MATEMATIKA DALAM KONTRIBUSI EKONOMI BANGSA1) Oleh Prof Dr Zaenuri Mastur, SE, MSi, Akt A. Penggunaan Matematika dalam Ekonomi Setiap fenomena nyata, seperti fenomena alam, fenomena ekonomi, ataupun fenomena apapun, pada hakekatnya adalah interaksi beberapa besaran dalam bidang terjadinya fenomena tersebut (Chotim, 1999). Terjemahan hukum ini dalam matematika akan berupa persamaan, bentuk-bentuk fungsional, atau bentuk persamaan diferensial. Pandangan ini, secara substansial selaras dengan pendapat Soeparno (1990) bahwa matematika adalah raja diraja sekaligus jongos belaka (mathematics is a king but also a servant). Peranan matematika sebagai “jongos” bagi ilmu ekonomi, misalnya, telah membawa kemajuan yang luar biasa dari “ekonomika sastra” ke “ekonomika matematis”. Penggunaan diagram-diagram dan gambar-gambar untuk menjelaskan berbagai fenomena ekonomi semakin diperluas dengan memasukkan aljabar vektor, matriks, hitung diferensial dan integral di dalam melakukan analisis ekonomi. Para pelopornya, antara lain, adalah Javans, Marshall, dan Welras. Kajian ilmu ekonomi lebih memusatkan diri pada konsep-konsep kualitatif, seperti harga, biaya, tingkat upah, investasi, penghasilan, dan laba. Ada 2 (dua) pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis masalah-masalah ekonomi, yaitu pendekatan matematika dan pendekatan nonmatematika. Dengan menggunakan pendekatan matematika, menurut Budnick (1988), ada 2 (dua) translasi yang harus diikuti, yaitu (1) translasi problem ekonomi (verbal statement problem) ke representasi matematika (mathematical representation) dan (2) translasi penyelesaian masalah (mathematical solution) ke interpretasi ekonomi (interpretationof results). Menurut Chiang (1987), pendekatan matematika yang digunakan untuk menganalisis masalah-masalah ekonomi dikenal dengan Matematika Ekonomi. Dengan menggunakan pendekatan matematika akan diperoleh 4 (empat) keuntungan, yaitu (1) bahasan matematika lebih ringkas dan tepat, (2) kaya akan dalil-dalil sehingga mempermudah pemakaiannya, (3) dapat merumuskan asumsi-asumsi dengan jelas sehingga terhindar bias, dan (4) memungkinkan menggunakan sebanyak n variabel. Matematika Keuangan merupakan salah satu topik bahasan Matematika Ekonomi (Budnick, 1988). Matematika Keuangan dibangun menggunakan konsepkonsep barisan dan deret (aritmetika dan geometri) sehingga berkaitan dengan masalah-masalah pertumbuhan, seperti bunga (majemuk dan tunggal) dan anuitas serta depresiasi dan analisis biaya-manfaat (benefit cost analysis). Konsep bunga (tunggal dan majemuk) digunakan secara luas dalam sistem perbank-kan, anuitas digunakan pada perhitungan KPR (kredit pemilikan rumah), depresiasi digunakan untuk menghitung aset (riil) aktiva tetap yang dimiliki perusahaan, sedangkan analisis biaya-manfaat digunakan untuk mengkaji/mengevaluasi kelayakan suatu proyek yang akan dibangun. Beberapa analisis ekonomi, seperti analisis input-output, programasi linier, surplus konsumen dan surplus produsen maupun analisis break even dibangun oleh konsep-konsep fungsi (linier dan nonlinier), matriks, maupun kalkulus diferensial (Weber, 1988). _______________ 1) Disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di FPMIPATI Universitas PGRI Semarang, 13 Agustus 2016
1
Dalam pandangan Purcell dan Varberg (1989), banyak masalah ekonomi sebenarnya merupakan masalah Kalkulus. Dikemukakan, konsep marjinal (dalam ekonomi) sebenarnya dapat dijelaskan secara lebih analitis dengan menggunakan bahasa matematika, khususnya kalkulus. Penggunaan derivatif dalam analisis yang berkaitan dengan pendapatan, biaya, dan laba dibahas oleh Budwick (1988) serta Purcell dan Varberg (1989), sedangkan Chiang (1987) memberikan bahasan yang lebih luas dan komprehensif dalam tajuk analisis statis-komparatif dan masalah-masalah optimasi. B. Masalah Fundemental dalam Ekonomi Kebutuhan setiap manusia dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Setiap makhluk hidup, termasuk manusia memerlukan pangan untuk memenuhi kebutuhan fisik sehingga dapat beraktivitas menjalankan kehidupan sehari-hari. Setiap manusia memerlukan sandang dan perumahan untuk melindungi badan dari desiran angin (yang dingin), guyuran air hujan maupun panasnya matahari serta gangguan binatang (buas). Pangan, sandang, dan perumahan merupakan kebutuhan primer setiap manusia, dan kebutuhankebutuhan tersebut harus dapat dipenuhi agar kehidupan dapat dijalani dengan normal. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya sehingga mereka senantiasa berusaha meningkatkan kualitas hidup dengan berbagai cara. Bila dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, mereka cenderung menuntut peningkatan kualitas pangan, sandang, dan papan, serta berbagai kebutuhan pelengkap, seperti TV, radio, meja dan kursi, alat-alat dapur, tempat tidur, maupun alat-alat olah raga. Manusia memerlukan alat-alat transportasi, seperti kereta api, bus, dan pesawat terbang untuk memperlancar kegiatan (bisnis). Berbagai jenis kebutuhan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan sekunder. Dengan semakin meningkatnya tingkat pendapatan yang diperoleh, seseorang memiliki peluang yang semakin terbuka untuk memenuhi berbagai kebutuhan secara lebih bervariasi dan berkualitas. Untuk dapat istirahat, mereka membangun villa di daerah puncak dan resort-resort di pantai yang berpemandangan indah. Mereka mengendarai mobil mewah, kapal pesiar, dan mengenakan baju yang terbuat dari bahan-bahan yang mahal harganya. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan prestise sehingga berbagai kebutuhan tersebut dapat diklasifkasikan sebagai kebutuhan tersier atau kebutuhan untuk kemewahan. Klasifikasi kebutuhan sekunder dan tersier memiliki batas yang tipis dan bersifat relatif. Misalnya, pesawat televisi (hitam putih) bagi masyarakat desa terpencil merupakan kebutuhan kemewahan, tetapi hanya sebagai kebutuhan sekunder bagi masyarakat urban di daerah perkotaan. Berbagai kebutuhan manusia ini dapat dipenuhi dengan cara mengolah sumberdaya alam yang tersedia (secara terbatas). Oleh karena itu, kerusakan alam yang terjadi selama ini dapat diidentifikasi sebagai akibat upaya sekelompok manusia yang kurang bertanggung jawab di dalam memenuhi berbagai kebutuhan demi peningkatan kualitas hidup, di samping peningkatan populasi manusia sendiri. Fenomena ini secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut. R Q …. (1) N C p Cs Ct di sini: Q : kualitas hidup R : sumberdaya alam yang tersedia (secara terbatas) 2
C : kebutuhan (primer, sekunder, dan tersier) (Soerjani, dkk, 1987) Dari perspektif ekonomi, suatu jenis barang memiliki harga karena ketersediaannya terbatas (langka/scarce), artinya jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan sehingga diperlukan usaha atau pengorbanan untuk memperolehnya. Barang yang memiliki harga dikenal sebagai barang ekonomi (economic goods), seperti rumah, sepeda motor, tanah, dan sebagainya. Air mineral merupakan barang ekonomi. Air yang diproduksi PDAM juga merupakan barang ekonomi. Dalam berbagai hal, air tidak dapat diklasifikasikan sebagai barang ekonomi karena ketersediaannya sangat melimpah sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang memerlukan. Akibatnya, air diklasifikasikan sebagai barang bebas (free goods). Sinar matahari merupakan barang bebas. Oksigen juga merupakan barang bebas, tetapi oksigen di beberapa wilayah Negara yang secara geografis relatif tinggi, seperti Tibet dapat menjadi barang ekonomi karena ketersediaannya sangat terbatas. Demikian juga, oksigen bagi penderita sesak nafas yang sedang dirawat di rumahrumah sakit, merupakan barang ekonomi. Dari uraian di atas, persoalan fundamental dalam ekonomi sebenarnya berkisar pada 3 (tiga) hal, yaitu what, how, dan for whom. What, terkait dengan jenis barang (dan jasa) yang harus dihasilkan serta kuantitas masing-masing. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka berkisar pada (a) jenis tanaman (pertanian) apa yang harus ditanam?, (b) manakah yang lebih diprioritaskan: padi, jagung, atau sagu?, Untuk tanaman padi, jenis padi apa yang lebih ditekankan? How, terkait dengan cara dan siapa yang menghasilkan barang (dan jasa) dengan melibatkan teknologi. Misalnya, untuk menghasilkan listrik dapat menggunakan teknologi tenaga uap, air terjun, angin, bahkan nuklir. Pilihan teknologi bekaitan erat dengan produktivitas dan kesempatan kerja sehingga diperlukan studi yang intensif untuk melakukan pilihan antara industri yang padat modal dan padat karya. Persoalan how terkait dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang tersedia secara efisien agar diperoleh hasil maksimal atau efisiensi biaya untuk sasaran produksi yang telah ditetapkan. Persoalan siapa yang harus menghasilkan terkait dengan BUMN, swasta nasional, maupun koperasi. BUMN lebih diarahkan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bersifat publik, seperti air minum, telekomunikasi, maupun listrik. Sektor transportasi, baik darat, laut, maupun udara sebagian dikelola oleh swasta nasional yang lebih bersifat profit oriented. Koperasi merupakan bangun perusahaan sebagai manifestasi amanat UUD 1945, tetapi perkembangannya sampai saat ini masih kurang mengggembirakan. For whom, terkait dengan untuk siapa barang (dan jasa) yang dihasilkan: apakah untuk seluruh lapisan masyarakat, atau hanya untuk sekelompok tertentu? Persoalan for whom terkait secara langsung dengan masalah distribusi. C. Model Matematika untuk Menganalisis Fenomena Ekonomi Berikut ni disajikan beberapa model matematika yang digunakan untuk menganalisis fenomena ekonomi. 1. Permintaan, Penawaran, dan Keseimbangan Pasar Permintaan suatu barang mencerminkan perilaku konsumen, dan menggambarkan hu-bungan fungsional antara harga dan kuantitas barang yang diminta. Sifat-sifat kurva permintaan adalah:
3
a. selalu terletak di kuadran pertama. Nilai p dan q tidak pernah negatif dan tak pernah takhingga. Secara matematis ditulis: 0 p a dan 0 q b ; b. fungsi satu-satu; dan c. turun miring (slope downward), bergerak dari barat laut ke tenggara. Sifat ketiga kurva permintaan ini dikenal sebagai hukum permintaan yang turun-miring (the law of downward-sloping demand), yang berbunyi: ”Jika harga suatu barang naik (ceteris paribus) maka jumlah barang yang diminta menjadi berkurang, atau jika jumlah sesuatu barang yang ditawarkan di pasar bertambah maka hanya dapat terjual dengan harga yang lebih rendah”. Terjadinya hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut. a. 1) Jika harga suatu barang mengalami kenaikan maka (sebagian) konsumen akan mengkonsumsi barang sejenis dengan kualitas yang lebih rendah atau barangbarang substitusi. Contoh: kenaikan harga beras jenis rajalele berakibat pada pengalihan konsumsi ke beras jenis IR (kualitas lebih rendah) atau ke jagung (barang substitusi). 2) Kenaikan harga suatu barang (secara terus menerus; fenomena inflasi) berakibat pada turunnya daya beli (purchasing power) masyarakat. Secara psikologis, konsumen merasa lebih miskin dari keadaan sebelumnya sehingga akan mengurangi konsumsi. b. Jika harga suatu barang mengalami penurunan maka kuantitas barang yang diminta akan mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena: 1) turunnya harga akan menarik masuknya konsumen baru 2) masing-masing konsumen akan memperbesar konsumsi atas barang tersebut. Contoh: Bila harga air sangat mahal maka konsumen mengkonsumsi air hanya untuk keperluan minum (dan memasak). Bila harga air turun maka konsumen mengkonsumsi air untuk keperluan minum (dan memasak) dan mencuci (pakaian dan kendaraan). Bila harga air lebih rendah lagi maka konsumen mengkonsumsi air untuk keperluan minum (dan memasak), mencuci (pakaian dan kendaraan), dan menyirami tanaman, dan seterusnya. Contoh di atas memberi gambaran, turunnya harga air berakibat pada meningkatnya konsumsi air. Pada saat yang sama, sekelompok konsumen baru mulai memiliki kemampuan untuk membeli air guna memenuhi berbagai kebutuhan yang diperlukan. Dalam kondisi ceteris paribus, permintaan suatu barang A merupakan fungsi dari harga barang A sendiri. Secara matematis ditulis: QDA f PA , ceteris paribus .... (2) Secara lengkap ditulis: QDA f PA , PB ,..., PZ , I , T, W ....... (3) disini: : kuantitas barang A yang diminta Q DA PA : harga barang A PB ,..., PZ : harga barang-barang lain I : pendapatan (income) T : selera (taste) W : kemakmuran (wealth) dan “bar”, misal I , menunjukkan bahwa variabel ini konstan.
