03
EDISI 53
Pembangunan Flyover Simpang Surabaya
APRIL 2016
|
FOTO: RA KARAMULLAH/GLAMOUR PRO
Memperkuat Daya Saing dan Kemandirian Aceh
10
12
05
Kebijakan Penerapan Anggaran Berorientasi Sektor Prioritas
Pemuda Harus Berdaya Saing
Perencanaan Matang Menghindari Praktik Korupsi
PESATNYA perkembangan teknologi informasi, memberikan jaminan kecepatan informasi yang memungkinkan pemuda meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keahlian, sehingga mampu meningkatkan daya saing.
PENGGUNAAN anggaran tidak akan lagi didasarkan pada fungsi masingmasing satuan kerja (money follow function) seperti yang berlaku selama ini, tapi harus berorientasi pada sektor prioritas (money follow program).”
DENGAN kebijakan baru ini, maka tidak ada lagi istilah pemerataan anggaran di jajaran SKPA. Anggaran akan ditentukan berdasarkan program prioritas dan target yang ingin dicapai.
2
OPINI
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
Otsus dan Pemanasan Global, Adakah Hubungannya? Oleh : Oleh: Mohd. Meidiansyah, S.Si., MURP
Momentum kebangkitan pembangunan di Aceh ini hendaknya dimanfaatkan sebijak mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh mengingat penerimaan otsus “hanya” berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak 2007 sampai 2027.
S
UMBER penerimaan pendapatan Pemerintah Aceh dari Pemerintah Pusat mengalami peningkatan yang signifikan pasca lahirnya Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006. Salah satunya adalah dana Otonomi Khusus atau lazim dikenal dengan dana OTSUS. Pasal 183 ayat 1 UUPA menjelaskan bahwa Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan. Keberadaan dana otsus telah membuka ruang seluas-luasnya bagi Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten dan Kota untuk meng-konvergensi kebijakan pembangunan di semua sektor pemerintahan. Infrastruktur salah satunya. Momentum kebangkitan pembangunan di Aceh ini hendaknya dimanfaatkan sebijak mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh mengingat penerimaan otsus “hanya” berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak 2007 sampai 2027. Adalah hal yang penting bagi Pemerintah Aceh untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur yang notabenenya dapat mentrigger pertumbuhan ekonomi regional, tentu saja dengan mengedepankan norma-norma lingkungan. Pembangunan infrastruktur yang masif tanpa dilandasi kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan akan menghasilkan efek bola salju (snowball effects) bagi generasi Aceh di masa yang akan datang. Eksistensi dana otsus di Aceh sepertinya tidak hanya terakumulasi pemanfaatannya di jajaran pemerintahan saja melainkan juga di
segenap lini kehidupan masyarakat Aceh. Contohnya saja pada sektor transportasi, berdasarkan buku Profil dan Kinerja Perhubungan Darat Provinsi Aceh yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pada tahun 2013 lalu menyebutkan bahwa perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Aceh mengalami peningkatan pada masing-masing moda transportasi dengan prosentase peningkatan sebesar 12% dimana sepeda motor mendominasi dengan penguasaan 13,1% dari segmen tersebut. Peningkatan ini cenderung berdampak pada tingginya laju polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Lebih lanjut, modifikasi permukaan lahan guna dimanfaatkan sebagai bangunan yang notabenenya merupakan material yang tidak mampu menyimpan gelombang radiasi dalam waktu yang cukup lama merupakan pemicu utama terjadinya efek panas perkotaan yang berujung pada pemanasan global (global warming). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa kawasan perkotaan (urban) melepas lebih banyak suhu panas (heat) ke atmosfer dibandingkan dengan kawasan perdesaan (rural). Hal ini wajar mengingat aktivitas di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Seorang Profesor dari Stanford
Salam Redaksi
University bernama Mark Z. Jacobson dalam sebuah penelitian tahun 2011 mengungkapkan bahwa efek panas perkotaan (Urban Heat Islands/UHI effects) ini berkontribusi kecil dalam pemanasan global. Meskipun demikian, para pemerhati perubahan iklim (climate change) berpendapat bahwa UHI effects ini merupakan faktor dominan penyebab pemanasan global. Jadi jangan heran kalau saat ini kita merasa suhu udara di sebagian daerah di Aceh cukup panas, bahkan tidak hanya dirasakan di kawasan perkotaan saja melainkan juga di perkampungan-perkampungan. Bahkan ada yang berspekulasi dengan membandingkan situasi yang sangat berbeda pada saat mereka kecil dulu, katakanlah 20-30 tahun yang lalu. Apakah panas yang kita rasakan selama ini adalah akumulasi negatif dari pembangunan? tentu saja untuk mendapatkan jawaban yang ilmiah mesti dilakukan kajian-kajian yang melibatkan banyak ahli. Saya pribadi mencoba realistis saja terhadap kondisi kita saat ini. Akselerasi pembangunan infrastruktur Aceh yang distimulasi oleh dana otsus mesti benar-benar tepat untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Aceh sesuai amanat UUPA tanpa mencederai kelestarian lingkungan sekitar yang merupakan hak mutlak generasi mendatang. Ini
adalah tugas yang menjadi tanggung jawab tidak hanya bagi Pemerintah sebagai pengambil kebijakan, namun juga masyarakat, pihak swasta, lembaga-lembaga sosial dan lain sebagainya. Banyak sekali kebijakan yang dapat ditempuh untuk memastikan kelestarian lingkungan pada saat pembangunan infrastruktur dilakukan secara masif. Sebut saja beberapa diantaranya mengkampanyekan pelayanan transportasi massal, peningkatan infrastruktur pedestrian perkotaan, penggunaan atap hijau (green roof), mempromosikan kebun masyarakat (community garden) seperti yang dilakukan oleh negeri kincir angin, penanaman vegetasi hijau, perluasan taman kota, dan lain sebagainya. Sebagai penutup, amanat UUPA cukup jelas dalam hal mewujudkan masyarakat Aceh yang sejahtera pasca penandatanganan nota kesepakatan damai. Dana otsus yang menjadi kompensasi materi atas konflik yang berkepanjangan hendaknya mampu melecut spirit pembangunan ketertinggalan Aceh selama ini. Tentu saja kita semua tidak menginginkan pemanfaatan dana otsus untuk pembangunan yang masif di Aceh secara tidak langsung akan berkontribusi terhadap pemanasan global. Oleh karena itu, dibutuhkan upayaupaya terpadu pelestarian lingkungan yang mampu meminimalisir kerusakan lingkungan dan dampak negatif lainnya akibat pembangunan. Upaya ini adalah tanggungjawab kita bersama. Kalau bukan sekarang, kapan lagi kita harus memulainya? n Penulis adalah: Staf Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana (P2SP) Bappeda Aceh
Redaksi menerima kiriman berita kegiatan pembangunan Aceh dan opini dari masyarakat luas. Tulisan diketik dengan spasi ganda dan disertai identitas dan foto penulis, dapat pula dikirim melalui pos atau e-mail
Integrasi untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi
ARAH kebijakan pembangun Aceh tahun 2017 menitik-berat pada aspek integrasi sebagai prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi Aceh ke arah yang lebih positif guna mencapai pertumbuhan yang tinggi, stabil, dan berkualitas. Pendakatan hulu-hilir sebagai turunan dari pembangunan integratif ini dimulai dengan pembangunan infrastruktur sebagai syarta utama untuk membuka akses dan koneksi antar wilayah. Langkah ini dikuti dengan pengembangan dan revitalisasi kawasan-kawasan strategis yang memiliki potensi ekonomi dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomiAceh baik ditingkat regional maupun global. Searah dengan kebijakan ini Pemerintah Aceh sebagaiamana diatur dalam RTRWA (2013-2033) menetapkan zona pengembangan kawasan strategis Aceh yang meliputi Kawasan Pusat Perda-
gangan dan Distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and Distribution Center) yang tersebar di 6 (enam) zona agroindustri, dan Kawasan agrowisata yang tersebar di 17 (tujuh belas) Kabupaten di Aceh. Kebijakan pembangunan ekonomi Aceh juga diarahkan juga pada peningkatan daya saing ekonomi Aceh untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Diiringi dengan keterpaduan industri manufaktur pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, dan sumber daya alam terbarukan lainnya yang berbasis keunggulan wilayah. Juga untuk mengembangkan konektifitas jalur-jalur distribusi yang lancar dan efisien. Arah kebijakan ini tentu mensyaratkan pembangunan sistem dan jaringan jalan antar wilayah sehingga pada gilirannya mampu mendukung target pertumbuhan ekonomi
dan pengembangan potensi wilayah tertinggal dan terisolir di Aceh. Kemudian kebijakan yang juga tidak kalah penting adalah terkait dengan progam peningkatan nilai tambah ragam komoditas unggulan untuk kemudian disinergikan dengan kebijakan kemudahan investasi terkait pengembangan agroindustri sehingga tercipta kultur dan iklim investasi yang sehat di Aceh. Iklim investasi yang sehat pada giliran tentunya akan menjadi daya tarik bagi pelaku-pelaku ekonomi ataupun investasi luar menanamkan investasinya di Aceh. Kesemuan tahapan kebijakan ini secara simultkan kita harapkan dapat menjadi stimulan pendorong kemajuan dan pertumbuhan ekonomi Aceh di masa-masa yang akan datang. n Zulkifli
Redaksi Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, Sekretaris Daerah Aceh | Pengarah Kepala Bappeda Aceh | Penanggung Jawab Kapala Biro Humas Setda Aceh, Sekretaris Bappeda Kasubbag Umum Bappeda Aceh | Pemimpin Redaksi Aswar Liam | Redaktur Pelaksana Hasan Basri M. Nur | Dewan Redaksi Ridwan, Bulman, M. Iskandar |Sekretaris Redaksi Mohd. Meidiansyah, Putra, Zulliani, Farid Khalikul Reza | Editor Zamnur Usman | Reporter Heri Hamzah, D Zamzami, Riyadi | Reportasi da Notulensi Mansurdin| Lay out & editor foto Irvan | Ilustrasi kartun dan grafis Jalaluddin Ismail | Fotografer Candra Irani | IT Maimun Riansyah | Staf Logistik dan Layanan Umum Samsul Bahari, Sarini, Khairul Amar, Firdaus Pelindung
Aceh|
Pemimpin umum
Alamat Redaksi
Bappeda Aceh Jl.Tgk. H. Muhammad Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh
Telp.
