IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
IDENTIFIKASI RAYAP DAN SERANGANNYA DI HUTAN PENDIDIKAN UNLAM MANDIANGIN KALIMANTAN SELATAN Identification of Termite and Its Attack at Education Forest of Unlam Mandiangin, South Kalimantan Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT The aim of this research was to identify species diversity of termites, to measure attack levels, to detect resilience level of plants families against termites attack and to evaluate the efficacy of termites control. There were 112 species of plants in the rehabilitation area and 44 species in the natural area attacked by termites. I Four species of two termite families were found at both areas. The 4 species of termites were Nasutitermes sp., Coptotermes sp., Macrotermes sp. and Rhinotermes sp. of the family Termitidae and Rhinotermitidae. At both areas, incidence and severity of termites attacks werw significantly different. The incidence and severity at the rehabilitation area were higher than that at the natural forest. Generally, the condition of plants at both areas were at the level of low damage. Sapling, poles and trees showed the same incidences of attack by termites ( p < 0,01 ), but not the severety or intensity in severities or intensity. Some families of plant were not attacked by termites i.e Zingiberaceae, Sonneratiaceae, Lytheraceae, Casuarinaceae, Myrsimaceae, Rutaceae, Fagaceae, Compositae, Polypodiaceae, Tiliaceae, Rosaceae, Caesalpiniaceae, Thymelaeaceae and Vitaceae. Keywords: termite, attack, species diversity
I. PENDAHULUAN Vegetasi di HPU Fakultas Kehutanan Mandiangin masih mempunyai sifat-sifat yang khas hutan hujan tropis primer, tetapi pada bagian-bagian tertentu karena sering terjadi kebakaran dan adanya aktivitas dari manusia sehingga hutannya sudah berubah menjadi hutan sekunder, maka pada daerah ini sudah banyak kegiatan rehabilitasi. Pada umumnya sebagian besar kawasan HPU Mandiangin terdiri atas alang-alang (Imperata cylindrica) yang terdapat mulai dari daerah yang agak datar hingga ke punggung gunung, sedangkan daerah yang berhutan ditemui pada punggung gunung sampai ke puncak (Anonim, 1996). Di balik keanekaragaman jenis dan keberhasilan kegiatan rehabilitasi yang dicapai, tanpa disadari terdapat beberapa masalah khas yang dihadapi dalam pengembangan kawasan HPU dan wisata ini. Salah satunya adalah masalah serangan rayap yang dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon-pohon yang masih hidup. Rayap adalah salah satu serangga (ordo Isoptera) yang merupakan serangga perusak kayu dan bangunan yang terbuat dari bahan berselulosa seperti mebel, kertas dan benda-benda seni. Kerugian yang ditimbulkan akibat serangan rayap ini pada bangunan perumahan di Indonesia pada tahun 1995 mencapai Rp. 1,67 triliun per tahun, bahkan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp. 224 - 238 triliun (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
1)
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unlam
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
56
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira-kira 2.000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 genus (marga). Secara garis besar jenis rayap tersebut terbagi dalam 7 famili, 15 sub famili dan 200 genus. Tidak kurang dari 200 jenis rayap atau 10 % dari keragaman rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem di Indonesia yang terdiri dari 3 famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae (Prasetiyo dan Yusuf, 2005) Adanya serangan rayap pada tanaman dan hasil hutan pertama kali dilaporkan oleh Henry Smeathman kepada Royal Society di London pada tahun 1891, sedangkan serangan rayap pada tanaman perkebunan dan kehutanan di Indonesia mulai banyak dilaporkan oleh Kalshoven pada tahun 1959 – 1960 (Nandika dkk., 2003). Mengingat bahwa rayap setiap saat dapat menjadi ancaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti, maka tindakan-tindakan pengendaliannya perlu dilakukan. Usaha-usaha pengendalian yang efisien dan efektif dapat dilakukan bila karakteristik bioekologinya diketahui dengan jelas. II. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini untuk: 1) Mengetahui keanekaragaman jenis rayap di HPU Mandiangin 2) Mengetahui tingkat serangannya dan mengetahui tingkat ketahanan tumbuhan terhadap serangan rayap yang dikelompokkan menurut suku III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam Desa Mandiangin Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2006 dan dilanjutkan pada bulan Juni di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tumbuhan di plot pengamatan, alkohol 70 % untuk mengawetkan rayap, termitisida untuk memberantas rayap, microcaliper, digunakan untuk mengukur diameter pancang, meteran untuk mengukur diameter tiang dan pohon, tongkat ukuran 2 m untuk mengukur tinggi tegakan, botol yang digunakan sebagai tempat koleksi rayap, mikroskop zoom stereo yang dilengkapi kamera digital yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis rayap, buku-buku tentang rayap untuk pedoman identifikasi, tally sheet untuk mencatat data di lapangan, spidol untuk pemberian label, patok kayu untuk batas plot, sprayer (alat semprot) dan clinometer untuk mengukur kelerengan dan tinggi pohon. Pembuatan petak pengamatan menggunakan metode garis berpetak. Sesuai hasil orientasi lapangan maka sebagai petak penelitian adalah perbedaan tipe vegetasi, yaitu tipe vegetasi alami (tidak ada kegiatan rehabilitasi) dan tipe vegetasi yang sudah dilaksanakan tindakan rehabilitasi. Tiap tipe vegetasi dibuat petak contoh sebanyak 25 petak dengan ukuran 20 x 20 m, sehingga luas petak contoh setiap tapak adalah 10.000 m2 (1 ha). Jadi luas plot pengamatan kedua tipe vegetasi adalah 20.000 m2 (2 ha). Peletakan petak pengamatan tersebar pada kedua tipe vegetasi, jarak antar petak minimal 20 m, tetapi bisa saja lebih jauh mengingat kondisi lapangan yang bervariasi. Pada setiap plot yang telah ditentukan di lapangan dihitung jumlah tumbuhan mulai dari tingkat pancang sampai pohon secara keseluruhan, kemudian dilakukan pengamatan terhadap tumbuhan yang terserang rayap dan juga mengamati faktorfaktor lain yaitu faktor biotik dan abiotik yang ikut berpengaruh misalnya jamur, suhu, kelembapan, curah hutan, tipe tanah dan tipe vegetasi. Nama jenis tumbuhan langsung ditentukan di lapangan oleh seorang pengenal pohon. Untuk keperluan ini kriteria yang digunakan yaitu pancang adalah permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
57
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
anakan diameter kurang dari 10 cm, tiang adalah pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, dan pohon adalah tumbuhan dengan diameter 20 cm atau lebih (Kusmana dan Istomo, 1995). Untuk menentukan skor serangan rayap, maka dibuat kriteria sebagai berikut. Tabel 1. Cara Menentukan Skor Serangan Rayap pada Setiap Pancang, Tiang dan Pohon Kondisi pancang/tiang/pohon Tidak ada serangan rayap Terserang ringan (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif sempit dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sedikit atau terserang sekitar ¼ dari tinggi batang) Terserang sedang (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif agak luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu agak banyak atau terserang sekitar ½ dari tinggi batang) Terserang berat (bagian pancang/tiang/pohon yang terserang relatif luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu banyak atau terserang sekitar ¾ dari tinggi batang) Mati (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif sangat banyak dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sangat banyak, kulit dan kayu mengering, daun rontok dan tidak ada tanda-tanda kehidupan atau hampir seluruh batang terserang)
Skor 0 1
2
3
4
Sumber: Zulkaidah (2005) Rayap yang diambil dari lapangan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70 %. Identifikasi rayap dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan Universitas Mulawarman dengan bantuan buku-buku rayap (Krishna dan Weesner, 1970 Volume I dan II; Borror dkk., 1992; Nandika dkk., 2003) dan mikroskop zoom stereo yang dilengkapi kamera digital yang digunakan untuk mengidentifikasi rayap. Data rayap tersebut kemudian dicocokkan dengan data di literatur dan ditentukan nama jenisnya. Analisa data frekuensi serangan (F) dihitung dengan membandingkan jumlah pancang, tiang atau pohon yang terserang dengan jumlah pancang, tiang atau pohon secara keseluruhan yang diamati, dinyatakan dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut: = X
F
x 100 %
Y
F = Frekuensi serangan Y = Jumlah pancang/tiang/pohon yang diamati X = Jumlah pancang/tiang/pohon yang terserang Intensitas serangan (I) dihitung dengan rumus sebagai berikut: I=
X 1Y1 + X 2Y2 + X 3Y3 + X 4Y4 x 100 % XY4
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
58
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
yang mana: X = jumlah pancang/tiang/pohon yang diamati X1 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang ringan (skor 1) X2 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang sedang (skor 2) X3 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang berat (skor 3) X4 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang mati (skor 4) Y1-Y4
= nilai 1 – 4 dari masing-masing tumbuhan yang menunjukkan tanda dari ringan sampai mati (tidak ada tanda-tanda kehidupan).
