Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN SEPTEMBER 2016
A. Monitoring Dinamika Atmosfer September 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan September 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama September 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat 0.43°C sedangkan nilai bulanannya -0.62 sehingga termasuk kategori La Nina lemah. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai positif +13.5 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi La Nina lemah, dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang fluktuatif sehingga diprediksi La Nina lemah akan terjadi lagi pada Nopember dan Desember 2016 sedangkan Oktober 2016 diprediksi Normal.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 25 September 2016 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir September 2016 tercatat bernilai -0.70, hal ini menunjukkan ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode mulai akhir Mei 2016 lalu hingga sekarang (awal Oktober 2016). Kondisi DMI negatif kuat ini diprediksi hingga November 2016.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Oktober 2016 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama September 2016 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia yaitu wilayah Barat tanggal 14 – 18 September 2016 dan lanjut wilayah Timur 19 – 30 September 2016 yang tentunya sedikit berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata September 2016. Pemusatan daerah liputan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah sekitar Jawa bagian Barat.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama September 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada awal hingga akhir September 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Pasifik barat selama September 2016 menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Timur Tenggara. Memasuki akhir September 2016 monsun Timuran kembali stabil dari indeks AUSMI terlihat mendekati kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi akan masih dominan hingga pertengahan Oktober 2016.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien September (sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional September 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama September 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali positif yang mengindikasikan melemahnya angin Timuran. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama September 2016.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada September 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Barat. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +1.5 hingga +2.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama September 2016. Masih hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama September 2016 dibandingkan faktor lainnya . Fluktuatifnya suhu permukaan laut tidak lepas dari pengaruh posisi semu matahari (pemanasan dari atas) dan sirkulasi yang sedang berlangsung dalam Samudera (pemanasan dari dalam).
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan September 2016 (sumber: NOAA)
Gangguan Tropis Selama September 2016 terdapat 5 aktifitas gangguan tropis di wilayah Samudera Pasifik Barat yaitu NAMTHEUN (31 Agustus-5 September 2016), MERANTI (9-14 September 2016), EIGHTEEN (11–12 September 2016), MALAKAS (11–20 September 2016), dan MEGI (23-27 September 2016). Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama September 2016 disajikan pada gambar di bawah. Mayoritas Siklon tersebut tidak berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang cukup jauh dari Indonesia. Namun sering berdampak secara tidak langsung yaitu meningkatnya kecepatan angin di beberapa wilayah akibat tingginya gradien tekanan udara.
Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis September 2016, (Sumber: UNISYS)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama September 2016 di Jawa Timur umumnya mirip dengan bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 65 – 77%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi anomali positif 7 - 13 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi 15 - 20% dibandingkan dengan normal bulan September, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama September 2016 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak dibanding wilayah Timur.
Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif September 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca Pada awal bulan September 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan hanya di sebagian dataran tinggi terjadi hujan intensitas sedang-lebat. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat secara merata namun intensitas hujan lebih tinggi di dataran tinggi dan memasuki akhir bulan terjadi penurunan. Pola angin dominan Tenggara - Selatan. Secara spasial daerah dataran rendah di bagian Tenggara hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan mayoritas terjadi pada sore hingga malam - dini hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan September tentunya mayoritas berada pada kondisi atas normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sedang berlangsung musim kemarau. Namun September 2016 masih banyak terjadi hujan di Banyuwangi. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu La Nina intensitas lemah, Dipole Mode negatif kuat, dan anomali suhu muka laut perairan Jawa. B. Pantauan kondisi cuaca bulan September 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan September 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi (Utara - Barat). Angin terbanyak bertiup dari arah Timurlaut dan Selatan, dengan kecepatan 3 – 18 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 30 September 2016 dari arah Timurlaut dengan kecepatan 18 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 22.8 mm. Suhu tertinggi terjadi pada 18 September 5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 2016 sebesar 33.8 ºC dan suhu terendah terjadi pada 10 September 2016 sebesar 23.0 ºC. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan September 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi September 2016 NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI SEPTEMBER 2016
