Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah Perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian. Ini mengingat, kontribusi sektor perbankan dalam pembiayaan perekonomian masing sangat dominan. Pada tahun 2009, pangsa kredit perbankan dalam pembiayaan perekonomian mencapai sekitar 48 persen. Mengingat pentingnya peranan sektor perbankan ini, maka perbankan yang kuat dan sehat sangat dibutuhkan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia. Tak terkecuali adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Fungsi Intermediasi BPD Saat ini, jumlah BPD seluruh Indonesia mencapai 26 bank. Dalam tiga tahun terakhir, pelaksanaan fungsi intermediasi terus mengalami peningkatan. Hal ini terefleksi pada rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang per September 2010, mencapai rata-rata sebesar 72,1 persen. Dalam 5 tahun terakhir kredit tumbuh rata-rata 28,04 persen atau lebih tinggi. Namun demikian, penyaluran kredit BPD tidak terfokus pada kredit produktif yaitu rata-rata 26,2 persen dari total kredit yang disalurkan yang jauh dari rata-rata industri perbankan tercatat sebesar 69 persen.
BPD Regional Champion Berdasarkan perkembangan dan kondisi BPD di atas, terlihat bahwa BPD telah membuktikan mampu berkiprah dalam industri perbankan nasional dan telah memberikan kontribusinya secara maksimal bagi perekonomian di daerah. Namun, berbagai perkembangan BPD di atas juga menyiratkan tentang pentingnya BPD dan para pemangku kepentingannya (stakeholders) untuk segera melakukan langkah-langkah yang bersifat strategis dalam rangka mengantisipasi perkembangan-perkembangan di masa mendatang. Beberapa tantangan nyata diantaranya globalisasi dan makin terintegrasinya sektor keuangan dunia yang dapat menciptakan peluang sekaligus meningkatkan risiko. Adanya implementasi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 untuk sektor non keuangan dan sektor keuangan pada tahun 2020 yang juga harus dipersiapkan lebih dini agar BPD dapat menjadi pemain bukan penonton.
Bank Indonesia Ambon
Untuk mendukung tercapainya sasaran sebagai regional champion, maka dalam setiap tahapan implementasinya mengacu pada tiga pilar penopang bagi terwujudnya BRC. Ketiga pilar tersebut adalah : 1. Ketahanan kelembagaan yang kuat; 2. Kemampuan sebagai Agent of Regional Development; dan 3. Kemampuan melayani kebutuhan masyarakat.
Untuk Pilar I yaitu Ketahanan Kelembagaan yang kuat, diharapkan nantinya dapat membentuk BPD mampu beroperasi secara efisien. Adapun, beberapa indikator kunci dari pilar I ini adalah: a. Modal Inti (tier 1) diupayakan terus meningkat dan diharapkan beberapa BPD minimal telah mencapai rata-rata minimal sebesar Rp1 Triliun pada tahun 2014. Tentunya, jangka waktu pencapaian modal inti tersebut sangat dipengaruhi kondisi BPD dan struktur daerah masing-masing. Namun demikian, nantinya diharapkan dapat tercipta sebuah paradigma dan ekspektasi bahwa masing-masing BPD di setiap daerah akan secara konsisten melakukan upaya penguatan modal inti hingga tahun 2014. Tujuannya adalah agar tingkat kecukupan modalnya memenuhi ketentuan regulasi dan mampu menopang bisnis BPD secara ideal di daerahnya masingmasing dan mampu mengejar sasaran sebagai BRC. Secara konsep, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan BPD dalam rangka meningkatkan aspek permodalannya, yaitu diantaranya: i. Penambahan modal dari shareholders dalam hal ini Pemerintah daerah; ii. Melakukan penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO); iii. Memperkecil porsi Dividend Pay Out untuk shareholders dan sebaliknya memperbesar porsi Laba Ditahan (Retained Earnings); iv. Melakukan emisi obligasi subdebt; v. Melakukan merger dan akuisisi dengan batasan dan persyaratan tertentu. b. Dalam lima tahun mendatang atau pada tahun 2014, diharapkan sebagian BPD telah memiliki rasio Return on Assets (ROA) minimal 2,5 persen. Saat ini, ROA BPD seluruh Indonesia telah melampaui angka ini. Namun, seiring dengan beratnya persoalan dan tantangan dalam lima tahun mendatang, masing-masing BPD tetap dituntut mampu meningkatkan return dan aktiva produktifnya sehingga ROA sekurang-kurangnya sebesar 2,5 persen dapat tetap dipertahankan; c. BOPO BPD diupayakan setinggi-tingginya sebesar 75 persen. BOPO merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat efisiensi kinerja perbankan. Hubungannya berbanding terbalik, dimana semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan bahwa operasional bank semakin tidak efisien. Sebaliknya, semakin rendah rasio BOPO menunjukkan bahwa bank telah
