Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN APRIL 2017
A. Monitoring Dinamika Atmosfer April 2017 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan April 2017 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama April 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat +0.49°C sedangkan nilai bulanan April 2017 adalah +0.31 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai -6.3 juga menunjukkan kondisi normal / netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang menghangat maka diprediksi kondisi El Nino akan berlangsung pada Mei 2017 hingga September 2017.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai akhir April 2017 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir April 2017 tercatat bernilai +0.30, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Oktober 2017.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Mei 2017 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama April 2017 tidak aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), yang tentunya kurang berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa didominasi warna ungu yang menunjukkan cukup[ banyaknya liputan awan selama April 2017. Pemusatan daerah tutupan awan hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama April 2017, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada April 2017, monsun Timuran sudah dominan. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama April 2017 menyebabkan monsun Timuran sering terganggu. Memasuki akhir April 2017 monsun Timuran terlihat melemah hingga awal Mei 2017. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung pada awal Mei dimana dibawah kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun timuran yang melemah dan berdampak pada meningkatnya kejadian hujan.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien April (sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional April 2017 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur selama April 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya terjadi anomali positif yang mengindikasikan dominasi massa udara dari barat masih cukup signifikan. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya netral dan anomali positif artinya sedikit ada massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama April 2017.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada April 2017 berkisar antara 1.0 hingga +1.0 ºC, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali) termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Dengan suhu muka laut kisaran 28 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam pembentukan awan selama April 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama April 2017 walaupun pola angin sudah dominan timuran, selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya.
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan April 2017 (sumber: NOAA)
Seruakan Dingin Asia (Cold Surge) Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta analisa garis arus angin / streamline.
Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) dan peta streamline (Sumber data; Ogimet.com dan BMKG)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada akhir dasarian ketiga namun di Hongkong tidak terjadi penurunan suhu hingga 5ºC. Dilihat dari peta arus angin terlihat angin dari Laut China Selatan tidak masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga selama April seruakan dingin Asia tidak terjadi. Kondisi ini kurang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada April 2017 umumnya kurang merata terjadi mulai akhir dasarian kedua dan awal dasarian ketiga. Gangguan Tropis Selama April 2017 terdapat 2 aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah Samudera Hindia selatan Indonesia, yaitu siklon tropis ERNIE (6 – 10 April 2017) dan FRANCES (27 – 30 April 2017). Aktifitas siklon tropis tersebut berdampak pada meningkatnya kecepatan angin dan tinggi gelombang laut terutama di perairan sepanjang selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Pola pertemuan angin yang terbentuk akibat siklon tropis tersebut juga meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan dan hujan di beberapa wilayah. Untuk wilayah Banyuwangi secara umum hanya terpengaruh berupa peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang terutama perairan selatan Banyuwangi selama periode terjadinya siklon tropis tersebut.
FRANCES
Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis ERNIE dan FRANCES selama April 2017.(sumber : unysis)
Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama April 2017 di Jawa Timur umumnya lebih kering dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 68 – 80%. Jawa Timur bagian timur kondisinya lebih kering dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian TImur anomali positif 2 - 4 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat dengan anomali sebesar 4 – 10 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama April 2017 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak sebaran awan dan hujannya.
