Chaidir
E-ISSN 2502-5678
PENGARUH STRUKTUR MODAL, PROFITABILITAS, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR TRANSPORTASI YANG TERCACAT DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2014 Chaidir*) ABSTRAK Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, dan Pertumbuhan perusahaan terhadap Nilai Perusahaan secara serempak/bersama-sama dan parsial. Periode penelitian dilakukan selama 2 tahun yaitu tahun 20132014. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif, metode yang digunakan yaitu purposive sampling. Metode analisis yang digunakan yaitu statistik inferensial. Metode analisis yang digunakan dengan menggunakan alat analisis yaitu regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa Koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 0.670 artinya bahwa sebesar 67% variabel Price to Book Value (PBV) dipengaruhi oleh DAR, DER, ROE, ROA, Asset Growth dan sisanya 33% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji F bahwa secara simultan variabel DAR, DER, ROE, ROA dan Asset Growth berpengaruh signifikan terhadap Price to Book Value (PBV). Hasil uji t variable DER, ROE dan Asset Growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price to Book Value (PBV). Sedangkan DAR dan ROA tidak berpengaruh terhadap Price to Book Value (PBV). Kata Kunci: DAR, DER, ROE, ROA, Asset Growth, dan PBV
ABSTRACT The Firm’s Value is investor’s perception towards the company’s success level which is often related to the price of the stock. The high price of stock makes the value of the company high. The high Firm’s Value will make the market believe in not only the present condition of the company but also the prospect of the company. The purpose of this study was to examine the effect of Capital Structure, Profitability, and Company Growth simultaneosly / together and partially on the Firm’s Value. Period of 2 years of research carried out during the year 2013-2014. This type of research is quantitative, the methode used purposive sampling. The analytical methode used is inferential statistics. The analytical method using analytical tools that multiple linear regression analysis.The result is, The coefficient of multiple determination adjusted for adjusted R square = 0,670 means that 67 %. Firm’s Value is influenced by factors DAR, DER, ROE,ROA, Asset Growth and 33% is explained by other variabel. Result F test shows that simultaneosly DAR, DER, ROE, ROA and Asset Growth has significant effect on Firm’s Value. While t test show that partially DER, ROE and Asset Growth has significant positive effect on the Firm’s Value, variable DAR has negative effect on the Firm’s Value, and ROA has no significant effect on Firm’s Value. Keyword :
*)
DAR, DER, ROE, ROA, Asset Growth, dan PBV
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 1
Chaidir
I.
ISSN 2502-1400
PENDAHULUAN Menurut pemberitaan di www.sahamoke.com, industri terbesar di dunia yaitu pada bidang jasa. Perusahaan transportasi ini merupakan kelompok perusahaan yang cukup besar dan berkembang di Indonesia. Perusahaan jasa transportasi memiliki iklim persaingan yang sangat ketat, karena transportasi merupakan salah satu kebutuhan yang penting untuk mobilisasi dalam menjalankan kegiatan perekonomian. Jumlah perusahaan transportasi go public di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2015 mencapai 31 perusahaan. Perkembangan terbesar terjadi pada kurun waktu 2013 sampai sekarang, jumlah perusahaan transportasi yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014 mencapai 15 perusahaan dari total 31 perusahaan yang ada, artinya perkembangan perusahaan pada sektor transportasi berkembang cukup pesat yaitu mencapai 46%. Berdasarkan kondisi tersebut maka dengan demikian perusahaan-perusahaan melakukan ekspansi agar dapat bersaing. Ekspansi membutuhkan investasi yang cukup besar, dengan demikian perusahaan akan mencari investor atau kreditor untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan dengan cara mengeluarkan surat utang (obligasi), saham biasa atau saham preferen melalui penawaran umum di Bursa Efek Indonesia (BEI) cara tersebut menunjukan hasil yang efektif, hal tersebut terlihat dari banyaknya investor asing dan lokal yang melakukan investasi pada perusahaan sub sektor transportasi. Sub sektor transportasi merupakan sub sektor bisnis yang cukup berpotensi karena memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi. Namun untuk melakukan bisnis pada sektor ini kiranya sangat membutuhkan investasi yang sangat besar serta strategi manajemen yang ekstra komprehensif, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dalam menjalankan kegiatan operasinya perusahaan harus menghimpun sumber dana baik dari investor asing maupun investor lokal kemudian melakukan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Menurut Wira (2014, 92) ”Semakin rendah nilai asset yang di biayai oleh hutang biasanya akan semakin baik. Sedangkan umumnya perbandingan asset dengan hutang lebih besar dari 1 sebaiknya dihindari, karena berarti jika kreditor menagih dan semua asset dijual pun tidak mampu menalangi utang.” masih terdapat beberapa perusahaan yang memiliki total hutang lebih besar dari pada total asset perusahaan tersebut, pada tahun 2013 APOL, KARW dan SAFE, pada tahun 2014 APOL dan KARW perusahaanperusahaan tersebut memiliki hutang yang lebih besar dari pada total asset yang perusahaan miliki jika dibandingkan maka perbandingan antara total hutang dengan total asset perusahaan. Menurut Sjahrial (2014, 179) cara mengukur penggunaan yang optimal dari suatu struktur modal adalah menggunakan rasio solvabilitas. Brigham and Houston (2004, 478):“Capital structure is the relationship between debt and assets. There is no one capital structure that will work for all business. Market risk, individual industry volatilities, and the ups and downs of the economy preclude such a universal capital structure. The optimal capital structure must strike a balance between risk and return so as to maximize the firm’s stock price. This results in a capital structure that generally calls for a debt ratio that is lower than the one that maximizes expected Earnings Per Share.” 1. Debt to Asset Ratio
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 2
Chaidir
2.
