1
ANALISIS PENGARUH PERSISTENSI, JUMLAH DAN BENCHMARK ITEM-ITEM KHUSUS TERHADAP PERSENTASE KEPUTUSAN PELAPORAN ITEM-ITEM KHUSUS SECARA TERPISAH DALAM LAPORAN LABA RUGI Catur Nugroho Prof. Dr. H. M. Syafruddin, M.Si, Akt. ABSTRACT The objectives of this study are to analyze the impact of persistence, amount and benchmark of special items to the separated presentation of special items in the income statement. Persistence, amount and benchmark are used as an indicator to analyze the relationship between informational motivation with the separated presentation of special items in the income statement. The sample of this study was all of the financial statement of manufacture entities that listed in the Bursa Efek Indonesia during 2008-2009. Analysis tool that used to examine the hypothesis in this study is linear regression. The result shows that special items persistence is negative and significant to the separated presentation of special items in the income statement. The special items amount is significant to the separated presentation of special items in the income statement. The special items benchmark is positive and significant to the separated presentation of special items in the income statement. This result indicate that the separated presentation of special items in the income statement reflect informational motivation. Keywords : special items persistence, special items amount, special items benchmark, income statement presentation, informational motivation
2
I.
PENDAHULUAN Terdapat berbagai motivasi yang mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan. Menurut Haely dan Palepu (2001) dalam pengambilan keputusan pengungkapan informasi keuangan tercermin dua motivasi utama yaitu motivasi informasional dan motivasi oportunistik. Bradshaw dan Sloan (2002) menyatakan bahwa manajemen menggunakan kebijakan informasional dan oportunistik dalam pelaporan kinerja perusahaan. Terkait adanya perbedaan motivasi dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan, maka penelitian ini berupaya menjelaskan hubungan antara motivasi yang mendasari manajemen dalam menyusun laporan keuangan dengan jenis pelaporan keuangan yang dipilih. Hal lain yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bukti bahwa pilihan pelaporan keuangan dapat mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan pengguna untuk mengidentifikasi, menginterpretasi dan mengukur berbagai implikasi dari item-item yang dilaporkan perusahaan (Hirst dan Hopkins, 1998; Maines dan McDaniel, 2000; Elliot, 2006). Penelitian ini juga dipengaruhi oleh adanya ketertarikan para pembuat standar dalam pelaporan keuangan, yang timbul karena adanya fleksibilitas para manajer dalam pemilihan metode pelaporan dan menganalisis implikasi-implikasi pilihan pelaporan keuangan tersebut bagi para pengguna laporan keuangan (FASB 2006, IASB 2006). Alasan pemilihan pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi sebagai bahan penelitian yaitu karena item-item khusus memiliki karakteristik tertentu yang berbeda secara relatif dengan komponen-komponen laba yang lain (Lipe 1986, Francis, Hanna dan Vincent 1996, Burgstahler et al. 2002). Alasan selanjutnya adalah item-item khusus telah meningkat dalam hal frekuensi dan jumlah nominalnya (Elliott dan Hanna 1996), kedua hal tersebut menunjukkan bahwa item-item khusus tersebut merupakan elemen-elemen pelaporan yang signifikan secara ekonomi. Secara garis besar, keberadaan item-item khusus menjadi salah sau indikator dalam menentukan motivasi-motivasi yang mempengaruhi pilihan pelaporan keuangan yang dilakukan para manajer.
3
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis alternatif keputusan pelaporan keuangan, khususnya dalam laporan laba rugi yaitu adanya agregasi dan disagregasi item-item khusus dalam laporan laba rugi. Mengacu pada penelitian sebelumnya (Dye dan Sridhar, 2004), dilakukan disagregasi untuk mengetahui pilihan manajemen yang menyajikan secara terpisah elemen-elemen dalam laporan keuangan, khususnya laporan laba rugi. Laporan laba rugi menjadi salah satu komponen laporan keuangan yang sangat penting karena di dalamnya terkandung informasi laba yang bermanfaat bagi pemakai informasi laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan. Menurut
Statement of Financial
Concept (SFAC) No.1, informasi laba merupakan indikator untuk
Accounting mengukur
kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan serta membantu pemilik untuk memperkirakan earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Menurut peraturan akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK No.25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi Paragraf 53-54 disebutkan bahwa hakikat dan jumlah dari setiap pos luar biasa (merupakan salah satu bagian dari item-item khusus) harus diungkapkan secara terpisah dan bila dalam laba atau rugi dari aktivitas normal terdapat unsur penghasilan dan/atau beban yang pengungkapan tentang ukuran, hakekat atau terjadinya dianggap relevan untuk menjelaskan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu, maka hakikat dan jumlah unsur tersebut harus diungkapkan secara terpisah. Berdasarkan peraturan tersebut, maka dalam menganalisis pelaporan item-item khusus, yang menjadi fokus penelitian ini adalah keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Mereplikasi penelitian terdahulu (Riedl dan Srinivasan, 2007) untuk menganalisis pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel yaitu persistensi item-item khusus, jumlah item-item khusus terhadap laba bersih serta benchmarking item-item khusus. Persistensi item-item khusus diperlukan sebagai standar terkait dengan
4
penyajian elemen-elemen dalam laporan keuangan. Variabel tersebut digunakan untuk mengidentifikasi apakah keputusan penyajian item-item khusus dalam laporan
keuangan
mencerminkan
motivasi
informasional
dibandingkan
oportunistik. Sedangkan untuk mengetahui apakah pelaporan item-item khusus juga mencerminkan dampak secara langsung pada laba bersih dan untuk mengetahui motivasi apakah yang mendasari keputusan pelaporan item-item khusus, digunakan variabel jumlah item-item khusus dan benchmark. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh persistensi, jumlah dan benchmark item-item khusus terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi? Dan motivasi apakah yang mendasari pengambilan keputusan pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi?