5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017
Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif April 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca Pada awal bulan April 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi masih berlangsung musim hujan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadi hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga lebat. Hujan mayoritas terjadi mulai siang dan sore hari namun sering juga terjadi pada malam hari. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan masih dengan pola yang sama. Memasuki akhir bulan mulai terjadi penurunan curah hujan akibat pola angin timuran yang stabil. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan mulai menurun di sebagian besar wilayah Banyuwangi menjelang akhir bulan April 2017, namun di beberapa lokasi masih tetap terjadi hujan dengan intensitas ringan – sedang. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan April tentunya secara spasial mayoritas berada pada kondisi bawah normal hingga atas normal, mengingat sebagian wilayah Banyuwangi secara normal memasuki masa transisi pada bulan April dan wilayah lainnya masih berlangsung musim hujan. Hal ini tentunya dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu variabilitas monsun, gangguan tropis, pola angin, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer. B. Pantauan kondisi cuaca bulan April 2017 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan April 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara, dengan kecepatan 3 – 18 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 18 April 2017 dari arah Utara dengan kecepatan 18 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 83.7 mm (Bawah Normal). Suhu tertinggi 33.8 °C terjadi pada 23 April 2017 dan suhu terendah sebesar 22.5 ºC terjadi pada 15 April 2017. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan April 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi April 2017 NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI APRIL 2017
NORMAL APRIL [1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
28.6 ºC
27.4 ºC
2
Temperatur maksimum
31.8 ºC
33.1 ºC
3
Temperatur minimum
24.8 ºC
22.6 ºC
4
Temp. maks. absolut
33.8 ºC
34.0 ºC
5
Temp. min. absolut
22.5 ºC
21.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1010.4 mb
1009.1 mb
7
Kec. angin rata-rata *
1.9 kt
2.5 kt
8
Arah Angin terbanyak
160°
180°
9
Kelembaban rata-rata
76 %
78 %
10
Curah hujan
83.7 mm
108.0 mm
11
Jumlah hari hujan
16 hari
13 hari
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017
Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi April 2017 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama April 2017 mencapai 138.0 mm dengan rata-rata harian 4.6 mm, penguapan tertinggi 9.7 mm terjadi pada 15 April 2017. Penyinaran matahari rata-rata April 2017 mencapai 7 8 %, minimal 0 % terjadi pada 4, 6 dan 8 April 2017, sedangkan maksimal 100% hanya terjadi pada awal, pertengahan dan akhir bulan April 2017. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.2 mb pada 20 dan 30 A p r i l 2017 s e d a n g k a n terendah 1007.4 mb pada 6 April 2017. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) April 2017 adalah 7 6 % dengan RH tertinggi 90 % pada 8 April 2017, dan RH terendah 64 % pada 16 April 2017. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara, kecepatan angin dominan 3 - 7 knots sebesar 23.2 %. Kecepatan angin tertinggi 18 knots dari arah Utara yang terjadi pada 18 April 2017. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Mei 2010. Hingga April 2017 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama April 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan April 2017 masih berada pada masa musim hujan, dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan – lebat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Curah hujan selama April 2017 mencapai 230.1 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 84 %. RH tertinggi 94 % tanggal 8 April 2017, terendah 76 % tanggal 1 6 A p r i l 8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1011.3 mb, tertinggi 1013.0 mb dan terendah 1007.9 mb. Suhu rata–rata 27.5 °C dengan suhu maksimum absolut 32.8 °C terjadi pada 23 April 2017. Suhu minimum absolut 20.4 °C pada 17 April 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 11 knots. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara. Mayoritas kecepatan angin mencapai 64.4 % berkisar antara 3 – 7 knots. Kecepatan angin tertinggi 11 knots, terjadi pada 5, 17, 18, 16 dan 28 April 2017 dari arah Timurlaut hingga Tenggara.
Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi April 2017 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan April 2017 angin dominan dari arah Timurlaut Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 1.0 – 17.5 knots. Suhu berkisar antara 24.2 – 30.9 °C, Kelembaban Udara Relatif 45.9 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1004.3 – 1012.7 mb. Kondisi cuaca bervariasi dari Cerah Berawan dan hujan intensitas ringan - lebat. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :
Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 E. Analisis Hujan April 2017 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan April 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya s ebagai berikut
Curah hujan tertinggi 444.0 mm terjadi di Sukonatar dengan 10 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 83.7 mm terjadi di Banyuwangi Kota dengan 16 hari hujan.
Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan April 2017 dan Sifat Hujan April 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada April 2017 mengalami curah hujan bervariasi 83.7 - 444 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Bawah Normal – Normal, sifat hujan Atas Normal hanya terjadi di kecamatan Kabat, Rogojampi, Muncar, Pesanggaran, Singojuruh, Bangorejo, Songgon, Srono, Tegalsari, Silir Agung, Muncar dan Pesanggaran. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama April 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama April 2017. 11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut April 2017 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas kecamatan – kecamatan yang ada di wilayah Banyuwangi pada April 2017 masih berada pada musim hujan. Berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan berturut - turut dari pos – pos hujan yang tersebar di wilayah Kabupaten Banyuwangi maka dapat disimpulkan bahwa pada bulan April 2017 sebagian besar masuk dalam klasifikasi sangat pendek / sebagian besar masih menerima hujan.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 II.