According Williams Jan R.et al (2003, 631) One indicator of the amount of leverage used by a business is the debt ratio. this ratio measures the proportion of the total assets financed by creditors, as distinguished from stockholders. It is computed by dividing total liabilities by total assets. A high debt ratio indicates an extensive use of leverage, that is a large proportion of financing provided by creditors. A low debt ratio, on the order hand, indicates that the business is making little use of leverage. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kodir (2013) dan Setiawan (2014) yang menemukan adanya pengaruh negatif Debt to Asset Ratio terhadap Price to Book Value. Debt to Equity Ratio Menurut Wild, Subramanyan dan Halsey (2005, 39) “Menyatakan struktur modal dan solvabilitas untuk menilai kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang. Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada.” Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hidayati (2010), Kusumajaya (2010), Asmirantho (2014), Dewi & Wirajaya (2013) dan Sudiani (2015) menemukan adanya pengaruh yang negatif antara Debt to Equity Ratio terhadap Price to Book Value. Menurut Sjahrial (2014, 277) “The trade-off theory of leverage adalah kondisi dimana perusahaanperusahaan menggabungkan
E-ISSN 2502-5678
(trade-off) manfaat-manfaat dari pembiayaan hutang (menguntungkan, perlakuan terhadap pajak perusahaan) terhadap tingkat bunga yang lebih tinggi dari biaya-biaya kebangkrutan. Pada dasarnya, penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan utang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency cost. Titik balik tersebut disebut struktur modal optimal, menunjukan jumlah utang optimal yang bisa diterima perusahaan.” Menurut Harjito dan Martono (2012, 2) ”Rentabilitas atau Profitailitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari modal yang digunakan umtuk menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu rentabilitas ekonomis dan rentabilitas modal sendiri. Rentabilitas ekonomis memperhatikan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba operasi dibanding dengan total modal (aktiva) yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Sedangkan rentabilitas modal sendiri difokuskan pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan jumlah modal sendiri yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Laba yang diperhitungkan dalam rentabilitas ekonomis adalah (Net Operating Income, NOI) atau laba sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and Tax, EBIT) sedangkan rentabilitas
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 3
Chaidir
ISSN 2502-1400
modal sendiri memperhitungkan laba setelah pajak (Earning After Tax, EAT).” According to Brownlee & Ferris (2001,8) The profitability of a company may be analyzed in two ways. First, the absolute level of revenues, gross margin or net earnings, and Second, a series of profitability ratios can be calculated.Two popular ratios are the rate of return on asset and the rate of return on common equity. 3.
Return On Equity Menurut Brigham dan Houston (2004, 149) “Return On Equity (ROE) adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa.” Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi & Wirajaya (2013), Hidayati (2010), Budi dan Rachmawati (2013), Putra (2014). Sudiani (2015), Kusumajaya (2010), Wirawati (2008), dan Hermawati (2013), menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan Return On Equity terhadap Price to Book Value.
4.
Return On Asset Menurut Brigham dan Houston (2004, 148) “Return On Assets (ROA) adalah rasio laba bersih terhadap total asset untuk mengukur pengembalian atas total asset.” Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hermawati (2013), Ramadan (2015) Putra (2014) dan Setiawan (2014) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan Return On Asset terhadap Price to Book Value.
Elaine (2015, 331) “Jika aset yang dimiliki perusahaan digunakan untuk operasional yang lebih menguntungkan, maka tingkat pengembalian dari aset tersebut akan meningkat tentu saja hal ini akan ditangkap sebagai sinyal positif bagi para investor.” Beberapa perusahaan sub sektor transportasi yang tidak sesuai dengan teori tersebut dalam hal ini pada tahun 2013 terdapat beberapa yaitu (GIAA, KARW, NELLY, RIGS, TMAS, WEHA) dan pada tahun 2014 (CASS, GIAA, NELY,TRAM) perusahaan-perusahaan tersebut mengalami peningkatan asset tetapi tidak diikuti pula oleh kenaikan laba. Asmirantho (2015) “Rasio pertumbuhan (Growth Ratio), mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya didalam pertumbuhan ekonomi dan industri”. Dahlan “(2008, 34) Asset Growth adalah pertumbuhan total aktiva lancar yang ditambah dengan pertumbuhan total aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal).” Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Budi dan Rachmawati (2013), Asmirantho (2014), Putra (2014), dan Kusumajaya (2013) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan Return On Asset terhadap Price to Book Value.