II.
TELAAH TEORI
Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005). Teori ini berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi. Teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan mempunyai informasi lebih banyak daripada pihak luar (investor, kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2000).
5
Item-Item Khusus Item-item khusus merupakan kejadian atau transaksi yang mempengaruhi secara materiil yang tidak diperkirakan terjadi berulang kali dan tidak dianggap merupakan hal yg berulang dalam proses operasi yang biasa dari suatu perusahaan. Menurut IAI kriteria item-item khusus adalah : (1) bersifat tak normal (tak biasa) dalam arti memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak berhubungan dengan aktivitas perusahaan sehari-hari (2) tidak sering terjadi atau tidak diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Menurut Kieso dan WeyGandt (2007), jika dikelompokkan maka itemitem khusus akan terbagi dalam enam kriteria yaitu : (1) item-item luar biasa (extraordinary items), (2) laba atau rugi luar biasa (unusual gains and losses), (3) perubahan estimasi dalam laba atau rugi periode sebelumnya (changes in estimates) (4) penyesuaian dan koreksi (corrections of errors), (5) perubahan prinsip-prinsip akuntansi (changes in accounting principle), dan (6) penghentian operasi (discontinued operations). Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci tiap komponen dalam item-item khusus. 1. Item-item luar biasa (extraordinary items) Item-item luar biasa didefinisikan sebagai item yang nilainya material yang timbul dari kegiatan yang secara signifikan berbeda dari kegiatan bisnis suatu entitas (unusual nature), dan tidak sering terjadi (infrequency of occurence). Item luar biasa merupakan semua unsur pendapatan dan beban yang tercakup dalam perhitungan laba rugi bersih untuk periode tertentu tinbul dari aktivitas normal perusahaan tersebut. Salah satu item seperti penurunan dan penghapusan piutang, persediaan, peralatan yang diperoleh dengan sewabeli, kos pengembangan dan penelitian atau aktiva tak berwujud lainnya serta laba atau rugi dari pertukaran mata uang asing dapat diklasifikasikan dalam item-item luar biasa jika laba atau rugi dihasilkan secara langsung dari bencana alam, pengambilalihan, dan munculnya undang-undang yang baru atau deregulasi. Berdasarkan PSAK No.25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi, Paragraf
6
53-54 dijelaskan bahwa hakekat dan jumlah dari setiap pos luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dan bila dalam laba atau rugi dari aktivitas normal terdapat unsur penghasilan dan/atau beban yang pengungkapan tentang ukuran, hakekat atau terjadinya dianggap relevan untuk menjelaskan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu, maka hakekat dan jumlah unsur tersebut harus diungkapkan secara terpisah. 2. Laba atau rugi tidak biasa (unusual gains or losses) Laba atau rugi dilaporkan sebagai item tidak biasa jika item tersebut memiliki salah satu kriteria item luar biasa dan bukan kedua-duanya. Contoh dari item ini misalnya laba penjualan aktiva tetap, penghapusan persediaan, dan laba atau rugi dari fluktuasi nilai mata uang asing. Jika item ini nilainya material, maka harus diungkapkan secara terpisah dan disajikan sebelum item luar biasa. 3. Perubahan estimasi dalam laba atau rugi periode sebelumnya (changes in estimates) Dalam FASB Statement No.16 disebutkan bahwa item laba rugi yang berkaitan dengan tahun berikutnya harus dibebankan dan dilaporkan sebagai penyesuaian periode sebelumnya, dan dikeluarkan dari perhitungan laba rugi bersih periode kini. Item-item tersebut terdiri dari : (a) koreksi kesalahan dalam laporan keuangan periode sebelumnya dan (b) penyesuaian yang dihasilkan dari realisasi income tax benefit dari kerugian operasi yang dibawa oleh perusahaan anak yang dibeli. Sedangkan dalam APB No.20 terdapat tiga jenis dari accounting changes and errors, yaitu: (1) Change in accounting principles, perubahan ini terjadi ketika perusahaan mengadopsi General Accepted Accounting Principles (GAAP) yang berbeda dari yang sebelumnya digunakan untuk tujuan pelaporan, (2) Change in accounting estimate, perubahan ini terjadi karena perubahan dari perkiraan periodik, (3) Change in reporting entity, merupakan perubahan dalam unit pelaporan, yang mungkin dari konsolidasi, perubahan dalam buku pembantu, atau perubahan jumlah konsolidasi perusahaan, (4)
7