4
Jika kondisi ceteris paribus tidak dapat dipenuhi, artinya terjadi perubahan harga barang-barang lain, pendapatan, selera, maupun kemakmuran secara sendirisendiri maupun simultan maka akan berakibat terjadinya pergeseran permintaan (shift in demand) atau perubahan permintaan (change of demand). Secara grafis akan menggeser kurva permintaan, baik ke kanan maupun ke kiri. Perubahan kondisi ini berbeda dengan perubahan dalam kuantitas barang yang diminta yang hanya berarti pergerakan sepanjang kurva permintaan (movement along a demand curve). Jika pendapatan mengalami kenaikan maka kuantitas barang yang diminta akan mengalami kenaikan (terjadi pergeseran kekanan), dan sebaliknya. Untuk kasus barang “inferior”, berlaku sebaliknya. Jika beras-jagung yang bermutu rendah merupakan barang inferior maka kenaikan pendapatan seseorang berakibat turunnya permintaan akan barang ini. Konsumen akan mengkonsumsi beras yang bermutu tinggi, seperti rajalele maupun beras Cianjur. Secara grafis, kurva permintaan beras-jagung kualitas rendah ini akan bergeser ke kiri, dan sebaliknya. Kasus serupa terjadi pada barang substitusi maupun komplementer. Jika harga daging sapi naik maka konsumen dimungkinkan lebih banyak mengkonsumsi daging kambing (substitusi); demikian pula, jika harga roti naik maka permintaan mentega dimungkinkan akan mengalami penurunan (komplementer). Sesuai dengan hukum permintaan, slope kurva permintaan bernilai negatif. Fenomena di lapangan menunjukkan adanya beberapa kekecualian, yaitu: a. Keanehan Giffen (Giffen Paradox) Giffen, seorang ekonom Inggris abad ke-19, menemukan fakta bahwa kenaikan harga roti justru menyebabkan keluarga yang sangat miskin mengkonsumsi roti lebih banyak. Hal ini terjadi, kenaikan harga roti menyebabkan mereka lebih miskin sehingga mereka mengganti daging dan barang-barang yang lebih mahal dengan roti untuk memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini, roti disebut barang giffen. b. Barang-barang Bergengsi (prestige goods) Jika harga barang-barang bergengsi naik maka permintaannya justru mengalami kenaikan karena jenis barang ini digunakan sebagai kemewahan. c. Dampak Harapan yang Dinamis (dynamic expectational effect) Jika harga barang turun maka kuantitas barang yang diminta juga mengalami penurunan karena orang memperkirakan bahwa harga barang akan terus menerus turun. d. Permintaan barang yang sangat esensial Permintaan barang yang sangat esensial, berapa pun harganya, harus dipenuhi untuk sejumlah tertentu Penawaran suatu barang mencerminkan perilaku produsen, dan menggambarkan hu-bungan fungsional antara harga barang di pasar dan kuantitas barang yang ditawarkan produsen. Sifat-sifat kurva penawaran adalah: a. selalu terletak di kuadran pertama. Nilai p dan q tidak pernah negatif dan tak pernah takhingga. Secara matematis ditulis: 0 p a dan 0 q b ; b. fungsi satu-satu; dan c. naik-miring (slope upward), bergerak dari barat daya ke timur laut. Sifat ketiga kurva penawaran ini disebabkan oleh berlakunya hukum semakin berkurangnya kenaikan hasil (the law of deminishing returns). Dalam kondisi ceteris paribus, penawaran suatu barang A merupakan fungsi dari harga barang A sendiri. Secara matematis ditulis: QSA f PA , ceteris paribus.... (4) Secara lengkap ditulis: Q SA f PA , S , F, X, T,
5
..... (5)