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 4
Chaidir
Beberapa perusahaan sub sektor transportasi seperti pada tahun 2013 dan 2014 perusahaan mengalami kenaikan laba tetapi harga saham perusaan tersebut menurun (hubungannya negatif) perusahaan tersebut antara lain ASSA, CASS, GIAA, IATA, PTIS, WEHA, TAXI, dan RIGS According Damodaran (1994, 224) advantage of using price/book value ratio: The first is that the book value provides a relatively stable, intuitive measure of value that can be compared to the market price. The second is that, given reasonably consistent accounting standards across firms, price/book value ratios can be compared across similar firms for signs of under-or overvaluation. Finally, even firms with negative earnings, which cannot be valued using price/earnings ratio, can be evaluated using price/book value ratios. Menurut Van Horne dan Wachowicz, JR (2007, 375) “Nilai buku per lembar saham biasa adalah ekuitas pemegang saham, total aktiva dikurangi total kewajiban dan saham preferen seperti yang tercantum dan neraca, dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar. Ada pun Tujuan Penelitian ini adalah 1) Untuk membuktikan pengaruh struktur modal, Profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan secara simultan pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014; 2) Untuk membuktikan pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap Price to Book Value secara parsial pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode
E-ISSN 2502-5678
2012-2014; 3) Untuk membuktikan pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Price to Book Value secara parsial pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014; 4) Untuk membuktikan pengaruh Return on Equity Ratio terhadap Price to Book Value secara parsial pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014; 5) Untuk membuktikan pengaruh Return on Asset Ratio terhadap Price to Book Value secara parsial pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014; dan 6) Untuk membuktikan pengaruh Growth Asset terhadap Price to Book Value secara parsial pada perusahaan sub sektor transportasi yang tercacat di Bursa Efek Indonesia periode 20122014. II. Landasan Teori 2.1. Struktur Modal 2.1.1. Pengertian Struktur Modal Menurut Sjahrial (2014, 250) “Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham preferen dan saham biasa.” Menurut Atmaja (2008, 2) “Struktur modal adalah perbandingan antara modal sendiri dengan hutang (biasanya hutang jangka panjang) perusahaan.” Brigham and Houston (2004, 478):“Capital structure is the relationship between debt and assets. There is no one capital structure that will work for all business. Market risk, individual industry volatilities, and the ups and downs of the economy
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 5
Chaidir
ISSN 2502-1400
preclude such a universal capital structure. The optimal capital structure must strike a balance between risk and return so as to maximize the firm’s stock price. This results in a capital structure that generally calls for a debt ratio that is lower than the one that maximizes expected Earnings Per Share.” Teori tersebut menjelaskan bahwa struktur modal adalah hubungan antara utang dan asset. Struktur modal yang optimal harus mencapai keseimbangan antara risiko dan return sehingga memaksimalkan harga saham perusahaan. Hal ini menghasilkan struktur modal (rasio utang) yang lebih rendah daripada penghasilan per saham yang diharapkan.. Perusahaan harus mencari bauran pendanaan (financing mix) yang tepat agar tercapai struktur modal optimal yang secara langsung akan mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Horne dan Wachowicz (2007, 211) “Struktur modal adalah bauran (atau proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang terdiri dari utang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Suatu metode untuk menganalisis bauran pendanaan yang tepat bagi perusahaan adalah dengan mengevaluasi struktur modal (capital structure) perusahaanperusahaan lainnya dengan risiko bisnis yang hampir sama. Berbagai perusahaan yang digunakan dalam perbandingan ini sering kali adalah yang berada dalam industri yang sama.” Dari pengertian-pengertian struktur modal menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya Struktur Modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari: utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang dengan modal sendiri: saham
preferen dan saham biasa. Pimpinan perusahaan dalam hal ini manajer keuangan harus dapat mencari bauran pendanaan (financing mix) yang tepat agar tercapai struktur modal yang optimal yang secara langsung akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dimana nilai perusahaan yang tinggi pada akhirnya akan meningkatkan harga saham begitu pula nilai perusahaam yang diharapkan para investor/ pemegang saham juga akan meningkat. 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal Menurut Margaretha (2011, 114) Struktur modal dipengaruhi oleh berbagai faktor lain: 1) Business risk. Makin besar business risk, makin rendah rasio utang. 2) Tax position. Bunga utang mengurangi pajak. Semakin tinggi tariff pajak, semakin besar keuntungan dari penggunaan utang. 3) Managerial conservatism of aggressiveness. Manajer yang konservatif akan menggunakan banyak utang. According to Brigham and Houston (2004, 481) in general, companies consider these factors when making capital structure decisions,namely: 1. Stability of sales, which are companies with relatively stable sales can safely take on more debt and the burden remains higher than the company's sales are unstable. 2. The structure of assets, the company has fixed assets of large amounts can use large amounts of debt, the amount of fixed assets can dugunakan as security or collateral of corporate debt. 3. Leverage operations, which are companies with fewer operating leverage has a better ability to implement the company's financial