Errors, bukan merupakan perubahan akuntansi tetapi merupakan penggunaan metode akuntansi yang tidak sesuai. 4. Penyesuaian dan koreksi (corrections of errors) Penyesuaian atas penggunaan taksiran tidak diklasifikasikan sebagai penyesuaian laba rugi periode sebelumnya, dan oleh karena itu dimasukkan dalam perhitungan laba bersih periode kini dan periode mendatang, dan tidak dibebankan atau dikreditkan secara langsung ke rekening laba ditahan. Item yang dihasilkan dari perubahan taksiran umur aktiva tetap, penyesuaian kos, dianggap tidak terpakai pada periode sebelumnya, dan dibebankan dalam periode terjadinya perubahan jika hanya mempengaruhi periode tersebut, atau mempengaruhi periode mendatang. Contohnya, perubahan estimasi umur ekonomis aktiva tetap atau nilai residu, penyesuaian kos, dll. 5. Perubahan prinsip-prinsip akuntansi (changes in accounting principle) Pengaruh perubahan prinsip akuntansi terhadap laba rugi perusahaan harus dilaporkan terpisah dari item luar biasa. Dalam laporan laba rugi, item tersebut dilaporkan dalam rekening pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi, dan harus dijelaskan secara terpisah. Item ini dilaporkan setelah item luar biasa dalam laporan laba rugi. Sebagai contoh, perubahan metode penilaian persediaan dari metode FIFO menjadi metode rata-rata, atau perubahan metode depresiasi dari metode garis lurus menjadi metode jumlah angka tahun. 6. Penghentian operasi (discontinued operations) Salah satu jenis item laba rugi yang tidak teratur (irregular) adalah labarugi penghentian segmen bisnis. Item ini dilaporkan dalam laporan laba rugi dengan klasifikasi terpisah. Laba rugi yang telah atau akan diperoleh harus dipisahkan dari usaha yang masih dilanjutkan. Item ini ditempatkan setelah laba dari aktivitas operasi dan sebelum laba rugi luar biasa. Penghentian aktiva yang tidak termasuk dalam penghentian segmen bisnis adalah : (1) penghentian bagian dari line-bisnis, (2) kegiatan produksi atau pemasaran per shift untuk line bisnis tertentu dari satu lokasi ke lokasi lain, (3) phasing out of product line, (4) adanya perubahan perbaikan teknologi.
8
Motivasi Informasional Penyusunan Laporan Keuangan Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian Haely dan Palepu (2001); Bradshaw dan Sloan (2002) dinyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan pengungkapan informasi keuangan tercermin dua motivasi utama yaitu motivasi informasional dan motivasi oportunistik. Motivasi informasional merupakan suatu motivasi yang berusaha mencerminkan kinerja ekonomi dari item-item dalam laporan keuangan. Motivasi ini menunjukkan adanya keinginan manajer untuk memberikan informasi secara akurat bagi pihak-pihak eksternal sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini untuk mengukur pengaruh motivasi informasional terhadap keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi digunakan tiga jenis variabel. Ketiga variabel tersebut antara lain: persistensi item-item khusus, jumlah item-item khusus dan benchmark item-item khusus. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Riedl dan Srinivasan, 2007) motivasi informasional tercermin ketika terdapat pengaruh negatif dan signifikan persistensi item-item khusus, terdapat pengaruh signifikan jumlah item-item khusus dan terdapat pengaruh positif dan signifikan benchmark item-item khusus terhadap pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Pelaporan Laba Rugi (Income Statement Presentation) Pelaporan laba rugi atau income presentation merupakan jenis pelaporan yang melaporkan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan keuangan sangat penting. Klasifikasi dan disagregasi komponen-komponen laba dalam laporan laba rugi dapat mempengaruhi keakuratan prediksi laba (Atwood dan Kenneth, 2006).
Disagregasi komponen-komponen laba juga dapat meningkatkan
kemampuan dalam memprediksi aliran kas perusahaan di masa yang akan datang (IASB 2008, paragraph 3.42). Penggunaan jenis pelaporan ini mengindikasikan adanya motivasi informasional. Motivasi informasional tersebut tercermin pada penggunaan
9
income statement presentation yang mempengaruhi keputusan investor pemula (Maines dan McDaniel, 2000). Motivasi ini juga dicerminkan dari kemampuan income statement presentation dalam mempengaruhi keputusan penentuan harga saham dan memprediksi earning management (Hirst dan Hopkins, 1998). Berdasarkan Discussion Paper Preliminary Views on Financial Statement Presentation-IASB 2008 : 3.44 An entity should further disaggregate its income and expense items by their nature within those functions to the extent that this will enhance the usefulness of the information in predicting the entity’s future cash flows. Dalam pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam menyusun laporan laba rugi, perusahaan harus memisahkan item-item beban dan pendapatan berdasarkan karakteristik dasar (alamiah) sehingga dapat meningkatkan kegunaan item tersebut dalam memprediksi aliran kas masa depan. Karakteristik dasar tersebut mengacu pada karakteristik atau atribut ekonomi yang membedakan item-item beban dan pendapatan. Pemisahan item-item beban dan pendapatan berdasarkan karakteristik ekonomi mencerminkan bahwa dalam
income statement
presentation terdapat adanya motivasi informasional.