Setelah diperoleh nilai intensitas serangan, maka kondisi tumbuhan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon secara keseluruhan di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam akibat serangan rayap dapat diketahui berdasarkan kriteria yang ada. Kriteria serangan menurut Mardji (2003) adalah sebagai berikut. Tabel 2. Cara Menentukan Kondisi Setiap Jenis Pancang, Tiang dan Pohon di Hutan Pendidikan Unlam Berdasarkan Intensitas Serangan Intensitas serangan ( % ) 0 -1
Kondisi Tumbuhan Sehat (S)
> 1 - 25
Rusak ringan (RR)
> 25 - 50
Rusak sedang (RS)
> 50 - 75
Rusak berat (RB)
> 75 –100
Rusak sangat berat (RT)
Karena nilai pengamatan menggunakan angka relatif yaitu satuan persentase, maka sebelum dianalisis secara statistik data tersebut perlu ditransformasi. Menurut Gomez and Gomez (1976), Hanafiah (2003), beberapa ketentuan yang berlaku dalam transformasi sebagai berikut: 1) Untuk data dengan kisaran nilai persentase antara 30 – 70 tidak memerlukan transformasi. 2) Untuk data dengan nilai persentase terletak antara 0 – 20 atau 80 – 100 digunakan transformasi akar, yaitu √Y. Untuk data 80 – 100 ini sebaiknya dikuangkan dulu dengan 100 sebelum ditransformasikan. Bila nilai kurang dari 15 maka digunakan transformasi √(Y+1/2). 3) Untuk data dengan kisaran nilai persentase nilai persentase yang luas maka digunakan transformasi sudut atau kebalikan sinus, yaitu arcsin √Y. Sebelum dilakukan transformasi, 0 % diubah menjadi 1/(4n) dan 100 % diubah menjadi 100 – 1/(4n). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat frekuensi dan intensitas serangan rayap baik antar tipe vegetasi yang berbeda, maupun antar stratifikasi pertumbuhan (pancang, tiang dan pohon), pada kawasan Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam, maka dilakukan pengujian statistik berupa analisis sidik ragam dan jika pada analisis tersebut terdapat perbedaan signifikan maka pengujian ini dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significant Difference) dengan menggunakan program “Statgraphics Plus Versi 4,0” dengan panduan buku statistik oleh Yitnosumarto (1991), Steel dan Torrie (1993).
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
59
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TIPE VEGETASI DAN SERANGAN RAYAP Hutan Pendidikan Mandiangin Fakultas Kehutanan Unlam terdiri dari dua tipe vegetasi yaitu vegetasi rehabilitasi dan vegetasi alami. Vegetasi rehabilitasi adalah vegetasi yang terdiri dari tumbuhan alami dan tanaman hasil rehabilitasi, yang mana sebagian besar dilaksanakan di punggung bukit Mandiangin, bukit Pendamaran dan Pematon atau areal yang relatif datar. Penanaman yang dilaksanakan pada areal vegetasi rehabilitasi ini adalah di areal-areal bekas kebakaran dan lahan-lahan kritis. Kebanyakan jenis yang ditanam adalah jenis mangium, sengon, sungkai, pinus, kayu kuku, ulin, gamal dan jati, sedangkan vegetasi alami terdiri dari tumbuhan alami, sehingga pada vegetasi alami areal-areal bekas kebakaran dan pada lahan kritis vegetasinya tumbuh secara alami tanpa ada tindakan penanaman. Hasil penelitian pada dua tipe vegetasi di atas, jenis rayap yang telah terindentifikasi berasal dari pengambilan sampel sebanyak 156 sampel pada plot-plot pengamatan di dua tipe vegetasi, yaitu pada vegetasi rehabilitasi 112 sampel dan pada vegetasi alami 44 sampel, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Serangan Rayap pada Tipe Vegetasi dan Tingkat Pertumbuhan yang Berbeda Tipe vegetasi
Tingkat pertumbuhan
Jumlah yang diserang
Pancang
45 (40,2 %)
Tiang
44 (39,3 %)
Pohon
23 (20,5 %)
Pancang
13 (29,5 %)
Tiang
25 (56,8 %)
Pohon
6 (13,7 %)
Vegetasi rehabilitasi
Vegetasi alami
B. KERAGAMAN JENIS RAYAP Dari hasil identifikasi sampel secara keseluruhan, jenis rayap yang diperoleh sebanyak 4 jenis yaitu Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Rhinotermes sp. dan Coptotermes sp. (Tabel 4).
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
60
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
Tabel 4. Jenis-Jenis Rayap yang Menyerang Tumbuhan pada Vegetasi Rehabilitasi dan Vegetasi Alami Jenis rayap
Vegetasi rehabilitasi
Vegetasi alami
(Tumbuhan)
(Tumbuhan)
Macrotermes sp.
53 (47,3 %)
21 (47,73 %)
Nasutitermes sp.
44 (39,3 %)
11 (25 %)
Coptotermes sp.
9 (8,0 %)
9 (20 %)
Rhinotermes sp.
