan parkir motor sedangkan di lantai dua akan dimanfaatkan sebagai tempat usaha Bumdes bagi PKK Desa Mengwi. l
Februari, 2017 Info Desa 39
Desa Maju DESA LALANG SEMBAWA, KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
HIDUP SEHAT USIR KEMALANGAN DI DESA LALANG Upaya penerapan 10 PHBS di lingkungan keluarga tentu tergantung dari kesadaran dan peran aktif masyarakat.
D
Desa yang sehat diyakini menjadi langkah awal menuju kesejahteraan. Membangun desa yang sehat tentunya tak bisa lepas dari membangun keluarga yang sehat. Keberhasilan Desa Lalang Sembawa menjuarai lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat Nasional 2016 membawanya menjadi Desa Unggulan Tempo 2016 untuk kategori sadar kesehatan. Sebagai dasar hidup sehat di keluarga, desa yang berada di Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ini berkomitmen untuk menjalankan 10 indikator PHBS di dalam rumah tangga. Indikator tersebut adalah per-
40 Info Desa Februari, 2017
salinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan sabun, memakai jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur setiap hari, tidak merokok di dalam rumah, dan melakukan aktifitas fisik setiap hari. Untuk menjalankan perilaku tersebut tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya penerapan 10 PHBS di lingkungan keluarga tentu tergantung dari kesadaran dan peran aktif masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Pengenalan pola hidup bersih dan sehat sudah giat digalakkan sejak 2014 oleh Kepala Desa Lalang Sembawa Gunadi Utama. Dengan komitmen, gotong royong, dan kreativitas, 10 PHBS diimplementasikan pada pola hidup keseharian warga desa. Menurut Gunadi, proses persalinan warga di Desa Lalang Sembawa 100% telah ditolong oleh tenaga kesehatan. Proses pesalinan pun lebih terjamin, apalagi didukung dengan keberadaan Puskesmas yang siap beroperasi selama 24 jam. Untuk memberikan lingkungan rumah yang sehat, gerakan menata rumah se-
Desa Maju suai 10 indikator PHBS juga dilaksananakan. Halaman rumah yang kosong ditanami aneka tumbuhan dari sayur hingga buah-buahan untuk menunjang konsumsi sehat bagi keluarga. Jamban dijaga untuk sesuai standar kesehatan. Bila ditemukan jamban yang kurang sehat pada warga yang kurang mampu, warga bergotong royong untuk pembangunan jamban sehat. Terkait larangan merokok di dalam rumah, salah satu program yang dilakukan kepala desa adalah membangun saung khusus perokok di belakang kantor desa.
Uniknya, di SDN 4 Sembawa menerapkan kebiasaan lain daripada yang lain dan telah menjadi semacam budaya dalam keseharian siswa-siswinya. Di SDN 4 Sembawa, jika ada yang membuang sampah secara sembarangan secara spontan siswa lain akan meneriakkan kata “denda” secara bersama-sama. Teriakan ini menjadi bentuk sanksi sosial.
Dengan sanksi semacam ini dinilai cukup efektif mengubah kebiasaan anak-anak agar tidak membuang sampah secara sembarangan untuk hidup lebih bersih serta sehat. Perhatian lainnya pada kesehatan dilakukan dengan penyuluhan kesehatan, mulai pelayanan Posyandu hingga pos pembinaan untuk kaum lanjut usia.
Perilaku hidup sehat ditanamkan sejak dini kepada anak-anak juga murid sekolah dengan mengajarkan perihal mencuci tangan dengan baik dan benar.
JADI REKAN AKADEMISI Langkah dan program yang dilakukan Desa lalang Sembawa dalam mewujudkan desa sehat ternyata menarik perhatian akademisi. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Palembang melaksanakan kegiatan implementasi pengabdian kepada masyarakat terpadu di desa Lalalng Sembawa. Dengan mengusung program Interprofessional Collabaration (IPC) Satu Tim Satu Keluarga, Poltekkes Kemenkes Palembang bergerak mewujudkan dusun sehat. Dusun V RT 23/24, Desa Lalang Sembawa, dipilih sebagai area pengabdian untuk dijadikan dusun sehat. Dalam proses IPC Satu Tim Satu Keluarga, Poltekkes Kemenkes Palembang melayani dengan enam mahasiswa bersama enam dosen untuk melakukan pendataan dan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan terhadap satu keluarga. l
Februari, 2017 Info Desa 41
Desa Maju DESA NITA, KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR
UNGGULAN YANG TRANSPARAN Tidak hanya transparansi yang menjadi nilai lebih pelaksanaan pemerintahan di Desa Nita, ada dua poin lainnya yang dibangun dalam upaya membangun desa.
42 Info Desa Februari, 2017
Desa Maju
U
ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) mengatur kewenangan pengaturan anggaran desa. Desa mendapat dukungan anggaran dari negara lewat Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Tata kelola anggaran harus dikelola secara akuntabel dan transparan. Dengan transparansi dan keterbukaan informasi, masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengontrol anggaran. Dengan komitmen dalam menjalankan amanah UU Desa ini Desa Nita di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur mampu terpilih sebagai Desa Unggulan Pilihan Tempo 2016 kategori transparansi anggaran. Di Desa Nita, informasi seputar Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) bisa diakses siapapun dengan mudah. Selain informasi terpampang di baliho, banyak media lain yang digunakan untuk menyampaikan informasi anggaran. Dari selebaran yang tersedia di kantor desa hingga laman situs www. desanita.id memberi informasi yang transparan. Di situs tersebut tersaji beragam informasi program pembangunan desa beserta pagu anggaran, termasuk laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Dengan informasi yang terbuka membuat warga Desa Nita bebas dalam memantau proyek pengadaan barang dan jasa. Kepala Desa Nita Antonius B. Luju menggagas transparansi anggaran sejak ia didaulat sebagai kepala desa pada 2014. Ia pun membuat terobosan dengan memperluas fungsi pengawasan anggaran yang selama ini bertumpu pada peran Badan Permusyawaratan Desa. TIGA POIN DASAR PEMERINTAHAN Tidak hanya transparansi yang menjadi nilai lebih pelaksanaan pemerintahan di Desa Nita. Ada dua poin lainnya yang dibangun dalam upaya membangun desa, yaitu partisipatif dan akuntabilitas. Dengan partisipasi warga yang lebih luas maka bisa diwujudkan secara konkrit dalam aneka program dan terobosan positif dan kreatif.