NORMAL SEPTEMBER [1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
28.5 ºC
26.2 ºC
2
Temperatur maksimum
31.9 ºC
31.9 ºC
3
Temperatur minimum
24.6 ºC
21.0 ºC
4
Temp. maks. absolut
33.8 ºC
33.5 ºC
5
Temp. min. absolut
23.0 ºC
19.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1011.3 mb
1011.8 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.4 kt
3.7 kt
8
Arah Angin terbanyak
150°
180°
9
Kelembaban rata-rata
74 %
77 %
10
Curah hujan
22.8 mm
48 mm
11
Jumlah hari hujan
7 hari
8 hari
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi September 2016 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama September 2016 mencapai 160.5 mm dengan rata-rata harian 5.4 mm, penguapan tertinggi 8.2 mm terjadi pada 30 September 2016. Penyinaran matahari rata-rata September 2016 mencapai 97 %, minimal 69 % terjadi pada 25 September 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III September 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1014.1 mb pada 9 S e p t e m b e r 2016 dan terendah 1008.3 mb pada 30 September 2016. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) September 2016 adalah 7 4 % dengan RH tertinggi 83 % pada 25 September 2016, dan RH terendah 65 % pada 11 September 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara hingga Selatan, kecepatan angin dominan 3 - 8 knots. Kecepatan angin tertinggi 18 knots dari arah Timurlaut. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat ′38.16″ ′24.64″ 8°18 LS 114°20 BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga September 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama September 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan September 2016 normalnya berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, sehingga pada bulan September 2016 telah terjadi hujan. Curah hujan selama September 2016 mencapai 169.9 mm, dengan kelembaban udara 8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
relatif rata-rata 75 %. RH tertinggi 82 % tanggal 24 dan 27 September 2016, RH terendah 65 % tanggal 1 1 S e p t e m b e r 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1012.6 mb, tertinggi 1015.0 mb dan terendah 1009.5 mb. Suhu rata–rata 29.1 °C dengan suhu maksimum absolut 33.6 °C terjadi pada 18 September 2016. Suhu minimum absolut 21.0 °C pada 12 September 2016. Arah angin bervariasi, angin dominan bertiup dari Tenggara dengan kecepatan 3 – 20 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 52.4 % berkisar antara 3 - 7 knot. Kecepatan angin tertinggi 20 knots terjadi pada 30 September 2016, dari arah Timurlaut.
Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi September 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan September 2016 angin dominan dari arah Timur Tenggara pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Selatan - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 0.4 – 14.4 knots. Suhu berkisar antara 24.5 – 32.0 °C, Kelembaban Udara Relatif 61.0 – 99.3 %, dan tekanan udara berkisar 1006.3 – 1014.3 mb. Kondisi cuaca umumnya Berawan dan hujan ringan - sedang. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :
Gambar 11. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 E. Analisis Hujan September 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan September 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut .
Curah hujan tertinggi 658 mm terjadi di Songgon dengan 22 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 0 mm terjadi di Bajulmati (tidak ada hujan).
Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan September 2016 dan Sifat Hujan September 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada September 2016 mengalami curah hujan bervariasi 0 - 658 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah (Wongsorejo bagian Utara) dan Kota Banyuwangi bagian Timur yang sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya). Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama September 2016. Tingginya curah hujan pada mayoritas wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur yang cukup hangat selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama September 2016.
11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut September 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada September 2016 sudah mengalami hujan. Walau demikian ada juga daerah yang belum menerima hujan. Hingga update terakhir daerah yang maksimal > 60 hari tanpa hujan berturutturut (tidak ada hujan) terjadi di wilayah Banyuwangi yaitu daerah Bajulmati - Kecamatan Wongsorejo. Kondisi daerah yang sudah > 60 hari tanpa hujan berturut-turut hal ini mengindikasikan bahwa daerah Bajulmati – Wongsorejo akan berpotensi terjadi kekeringan/ kekurangan air.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
II.