6 (5,4 %)
3 (6,82 %)
Jumlah
112
44
Berdasarkan cara hidupnya keempat jenis rayap tersebut tergolong dalam rayap tanah (subteranean termite). Rincian jenis-jenis rayap yang menyerang pada setiap tipe vegetasi yaitu sebagai berikut: 1) Pada tipe vegetasi rehabilitasi, yang terdiri dari 112 sampel yang diidentifikasi ditemukan juga 4 jenis yaitu Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Coptotermes sp. dan Rhinotermes sp.. 2) Pada tipe vegetasi alami, dari 44 sampel yang diidentifikasi ditemukan 4 jenis rayap dan jenis rayapnya sama dengan yang ditemukan pada vegetasi rehabilitasi Adapun morfologi dari keempat jenis rayap yang berhasil diidentifikasi yaitu: 1. Macrotermes sp. Rayap jenis Macrotermes sp. (Gambar 1) tergolong dalam famili Termitidae dengan subfamili Macrotermitinae. Khusus untuk jenis ini kasta prajuritnya ada dua jenis yaitu kasta prajurit yang besar (major) dan kasta prajurit yang kecil (minor), namun yang umum dijumpai yaitu kasta prajurit minor. Jenis ini tidak mempunyai gigi marginal namun yang digunakan untuk menjepit adalah ujung mandibel. Karakteristik umum dari jenis ini baik prajurit major maupun minor adalah warnanya agak kecoklatan, antena 17 ruas, mandibel kiri dan kanan simetris. Khusus untuk prajurit minor, panjang secara keseluruhan +7,8 mm, dengan panjang kepala sampai mandible ±3 mm dan panjang kepala tanpa mandibel 1 – 2 mm.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
61
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
A
B
C Gambar 1. A. Macrotermes sp. (Kasta Prajurit Major) B. Macrotermes sp. (Kasta Prajurit Minor) C. Macrotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan:
= 1 mm
Macrotermes sp. menyerang tumbuhan pada kayu gubal dan membuat sarang di dalamnya, sehingga tumbuhan itu mati karena semua selolusa habis dimakan. Karakteristik serangan rayap Macrotermes sp. dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
A. Serangan Berat
B. Serangan sedang
Gambar 2. Karakteristik serangan rayap Macrotermes sp. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
62
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
2. Nasutitermes sp. Rayap Nasutitermes sp. tergolong dalam famili Termitidae dengan subfamili Nasutitermitinae. Jenis ini khususnya pada kasta prajurit ditandai dengan penonjolan pada bagian depan kepalanya (nasut), hal ini merupakan ciri khas dari jenis Nasutitermes, selain itu ciri-ciri umum yang dimiliki oleh jenis ini yaitu kepala bulat, warnanya coklat tua, panjang secara keseluruhan ±4,5 mm dengan jumlah ruas antena 13 – 15 ruas. Untuk lebih jelasnya jenis rayap Nasutitermes sp. dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
A
B
Gambar 3. A. Nasutitermes sp. (Kasta Prajurit) B. Nasutitermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan :
= 1 mm
Jenis rayap Nasutitermes sp. menyerang tumbuhan bagian kulit luar dengan membuat sarang pada bagian tersebut, lama-kelamaan sarangnya semakin membesar dan rayap tersebut memakan selulosa tumbuhan yang diserangnya sampai tumbuhan tersebut mati. Karakteristik serangan rayap Nasutitermes sp. dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
A. Serangan ringan B. Serangan Berat
Gambar 4. Karakteristik serangan rayap Nasutitermes sp.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
63
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
3. Coptotermes sp. Rayap dari jenis Coptotermes sp. (Gambar 5) termasuk dalam famili Rhinotermitidae dengan subfamili Coptotermitinae. Jenis rayap ini merupakan jenis yang paling umum di Indonesia dan sangat merugikan. Ciri khas yang dimiliki oleh jenis ini adalah kepala dan abdomennya berbulu, selain itu ciri umum dari jenis ini adalah warnanya kuning sampai coklat muda, panjang secara keseluruhan ±5,4 mm, jumlah ruas antena 13 – 15 ruas, mandibelnya bersilangan dan agak bergerigi.
A
B
Gambar 5. A. Coptotermes sp. (Kasta Prajurit) B. Coptotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan:
= 1 mm
Rayap Coptotermes sp. menyerang tumbuhan pada bagian kulit luar dan bagian dalam sampai tumbuhan yang diserangnya mati. Karakteristik serangan rayap dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.