PROSPEK CUACA BULAN MEI 2017
A. Prediksi Dinamika Atmosfer Mei 2017 Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal / Netral mulai Desember 2016 hingga April 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Memasuki bulan Mei 2017 diprediksi akan terjadi El Nino akibat anomali suhu muka laut di wilayah Nino 3.4 yang konsisten positif. El Nino diprediksi akan berlangsung hingga September 2017. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada April 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Oktober 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga Oktober 2017. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Mei 2017 hingga Juni 2017 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi cenderung normal (sama dengan rata-ratanya) kecuali di perairan sebelah utara Papua yang cenderung masih hangat. Memasuki Juli hingga Oktober 2017 umumnya anomali suhu muka laut perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi mulai mendingin (anomali negatif) sedangkan di Wilayah Nino 3.4 Samudera Pasifik masih tetap hangat (anomali positif). Madden Jullian Oscillation pada April 2017 tidak aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), sedangkan untuk awal bulan Mei 2017 MJO juga masih tidak aktif di BMI, dan diprediksi tetap tidak aktif hingga pertengahan Mei 2017. Berdasarkan peta prediksi spasial anomali OLR, wilayah Indonesia didominasi daerah subsiden / kering hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan April 2017 masih sering muncul di Belahan Bumi Selatan (BBS) akibat masih hangatnya suhu muka laut Samudera Hindia. Seiring pergerakan semu matahari memasuki Mei 2017 potensi terjadinya gangguan tropis di BBS sangat kecil namun potensi kejadian di BBU cukup tinggi yang tentunya akan membuat monsoon timuran menjadi stabil dan akan berdampak terhadap pola angin dan curah hujan yang berkurang. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian wilayah Banyuwangi pada bulan Mei 2017 sebagian masih berada pada masa peralaihan musim, sebagian wilayah lainnya memasuki masa musim kemarau. Masih perlu kewaspadaan menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim dan juga kesiapsiagaan menyambut musim kemarau yang disertai kejadian El Nino. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan pola monsun timuran yang belum stabil maka diprediksi akumulasi curah hujan Mei 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017
Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Mei 2017 – Mei 2017 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Mei 2017 hingga Juni 2017 diprakirakan sebagai berikut :
Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Mei dan Juni 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 C. Prakiraan Potensi Banjir Mei 2017 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Mei 2017, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki bulan Mei 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi diprediksi masih berlangsung musim hujan dan sebagian wilayah lainnya berlangsung masa peralihan musim, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga.
Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Mei 2017 (Sumber:BMKG)
III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI MEI 2017 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Mei 2017 di wilayah Kota Banyuwangi : Mei 2017 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Mei 2017 Matahari Terbit (WIB) 5:25:05 5:25:09 5:25:13 5:25:18 5:25:23 5:25:29 5:25:35 5:25:41 5:25:48 5:25:55 5:26:03 5:26:11 5:26:19 5:26:28 5:26:37
Matahari Terbenam (WIB) 17:14:08 17:13:50 17:13:33 17:13:17 17:13:02 17:12:47 17:12:33 17:12:19 17:12:07 17:11:55 17:11:43 17:11:33 17:11:23 17:11:14 17:11:06
Tanggal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Matahari Terbit (WIB) 5:26:47 5:26:57 5:27:07 5:27:18 5:27:29 5:27:40 5:27:52 5:28:04 5:28:17 5:28:29 5:28:42 5:28:56 5:29:09 5:29:23 5:29:37 5:29:51
Matahari Terbenam (WIB) 17:10:58 17:10:52 17:10:46 17:10:40 17:10:36 17:10:32 17:10:29 17:10:26 17:10:25 17:10:24 17:10:24 17:10:24 17:10:25 17:10:27 17:10:30 17:10:33
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 IV. KEJADIAN GEMPABUMI DIRASAKAN SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi April 2017 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan dirasakan sampai Wilayah Kabupaten Banyuwangi pada bulan April 2017 adalah NIHIL / tidak ada kejadian Gempabumi yang signifikan dirasakan sampai ke wilayah Kabupaten Banyuwangi. V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM APRIL 2017 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan April 2017 Banyuwangi KRITERIA
KETERANGAN
Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam
-
Suhu udara > 35˚ C
-
Suhu udara < 15˚ C
-
Kelembaban udara < 30 %
-
Curah Hujan >100 mm / hari
-
Kebondalem 120 mm, 8 April 2017 Karangdoro 106 mm, 8 April 2017 Rogojampi 102 & 115 mm, 13 & 24 April 2017 Alasmalang 109 mm, 1 April 2017 Turus 115 mm, 1 April 2017 Sukonatar 125 mm, 25 April 2017
Tanah Longsor
-
Banjir
-
Puting beliung / Waterspout
-
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi 18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya
19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2017 Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
20