PROSPEK CUACA BULAN OKTOBER 2016
A. Prediksi Dinamika Atmosfer Oktober 2016 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah yang terpantau mulai Juli 2016 hingga September 2016, akan terjadi lagi mulai November hingga Desember 2016, sehingga ada sedikit penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak fenomena di Samudera Pasifik yang tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada periode tersebut. Memasuki Oktober 2016 diprediksi La Nina menghilang (kondisi normal). Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi negatif kuat hingga Nopember 2016, mengindikasikan adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Oktober – November 2016 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi tetap hangat (Anomali Positif) dimana perairan tengah dan selatan Indonesia diprediksi lebih hangat. Bulan Desember 2016 hingga Maret 2017 terjadi peluruhan SST dimulai dari perairan Sumatera bagian Barat sampai Maluku mendekati normal. Terjadi pendinginan SST dimulai dari Laut China Selatan sampai Laut Jawa sehingga perairan Indonesia cenderung dingin (anomali negatif). Pola anomali SST kondisi La Nina kembali normal di bulan Januari - Maret 2017. Madden Jullian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Oktober 2016 diprediksi berada pada fase 5 hingga 7 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Oktober 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rata-ratanya. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Oktober sudah mulai terlihat di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari dari Ekuator menuju Selatan, sehingga memicu angin monsun timuran yang berfluktuatif dan akan berdampak meningkatnya hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan Oktober sebagian wilayah telah berada pada masa peralihan musim dan wilayah lainnya akan memasuki musim hujan. Perlu diwaspadai potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim. Unutk prakiraan cuarh hujan bulanan, sebagai dampak Dipole negatif kuat dan hangatnya suhu muka laut perairan selatan Jawa maka diprediksi akumulasi curah hujan Oktober 2016 mayoritas wilayah masih diatas kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah yang hujannya sama dengan kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
Gambar 14. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Oktober – Desember 2016 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Oktober 2016 hingga Desember 2016 diprakirakan sebagai berikut: Oktober 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 400 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
Nopember 2016
Curah Hujan berkisar 100 – 400 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
Desember 2016
Curah Hujan berkisar 150 – 500 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Oktober, Nopember dan Desember 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
C. Prakiraan Potensi Banjir Oktober 2016 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Oktober 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah karena memasuki bulan Oktober 2016 sebagian besar wilayah telah berada pada masa peralihan musim dan sebagian wilayah lainnya akan memasuki musim hujan.
Gambar 16. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Oktober 2016 (Sumber:BMKG)
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016 III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI OKTOBER 2016 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Oktober 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Oktober 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 5:06:59 17:17:26 5:06:26 17:17:21 5:05:53 17:17:16 5:05:21 17:17:11 5:04:50 17:17:06 5:04:18 17:17:02 5:03:47 17:16:58 5:03:17 17:16:55 5:02:47 17:16:52 5:02:17 17:16:50 5:01:48 17:16:48 5:01:19 17:16:46 5:00:51 17:16:45 5:00:23 17:16:45 4:59:57 17:16:44
Tanggal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Oktober 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 4:59:30 17:16:45 4:59:04 17:16:46 4:58:39 17:16:48 4:58:15 17:16:50 4:57:51 17:16:52 4:57:28 17:16:56 4:57:06 17:17:00 4:56:44 17:17:04 4:56:23 17:17:09 4:56:03 17:17:15 4:55:44 17:17:22 4:55:25 17:17:29 4:55:08 17:17:37 4:54:51 17:17:45 4:54:35 17:17:54 4:54:20 17:18:04
IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi September 2016 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan September 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM SEPTEMBER 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan September 2016 Banyuwangi KRITERIA
KETERANGAN
Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam
-
Suhu udara > 35˚ C
-
Suhu udara < 15˚ C
-
Kelembaban udara < 30 %
-
Curah Hujan > 100 mm / hari
-
Kalibaru 102 mm, pada 26 September 2016 Kebodalem 109 mm, pada 15 September 2016 Alasmalang 104 mm, pada 15 September 2016 Songgon 125 mm, pada 22 September 2016 Gambor 103 mm, pada 15 September 2016
Tanah Longsor
-
Banjir
-
Puting beliung / Waterspout
-
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan 18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Oktober 2016
a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
20