SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN
BAB X CUACA DAN IKLIM
Dr. Wahyu Surakusuma, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB X. CUACA DAN IKLIM
Kompetensi Utama:
Profesional
Kompetensi Inti Guru:
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
Kompetensi Dasar:
Dapat Perbedaan antara cuaca dan iklim. Dapat menganalisis pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tanaman
A. PENGERTIAN CUACA DAN IKLIM Cuaca adalah kondisi atmosfer yang berlangsung dalam waktu yang singkat dengan kurun waktu yang sempit, sedangkan Iklim adalah keadaan atmosfer yang berlangsung dalam waktu yang lama dan dalam cakupan wilayah yang luas.. Perbedaan iklim di bumi disebabkan oleh adanya pengaruh rotasi dan revolusi bumi serta perbedaan letak lintang. Berdasarkan definisi tersebut, antara cuaca dan iklim hanya berbeda dalam hal waktu dan wilayah cakupan. Karena cuaca dan iklim merupakan fenomena atmosfer, maka tidak ada perbedaan antara unsur-unsur dari cuaca dan iklim itu tersebut. “Suatu parameter yang dapat diukur, bisa berubah-ubah dan yang berperan langsung dalam proses kejadian cuaca atau iklim itu sendiri” Unsur-unsur cuaca dan iklim meliputi: 1. Suhu Udara. Matahari adalah sumber panas utama bagi bumi dan atmosfernya. Namun, panas matahari yang sampai ke permukaan bumi berbeda-beda di setiap tempat. Hal ini menyebabkan suhu udara di setiap tempat berbeda-beda pula. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan suhu udara, antara lain sebagai berikut: a. Sudut Datang Sinar Matahari Kita tentu sudah mengetahui bahwa bumi itu berbentuk bulat. Dalam bentuk yang demikian sudut datang sinar matahari ke setiap daerah di bumi tidak sama karena terkait dengan letak lintang suatu wilayah. Sudut datang sinar matahari di wilayah yang berbeda di lintang rendah lebih besar daripada di wilayah yang berada di lintang tinggi. Oleh karena itu, di daerah khatulistiwa suhunya lebih tinggi daripada di daerah 1
subtropis dan kutub. Sudut datang sinar matahari adalah sudut yang dibentuk oleh arah datangnya sinar matahari pada permukaan bumi. Berdasarkan hasil pengamatan, fluktuasi suhu tahunan berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lain. Karena suhu udara berkaitan dengan lintang bumi, fluktuasi suhu udara di permukaan bumi dapat dibedakan menjadi tiga pola sebagai berikut: b. Pola Khatulistiwa Fluktuasi temperatur tahunan di daerah khatulistiwa itu kecil, lebih kecil daripada fluktuasi temperatur harian. Pola khatulstiwa mempunyai dua maksimum dan dua minimum, yaitu poda saat matahari berada di atas suatu daerah dan pada saat berada di garis balik. c. Pola Daerah Sedang Fluktuasi temperatur tahunan di daerah ini besar, lebih besar daripada fluktuasi temperatur harian. Fluktuasi temperatur ini akan lebih besar jika suatu daerah terletak di tengah benua dan akan lebih kecil jika berdekatan dengan laut. Dalam pola ini ada satu maksimum dan satu minimum. d. Pola Daerah Kutub Fluktuasi temperatur tahunan di wilayah kutub sangat besar. Pola ini hanya mempunyai satu maksimum dan satu minimum. e. Lama Penyinaran Matahari Lamanya penyinaran matahari di khatulistiwa sebenarnya diukur selama 12 jam sejak matahari terbit hingga terbenam. Namun, dengan adanya faktor penghalang misalnya pohon dan bangunan tinggi, pengukuran tersebut sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, di Indonesia lamanya penyinaran matahari diukur selama 8 jam mulai dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00. Lamanya penyinaran matahari biasanya dinyatakan dalam satuan jam dan persen (%). Dengan demikian lamanya penyinaran matahari = 100% jika matahari menyinari suatu daerah selama 8 jam dan berarti di daerah tersebut langit cerah atau tidak tertutup awan. Lamanya penyinaran matahari diukur dengan menggunakan alat Campbell Stokes/Heliograf. Campbell Stokes/Heliograf dipasang dengan ketinggian 125 cm di atas permukaan tanah. Campbell Stokes/Heliograf terdiri atas bola gekas padat dengan diameter 4 inchi (10,1 cm) yang dipasang di dalam bidang lengkung. Dengan demikian sinar matahari dapat dikumpulkan pada satu titik. Sinar itu akan membakar kertas pias yang dipasang pada alat tersebut sehingga membentuk tanda yang menunjukkan lamanya penyinaran matahari. 2