Berbagai perencanaan program pembangunan di Desa Nita selalu melibatkan partisipasi warga desa yang dimulai dengan Musrenbang di tingkat RT/RW dan tiap keluarga punya hak memberikan aspirasinya. Rumah Desa Nita menjadi simbol hidupnya partisipasi dimana komunikasi terbangun. Dalam peningkatan peran pastisipasi warga di proyek pembangunan, dibuat aturan yang mewajibkan para kontraktor melibatkan tenaga kerja dan membeli bahan material dari penduduk setempat. Dalam hal akuntabilitas, kepala desa selalu mempertanggungjawabkan tugas secara profesional. Kepala desa tidak menjadi pelaku tunggal dalam pembangunan di desa namun warga yang menjadi pelaku utamanya. Keterbukaan dalam informasi keuangan desa dan ruang partisipasi yang terbuka bagi warga menciptakan kinerja perangkat desa yang akuntabel. Dengan transparansi dan pengawasan, perilaku korupsi bisa dihindari. Berbagai hal, baik yang baru maupun yang keliru bisa segera diinformasikan atau dikoreksi melalui jaringan media sosial maupun komunikasi personal. Upaya pemerintah Desa Nita dalam mengawasi potensi kebocoran anggar-
an berbuah banyak manfaat. Pemerintah Desa memiliki banyak ruang untuk merancang program positif dan kreatif. Salah satunya adalah subsidi bagi para suami yang bersedia mengantarkan pemeriksaan kehamilan istri mereka. Kemudian tTerwujudnya kendaraan operasional Rumah Desa Nita hasil swadaya dan partisipasi masyarakat. Selain itu juga berhasil mendapatkan bantuan dari Kemenkominfo RI untuk pemasangan V-Sat dan jaringannya di Rumah Desa Nita. Piranti ini sebagai alat pengembangan Desa Online Indonesia dan meningkatkan jejaring komunikasi, informasi, dan koordinasi antar lini dalam konsep Desa Membangun Indonesia. Berjalannya program-program di Desa Nita didasari semangat gotong royong, solidaritas, soliditas. Kekuatan inilah yang dikelola sehingga menghasilkan terobosan-terobosan positif dan berdampak bagi kehidupan warga desa Nita. Semangat membangun kain meningkat dan kuat karena warga terlibat dan merasa memiliki desa dan program-program pembangunan di desa. l
Februari, 2017 Info Desa 43
Jentera
DESA MARAS TENGAH, KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS, KABUPATEN SELUMA, BENGKULU
MENCARI SOLUSI DI TENGAH HIMPITAN Sawah masyarakat pun sebagian besar mejadi lahan tidur karena percuma ditanami kalau tidak ada air mencukupi.
44 Info Desa Februari, 2017
D
alam siklus hidup di bidang pertanian, air mempunyai peran yang tak tergantikan. Bagi komoditas pertanian, air merupakan sumber daya pokok yang menunjang berlangsungnya kehidupan. Dalam sistem pertanian, air harus diatur ketersediaan dan penggunaannya. Tanpa manajemen sistem irigasi yang dikelola dengan baik maka sulit dan bahkan mustahi untuk mendapatkan hasil maksimal.
Bagi warga Desa Maras Tengah di Kecamatan Semidang Alas Maras (SAM), Kabupaen Seluma, Bengkulu, mereka dihadapkan pada dua pilihan akan pemanfaatan lahan yang mereka miliki. Di satu sisi mereka didorong untuk menggunakan areal yang dimiliki sebagai lahan pertanian. Di sisi lain, warga tergoda untuk mencoba peruntungan dengan memakai lahan untuk perkebunan sawit.
Jentera Seyogyanya, areal sawah di Desa Maras Tengah harus dipertahankan karena cukup luas dan bisa menjadi penopang produksi beras. Namun, karena kondisinya sering kekurangan air dan sistem saluran irigasi yang nihil membuat produktivitas lahan menjadi minimal. Sawah jadi kering dan hasil panen tidak bisa diharapkan. Menurut cerita Pjs Kepala Desa Maras Tengah Denso Asmarahadi, wilayah ini seharusnya tidak kekeringan karena semenjak delapan tahun silam sudah dijanjikan program rehabilitasi sistem irigasi. Namun, belum ada yang terealisasikan sehingga kondisi sawah masyarakat pun sebagian besar mejadi lahan tidur karena percuma ditanami kalau tidak ada air mencukupi. Sawah di Desa Maras Tengah merupakan sawah jenis tadah hujan. Sawah seperti ini sistem pengairannya hanya hanya mengandalkan air hujan. Petani sempat berinisiatif membuat saluran irigasi dan bendungan untuk menampung air menggunakan pasir dalam karung. Namun, hasilnya tidak bertahan lama karena rusak. Desa Maras Tengah dan desa-desa lain di Kecamatan Semidang Alas Maras
dengan total lahan sekitar 150 hektar memerlukan infrastruktur irigasi yang benar-benar peruntukannya untuk irigasi. Sistem birokrasi yang kurang tranparan juga menjadi batu sandungan para petani. Petani sudah sering mempertanyakan masalah realisasi proyek rehabilitas irigasi pada Balai Pengairan Sumatera VII yang menurut informasi akan melaksanakan proyek tersebut. Namun, setiap kali ditanya masyarakat, institusi tersebut mengaku bila proyek adalah tanggung jawab dari Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. Awalnya, masyarakat yang punya kebun sawit komitmen menebang tanamannya untuk dialihkan jadi sawah kalau irigasi sudah dibangun. Tapi sebaliknya, kalau tidak kunjung dibangun dan kebijakan berjalan dalam ketidak pastian, masyarakat akan alih fungsi sawah ke kebun sawit yang lebih memberikan harapan. MENCARI SOLUSI DENGAN DANA DESA Masalah yang dihadapi Desa Maras Tengah tentunya bukan tanpa solusi. Apalagi dengan berjalannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU
Indeks Pembanguan Desa 2014 Kabupaten Seluma
52.37
Desa) yang mengatur kewenangan pengaturan anggaran desa. Desa mendapat dukungan anggaran dari negara lewat Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Dimana tata kelola anggaran harus dikelola secara akuntabel dan transparan. Dengan berlakunya UU ini maka desa memiliki keleluasaan mengatur anggaran dalam membangun desa. Apalagi tahun ini anggaran dana desa meningkat dan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi prioritas alokasi untuk pembangunan embung. Dari total dana desa yang diterima, Rp 200-500 juta ditujukan untuk membangun embung. Krisis air bisa teratasi dengan adanya embung. Seperti yang diungkapkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, embung adalah jawaban bagi permasalahan air. Baik itu masalah air bersih maupun air untuk irigasi. Bila embung sebagai penampung air terealisasi maka masalah irigasi di Desa Maras Tengah teratasi dan akan meuju peningkatan produktivitas pertanian. Dengan dana desa, bisa! l
Presentase Klasifikasi Desa Kabupaten Mamasaa Jumlah Desa:
182 Desa Tertinggal:
36.26% 63.19%
Desa Berkembang:
Status: Berkembang
Desa Mandiri:
0.55%
Februari, 2017 Info Desa 45
Jentera KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR
HARUS CERDIK ANTISIPASI BENCANA ALAM Bencana alam tentu saja sulit untuk melawannya. Namun, dari kejadian alam bisa dipelajari dan dipersiapkan langkah antisipasi.