(0651) 21440
Fax.
(0651) 33654 |
Web:
bappeda.acehprov.go.id
email:
[email protected]
Tabloid ini diterbitkan oleh Pemerintah Aceh melalui kerjasama Bappeda Aceh dengan Biro Humas Setda Pemerintah Aceh
CERMIN
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
OLEH:
Muhammad Yasir Yusuf
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar Raniry
Kemandirian Ekonomi ala Nabi Yusuf A.S YUSUF berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (Surah Yusuf; 47). Pertumbuhan ekonomi selalunya dilihat dari dua faktor, pertama; berapa tingkat pertumbuhan ekonomi (produksi) suatu daerah dan kedua; bagaimana tingkat pendapatan perkapita masyarakat sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan untuk konsumsi. Dalam hadist, Rasulullah berkata; ada empat pertanyaan yang Allah akan tanya di akhirat, salah satunya adalah “dari mana harta engkau dapatkan dan kemana harta itu engkau gunakan”. Artinya faktor produksi yang merupakan income bagi masyarakat dan faktor konsumsi dalam menghabiskan pendapatan menjadi perhatian utama Rasulullah SAW. Dalam meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat dibidang produksi dan konsumsi, kita bisa belajar dari Nabi Yusuf AS sebagai representatif pemerintah Mesir waktu itu dalam menghadapi musim kemarau yang berdampak pada kematian. Pertama, Nabi Yusuf berhasil meningkatkan hasil produksi dalam negeri dengan memotivasi masyarakat menanam gandum dan kedua, mengajak masyarakat untuk melakukan penghematan dalam konsumsi sehingga masyarakat hidup dalam keadaan surplus. Ketika musim kemarau tiba, masyarakat Mesir bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, malah mereka mampu melakukan ekspor gandum untuk masyarakat di luar Mesir. Kemandirian ekonomi masyarakat bisa dilakukan dengan; pertama, memaksimalkan upaya produksi daerah baik bidang perikanan, pertanian dan perternakan atau menghidupkan usaha kecil dan menengah masyarakat. Kedua; merubah pola konsumsi masyarakat untuk berhemat sesuai dengan pendapatan dan kebutuhan serta berusaha untuk menabung guna menghadapi masa-masa sulit. Pemerintah berperan penting dalam hal ini untuk mengoptimalkan produksi daerah dari potensi yang ada dan mengedukasi masyarakat untuk berhemat. Wallahu’alam bin Shawab.
Pembangunan Fly Over I dalam Perencanaan Pemerintah Kota Banda Aceh, Simpang Surabaya merupakan titik penting dalam sistem jaringan jalan Kota Banda Aceh. Saat ini, kapasitas Simpang Surabaya terasa sangat padat, terutama saat pagi dan sore hari. Pada jam-jam sibuk ini, Simpang Surabaya terasa sangat sempit dengan beragam jenis kendaraan milik para pekerja, PNS, serta para pelajar. Maka, kebijakan pemerintah untuk membangun flyover (jembatan layang) di lokasi tersebut, tentu sudah menjadi keharusan. Memang, pembangunan Flyover Simpang Surabaya sendiri
terdapat pro dan kontra dalam masyarakat, mungkin itu semua karena sebagian masyarakat berpikir dan merasa terganggu dengan adanya flyover. Akan tetapi menurut saya pembangunan flyover tersebut sangat membantu mencegah potensi kemacetan arus lalulintas yang terjadi saat ini di Simpang Surabaya. Terutama di titik-titik penting di Kota Banda Aceh yang kapasitas arus lalulintasnya sangat padat. Apalagi saat ini Kota Banda Aceh sudah terlalu banyak kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor.
