n e w s l e t t e r
HPEQ
4
SEMANGAT PERUBAHAN
mei 2013 // go to : www.hpeq.dikti.go.id or scan the qr code to download
sosok:(alm) ibu dra. harni b. koesno, mkm.
bangkitnya generasi emas Indonesia editorial Sekapur sirih komik : Peningkatan Kualitas pendidikan yang bermoral
Kebangkitan Jiwa Luhur Masyarakat Profesi Kesehatan
lebih dekat dengan playbook os2.0
www.hpeq.dikti.go.id
“mari menjadi bagian dari gerakan moral hpeq”
MEI 2013
HPEQPROJECT
1
salam redaksi habis gelap terbitlah terang
“Suatu perjalanan menuju kebaikan akan melalui fase pergerakan, kebangkitan dan perubahan yang membutuhkan kepemimpinan yang visioner, kecerdasan dan kedewasaan dalam setiap tindakan, serta kepercayaan dan optimisme untuk mencapai tujuan sesuai visi dan misi. Tidak bisa sendiri, harus bersama-sama..sehingga bisa tiba di tujuan lebih cepat dan pada momen yang tepat.”
P
rolog tersebut menggambarkan suatu perjalanan panjang yang sedang ditempuh oleh masyarakat profesi kesehatan saat ini. Momentum Hari Pendidikan Nasional yang diiringi dengan Hari Kebangkitan Nasional sangatlah tepat untuk menjadi breakthroughkebangkitan pendidikan tinggi kesehatan maupun kebangkitan komunitas profesi kesehatan di Indonesia. Hal inilah yang akan mewarnai newsletter HPEQ edisi ke-4 kali ini. Refleksi tentang pentingnya ‘mengingat kembali’ berbagai landasan historis, filosofis maupun landasan sosiologis dalam melakukan suatu perubahan untuk pendidikan tinggi kesehatan, pada akhirnya kembali pada nilai-nilai luhur profesi dan semangat kebersamaan. Untuk itu, pembuka newsletter ini akan memberikan sebuah renungan tentang kebangkitan jiwa luhur masyarakat profesi kesehatan, yang diperkuat dengan editorial tentang momentum kebangkitan profesi kesehatan. Di sisi lain, berbagai perkembangan program HPEQ hingga saat ini juga akan dikemas dalam konteks kebangkitan pendidikan tinggi kesehatan Indonesia. Perubahan kondisi sosio-ekonomi-politik yang terjadi di sepanjang tahun 2012 hingga awal 2013, mendorong rekan-rekan profesi untuk mengatasi
2
HPEQPROJECT
MEI 2013
tantangan dengan lebih adaptif dan berkolaborasi lebih kokoh. Kreativitas untuk merancang program yang inovatif tetap terasah. Hal ini tergambar melalui pengembangan Junior Health Professional Networking (JHPN) dan sistem Stakeholders Relationship Management (SRM) yang diharapkan dapat menjadi unexpected outcome program HPEQ. Pada akhirnya, kami selalu berharap agar Gerakan Moral HPEQ dapat diaktulisasikan sesuai dengan konteks yang relevan bagi semua pihak, dengan tujuan yang sama, yaitu mendukung kebangkitan pendidikan tinggi kesehatan Indonesia. Semoga newsletter HPEQ edisi ke-4 ini dapat membuka wacana para pembaca untuk turut berkontribusi dalam perjuangan menuju kebangkitan pendidikan tinggi kesehatan dan kebangkitan komunitas profesi kesehatan di Indonesia melalui cara yang paling sederhana, yaitu menyemaikan nilai-nilai positif pada lingkungan sekitar. Atas nama tim redaksi, Pemimpin Redaksi, Aprilia Ekawati Utami
www.hpeq.dikti.go.id
kontributors & contents editorial:
Sekapur sirih : Kebangkitan Jiwa Luhur Masyarakat Profesi Kesehatan -Arsitawati Puji Raharjo-
hpeq components
.4
MOMENTUM KEBANGKITAN PROFESI KESEHATAN
.6
-irwandi-
komponen 1 : MENUJU KEMANDIRIAN DAN OPERASIONALISASI LAM-PTKES .8 komponen 2 : SINKRONISASI ASPEK LEGAL IMPLEMENTASI UJI KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN .10 komponen 3 : PROYEK HPEQ : PENDULUM PERUBAHAN ITU SUDAH BERAYUN .11
...newsflash
.15 In Memoriam:
Ibu Harni Koesno
- Junior Health Professional Networking (JHPN) .12 - Stakeholders Relationship Management (SRM) .13 - Bidan Delima -ibi- .14
hardiknas 2013 : PPNI .16
- evaluasi mid-term hpeq .18 - hpeq students 2013 .22
.24
rnd corner : exploring and capturing mission -bali, Badung.