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 6
Chaidir
leverage because they will have a smaller business risk. 4. The level of growth, the company is growing rapidly, the greater the need of corporate funds and should be more reliant on external capital. 5. The profitability of the company's own rate of return on investment is very high use relatively little debt. A high rate allowing for the bulk of funding internally. With large retained earnings, the company would prefer to use retained earnings prior to use debt or issue new shares. 6. The tax, which is assessed as a burden which interest can be a tax deduction and a tax deduction is a very valuable thing for companies with high tax rates. Therefore, the higher the tax rate of a company, the greater the benefits derived from debt. 7. Control, namely the impact of debt and stock in a position of management control may affect the capital structure, control considerations may lead to the use of debt and equity. 8. The attitude of management, that some tend to be more conservative management will use less debt, while the aggressive management uses more debt. 9. The attitude of the lender and donor agencies ratings. Some of the behavior of lenders and rating agencies often affect financial structure decisions. 10. Market conditions. The conditions of the stock and bond markets are experiencing a change in both the long term and short term can provide an important meaning in the capital structure. 11. The condition of the Company. Internal condition of a company can also have an influence on the target
E-ISSN 2502-5678
capital structure. Companies need to look at the right time to sell stocks and bonds. 12. Financial flexibility, which is a good use of debt or equity capital is highly dependent on factors that have been mentioned, including forecasting the company will need funds, predicts that capital market conditions, management beliefs on forecasting, and the consequences of a lack of capital. Dari beberapa faktor struktur modal tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur modal ditentukan oleh stabilitas penjualan yang akan berpengaruh langsung pada banyaknya laba yang akan dihasilkan oleh perusahaan sehingga dapat mengontrol penggunaan hutang, fleksibilitas keuangan sejauh mana perusahaan dapat memperoleh sumber dana dari hutang, pengendalian atau perimbangan hutang dengan ekuitas, serta sikap manajemen yang agresif. 2.1.3. Analisis Struktur Modal dengan Rasio Solvabilitas Menurut Kasmir (2008, 151) “Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (likuidasi).” According to Lee (1985, 26) If an analyst wishes to measure the extent of a ratios reflects the financial risk posture of the firm. The two sources of data from which these
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 7
Chaidir
ISSN 2502-1400
ratios can be calculated are the balance sheet an the income statement. Berdasarkan teori diatas, dapat diartikan bahwa rasio solvabilitas biasanya digunakan untuk seorang analis jika ingin mengukur sejauh mana suatu rasio mencerminkan postur risiko keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, Rasio Solvabilitas yang digunakan adalah Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equiy Ratio (DER). Dari pengertian-pengertian menurut para ahli maka penulis menyimpulkan bahwa Raiso Solvabilitas adalah rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya perusahaan tersebut dilikuidasi. a) Analisis DAR According Williams Jan R.et al (2003, 631) One indicator of the amount of leverage used by a business is the debt ratio. this ratio measures the proportion of the
total assets financed by creditors, as distinguished from stockholders. It is computed by dividing total liabilities by total assets. A high debt ratio indicates an extensive use of leverage, that is a large proportion of financing provided by creditors. A low debt ratio, on the order hand, indicates that the business is making little use of leverage. Salah satu indikator dari jumlah leverage yang digunakan oleh sebuah bisnis adalah rasio utang. Rasio ini mengukur proporsi dari total aktiva yang dibiayai oleh kreditur, yang dibedakan dari pemegang saham. Hal ini dihitung dengan membagi total kewajiban dengan total asset. Rasio utang yang tinggi menunjukkan ekstensif menggunakan leverage, yang sebagian besar pembiayaan yang diberikan oleh kreditur. Rasio ini dihitung dengan rumus:
Menurut Wira (2011, 92) “Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa banyak asset dibiayai oleh hutang. Sebagai contoh, Debt Rasio 50% menunjukkan bahwa 50% dari asset dibiayai oleh hutang. Semakin rendah nilai Debt Ratio biasanya akan semakin baik. Sedangkan umumnya Debt Ratio lebih besar dari 1 sebaiknya dihindari, karena berarti jika kreditor menagih dan semua asset
dijual pun tidak mampu menalangi utang.” Dari pengertian-pengertian menurut para ahli maka penulis menyimpulkan bahwa DAR adalah rasio yang mengukur sebara besar asset yang dimiliki oleh perusahaan yang dibiayai oleh hutang, biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan go public atau perusahaan yang menggunakan hutang sebagai sumber dana.