A. Terserang Berat
B. Teserang Sedang
Gambar 6. Karakteristik serangan rayap Coptotermes sp. 4. Rhinotermes sp. Rhinotermes sp. (Gambar 7) merupakan salah satu jenis rayap yang tergolong dalam famili Rhinotermitidae dengan subfamili Rhinotermitinae. Jenis rayap ini kasta prajuritnya juga terdiri dari dua jenis yaitu kasta major dan kasta minor. Warna rayap ini Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
64
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
baik major maupun minor adalah sama yaitu kekuningan namun keduanya berbeda pada jumlah ruas antena, yang mana rayap major jumlah ruas antenanya 16 ruas dan panjang secara keseluruhan +6,4 mm, panjang kepala sampai mandibel 1 – 2,5 mm.
A
B
Gambar 7. A. Rhinotermes sp. (Kasta Prajurit) B. Rhinotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan:
= 1 mm
Identifikasi rayap di atas, terutama didasarkan pada perbedaan bentuk dan ukuran kepala, warna, jumlah ruas antena serta mandibel dari kasta prajurit. Dalam mengidentifikasi rayap sampai tingkat genus, kasta yang paling sesuai digunakan adalah kasta prajurit, karena baik kasta pekerja maupun kasta reproduktif tidak cukup valid untuk digunakan mengingat terlalu banyak kesamaan bentuk dari jenis rayap tersebut pada genus yang sama. Rayap Rhinotermes sp. Juga menyerang tumbuhan pada bagian kulit luar dan bagian dalam sampai tumbuhan yang diserangnya mati. Karakteristik serangan rayap Rhinotermes sp. dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.
A. Terserang Berat
B. Terserang Sedang
Gambar 8. Karakteristik Serangan Rayap Rhinotermes sp. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
65
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
C. FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN RAYAP Salah satu indikator dalam pemberantasan serangan patogen adalah sejauh mana tingkat frekuensi dan intensitas serangannya, jika tingkat serangan dapat menimbulkan kerugian yang berarti walaupun pada dasarnya tingkat serangannya masih terserang ringan, maka tindakan pengendalian perlu untuk dipikirkan. 1. Pengaruh Perbedaan Tipe Vegetasi Terhadap Frekuensi dan Intensitas Serangan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada kedua tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Frekuensi dan Intensitas Serangan Rayap pada Dua Tipe Vegetasi Tipe vegetasi Vegetasi rehabilitasi
Tingkat pertumbuhan Pancang Tiang Pohon
Vegetasi alami
Pancang Tiang Pohon
Rata-rata frekuensi (%)
Rata-rata intensitas
Kondisi vegetasi
(%)
14,1 16,3 27,2
7,0 6,7 16,5
Rusak ringan
5,1 12,0 8,1
2,3 6,3 3,2
Rusak ringan
Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan
Pada Tabel 5 terlihat, bahwa frekuensi dan intensitas serangan rayap pada vegetasi alami tingkat pancang, tiang dan pohon lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi rehabilitasi, namun secara keseluruhan rata-rata kondisi vegetasi pada kedua tipe vegetasi dikategorikan terserang ringan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan tipe vegetasi menyebabkan perbedaan signifikan terhadap frekuensi dan intensitas serangan rayap, yang mana F.hitung (5,88) dan (6,81) lebih besar dari F.hitung (4,00) dan yang mana frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tipe vegetasi rehabilitasi lebih tinggi daripada vegetasi alami. Hal ini dikarenakan jenis-jenis tumbuhan lebih beragam dan siklus ekologis pada areal hutan alami masih relatif baik dibandingkan dengan hutan rehabilitasi. Areal rehabilitasi dimana arealnya sangat dekat dengan kamp dan pemukiman serta arealnya sering dijadikan tempat perkemahan. Rayap cenderung menyerang tegakan yang sudah terganggu, yang mana kondisi tegakannya sudah tidak sehat lagi. Menurut Pimentel (1981), bahwa keragaman jenis vegetasi merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya ledakan populasi dalam suatu komunitas. Selain itu Graham dan Knight (1965) menyatakan, bahwa di hutan alami jarang terjadi wabah penyakit karena kondisi ekologisnya membentuk keseimbangan alam hayati sehingga mampu mencegah populasi penyakit untuk mencapai tingkat yang merusak atau merugikan. Zulkaidah (2005) melaporkan, bahwa di Kebun Raya Unmul Samarinda frekuensi serangan rayap terbesar juga terjadi pada zone rekreasi, dibandingkan dengan zone konservasi dan koleksi. Prasetiyo dan Yusuf (2005), menyatakan faktor lain yang mempengaruhi besar kecilnya kerusakan yang diakibatkan oleh rayap adalah karakteristik habitat tumbuhan dan tingkat preferensi (kesukaan) rayap terhadap jenis tanaman tertentu. Rayap perusak pada vegetasi rehabilitasi biasanya lebih sering menyerang tanaman eksotik yang didatangkan dari luar daripada tumbuhan lokal yang umumya terdapat pada hutan alami, selain itu tanaman di dataran yang lebih rendah juga sering terserang rayap dibandingkan dengan tanaman di dataran tinggi.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