Widtri Wulandari, SKom Staf Subbag. Penyusunan Program Bappeda Aceh
3
4
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
Bappeda Mulai Persiapkan KUA PPAS 2017 “Dalam penjadwalan persiapan percepatan penganggaran 2017 akan selalu berpatokan pada Pedoman Pengganggaran Belanja Daerah tahun Anggaran 2016.” -- ZULKIFLI -Kepala Bappeda Aceh
B
ADAN Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh mulai mempersiapkan penyusunan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2017. Berdasarkan jadwal yang telah disusun, kegiatan
ini akan dimulai pada minggu keempat bulan Mei 2016. “Dalam penjadwalan persiapan percepatan penganggaran 2017 akan selalu berpatokan pada Pedoman Pengganggaran Belanja Daerah tahun Anggaran 2016. Ini sesuai dengan Permendagri (Peraturan
Menteri Dalam Negeri) Republik Indonesia nomor 52 tahun 2015,” ungkap Kepala Bappeda Aceh, DR Ir Zulkifli MSi kepada Tabangun Aceh, awal April 2016. Selanjutnya, pada minggu pertama bulan Juni 2016, rancangan KUA dan PPAS APBA 2017 ini akan disampaikan oleh TAPA kepada Gubernur Aceh. Pada minggu kedua bulan Juni, dokumen KUA dan PPAS APBA 2017 ini dibawa oleh Gubernur Aceh untuk disampaikan kepada DPRA. Kemudian, pada minggu ketiga dan empat Juni dan minggu kedua dan tiga bulan Juli akan dilakukan pembahasan bersama rancangan KUA dan PPAS APBA 2017 antara TAPA dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.s “Smua kita mengharapkan pembahasan ini bisa terlaksana sesuai dengan jadwal yang
telah disusun oleh pemerintah melalui Permendagri,” ujarnya. Langkah selanjutnya, pada minggu keempat Juli dilakukan penandatangan nota kesepakatan KUA dan PPAS APBA tahun 2017 antara Gubernur dengan pimpinan DPRA. Pada awal Agustus, tepatnya minggu pertama Agustus, akan dilakukan penyiapan/penyampaian Surat Edaran Gubernur tentang pedoman penyusunan RKA tahun 2017 kepada SKPA. Seterusnya pada minggu kedua Agustus dilakukan penyusunan RKA SKPA tahun 2017. Pada minggu ketiga Agustus sampai dengan minggu kedua September, akan dilakukan pembahasan RKA SKPA tahun 2017 oleh TAPA. Selanjutnya, minggu ketiga dan empat September dilakukannya penyusunan RAPBA tahun 2017. Dilanjutkan, pada minggu per-
tarma Oktober akan disampaikannya RAPBA tahun 2017 disertai nota keungan kepada DPRA. Pada minggu pertama sampai minggu keempat Oktober ini juga akan dilaksanakan pembahasan RAPBA 2017. Persetujuan bersama antara Gubernur dan DPRA terhadap RAPBA 2017 ini diharapkan tercapai pada minggu ketiga bulan Oktober 2016. Jika semua tahapan ini dilalui secara lancar, maka pada minggu pertama sampai dengan minggu ketiga November akan dilakukan penyampaian Qanun APBA yang telah disetujui DPRA dan rancangan peraturan Gubernur Aceh tentang penjabaran APBA tahun 2017 kepada Mendagri. “Kita targetkan, RAPBA 2017 ini sudah disahkan pada minggu keempat bulan November 2016,” ujar Kepala Bappeda Aceh, Zulkifli.[Mansurdin]
Tiga RS Regional Tunggu Persetujuan Dewan FOKUS PEMBANGUNAN BIDANG KESEHATAN ACEH 1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh SDM dan fasilitas kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan minimum serta tersebar secara merata dan proporsional 2. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan sehat 3. Pengembangan sistem kesehatan dan rujukan dengan pengembanga 5 rumah sakit rujukan regional (RSUD Langsa, RSUD Bireuen, RSUD Takengon, RSUD Meulaboh, RSUD Tapaktuan) 4. Peningkatan upaya pencegahan, pemberantasan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular 5. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan RENCANA pembangunan Rumah Sakit Regional di Wilayah Barat Aceh di kabupaten Aceh Barat. | Sumber: rsucnd.acehbaratkab.go.id
P
EMBANGUNAN lima rumah sakit regional menjadi salah satu prioritas dr H Zaini Abdullah dalam bidang kesehatan. Pembangunan 5 RS regional di kawasan timur, utara, tengah, dan barat selatan Aceh ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan, sehingga sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin. Kelima rumah sakit yang akan menampung pasien rujukan dari rumah sakit daerah (kabupaten/ kota) ini masing-masing berada di Kota Langsa, Bireuen, Takengon (Aceh Tengah), Meulaboh (Aceh Barat), dan Tapaktuan (Aceh Selatan). Dari lima unit RS regional yang akan dibangun itu, tiga unit di antaranya yaitu di Bireuen, Meulaboh, dan Takengon, serta 1 unit RS Kanker RSUZA, direncankan dibangun dengan menggunakan pinjaman luar negeri. Total dana yang dibutuhkan mencapai
Rp 1,2 - Rp 1,3 triliun. Informasi dihimpun Tabangun Aceh, Bank Pembangunan Jerman (KfW) sudah menyatakan kesediaannya memberikan pinjaman lunak untuk kepentingan tersebut. Bunga pinjamannya antara 2,5 sampai 3,3 persen. Seperti diketahui, KfW pernah membiayai pembangunan RSU Zainoel Abidin yang baru atas hibah pemerintah Jerman untuk mengganti RSUZA lama yang suana gempa dan dah terkena benc tsunami. Menyikapi kesediaan KfWmembiayai pembangunan tiga unit RS Regional plus 1 unit RS Kanker RSUZA, Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah pun bergegas menyusun proposal pinjaman pembiayaan keempat rumah sakit itu. Alasan Gubernur Zaini meminjam dana dari luar negeri, tidak lain untuk mempercepat pembangunan keempat rumah sakit tersebut. “Kalau menggunakan dana APBA dan APBN, penyelesaian-
nya butuh waktu tiga sampai lima tahun baru operasional. Tapi jika menggunakan dana pinjaman, bisa selesai dalam waktu dua atau tiga tahun,” ujar Doto Zaini kepada Tabangun Aceh beberapa waktu lalu. “Setelah pembangunan fisik rumah sakitnya selesai bersama pengadaan peralatannya, kita tinggal mencicil pinjamannya dari sumber dana otsus yang masih akan terima 11 tahun lagi,” lanjutnya. “Kalaupun nanti anak cucu kita bertanya, kemana saja dana otsus itu digunakan, dapat kita buktikan, di antaranya untuk pembangunan tiga unit RS Regional dan 1 unit RS Kanker di kompleks RSUZA yang akan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Aceh, maupun Indonesia,” imbuhnya. Gubernur juga memaparkan, bukanlah perkara gampang untuk mendapatkan pinjaman luar negeri. Selain trust atau kepercayaan kepada Pemerintah Aceh, masih banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya izin dari Bap-
penas, Kemendagri, Kemenkeu, dan instansi teknis vertikal lainnya. Menurutnya, dari semua persyaratan izin pinjaman luar negeri dari Pemerintah Pusat, sudahdiperoleh oleh Pemerintah Aceh. Saat ini hanya tinggal persetujuan dari anggota DPRA. “Izin dari Pimpinan DPRA lama, periode 2010-2014 sudah pernah kita dapatkan, tapi karena saat ini sudah terjadi pergantian Pimpinan DPRA, makanya kita harus mendapat izin dari DPRA periode 2014-2019,” kata Kepala Dinas Kesehatan Aceh, M Yani, melalui Kabid Programnya, Hanif. Akan dikaji Sementara itu, Ketua DPRA, Tgk Muharuddin mengatakan Badan Musyawarah (Bamus) DPRA akan mengkaji ulang soal pinjaman dana dari luar negeri untuk pembangunan tiga RSU regional di Aceh, serta RS kanker di RSUZA, Banda Aceh. DPRA lebih menyetujui pembangunan itu menggunakan dana otonomi khu-
6. Peningkatan Fasilitas Pelayanan kesehatan, serta tersedianya kesinambungan jaminan kesehatan 7. Percepatan pencapaian Indikator MDGs dan Indikator Pembangunan Kesehatan lainnya. Sumber: Dinas Kesehatan Aceh
sus (Otsus) Aceh. Adapun pembangunan RS regional di Langsa dan Tapaktuan akan didanai APBA dan APBN. Muharuddin menyebutkan, keputusan untuk mengkaji ulang pembangunan RS regional dengan sumber pinjaman luar negeri, diputuskan dalam rapat Bamus Anggota DPRA, Jumat (8/4) siang. Menurutnya, kajian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas lagi bagi penggunaan dana otsus ke depan. “Jika hasil kajian nanti, lebih menguntungkan pakai dana otsus sendiri, tinggal kita atur saja, besaran yang akan dialokasikan per tahunnya. Sudah saatnya Aceh miliki RS Regeonal yang bagus, untuk pemerataan dan keadilan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Aceh dan Indonesia,” ujarnya.(heri hamzah)
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
5
Perencanaan Matang Menghindari Praktik Korupsi “Penggunaan anggaran tidak akan lagi didasarkan pada fungsi masing-masing satuan kerja (money follow function) seperti yang berlaku selama ini, tapi harus berorientasi pada sektor prioritas (money follow program).” -- Dermawan -Sekretaris Daerah Aceh
PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2017 DISUSUN DALAM BEBERAPA DIMENSI UTAMA: 1. Dimensi Pembangunan Manusia Meliputi: revolusi mental, pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan dan pembangunan perumahan dan pemukiman 2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan: Meliputi: kedaulatan pangan, kedaulatan energy dan ketenagalistrikan, kemaritiman dan kelautan serta kawasan industry dan kawasan ekonomi khusus (KEK) 3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan Meliputi: pemerataan antar kelompok pendapatan, perbatasan Negara dan daerah tertinggal, pembangunan perdesaan dan perkotaan serta pengembangan konektivitas nasional 4. Dimensi Pembangunan terhadap Kondisi yang dianggap perlu Meliputi: Pembangunan politik, hukum, pertahanan dan keamanan.
ARAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ACEH TAHUN 2017: 1. Meningkatkan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi 2. Pengembangan dan revitalisasi kawasan-kawasan strategis yang memiliki potensi ekonomi dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi di tingkat global dan regional 3. Memastikan kemudahan serta mendorong pertumbuhan investasi yang terkait dengan pengembangan agroindustri serta penuntasan akses jalan yang menjangkau wilayah terisolir 4. Penurunan dari angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh secara signifikan 5. Peningkatan nilai tambah produk komoditas unggulan 6. Peningkatan kualitas pelayanan, tidak hanya diduga agar tetap konsisten, melainkan juga menjadi daya tarik bagi masyarakat luar dan dalam Aceh sehingga dapat menambah pendapatan asli Aceh.
S
EKRETARIS Daerah Aceh, Dermawan menegaskan bahwa perencanaan yang matang untuk sebuah proses pembangunan akan bisa menghindari praktik-praktik korupsi. Ia juga mengingatkan kepada para pejabat pemerintahan dan pelaku pembangunan untuk terus berhatihati dalam melaksanakan tugasnya mulai dari proses mekanisme perencanaan awal hingga tahap pelaksanaan program. Hal ini dikarenakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Aceh sebagai salah satu daerah prioritas dalam pengawasan praktek korupsi. Hal itu disampaikan Sekda Dermawan saat membuka Forum Gabungan SKPA dan Pra Musrenbang Tahun 2016 di Aula Bappeda, Banda Aceh, Kamis (7/4/2016). Dalam kesempatan ini juga, Sekda turut mengingatkan para pegawai pemerintahan yang terlibat
dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan agar dapat menyelaraskan usulan program dengan kebijakan pembangunan nasional 2017 dan Nawa Cita. Secara garis besar, sebut Sekda, prioritas pembangunan nasional itu disusun dalam empat dimensi utama, yaitu: Dimensi pembangunan manusia, Dimensi pembangunan sektor unggulan, Dimensi pemerataan dan kewilayahan, dan Dimensi pembangunan untuk kondisi yang dianggap perlu. Guna mendukung pencapaian yang maksimal dari sasaran pembangunan tersebut, Sekda mengajak seluruh pemerintah daerah agar dapat menggunakan pendekatan yang holistik, tematik, integratif dan spasial serta memprioritaskan pembangunan di sektor infrastruktur dan ekonomi guna meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah. “Menurut arahan dari Presiden RI, penggunaan anggaran tidak akan lagi didasarkan pada fungsi masing-masing satuan kerja (money follow function) seperti yang berlaku selama ini, tapi harus berorientasi pada sektor prioritas (money follow program),” katanya. Dengan kebijakan ini, Dermawan mengatakan akan ada pengurangan anggaran pada SKPA tertentu, dan akan ada penambahan anggaran pada SKPA lainnya,
dengan mempertimbangkan skala prioritas pembangunan nasional dan 10 prioritas pembangunan sebagaimana tercantum di dalam RPJM Aceh 2012-2017. “Dengan ada pra musrenbang ini, saya harap seluruh pejabat pemerintahan dapat menghasilkan rumusan rancangan pembangunan yang terbaik dan menjadi kesepakatan bersama untuk dituangkan ke dalam rancangan RKPA 2017 yang memang berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan, dan benar-benar dapat memperhatikan aspek pemerataan, keadilan, dan berkelanjutan,” ujarnya. Senada dengan itu, Kepala Bappeda Aceh Zulkifli juga menegaskan bahwa forum SKPA dan pra musrenbang merupakan ajang untuk menunjukkan taat komitmen. “Komitmen membuat perencanaan yang holistik, terintegrasi dan tematik, jadi tidak ada program yang tercecer di luar mekanisme yang ada,” ujarnya. Selain, sebut Zulkifli, pelaksanaan Forum Gabungan SKPA dan Pra Musrenbang ini juga merupakan bagian dari proses perencanaan, yang mempunyai kedudukan dan fungsi penting dalam rangka meningkatkan konsistensi dan sinkronisasi kebijakan, program, dan kegiatan antara pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota untuk menyusun rencana kerja Pemerintah Aceh tahun 2017.[yayan]
Aceh Jadi Lumbung Pangan Nasional PROGRAM PRIORITAS DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN ACEH:
“Ada tiga tanaman yang menjadi perhatian Pemprov Aceh, yaitu padi, kedelai, dan jagung. Untuk 2016, selain padi, produksi kedelai dan jagung ditargetkan masingmasing 131 ribu ton dan 237 ribu ton.” -- Abubakar Karim -Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh
1. Mengoptimalkan pemanfaatan sawah baru. 2. Meningkatkan Indek Pertanaman dengan target 1,7. 3. Mencetak sawah baru dengan target 15 ribu hektare. 4. Optimalisasi lahan; menanam kembali sawah yang terbengkalai dengan merehabilitasi lahan. 5. Pemenuhan peralatan dan mesin pertanian. 6. Pemenuham Saprodi (pupuk, obat-obatan, benih, jaringan irigasi)
GUBERNUR Aceh dr H Zaini Abdullah, menunjau program GP3K binaan PT PIM di desa Gani, Aceh Besar, beberapa waktu lalu. |
FOTO: HUMAS ACEH.
P
EMERINTAH Provinsi Aceh menargetkan produksi padi pada 2017 akan naik sebesar 2,5 juta ton. Pada tahun 2016 petani Aceh diprediksi mampu memproduksi 2,3 juta ton, sebuah angka yang melampaui target 2,1 juta ton. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Abubakar Karim kepada Tabangun Aceh, awal April 2016 menyebutkan, pertumbuhan produksi padi yang sesuai target, membuat Aceh masuk ke dalam daerah surplus dan swasembada beras. Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah untuk menjadikanAceh sebagai daerah lumbungpangan nasional. Menurut Mantan Kepala Bappeda Aceh ini, ada tiga tanaman yang menjadi perhatian Pemprov Aceh, yaitu padi, kedelai, dan
jagung. Untuk 2016, selain padi, produksi kedelai dan jagung ditargetkan masing-masing 131 ribu ton dan 237 ribu ton. Pembenahan sistem pertanian yang terpadu dan optimal terus dilakukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh. Abubakar Karim menyebutkan beberapa program menjadi prioritas dilakukan untuk terus menjaga kemandirian Aceh dari hasil pertanian. Di antaranya adalah mengoptimalkan pemanfaatan sawah baru, sebanyak 264 hektare, sehingga di tahun 2016 akan ada 512 hektare sawah ditanam. “Lalu kita juga akan meningkatkan Indek Pertanaman hingga angka 1,7. Sementara saat ini ada di angka 1,6. Artinya dengan angka ini kita akan bisa menanami lahan 470 ribu hingga 480 ribu hektare,” ujar pria kelahi-
ran Gayo Lues yang bergelar professor ini. Peningkatan Indek Pertanaman (IP) akan dilakukan dengan mengoptimalkan jaringan irigasi dan membangun jaringan irigasi didaerah potensial. Namun, menurut Abubakar Karim, saat ini dunia pertanian, khususnya sawah, di Aceh memang sedang mengalami sedikit tantangan dengan maraknya pengalihfungsian lahan menjadi kawasan pembangunan. Sedikitnya 2 persen per tahun lahan sawah di Aceh berkurang akibat beralih fungsi menjadi lahan bangunan. “Oleh karena itu kita sangat menyambut baik program Presiden Jokowi dengan mencetak sawah baru. Untuk tahun 2017 ditargetkan ada 15 ribu hektare sawah baru tercipta di Aceh,” katanya. Sehingga posisi Aceh yang di-
targetkan sebagai lumbung pangan nasional bisa terus dipertahankan. Saat ini, sebut Abubakar Karim, hanya 7 kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang tak mampu swadaya dalam menyediakan pangan, terutama beras. Untuk itu daerah-daerah ini disupplay oleh daerah-daerah tetangganya. Masing-masing kabupaten/ kota dimaksud adalah Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kota Subulussalam, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Singkil. Selain itu, sebutnya kini petani-petani di Aceh juga tengah dipersiapkan untuk bisa menjadi penangkar bibit unggul, sehingga bibit padi nantinya tak perlu lagi didatangkan dari luar, cukup dari hasil swadaya masyarakat petani itu sendiri. [yayan]