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 8
Chaidir
b)
E-ISSN 2502-5678
Analisis DER. Menurut Wener (2013, 61) “Debt to Equity Ratio (DER) Menunjukan perbandingan antara utang dan ekuitas perusahaan Menurut Horne dan Wachhowicz (2011, 128) “Alternatively, the book value of a company’s common stock (at par) plus additional paid-in capital and retained earnings.” Menurut Prihadi (2012, 263) “Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara utang dengan ekuitas. Rasio ini menunjukkan jumlah utang sama dengan ekuitas”. Menurut Kasmir (2011, 158) “mengemukakan bahwa bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru
semakinn besar rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang di sediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.” Sedangkan menurut Wild, Subramanyan dan Halsey (2005, 39) “Menyatakan struktur modal dan solvabilitas untuk menilai kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang. Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada.” Rasio DER dapat dihitung dengan formula:
Dari pengertian tentang Debt to Equity Ratio (DER) yang telah dipaparkan oleh para ahli dan para peneliti sebelumnya dalam jurnal, Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa DER merupakan rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dari pihak kreditur. Makin tinggi ratio ini berarti semakin besar dana yang diambil dari luar. Ditinjau dari sudut solvabilitas, ratio yang tinggi relatif kurang baik, karena bila terjadi likuidasi, perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Dengan
demikian apabila Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan tinggi, ada kemungkinan harga saham perusahaan akan rendah karena jika perusahaan memperoleh laba, maka perusahaan cenderung menggunakan laba tersebut untuk membayar utangnya dibandingkan dengan membagi dividen. 2.2 2.2.1
Profitabilitas Pengertian Profitabilitas Menurut Wild, Subramanyam and Halsey (2005, 39) “Profitabilitas mengukur margin laba yang dapat dihasilkan perusahaan dan menjelaskan
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 9
Chaidir
ISSN 2502-1400
kemampuan laba perusahaan setelah pertimbangan semua pendapatan dan beban yang dilaporkan selama periode akuntansi. Margin laba bersih memperlihatkan persentase laba yang diperoleh atas setiap rupiah penjualan. Margin laba dimaksud pada penelitian ini akan diukur dengan rasio profitabilitas. Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengestimasi nilai intrinsik perusahaan.” Menurut Prihadi (2007, 119) “Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba. Dalam analisis rasio, kemampuan menghasilkan laba dapat dikaitkan dengan penjualan, aset, atau modal.” Dari pengertian profitabilitas yang telah dipaparkan oleh para ahli, maka penulis menyimpulkan bahwa Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya 2.2.2. Rasio Profitabilitas Menurut Weston dan Copeland (2010, 238) “Rasio Profitabilitas yaitu aliran arus kas yang akan datang hasil dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan” Sedangkan menurut Harjito dan Martono (2012, 60) “Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yaitu rasio yang menunjukkan laba yang hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi.” Brownlee, Ferris and Haskins (2001, 83) “The profitability of a company may be analyzed in two ways. First, the absolute level of revenues, gross margin or net earnings, and Second, a series of profitability ratios can be calculated.Two popular
ratios are the rate of Return On Asset and the rate of Return On common Equity.” Menurut Sjahrial (2012, 45) Berpendapat bahwa rasio “Profitabilitas secara umum ada 4 (empat), yaitu Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Asset, dan Return On Net Work. Pada penelitian ini rasio yang akan digunakan untuk mengukur rasio Profitabilitas adalah Return On Equity (ROE) dan Return On Asset (ROA)” According to Philippatos & Sihler (1991, 70) profitability can be measured in three dimensions-sales total asset, and owner’s equity and generally can be defined in a number of ways, although for the purposes on hand we will use earnings after taxes (net income). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat penulis simpulkan bahwa keuntungan atau profitabilitas sangatlah penting bagi perusahaan, dan semakin tinggi keuntungan yang diperoleh perusahaan maka semakin tinggi juga kemampuan kinerja serta keuntungan perusahaan tersebut. a) Return On Equity Menurut Brigham dan Houston (2010, 149) Return On Equity (ROE) adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa.” Siciliano (2015, 108) “Return On Equity (ROE) measure the rate of return on the stockholders investment in the company.Reffering this time to both wonder widget’s balance
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 10
Chaidir
b)
E-ISSN 2502-5678
sheet and its income statement. We come up with this calculation.” Menurut Weston dan Copeland (2010, 241) ” Return On Equity (ROE) yaitu hasil pengembalian atas ekuitas mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan. Rasio ini merupakan suatu rasio tujuan akhir (Bottom Line Ratio) dalam pengertian tersebut.” Menurut Wira (2011,72) “secara historis perusahaan yang menguntungkan adalah perusahaan yang memiliki Return On Equity (ROE) yang tinggi, dan
karena Indonesia merupakan negara dengan tingkat inflasi dan resiko yang tinggi, maka disarankan untuk memilih emiten dengan Return On Equity (ROE) > 25% atau 0,25.” Menurut Husnan (2012, 73) “Rentabilitas modal sendiri atau Return On Equity. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Karena itu dipergunakan angka rata-rata.” Rasio ini di nyatakan sebagai berikut:
Dapat disimpulkan bahwa Return On Equity (ROE) adalah untuk mengetahui sejauh mana investasi yang akan dilakukan investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang diisyaratkan oleh investor, yaitu dengan menggunakan rasio Return On Equity (ROE). Apabila suatu perusahaan yang memiliki Return On Equity (ROE) yang cukup baik, maka para investor akan lebih tertarik dan menanamkan modalnya pada saham perusahaan yang bersangkutan karena dianggap bahwa perusahaan dapat memberikan pengembalian atas sahamnya. Semakin banyak investor dalam membeli saham, permintaan akan naik dan kenaikan ini diikuti pula oleh kenaikan harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sudana (2011, 22) “Return On Assets (ROA) merupakan salah satu alat ukur dalam rasio profitabilitas. ROA menunjukan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilka laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya.” Menurut Brigham dan Houston (2001, 148) “Return On Assets (ROA) adalah rasio laba bersih terhadap total asset untuk mengukur pengembalian atas total asset.”
Return On Asset
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 11
Chaidir
ISSN 2502-1400
Horne and Wachowich (2007, 45) “Profitability ratios indicate the firm’s overall effectiveness of operation.” Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka penulis simpulkan bahwa ROA adalah perbandingan antara EBIT dengan jumlah asset yang ada di dalam perusahaan. Dimana jika EBIT yang diperoleh perusahaan semakin tinggi maka semakin baik pula kedududkan perusahaan tersebut dengan tingkat keuntungan yang tinggi. 2.3. Pertumbuhan Peusahaan 2.3.1. Pengertian Pertumbuhan Perusahaan Asmirantho (2015) “Rasio pertumbuhan (Growth Ratio), mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya didalam pertumbuhan ekonomi dan industri”. Menurut Kusumajaya (2010, 42) “Pertumbuhan (Growth) adalah seberapa jauh perusahaan menempatkan diri dalam sistem ekonomi secara keseluruhan atau sistem ekonomi untuk industry yang sama. Pada umumnya, perusahaan yang tumbuh dengan cepat memperoleh hasil positif dalam artian pemantapan posisi di era persaingan, menikmati penjualan yang meningkat secara signifikan dan diiringi oleh adanya peningkatan pangsa pasar. Perusahaan yang tumbuh cepat juga menikmati keuntungan dari citra positif yang diperoleh, akan tetapi perusahaan harus ekstra hati-hati, karena kesuksesan yang diperoleh menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap adanya isu negatif. Beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian penting karena dapat menurunkan sumber berita negatif yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan, mengembangkan dan membangun kecocokan kualitas dan pelayanan dengan harapan konsumen. Pertumbuhan cepat juga memaksa sumber daya manusia yang dimiliki untuk secara optimal memberikan kontribusinya. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pada pengendalian biaya.” Menurut Sartono (2001, 79) “Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Pertumbuhan perusahaan pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal, internal, dan pengaruh iklim industri lokal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Pertumbuhan perusahaan yang cepat maka semakin besar kebutuhan dana untuk ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 12
Chaidir
E-ISSN 2502-5678
laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh.” Berdasarkan difinisi di atas dapat simpulkan pertumbuhan perusaan merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan maupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun). 2.3.2. Pertumbuhan Asset Menurut Halim (2005, 42) “Asset Growth adalah perubahan (tingkat
pertumbuhan) tahunan dari Total Aktiva.” Sedangkan menurut Dahlan “(2008, 34) Asset Growth adalah pertumbuhan total aktiva lancar yang ditambah dengan pertumbuhan total aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal).”
Keterangan: AG = Asset Growth TA n = Total Asset tahun sekarang TA (n -1) = Total Asset tahun sebelumnya Menurut pengertian para ahli di atas maka penulis menyimpulkan bahwa Asset growth merupakan pertumbuhan asset perusahaan pertahun, pertumbuhan asset yang tinggi akan menimbulkan fluktuasi nilai perusahaan, sehingga perusahaan dengan tingkat pertumbuhan asset yang tinggi mempunyai dividend yang tinggi. Dengan demikian berarti pertumbuhan asset yang di tinggi akan meningkatkan return.