f. Ketinggian Tempat Kita tentu pernah merasakan perbedaan suhu udara di daerah dataran rendah dengan daerah dataran tinggi atau pegunungan. Suhu udara di daerah dataran rendah lebih tinggi daripada di daerah dataran tinggi atau pegunungan. Keadaan tersebut sesuai dengan karakteristik atmosfer, terutama pada lapisan troposfer, yaitu setiap kenaikan 100 meter suhu udaranya turun 0,5 °C. g. Kejernihan Atmosfer Kejernihan atmosfer mempengaruhi besarnya panas matahari yang sampai ke permukaan bumi. Hal ini disebabkan gas-gas di dalam atmosfer berpengaruh terhadap pemantulan dan penghamburan sinar matahari. Di daerah yang atmosfernya kotor hanya menerima panas secara langsung dalam jumlah sedikit, sedangkan di daerah yang tidak berawan akan menerima panas secara langsung dalam jumlah yang banyak. h. Jarak Ke Laut Suatu tempat yang dekat dengan laut atau danau suhu udara rata-rata hariannya tinggi, sedangkan tempat yang jauh dengan laut atau danau suhu udara rata-rata hariannya rendah keadaan tersebut dipengaruhi oleh sifat air dan tanah (daratan) dalam menerima panas. Air lebih lambat menerima dan melepaskan panas, sedangkan daratan lebih cepat dalam menerima dan melepaskan panas. Pengukuran suhu udara pada saat tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan termometer, sedangkan suhu rata-rata
harian
diukur
selama
satu
hari
(siang
dan
malam)
dengan
thermometer/termograf. Jasil pencatatannya disebut termogram. i. Tekanan Udara Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan udara setiap satuan luas bidang datar dari permukaan bumi sampai batas atmosfer. Makin tingi suatu tempat makin rendah tingkat kerapatan udaranya. Oleh karena itu, tekanan udara makin ke atas makin rendah. Sebaran tekanan udara suatu daerah dapat digambarkan dalam tampilan peta yang ditunjukan oleh garis isobar. Isobar adalah garis yang menghubungkan tempattempat yang mempunyai tekanan udara yang sama pada saat yang sama pula. j. Angin Arah AnginAngin adalah udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Adapun penyebab perbedaan tekanan udara adalah intensitas panas matahari. Udara yng terkena panas matahari akan mengambang sehingga tekanan udara menjadi rendah, sedangkan daerah yang tidak mendapat sinar matahari tekanan udaranya tinggi. Oleh karena itu, udara 3
bergerak dari daerah yang bertekanan udara tinggi menuju daerah yang bertekanan udara rendah. Di permukaan bumi daerah yang mempunyai tekanan udara rendah adalah di daerah khatulitiwa karena selalu mendapatkan sinar matahari. Adapun di daerah kutub utara dan kutub selatan tekanan udaranya lebih tinggi. Oleh karena itu, aliran udara bergerak dari daerah kutub menuju khatulistiwa. Hubungan antara tekanan udara dengan arah angin dinyatakan dalam Hukum Boys Ballot “Bahwa udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah”. Arah angin akan membelok ke kanan di Belahan Bumi Utara (BBU) dan membelok ke kiri di Belahan Bumi Selatan (BBS). k. Kecepatan Angin Besar kecilnya kecepatan angin ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut. l. Besar kecilnya gaya gradien barometrik. Gaya gradien barometrik adalah besarnya perbedaan tekanan udara antara 2 isobar yang berjarak 11 km dan dinyatakan dalam milibar (mb). Makin besar perbedaan tekanan udara tersebut, maka akan makin cepat angin itu bergerak. m. Banyak sedikitnya hambatan. Faktor yang dapat menjadi hambatan gerakan angin antara lain relief permukaan bumi, gedung-gedung (bangunan), dan pohon-pohon. Makin banyak rintangan yang menghalangi laju gerakan angin, makin lambat gerakan angin tersebut.