redaksi Penanggung Jawab Edy Siswanto (Wakil Manajer Proyek) Pemimpin Redaksi Aprilia Ekawati Utami (Pengelola Prog. Monev dan R&D) Koordinator Redaksi Indra Prima Putra Redaktur Pelaksana Mushtofa Kamal
www.hpeq.dikti.go.id
Staf Editorial Rr. Pasati Lintangella (Koord.) Arrad Ibrahim Rambey Adimas Siti Helvanisari Denang Carolina Hasiana Noviyanti Sinurat Christopher Christian Halimkesuma Dwi Novianti Dita Pertiwi Ismiyati Kreatif CPD Team KD, HRND R&D (Sup.)
Alamat Kantor Proyek HPEQ: Gedung Victoria Lantai 2. Jln. Sultan Hasanudin Kav 4751 Jakarta 12160, 021-72791384 Mau berkontribusi? send via email to
[email protected] - subject: Newsletter
MEI 2013
HPEQPROJECT
3
T
erbersit dalam pemikiran untuk mengenang berbagai pengalaman dalam bertugas sejak tahun 2009 hingga saat ini sebagai sumbangsih pemikiran mendalam tentang pendidikan tinggi bidang kesehatan. Isi hati mendorong untuk mengungkap hanya dengan sedikit perbedaan makna dan kata, namun berharap akan semakin relevan. Segala upaya dan peristiwa yang terjadi menunjukkan gejala pergerakan paradigma cara berfikir, tidak hanya pada kaidah pendidikan tinggi untuk menyiapkan lulusan yang profesional dan berbudi luhur, namun juga “turbulensi” pada peta posisi dan kapasitas masyarakat profesi (Professional Society) yang ada saat ini, dalam merawat dan meningkatkan mutu para profesional didalam tatanan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sederhananya, tidak hanya tatanan pendidikannya yang perlu mendapat perawatan ulang secara berkala, namun masyarakat profesi yang berperan sebagai role-model dan benchmark bagi individu profesinya sebagai rangkaian mata rantai penting dari keberhasilan proses pendidikan, juga perlu mendapat perawatan berkala.
(1) Kepemimpinan yang santun, berbudi luhur dan berpandangan kedepan
T
ulisan ini tak perlu lagi berpanjang lebar tentag definisi kepemimpinan, karena telah begitu banyak tulisan lain, dalam bentuk textbook, telaah ilmiah maupun artikel yang mengungkap, menyingkap dan berharap tentang hal ini. Yang ingin disampaikan adalah sebuah kerinduan atas pengalaman nyata yang “dulu” pernah ada dan “realita” yang kurang diberi perhatian saat ini. Lebih dari 60 tahun yang lalu, ketika bangsa ini belum menyatakan kemerdekaannya,
4
HPEQPROJECT
MEI 2013
Sekapur sirih
begitu sedikit ahli/lulusan pendidikan tinggi bidang kesehatan yang ada. Namun dari yang amat sedikit, terdapat pejuang yang berperan amat luar biasa pada pergerakan kebangkitan sebuah generasi “Bangsa Baru”, Bangsa Indonesia, seperti dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, dan pejuang lainnya. Mereka bersatu, mungkin berdebat secara ilmiah.Namun yang jelas mempunyai satu tujuan mulia dan meyakini perlunya kebersamaan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu kemerdekaan bangsa dan kebangkitan martabat sebagai bangsa. Mereka mengilhami, sekaligus berperan aktif hingga akhir hidupnya menjadi “pemimpin” yang memajukan, sekaligus merekatkan semua elemen lain dalam masyarakat Bangsa Indonesia. Saat ini ketika para ahli telah cukup banyak, jabatan tugas menjadi lebih berjenis dan bervariasi, apakah kita lebih maju? Lebih erat? Lebih bersatu?. Nyatanya, yang dirasakan banyak pihak adalah koleksi dari “miss” : miss-communication, miss-interpretation, missunderstanding, miss-attention, miss-perception, miss-used, miss-regulation, miss-reaction dan berbagai miss- lainnya... Padahal, pada saat yang bersamaan kita hidup di era yang lebih modern, berpendidikan, demokrasi, global, teknilogi komunikasi canggih... Ada apa dengan “kepemimpinan” masyarakat profesi kita? Mungkin memang saatnya “perawatan berkala” tidak hanya pada aspek mekanistik. Di sisi lain, ada fakta peristiwa beberapa profesional bidang kesehatan yang mengabdikan dirinya