66
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
Aksesibilitas ke Bukit Besar sangat sulit dijangkau oleh pengunjung, sebab topografi areal vegetasi alami ini relatif tinggi dan terjal, sehingga vegetasinya tidak ada gangguan dari luar. Namun tingkat serangan rayap yang dikategorikan serangan ringan tidak hanya ditemukan pada vegetasi alami tetapi juga pada vegetasi rehabilitasi. Hal ini diduga karena famili yang ditemukan pada vegetasi alami relatif sama dengan vegetasi rehabilitasi, kecuali pada beberapa jenis eksotik yang ditemukan pada areal rehabilitasi. Menurut Soedjito (1998), hutan alami lebih stabil dan tahan terhadap gangguan luar daripada hutan tanaman jenis tunggal, juga tahan terhadap gangguan api, penyakit dan hama serangga, dengan adanya jenis yang beraneka ragam, memungkinkan banyak pula fauna yang bisa hidup di dalamnya. Beberapa jenis burung adalah pemangsa serangga perusak, sehingga kalaupun terjadi serangan hama tidak cepat tersebar luas. Famili yang terserang rayap pada kedua tipe vegetasi adalah Leguminosae, Moraceae, Myrtaceae, Olacaceae, Verbenaceae, Euphorbiaceae, Pinaceae, Guttiferae, Lauraceae, Rubiaceae, Meliaceae, Flacourtiaceae, Dipterocarpaceae, Elaeocarpaceae, Theaceae, Butaceae, Anacardiaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Rhaminaceae, Lecythidaceae dan Sterculiaceae. Namun lebih sedikit yang terserang dibanding jumlah tumbuhan yang tidak terserang sebagaimana tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Tumbuhan yang Tidak Terserang dan yang Terserang Rayap Menurut Famili Tumbuhan pada Dua Tipe Vegetasi yang Berbeda Vegetasi rehabilitasi Terserang Tidak Rayap Famili (batang) Terserang rayap (batang) Myrtaceae 13 119 Guttiferae 5 114 Euphorbiaceae 6 100 Sapindaceae 10 100 Lauraceae 4 94 Moraceae 15 69 Butaceae 1 68 Verbenaceae 8 65 Leguminosae 16 55 Anacardiaceae 1 51 Olacaceae 9 46 Rubiaceae 3 42 Sterculiaceae 0 38 Flacourtiaceae 2 36 Dipterocarpaceae 2 29 Elaeocarpaceae 2 24 Apocynaceae 1 21 Tiliaceae 1 18 Sapotaceae 1 15 Sonneratiaceae 0 12 Theaceae 2 12 Meliaceae 3 11 Zingiberaceae 0 10 Fagaceae 0 9 Pinaceae 6 8 Myrsimaceae 0 8 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
Vegetasi alami Terserang Tidak rayap terserang Famili (batang) rayap (batang) Dipterocarpaceae Myrtaceae Moraceae Lauraceae Guttiferae Euphorbiaceae Leguminosae Anacardiaceae Verbenaceae Elaeocarpaceae Zingiberaceae Butaceae Flacourtiaceae Sonneratiaceae Apocynaceae Theaceae Rubiaceae Sapindaceae Sterculiaceae Meliaceae Lytheraceae Lecythidaceae Casuarinaceae Myrsimaceae Rutaceae Olacaceae
4 6 2 1 1 10 3 1 4 2 0 0 0 0 0 0 0 4 3 2 0 1 0 1 0 0
115 105 96 88 84 82 82 75 59 32 32 30 30 30 29 29 28 28 27 21 20 16 12 12 11 10 67
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
Thymelaeaceae Compositae 0 9 0 7 Compositae Polypodiaceae 0 7 0 5 Rhaminaceae Sapotaceae 0 7 1 4 Vitaceae Tiliaceae 0 4 0 4 Caesalpiniaceae 0 3 Rosaceae 0 3 Simaroubaceae Caesalpiniaceae 0 2 0 2 Lecythidaceae Tiliaceae 0 6 1 2 Tumbuhan yang terserang rayap letaknya sangat dekat dengan aktivitas manusia dan juga kondisi batangnya sudah mengalami gangguan oleh serangan jamur sehingga rayap mudah menyerangnya. Hal ini berbeda dengan tumbuhan yang tidak terserang seperti pada tabel di atas yang menunjukkan bahwa kondisi famili-familinya kurang mendapat gangguan dari luar. Tumbuhan yang tidak terserang rayap hanya terdapat pada famili Zingiberaceae, Sonneratiaceae, Lytheraceae, Casuarinaceae, Myrsimaceae, Rutaceae, Fagaceae, Compositae, Polypodiaceae, Tiliaceae, Rosaceae, Caesalpiniaceae, Thymelaeaceae dan Vitaceae. Menurut Suratmo (1978), tinggi rendahnya derajat kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu jenis serangga perusak hutan terutama disebabkan oleh jumlah individunya. Bila jumlah serangga perusak hutan hanya beberapa ekor saja, maka kerusakan yang dapat ditimbulkan secara ekonomis tidak berarti, namun akan berarti jika jumlahnya naik secara terus menerus. Kedua tipe vegetasi rayap yang ditemukan relatif sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah tumbuhan yang tidak terserang, tetapi bila hal ini dibiarkan terus menerus maka rayap akan menyebar dan berkembang biak sehingga serangannya dapat meluas. Oleh karena itu, perlu upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh serangan rayap. 