2. Kelembaban Relatif Kelembapan relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung udara dan jumlah uap air maksimum (jenuh) di dalam udara pada temperatur dan tekanan udara yang sama. Kelembapan relatif dinyatakan dalam persen. Kelembapan relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.RH=e/es x 100% Dimana: RH = kelembapan relatif (Relative Humidity) e = kandunga uap air yang ada es = Tingkat kejenuhan untuk menampung aiMisalnya di dalam udara 1 m³ pada suhu 24° C mengandung 6 gram uap air, sedangkan tingakat kejenuhan 8 gram uap air. Kelembapan relatifnya adalah: 6/8 x 100%=75% 3. Kelembaban Mutlak
4
Kelembapan mutlak adalah jumlah uap air per satuan volume udara dan dinyatakan dalam g/m³ udara. Kelembapan absolut tidak umum dipakai dalam perhitungan karena dapat berubah-ubah akibat perubahan suhu udara. 4. Curah Hujan (Rainfall) Curah hujan adalah partikel hydrometeor yang jatuh dari atmosfer yang sampai ke permukaan bumi dalam bentuk air, salju ataupun es Satuan yang dipakai untuk curah hujan adalah milimeter (mm)Curah Hujan 1 mm? “Air hujan yang yang tertampung (tidak Menguap, Mengalir, dan Meresap) pada suatu wilayah dengan luasan 1 m² pada tempat yang datar dengan tinggi air 1 mm atau tertampung air sebanyak 1 liter” Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah Penakar hujan manual tipe Observatorium dengan gelas ukur milimeter serta Penakar hujan otomatis tipe Hillman.
B. Faktor Pengendali Iklim Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim merupakan rerata cuaca. Iklim yang terdapat di suatu daerah atau wilayah tidak dapat dibatasi hanya oleh satu analisir iklim tetapi merupakan kombinasi berbagai anasir iklim ataupun cuaca. Untuk mencari harga rerata tergantung pada kebutuhan dan keadaan. Hal yang penting adalah; untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal, yaitu harga rerata cuaca selama 30 tahun. Angka 30 tahun merupakan persetujuan internasional. Iklim suatu daerah disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, sehingga hampir tidak mungkin dua tempat yang berbeda mempunyai iklim yang identik. Sebetulnya tidak terbatas jumlah iklim di permukaan bumi ini yang memerlukan penggolongan dalam suatu kelas atau tipe. Perlu diketahui bahwa semua klasifikasi yang ada merupakan buatan manusia sehingga masing-masing ada kebaikannya dan keburukannya. Satu hal yang penting adalah persamaan tujuan yaitu berusaha untuk menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya, menjadi golongan yang jumlahnya relatif sedikit yaitu kelas-kelas yang mempunyai sifat yang penting dan bersamaan. Iklim di suatu negara tidak selalu sama, melainkan selalu berbeda antara negara satu dengan lainnya, hal demikian mampu menyebabkan perbedaan dalam bidang proses alami, perkembangan dan kehidupan biologis. Sehingga, perbedaan iklim antara negara dapat berpengaruh kepada: proses pembentukan tanah, pelapukan batuan, kesuburan lahan pertanian, jenis tanaman budidaya, erosi, dan sedimentasi. Perbedaan iklim ditentukan oleh 5
faktor pengendali iklim negara bersangkutan dan keberadaan kuantitas dan kualitas unsurunsur atau elemen-elemen iklim di setiap negara, yang rentan sekali mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pengaruh pengendali iklim sifatnya tetap/permanen, sedang pengaruh elemen-elemen iklim bersifat tidak tetap/remanen. Baik pengendali iklim dan elemen iklim merupakan faktor utama sebagai penentu iklim bagi negara. Perbedaan iklim di setiap negara banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya lokasi negara, kedudukan matahari, luas darat dan luas laut, topografi, dll. Faktor-faktor itu biasa disebut pengendali iklim. Pengendali iklimdapat mengatur keberadaan unsur-unsur atau elemen-elemen iklim di suatu wilayah. Ada dua faktor pengendali iklim, yaitu: 1. Faktor Luar Bumi Faktor pengendali iklim dari luar bumi ialah matahari. Sinar matahari adalah sebagai sumber panas atau energi bagi bumi. Panas matahari atau energi mampu mempengaruhi keberadaan dan perkembangan terhadap: angin, awan, hujan, temperatur, tekanan udara, dll. Kedudukan matahari terhadap bumi atau sebaliknya, sepanjang tahun tidak sama, tetapi selalu bergeser. Hal ini dapat terjadi karena rotasi dan revolusi oleh bumi terhadap matahari, sehingga luasan daerah di bumi yang mendapat energi selalu berubah, baik kuantitas, kualitas, dan lama waktunya. Kedudukan matahari terhadap bumi berpengaruh besar bagi pembagian daerah iklim di bumi.