Bank Indonesia Ambon
beroperasi secara lebih efisien. Dalam tiga tahun terakhir ini, rata-rata rasio BOPO BPD berkisar 73-74 persen dan diharapkan hingga 2014 mendatang tingkat BOPO tersebut dapat dipertahankan sehingga rasio BOPO setiap BPD maksimal sebesar 75 persen; d. Mengupayakan net interest margin (NIM) setinggi-tingginya sebesar 5,5 persen pada tahun 2014. NIM pada dasarnya menunjukkan spread bersih antara suku bunga dana dan suku bunga pinjaman. Semakin rendah NIM, tentu semakin kondusif dalam penyaluran kredit perbankan karena BOD dapat memberikan harga kredit yang murah bagi ekonomi. Salah satu cara efektif untuk bisa menekan NIM adalah BPD harus meningkatkan efisiensinya, meningkatkan cakupan produk dan jasanya. Bisnis BPD tidak terlalu bergantung kepada pendapatan bunga (interest income) sebagai pendapatan operasionalnya yang utama. Ke depan, BPD juga harus mampu meningkatkan fee based income-nya.
Untuk Pilar II yaitu Kemampuan sebagai Agent of Regional Development, diharapkan BPD ke depan mampu memberikan kontribusi yang lebih maksimal, tidak hanya bagi peningkatan PAD, tetapi kontribusinya bagi pengembangan ekonomi daerah. Melalui Pilar II ini, nantinya BPD diharapkan untuk lebih berorientasi bagi pengembangan bisnis perbankan yang memiliki korelasi tinggi terhadap perekonomian di daerah. Terdapat beberapa indikator kunci yang menjadi acuan untuk menentukan tercapainya Pilar II ini adalah sebagai berikut : a. Pertumbuhan kredit sekurang-kurangnya 20 persen per tahun. Diharapkan melalui pertumbuhan kredit sebesar 20 persen per tahun tersebut, setiap BPD mampu memiliki pangsa pasar perkreditan yang besar di daerah. Melalui pertumbuhan kredit secara konsisten minimal sebesar 20 persen ini, nantinya BPD akan mampu menjadi 5 (lima) besar penyalur kredit untuk BPD yang berada di luar pulau Jawa dan minimal menjadi 10 besar penyalur kredit untuk BPD yang berada di pulau Jawa. b. Portofolio kredit produktif diharapkan menjadi sekurang-kurangnya 40 persen pada tahun 2014 dan terus meningkat ditahun-tahun berikutnya. Hal ini diupayakan melalui peningkatan porsi untuk Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK), dan sebaliknya mengurangi porsi Kredit Konsumtif (KK). Tujuannya, agar BPD dapat lebih berperan dalam menggerakkan sektor riil dan usaha produktif di masyarakat yang pada gilirannya bisa menopang pertumbuhan ekonomi daerah; c. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level 78-100 persen. Dalam tiga tahun terakhir, rasio LDR BPD berada pada kisaran 70- 80 persen. Karenanya, masih terdapat ruang cukup potensial untuk meningkatkan LDR. Peningkatan LDR BPD ini nantinya untuk mendukung upaya BPD yang akan memfokuskan pembiayaan pada sektor produktif dan usaha mandiri di masyarakat yang selama ini belum secara maksimal dijangkau oleh akses kredit perbankan;
Bank Indonesia Ambon
d. Penghimpunan dana masyarakat di luar dana Pemerintah Daerah diupayakan setidaknya mencapai minimal 70 persen, yang tentunya juga dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing. Ini penting terutama untuk memaksimalkan peran BPD dalam memobilisasi
dana-dana
masyarakat
untuk
selanjutnya
dikembangkan
melalui
pembiayaan sektor-sektor produktif di daerah. e. Meningkatkan penyaluran kredit kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) &lembaga Keuangan Mikro (LKM) melalui linkage program. Pada dasarnya, tujuan awal pembentukan BPD adalah untuk menggerakkan perekonomian daerah. Karenanya, BPD terus didorong untuk meningkatkan channeling atau penyaluran kredit melalui BPR dan LKM yang berada di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh bank-bank komersial sehingga dapat f.