disini: QSA : kuantitas barang A yang ditawarkan PA : harga barang A S : penawaran dari masukan-masukan (inputs) F : keadaan alam X : pajak/subsidi T : selera (taste) dan “bar”, misal S menunjukkan bahwa variabel ini konstan. Jika kondisi ceteris paribus tidak dapat dipenuhi, artinya terjadi perubahan inputs, keadaan alam, pajak/subsidi, maupun selera secara sendiri-sendiri maupun simultan maka akan berakibat terjadinya pergeseran penawaran (shift in supply) atau perubahan penawaran (change of supply). Secara grafis akan menggeser kurva penawaran, baik ke kanan maupun ke kiri. Perubahan kondisi ini berbeda dengan perubahan dalam kuantitas barang yang ditawarkan yang hanya berarti pergerakan sepanjang kurva penawaran (movement along a supply curve). Jika pemerintah menetapkan pajak maka harga barang yang ditawarkan akan mengalami kenaikan (produsen berusaha sebesar-besarnya menggeser bebean pajak ke konsumen) sehingga kura penawaran akan bergeser ke kiri. Sebaliknya, untuk sejumlah komoditas tertentu, pemerintah memberikan subsidi. Akibatnya, harga barang (yang ditawarkan di pasar) relatif mengalami penurunan sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kanan. Sesuai dengan hukum penawaran, slope kurva penawaran bernilai positif. Apakah kurva penawaran peristiwa pelelangan lukisan Monalisa, pelanggan PDAM, dan pedagang sayur-sayuran berslope positif ? Lukisan Monalisa hanya sebuah. Dengan demikian, untuk berapa pun harga, kuan-titas lukisan tak mungkin bertambah. Akibatnya, kurva penawarannya sejajar sumbu-P. Kurva penawaran untuk kasus PDAM berslope nol atau sejajar sumbu-Q. Hal ini terjadi, telah ditetapkan harga tertentu, berapa pun (bertambahnya) jumlah pelanggan (baru). Kasus pedagang sayuran ekuivalen dengan kasus lukisan Monalisa. Para pedagang membawa sayuran dalam jumlah tertentu ke pasar pada suatu hari dan harus laku pada hari itu juga karena ancaman rusak, berapa pun harganya. Akibatnya, kurva penawaran sejajar sumbu-P. Kurva permintaan dan penawaran merupakan representasi perilaku konsumen dan produsen dalam hal transaksi barang dan jasa melalui mekanisme pasar. Secara grafis, perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran akan menentukan tingkat harga keseimbangan dan jumlah barang yang ditransaksikan. 2. Pajak Dalam pandangan Adriani (Ali, 1993), pajak ialah pungutan oleh pemerintah dengan paksaan yuridis, untuk mendapatkan alat-alat penutup bagi pengeluaranpengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa adanya jasa timbal balik khusus terhadapnya. Sesuai pengertian pajak, pemerintah menarik pajak untuk memenuhi pembiayaan pembangunan sebagaimana yang dicantumkan dalam APBN maupun APBD. Dengan demikian, pajak memenuhi fungsi sebagai budgeter. Disamping itu, pemerintah mengenakan pajak yang cukup tinggi terhadap produk-produk tertentu, misalnya mobil mewah, untuk mengendalikan konsumsi atas barang-barang tersebut Kurva permintaan dan penawaran suatu barang diformulasikan sebagai berikut. D : p = - aq 2 + b ..... (6)
6
S : p = q 2 ..... (7) Bila pemerintah menetapkan pajak sebesar t satuan untuk setiap unit barang maka (7) berubah menjadi: S : p q 2 t .... (8) Akibatnya, keseimbangan pasar yang baru dicapai bila: D S - aq 2 b q 2 t .... (9) t a q 2 b sehingga besarnya penerimaan pajak oleh pemerintah adalah: T = tq .... (10) a q 3 b q dT Harga T ekstrem dicapai bila 0 dq 3 a q 2 b q 0
q
sehingga
b 3 a t
.... (11)
2 b 3
.... (12)
d 2T d 2T sehinggga 6 a 0 . Dengan demikian penerimaan pajak dq 2 dq 2 oleh pemerintah maksimum. Penerimaan pajak oleh pemerintah adalah: 2 b T b .... (13) 3 3(a ) 3. Penerimaan Marginal, Biaya Marginal, dan Elastisitas Setiap produsen menghasilkan barang dan jasa dan dijual ke konsumen. Penerimaan yang akan diterima produsen dipengaruhi oleh jumlah barang dan jasa yang terjual (dikalikan dengan harga perunitnya). Jadi, penerimaan atau revenue merupakan fungsi dari jumlah barang yang terjual. Secara matematis ditulis: TR = f(Q) …… (14) disini: TR : total revenue Q : jumlah barang yang terjual Penerimaan marginal (marginal revenue) adalah besarnya perubahan pada penerimaan apabila produsen menjual