K
abupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di Nusa Tenggara Timur adalah wilayah dengan karakteristik kering (semiarid) dengan tingkat curah hujan di bawah normal. Musim kemaraunya sendiri mencapai 8-9 bulan dan seringkali mengalami kekeringan hampir sepanjang tahun. Data ini diungkapkan dalam Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 14 Issue 1: 51-61 (2016) dari Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana UNDIP yang disusun oleh Hary Jocom, Daniel D Kameo, Intiyas Utami, dan A. Ign. Kristijanto. Sumber air bersih masyarakat sangat terbatas didapatkan dari mata air, sumur,
46 Info Desa Februari, 2017
atau sungai. Di daerah yang berbukit ada beberapa sumber mata air. Namun, distribusi air tidak merata karena terhambat topografi wilayah yang berbukit. Sedangkan di daerah yang dekat dengan Laut Timor memang ditemukan banyak sumur dengan kedalaman dangkal namun airnya mengandung garam. Hal ini mau tak mau membuat warga harus mencari alternatif sumber lain untuk air. Untuk sungai sendiri, saat ini hanya sebagai jalan lewat air saja saat musim penghujan. Sebaran volume dan intensitas hujan di Kabupaten TTS tidak merata, yaitu di wilayah bagian barat dan bagian utara curah hujannya relatif tinggi, kemudian wilayah bagian tengah relatif sedang dan makin ke wilayah timur dan selatan semakin berkurang. Kondisi geografis juga mempengaruhi kondisi sumber mata air. Kondisi lingkungan ini kurang mendukung keberlanjutan pertanian dan ketersediaan air bersih untuk masyarakat. Pada musim kemarau, masyarakat harus berjalan kaki 3-5 km selama 3-4 jam dan harus antri untuk mendapatkan 20-40-liter air bersih yang penggunaanya harus dihemat. Dengan kondisi yang seperti ini, Kabupaten TTS rawan dilanda kelaparan akibat bencana kekeringan yang melanda. Bahkan, ketika ditambah dengan datangnya El Nino, pada medio 2015 lalu
lima desa mengalami bencana kelaparan. Empat dari kelima desa itu terletak di Kecamatan Kualin yakni Desa Toineke, Tuafanu, Kiufatu, dan Oni serta satu di Kecamatan Amanuban Selatan yakni Desa Oebelo. Padahal bila ditilik dari lahan yang dimiliki, Kabupaten TTS mempunya modal areal persawahan yang luasnya lebih dari tiga ribu hektar. Produk utama pertanian adalah jagung. Padi diusahakan tergantung ketersediaan air. Sementara jenis tanaman lainnya seperti ubi-ubian, pisang dan kacang-kacangan dikembangkan masyarakat sebagai tanaman alternatif dalam mengantisipasi gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu. Namun, karakteristik sawah yang dimiliki adalah tipe sawah tadah hujan yang sistem irigasinya sangat tergantung pada curah hujan. ANTISIPASI KE DEPAN Kekeringan yang melanda merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan lokal. Ketergantungan pada hujan menjadikan kondisi semakin rumit. Air belum ada ditemukan subtitusinya. Jika menghadapi alam tentu saja sulit untuk melawannya. Namun, dari kejadian alam
Jentera
bisa dipelajari dan dipersiapkan langkah antisipasi. Ketika bencana kelaparan melanda dan ditemukan ada masalah dengan cadangan air, pemerintah pusat menjanjikan pembangunan sumur bor untuk mendapatkan air. Meskipun belum sepenuhnya terealisasi, hal ini memberikan ha-
rapan untuk masyarakat di Kabupaten TTS. Selain pembangunan sumur bor, seyogyanya juga dibangun embung sebagai tandon cadangan air. Selain itu, keberadaan embung juga bisa untuk menampung debit air yang melewati sungai-sungai di Kabupaten TTS seperti Sungai Noeleke, Sungai Noebesi, dan Sungai Mina.
Indeks Pembanguan Desa 2014 Kabupaten Timor Tengah Selatan
45.59
Dan untuk mendukung pertanian, embung bisa diintegrasikan dengan sistem perencanaan pertanian secara keseluruhan. Seperti yang diungkapkan oleh Peneliti dari Institute for Research and Empowerment, Arie Sudjito S.Sos, M.Si, bila embung ini bisa dengan lahan-lahan pertanian yang terhubung. l
Presentase Klasifikasi Desa Kabupaten Timor Tengah Selatan Jumlah Desa:
266 Desa Tertinggal:
69.92% Desa Berkembang:
29.70%
Status: Tertinggal
Desa Mandiri:
0.38% Februari, 2017 Info Desa 47
Transmigrasi DESA OLOBUJU, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH
EVOLUSI WILAYAH EKS TRANSMIGRASI Integrasi pertanian akan saling mengisi kebutuhan tiap komoditas yang dikembangkan dan bisa menghasilkan produk turunan lainnya.
T
ransmigasi dilaksanakan sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Selain itu juga untuk mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan, serta memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau yang akan ditempati. Dengan menitikpusatkan penyelenggaraan pada manusia, transmigrasi memungkinkan untuk melaksanakan pemerataan pendidikan, kesehatan, dan jaminan. Desa Olobuju di Kecamatan Sigi Niromaru, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah adalah kawasan eks transmigrasi yang bisa dikategorikan sukses.
48 Info Desa Februari, 2017
Berdasarkan keterangan dari Bupati Sigi Mohamad Irwan, Desa Olobuju merupakan bagian dari Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Lembah Palu. Karena menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, area ini akan dijadikan model kawasan pertanian terintegrasi oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.
melihat kawasan Desa Olobuju memiliki potensi besar untuk dijadikan kawasan pertanian terintegrasi. Selain hamparan lahan pertanian yang masih luas, jumlah sapi ternak milik warga pun cukup banyak. Menteri Eko berharap keberhasilan kawasan pertanian terintegrasi di Desa Olobuju nantinya dapat dijadikan contoh untuk pengembangan di kawasan perdesaan lainnya.
Menteri Eko yang meninjau langsung di lapangan pada medio Februari 2017
Adapun terkait pengintegrasian kawasan pertanian yang dimaksudkan ada-
Transmigrasi lah memadukan komoditas tanaman holtikultura dengan peternakan sapi. Perpaduan ini akan saling mengisi kebutuhan tiap komoditas yang dikembangkan dan bisa menghasilkan produk turunan lainnya. Sebagai contoh, sektor peternakan bisa memanfaatkan jerami sisa hasil panen pertanian untuk kemudian diolah menjadi pakan ternak.
Potensi desa ini menarik minat pemerintah kabupaten untuk turut mendukung. Menurut Bupati Irwan, melalui program pengintegrasian tersebut akan dilakukan penguatan tanaman-tanaman organik. Yang kemudian akan diselaraskan dengan program 1.000 ekor ternak. Dan menjadi harapan bersama agar kedepannya kawasan ini menjadi sumber produk yang besar dan mampu mandiri.
ngun agar semua komponen semakin terintegrasi. Bupati Irwan mengaku telah mendesain tata ruang di kawasan pertanian terintegrasi tersebut untuk pembangunan jalan, embung sebagai penyimpan cadangan air, serta sarana dan prasarana pertanian. “Rp 6 miliar telah digunakan untuk bangun irigasi pipa. Mudahan-mudahan bisa didorong lebih baik lagi,” ujarnya.
Sementara itu, sisa dari proses pengelolaan ternak pun bisa dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Yang paling mudah
DUKUNGAN INFRASTUKTUR Di sisi lain, Bupati Irwan juga menjelaskan bila 74 persen kawasan di Kabupa-
Langkah pembangunan infrastruktur embung ini sejalan dengan target Presiden Republik Indonesia Joko
tentu penggunaan kotoran ternak untuk bahan pupuk. Selain kotoran, seperti yang diungkapkan Menteri Eko saat kunjungan di Desa Olobuju, urine sapi juga bisa untuk herbisida dan pestisida alami sebagai obat pengendali hama gulma. Selain itu, kotoran ternak juga bisa diolah menjadi biogas. Biogas ini nantinya bisa dipakai untuk sumber energi yang bisa menghasilkan listrik lewat Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBG). Listrik ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk penerangan desa.
ten Sigi terdiri dari hutan. Sedangkan 24 persen selebihnya merupakan kawasan budidaya pertanian, peternakan, usaha kecil menengah, dan lain-lain. Komposisi lahan ini nantinya yang akan didesain supaya integrasinya juga berjalan. Program kawasan pertanian terintegrasi dipercaya akan membantu masyarakat desa mendapatkan kebutuhan secara mandiri.
Widodo untuk membangun 30.000 embung selama 2017 di seluruh Indonesia. Tiga kementerian, yaitu Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditunjuk presiden untuk merealisasikan target ini. Memang diakui salah satu tantangan dalam pengelolaan pertanian di Indonesia adalah ketersediaan air untuk irigasi pertanian. l
Dengan wilayah yang potensial, instrumen pendukung tentunya perlu diba-
Februari, 2017 Info Desa 49
Transmigrasi
KAWASAN TERPADU MANDIRI RAWA PITU
BERGELIAT DIDORONG YANG MUDA Percepatan kegiatan ekonomi dengan tetap dengan memperhatikan kelestarian, kekayaan sumber alam dan lingkungan, serta sumber daya sosial dan budaya.