tulus ikhlas tanpa pamrih pada masyarakat dibeberapa belahan bagian wilayah Indonesia, tercatat bahkan para “Pejuang dan Pemimpin” tersebut dituliskan pengalamannya, diwawancara dan didokumentasikan dibeberapa media, diberi penghargaan dan ada kaidah materinya. Lalu bagaimana caranya agar “Jiwa-jiwa” indah tersebut bisa mendalami lagi berbagai kaidah berkehidupan profesi yang sistematik agar bisa bergerak maju ke masa depan yang lebih bermutu? Tidak hanya bagi masyarakat yang kita layani, namun juga bagi jiwa profesi kita yang haus akan bentuk dan arah pengabdian yang tepat sebagai makna akan profesi kesehatan.
(2) Semangat kebersamaan dan saling melengkapi sesama dan antar profesi
B
erbagai teori, kajian ilmiah, tulisan-tulisan pendapat telah mengungkapkan bahwa cermin dari tingkat paling tinggi martabat manusia adalah dari penghayatan dan sikap perilakunya dalam menghargai orang lain. Apalagi bila diterapkan pada profesi kesehatan yang telah melalui masa pendidikan yang kompleks, panjang, rumit dengan berbagai variabel dan indikator untuk pencapaian kompetensi-kompetensinya. Lulusan pendidikan tinggi kesehatan pasti sanggup menerapkan kompetensi sesuai profil lulusan yang diharapkan. Lalu, apakah yang terjadi saat ini telah mencerminkan hal tersebut? Dalam kehidupan bernegara, tentu saja
www.hpeq.dikti.go.id
Kebangkitan Jiwa Luhur Masyarakat Profesi Kesehatan -Arsitawati puji raharjopemerintah dan masyarakatnya mempunyai berbagai tatanan, mekanisme, prosedur dalam bekerja menjalankan tugas masing-masing dan bekerjasama mencapai tujuan bersama. Alangkah hebatnya bangsa kita tercinta ini, bila jumlah profesional kita yang cukup banyak, dengan pemimpin-pemimpin yang santun, profesional dan berbudi luhur, benar-benar menghayati dan menerapkan nilai tertinggi sebagai manusia, yaitu saling menghargai dalam bekerjasama. Setiap pikiran adalah untuk maju kedepan bersama. Setiap tutur kata adalah cermin penghargaan terhadap upaya sejawat kita dan mengingatkan pada tujuan bersama.Setiap keputusan menerapkan konsensus yang dihormati bersama untuk kebersamaan. Setiap tindakan selalu untuk maju kedepan bersama-sama. Seperti kalanya sebelum masa kemerdekaan bangsa ini bertahun-tahun lalu, semangat kebersamaan mengalahkan egoisme kepentingan individu dan kelompok.Saat ini pun semangat kebersamaan ini ada dimana-mana. Masyarakat profesi memerlukan cara untuk mempertautkan semangat yang masih terserak diberbagai pulau dan bahasa yang tidak serupa, tapi pada dasarnya sama. Perlu kita cari cara untuk memanfaatkan teknologi
www.hpeq.dikti.go.id
komunikasi yang canggih di era ini untuk kepentingan pemersatuan kembali semangat masyarakat profesi kesehatan sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
(3) Trustworthy (Saling Percaya)
B