2. Faktor Dalam Bumi Faktor pengendali iklim dari dalam bumi ditentukan oleh manusia dan faktor fisis daerah bersangkutan. Pengendali iklim oleh manusia tidak banyak merubah keadaan dan perkembangan iklim, tetapi hanya mampu memperkecil pengaruh iklim, seperti membuat hujan buatan. Keadaan fisis daerah yang berperan sebagai pengatur iklim adalah: a. Garis Lintang b. Bentuk muka bumi c. Topografi d. Daerah tekanan udara e. Permukaan tanah f. Luas darat dan laut
6
C. KLASIFIKASI IKLIM Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan penggunaan klasifikasi iklim adalah : Tujuan klasifikasi iklim dibuat untuk : pertanian, kelautan, pernerbangan dll, Luas cakupan wilayah klasifikasi iklim : makro, meso, dan mikro. Ada tiga klasifikasi iklim yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain : 1. Koppen digunakan untuk iklim pada tumbuhan/vegetasi 2. Schmidth-Ferguson digunakan untuk iklim kehutanan dan perkebunan. 3. Oldeman digunakan untuk iklim lahan pertanian pangan.
1. Klasifikasi Schmidt - Fergusson Schmidt dan Fergusson menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan bulan kering. Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri untuk Indonesia. Schmidt dan Fergusson mendapatkan bulan basah dan bulan kering bukan mencari harga rerata curah hujan untuk masing-masing bulan tetapi dengan cara tiap tahun adanya bulan basah dan bulan kering dihitung kemudian dijumlahkan untuk beberapa tahun kemudian direrata. Hal ini mengingat, jika digunakan harga rerata masing-masing bulan adanya bulan basah dan bulan kering yang tiap tahun bergeser kemungkinan sekali tidak nampak pada harga rerata bulan basah. Q = Jumlah rerata bulan kering dan bulan basah didapat dari data hujan seluruh Indonesia antara tahun 1921 – 1940 dengan menghilangkan tempat-tempat yang mempunyai data sepuluh tahun.
Berdasarkan besarnya nilai Q, Schmidt dan Fergusson menentukan tipe hujan . Tabel 1. Klasifikasi iklim Schmidt Ferguson
7
2. Klasifikasi Koppen Dasar klasifikasi Koppen adalah rerata curah hujan dan temperatur bulanan maupun tahunan. Tanaman asli dilihat sebagai kenampakan yang terbaik dari keadaan iklim sesungguhnya, sehingga batas iklim ditentukan dengan batas hidup tanaman. Koppen mengenalkan bahwa daya guna hujan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak tergantung pada hanya jumlah hujan tapi juga tergantung pada intensitas evaporasi yang menyebabkan hilangnya air yang cukup besar, baik dari tanah maupun dari tanaman.. Hubungan intensitas evaporasi dan daya guna hujan ditunjukkan dengan hubungan antara hujan dan temperatur. Misalnya: jumlah hujan yang sama yang terjadi di daerah iklim panas atau terpusat pada musim panas yang berarti evaporasi besar, adalah kurang bagi tanaman daripada yang jatuh di daerah beriklim sejuk. Walaupun demikian metode untuk mengukur daya guna hujan ini tidak begitu memuaskan. Koppen menggunakan simbol-simbol tertentu untuk mencirikan tipe iklim. Tiap tipe iklim terdiri dari kombinasi dan masing-masing huruf mempunyai arti sendiri-sendiri. Koppen membagi bumi dalam 5 kelompok iklim, yaitu : a. Iklim Hujan Tropika (Tropical Rainy Climates) Iklim ini diberi simbol A. Daerah yang mempunyai temperatur bulan terdingin lebih besar daripada 18°C (64°F) termasuk iklim ini yang dibagi menjadi beberapa tipe iklim, yaitu: 1) Tropika Basah (Af) Daerah yang termasuk tipe iklm ini harus memenuhi syarat di atas dan daerah bulan terkering hujan rerata lebih besar dari 60 mm. 2) Tropika Basah (Am) Jumlah hujan pada bulan-bulan basah dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering. Tipe ini memiliki bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering. Bulan-
8
bulan kering dapat diimbangi oleh bulan basah, sehingga pada daerah-daerah yang demikian basah terdapat hutan yang cukup lebat.