50 Info Desa Februari, 2017
W
ilayah Rawa Pitu di Lampung berhasil menjadi sebagai Kawasan Terpadu Mandiri sebagai hasil inisiasi Kementerian Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk membangun kawasan transmigrasi yang lebih maju dan mandiri. Berjarak ± 180 km dari Kabupaten Tulang Bawang, Rawa Pitu yang memiliki luas wilayah
Transmigrasi
luas wilayah 11.995 ha merupakan pemekaran wilayah. Aebagian wilayahnya dari Kecamatan Penawar Tama dan sebagaian dari Kecamatan Rawajitu Selatan yang disahkan dalam Perda No. 7 Tahun 2005. Menurut Ketua Himpunan Wirausaha Transmigrasi Kecamatan Rawa Pitu Lampung Nurhadi, keberhasilan menjadi KTM ini mulai pada 2011. Rawa Pitu memulai transformasi dimana semua akses yang ada di kota seperti bank, lembaga keuangan, pasar, infrastruktur, dan alat produksi modern diterapkan di desa. Rawa Pitu pun tumbuh menjadi pusat pengembangan pertumbuhan ekonomi berbasis agribisnis dan kegiatan ekonomi sekunder, yaitu industri serta perdagangan. Tujuan pengembangan KTM Rawa Pitu adalah peningkatan skala ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Percepatan kegiatan ekonomi namun dengan tetap dengan memperhatikan kelestarian, kekayaan sumber alam dan lingkungan, serta sumber daya sosial dan budaya. Pemerintah melalui program KTM membangun pasar induk KTM Rawa Pitu serta menyediakan alat pengolahan padi terintegrasi yang modern dengan kapasitas mencapai 3 ton per jam. Di sektor pertanian, Rawa Pitu memiliki luas lahan pertanian 10.120 Ha yang terdiri dari persawahan seluas 8.319 Ha
dan lahan kering seluas 1.801 Ha. Di sektor perkebunan, Rawa Pitu memiliki tanaman karet di atas lahan seluas 218 Ha. Kemudian tanaman kopi dengan lahan 33,50 Ha dan tanaman kelapa dalem dengan luas 160 Ha. Salah satu produk unggulan pertanian dari daerah Rawa Pitu yaitu Beras Hitam yang rendah kadar gula. Beberapa produk pertanian Rawa Pitu sering tampil dalam event pameran produk nasional. Menurut data yang diungkapkan Nurhadi, di sektor peternakan, KTM Rawa Pitu memiliki ternak sapi 1.227 ekor dengan produksi daging 34.452 Kg. kemudian 164 ekor kerbau, 5.722 ekor kambing dengan produksi daging 7.984,09 Kg, dan 263 ekor domba. Selain itu juga memiliki 1.500 ekor ayam ras dengan produksi daging 8.066,95 Kg, ayam buras 79.743 ekor dengan produksi daging 7.589,90 Kg dan produksi telur 43.758,43 kwintal, serta itik 4.005 ekor dengan produksi daging 167,21 Kg. KTM Rawa Pitu juga memiliki beberapa industri kecil dan kerajinan rumah tangga seperti industri kayu, industri makanan dan minuman. Pemerintah juga mendukung dengan membangun sarana transportasi darat pada 2003 untuk mengurangi transportasi air yang menjadi andalan warga saat itu. Program berlanjut dengan membangun jembatan yang menghubungkan Rawa
Pitu dengan daerah sekitar sekaligus menjadi sarana merintis perlintasan pesisir utara di Tulang Bawang. BEKERJA BERSAMA YANG MUDA Dalam kemajuan Rawa Pitu, Nurhadi sebagai pemuda yang menjadi penggerak produkvifitas masyarakat setempat. Arahan dan bimbingan terhadap anak-anak yang lulus sekolah agar bisa mengembangkan potensi alam pedesaan dilakukan Nurhadi. Para anak muda yang kurang biaya untuk sekolah ini oleh Nurhadi dilatih menanam jamur. “Bahu membahu membangun kawasan transmigrasi agar menjadi kawasan yang maju,” tuturnya. Nurhadi juga membuka Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Citra Gemilang Sejahtera yang pada tanggal 15 September 2014. Beberapa produk yang ditawarkan KJKS) Citra Gemilang Sejahtera adalah pembiayaan syariah, simpanan pelajar cerdas, simpanan hari pernikahan, simpanan hari raya, dan simpanan kurban masyarakat (sikurma). Meski mulai koerasi ini dengan susah payah, tapi dengan ketekunan dan kerja kerasnya KJKS CGS telah memiliki 1.500 anggota dengan omset sekitar miliyaran rupiah. “Untuk mendukung kegiatan pemberdayaan di masyarakat kami selalu berinovasi,” tandasnya. l
Februari, 2017 Info Desa 51
Lensa Inspirasi
MEMAJUKAN DESA TERTINGGAL DI TENGAH KEMAJUAN TEKNOLOGI
D
i sejumlah lokasi di bulan Februari 2017, seluruh staf Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengikuti rapat kerja teknis regional. Unit-unit Balai Latihan Masyarakat pun mengikuti rapat kerja teknis. Sejumlah isu penting dibahas dalam rapat kerja yang digelar di Ternate, Banjarmasin, dan Denpasar ini, termasuk dua hal yaitu mengenai desa online dan aplikasi ruang desa.
Desa Online merupakan portal informasi terpadu untuk desa yang merupakan sarana untuk mempublikasikan dan akses informasi desa, oleh dan untuk masyarakat desa, instansi terkait dan masyarakat luas. Pembangunan sistem informasi desa online ini akan menjadi sebuah program kementerian dalam menyiapkan 5 ribu desa online yang akan berinteraksi menjadi entitas kegiatan dan interaktif data. Tujuannya, adalah untuk mendorong percepatan desa bangkit dan mandiri bersama. Sementara itu aplikasi ruang desa memberikan kemudahan bagi para perangkat desa untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli dan pendamping desa. Dengan data yang terkumpul melalui aplikasi ini, pemerintah dapat mendeteksi persoalan yang dihadapi desa dan memberikan so-
52 Info Desa Februari, 2017
lusi yang tepat dan cepat. Ada beberapa fitur dalam aplikasi ini, di antaranya pemberitahuan, video dan informasi serta jawab pertanyaan. Dengan adanya terobosan seperti desa online dan aplikasi ruang desa, Kementerian Desa berharap dapat memajukan desa dan daerah tertinggal di tengah kemajuan teknologi yang sedang terjadi di Indonesia. ¡
Lensa Inspirasi
Februari, 2017 Info Desa 53
Lensa Inspirasi
54 Info Desa Februari, 2017
Lensa Inspirasi
Februari, 2017 Info Desa 55
Karya
KEMILAU IKAT CINCIN PERAK
DARI DESA SONSANG
T
eronggok dan berpagar bukit-bukit gunduk di Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, di situlah Desa Songsang. Banyak orang menyebut, Sonsang sesungguhnya adalah seonggok surga yang menggoda dan jarang dijamah. Ada kekayaan alam dan potensi wisata yang tersembunyi di sana.