2. Stratifikasi Pertumbuhan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tumbuhan dengan stratifikasi yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tingkat pertumbuhan yang berbeda di vegetasi rehabilitasi meningkat sesuai dengan peningkatan dimensi batang dari tingkat pancang, tiang dan pohon, namun sebaliknya frekuensi dan intensitas tertinggi pada vegetasi alami ditemukan pada tingkat tiang dan terendah tingkat pancang. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi serangan rayap, dimana F.hitung (1,72) lebih kecil dari F.tabel (2,15) pada taraf 0,05. Hal ini terjadi karena kedua tipe vegetasi di Hutan Pendidikan Mandiangin memiliki jenis-jenis yang heterogen, baik pada tingkat pancang, tiang, maupun pohon sehingga tidak tampak pengaruh tingkat pertumbuhan terhadap frekuensi serangan rayap. Selanjutnya analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan tingkat pertumbuhan pada kedua tipe vegetasi berpengaruh signifikan terhadap intensitas serangan rayap., dimana F. hitung (2,47) lebih besar dari F.tabel (2,15) pada taraf 0,05. Dari hasil uji Beda Nyata Terkecil menunjukkan, bahwa intensitas serangan rayap tertinggi terjadi pada tingkat pohon (15,2) dan berbeda signifikan terhadap tingkat pancang (11,2), namun tidak berbeda signifikan dengan tingkat tiang (13,9). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap intensitas serangan rayap, di antaranya adalah kandungan selulosa, yang mana sumber makanan rayap tersebut banyak terdapat pada tingkat pohon (Nandika dkk., 2003). Selulosa merupakan komponen zat kayu yang terbesar dan utamanya terdapat pada tingkat pohon baik dari jenis kayu keras maupun jenis kayu lunak dengan kandungan 97 – 99 % (Fengel dan Wegener, 1995 dan SjostrÖm, 1995). Dengan tersedianya selulosa yang lebih banyak pada tingkat pohon maka diasumsikan bahwa sumber makanan rayap juga tersedia dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan tingkat pohon lebih disukai oleh rayap sehingga intensitas serangannya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat tiang dan pancang yang memiliki kandungan selulosa lebih sedikit. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
68
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
Diameter pohon yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pancang dan tiang juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingginya intensitas serangan rayap pada pohon. Selain menggunakan kayu sebagai sumber makanannya, rayap juga menggunakan kayu sebagai tempat hidupnya atau tempat berlindung dengan jalan menerobos bagian dalam dari kayu tersebut (Hasan, 1986). Untuk jenis rayap tanah, kayu merupakan sarang sekunder untuk beraktivitas dan menyembunyikan diri dari serangga-serangga predator selain sarang yang terdapat dalam tanah, sehingga dengan diameter pohon yang besar memberikan kesempatan pada rayap dalam mengambil makanan pada pohon tersebut. Suhu dan kelembapan juga merupakan faktor yang ikut berpengaruh terhadap kehadiran rayap, di mana pada vegetasi alami rata-rata suhu 28,24 oC dan pada vegetasi rehabilitasi 29,00 oC, sedangkan kelembapan udara berkisar 83.72 % dan pada vegetasi rehabilitasi 77.96 %. Rayap memiliki perkembangan yang optimum pada kisaran suhu 15 – 38 oC dan kelembapan udara 75 – 90 % (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Hal inilah yang mendukung perkembangan rayap di samping ketersediaan makanan yang cukup. Dengan demikian keberadaan rayap pada suatu pohon akan lebih lama sehingga menimbulkan kerusakan yang cukup berarti. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Di kawasan hutan pendidikan unlam mandiangin pada areal vegetasi rehabilitasi ditemukan 112 jenis tumbuhan yang terserang rayap dan 44 ditemukan di areal vegetasi alami. hasil identifikasi ditemukan rayap sebanyak 4 jenis dari 2 famili. jenis rayap tersebut adalah macrotermes sp. dan nasutitermes sp. famili dari termitidae, coptotermes sp. dan rhinotermes sp. famili dari rhinotermitidae. 