indikator-indikator, seperti Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Price Book Value (PBV), Return Saham, Price, Expected Return, dan Abnormal Return. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan Price Book Value (PBV) untuk mengukur nilai perusahaan.” Menurut Kweon (2008,240) “Nilai perusahaan adalah nilai yang teramati untuk aktiva yang ada di pasaran. Nilai ini di tentukan oleh penawaran dan permintaan yang bekerja sama di pasaran, di mana pembeli dan penjual menegosiasikan harga yang dapat di terima untuk aktiva tersebut.” Weston & Copeland (1995,244) “Nilai perusahaan adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko.” Dari teori-teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan adalah penilaian investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dan kinerja perusahaan yang tercermin
2.4. Nilai Perusahaan 2.4.1. Pengertian Nilai Perusahaan Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007, 58) “Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang terkait erat dengan harga sahamnya.” Menurut Harmono (2011, 114) “Nilai perusahaan dapat diukur dengan
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 13
Chaidir
ISSN 2502-1400
melalui harga saham di pasar. Semakin tinggi harga saham maka semakin semakin tinggi pula nilai perusahaan dan sebaliknya. 2.4.2 Price to Book Value Menurut Ross, Westerfiled dan Jordan (2009,93) “Rasio nilai pasar terhadap nilai buku akan membandingkan nilai pasar investasi perusahaan dengan harga perolehannya. Nilai yang lebih kecil dari satu dapat berarti bahwa perusahaan secara keseluruhan belum berhasil dalam menciptakan nilai bagi para pemegang saham” Menurut Weston dan Copeland (2010,24) “Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebuah perusahaan yang terus tumbuh.” Menurut Brealy, Myers and allen (2006, 796) “The market to book ratio is the ratio of the stock Price to Book Value per share.” According Damodaran (1994, 224) advantage of using price/book value ratio: The first is that the book value provides a relatively stable, intuitive measure of value that can be compared to the market price. The second is that, given reasonably consistent accounting standards across firms,
Brownlee, Ferris and Haskins (2001,603) “One of the most widely used indicators of a company’s investment potential is the Price Earnings (P/E) and Book Value, Because the market price of a share of stock is function of investors’
price/book value ratios can be compared across similar firms for signs of under-or overvaluation. Finally, even firms with negative earnings, which cannot be valued using price/earnings ratio, can be evaluated using price/book value ratios. Keuntungan menggunakan harga / nilai buku rasio: yang pertama adalah bahwa nilai buku menyediakan ukuran intuitif relatif stabil dari nilai yang dapat dibandingkan dengan harga pasar. Kedua adalah mengingat standar akuntansi ini cukup konsisten di seluruh perusahaan, rasio harga / nilai buku dapat dibandingkan di perusahaan yang sama untuk memberi tanda perusahaan yang under atau overvaluation. Yang terakhir, bahkan perusahaan dengan laba negatif, yang tidak dapat dinilai dengan menggunakan rasio harga / laba, dapat dievaluasi menggunakan rasio harga / nilai buku. Menurut Van Horne dan Wachowicz, JR (2007, 375) “Nilai buku per lembar saham biasa adalah ekuitas pemegang saham, total aktiva dikurangi total kewajiban dan saham preferen seperti yang tercantum dan neraca, dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar.” Rasio ini dihitung dengan rumus:
perceptions regarding a company’s potential, the same factors that affect those perceptions also affect the P/E Ratio and Book Value-such as the company’s relative risk, earnings history, and growth potential.” JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21
14
Chaidir
Menurut Sartono (2001, 73) “Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau Price to Book Value (PBV), menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku perlembar saham. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih besar pula.” Sedangkan menurut Ang (1997, 176) “Secara sederhana menyatakan bahwa Price to Book Value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya.” Menurut pengerian para ahli di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa PBV adalah rasio yang sudah secara luas dipakai diberbagai analisis sekuritas dunia. Rasio PBV ini didefinisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham (stock’s market value) terhadap nilai bukunya sendiri (perusahaan) sehingga kita dapat mengukur tingkat harga saham apakah over valued atau under valued. Perhitungannya dilakukan dengan membagi harga saham (closing price) pada kuartal tertentu dengan nilai buku kuartal per sahamnya. Nilai rendah PBV ini disebabkan oleh turunnya harga saham, sehingga harga saham berada di bawah nilai bukunya atau nilai sebenarnya. Hipotesis
E-ISSN 2502-5678
H1 : Variabel Struktur Modal, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Perusahaan (DAR, DER, ROE, ROA, dan Asset Growth) secara bersama-sama berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan (PBV). H2 : Variabel Debt to Asset Ratio berpengaruh negatif terhadap Price Book Value. H3 : Variabel Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap Price Book Value. H4 : Variabel Return On Equity berpengaruh positif terhadap Price Book Value H5 : Variabel Return On Asset berpengaruh positif terhadap Price Book Value. H6 : Variabel Asset Growth berpengaruh positif terhadap Price Book Value.
III. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian ini adalah penelitian verifikatif dengan metode Explanatory Survey 2. Objek Penelitian adalah variabel independent (DAR, DER, ROE, ROA, dan Asset Growth) dan variabel dependent (PBV) 3. Metode Penarikan Sampel adalah purposive sampling (19 perusahaan dari 32 perusahaan) 4. Metode Analisis a. Analisis Regresi Linier Berganda b. Korelasi Berganda c. Koefosien Determinasi d. Adjusted R Square e. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) f. Uji Koefisien Regresi Simultan (Uji F) g. Uji Asumsi Klasik (Uji Normalitas, Multikolinearitas,
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 15
Chaidir
ISSN 2502-1400
Heteroskedastisitas Autokorelasi.
dan Uji
IV. Hasil Penelitian
Model
(Constant) DAR DER 1 ROE ROA
Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, dan Nilai Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Transpotrasi yang Go Public di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 1. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardize Unstandardized Collinearity d Coefficients Statistics Coefficients T Sig. Std. Toleranc B Beta VIF Error e .901 .129 6.991 .000 6.991 .000 -.147 .074 -.072 .054 -1.999 .054 1.999 .656 .030 .842 2.125 .000 2.125 .000 3.597 .861 .105 4.176 .000 4.176 .000 -1.727 1.106 -.025 .128 -1.562 .128 1.562
GROWT 1.839 .448 H a. Dependent Variable: PBV Sumber : Data diolah SPSS
.087 4.103
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui persamaan regresi linier berganda yaitu sebagai berikut. Y = 0.901 + (-0,147) DAR + (0,656)DER + (3.597) ROE + (-1.727) ROA + (1.839) Asset Growth + µ Dari hasil persamaan regresi berganda tersebut dijelaskan sebagai berikut: a) Konstanta sebesar 0.901 artinya apabila semua variabel independen dianggap konstan (bernilai 0) maka PBV bernilai sebesar 0.901 b) DAR sebesar -0,147 artinya apabila DAR turun sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan maka PBV akan mengalami penurunan sebesar -0.147 satuan.