Hipotesis 1.
Persistensi Item-Item Khusus Terhadap Persentase Keputusan Pelaporan Item-Item Khusus Berdasarkan literatur sebelumnya (Burgstahler et al, 2002; Doyle et al,
2003) digunakan karakteristik item-item khusus untuk memprediksi kinerja masa depan perusahaan: SI_PERSIST, yaitu persistensi item-item khusus. Variabel ini diperlukan sebagai standar terkait dengan penyajian item-item khusus dalam laporan keuangan. SI_PERSIST digunakan untuk mengidentifikasi apakah keputusan penyajian item-item khusus mencerminkan motivasi informasional. Secara khusus, motivasi informasional tercermin ketika pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi memiliki persistensi negatif. Hal ini karena motivasi informasional memberikan korespondensi antara keputusan pelaporan keuangan
10
dan kinerja ekonomi dari item-item yang dilaporkan. Dengan demikian, motivasi informasional menyebabkan tanda negatif diperkirakan untuk δ4 sehingga hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut : H1 : Persistensi item-item khusus berpengaruh negatif terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. 2.
Pengaruh Jumlah Item-Item Khusus Terhadap Laba Bersih dalam Persentase Keputusan Pelaporan Item-Item Khusus Dalam penelitian ini digunakan variabel jumlah item-item khusus (NSI)
untuk menganalisis apakah pelaporan item-item khusus mencerminkan dampak secara langsung pada laba bersih yaitu, apakah item-item khusus akan meningkatkan pendapatan atau menurunkan pendapatan. Variabel NSI akan sama dengan 1 jika perusahaan memiliki nilai item-item khusus yang negatif yaitu akan mengurangi laba bersih perusahaan, dan 0 jika bernilai positif yaitu akan menambah laba bersih perusahaan. Penelitian sebelumnya menunjukkan item-item khusus yang bernilai negatif lebih bersifat transitori dibandingkan dengan item-item khusus yang positif (Burgstahler et al. 2002) sehingga tanda positif diprediksikan untuk δ5. Namun di sisi lain manajemen mungkin ingin menurunkan laba dengan adanya item-item khusus. Hal tersebut menunjukkan prediksi tanda negatif untuk δ5. Berdasarkan kedua perdebatan tersebut maka tanda untuk koefisien NSI tidak diprediksi, sehingga hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : H2 : Jumlah item-item khusus berpengaruh positif terhadap keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. 3.
Benchmark Item-item Khusus dalam Persentase Keputusan Pelaporan Item-Item Khusus Dalam penelitian ini digunakan variabel BENCH sebagai indikator yang
nilainya sama dengan 1 jika pelaporan item-item khusus menyebabkan laba operasional nilainya turun dibandingkan dengan laba operasional sebelumnya, dan bernilai 0 jika sebaliknya. Tanda untuk δ6 diprediksi positif, karena manajemen
11
ingin menunjukkan bahwa item-item khusus ini bersifat transitori, dan tidak harus dianggap sebagai bagian dari laba tahun berjalan. Dengan demikian hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : H3
III.
: Benchmark item-item khusus berpengaruh positif terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode tahun 2008-2009 yang dimuat dalam IDX
2008-2009. Alasan pemilihan industri
manufaktur sebagai sampel adalah karena perusahaan-perusahaan pada industri manufaktur memiliki laporan keuangan yang spesifik dan sesuai dengan kriteria pemilihan sampel. Alasan berikutnya adalah perusahaan-perusahaan manufaktur merupakan perusahaan mayoritas yang terdaftar di BEI. Berdasarkan kondisi ini diharapkan dengan menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel diharapkan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Industri manufaktur juga berbeda dengan industri lain, misalnya industri perbankan dan jasa keuangan lainnya yang banyak sekali terpengaruh perubahan regulasi terkait dengan pelaporan keuangan. Kondisi ini membuat laporan keuangan perusahaanperusahaan pada industri manufaktur cenderung jarang mengalami perubahan sehingga data yang diperoleh masih relevan dengan periode penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling method, yaitu penentuan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dan kriteria tertentu. Beberapa kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut: 1.
Emiten berada pada industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2009. Pemilihan industri manufaktur dikarenakan terdapat perbedaan karakteristik antara perusahaan pada industri manufaktur dan perusahaan industri lainnya.
12
2.
Emiten mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 31 Desember 2008-31 Desember 2009. Selain mempublikasikan laporan keuangannya selama periode sampling, perusahaan yang dipilih sebagai sampel adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dan telah mempublikasikan laporan keuangannya sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.
3.
Emiten melaporkan seluruhnya atau sebagian komponen item-item khusus dalam laporan laba ruginya selama periode sampling.
Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Varibel dependen tersebut dilambangkan dengan variabel SI_Sep. SI_Sep adalah persentase item-item khusus yang dilaporkan dalam baris terpisah pada laporan laba rugi untuk perusahaan i pada tahun fiskal t. Variabel ini diukur sebagai nilai suatu item-item khusus dalam laporan laba rugi, dibagi dengan jumlah total itemitem khusus yang dilaporkan, variabel ini akan memiliki kisaran nilai dari 0 ke 1 secara inklusif. Variabel Independen Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang membantu menjelaskan varians dalam variabel terikat (Sekaran, 2006). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: persistensi item-item khusus (SI_PERSIST), jumlah item-item khusus (NSI) dan benchmark item-item khusus (BENCH). Variabel SI_PERSIST diperlukan sebagai standar terkait dengan penyajian elemen-elemen dalam laporan keuangan. Variabel ini digunakan untuk mewakili ekspektasi manajer terhadap persistensi mereka dalam melaporkan item-item khusus. Penentuan nilai SI_PERSIST berdasarkan persamaan berikut: E* it+1 = λoj + λ1j E*it + λ2j TSIit + υit
(3.1)
E* adalah laba bersih perusahaan dikurangi dengan item-item khusus yang dilaporkan; TSI adalah pelaporan item-item khusus di atas (bawah) 5 persen dari
13
total aset. Semua variabel tersebut diukur dengan nilai pasar ekuitas pada awal tahun t. Persamaan ini digunakan untuk meneliti kemampuan laba periode berjalan sebelum pelaporan item-item khusus dalam memprediksi laba satu periode ke depan. Variabel NSI digunakan untuk mencerminkan dampak secara langsung pelaporan item-item khusus pada laba bersih yaitu, apakah item-item khusus akan meningkatkan pendapatan atau menurunkan pendapatan. Dengan demikian, variabel NSI, akan sama dengan 1 jika perusahaan memiliki nilai item-item khusus yang bersifat menurunkan laba, dan 0 jika bersifat menaikkan laba. Variabel BENCH digunakan sebagai variabel alternatif untuk memeriksa motivasi informasional yang mendasari keputusan pelaporan item-item khusus. Fokus variabel tersebut adalah apakah pelaporan item-item khusus menyebabkan perusahaan kehilangan benchmark terhadap laporan keuangan sebelumnya, seperti pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa benchmark mempengaruhi pengakuan item-item khusus (Schrand dan Walther 2000; Lougee dan Marquardt 2004). Selain terdapat tiga variabel independen, dalam penelitian ini juga terdapat tiga variabel kontrol. Variabel kontrol tersebut antara lain SIZE, INST, dan SI_MAG. Variabel SIZE merupakan log dari penjualan perusahaan i selama tahun t. Variabel ini digunakan untuk mengontrol perbedaan lingkungan investasi dan informasi di seluruh perusahaan dengan berbagai ukuran pada keputusan penyajian keuangan. Berikutnya, variabel INST yaitu persentase saham biasa yang beredar pada akhir tahun t, dengan pemilik institusional mewakili pengguna yang dapat mempengaruhi keputusan pelaporan keuangan. Dalam model ini juga digunakan variabel SI_MAG yaitu total i item-item khusus yang dilaporkan perusahaan untuk tahun t dibagi dengan nilai pasar awal ekuitas.
14
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Objek Penelitian Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 20082009. Kriteria perusahaan-perusahaan yang dipilih sebagai sampel adalah perusahaan-perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangannya sejak tahun 2006 sampai dengan 2010. Beberapa kriteria lain yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu emiten melaporkan seluruhnya atau sebagian komponen item-item khusus dalam laporan laba ruginya selama periode sampling. Setelah dilakukan penyeleksian, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 88 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2008-2009. Uji Asumsi Klasik 1.
Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal agar uji statistik untuk jumlah sampel kecil hasilnya tetap valid (Ghozali, 2005). Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas residual dalam penelitian ini adalah uji statistik nonparametrik Kolmogorov Smirnov. Tabel Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
88
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.1284045 .05655720
Absolute
.090
Positive
.072
Negative
-.090
Kolmogorov-Smirnov Z
.845
Asymp. Sig. (2-tailed)
.473
a. Test distribution is Normal.
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
15
Berdasarkan uji statistik Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai asymptotic significance sebesar 0,473. Nilai ini jauh lebih besar dari 5 persen, maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal. 2.
Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji Heteroskedastisitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji Glejser. Tabel Uji Glejser Coefficients
Model 1
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
.083
.068
SIZE
.008
.010
INST
-.047
SI_MAG SI_PERSIST NSI BENCH
Beta
t
Sig.
1.225
.224
.086
.749
.456
.356
-.014
-.131
.896
.007
.020
.049
.369
.713
2.789E-5
.001
.003
.031
.975
.020
.016
.180
1.290
.201
-.015
.013
-.129
-1.138
.259
a. Dependent Variable: ABSRES_1
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Berdasarkan uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel independen, yaitu nilai Absolut Residual (ABSRES_1). Hal ini terlihat dari nilai signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan dalam model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas. 3.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dalam
16
penelitian ini dengan melihat (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Tabel Pengujian Multikolinearitas Coefficients Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model 1
a
B (Constant)
Std. Error
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
.440
.069
6.383
.000
SIZE
-.080
.010
.613 7.953
.000
.907
1.102
INST
.629
.362
-.130 -1.740
.086
.969
1.032
-.006
.020
-.025
-.272
.786
.662
1.511
.002
.001
.156 2.039
.045
.927
1.079
-.036
.016
-.209 -2.250
.027
.624
1.604
.089
.013
.522 6.798
.000
.916
1.091
SI_MAG SI_PERSIST NSI BENCH
a. Dependent Variable: SI_Sep
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Setelah dilakukan perhitungan, terlihat bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. 4.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2005). Uji ini dilakukan karena data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data time series, karena dalam data jenis ini sering muncul problem autokorelasi yang dapat saling “mengganggu” antar data (Ghozali, 2005).