erbagai literatur menyebutkan bahwa masyarakat profesi tercipta atau terbentuk karena masyarakat umum mempercayai keterampilan keahlian tertentu pada individu atau sekelompok orang untuk merawat masyarakat tersebut. Kata kuncinya adalah kepercayaan.Hubungan yang terjadi sebenarnya semacam simbiosis mutualisme yang ada pada alam ini.Hubungan simbiosis mutualisme bertahan abadi karena kepercayaan yang tak pernah disalah-artikan dan disalah-gunakan oleh kedua belah pihak. Tiap pihak akan saling menjaga keabadian hubungan dengan caranya masing-masing dan berinteraksi dengan saling menghargai. Dalam penerapannya di alam ini, maka alam dan pencipta-Nya yang mempunyai peran besar dalam menjaga keseimbangan dan keabadian hubungan ini.Sementara itu, pada manusia yang diberi kepercayaan oleh pencipta-Nya untuk memiliki intelektualitas dan pilihan dalam kehidupannya, maka upaya menjaga keseimbangan hubungan ini terasa lebih berat
karena timbulnya berbagai dorongan dan godaan akibat intelektualitas dan kemampuan dalam membuat pilihanpilihan. Upaya manusia dalam menjaga keseimbangan ini adalah berupaya tetap ingat pada jalinan kepercayaan yang tumbuh selama berabad-abad sebelum ini dan harus tetap terjalin berabad-abad di masa depan. Lalu bagaimana caranya agar kita tetap bisa ingat? Apalagi masyarakat profesi kesehatan mempelajari seksama bagian tubuh manusia yang mempunyai daya untuk mengingat dan menjalankan keamanan pikiran manusia dalam bentuk tindakan? Apakah kemampuan profesi kesehatan yang mempelajari profesi ingatan manusia tersebut dapat membuat profesi kesehatan untuk senantiasa ingat terhadap hubungan kepercayaan ini?
....... closure Pada akhirnya, bila semua bentuk motor mekanistik perlu perawatan berkala agar dapat bekerja lagi dengan baik dan bahkan lebih baik lagi, maka nyatalah bahwa nilai luhur dalam jiwa masyarakat profesi kesehatan juga perlu perawatan berkala. Kapankah perawatan berkala jiwa luhur profesi kita terakhir kita kerjakan?Apakah pada 20 Mei 1908 lalu? Atau ada waktu lalu yang belum tercatat? Yang pasti adalah 20 Mei 2013 ini kita melakukan lagi perawatan berkala yang canggih sebagai bentuk kebangkitan jiwa luhur masyarakat profesi kesehatan bangsa Indonesia untuk siap menjalankan globalisasi keluarga dunia.
MEI 2013
HPEQPROJECT
5
editorial Jangkauan pengabdian sampai ke pelosok negeri, sama seperti guru, membuat profesi kesehatan mengenal detak jantung dan denyut nadi rakyat Indonesia. Tidak ada profesi yang medan jelajah pengabdiannya menyamai dua profesi tersebut, bahkan oleh tentara atau polisi sekalipun. Pantaslah kesadaran nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia tumbuh dan berkembang pertama sekali di profesi kesehatan ini. Ketika menyebut kebangkitan nasional, kita pasti teringat pada sosok-sosok dokter seperti dr. Soetomo, dr. Wahidin Soedirohoesodo dan dr. Tjipto Mangunkusumo lulusan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera. Semua aktor ini melahirkan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 di Weltevreden, pusat kota Batavia. Simbolisasi kebangkitan nasional yang kita rayakan setiap tahun.
momentum kebangkitan profesi kesehatan - irwandi -
Para dokter dan pelajar STOVIA tidak berdiam diri di menara gading perguruan tinggi, tapi menyatu dengan kehidupan bangsa.Mendengar amanat penderitaan rakyat.Mereka meyakini bahwa kolonialisme dan feodalisme adalah akar penyebab keterbelakangan dan penderitaan rakyat Indonesia.