.000
4.103
.000
c) DER sebesar 0.656 artinya apabila DER naik sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan maka PBV akan mengalami kenaikan sebesar 0.656 satuan. d) ROE sebesar 3.597 artinya apabila ROE naik sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan maka PBV akan mengalami kenaikan sebesar 3.597 satuan. e) ROA sebesar -1.727 artinya apabila ROA turun sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan maka PBV akan mengalami penurunan sebesar -1.727 satuan. f) Asset Growth sebesar 1.839 artinya apabila Asset Growth turun sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan maka PBV akan
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 16
Chaidir
E-ISSN 2502-5678
mengalami kenaikan sebesar 1.839 satuan.
Korelasi Berganda Korelasi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan antar .
variabel. Berikut hasil pengolahan data untuk melihat hubungan Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Equity, Return on Asset dan Asset Growth terhadap Price to Book Value pada model summary.
Tabel 2. Korelasi berganda dan Koefisien Determinasi Model Summaryb,c Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 .906 .820 .670 2.92287 a. Predictors: (Constant), ASSET GROWTH, DER, ROE, DAR, ROA b. Dependent Variable: PBV c. Weighted Least Squares Regression - Weighted by BOBOT a) Nilai korelasi berganda (R) menunjukkan kekuatan (keeratan) hubungan atau korelasi antara ketiga variabel independen terhadap variabel dependen. Angka R yang didapat yaitu 0,906 yang tergolong dalam kriteria kuat artinya korelasi antara variabel DAR, DER, ROE, ROA dan ASSET GROWTH memiliki tingkat keeratan yang cukup kuat terhadap PBV. b) R Square (R2) menunjukkan nilai koefisien determinasi yaitu persentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini nilai R Square (R2) sebesar 0.820 atau 82%
c) Adjusted R Square adalah R Square yang telah disesuaikan yaitu persentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,670 yang berarti bahwa variabel independen (DAR, DER, ROE, ROA dan ASSET GROWTH) mempengaruhi variabel dependen (PBV) sebesar 67% dan sisanya sebesar 33% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. d) Standard Error of the Estimate adalah ukuran kesalahan prediksi. Kesalahan yang dapat terjadi dalam memprediksi harga saham sebesar 2.92287.
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 17
Chaidir
Model
ISSN 2502-1400
Tabel 3 Uji t Coefficientsa,b Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Beta Error .901 .129 -.147 .074 -.072 .656 .030 .842 3.597 .861 .105 -1.727 1.106 -.025
t
(Constant) 6.991 DAR -1.999 DER 2.125 1 ROE 4.176 ROA -1.562 ASSET 1.839 .448 .087 4.103 GROWTH a. Dependent Variable: PBV b. Weighted Least Squares Regression - Weighted by BOBOT Sumber : Data diolah SPSS a) Variabel Debt to Asset Ratio terhadap Price to Book Value Pada Tabel 3. terlihat bahwa variabel Debt to Asset Ratio memiliki nilai Sig 0,054 lebih dari taraf nyata 0,05. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung > t tabel (-1,999 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa DER secara parsial berpengaruh negatif terhadap PBV. b) Variabel Debt to Equity Ratio terhadap Price to Book Value Pada Tabel 3. terlihat bahwa variabel Debt to Equity Ratio memiliki nilai Sig 0,000 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t table (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung> t tabel (2,125 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa DER secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV. c) Variabel Return on Equity Ratio terhadap Price to Book Value
Sig.
.000 .054 .000 .000 .128 .000
Pada Tabel 3. terlihat bahwa variabel Return on Equity Ratio memiliki nilai Sig 0,000 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung > t tabel (4,176 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ROE secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV. d) Variabel Return on Asset Ratio terhadap Price to Book Value Pada Tabel 3. terlihat bahwa variabel Return on Equity Ratio memiliki nilai Sig 0,128 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung < t tabel (-1.562 < -2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ROA secara parsial tidak berpengaruh negatif terhadap PBV. e) Variabel Asset Growth Asset terhadap Price to Book Value Pada Tabel 3. terlihat bahwa variabel Growth Asset memiliki nilai Sig
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 18
Chaidir
E-ISSN 2502-5678
0,000 lebih dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung < t tabel
(4.103 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Growth Asset secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV.
Tabel 4. Hasil ANOVA ANOVAa Sum of Mean Df F Squares Square Regression 116.318 5 23.264 3.993 1 Residual 186.457 32 5.827 Total 302.776 37 a. Dependent Variable: PBV b. Predictors: (Constant), GROWTH, ROE, DER, DAR, ROA Model
Berdasarkan analisis uji F pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa secara simultan variabel independen memiliki nilai sig < yakni 0,006 dan Fhitung sebesar 3,993. Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%,α = 5%, df 1 (jumlah variabel–1) (6-1)=5, dan df 2 (n-k-1) atau 38-5-1 = 32 (n adalah jumlah kasus dan k adalah jumlah variabel independen), hasil diperoleh untuk Ftabel sebesar 2,51. Dengan demikian, nilai Fhitung3,993> Ftabel 2,51. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini, yaitu (DAR, DER, ROE, ROA dan Asset Growth) secara simultan berpengaruh positif terhadap PBV(Y). Uji Asumsi Klasik Pada penelitian ini sudah memenuhi uji asumsi klasik, yakni Uji berdistribusi Normal karena nilai signifikansi >0.05, Tidak terjadi Heteroskedastisitas karena nilai signifikansi >0.05, tidak terjadi Multikolinearitas karena nilai Tolerance >0.1 dan nilai VIF <10, dan tidak terjadi Autokorelasi karena nilai DU< DW<4DU=1,8265<1.900<2.1735.