17
Tabel Uji Durbin-Watson b
Model Summary
Model
R
1
.727
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.529
.524
Durbin-Watson
.05700
1.925
a. Predictors: (Constant), BENCH, INST, SI_MAG, SIZE, SI_PERSIST, NSI b. Dependent Variable: SI_Sep
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai DW sebesar 1,925. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 90 (pembulatan dari 88) dan jumlah variabel independen 6 (k=6), maka di tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai du dan dl sebesar 1,801 dan 1,518. Oleh karena nilai DW yaitu 1,925 lebih besar dari batas atas (du) 1,801 dan kurang dari 4-1,801 (4- du), maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat autokorelasi. Analisis Regresi Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SI_Sepit = δ0 + δ1 SIZEit + δ2 INSTit + δ3 SI_MAGit + δ4 SI_PERSISTit (3.2) + δ5 NSIit + δ6 BENCHit + it 1.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan variabel-variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai R2 maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen semakin kecil begitu pula sebaliknya. Nilai R2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).
18
Tabel Uji Koefisien Determinasi
Model
R
1
.727
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.529
.524
.05700
a. Predictors: (Constant), BENCH, INST, SI_MAG, SIZE, SI_PERSIST, NSI b. Dependent Variable: SI_Sep
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan, nilai adjusted R2 adalah 0,524. Hal ini berarti 52,4% variasi variabel dependen yaitu SI_Sep dapat dijelaskan oleh variasi dari keenam variabel independen (SIZE, INST, SI_MAG, SI_PERSIST, NSI dan BENCH). Sedangkan sisanya (100%-52,4%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. 2.
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Tabel Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) b
ANOVA
Mean Model 1
Sum of Squares
df
Square
Regression
.354
6
Residual
.275
81
Total
.628
87
F
.059 17.398
Sig. .000
a
.003
a. Predictors: (Constant), BENCH, SI_MAG, INST, SIZE, SI_PERSIST, NSI b. Dependent Variable: SI_Sep
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Berdasarkan uji ANOVA, didapatkan nilai F hitung sebesar 17.398 dengan probabilitas 0.000. Karena nilai probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi SI_Sep atau dapat dikatakan bahwa SIZE, INST, SI_MAG, SI_PERSIST, NSI dan BENCH secara bersama-sama berpengaruh terhadap SI_Sep.
19
3.
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Sedangkan Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Hasil ouput SPSS terkai dengan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) adalah sebagai berikut. Tabel Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Coefficients
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
a
Std. Error
.440
.069
SIZE
-.080
.010
INST
.629
SI_MAG
Beta
t
Sig. 6.383
.000
.613
-7.953
.000
.362
-.130
1.740
.046
.006
.020
-.025
.272
.786
-.002
.001
.156
-2.039
.045
NSI
.036
.016
-.209
2.250
.027
BENCH
.089
.013
.522
6.798
.000
SI_PERSIST
a. Dependent Variable: SI_Sep
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011
Pada tabel Uji Statistik t nampak bahwa dari keenam variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel SI_MAG tidak signifikan. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi SI_MAG sebesar 0,786 yang jauh di atas 0,05. Sedangkan untuk variabel independen lainnya yaitu SIZE, INST, SI_PERSIST, NSI dan BENCH signifikan pada 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa variabel SI_Sep dipengaruhi oleh SIZE, INST, SI_PERSIST, NSI dan BENCH.
20
Interpretasi Hasil Hasil analisis pada hipotesis pertama yang menyatakan bahwa persistensi item-item khusus berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi dinyatakan diterima. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya (Riedl dan Srinivasan, 2007) yang menyatakan bahwa persistensi berpengaruh negatif dan signifikan. Pengaruh persistensi yang siginifikan mencerminkan bahwa dalam pengambilan keputusan pelaporan item-item khusus dilandasi adanya motivasi informasional. Secara khusus, motivasi informasional tercermin ketika pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi bersifat negatif atau dengan kata lain menurunkan jumlah laba periode berjalan. Persistensi yang signifikan dan negatif ini juga mencerminkan adanya kecenderungan manajer menggunakan pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi untuk mengidentifikasi secara lebih terperinci item-item khusus yang bersifat transitori. Berbeda dengan motivasi oportunistik yang menunjukkan kecenderungan manajer untuk melaporkan item-item khusus inkonsisten dengan kondisi ekonomi, motivasi informasional justru menunjukkan kesungguhan manajer untuk melaporkan item-item khusus secara jelas tanpa bias dengan tujuan mencerminkan kondisi ekonomi dari item-item khusus yang dilaporkan tersebut. Penelitian sebelumnya (Riedl dan Srinivasan, 2007) menyatakan bahwa dalam motivasi oportunistik terdapat kecenderungan manajer memanfaatkan adanya keleluasaan pemilihan metode pelaporan item-item khusus sebagai suatu cara untuk mencapai suatu target tertentu. Sebagai contoh ketika terdapat tuntutan pasar yang mengharuskan suatu perusahaan untuk mencapai target laba tertentu, maka dengan berbagai macam upaya manajer akan berusaha memenuhi target tersebut. Salah satu cara yang mungkin ditempuh manajer adalah dengan memanfaatkan keleluasaan pemilihan metode pelaporan item-item khusus dalam memanipulasi item-item khusus untuk menaikkan laba perusahaan. Inilah alasan yang menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan antara pelaporan item-item khusus dengan kondisi ekonomi yang menyertainya.