The Five Star Doctors Peran kesejarahan profesi kesehatan dalam menumbuhkan dan membangkitkan nasionalisme tidak mungkin ada pada profesional yang tidak memiliki kepedulian, kepekaan dan kedekatan dengan rakyat, bahkan kerelaan untuk berkorban nyawa. Perjuangan Tjipto misalnya harus dia bayar dengan pembuangan ke pulau Banda, ke Belanda, ke Makassar yang membuat kondisi kesehatannya sangat memprihatinkan sampai akhirnya dia sendiri tidak lagi mengenali setiap orang yang datang menjenguknya. Tidak mungkin menggerakkan kesadaran nasionalisme kalau si penyebar tidak memiliki kesadaran nasionalisme itu sendiri.Tidak mungkin menjadi pelaku perubahan kalau tidak memiliki keyakinan yang sangat kuat kenapa harus berubah.
6
Pelajaran lain, perubahan dilalui dengan membentuk organisasi (mulai dari Boedi Oetomo, Indische Partij, Raden Ajeng Kartini Club dan juga pada tahun 1911 pendirian Vereniging Van Indische semacam organisasi ikatan dokter Indonesia) yang menyiratkan bahwa perubahan untuk menumbuhkan kesadaran nasionalisme dan mewujudkan kemerdekaan hanya bisa diraih dengan upaya kolektif yang terorganisir.
en Vrees (kekuatan dan ketakutan); baca juga tulisannya di harian de Expres, majalah het Tijdschrijft media dan majalah De Indier; majalah Indische Vereeniging yang didirikan oleh tiga serangkai (Ernes Doewes Dekker dan Ki Hajar Dewantara) dan sebagainya. Kata-kata itu menggerakkan para pelajar dan mahasiswa Indonesia di Belanda dan di Indonesia.
Perubahan juga harus dilakukan dengan diseminasi ide melalui goresan pena yang memiliki pesan progresif. Kata yang menyatu dengan laku serta memiliki nyawa ketika ditulis dan dibaca. Bacalah tulisan Tjipto pada tahun 1907 di harian De Locomotief tentang Kracht
Nasionalisme yang ditumbuhkan adalah sebuah bayangan dan proyeksi tentang kebersamaan dalam satu komunitas politik bangsa dan negara yang bernama Indonesia (imagined community). Sebuah konsep nasionalisme yang menurut Soekarno (1928) dipahami
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id www.hpeq.dikti.go.id
sebagai rasa hidupnya sebagai wahju, rasa hidupnya sebagai suatu bakti, bukan nasionalisme kebaratan yang menyerang-nyerang, mengejdar keuntungan sendiri, perdagangan yang untung rugi.Disampaikan di tengah rakyat yang sudah nyaman dengan puak, suku, kerajaan kecil, agama dan berbagai identitas askriptif masingmasing. Merekalah contoh dari profesi dokter dan juga pasti sangat relevan untuk tenaga kesehatan lainnya yang disebut WHO sebagai the five star doctors. Mereka tidak hanya medical care provider, tapi juga community leader, decision maker, communicator dan manager. Artinya mereka tidak hanya semata sebagai agen pengobatan (agent of treatment) tapi juga agen perubahan sosial (agent of social change).Merekalah contoh dari profesi kesehatan yang menjadikan kepercayaan dari masyarakat (trustworthiness of professionalism) sebagai alasan keberadaan mereka.Seakan ada kontrak sosial dengan masyarakat.
gembira dan bahagia kalau bisa mengabdi di daerah pelosok negeri. Itu semua harus dimulai dari proses pendidikan tinggi kesehatan. Pada 2010, 20 pemuka profesi dan akademisi kesehatan dari berbagai negara sepakat membentuk Global Independent Commission on Education of Health Professionals for 21st Century Komisi yang diketuai oleh Julio Frank Dekan dari Harvard School of Public Health, Boston USA dan Lincoln Chen Presiden dari China Medical Board, Cambridge USA,mengusulkan satu perubahan orientasi strategis pengembangan pendidikan profesi kesehatan di seluruh dunia.
Momentum Kebangkitan Profesi Kesehatan
Hal mendasar yang mereka gariskan pertama adalah antara sistem pendidikan dan sistem kesehatan memiliki hubungan yang erat. Untuk memberikan dampak kepada kualitas sistem kesehatan, subsistem pendidikan profesi kesehatan harus melakukan reformasi instruksional dan institusional sekaligus,dengan dua hasil yaitu pembelajaran transformatif (transformative learning) dan saling keterkaitan dalam pendidikan (interdependent in education).