6
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
2017 Ekonomi Aceh Harus Lebih Mandiri
PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN EKONOMI ACEH 2017 DALAM rangka mendukung pencapaian target-target RPJMA 2012-2017 terkait dengan pembangunan ekonomi Aceh, maka prioritas dan sasaran pada tahun 2017 adalah sebagai berikut: Penurunan Angka Kemiskinan dan Pengangguran, dengan Sasaran pembangunan sebagai berikut : 1. Penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha 2. Meningkatkan akses terhadap sumber daya alam, modal dan lahan 3. Pengembangan usaha ekonomi kreatif masyarakat 4. Penguatan kelembagaan keuangan mikro dan akses permodalan 5. Peningkatan skala usaha komoditas masyarakat yang layak dengan memanfaatkan lahan tidur, terlantar dan pengembangan kawasan transmigrasi 6. Pengembangan agrobisnis dalam pengembangan pertanian pedesaan 7. Membentuk dan Membina Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk meningkatkan ekonomi produktif masyarakat 8. Peningkatan daya saing produk Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) dan koperasi 9. Peningkatan keahlian dan daya saing tenaga kerja yang memiliki standarisasi 10. Peningkatan akses kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja 11. Pengembangan usaha ekonomi kreatif masyarakat 12. Peningkatan daya saing produk Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) dan koperasi Peningkatan Ketahanan Pangan dan Nilai Tambah Produksi, dengan Sasaran pembangunan sebagai berikut : 1. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian untuk menjamin ketersediaan pangan masyarakat 2. Peningkatan akses dan keamanan pangan untuk menjamin ketahanan pangan sampai pada tingkat individu di seluruh wilahan Aceh 3. Peningkatan diversifikasi pangan untuk mengurangi tingkat konsumsi beras 4. Peningkatan produksi dan produktifitas industri pengolahan 5. Penyediaan cadangan pangan daerah 6. Peningkatan sistem kelembagaan, Sumber Daya Manusia penyuluh dan petani 7. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung pertanian 8. Penataan sistem pemasaran produk pertanian daerah 9. Pengembangan kawasan agro industri berbasis komoditas unggulan ekspor dan sistem usaha yang berkelanjutan 10. Optimalisasi luas areal pertanian, prasarana dan pengendalian produksi pertanian 11. Peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas hasil pertanian berbasis komoditas unggulan sesuai dengan potensi kawasan 12. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung pertanian 13. Pengembangan kawasan potensi perikanan tangkap dan budidaya; 14. Pengembangan kelembagaan dan sistem pemasaran produk pertanian daerah Peningkatan Infrastruktur, investasi dan pengembangan kawasan-kawsan strategis, dengan Sasaran pembangunan sebagai berikut : 1. Mengurangi disparitas dan kesenjangan dalam aksessibilitas pergerakan orang dan barang 2. Membangun dan memelihara sarana penampungan air (waduk, embung, situ) serta meningkatkan fungsi jaringan irigasi untuk dapat melayani ketersediaan air areal persawahan 3. Membangun sistem pengelolaan dan pemanfaatan hasil pertambangan sebagai kawasan industri dengan memperhatikan nilai tambah dan dampak lingkungan serta risiko bencana 4. Mendorong revitalisasi industri strategis 5. Merevitalisasi BUMA yang telah ada dan membentuk BUMA sesuai kebutuhan yang profesional, untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) 6. Meningkatkan sinergisitas pembangunan ekonomi Aceh 7. Pengembangan pasar dan sarana penunjang pemasaran sumber daya alam 8. Pembangunan kawasan strategis, potensial dan cepat tumbuh 9. Meningkatkan jumlah penanam modal baik investor dalam negeri maupun investor asing 10. Meningkatkan nilai realisasi investasi PMDN dan PMA 11. Meningkatkan rasio daya serap tenaga kerja pada bidang penanaman modal 12. Peningkatan iklim investasi dan promosi potensi sumber daya alam
Sabang Fokus Infrastruktur dan Wisata
kebijakan pembangunan ekonomi Aceh tahun 2017 diarahkan untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi, stabil, dan berkualitas.
SASARAN UTAMA PEMBANGUNAN SECARA makro, sasaran utama pembangunan Aceh pada 2017, dengan mempertimbangkan kondisi dan permasalahan yang dihadapi serta penyesuaian dengan indikator yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017 adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 di targetkan sekitar 5,2- 6,0 persen 2. Tingkat kemiskinan pada tahun 2017 di targetkan turun menjadi sekitar 15.5-16 persen 3. Tingkat pengangguran pada tahun 2017 sekitar 7,5 - 8,5 persen 4. Tingkat inflasi dijaga dan terkendali sekitar 4,0-5,0 persen. 5. Angka Indeks Pembangunan Manusia diupayakan diatas rata-rata nasional
LAPORAN UTAMA
--Marthunis, ST, DEA -Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan (P2EK)
K
EPALA Bappeda Aceh melalui Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan (P2EK), Marthunis, ST, DEA, menyatakan bahwa Tahun 2017 merupakan tahun terakhir implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh periode 2012-2017. Program-program dan kegiatan prioritas yang telah ditetapkan dalam RPJMA selama periode ini diharapkan dapat dituntaskan pelaksanaannya selambatlambatnya pada tahun tersebut. Penuntasan program dan kegiatan prioritas ini, diharapkan dapat terwujud masyarakat Aceh yang bermartabat, sejahtera, berkeadilan, dan mandiri. Lebih lanjut Marthunis menyampaikan, sesuai dengan tema pembangunan Aceh tahun 2017, yaitu ”meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia untuk memperkuat daya saing dan kemandirian ekonomi Aceh”, maka kebijakan pembangunan ekonomi Aceh tahun 2017 diarahkan untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi, stabil, dan berkualitas. Tujuan ini akan dicapai melalui peningkatan produksi dan produktivitas daerah sebagai nilai tambah ekonomi dengan pengembangan industri pengolahan dan pengembangan sektor jasa secara terpadu, dan penguatan kemandirian pelaku ekonomi. Selain itu kebijakan pembangunan ekonomi diarahkan juga pada peningkatan daya saing ekonomi Aceh untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Diiringi dengan keterpaduan industri manufaktur pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, dan sumber daya alam terbarukan lainnya yang berbasis keunggulan wilayah. Juga untuk mengembangkan konektifitas jalur-jalur distribusi yang lancar dan efisien. Permasalahan dan tantangan Ada beberapa permasalahan penting yang menjadi tantangan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas yang menjadi fokus Pemerintah Aceh pada tahun 2017. Pertumbuhan ekonomi Aceh selama beberapa tahun terakhir masih rendah. Permasalahan lain adalah terjadinya kenaikan disparitas antar wilayah (Indeks Williamson) dan kelompok pendapatan (Rasio Gini), walaupun lebih rendah angka-angkanya dibanding nasional namun masih lebih tinggi dari target RPJMA 2012-2017. Selain itu pemban-