Banyak jalan untuk menyongsong Sonsang, kampung di Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Dari Bukittinggi, kota yang berjarak 17 kilometer di bagian selatan Padang, Sonsang bisa digapai dengan menggunakan oplet, istilah untuk menyebut angkutan umum di desa itu. Namun, akan lebih efektif jika sepeda motor yang digunakan karena oplet tidak langsung ke Sonsang, tetapi melintasi Jalan Gadut-Tilatang Kamang. Tiba di Sonsang sudah terasa dalam dekapan karena jaraknya hanya 850 meter. Hamparan sawah langsung menyapa, dan di kejauhan bukit-bukit menjadi pemandangan yang menyejukkan mata. Sawah tadah hujan merupakan gantungan hidup bagi sebagian besar penduduk Sonsang yang mencapai 800 jiwa. Untuk kelancaran tumbuh kembang padi dua bulan setelah tanam, masyarakat Sonsang menggelar ritual Ki-
56 Info Desa Februari, 2017
Karya Fenomena cincin batu akik akhir-akhir ini sedang menjadi tren di kalangan masyarakat khusunya kaum adam. Namun belakangan, tak hanya pria paruh baya yang tertarik dengan kilau batu asli alam ini, tapi juga sudah merambah ke kalangan usia muda.
ramaik. Ritual doa ini dipimpin oleh seorang guru yang disegani dan dihormati masyarakat setempat. Saat Kiramaik, semua masyarakat dari berbagai lapisan, bukan hanya petani, berbondong-bondong turun ke sawah. Di sebuah padang nan lapang bernama Gurun Tengah mereka berdoa dan makan bersama. Peristiwa sakral ini bisa disaksikan hampir tiap tahun pada waktu yang selalu berubah, bahkan menjadi ajang wisata yang menarik perhatian wisatawan. Ada pula danau atau tirta alami yang juga menjadi daya tarik wisata Songsong. Genangan air seluas 3,5 hektare di kaki bukit ini adalah representasi Sonsang yang dikenal luas oleh negeri tetangga. Dulunya rawa, lalu pada 1959 digali untuk tujuan rekreasi. Konon, Tirta Alami dibangun di masa kepemimpinan Camat Tilatang Kamang Asrul Dt Rangkayo Basa. Dia mengerahkan masyarakat dari tujuh jorong untuk menggali rawa-rawa sehingga membentuk embung atau danau. Kampung ini terus menyulap diri menjadi menjadi desa wisata seperti tengah didorong perantau dengan menggelar Festival Sonsang 2016. Tujuannya memperkenalkan keindahan dan kekayaan alam Sonsang yang belum terlalu dijamah selama ini. Ada banyak alasan sebenarnya mengapa Sonsang pantas untuk tujuan wisata. Sonsang dianugerahi lanskap yang
mempesona. Selain Tirta Alami yang selalu berseri, ada pula pemandangan rimbun padi yang membentang luas. Bila Anda naik ke perbukitan, keanggunan Gunung Marapi dan Gunung Singgalang terasa dalam pelukan. Modal besar lain yang dimiliki Sonsang ialah keramahan penduduk dan kuliner khas Sonsang. Para tamu yang bertandang diharuskan menyantapkan makanan yang disajikan tuan rumah. Menu seperti itiak lado ijau, randang itiak, baluik goreng ijau, dan sambal buruak seperti goreng jengkol cabai hijau menjadi hidangan khasnya. Di samping menjadi petani dan mengolah sawah, membordir dan kerajinan ikat cincin perak juga menjadi kerajinan khas masyarakat setempat. Bahkan, inilah tiga pekerjaan utama di Sonsang. Setali tiga uang, bordir dan ikat cincin perak juga memiliki dinamika sendiri-sendiri. Kerajinan tenun Sonsang juga dikenal memiliki kualitas yang bagus. Tenun Sonsang diproduksi oleh para ibu rumah tangga secara berkelompok. Umumnya, wanita-wanita di Jorong Sonsang memiliki keahlian merajut benang yang diwarisi secara turun temurun. Di Desa Sonsang Kanagarian Koto Tangah ini, boleh dibilang, hampir tidak ada pengangguran. Semua warga baik muda hingga dewasa jika tidak bertani dan berkebun, pilihan utama masyarakat adalah menjadi pengrajin ikat cincin.
Desa Sonsang merupakan desa yang memiliki potensi luar biasa dalam membuat ikat cincin. Di desa ini menjadi pengrajin pembuat ikat cincin merupakan sebuah profesi yang cukup menjanjikan, mengingat harga jualnya yang lumayan tinggi. Ikat cincin yang terbuat dari logam perak asli ini juga merupakan produk unggulan masyarakat Sonsang yang menjadi salah satu Desa Gemilang binaan Al Azhar Peduli Ummat yang baru diresmikan pada 27 Mei 2014. Bagaimana soal kualitas produk? Kualitas ikat cincin hasil karya Desa Sonsang ini sudah tidak diragukan lagi. Ikat cincin Desa Sonsang ini terbuat dari logam perak asli, dengan aneka ukiran yang unik dan khas. Sebaran pemasarannya sudah hampir di seluruh nusantara, hingga Malaysia dan Singapura. Ikat cincin perak Sonsang memiliki kualitas yang sangat bagus dan selalu diburu oleh para pecinta cincin. Pasalnya, masyarakat Sonsang tidak memproduksi ikat cicin perak dalam jumlah yang banyak, melainkan hanya satu atau dua buah saja dalam sehari. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas ikat cincin perak yang dihasilkan. Karena itu, melalui program Nagari Gemilang, Desa Sonsang akan ditransformasi menjadi Desa Kreatif. Sebagai salah satu upaya meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dengan memberikan penguatan akses permodalan dan akses pemasaran sehingga memiliki kedaulatan harga. Pemasaran akan dikembangkan dengan berbasis teknologi terkini (online), dengan penguatan kelompok-kelompok pengrajin. l
Februari, 2017 Info Desa 57
EnglishSection
Cover Story
60 Info Desa Februari, 2017
Cover Story
VILLAGE RETENTION BASIN: PREVENTING DISASTER, EMPOWERING RESIDENTS
C
limate and weather are vital elements that affect the agricultural sector performance. Still, rapid population growth and development are often the main reason that damages the hydrological cycle. According to the National Board for Disaster Management (BNPB) data, hydro-meteorological disasters, such as flood, tornado, landslide, and drought, have continued to be the dominant natural disasters in Indonesia. Generally speaking, these types of disaster will degrade land resources, decrease clean water supply, and damage infrastructure especially the irrigation system. Therefore, a number of adaptation and mitigation steps to improve the resilience of the food production system must immediately be taken, one of which is through water harvesting, which may take the form of retention basins, trench dams, or long storages. Retention basin is a water conservation structure that collect the flow of water or
rainwater, while trench dam contains the flow of a small river or moat. Long storage, on the other hand, is also a kind of river, canal, or moat dam on a relatively flat land and has an elongated shape. All three water conservation techniques will prevent the overflow of water in the rainy season and mitigate the risk of flood. Additionally, retention basins will be advantageous during the dry season as an irrigation facility, especially on farm fields reliant on rainwater. Water conservation through the development of retention basin is believed to be effective because of its efficient, affordable, and location-specific qualities. With the relatively simple design, retention basins not only can be independently built by farming associations, but also offers direct impacts on the productivity of lands and the farmers’ income. The impacts can be seen from the increased Crop Index, which measures the average number of planting times in a
Februari, 2017 Info Desa 61
Cover Story year. For example, if a rice field is planted once a year, with the availability of sufficient water supply all year, it may be planted twice a year.