3) Tropika Basah Kering (Aw) Jumlah bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering sehingga vegetasi yang ada adalah padang rumput dengan pepohonan yang jarang. b. Iklim Kering (dry climate) 35% of Earth's land surface , evaporation exceeds precipitation 1) Iklim steppe (Bs) : desert / precipitation < 1/2 evaporation 2) Iklim padang pasir (Bw) : precipitation > 1/2 evaporation c. Iklim sedang (humid mesothermal climate) 27% of Earth's total surface area , 55 % of world's population , Warmest month > 50 degrees F, Coldest month > 32 degrees F but < 64.4 degrees F 1) Iklim sedang dengan musim panas yang kering (Cs – dry summer subtropical climate) : Dry summer / "Mediterranean" 2) Iklim sedang dengan musim dingin yang kering (Cw) : winter dry period 3) Iklim sedang yang lembab (Cf) : no dry season / all months > 1.2 in. precip. d. Iklim dingin (humid microthermal climate) 21% of Earth's land surface (7% total surface) , warmest month > 50 deg F , coldest month < 32 deg F , great variability in temperature , snow climates , only in mountains in the southern hemisphere 1) Iklim dingin dengan musim dingin yang kering (Dw) : dry winter 2) Iklim dingin tanpa pernah kering (Df) : no dry period e. Iklim kutub (polar) warmest month below 50 degrees F 1) Iklim tundra (Et) : tundra and ice cap 2) Iklim es- salju abadi (Ef) : cold, ice climates
3. Klasifikasi Oldeman Sistem klasifikasi iklim menurut Oldeman digunakan terutama pada lahan padi sawah lahan kering. Atas dasar pertimbangan bahwa curah hujan lebih besar atau sama dengan 200 mm per bulan dianggap cukup untuk usaha padi sawah, sedang untuk tanaman palawija curah 9
hujan minimal 100 mm per bulan dianggap cukup. Umur padi sawah diperkirakan cukup selama 5 bulan. Oldeman membagi beberapa zone agroklimat seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi iklim menurut Oldeman
D. PENGARUH CUACA, IKLIM dan TANAMAN 1. Pengaruh iklim dalam produksi tanaman. Hasil suatu jenis tanaman bergantug pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Dari faktor lingkungan, maka faktor tanah merupakan modal utama. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan. Lang membedakan tanah menjadi 2 tipe yaitu : a. Climate Soil tipe, adalah tanah yang pembentukannya dipengaruhi oleh hujan dan temperatur. Lang membuat istilah yang disebut dengan faktor hujan dengan rumus : R =r/t dimana R: faktor hujan r: curah hujan tahunan t : temperatur Untuk faktor hujan Lang mengambil batasan R=40, untuk daerah kering dimana nilai R kurang dari 40 tanaman akan tumbuh kurang baik karena pembentukan zat organik kurang. Apabila R lebih dari 40 kemungkinan produksi zat organik akan lebih besar. Saat R=120 berarti tanah tersebut bertipe optimal bagi pertumbuhan. Namun apabila R lebih dari 120 maka akan terjadi humus yang berlebihan, akibatnya akan terbentuk gambut. 10
b. Aclimate Soil type, adalaah tanah yang pembentukannya bukan disebabkan oleh faktor iklim, melainkan keadaan batuan. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap tanah adalah hujan. Air hujan akan mengikis bagian top soil tanah yang merupakan bagian tanah yang subur. Apabila bagian top soil dibiarkan terkikis terus menerus, maka lapisan ini akan hilang dan yang tampak adalah lapisan bagian bawahnya, yang dikenal denga sub soil. Sub soil ini merupakan lapisan di bawahnya yang kurang subur, masih mentah, di mana mikroorganismenya sudah hilang sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan yang memakan waktu cukup lama untuk menjadi produktif kembali (antara 2-5 tahun). Pada tanah yang memiliki land slope 5%-10% gejala-gejala erosi pada top soil bisa terjadi. Sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan praktis untuk mempertahankan produktivitasnya. Misalnya dengan melakukan penanaman menurut kontur dan cross slope seeding of legumes. Pada tanah yang yang memiliki land slope yang lebih curam yaitu antara 15%-25% yang menurut penelitian lapisan top soilnya hampir seluruhnya terhanyutkan makam perlu dibuatkan sengkedan dan drinage yang baik agar saat hujan deras pengikisan lapisan top soilnya dapat dikurangi. Selanjutnya tanah yang memiliki land slope antar 25%-35%, yang berdasarkan penelitian bagian top soil-nya telah tererosi hebat, kandungan kelembabannya sangat dipengaruhi angin kencang, akan tetapi dalam batas-batas tertentu masih dapat ditanami misalnya :tanaman yang tumbuhnya rapat, rumput-rumputan atau jenis makanan ternak. Dengan membiarkan jenis rerumputan tumbuh didaerah ini, kemungkinan lapisan permukaan akan sedikit demi sedikit terbentuk kembali. Tanah yang memiliki land slope melebihi 40% sebaiknya dipelihara sebagai tanah-tanah hutan, ditanami dengan tanaman keras sedang ground cover crops-nya seperti rerumputan dan semak belukar, dengan cara ini erosi dapat dihambat. Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami, cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Junghuhn mengklasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan Pembagian daerah iklim tersebut adalah: 1. Daerah panas/tropis Tinggi tempat : 0 – 600 m dari permukaan laut. 11