Apa maknanya sekarang bagi profesi kesehatan dan asosiasi institusi pendidikan tinggi kesehatan dan seluruh pengandil? Ketika para profesional dan kaum terdidik telah berhasil menumbuhkan kesadaran nasionalisme Indonesia dan melahirkan bangsa dan mengumumkan negara, peran profesi kesehatan sejak itu sebetulnya terus berjalan, tapi sudah terdistorsi dalam rutinitas profesionalitas yang sempit.
Transformatif sebagai buah dari reformasi instruksional adalah pembelajaranyang mengembangkan sifatsifat kepemimpinan dan menghasilkan pelaku-pelaku perubahan. Pembelajaran yang bukan sekedar penguasaan pengetahuan dan skill untuk melahirkan tenaga ahli semata seperti pada informative learning dan bukan juga sekedar mensosialisasikan nilai-nilai dengan tujuan mencetak tenaga profesional seperti formative learning.
Semenjak kemerdekaan hingga tumbangnya Rezim Orde Baru, etatisme sangat berasa.Peran negara terlalu besar. Sehingga nasionalisme dirawat dan dikembangkan dalam interpretasi dan asuhan penguasa. Profesi yang tergabung dalam masyarakat sipil relatif tidak tumbuh dan berkembang dengan baik pada masa orde lama dan orde baru itu.Mereka ada di bawah ketiak dan hegemoni rezim. Tidak ada suara kritis dari profesional kesehatan.Sebuah keheningan yang sangat memekakkan. Dan tentu sebuah nasib yang miris.
Sementara interdependent sebagai buah dari reformasi institusional ditunjukkan oleh tiga perubahan mendasar, yaitu dari sistem yang terisolasi kepada sistem pendidikan dan sistem kesehatan yang harmoni; dari institusi yang berdiri sendiri kepada institusi yang membangun jaringan, aliansi, dan konsorsium; dan terakhir dari insitusi dengan cakrawala pendek kepada institusi dengan horizon luas yaitu memanfaatkan kekayaanisi, sumberdaya dan inovasi pendidikan global.
Semenjak reformasi seperti ada momentum kebangkitan kembali masyarakat sipil, dimana organisasi profesi ada di dalamnya. Organisasi ini kembali menggeliat, akan tetapi tribalism of professionalism, meminjam bahasa sebuah komisi global untuk pendidikan tinggi kesehatan yang dibentuk oleh WHO, masih terasa. Sekolah tinggi kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan juga berkembang dengan pesat, tapi masyarakat bingung dengan mutu dan akses pendidikan yang belum memuaskan serta pelayanan kesehatan oleh para professional yang jauh dari keramahan.Seakan rakyat tidak lagi memiliki profesi tenaga kesehatan itu.
Mari kita kembali menjadi pelaku perubahan.Kita minta Negara untuk memberikan kepercayaan kepada para professional kesehatan untuk berkembang dan bertanggungjawab terhadap diri dan masyarakatnya. Kerjasama lintas profesi kesehatan di project HPEQ Dikti 2009-2014 dengan melahirkan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM PTKes) dan Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi (LPUK) adalah salah satu momentum perubahan yang harus terus dirawat. Agar kita menjadi bangsa dan negara yang sehat secara holistik sehingga bisa produktif dan kompetitif serta terhormat di mata dunia. Semoga.