DISASTER CLASSIFICATION PER TYPE OF EVENT 1815-2015
10.7%
The successful implementation of the retention basin is exemplified by the Enrekang Regency, one of the biggest agricultural and plantation producing areas in South Sulawesi. Enrekang had actually been experiencing water deficiency because its compact-stone-dominant, steep topography makes any water dropping on its hills flow directly and rapidly into the river. Therefore, in 2010, the local government decided to implement the thousand retention basins program. Enrekang Regent Muslimin Bando said that from 2010 to 2015 the Enrekang Regency Government had built 1,359 retention basin units. “This is what we want to stress on. The government indeed must fulfill the need of water, but all must contribute, especially the people, so that water doesn’t become an expensive commodity,” Muslimin said. Enrekang Agriculture Department Head Asril added that the thousand retention basins have indeed rapidly affected his region’s agricultural production. Especially for Enrekang’s main commodity, the onions, the production number had increased from 33,071 metric tons per year to 44,189 metric tons per year between 2012 and 2014. As for chocolates, it has increased from 6,750 metric tons per year to 7,034 metric tons per year. “Now, the agricultural products increase by about 4-5 percent,” he said. Similar effort has also been implemented by the East Nusa Tenggara province (NTT). Kickstarted by the development of up to 200 retention basins in 2015, NTT now has 902 retention basins to irrigate farmland during the dry season. Other than conserving water, retention basins also support their surroun-
62 Info Desa Februari, 2017
31.2%
8.8% 12.9%
20%
16.4%
¾ FLOOD ¾ TORNADO ¾ LANDSLIDE ¾ WILDFIRE
¾ DROUGHT ¾ O THERS (EARTHQUAKE, ACCIDENT,
TERRORISM) SOURCE: BNPB 2016
In line with those efforts, President Joko Widodo has ordered the development of 30,000 units of retention basins across Indonesia in 2017. “To the Agriculture Minister, Village Minister, and Public Works Minister, take care of the water problem. Water is the key to improving agricultural production. Nothing is more important than that,” the president revealed during the Agriculture National Work Meeting (Rakernas Pertanian) at Hotel Bidakara in Jakarta, January 5, 2017.
ding ecosystem. Retention basins can become a habitat for different types of plants and animals, and produce oxygen via the photosynthesis process of the phytoplankton that live in it. With good design, other advantageous often surface, especially in the tourism sector. Examples are the Nglanggeran and the Batara Sriten retention basins at the Gunung Kidul Regency, Yogyakarta, which have become new tourism destinations.
THE STAGES OF BUILDING RETENTION BASINS The material, design, size, and location of the retention basin must be adapted to the farmland that will be irrigated. Although the design of a village retention basin is considerably simpler than that of a dam, the building process still must be carefully designed to allow optimum water retention. For that reason, a survey, investigation, and de-
Cover Story sign step must be taken first. This step is useful in determining the suitable farmer and location candidates, be it from the technical or social points of view. The survey, which will be followed by the drafting of the decree (SK), is usually conducted by a technical team consisted of regency and municipal agriculture officials, district officials, or representatives from the ministry. This team will report on such data as the coordinate, the map of the situation and location, the size of the land that will be irrigated, and the budget plan.
sary materials, manpower, cost, funding source, and execution time. This identification process is important because land conditions will affect the design of the retention basin. Considering the limited of availability of the water in the retention basin, its usage must be as efficient as possible. Generally, retention basins are used to irrigate water-efficient plants, such as corn, peanuts, soybeans, mung beans, and vegetables. If the retention basin will be used to irrigate rice plants, it is advised to do so only at certain times, such as during the
Present
2017
3.000-4.000 UNIT
30.000 UNIT
Ministry of Pubic Works and Housing
Ministry of Agriculture
Similarly, the size will also depend on the purpose of use and the irrigation area. For example, to fulfill the individual purpose of irrigating a 0.5-hectare field, one needs only a 10 by 5 by 2.5-3 meters retention basin. The retention basin should be placed nearby its surrounding waterways, so that, when it rains, the water on the surface of the soil can be easily streamed into the basin. It would be even better if it could be placed near the irrigation area, so that one needs not install a very long installation canal. CONSTRUCTION AND SUPERVISION After determining the retention basin’s necessary location, size, and shape, the next step is excavating the soil, which can be done together. To make excavation easier, dig up the soil from the edge of the soil surface. To avoid contamination by way of water flow, make the embankment’s circumference higher than the ground. The water intake and discharge canal is so designed to avoid an overflow.
Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration
SOURCE: MINISTRY OF PUBLIC WORKS AND HOUSING CENTER FOR DATA AND INFORMATION, MINISTRY OF PUBLIC WORKS AND HOUSING STRATEGIC PLANNING, MINISTRY OF PUBLIC WORKS AND HOUSING, SETKAB.GO.ID
The next stage is the Formulation of the Group Activity Proposed Plan (RUKK) established through a discussion within the Farmers’ Group Association (Gapoktan) with guidance from the Technical Team. RUKK contains at least the planned volume of the retention basin, neces-
is built on sandy or porous soils surely will require a base, tarp, geomembrane, or wall. An accurate design is expected to prevent leak on the retention basin, allowing it to contain the maximum water volume.
flowering and the grain filling phases. Meanwhile when irrigating the soil, immediately stop when the soil has been saturated with water. The materials must also be adapted to the soil texture. Retention basin that
All stages in the process must constantly be supervised by both the local team and the local or central government, especially because the funds come from special grants, such as the Special Allocation Fund (DAK) or the Village Fund. A report is necessary to track the activity’s progress to reach the determined target. The report usually comes with photos and figures on agriculture productivity improvement.l
STAGES: Survey, Investigation, Design (SID) Formulation of Decree (SK) Formulation of Group Activity Proposed Plan (RUKK) Disbursement of Funds Construction Supervision and Evaluation Report
Februari, 2017 Info Desa 63
Cover Story
WATER HARVESTING TECHNOLOGY SOURCE River or trench discharge Spring Rainwater
KEMIRINGAN LAHAN Retention basin should be built on planting areas with a gradient of 8-30% < 8%: Difficul to catch river discharge, but can contain rainwater. 8 – 30%: Suitable to contain all water sources, be it river discharge or rainwater.
64 Info Desa Februari, 2017
> 30%: Able to contain all water sources, but will quickly be filled with sediments from erosion. Rencana Infrastruktur Penyediaan Air 2017 pada 3,9 juta ha Sawah Tadah Hujan
DESIGNING THE RETENTION BASINS
Cover Story
I
ndonesia has various topographies. Therefore, the development of technology to harvest water must pay close attention to such factors as location, water resource, soil texture, and land slope. A design that adapts to the land condition will be able to optimize water harvesting during the rainy season and water supply in the dry season.
TYPES Retention basin: Basin to collect water. Trench dam: Water conservation by way of containing the flow of small rivers or trenches. Long Storage: Elongated dam.
SOIL TEXTURE Advisable to be built on argillaceous land. If the soil is sandy or porous, it is advisable to use plastic, tarp, geomembrane or wall as base.
Februari, 2017 Info Desa 65
Cover Story MINISTER OF VILLAGES, DEVELOPMENT OF DISADVANTAGED REGIONS, AND TRANSMIGRATION, EKO PUTRO SANDJOJO:
DEVELOPMENT OF RETENTION BASIN WILL DRIVE VILLAGE ECONOMY This year the government will be building 30,000 retention basins with the Rp 20 trillion budget it will allocate to Dana Desa (Village Fund). The development of retention basins is expected to increase the agricultural productivity of the villagers, which in turn are expected to be able to drive the village economy.