gunan pertanian, perkebunan dan perikanan yang masih belum berkembang secara optimal yang diindikasikan dengan produktivitas, kualitas komoditi dan nilai tambah yang rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata nasional. Demikian juga nilai realisasi investasi dan daya saing UMKM yang rendah dibandingkan dengan capaian sejumlah provinsi lain di Indonesia yang disebabkan oleh minimnya fasilitas infrastruktur, regulasi, permodalan, dan rendahnya kualitas SDM. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi maka kebijakan pembangunan ekonomi Aceh untuk tahun 2017 harus mampu berkontribusi pada penciptaan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Ditandai dengan peningkatan laju dan nilai PDRB, pengurangan defisit perdagangan terutama antar daerah, peningkatan kontribusi industri pengolahan terutama industri non migas serta diikuti oleh makin sedikitnya angka kemiskinan, menurunnya angka pengangguran. Salah satu penyebab rendahnya perkembangan perekonomian Aceh selama ini karena kekurangan fasilitas sarana infrastruktur yang mendukung aktivitas perekonomian. Sarana infrastruktur yang perlu ditingkatkan adalah yang terkait langsung dengan sektor produksi di berbagai sektor seperti waduk, irigasi, jalan, pelabuhan, pasar, gudang, pusat pembibitan, science parks, sentra produksi, sentra industri, kawasan industri, kawasan perhatian investasi, kawasan minapolitan, kawasan agropolitan, kawasan transmigrasi, dan Balai Latihan Kerja (BLK) yang sesuai dengan kebutuhan industri dan jasa. Pembangunan semua fasilitas infrastruktur tersebut diharapkan dapat memperkuat daya saing dan kemandirian ekonomi Aceh di masa mendatang, katanya. Pada sektor pertanian, sebagai salah satu kontributor penting (key contributor) pada pembentukan struktur ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, diarahkan terutama untuk peningkatan produktifitas dan kualitas beberapa komoditi penting daerah serta untuk menjadi salah satu sektor andalan. Demikian juga disektor ketenagakerjaan diarahkan untuk menciptakan tenaga kerja yang mempunyai produktivitas tinggi melalui peningkatan kompetensi keterampilan dan keahlian yang berbasis pasar, imbuhnya menutup penjelasan kepada Tabangun Aceh.[ska]
Anas Fahruddin
Kepala Bappeda Kota Sabang UNTUK Kota Sabang, prioritas pembangunan hingga tahun 2017 nanti tentunya adalah membangun dan melengkapi infrastruktur yang mendukung Sabang sebagai destinasi wisata di Indonesia. Semua fasilitas dan infrastruktur harus dilengkapi. Lihat saja bangaimana membludaknya wisatawan ke Kota Sabang, terutama di harihari libur. Tapi kadang wisatawan banyak yang tidak terlayani dengan baik, misalnya tidak ada oleh-oleh yang variatif, akomodasinya juga belum cukup lengkap, serta masih kurangnya infrastruktur pendukung. Jadi Pemerintah Kota Sabang akan fokus di sini. Untuk tahun 2017 nanti, program besar kita termasuk untuk pemberdayaan ekonomi rakyat adalah pembangunan pabrik cokelat. Karena kita melihat di mana-mana destinasi wisata itu selalu identik dengan cokelat. Tidak masalah cokelatnya tidak dihasilkan di Sabang, tapi yang penting pengolahannya bisa dilakukan di Sabang dengan kualitas dan standar internasional. Yang juga tak kalah penting adalah, Pemerintah Kota Sabang juga meminta ketegasan regulasi, terkait dengan pelabuhan bebas Sabang, terutama terkait distribusi barang-barang yang masuk ke pelabuhan yang boleh didistribusikan ke daratan. Selama ini kan kasian juga melihat gula yang disita selalu di pelabuhan dan kemudian dimusnahkan. Nah, pembangunan pabrik cokelat yang kita rencanakan nanti juga untuk memanfaatkan gula-gula yang diimpor masuk ke Sabang. Jika sudah jadi penganan cokelat, pastinya bisa dijual ke daerah lain.[yayan]
___________
Menuju Kota Madani
Iskandar
Kepala Bappeda Kota Banda Aceh SESUAI dengan visi dan misi Kota Banda Aceh, yaitu membangun Kota Banda Aceh sebagai Kota Madani, tentunya program pembangunan Kota Banda Aceh memprioritaskan program-program penerapan syariat Islam secara kaffah. Dan ini diimplementasikan dalam berbagai program dan kegiatan. Di antaranya membangun infrastruktur yang mendukung penerapan syariat Islam dan
menciptakan tata kelola pemerintah yang syar’i. Sebagai kota dagang dan jasa, Banda Aceh memprioritas peningkatan ekonomi masyarakat melalui aneka pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga target penurunan angka kemiskinan di Banda Aceh untuk tahun 2017 nanti bisa terealisasi menjadi angka 7,5%. Dan pertumbuhan ekonomi meningkat hingga 6% dari angka saat ini yaitu 5,10%. Salah satu program utama juga untuk peningkatan ekonomi masyarakat kecil adalah dengan meluncurkan program peminjaman tanpa bunga yang diberi nama Qadimul Hasan. Ini diberikan untuk membantu warga mengembangkan usaha mereka. Pemberdayaan ekonomi lainnya juga diimplementasikan melalui dana desa. Jumlah anggaran dana desa yang besar, diperuntukkan salah satunya dalah untuk pemberdayaan ekonomi khususnya bagi perempuan. Banda Aceh juga memprioritaskan program-program peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan dan peningkatan peran pemuda dan perempuan di ranah publik.[yayan]
___________
Jalan, Drainase, Hingga Waduk Lhok Guci
Teuku Dadek
Kepala Bappeda Aceh Barat SEUSAI dengan tema pembangunan 2017 adalah untuk meningkatkan aksesibilitas kepada masyarakat, maka Kabupaten Aceh Barat masih memprioritaskan pembangunan infrastruktur di lingkungan kabupaten. Infrastruktur yang dibangun dan ditingkatkan adalah yang utama infrastruktur jalan. Seperti diketahui, meningkatnya intensitas bencana alam banjir dan longsor, menyebabkan banyak infrastruktur jalan yang rusak dan ini membuat aksesibilitas warga untuk aktifitas ekonomi sedikit terhambat, dan ini harus segera dibenahi. Misalnya salah satu yang menjadi prioritas utama adalah pembangunan dan perbaikan jalan lintas Meulaboh-Geumpang, yang rusak akibat longsor. Kemudian jalan-jalan di lingkungan kawasan relokasi penduduk korban tsunami, dan beberapa ruas jalan di kawasan yang sebelumnya terkena musibah banjir beberapa waktu lalu. Selain itu, Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat juga memfokuskan percepatan pembangunan waduk Lhok Guci, sehingga jalur irigasi ini bisa memudahkan warga untuk mengairi sawah-sawah mereka nantinya. Selain itu, beberapa pembangunan lain yang juga diprogramkan adalah pembangunan sarana olahraga dan kesenian untuk menggali potensi di kalangan generasi muda, modernisasi angkutan sampah, dan memperbaiki infrastruktur di pusat Kota Meulaboh, seperti drainase, agar banjir tak lagi melanda Kota Meulaboh. [yayan]
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
7
Aceh Kembali Masuk Nominasi Anugerah Pangripta Nusantara 2016 “Pembangunan Aceh harus selalu bergerak dan mengacu pada pro-job, pro-growth, pro-poor dan pro-enviroment. Keempat hal tersebut harus selalu dikedepankan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh.” -- Drs Zulkifli Hs MM -Kepala Bappeda Aceh
PEMERINTAH Aceh dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bappeda Aceh, Zulkifli Hs, sedang mengikuti penilaian perencanaan yang dilakukan oleh Tim Penilai Tahap III Anugerah Pangribta Nusantara di Ruang Rapat 203 Gedung Madiun di kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta (5/4). | FOTO: BAPPEDA ACEH
P
EMERINTAH Aceh kembali masuk dalam daftar nominasi peraih Anugerah Pangripta Nusantara (APN) 2016. Pada tahun sebelumnya Pemerintah Aceh mendapat predikat nomor kelima terbaik tingkat nasional untuk APN Tahun 2015 dan nomor satu terbaik untuk pulau Sumatera. Pemberian APN ini merupakan
ajang tahunan yang digelar oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas yang bertujuan untuk mendorong setiap daerah untuk menyiapkan dokumen rencanan pembangunan secara lebih baik, konsisten, komprehensif, terukur, dan dilaksanakan serta mewujudkan perencanan yang lebih baik dan bermutu.