21
Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun terdapat kemungkinan dapat menurunkan laba periode berjalan, namun pengaruh persistensi secara negatif dan signifikan mencerminkan adanya motivasi informasional. Motivasi ini didasarkan pada adanya keinginan manajer untuk menunjukkan sinyal ekonomi dari item-item khusus yang dilaporkan sehingga dapat digunakan oleh pihak-pihak eksternal dalam pengambilan keputusan. Beralih pada hasil analisis pada hipotesis yang kedua, jumlah item-item khusus ternyata berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah item-item sangat mempengaruhi keputusan pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi. Pengaruh jumlah item-item khusus secara positif ini sesuai dengan penelitian terdahulu (Burgstahler et al, 2002) yang menyatakan bahwa item-item khusus yang bersifat menurunkan laba bersih memiliki kecenderungan sebagai item transitori. Dalam penelitian serupa (Kinney dan Trezevant, 1997) juga disebutkan bahwa item-item khusus yang bersifat menurunkan laba memiliki kecenderungan untuk dilaporkan secara terpisah dalam laporan laba rugi. Hasil analisis pada hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa benchmark item-item khusus berpengaruh positif terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus dinyatakan diterima. Berdasarkan kondisi tersebut maka benchmark item-item khusus untuk periode berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya sangat berpengaruh terhadap pelaporan item-item khusus dalam laporan laba rugi. Sesuai dengan penelitian sebelumnya (Moehrle 2002 dan Riedl 2004) juga menyatakan hal serupa, yaitu benchmark mempengaruhi pengakuan item-item khusus. Pengaruh positif benchmark terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi mengindikasikan adanya keinginan pihak manajemen untuk menunjukkan bahwa item-item khusus yang dilaporkan tersebut lebih bersifat transitori dan item-item khusus tersebut tidak boleh diakui sebagai bagian dari laba tahun berjalan (Riedl dan Srinivasan, 2007) oleh karena itu item-item khusus memiliki kecenderungan untuk menurunkan laba
22
periode berjalan. Pengaruh ini menandakan bahwa dalam keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi dilandasi motivasi informasional yaitu adanya keinginan pihak manajemen untuk memberikan informasi pada pihak eksternal untuk memahami dampak ekonomi dari item-item khusus yang dilaporkan (Riedl dan Srinivasan, 2007). Sedangkan untuk analisis beberapa variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan (SIZE), kepemilikan institusional (INST) dan besarnya item-item khusus (SI_MAG) adalah sebagai berikut : pengaruh ukuran perusahaan (dicerminkan dari log penjualan) yang negatif dan signifikan mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan besar umumnya akan berusaha melaporkan itemitem khusus secara terpisah dalam laporan laba ruginya. Sedangkan pengaruh kepemilikan institusional yang positif dan signifikan menunjukkan bahwa tujuan pihak manajemen melaporkan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi adalah untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kepemilikan sahamnya oleh pihak eksternal (Riedl dan Srinivasan, 2007). Kedua analisis tersebut mengindikasikan bahwa keputusan pelaporan item-item khusus sangat dipengaruhi oleh motivasi informasional yaitu untuk mempertahankan kredibilitas perusahaan dan meningkatkan kepercayaan pihak eksternal terhadap perusahaan yang bersangkutan. Di sisi lain, pengaruh besarnya item-item khusus (SI_MAG) secara positif ternyata tidak signifikan terhadap keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Namun demikian, hal ini menunjukkan bahwa jumlah atau ukuran item-item khusus memiliki dampak secara materiil terhadap keputusan pelaporan item-item khusus. Jumlah atau ukuran item-item yang relatif besar memiliki kecenderungan untuk dilaporkan dalam laporan laba rugi.
23
V.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis regresi yang mengacu pada masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Ketiga variabel independen yang digunakan dalam model regresi yaitu persistensi item-item khusus (SI_PERSIST), jumlah item-item khusus (NSI) dan benchmark item-item khusus (BENCH) semuanya berpengaruh secara signifikan terhadap persentase keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Persistensi item-item khusus memiliki pengaruh negatif terhadap keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi. Sedangkan jumlah item-item khusus dan benchmark memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pelaporan itemitem khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi.
2.
Pengaruh variabel-variabel independen yang signifikan terhadap variabel dependen menunjukkan bahwa dalam keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi didasari adanya motivasi informasional.
3.