satu unit tambahan output atau barang. Marginal Revenue (MR) merupakan derivatif pertama dari TR terhadap Q. Penerimaan Rata-rata (Average Revenue) adalah besarnya penerimaan produsen untuk setiap unit barang yang terjual. Dengan demikian, Average Revenue (AR) adalah total penerimaan dibagi dengan jumlah barang yang terjual. Di dalam pasar persaingan sempurna, seorang produsen tidak bisa menentukan harga. Produsen hanya sebagai pengambil harga (price taker). Jadi, harga merupakan besaran yang sudah given (merupakan konstanta). Seorang produsen pada pasar monopoli dapat menentukan harga jual atas barang yang dihasilkan. Produsen berperan sebagai penentu harga (price maker).
7
Untuk menghasilkan barang dan jasa, seorang akan mengeluarkan sejumlah biaya, yang dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Hasil penjumlahan biaya tetap (fixed cost= FC) dan viaya variabel (variable cost= VC) dikenal sebagai total biaya (total cost= TC). Biaya marginal (marginal cost=MC) adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit tambahan output. Marginal Cost (MC) merupakan derivatif pertama dari TC terhadap Q. (Koeffisien) elastisitas dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam variabel tak bebas (dependent variable) dibagi dengan persentase perubahan dalam variabel bebas (independent variable). Secara matematis, jika y=f(x) dan (koeffisien) elastisitas dilambangkan dengan maka:
y y x x
………. (15)
Persamaan (15) dapat dinyatakan sebagai:
y x . x y
………… (16)
Dengan mengambil x 0 maka (16) dapat ditulis sebagai: y x dy x … (17) lim . . x 0 x y dx y Persamaan (17) dapat dinyatakan sebagai:
dy dx y x
... (18)
Persamaan (15) menyatakan elastisitas busur sedangkan (16) menyatakan elastisitas titik (dari y terhadap x). Jika y=f(x) menyatakan fungsi total maka
dy dan dx
y masing-masing merupakan representasi fungsi marginal dan fungsi rata-rata x sehingga (18) dapat ditulis: .. (19) fungsi marginal/fungsi rata-rata Harga bersifat absolut; artinya, jika dalam perhitungan diperoleh nilai negatif maka harga diambil dari harga mutlaknya. Suatu fungsi disebut elastis jika memiliki harga 1. Jika 1 atau 1 maka fungsi tersebut disebut unity elastis atau inelastis pada titik yang telah ditentukan. 4. Evaluasi Kelayakan Proyek Setiap pengusaha pasti akan selalu berusaha untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan ini membuktikan bahwa usaha tersebut handal dan dipercaya. Keterhandalan ini akan menciptakan ketertarikan untuk menanamkan modal atau investasi dalam rencana bisnis periode mendatang. Investasi ini dapat berupa pengembangan usaha misalnya penambahan mesin-mesin baru, penanaman modal baru pada bidang bisnis tertentu, membentuk divisi baru dari bisnis yang ada sekarang. Untuk melakukan investasi, perlu dilakukan analisis investasi/ studi kelakayan proyek (project feasibility study). 8
Evaluasi kelayakan proyek bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha atau suatu proyek. Evaluasi ini sangat menarik untuk dibicarakan lebih lanjut karena terkait dengan aspek finansial. Proyek adalah suatu rangkaian aktivitas yang direncanakan untuk mendapatkan manfaat dengan menggunakan sumber-sumber yang mempunyai titik waktu berakhirnya aktivitas. Untuk mengevaluasi kelayakan proyek dapat digunakan metode payback period (PP), net present value (NPV), dan internal rate of return (IRR). a. Payback Period (PP) 1) Menekankan pada lama waktu yang diperlukan agar investasi yang ditanam kembali 2) Mengabaikan (1) time value of money dan (2) penerimaan investasi yang diperoleh sesudah PP lampau. b. Net Present Value (NPV) NPV adalah selisih antara nilai sekarang dari proceed dan outlay pada tingkat discount rate tertentu. Jika NPV positif maka usul