Suhu : 26,3o C – 22o C. Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat. 2. Daerah sedang Tinggi tempat : 600 m – 1500 m dari permukaan laut. Suhu : 22o C – 17,1o C. Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran. 3. Daerah sejuk Tinggi tempat : 1500 – 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 17,1o C – 11,1o C. Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran. 4. Daerah dingin Tinggi tempat : lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 11,1o C – 6,2o C. Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya. Di Indonesia, perhatian dan kerjasama antara para ahli klimatologi dengan ahli pertanian semakin meningkat terutama dalam rangka menunjang produksi tanaman pangan. Daya hasil beberapa tanama pangan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat. Perbedaan ini disebabkan oleh pemakaian teknologi tinggi dan pengelolan yang baik. Penigkatan produksi tanaman pangan selain dengan panca usaha tani juga dilakukan dengan pemanfaatan iklim. Namun sekarang penyimpangan-penyimpangan terhadap iklim sering terjadi. Pengalaman menunjukkan bahwa secara temporer berbagai bentuk penyimpangan iklim telah sering mengancam sistem produksi pertanian. Ancaman tersebut tidak saja menyebabkan gangguan produksi, tetapi juga menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Peristiwa kekeringan tahun 1994 dan 1997 merupakan yang terburuk selama abad 20. Luas areal pertanian di Indonesia yang mengalami kekeringan mencapai 161.144 sampai 147.126 ha yang mengakibatkan penurunan produksi beras nasional secara signifikan dan pemerintah kembali harus mengimpor beras sekitar 5 juta ton. Kerawanan sosial sebagai dampak lanjutan dari kekeringan ini akan semakin memberatkan manakala periode ulang El Nino meningkat menjadi 2-3 tahun satu kali. Di dalam 18 dari 28 tahun panenan (1955-1982), banjir atau kemarau panjang merupakan penyebab utama dari kegagalan panen di Indonesia (Baradas, 1984). Langkahlangkah yang lazim diambil untuk mengatasi masalah ini adalah dengan merangsang hujan, meramal hujan atau memperbaiki jenis-jenis tanaman. Tetapi pada musim kemarau 12
pembentukan awan sangat sedikit dan massa udara kering, sehingga sulit untuk dilakukan hujan buatan. Sedangkan ramalan hujan hanya memberikan informasi mengenai waktu terjadinya hujan, padahal tumbuhan memerlukan air dengan jumlah dan saat yang tepat. Jenis padi yang tahan banjir dan kemaraupun hanya tidak dapat memberikan hasil yang besar dan itupun kalau banjir tidak menghanyutkan atau kemaru tidak membuatnya kering. 1. Suhu Suhu udara dan tanah mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum dan maksimum yang berbeda-beda untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Gandum dalam musim dingin tahan berada dalam kondisi suhu nisbi rendah dan dan dapat bertahan dalam suhu beku selama periode musim dingin. Tanaman tropis misalnya coklat memerlukan suhu tinggi sepanjang tahun. Batas atas suhu yang mematikan aktivitas sel-sel tanaman berkisar antara 1200 sampai 1400 F tetapi nilai ini beragam sesuai dengan jenis tanaman dan tingkat pertumbuhannya. Suhu tinggi tidak mengkhawatirkan dibandingkan suhu rendah dalam menahan pertumbuahan tanaman asal persediaan air memadai dan tanaman dapat menyesuaikan terhadap daerah iklim. Dalam kondisi suhubyang sangat tinggi, pertumbuhan terhambat bahkan terhenti tanpa menghiraukan persediaan air, dan kemungkinan keguguran daun atau buah sebelum waktunya. Bencana terhadap tanaman pangan biasanya berasal dari keadaan kering yang sangat panas dan angin yang mempercepat penguapan dan mengakibatkan dehidrasi jaringan tanaman. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor pentinga dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah sebaliknya padi di daereah bersuhu tinggi. Ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan sebagai kendali pada usaha pengembangan tanaman padi di daerah-daerah yang mempunyai dataran tinggi. Sebagian besar padi unggul dapat berproduksi dengan baik sampai pada ketinggian 700 dpl, demikian juga tanaman kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Suhu udara rata-rata yang tinggi baik untuk tanaman seperti kacang tanah dan kapas. Sedangkan gandum, kentang dan tomat dapat ditanam di dataran tinggi dengan suhu yang lebih rendah. Jenis tanaman yang tahan kekeringan diantaranya ubi kayu, wijen, kacang tanah, kacang hijau dan semangka.