“T
he president has instructed that an additional Rp20 trillion from the village fund be allocated to the development of village retention basins,” said the Minister of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration, Eko Putro
66 Info Desa Februari, 2017
Sandjojo, as he disclosed the ministry’s 2017 work program. In his explanation of the work program, Eko said the retention basin development is one of the priority programs of the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration (Kemendesa PDTT) in its aim to improving the welfare of villagers. Eko said that the development of retention basins is aimed at providing every village with sufficient water supply to irrigate farmlands. The fact is that, all this time, most farmers have relied on the rain and the river to irrigate their farmlands, which allows no more than one growing season and harvest in a year.
Cover Story
Februari, 2017 Info Desa 67
Cover Story
68 Info Desa Februari, 2017
Cover Story “The existence of retention basins is a solution to the villagers’ irrigation needs,” he said. Why do villagers need to build retention basins and how do retention basins impact the agriculture sector? Here are the interview excerpts: HOW IS THE POLICY ON RETENTION BASIN DEVELOPMENT IMPLEMENTED? The development of retention basin is one of the priority programs of the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration this year. Technically, we will make regulations so that the village fund can be used to build retention basins. Additionally, (within the framework) a village may also work with other villages in its area to build an inter-village retention basin. The central government itself will allocate a budget of Rp 20 trillion to the village fund to build 30,000 retention basins in 2017. This amount will be allocated to the village fund. This year, each village will receive around Rp 800-900 million of village fund on top of the provincial and regency funds, making the total receipt of funds in the billions. WHY DO VILLAGES NEED TO BUILD RETENTION BASINS? One of the considerations is the fact that 80 percent of the Indonesian population live in villages and make a living in the agricultural sector. Moreover, a number of Indonesian villages frequently experience drought. The villagers often lack clean water for bathing, washing, and excretion purposes as well as for agricultural needs. The existence of retention basins or rainwater catchment facilities will be the solution to the villagers’ need to irrigate farmlands. Therefore, the development of retention basins is necessary to fulfill the village’s irrigation and other water needs. WHAT ARE THE ADVANTAGES OF RETENTION BASINS TO VILLAGES? The main advantage is farmland irriga-
tion. All this time, most farmers have relied exclusively on the rain and the river to irrigate their lands, which allows them no more than one growing season and harvest in a year. Retention basins will also be advantageous to the fishery and the tourism sectors. WHAT IS THE PROJECT’S BUDGET? A budget of Rp 200-500 million may be allocated from the village fund for the retention basin development. Because the fund is available, the development of retention basins shouldn’t be a big issue to villages, and it is hoped that the fund can be utilized to drive the economy of the villagers. To accelerate the project, Kemendesa PDTT also plans to engage military personnel. HOW MANY VILLAGES HAVE DEVELOPED RETENTION BASINS? 628 villages in Indonesia have developed retention basins using the village fund. The retention basin policy has been communicated to the villages; that agriculture-based villages to allocate some of their village funds to develop
retention basins. Hence, I hope other villages will follow in the footsteps of the villages that have developed their retention basins to improve their economy. WHAT WILL BE THE IMPACT OF THIS DEVELOPMENT? From the 74,754 villages in Indonesia, 82.77 percent live off of agriculture. The constant availability of water supply made possible by retention basins is expected to increase the agricultural productivity of the villagers and drive the villages’ economy. We have received reports from villages with retention basins that their agricultural productivity has increased. If the farmers could harvest an average of only 1.4 times per year before the existence of retention basins, now they can do so three times per year, increasing the villagers’ income. This fact of course becomes a lesson to drive the massive development of retention basins across villages in Indonesia to improve the welfare of the villagers. Moving forward, villages are expected to produce agricultural products in a more integrated, bigger scale with the existence of post-harvest facilities. l
Februari, 2017 Info Desa 69
Cover Story
THE SYNERGY OF THREE MINISTRIES build 65 dams and 1,893 retention basin units or other water catchment structures. Among the examples are retention basins, Embung Wain in Balikpapan and Embung Soropadan in Temanggung. Meanwhile, Kemendesa PDTT will spend Rp 20 trillion of its Village Fund to support this year’s retention basin development program. As well as providing funds, Kemendesa PDTT also verifies the data and survey results submitted by the Ministry of Agriculture. According to the data recap of the expansion of water resources per province, irrigation can be conducted on 737,723.84 of the surveyed 1,004,056.15 hectares of land. The Head of the Climate Mitigation and Water Conservation Sub-Directorate at the Directorate General of Infrastructure and Facilities at the Ministry of Agriculture, Rahmanto, said that the development of retention basins are important as they will become both the main and the supplemental irrigation system at agriculture areas unreachable by the water from big reservoirs.
P
resident Joko Widodo has given the Ministry of Agriculture, the Ministry of Public Works and Housing, and the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration (Kemendesa PDTT) a special task to build 30,000 retention basins. The development of retention basins to drive productivity in the agricultural sec-
70 Info Desa Februari, 2017
tor is actually not something new for the three institutions. In 2016 for example, the Ministry of Agriculture has successfully built 1,714 retention basin units. The Ministry of Public Works and Housing, too, has routinely built and rehabilitated water infrastructures, such as dam, reservoir, or retention basin. As stated on the Strategic Plan 2015-2019, the Ministry of Public Works and Housing will
“The capacity of reservoirs may be a lot larger, but it’s impossible to have them built near the rice fields, especially if it is difficult to access. Therefore, we are building retention basins right in the farming area with simple design and relatively affordable cost,” Rahmanto said. Rahmanto added that the labor intensive nature of a retention basin development will foster the villagers’ participation. He also said that the cost of creating retention basins may even increase, because it is invested into the productive business that is agriculture. He provided an exam-
Cover Story Rahmanto revealed that once of the project’s biggest challenges is to find the right basin designer and project supervisor. The risks of getting the wrong designer include cracked walls, leakage, or misplacement. Therefore, the scheme of development should be discussed with the Ministry of Public Works and Housing.
Water Resource Identification for Agricultural Irrigation Report
Desa Ciomas, Tenjo District, Bogor Regency • Type of Structure: Trench dam • Estimated budget: Rp 100 million • Service area: 45 hectares • Cropping Index »» Now: 1 »» Target: 1.5 »» Increase: 0.5 • Advantage: 135 metric tons of dry-harvest grain (Gabang Kering Panen – GKP) • Harvest value: Rp 500 million
ple of the retention basin at Desa Ciomas at Tenjo District in the Bogor Regency. This project is predicted to increase its Cropping Index from once a year to one and a half times a year. The retention basins have been built using the Special Allocation Fund (DAK) or grants from the Ministry of Agriculture. Now with presence of the Village Fund, the development is believed to be able to accelerate. As stated in the Village Minister Regulation number 22/2016 on
Priority Usage of Village Fund 2017, as well as to build road infrastructure, bridges, and others, the Village Fund may also be used to build retention basins. The retention basin development initiative usually comes from the Farmers Group Association (Gapoktan), because the group knows the specifics of their land. Once the proposal is accepted and verified, a technical team consisting of a regency or municipal agriculture official and a district official will be formed.