investasi layak, dan sebaliknya. Secara matematis dinyatakan: n At NPV = .... (20) t t 0 1 r c. Internal Rate of Return (IRR) 1) Perlu ditentukan discount rate tertentu sehingga akan diperoleh harga NPV positif dan negatif 2) Secara teknis, IRR yang dicari (r) dapat ditentukan dengan rumus: P P1 .... (21) r P1 C1 2 C 2 C1 Di sini: P1 dan P2 menyatakan tingkat suku bungan ke-1 dan ke-2 C1 dan C2 menyatakan NPV-1 dan NPV-2 5. Analisis Break even Analisis break even merupakan alat deteksi perkembangan perusahaan yang sangat sederhana. Menurut Adiseputro (1990), penggunaan analisis ini akan memberikan dua manfaat, yaitu: a. Dapat memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal agar perusahaan tidak menderita kerugian. b. Dapat menentukan jumlah penjualan yang seharusnya dicapai untuk sejumlah laba tertentu yang telah ditetapkan. Adiseputro (1990:96) mengemukakan 3 pendekatan untuk menghitung tingkat break even suatu perusahaan, yaitu (1) tabel, (2) grafik, dan (3) aritmetik. Pendekatan secara tabel merupakan cara perhitungan break even dengan menggunakan data jumlah penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat penjualan/ produksi. Pendekatan ini oleh Riyanto (1984:296) disebut “Trial and Error”. Dengan demikian, pendekatan ini kurang dapat memberikan kepastian hasil. Dengan menggunakan pendekatan grafik, tingkat break even suatu perusahaan dapat ditentukan dengan menggambarkan komponen-komponen TR, TC, FC dan VC dalam suatu diagram Venn. Pendekatan secara aritmetik didasarkan pada kondisi bahwa break even suatu terjadi jika TR = TC (Mastur, 2001). Karena TR = pq dan TC = FC + VC serta untuk sejumlah q unit berlaku TC = FC + VC x q maka: p q = FC + VC x q
9
…. (22) Persamaan (22) mengandung arti bahwa q merupakan jumlah unit yang diproduksi (dijual) pada kondisi break even. Persamaan (22) dikenal sebagai penentuan break even atas dasar unit dan q sering ditulis sebagai BE (dalam unit) serta mengandung makna sebagai sales minimal yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Akibatnya (22) dapat dinyatakan sebagai: …. (23)
BE (dalam unit) =
Jika besarnya sales pada break even dilambangkan dengan SB maka SB = FC + VC. Karena VC dinyatakan sebagai persentase tetap dari sales maka: SB = FC + …. (24) Persamaan (24) dikenal sebagai penentuan break even atas dasar sales dalam rupiah. Perbandingan antara VC dan S disebut variable cost ratio. SB sering ditulis sebagai BE (dalam rupiah) sehingga (24) dapat dinyatakan sebagai: …. (25)
BE (dalam rupiah)
6. Anuitas Anuitas adalah suatu pembayaran yang jumlahnya sama, yang diterima atau dibayarkan pada tiap akhir periode dengan waktu yang sama untuk jumlah waktu tertentu. Angsuran adalah suatu pembayaran dengan jumlah tertentu, yang mungkin jumlahnya dapat berbeda dan waktu dapat tidak teratur. Anuitas memiliki karakteristik (1) jumlah yang dibayarkan tiap periodenya sama, (2) jangka waktunya sama, (3) suku bunga yang diberlakukan. Besar Anuitas adalah besar angsuran ditambah dengan bunga yang diperhitungkan. Untuk menghitung besarnya anuitas digunakan rumus sebagai berikut. NT = ..... (26) Disini: A NT i n
: anuitas : besar pinjaman : tingkat suku bunga kredit dalam % : periode tertentu atau periode ke-n
7. Proyeksi Bisnis Peramalan adalah memperkirakan besaran atau jumlah pada waktu-waktu mendatang berdasarkan data masa lampau yang dianalisis secara alamiah, khususnya menggunakan metode statistika (Sudjana, 1989: 254). Metode deseasonalizing adalah salah satu metode peramalan (forecasting) dengan cara menghilangkan pengaruh variasi musiman, jumlah data masing-masing kuartal (yang berisi trend, siklis, pengaruh tak tentu dan musiman) dibagi oleh indeks musim untuk kuartal yang bersangkutan.