13
2. Air Air adalah faktor yang lebih penting dalam produksi tanaman pangan dibandingakan dengan faktor lingkungan lainnya. Tanaman pangan memperoleh persediaan air dari akar, itu sebabnya pemeliharaan kelembaban tanah merupakan faktor yang penting dalam pertanian. Jumlah air yang berlebih dalam tanah akan mengubah berbagai proses kimia dan biologis yang membatasi jumlah oksigen dan meningkatkan pembentukan senyawa yang berbahaya bagi akar tanaman. Curah hujan yang lebat dapat menggangu pembungaan dan penyerbukan. Curah hujan memegang peranan pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagianbagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Griffiths, 1976) Pola umum curah hujan di Kepulauan Indonesia dapat dikatakan sebagai berikut: a. Pantai barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak dari pantai timur. b. Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT merupakan barisan pulau-pulau yang panjang dan berderet dari barat ke timur. Pulau-pulau ini hanya diselingi oleh selat-selat yang sempit, sehingga untuk kepulauan ini secara keseluruhan tampak seakan akan satu pulau, sehingga berlaku juga dalil, bahwa di sebelah timur curah hujan lebih kecil, kalau dibandingkan dengan sebelah barat. Sebelah barat dari jejeran pulau ini adalah pantai Barat Jawa Barat. c. Selain bertambah jumlahnya dari timur ke barat, hujan juga bertambah jumlahnya dari dataran rendah ke pegunungan, dengan jumlah terbesar pada ketinggian 600 – 900 m. d. Di daerah pedalaman semua pulau, musim hujan jatuh pada musim Pancaroba, demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar-besar. e. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak D.K.A.T. f. Saat mulai turunnya hujan juga bergeser dari Barat ke Timur. Pantai Barat Pulau Sumatera sampai Bengkulu, mendapat hujan terbanyak bulan November. Lampung, Bangka, yang letaknya sedikit ke timur, pada bulan Desember. Sedangkan Jawa (utara), Bali, NTB, NTT pada bulan Januari-Februari, yang letaknya lebih ke timur lagi. g. Sulawesi
Selatan
bagian
timur,
Sulawesi
Tenggara,
Maluku
Tengah
mempunyaimusim hujan yang berbeda, yaitu Mei-Juni. Justru pada waktu bagian lain
14
Kepulauan Indonesia ada pada musim kering. Batas wilayah hujan Indonesia Timur kira-kira terdapat pada 120o bujur timur. Dalam kondisi alamih, kelebihan air kurang bermasalah jika dibandingkan dengan kekeringan. Menurut Thornthwaite (1974), kekeringan didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang membutuhkan air untuk transpirasi dan penguapan langsunga melalui jumlah air yang tersedia di tanah. Kekeringan dapat dibedakana menjadi tiga kelas yaitu : a. Kekeringan permanen yang disebabkan oleh iklim kering. b. Kekeringan musiman yang terjadi pada iklim dengan periode cuaca kering tahunan berbeda. c. Kekeringan akibat keadaan curah hujan yang berubah-ubah. Sumber pokok dari kekeringan adalah curah hujan, meskipun faktor peningkatan kebutuhan air cenderung meningkat. Kelembaban nisbi rendah, angin kencang dan suhu yang tinggi merupaka faktor pendukung kekeringan karena faktor ini mempercepat evapotranspirasi. Tanah yang kehilangan air secara cepat oleh penguapan atau pembuangan air juga meningkatkan kekeringan. Irigasi adalah cara yang paling cocok untuk mengatasi kekeringan. Jika ada irigasi maka suhu menjadi faktor iklim yang penting dalam mengendalikan produksi tanaman pangan.
3. Radiasi matahari Radiasi matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang menpunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan radiasi matahari. Tanaman yang dipanen buah atau bijinya akan tumbuh dengan baik pada intensitas radiasi matahari yang tinggi. Pada tanaman kedelai penurunan intensitsa radiasi matahari akan menurunkan hasil polong dan biji kering. Intensitas radiasi yang rendah sejak penanaman dapat menurunkan hasil yang sangat besar jika dibandingakan jika hanya pada fase pengisian polong. Radiasi matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman yang berklorofil, karena itu produksi tanaman pangan dipengaruhi oleh tersedianya cahaya matahari. Tapi umumnya fluktuasi hasil dari tahun ke tahun tidak mempunyai korelasi 15
dengan ketersediaan radiasi matahari, karena produksi pangan ditentukan juga oleh faktor lain.