Kepala Bappeda Aceh Drs Zulkifli Hs MM kepada Tabangun Aceh mengatakan, ada tiga tahapan mekanisme penilaian untuk APN. Dimulai dengan membedah dokumen RKPA tahun sebelumnya oleh Tim Penilai Teknis (TPT). Tim ini terdiri atas unsur eselon III dan fungsional perencanan Bappenas. Penilaian dilakukanan berdasar-
kan 5 kriteria dan 18 indikator. Pada tahap II dilanjutkan dengan verifikasi proses penyusunan RKPA dan wawancara di provinsi nominasi. Proses ini menghadirkan semua stakeholder yang terlibat dalam proses penyusunan rancangan RKPA. Penilaian wawancara ini memiliki bobot nilai 60 persen. “Alhamdulilah Pemerintah Aceh kembali terpilih untuk masuk tahap III, penilaian tahap akhir di nasional,” ujar Zulkifli. Tahap III merupakan tahap paling bergengsi, karena diuji oleh TPU dan TPI. Kapasitas Kepala Bappeda sangat diuji dalam memaparkan proses penyusunan dokumen RKPA. Mulai dari keterkaitan, konsistesi, kelengkapan dan kedalaman, keterukuran, inovasi kebijakan, bottom up dan top down, teknokratik, politik, inovasi proses dan program, tampilan dan materi presentasi, serta kemampuan presentasi dan penguasasan materi. Kepala Bappeda Aceh, Zulkifli Hs memohon dukungan dari semua stakeholder dalam penyusunan semua dokumen perencanaan mulai dari legislatif, eksekutif dan masyarakat dengan harapan Aceh menjadi yang terbaik. Zulkifli mengatakan, Pemerintahan Aceh dalam beberapa tahun sekarang ini telah mengembangkan pengawalan dokumen perencanan lima tahunan (RPJMA) dengan sistem e-rencana untuk menjaga konsistensinya. Kemudian keterkaitan dan kesesuaianan dokumen RKPA dengan RPJMA dan RPJPA menjadi lebih terjamin, dengan inovasi aplikasi e-rencana melalaui menu referensi, sasaran dan program SKPA sudah dikunci.
“Seperti Musrenbang otsus kabupaten/kota, otsus provinsi dan forum gabungan SKPA yang barubaru ini selesai dilaksanakan sudah menggunakan pendekatan aplikasi E-Rencana,” ujar Kepala Bappeda Aceh. Dalam Penilaian Tahap III APN 2016 di ruang Rapat 203 Gedung Madiun di kantor Bappenas, Tim Bappeda di pimpin langsung oleh Kepala Bappeda Aceh Zulkifli Hs dan didampingi oleh Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Marthunis Muhammad, Tenaga Ahli Bappeda Aceh, Hairul Basri, Emi Riza, serta Kasubbag Program Bappeda Aceh Ridhwan Usman. Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bappeda Aceh memaparkan tentang kriteria, parameter dan indikator dalam proses penyusunan dokumen RKPA. Ia juga menjelaskan beberapa program yang sedang berjalan dan beberapa rencana jangka panjang pemerintah Aceh. “Pembangunan Aceh harus selalu bergerak dan mengacu pada projob, pro-growth, pro-poor dan proenviroment. Keempat hal tersebut harus selalu dikedepankan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh,” papar Kepala Bappeda Aceh. Adapun penilai dari Bappenas adalah terdiri dari Tim Penilai Utama yang dipimpin oleh Bapak Wariki, Tim Penilai Independen dipimpin oleh Dr. Wicaksono Saroso dan Prof. Dr. Tech. Ir. Danang Parikesit., M. Sc, menguji dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kepakaran masing-masing dan proses diskusi sangat interaktif dengan dua arah.[zul]
Bupati Tito Terima Anugerah Prof Madjid Ibrahim “Keberhasilan pembangunan di Aceh Barat, merupakan wujud partisipasi seluruh komponen masyarakat di daerah ini, kami sangat apresiasi karena warga dengan antusias mendukung program pemerintah” -- Dr. (H.c) HT. Alaidinsyah -Bupati Aceh Barat
G
UBERNUR Aceh dr. Zaini Abdullah kembali menyerahkan piagam penghargaan kepada Pemerintah Aceh Barat yang diterima langsung Bupati Dr. (H.c) HT. Alaidisnyah pada rangkaian pembukaan Musenbang Aceh yang dilaksanakan di Gedung DPR Aceh, Banda Aceh,
Kamis (14/5/2016). Penghargaan yang bertajuk Anugerah Prof. A. Madjid Ibrahim yang merupakan penghargaan kepada daerah yang melakukan penyusunan dan perencanaan pembangunan (RKPD) secara tepat kembali di terima Aceh Barat untuk kedua kalinya.
Dengan ditetapkannya Kabupaten Aceh Barat sebagai penerima Anugerah Prof. A. Madjid Ibrahim, maka Aceh Barat mewakili Provinsi Aceh guna mengikuti presentasi di Bappenas untuk penilaian yang sama dengan penghargaan Anugerah Pangripta Nusantara. Pada tahun 2015 lalu, Kabupat-
en Aceh Barat terpilih dan ditetapkan menjadi Terbaik Pertama se Indonesia atas prestasi penyususnan RKPD dan semoga tahun ini kembali meraihnya. Orasi Ilmiah Sementara itu, Bupati Aceh Barat Dr. (H.c) HT. Alaidinsyah dengan hormat mendapat undangan dari Rektor Universitas Almuslim Bireuen guna menyampaikan orasi ilmiah pada wisuda program sarjana pendidikan guru dalam jabatan (SKGJ) angkatan VI yang berlangsung pada hari sabtu 16/4 di Gedung ACC Ampon Chiek Peusangan Birueun. Program Sarjana dalam jabatan, merupakan program kuliah bagi guru sekolah dasar guna mendapat pendidikan sarjana strata satu sebagai tuntutan undang-undang nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen yang mengharuskan setiap guru harus berpendidikan sarjana sebagai tenaga pendidik di seluruh jenjang pendidikan. Dipilihnya Bupati Aceh Barat Dr. (H.c) HT. Alaidinsyah sebagai orator, merupakan sebuah penilaian positif, terhadap Pemerintah Aceh Barat karena dinilai berhasil dalam mendukung program pendidikan di daerah tersebut, hal ini dibuktikan bahwa Kabupaten Aceh Barat mendapat Penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam tahun 2015 dari Kementerian Agama R.I. “Keberhasilan pembangunan di Aceh Barat, merupakan wujud partisipasi seluruh komponen masyarakat di daerah ini, kami sangat apresiasi karena warga dengan antusias mendukung program pemerintah” ungkap Bupati.[]
8
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 53 | APRIL 2016
Kepala Bappeda Aceh, Drs H Zulkifli Hasan MM
Fokus APBA 2016,
Jalan Tembus, Fly Over, JKRA, Hingga Masjid Raya TAHUN 2016, merupakan tahun keempat bagi Pemerintah Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf (Zikir) untuk melaksanakan visinya, yaitu Aceh yang bermartabat, sejahtera, berkeadilan, dan mandiri berlandaskan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki. Untuk mewujudkan visi beserta lima misinya itu, Pemerintah Zikir menuangkannya dalam 10 program prioritas, yaitu; reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan; Keberlanjutan perdamaian; Dinul Islam, sosial, adat dan budaya; Ketahanan pangan dan nilai tambah; Penanggulangan kemiskinan; Pendidikan; Kesehatan; Infrastruktur yang terintegrasi; 9 Sumber daya alam berkelanjutan; Lingkungan hidup dan kebencanaan. Guna mengetahui lebih dalam, apa saja yang akan menjadi prioritas pembangunan pada tahun keempat ini, ikuti wawancara Tabangun Aceh dengan Kepala Bappeda Aceh, Drs H Zulkifli Hasan MM. Berikut ini petikannya: Sektor apa saja yang menjadi fokus utama program pembangunan tahun ini? Masih tetap mengacu kepada Qanun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh dan 10 program prioritas Pemerintah Zikir. Untuk tahun keempat ini, prioritasnya lebih diutamakan untuk penyelesaian beberapa proyek jalan tembus, di lintas tengah dan jalan lingkar Pulau Simeulue. Misalnya, jalan tembus dari Babahrot (Abdya)-TerangonBlangkejren-Pinding (Gayo Lues) – Lokop-Peureulak (Aceh Timur), serta Simpang KKA (Lhokseumawe)-Bener Meriah. Kedua ruas jalan itu sudah tembus, saat ini sedang dalam peningkatan mutu jalannya, yaitu pelebaran dan pengaspalan, serta penataan tebing jalan, untuk mencegah terjadinya bencana tanah longsor. Untuk ruas Jantho-Lamno, masih ada sekitar 16 kilometer dari 60 kilometer lagi yang belum tembus. Tahun ini penembusannya akan dikerjakan melalui program TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD). Untuk melanjutkan pembangunan 14 ruas jalan tembus itu, tahun ini dialokasikan anggaran Rp 300 miliar lebih. Selain jalan tembus, infrastruktur apalagi yang menjadi prioritas? Banyak. Beberapa di antaranya berskala besar. Seperti pelebaran jembatan Lamnyong, yang menggunakan sumber dana APBA untuk mengatasi kemacetan setiap pagi dan sore, pada saat jam masuk sekolah dan pulang sekolah. Juga pelebaran jembatan Krueng Cut yang pembiayaannya bersumber dari APBN. Di luar itu, masih ada beberapa proyek spektakuler lainnya yang dilakukan Pemerintah Zaini Abdullah, bersama Wali Kota Banda