10
Marwiyatun (2006) telah melakukan penerapan metode ini dengan menggunakan data kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) di Candi Borobudur, sebagaimana Gambar 1 dan 2. JUMLAH WISNUS
SCATTER DIAGRAM 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
Wisnus 1 Wisnus 2 1
4
7
10 13 16 19 22 25 28 KUARTAL
Linear (Wisnus 2)
Gambar 1. Deseasonalizing Wisnus
JUMLAH WISMAN
SCATTER DIAGRAM 50000
Wisman 1
40000 30000
Wisman 2
20000
Linear (Wisman 1)
10000 0 1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
KUARTAL
Gambar 2. Deseasonalizing Wisman Langkah-langkah untuk melakukan forecasting dengan penggunaan metode deseasonalizing dalam skripsi ini sebagai berikut. a. Menyusun data tiap kuartal untuk masing-masing tahun. b. Membuat scatter diagram grafik persebaran data. c. Menghitung indeks musiman tertentu dengan metode persentase terhadap ratarata bergerak (ratio to moving averages method). d. Menghitung indeks kuartalan tertentu. e. Menghitung data deseasonalized dari data jumlah pengunjung. f. Membuat scatter diagram data asli dengan data deseasonalized.. g. Mencari persamaan deseasonalized (persamaan garis trend). h. Menghitung ramalan (forecast) jumlah pengunjung dengan data deseasonalized. C. Penutup Matematika memiliki karakteristik deduktif-aksiomatis. Objek-objek matematika berada di alam pikiran manusia, yakni fakta, konsep, prinsip, dan skill. Ilmu ekonomi sejatinya juga bersifat deduktif, sehingga memiliki similaritas dengaan matematika. Fenomena ekonomi relatif induktif dan bervariasi, namun demikian konsepkonsep matematika dapat digunakan untuk ”mengikat”-nya, sehingga fenomena ekonomi dapat dijelaskan dan dianalisis dengan lebih baik. Fenomena ekonomika sastra dapat terus didorong ke arah ekonomika matematis. Dengan analisis yang akurat, matematika dapat lebih berkontribusi dalam peningkatan ekonomi bangsa.
11
DAFTAR PUSTAKA
Adiseputro, G. 1990. Anggaran Perusahaan 2. Yogyakarta:BPFE. Ali, Chidir. 1993. Hukum Pajak Elementer. Bandung: PT Eresco Budnick, F.S. 1988. Applied Mathematics for Business Economics and the Social Sciences. New York: Mc Graw-Hill Book Company Chiang, A.C. 1984. Fundemental Method of Mathematical Economics. 4 th edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company Chotim, M. 1993. Kedudukan dan Cakupan Pengajaran Matematika dalam Era Perkembangan Ilmu dan Teknologi. Lembaran Ilmu Pengetahuan No 4 Tahun XXII-1993. Marwiyatun. 2006. Penggunaan Metode deseasonalizing untuk Peramalan (forecasting) Jumlah Pengunjung di Objek Wisata Borobudur. Skripsi. Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Mastur, Z. 2001. Analisis Break Even dalam Matematika Ekonomi. Lembaran Ilmu Pengetahuan IKIP Semarang No 2-Tahun XXV-1996. Soerjani, M, Rofiq Anwar dan Rozy Munir (ed). 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudkan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press Soeparno. 1990. Matematika Masa Depan dan Implikasinya dalam Pendidikan Matematika. Makalah Seminar. Himpunan Matematika Indonesia Cabang Jawa Tengah Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito: Bandung. Purcell, E.J. dan Dale Valberg. 1989. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid 1. Terjemahan I Nyoman Susila, dkk. Jakarta: Erlangga Weber, J.S. 1988. Mathematical Analysis: Business and Economics Applications. New York: Mc Graw-Hill Book Company
12
13