Sesuai dengan penelitian terdahulu (Riedl dan Srinivasan, 2007) keputusan pelaporan item-item khusus secara terpisah dalam laporan laba rugi mengindikasikan
bahwa
pelaporan
tersebut
dipilih
karena
mampu
menunjukkan sinyal-sinyal ekonomi dari item-item khusus yang dilaporkan. Keterbatasan Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantarnya : 1.
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga hasil penelitian ini kurang dapat digeneralisasikan.
2.
Periode penelitian yang cukup pendek yaitu dua tahun (2008-2009) sehingga kemungkinan hasil penelitian kurang mencerminkan fenomena yang sesungguhnya.
24
Saran Beberapa saran yang diberikan bagi penelitian di masa yang akan datang adalah sebagai berikut : 1.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel perusahaanperusahaan pada industri yang berbeda sehingga hasil penelitian ini dapat diperbandingkan.
2.
Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menambah jumlah variabel penelitian dan jumlah periode tahun yang dijadikan periode penelitian.
25
DAFTAR PUSTAKA Boediono, Gideon SB. 2005. “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”. disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VIII, Surakarta, Indonesia, 15 – 16 September 2005 Bradshaw, M., and R. Sloan. 2002. “GAAP versus the street: An empirical assessment of two alternative definitions of earnings.” Journal of Accounting Research 40 (1): 41–66. Diakses tanggal 24 Mei 2011, dari EBSCOhost Brooks, L., and D. Buckmaster. 1976. “Further evidence of the time series properties of accounting income”. Journal of Finance 31 (5): 1359–73. Diakses tanggal 24 Mei 2011, dari EBSCOhost Burgstahler, D., J. Jiambalvo, and T. Shevlin. 2002. “Do stock prices fully reflect the implications of special items for future earnings?” Journal of Accounting Research 40 (3): 585–612. Diakses tanggal 24 Mei 2011, dari EBSCOhost Doyle, J., and M. Soliman. 2003. “Do managers use pro forma earnings to exceed analyst forecasts?” Working paper, Utah State University Dye, R., and S. Sridhar. 2004. “Reliability-relevance trade-offs and the efficiency of aggregation”. Journal of Accounting Research 42 (1): 51–88. Diakses tanggal 4 Juli 2011, dari EBSCOhost Elliott, J., and J. D. Hanna. 1996. “Repeated accounting write-offs and the information content of earnings.” Journal of Accounting Research 34 (Supplement): 135–55. Diakses tanggal 4 Juli 2011, dari EBSCOhost Financial Accounting Standards Board (FASB). 2006. Financial statement presentation: Joint project of the IASB and FASB (formerly known as Financial performance reporting by business enterprises). Stamford, CT: FASB. Francis, J., J. D. Hanna, and L. Vincent. 1996. “Causes and effects of discretionary asset write-offs.” Journal of Accounting Research 34 (Supplement): 117–34. Diakses tanggal 1 Agustus 2011, dari EBSCOhost Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Ed. 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
26
Hartono. 2005. Hubungan Teori Signalling Dengan Underpricing Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Manajemen: pp 35-48 Healy, P., and K. Palepu. 2001. “Information asymmetry, corporate disclosure, and the capital markets: A review of the empirical disclosure literature.” Journal of Accounting and Economics 31 (1-3): 405–40. Diakses tanggal 4 Juli 2011, dari EBSCOhost Hirst, E., and P. Hopkins. 1998. “Comprehensive income reporting and analysts’ valuation judgments.” Journal of Accounting Research 36 (Supplement): 47–75. Diakses tanggal 17 Desember 2011, dari EBSCOhost Kieso, Donald E.,Jerry J. Weygandt, and Terry D.Warfield. 2007. Intermediate Accounting. United State of America: JohnWiley & Sons,Inc. Lipe, R. 1986. “The information contained in the components of earnings.” Journal of Accounting Research 24 (Supplement): 37–64. Diakses tanggal 20 Agustus 2011, dari EBSCOhost Maines, L., and L. McDaniel. 2000. “Effects of comprehensive-income characteristics on nonprofessional investors’ judgments: The role of financial-statement presentation format.” Accounting Review 75 (2): 179– 207. Diakses tanggal 17 Desember 2011, dari EBSCOhost McVay, S. 2006. “Earnings management using classification shifting: An examination of core earnings and special items.” Accounting Review 81 (3): 501–31. Diakses tanggal 11 Oktober 2011, dari EBSCOhost Riedl, E. and S. Srinivasan (2007). “Signaling Firm Performance Through Financial Statement Presentation: An Analysis Using Special Items.” Working paper, Harvard University. Diakses tanggal 24 Mei 2011, dari EBSCOhost Schrand, C., and B. Walther. 2000. “Strategic benchmarks in earnings announcements: The selective disclosure of prior-period earnings components.” Accounting Review 75 (2): 151–77. Diakses tanggal 1 Agustus 2011, dari EBSCOhost Uma Sekaran. 2006. Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat. Veronica, S. dan Bachtiar, Y. 2003. “Hubungan manajemen laba dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan”. disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, Indonesia, 16-17 Oktober 2003
27
Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L Dodd. 2000. Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach. South-Western College Publishing.