Meningkatkan efektivitas penyaluran kredit kepada debitur dengan orientasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selanjutnya, pembiayaan UMKM ini diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran dan mengentaskan kemiskinan di daerah;
g. Menjadi Apex Bank. Apex Bank pada dasarnya merupakan bank induk yang akan membantu mendukung aktivitas Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pasar, Perkreditan Kecamatan/Desa, sehingga mampu berperan secara lebih optimal dalam membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); Adapun, beberapa fungsi Apex Bank diantaranya : i.
fungsi pooling of funds (pengumpulan dana dari anggota untuk anggota);
ii.
fungsi clearing house dan interlending (payment system secara terbatas);
iii.
fungsi information center (pusat informasi LKM);
iv.
fungsi wholesale financing (penyaluran dana dalam jumlah besar);
v.
fungsi pelatihan dan pembinaan terhadap anggota;
vi.
fungsi rating system (jasa rating); dan
vii.
fungsi IT service provider atau penyedia jasa teknologi informasi).
Untuk Pilar III yaitu Kemampuan Melayani Kebutuhan Masyarakat, beberapa hal yang menjadi indikator kuncinya antara lain : a. Meningkatkan pemahaman terhadap produk-produk keuangan melalui edukasi kepada masyarakat dan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh BPD seperti dengan memberikan layanan BPD Net Online dan electronic banking (e-banking); b. Mempermudah akses layanan keuangan seluas-luasnya terutama kepada masyarakat kecil; c. Memiliki kualitas SDM professional, yang dapat dicapai melalui berbagai macam pelatihan di ASBANDA HRD Center; d. Memperkenalkan produk unggulan yang dipergunakan secara luas oleh masyarakat.
Bank Indonesia Ambon
e. Memperluas jaringan layanan kantor hingga tingkat kecamatan; f. Memaksimalkan peran BPD sebagai konsultan keuangan bagi Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya.
Manakala BPD telah menjadi bank terkemuka di daerahnya masing-masing, tentu banyak pihak yang akan memetik manfaat, yaitu : 1. Bagi pemilik/pemegang saham •
Meningkatkan nilai perusahaan
•
Mengoptimalkan shareholders return
•
Meningkatkan kepercayaan pemilik atas komitmen pengembangan BPD
2. Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) •
Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)
•
Meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah
•
Sebagai pedoman/acuan dalam membuat kebijakan yang terkait BPD
3. Bagi Bank Indonesia •
Mengoptimalkan fungsi pengawasan
•
Sebagai salah satu pedoman menyusun kebijakan perbankan yang terkait BPD
4. Bagi masyarakat •
Memperoleh layanan yang lebih baik
5. Bagi industri perbankan di daerah & nasional •
Memperkecil kemungkinan terjadinya risiko sistemik
•
Mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan
•
Mendorong terciptanya industri perbankan yang sehat
6. Bagi banknya sendiri •
Meningkatkan brand image BPD
•
Meningkatkan daya saing
•
Meningkatkan ketahanan kelembagaan
•
Meningkatkan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang
Bank Indonesia Ambon