Sig. .006b
V.
Simpulan Hasil penelitian secara simultan dengan menggunakan uji statistik yaitu dilakukan pengujian hipotesis Uji F atau uji secara simultan menunjukan bahwa Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Return On Equity, dan Asset Growth bersama-sama menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap PBV pada perusahaan Sub Sektor Transportasi. Nilai Ftabel pada penelitian ini adalah sebesar 2,51 dan hasil yang diperoleh adalah nilai (Fhitung > Ftabel) (3,993>2,51) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti (DAR, DER, ROE, ROA dan Asset Growth) secara simultan berpengaruh positif terhadap PBV (Y) pada perusahaan Sub Sektor Transportasi. Pengujian dengan uji Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square menunjukan nilai kekuatan (keeratan) hubungan atau korelasi diantara kelima variabel independen secara simultan dengan variabel dependen. Nilai R Square menunjukan 0,670 yang berarti bahwa variabel independen (DAR, DER, ROE, ROA dan GROWTH) mempengaruhi variabel dependen (PBV) sebesar 67% dan sisanya 33%
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 19
Chaidir
ISSN 2502-1400
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Variabel Debt to Asset Ratio memiliki nilai Sig 0,054 lebih dari taraf nyata 0,05. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung > t tabel (-1,999 > -2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa DER secara parsial berpengaruh negatif terhadap PBV. Variabel Debt to Equity Ratio memiliki nilai Sig 0,000 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t table (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung> t tabel (2,125 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa DER secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV. Walaupun pada hipotetes menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif, hal ini mungkin disebabkan oleh peminjaman hutang yang tinggi pada perusahaan transportasi kemudian perusahaan tersebut dapat memanfaatkan dengan sangat baik hutang tersebut sehingga semakin tinggi hutang tersebut menjadikan nilai perusahaan tranportasi meningkat. Hal ini sesuai dengan Tradeoff theory. Variabel Return on Equity Ratio memiliki nilai Sig 0,000 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung >t tabel (4,176 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ROE secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV. Variabel Return on Asset Ratio memiliki nilai Sig 0,128 lebih dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan
antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung < t tabel (-1.562 < 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ROA secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap PBV. Variabel Growth Asset memiliki nilai Sig 0,000 kurang dari taraf nyata 0,05. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel, nilai t tabel (0,025;32) adalah 2,03693 maka t hitung > t tabel (4.103 > 2,03693). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Growth Asset secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap PBV. VI. Daftar Pustaka Brigham, Eugene F. & Joel F. Houston. 2004. Fundamentals of Financial Management(Concise4e). Mason, Ohio: South-Western Division of Thomson Learning. PT Indeks Gramedia. Indonesia Damodaran, Aswath. 2012. Investment Value. Canada : John Wiley & Sons Inc Desmond Wira, 2014. Analisis Fundamental Saham, gramedia Jakarta. Dermawan Sjahrial, 2006, Manajemen Keuangan Lanjutan. Penerbit Mitra Wacana Media. Edhi Asmirantho, Cynthia J. Rooney, et al (2015), Financial Statement Analysis. Bogor, Pakuan University. Elaine Hendry et all. 2015. International Financial Statement Analysis. USA : Wiley. James C. Van Horne dan John Wakowich, 2007. Prinsip-prinsip manajemen keuangan edisis 12, alih bahasa Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwery. Salemba empat Jakarta
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 20
Chaidir
John J. Wild, K. R. Subramanyan dan Robert F. Halsey, 2005 ,Financial Statement Analysis, edisi 8, Alih bahasa Yanivi S. Bachtiar dan Nurwahyu Harahap. Salemba Empat Jakarta. Kenneth R. Ferris, E. Richard Brownlee, and Mark E. Haskins, 2001, Corporate Financial Reporting, McGraw-Hill/Irwin Companies.Inc United States. Martono dan D agus Harjito, 2012, Manajemen keuangan, Ekonisa. Yogyakarta. Siamat Dahlan, 2008, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia. Williams, Jan R. et al. 2003. Financial Accounting (Eleventh Edition),The McGraw-Hill Companies, Inc Journal Ayu Sri Mahatma Dewi dan Ary Wirajaya, 2013. Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas Dan Ukuran Perusahaan Pada Nilai Perusahaan. Thesis, EJurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.2 (2013): 358-372 Dewa kadek oka kusumajaya, (2010), Pengaruh Struktur Modal Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2009. Thesis, Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011. Edhi Asmirantho (2014), Effect of Financial Fundamental Factors and Macroeconomics To Stock Return With Implications On corporate value (tobins Q) Real Estate and Property goPublic in Indonesia. Disertasi, Jakarta. Eka Sapramm Budi dan Eka Nuraini Rachmawati, 2014, Analisis Pengaruh Return On Equity,
E-ISSN 2502-5678
Debt To Equity Ratio, Growth, Dan Firm Size Terhadap Price To Book Value Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi Vol. 22 No. 1 Juni 2014. Fernandes Moniaga, 2013, Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas Dan Struktur Biaya Terhadap Nilai Perusahaan Industri Keramik, Porcelen Dan Kaca Periode 2007 – 2011. Jurnal EMBA Vol. 1 No. 4 Desember 2013, ISSN 2303-1174. Mokhamad Kodir, 2013. Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Perusahaan, Kurs Dan Tingkat Bunga Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN Vol. 1, No. 1, September 2013. ISSN: 2338-9729 Nyoman Wedana Adi Putra, 2014. Pengaruh Faktor Fundamental Pada Nilai Perusahaan Sector Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 8.3 (2014). ISSN: 2303-8556 Sujoko dan U. Soebiantoro. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 9. No. 1. Maret. Website www.sahamoke.com Tanggal 5 Agustus 2015 m.republika.co.id Tanggal 07 Agustus 2015 http://www.Idx.com Tanggal 15 Agustus 2015
JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi) Volume 1 No. 2 Tahun 2015, Hal. 1-21 21