One of the materials that can prevent leakage is the geomembrane, a type of synthetic rubber made from High Density Polyethylene (HDPE) or Low Density Polyethylene (LDPE). The elastic geomembrane is resistant to soil erosion and earthquake, environmentally friendly to the aquatic biota, resistant to sun exposure, and adaptable to the natural curves of the soil. With all of these qualities the geomembrane can last up to 30 years. With the synergy of the three ministries and the active participation of local governmental departments and the farmers’ group, the hope is that the government can reach its target of building 30,000 retention basins. l
SUMATERA Potential:
1.078.739 ha
Long storage Retention basin River water utilization
KALIMANTAN Potential:
665.693 ha
SULAWESI Potential:
River water utilization
665.693 ha
Long storage Retention basin Trench dam Well River water utilization
MALUKU Potential:
21.763 ha
River water utilization
JAWA Potential:
1.160.111 ha
Long storage Retention basin River water utilization
BALI + NUSTRA Potential:
139.913 ha
Trench dam Well River water utilization
PAPUA Potential:
55.840 ha
River water utilization
Februari, 2017 Info Desa 71
Cover Story
THE RURAL SPIRIT IN BUILDING RETENTION BASINS 72 Info Desa Februari, 2017
Cover Story
Begun as an effort to maintain rice fields and gardens, the retention basins at the Gunungkidul Regency are now able to provide more advantages, from agriculture productivity to tourism.
Dominated by wastelands and karst rocks, Desa Nglanggeran was apparently a scientists’ magnet. This natural condition in turn inspired the villagers of Desa Nglanggeran to initiate the development of the Gunung Api Purba Ecotourism Area in 1999. The Nglanggeran Village Chief Decree No. 05/KPTS/1999 on May 12, 1999 marked the beginning of the 48-hectare Gunung Api Purba land management by the Bukit Putra Mandiri youth organization. The initiation began with the planting of trees in the mountain area. The next step was the development of a retention basin as a water conservation facility. According to the promotion manager of Travel Aware Group (Kelompok Sadar Wisata – Pokdarwis), Aris Budiono, since its inauguration by Yogyakarta Governor Sri Sultan Hamengkubuwono X on February 19, 2013, Embung Nglanggeran or the Nglanggeran Retention Basin has become the center of attention.
S
ince becoming a part of the Geopark Gunung Sewu network, the Gunungkidul Regency has become known as Yogyakarta’s new tourism prima donna. Although it used to be known for its annual drought, today Gunungkidul is identified by its renowned tourist attractions, such as Gua Jomblang, Gua Pindul, Gunung Api Purba, and, the newest one, the retention basin tour.
“Initially, the retention basin was built to contain water, which would then be streamed into the fruit garden,” he said. Sri Sultan Hamengkubuwono X opened and inaugurated it as Kebun Buah Nglanggeran or the Nglanggeran Fruit Garden, because the area was projected to be just that. Nevertheless, now that it is renowned for the hilltop retention basin, he added, the place is known as Embung Nglanggeran instead. The 0.34-hectare retention basin sits atop a land belonging to the Yogyakarta Palace and the locals. The total size reaches 20 hectares when counting the fruit garden. Aris explained that the area is managed communally by the villagers of Desa Nglanggeran. Besides Pokdarwis, they also work with pre-existing groups, such as the
Farmers’ Group Association (Gapoktan), the Family Welfare Movement (PKK), and the Youth Organization (Karang Taruna). For the purpose of discussion, evaluation, and problem solving, collaboration hold a forum called the Selasa Kliwon. The development of Embung Nglanggeran, which took place between October 2012 and February 2013, cost around Rp 1.2 billion. The fund was obtained from the Yogyakarta Governor grants. Aside from the grants, state oil company Pertamina and the Central Bank of Indonesia also contributed corporate social responsibility funds for the basin’s development and maintenance. To enter the 0.34-hectare retention basin area, visitors need only pay Rp 10,000 when visiting in the afternoon and Rp 15,000 at night. The management provides such facilities as gazebos, food vendors, and two toilets. Fences have also been installed around the basin to ensure the visitors’ safety. Economically speaking, the existence of Embung Nglanggeran has been a gift to the people of the village which consists of five hamlets. The number of visitors increases from year to year. “Even in 2012, when the development had yet to be completed, it had received 27,000 visitors. Then the number kept increasing drastically, from 85,000 in 2013 to 305,000 in 2014,” he said. Aside from preserving the garden and increasing the revenue from tourism, the presence of the retention basin is apparently able to repress urbanization. Aris revealed that the number of urbanization has decreased significantly to around 40 percent. “Back then, after graduating from high school, the local villagers would pre-
Februari, 2017 Info Desa 73
Cover Story fer to migrate. Most of them would go to Jakarta and Batam, or become a migrant worker in South Korea. Now, after graduating, they stay to build their own village,” he said. BATARA SRITEN As well as Nglanggeran, Embung Batara Sriten also stands out in the Gunungkidul tourism sector. Batara Sriten is a manmade lake on the hills of Batur Agung. Perched 896 meters above the sea level, Batara Sriten is the highest retention basin on Mount Kidul. It is therefore not surprising to find cool air with a beautiful view here. From the parking lot, just look ahead and you will find 10.1 million square meters of water lying before you. Embung Batara Sriten is equipped with a joglo, a traditional Javanese structure, which also functions as an event’s hall. Right behind the joglo, visitors will find a prayer room and two toilets. Moreover, those who would like to enjoy the view of Klaten from afar may do so from the two gazebos on the edge of the retention basin. Additionally, just above the joglo, we can walk to Batur Agung’s triangulation peak, which is called Tugu Magir. This area is the highest point of Mount Kidul – no wonder the paragliding aficionados spread their wings from Tugu Magir numerous times. To enter the 1-hectare area, visitors traveling on motorcycles need only pay Rp 2,000, while those traveling by cars pay Rp 5,000. According to an official of Desa Pilangrejo, Aris Widartono, starting mid2017, there will be a retribution charge for visitors. This retribution will contribute towards the income of Dusun Sriten’s villagers as the area’s caretakers. Aris Widartono, who currently holds the position of Welfare official at Desa Pilangrejo, said that the development of Embung Batara Sriten was initiated by the locals, who at the time experienced water insufficiency. Moreover, in 2013, the residents of Dusun Sriten and Ngangkruk received a chance to participate in the community-based Planting Program for Water-Criti-
74 Info Desa Februari, 2017
cal Lands (Program Penanaman Lahan Kritis Sumber Daya Air) which was carried out by the Ministry of Forestry and the Ministry of Home Affairs. The program invited residents to plant fruits, such as durian, avocado, longan, soursop, and pomelo on the Sultan’s 20-hectare land. Believing that the program was profitable, they submitted a proposal to develop the retention basin to the Yogyakarta Governor. The hope was that the fruits would be irrigated by the rainwater contained in the retention basin. The proposal was approved and in October 2014, Embung Batara Srinten began development with the inauguration by Sri Sultan Hamengkubuwono X in March 2015. The cost of the retention basin and fruit garden development was estimated to reach Rp 2 billion, all of which came from the Yogyakarta Governor grants through the Local Revenue and Expenditure Budget (APBD) 2014. For the locals, the presence of Embung Batara Sriten may not have affected them directly. Aside from the caretakers of the retention basin, street hawkers, and Ga-
poktan who manages the fruit garden, the majority of Dusun Sriten and Ngangkruk villagers are farmers who still practice rainfed agriculture. Interestingly, however, the majority of villagers at the said hamlets gain profits through other ways, such as selling such crops as brown sugar, coconut sugar, and canna starch. This is in fact due to the presence of Embung Batara Sriten, which has provided outsiders with information and access, resulting in the increased interest towards those produces. Moreover at the end of 2016, locals, in collaboration with the Gunungkidul Department of Agriculture, have started to implement the intercropping method in the fruit garden area. The selected plants include vegetables, such as chili, water spinach, mustard greens, and spinach. They estimated that these vegetables would reach harvest time quicker than the fruits in the fruit garden. The result was beyond prediction. The vegetables were able to be harvested on time. Aris Widartono said that some vegetable sellers from the Wotgaleh market located 7 kilometers below the retention basin were even willing to pick up the Sriten and Ngangkruk yields. l