Aceh, yaitu pembangunan fly over (jalan layang) Simpang Surabaya, dan under pass (jalan bawah tanah) yang menghubungkan Kuta AlamBeurawe. Fungsinya sama, yaitu untuk mengatasi kemacetan, pada jam sibuk, yakni jam masuk anak sekolah, masuk kantor dan jam pulang akan sekolah dan PNS. Untuk pelayanan kesehatan, apa yang menjadi prioritas yang dijalankan tahun ini? Pada bidang kesehatan, di antara program yang jadi prioritas adalah pembangunan rumah sakit regional. Tahun ini, kita mulai dari yang pembiayaannya bersumber dari APBA. Ada tiga yang akan kita mulai pembangunannya, yaitu Pidie, Kota Langsa, dan Aceh Tengah. Sedangkan tiga lagi, yaitu Bireuen, Meulaboh, dan Aceh Selatan ditambah 1 unit Rumah Sakit Kanker, yang akan dibangun di Kompleks RSUZA Kota Banda Aceh. Pelaksanaan pembangunannya menunggu turunnya pembiayaan pinjaman luar negeri dari perbankan di Jerman (Kfw). Pemerintah pusat telah menyetujui rencana pinjaman dananya senilai Rp 1,2-Rp 1,3 triliun, dengan suku bunga pinjaman 2,3-3,3 persen per tahun. Saat ini, tinggal menunggu izin dari DPRA. Tanpa persetujuan dari DPRA, pinjaman itu tidak bisa diproses. Pinjaman dana luar negeri itu, akan dibayar melalui sumber dana APBA, bukan APBN. Seberapa penting kehadiran RSU Regional ini bagi masyarakat? Apakah nanti tidak malah membebani APBA dalam operasionalnya? Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pemerintah perlu menyediakan fasilitas RSU tipe A, seperti RSUZA baru yang dibangun pemerin-
tah Jerman dan dihibahkan untuk Aceh, menggantikan RSUZA lama yang hancur akibat bencana gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2014 lalu. Sementara itu, wilayah Aceh cukup luas, penduduknya terus bertambah, dan untuk memberikan rasa keadilan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Aceh yang berada di daerah wilayah tengah dan barat selatan Aceh, pembangunan RSU Regional itu sangat dibutuhkan. RSUZA tidak bisa lagi diandalkan menjadi satu-satunya RSU rujukan dari RS kabupaten/kota, jika kita ingin bersikap adil dalammemberikan pelayanan kesehatan maksimal bagi seluruh rakyat Aceh. Karenanya, perlu dibangun RSU Regional, tipe A, lima sampai enam unit lagi di Aceh. Menunggu turunnya anggaran pinjaman dari luar negeri itu, kita mulai dulu dari dana APBA. Kita mulai untuk tiga RSU Regional, yaitu Pidie, Langsa dan Aceh Tengah. Kalau kita tidak memulainya sekarang, maka kita tidak akan pernah mewujudkan RSU Regional tersebut. Bagaimana dengan Program JKRA, apakah masih berlanjut dan bagaimana mengatasi keluhan pelayanan yang selama ini dialami pemegang kartu JKRA pada saat berobat ke RSU kabupaten/kota dan provinsi? Program itu tetap kita teruskan, bahkan Aceh sudah menjadi role model bagi provinsi lain, karena daerah yang memberikan jaminan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyatnya adalah Aceh. Karena masyarakat yang tidak dapat kartu JKN, ditalangi melalui kartu JKRA. Terkait, keluhannya masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan petugas RS terhadap pemegang kartu JKRA, dicarikan solusi terbaiknya oleh dinas kesehatan bekerja
sama dengan pihak BPJS dan RS di dan tempat wudhu, serta payung besar yang bekerja secara otomatis, seperti di masing-masing kabupaten/kota. Masjid Nabawi, Madinah. Untuk Masjid Raya, PemerinBagaimana dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di tah Aceh, akan memberikan yang terbaik, karena Masjid Raya BaiturAceh? Upaya untuk peningkatan rahman itu, bukan hanya milik mamutu pendidikan itu tetap terus di- syarakat Aceh dan Indonesia, tapi lakukan. Bahkan program pembe- sudah menjadi kebanggaan marian bantuan pendidikan bagi anak syarakat dunia. Program itu, sejalan yatim piatu Rp 1,8 juta per tahun, dengan program Kota Banda Aceh agar mereka bisa menyelesaikan menjadi Kota Madani dan Dinul studinya sampai SMA, sampai kini Islam yang merupakan program terus dijalankan. Setiap tahun tidak prioritas Pemerintah Zikir. kurang dari 110.000 anak yatim Bagaimana dengan program piatu korban konflik, tsunami dan putus sekolah dari jenjang sekolah untuk mengurangi penduduk SD, SMP, dan SMA/SMK, diberi- miskin dan pengangguran? Kalau program itu dilakukan bantuan pendidikan Rp 1,8 kan secara terpadu, semua SKPA juta per tahun. Begitu juga terhadap yang me- melakukannya. Kami optimis dennyelenggarakan pendidikan aga- gan adanya dana bantuan desa dari ma, seperti dayah dan pesantren. pusat senilai Rp 3,8 triliun, jumlah Pemerintah Aceh memberikan ban- penduduk miskin di Aceh bakal tuan bus sekolah dan lainnya, agar menurun. Kalau saat ini jumlahnpenyelenggaraan pendidikan agama ya 17,11 persen lagi, masih di atas di pesantren dan dayah terakses rata-rata nasional yang telah mendan berjalan lebih aman dan nya- capai 11 persen, akhir tahun nanti man lagi, sama dengan pendidikan bisa turun menjadi 16-15 persen. Untuk mengurangi jumlah penumum dan kejuruan. Bagi siswa dan mahasiswa yang gangguran, kita lakukan pelatihan berprestasi yang ingin melanjutkan di berbagai gedung BLK yang ada studinya ke S1, S2, dan S3 di dalam di daerah. Berikutnya pengiriman negeri dan luar negeri, Pemerintah tenaga magang ke Jepang dan berAceh juga mengalokasikan dana bagai negara laianya yang membubeasiswa, ditempatkan pada satu tuhkan. Dengan demikian jumlah lembaga, yaitu LPSDM. Bagi yang penduduk Aceh yang menganggur menempuh pendidikan di pergu- akan berkurang. ruan tinggi dalam negeri, seperti Program rumah dhuafa dilanUnsyiah dan UIN juga diberikan bantuan dana pendidikan dalam jutkan? Itu tetap dilanjutkan, tahun ini rangka peningkatan mutu. ada sekitar 1.000 unit lebih yang Bagaimana dengan program akan dibangun. Usulannya banyak perluasan Masjid Raya Baitur- dari aspirasi anggota DPRA. Prorahman? Apakah akan dilanjut- gram yang kita kerjakan itu, kita harapkan disamping akan memkan? Kalau itu jangan ditanya lagi, su- berikan kesejahteraan bagi rakyat, dah menjadi komitmennya gubernur, juga menjadi pintu untuk masuk wagub, dan anggota DPRA untuk ke syurga bagi orang yang melakmenyelesaikannya. Tidak hanya mem- sanakannya dengan iklhas dan lilbangun lapangan parkir bawah tanah lahi taala.(Heri Hamzah)