2. Pada dua tipe vegetasi, frekuensi dan intensitas serangan rayap menunjukkan perbedaan signifikan, yang mana rata-rata frekuensi dan intensitas serangan pada vegetasi rehabilitasi lebih tinggi daripada vegetasi alami, namum secara umum kondisi tumbuhan masih dalam tingkat rusak ringan. 3. Untuk stratifikasi pertumbuhan pada dua tipe vegetasi, frekuensi serangan rayap tidak berbeda signifikan antara pancang, tiang dan pohon. tetapi intensitas serangan rayap menunjukkan perbedaan signifikan, yang mana intensitas serangan rayap tertinggi terjadi pada tingkat pohon dan berbeda signifikan terhadap tingkat pancang, namun tidak berbeda signifikan dengan tingkat tiang. 4. Tumbuhan yang tidak terserang rayap adalah jenis-jenis yang termasuk terdapat pada famili zingiberaceae, sonneratiaceae, lytheraceae, casuarinaceae, myrsimaceae, rutaceae, fagaceae, compositae, polypodiaceae, tiliaceae, rosaceae, caesalpiniaceae, thymelaeaceae dan vitaceae. B. Saran 1. Walaupun serangan rayap pada kedua tipe vegetasi tegakan masih dalam katagori serangan ringan, namun perlu diupayakan tindakan pengendaliannya supaya tidak meningkat. 2. Untuk keperluan rehabilitasi lahan diupayakan menaman tumbuhan yang resisten terhadap serangan rayap.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
69
IDENTIFIKASI RAYAP ….. (20) : 56 - 70
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1996. Panduan Praktik Kerja Lapang di Hutan Pendidikan Unlam Mandiangin. Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru, Banjarbaru. 43 h. Fengel. D. dan G. Wegener. 1995. Kayu (Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi). Terjemahan oleh H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 730 h. Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1976. Statistical Procedure for Agricultural Research. Institute of Los Banos, Laguna, Philippines. 215 h. Graham, S.A. and F.B. Knight. 1965. Principles of Forest Entomology. McGraw – Hill Book Company Inc., New York. 669 h. Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 259 h. Hasan, T. 1996. Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahannya). CV Yasaguna, Jakarta 103 h. Hidayah, D. R. 1999. Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 39 h. Khrisna dan F.M. Weesner. 1970. Biology of Termites. Volume II. Academic Press, New York. 643 h. Kusmana, C. dan Istomo. 1995, Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 190 h. Mardji, D. 2003. Identifikasi dan Penanggulangan Penyakit pada Tanaman Kehutanan. Dalam: Buku Ajar Pelatihan Teknik Rehabilitasi Hutan PT ITCIKU (M. Sutisna, D. Ruhiyat, M. Rachmat dan D. Mardji, Penyunting) h. 62-87. Pelatihan Bidang Perlindungan Hutan di PT ITCI Kartika Utama, Tanggal 10-22 Agustus 2003, Kenangan, Kabupaten Pasir. Nandika, D.; Y. Rismayadi dan F. Diba. 2003. Rayap, Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta. 216 h. Novizan. 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agro Media Pustaka, Depok. 124 h. Pimentel, D. 1981. Species Diversity and Insect Population Outbreaks. Ann. Entomol. Soc. Amer. 54 : 78-86. Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agro Media Pustaka, Depok. 63 h. SjÖstrÖm, E. 1995. Kimia Kayu (Dasar-dasar dan Penggunaan) Edisi ke-2. Terjemahan H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 390 h. Soedjito, H. 1986. Pendekatan Biologi Pengendalian Gangguan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Alam. Dalam: Prosiding Seminar Nasional: Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri h. 29-37. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia dan Departemen Kehutanan, Jakarta. Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 748 h. Suratmo. F.G. 1978. Diktat Ilmu Perlindungan Hutan (Forest Protection). Pusat Pendidikan Kehutanan. Direksi Perum Perhutani, Cepu. 171 h. Tambunan, B. dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. 130 h. Tarumingkeng, R.C. 1971. Biologi dan Pengendalian Rayap Kayu Indonesia, LPPK 138 : 28 h. Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 299 h. Zulkaidah. 2005. Identifikasi Rayap yang Menyerang Tumbuhan pada Zona Pemanfaatan yang Berbeda di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Tesis Program Magister Ilmu Kehutanan Unmul, Samarinda. 105 h.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2007
70