Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN MEI 2016
A. Monitoring Dinamika Atmosfer Mei 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/ dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Mei 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Mei 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat +0.09°C mengindikasikan kondisi normal dan El Nino telah berakhir. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang mulai bernilai positif +2.8 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi normal hingga awal Juni 2016, dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 terus mendingin dan bahkan diprediksi terjadi La Nina sekitar September 2016 mendatang.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 22 Mei 2016 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju negatif setelah sebelumnya berada pada kisaran normal pada Mei 2016. Indeks minggu terakhir Mei 2016 tercatat bernilai -0.53, hal ini menunjukkan ada sedikit kontribusi massa udara dari Samudera Hindia terhadap penambahan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode menjelang akhir Mei 2016 / awal Juni 2016.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Juni 2016 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO yang berdampak terhadap Indonesia terjadi sekitar periode 18 – 22 Mei 2016, yang cukup berdampak pada meningkatnya liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa bervariasi warna putih-ungu yang menunjukkan masih banyaknya liputan awan pada rata-rata Mei 2016. Pemusatan daerah liputan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jawa bagian Tengah dan Jawa bagian Barat.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Mei 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016
Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada awal hingga akhir Mei 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Mei 2016 menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Timuran. Memasuki akhir Mei 2016 monsun Timuran dari indeks AUSMI sama dengan kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi terus aktif memasuki Juni 2016 dan akan stabil seiring mulai meluasnya musim kemarau di Indonesia.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Mei (sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Mei 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama Mei 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali positif yang berarti didominasi angin dari Baratan yang menadakan melemahnya angin Timuran, bahkan seluruh Jawa hingga NTT, sedangkan komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi ini juga sebagai indikasi masih banyaknya hujan khususnya di Jawa selama Mei 2016.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Mei 2016 berkisar antara +0.5 hingga +1.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +1.0 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang mendukung pembentukan awan selama Mei 2016. Masih hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan selama Mei 2016 karena faktor lainnya yang kurang mendukung. Fluktuatifnya suhu permukaan laut tidak lepas dari pengaruh posisi semu matahari (pemanasan dari atas) dan sirkulasi yang sedang berlangsung dalam Samudera (pemanasan dari dalam).
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Mei 2016 (sumber: NOAA)
Gangguan Tropis Selama Mei 2016 tidak terdapat aktifitas gangguan tropis di wilayah Samudera Hindia Baratdaya Indonesia. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis dari Januari hingga Mei 2016 disajikan pada gambar di bawah. Dengan menggunakan data BMKG tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia dekat Indonesia, kejadian siklon tropis Mei mencapai 11% tertinggi kelima setelah Desember, namun selama Mei 2016 tidak terjadi siklon tropis dekat Indonesia.
Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Januari - Mei 2016, (Sumber: UNISYS)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Mei 2016 di Jawa Timur umumnya lebih rendah dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 65 – 76%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi anomali positif 6 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan normal bulan Mei, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Mei 2016 dimana dominan terjadi di wilayah Barat.
Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Mei 2016 dan Anomalinya pada level 850mb (Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca Pada awal hingga pertengahan bulan Mei 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya terjadi hujan dengan intensitas bervariasi ringan hingga sedang dengan pola angin dominan Timurlaut – Tenggara. Menjelang akhir Mei 2016 hujan berkurang. Secara spasial daerah dataran tinggi di bagian Barat hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah dataran rendah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan terjadi pada siang/ sore hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Mei tentunya mayoritas berada pada kondisi normal – atas normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal masih mengalami musim hujan dan masa peralihan musim pada bulan Mei. Namun Mei 2016 hanya Pesanggaran dan Tegaldlimo yang hujannya Atas Normal. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal. B. Pantauan kondisi cuaca bulan Mei 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptik selama bulan Mei 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah bervariasi (Timurlaut – Barat) dengan kecepatan 2 – 13 knots, kondisi cuaca cerah, berawan - hujan ringan hingga hujan lebat yang tidak merata. Hujan lebat terjadi di kecamatan Banyuwangi kota pada 31 Mei 2016 dan. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 1, 3 dan 15 Mei 2016 dari Timur - Barat dengan kecepatan 13 knots, suhu tertinggi terjadi pada 5, 7 dan 8 Mei 2016 sebesar 33.8 ºC dan suhu terendah terjadi pada 31 Mei 2016 sebesar 23.8 ºC. Curah hujan tertinggi 51.3 mm terjadi pada 31 Mei 2016. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Mei 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. 5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Mei 2016 NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI MEI 2016
NORMAL MEI [1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
27.3 ºC
27.0 ºC
2
Temperatur maksimum
32.8 ºC
32.5 ºC
3
Temperatur minimum
25.4 ºC
21.6 ºC
4
Temp. maks. absolut
33.8 ºC
33.5 ºC
5
Temp. min. absolut
23.8 ºC
19.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1010.8 mb
1009.9 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.5 kt
2.0 kt
8
Arah Angin terbanyak
180 °
180°
9
Kelembaban rata-rata
78 %
79 %
10
Curah hujan
11
Jumlah hari hujan
104.8 mm
93 mm
14 hari
11 hari
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016
Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Mei 2016 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama Mei 2016 mencapai 153.7 mm dengan rata-rata harian 5.0 mm, penguapan tertinggi 8.0 mm terjadi pada 2 Mei 2016. Penyinaran matahari rata-rata Mei 2016 mencapai 84 %, minimal 9 % terjadi pada 31 Mei 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Mei 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.9 mb pada 23 Mei 2016 dan terendah 1008.3 mb pada 12 Mei 2016. Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) Mei 2016 adalah 76 % dengan RH tertinggi 89 % pada 21 Mei 2016 dan RH terendah 61 % pada 19 Mei 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi yaitu dari arah Timurlaut – Barat. Arah angin dominan dari Selatan dengan kecepatan angin dominan 3 - 7 knots. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Mei 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Mei 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Mei 2016 berada pada masa musim kemarau kondisi cuaca dominan cerah – berawan, namun sempat pula terjadi hujan sedang - lebat. Kejadian hujan lebat terjadi pada 31 Mei 2016 dengan jumlah hujan 98.5 mm. 8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Curah hujan selama Mei 2016 mencapai 125.6 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 74 %. RH tertinggi 98 % tanggal 28 dan 31 Mei , RH terendah 52 % tanggal 4 , 7 d a n 2 3 Mei 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1009.9 mb, tertinggi 1014.5 mb dan terendah 1005.5 mb. Suhu rata–rata 30.3 °C dengan suhu maksimum absolut 34.4 °C pada 4, 14, 18 dan 26 Mei. Suhu minimum absolut 23.0 °C pada 24, 25 dan 28 Mei 2016. Arah angin bervariasi yaitu dari Timur – Selatan, angin dominan dari Tenggara dengan kecepatan 3 – 15 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 43.5 % berkisar antara 3 - 7 knot. Kecepatan angin tertinggi 21 knots yang terjadi pada 31 Mei 2016 dari arah Barat.
Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi Mei 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Mei 2016 angin dominan dari arah Timurlaut dengan kecepatan angin bervariasi calm – 16.7 knots ( 0 – 31 Km/Jam). Suhu berkisar antara 24.5 – 32.4 °C dan Kelembaban Udara Relatif 66.4 – 100 %. Kondisi cuaca umumnya Berawan. Kejadian hujan intensitas sedang (37.8 mm) terjadi pada 10 Mei 2016. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :
Gambar 11. Grafik Parameter Cuaca Penyebrangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 E. Analisis Hujan Mei 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Mei 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut .
Curah hujan tertinggi 521 mm terjadi di Kalibaru dengan 13 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 20 mm terjadi di Bajulmati dengan 2 hari hujan saja.
Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Mei 2016 dan Sifat Hujan Mei 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Mei 2016 mengalami curah hujan bervariasi 20 - 521 mm sebagai dampak interaksi faktorfaktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya sebagian wilayah yang sifat hujannya Bawah Normal - Normal. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan hujan yang memang didominasi terjadi di wilayah Banyuwangi bagian Selatan dan wilayah Dataran tinggi sebelah Barat selama Mei 2016. Tingginya curah hujan pada moyoritas wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena-fenomena interaksi laut-atmosfer yang mempengaruhi curah hujan Banyuwangi selama Mei 2016. 11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Mei 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Mei 2016 sudah mulai mengalami penurunan hujan karena Mei secara normal merupakan musim kemarau di sebagian wilayah dan masa peralihan musim di wilayah lainnya. Sementara itu di Kalipuro sudah 31 - 60 hari tidak terjadi hujan berturut-turut hingga akhir Mei 2016. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa secara normal musim kemarau akan diawali dari pesisir Timur Laut Banyuwangi.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 II. PROSPEK CUACA BULAN JUNI 2016 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Juni 2016 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode El Nino telah berakhir pada Mei 2016. Memasuki Juni hingga Agustus 2016 diprediksi kondisi kembali normal sehingga tidak ada pengurangan/penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak fenomena di Samudera Pasifik. Memasuki September 2016 diprediksi La Nina intensitas lemah akan berlangsung hingga Oktober 2016 yang tentunya hal ini akan berdampak pada bertambahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi netral / normal hingga Oktober 2016, kondisi ini juga mengindikasikan bahwa tidak ada suplai uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia maupun sebaliknya. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Juni – Juli 2016 umumnya SST perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi bertambah hangat meluas ke bagian utara, kecuali sekitar perairan Papua relatif normal. Agustus – Oktober 2016 umumnya SST perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi bertambah hangat meluas ke bagian utara, sedangkan perairan Sumatera bagian Barat meluruh mendekati normal. Nopember 2016 SST perairan Indonesia bagian selatan dan sekitar Sulawesi, Maluku dan Papua diprediksi bertambah hangat meluas ke bagian utara, Papua Maluku, sedangkan perairan Sumatera dan Kalimantan bagian Barat meluruh mendekati normal. Pola SST kondisi La Nina sudah terlihat jelas mulai Bulan Juni, dimana Pasifik timur dan tengah mendingin sedangkan di Perairan Indonesia menghangat. Madden Julian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Juni 2016 diprediksi berada pada fase 6 hingga 8 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Juni 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rataratanya. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Juni mulai didominasi terjadi di Belahan Bumi Utara seiring pergerakan semu matahari menuju Utara, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai stabil dan akan berdampak berkurangnya hujan di wilayah hujan berpola hujan monsun. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan Juni musim kemaraunya akan meluas, sedangkan sebagian kecil wilayah lainnya masih berada pada masa peralihan musim, dengan akumulasi curah hujan bulanan mayoritas dibawah kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah hujannya sama dengan kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016
Gambar 14. Prediksi El Nino, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber:BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Juni – Agustus 2016 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Juni 2016 hingga Agustus 2016 diprakirakan sebagai berikut: Juni 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 200 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal – Normal
Juli 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 200 mm
Sifat Hujan : Normal – Atas Normal
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 Agustus 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 150 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal – Atas Normal
Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Juni, Juli dan Agustus 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir Juni 2016 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Juni 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir menengah karena memasuki bulan Juni 2016 sebagian besar wilayah telah memasuki musim kemarau.
Gambar 16. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Juni 2016 (Sumber:BMKG)
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI JUNI 2016 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Juni 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :
IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Mei 2016 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Mei 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM MEI 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/iklim Ekstrim Bulan Mei 2016 Banyuwangi KRITERIA Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam
KETERANGAN Tidak Ada
Suhu udara > 35˚ C
Tidak Ada
Suhu udara < 15˚ C
Tidak Ada
Kelembaban udara < 30 %
Tidak Ada
Curah Hujan > 100 mm / hari
Tidak Ada
Tanah Longsor
Tidak Ada
Banjir
Tidak Ada
Puting beliung / Waterspout
Tidak Ada
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold 18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan 19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2016 jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties--20