4. Angin Angin secara tidak langsung mempunyai efek penting pada produksi tanaman pangan. Energi angin merupakan perantara dalam penyebaran tepung sari pada penyerbukan alamiah, tetapi angin juda dapat menyebarkan benih rumput liar dan melakukan penyerbuka silang yang tidak diinginkan. Angin yang terlalu kencang juga akan menggangu penyerbukan oleh serangga. Angin dapat membantu dalam menyediakan karbon dioksida yang membantu pertumbuhan tanaman, selain itu juga mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah. Namun pada saat musim kemarau di beberapa daerah di Indonesia bertiup angan fohn yang dapat merusak karena bersifat kering dan panas. Pada siang hari didaerah sekitar pantai, angin laut dapat menyebabkan masalah karena angin ini membawa butiran garam yang dapat merusak daun.
E. PERHITUNGAN METODE CURAH HUJAN Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al., 1986, dalam Suripin, 2004). Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc). Persamaan matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut : Q=0,278.C.I.A dimana : Q:Debit (m3/detik) 0,278: Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2 C: Koefisien aliran I: Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A: Luas daerah aliran (km2) Di wilayah perkotaan, luas daerah pengaliran pada umumnya terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (subarea), sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda, dan untuk 16
menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan dari masing-masing subarea. Variabel luas subarea dinyatakan dengan Aj dan koefisien pengaliran dari tiap subarea dinyatakan dengan Cj, maka untuk menentukan debit digunakan rumus sebagai berikut : dimana : Q: Debit (m3/detik) Cj: Koefisien aliran subarea I: Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) Aj: Luas daerah subarea (km2) Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Oke kita masuk ke intinya, metode yang biasa digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah sebagai berikut: 1. Metode Mononobe
_ dimana : I: Intensitas curah hujan (mm/jam) t: Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam) R24 :Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat dari tahapan sebelumnya (tahapan analisis frekuensi) Keterangan : R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari) Contoh kasusnya seperti ini, jika anda ingin mengetahui intensitas curah hujan dari data curah hujan harian selama 5 menit, pengerjaannya adalah sebagai berikut (jika diketahui curah hujan selama satu hari bernilai 56 mm/hari) :
17
Ket : Ubah satuan waktu dari menit menjadi jam. Contoh durasi selama 5 menit menjadi durasi selama 5/60 atau selama 0,833 jam.
2. Metode Van Breen Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, curah hujan terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari jumlah curah hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007). Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen adalah sebagai berikut :
dimana : IT: Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun) RT: Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari) Oke, dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam Metode Mononobe, maka perhitungan intensitas curah hujan dengan Metode Van Breen, menghasilkan nilai sebagai berikut :
Ternyata nilai intensitas curah hujan selama 5 menit dengan nilai curah hujan harian mencapai 56 mm/hari dengan menggunakan Metode Van Breen, nilainya lebih besar dibandingkan dengan perhitungan intensitas curah hujan menggunakan Metode Mononobe.
3. Metode Van Breen Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, curah hujan terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari jumlah
18
curah hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007). Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen adalah sebagai berikut :
dimana : IT: Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun) RT: Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari) Oke, dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam Metode Mononobe, maka perhitungan intensitas curah hujan dengan Metode Van Breen, menghasilkan nilai sebagai berikut :
Ternyata nilai intensitas curah hujan selama 5 menit dengan nilai curah hujan harian mencapai 56 mm/hari dengan menggunakan Metode Van Breen, nilainya lebih besar dibandingkan dengan perhitungan intensitas curah hujan menggunakan Metode Mononobe. 4. Metode Haspers dan Der Weduwen Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi curahhujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1 sampai 24 jam (Melinda, 2007) Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der Weduwen adalah sebagai berikut:
19
dimana : I: Intensitas curah hujan (mm/jam) R, Rt: Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen t: Durasi curah hujan (jam) Xt: Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari) Dengan nilai contoh yang sama, akan tetapi dengan ditambah dengan durasi 60 menit
20
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit. (Suroso, 2006).
21
F. Perhitungan Curah Hujan Wilayah Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir (Sosrodarsono & Takeda, 1977).Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet (Loebis, 1987).
1. Metode rata-rata aritmatik (aljabar) Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar memberikan hasil yang baik apabila : Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS, Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.
dengan : P = Curah hujan daerah (mm) n = Jumlah titik-titik (stasiun-stasiun) pengamat hujan P1, P2,…, Pn = Curah hujan di tiap titik pengamatan 2. Metode Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru.(Triatmodjo, 2008).
22
dengan : P = Rata rata curah hujan wilayah (mm) P1,P2,...Pn = curah hujan masing masing stasiun (mm) A1,A2,...An = luas pengaruh masing masing stasiun(km2) 3. Metode Isohyet Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan ratarata di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).
dengan : P = Rata rata curah hujan wilayah (mm) P1,2,3,…n = Curah hujan masing masing isohiet(mm) A1,2,3…n = Luas wilayah antara 2 isohiet (km2)
23