Kita harus mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada profesi kesehatan. Seluruh proses pendidikan dan pelayanan harus dipandang sebagai akuntabilitas sosial dan untuk kepentingan kesehatan masyarakat. Sebuah profesi yang rasa hidupnya dan pengabdiannya sebagai bakti dan tidak mengejar kepentingan pribadi semata, memakai bahasa Soekarno. Profesi kesehatan yang
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
7
"PROSES MENcaPAI KEMANDIRIAN & OPERASIONALISASI LAM-PTKES " HPEQ komponen
1
P
eraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 88 menyatakan lembaga akreditasi mandiri dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari Menteri dan memenuhi persyaratan wajib yaitu berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba dan memiliki tenaga ahli yang berpengalaman di bidang evaluasi pendidikan. Merujuk pada Pasal 88 tersebut, disyaratkan bahwa sebelum mulai melaksanakan tugas dan fungsinya, sebuah lembaga akreditasi mandiri (LAM) harus memenuhi dua persyaratan terkait legalitas hukum. Kedua syarat tersebut adalah kewajiban berbadan hukum dan adanya Pengakuan Menteri. Lembaga akreditasi yang akan terbentuk sesuai PP No.19
8
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id
dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun proses tidak hanya terhenti setelah LAM menjadi badan hukum. Pengakuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kepada LAM berbadan hukum merupakan legalitas operasionalisasi LAM. Khususnya untuk persiapan pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) saat ini, semakin mengarah pada penjabaran konsep menjadi sebuah bentuk utuh LAMPTKes.Implementasi tersebut salah satunya dilakukan dengan menyusun dan memfinalisasi anggaran dasar LAM-PTKes sebagai landasan pembentukan badan hukum perkumpulan LAM-PTKes. Penyusunan anggaran dasar LAM-PTKes telah dilakukan sejak pertengahan tahun 2012 oleh kelompok kerja (Task Force) dan Majelis Pemangku Kepentingan (MPK) LAMPTKes dengan asistensi ahli hukum Dirjen Dikti Kemdikbud, Biro Hukum Kemdikbud, dan konsultan teknis LAM-PTkes. Dalam rangka penyesuaian kebijakan sistem akreditasi pasca terbitnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maka perlu dilakukan penyesuaian pada konsep Anggaran Dasar yang telah disusun.
tahun 2005 harus bersifat mandiri dan berbadan hukum sesuai ketetapan Kementerian Hukum dan HAM. Badan hukum menjadi persyaratan, karena LAM yang akan terbentuk diharapkan dapat menjadi badan yang independen dalam melakukan akreditasi dan dalam penetapan hasil akreditasi. Hal ini dilakukan sesuai konsep LAM dalam menjamin akuntabilitas publik yang transparan, dapat
www.hpeq.dikti.go.id
Pada awal 2013, Task Force danMPK LAM-PTKes mendapat asistensi dari notaris dalam proses finalisasi anggaran dasar ini.Asistensi oleh notaris dalam finalisasi anggaran dasar dinilai perlu untuk mengarahkan dan menjaga agar penjabaran konsep LAM-PTKes ke dalam sebuah peraturan internal badan hukum tetap sejalan dengan kaidah peraturan Kemkumham yang berlaku. Draf anggaran dasar LAMPTKes akan diselesaikan oleh notaris bersama tim LAMPTKes pada Juni 2013. Draf ini kemudian akan diproses melalui rapat MPK LAM-PTKes untuk selanjutnya diajukan menjadi sebuah akta notaris LAM-PTKes. Bila akta notaris telah tersusun dan persyaratan lain seperti notulen pendirian, surat keterangan domisili , dan NPWP LAM-PTKes telah terpenuhi, maka LAM-PTKes dapat segera dapat melakukan pengajuan badan hukum
kepada Kemkumham. Di sisi lain, persiapan juga dilakukan dalam membuat sebuah payung hukum untuk akreditasi pendidikan tinggi sehingga LAM-LAM yang telah berbadan hukum dan memenuhi persyaratan dapat memperoleh Pengakuan Menteri terhadap kegiatan akreditasi dan hasil akreditasinya. Hal ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 55 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasisebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diaturdalam Peraturan Menteri.” dan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 88 tersebut diatas. Serupa dengan proses penyusunan anggaran dasar LAM-PTkes, penyusunan Permendikbud telah dimulai tahun 2012. Namun pada tahun 2012 penyusunan Peraturan Menteri yang disusun adalah mengenai Lembaga Akreditasi Mandiri sesuai dengan amanat PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 88 ayat (3) yaitu ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri’. Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2012, Peraturan Menteri akan mencakup Akreditasi Pendidikan Tinggi secara menyeluruh, meliputi sistem akreditasi, serta badan pelaksana akreditasi yaitu Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BANPT) dan LAM. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 55 ayat (8) yaitu ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri’.
Kemahasiswaa Dikti, Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Dikti, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dikti, Bagian Hukum dan Kepegawaian Dikti, Dewan Pendidikan Tinggi, Biro Hukum Kemdikbud, BAN-PT, dan Task Force LAM-PTKes. Proses penyusunan telah sampai pada tahap sinkronisasi draf final untuk kemudian dilakukan uji publik dalam menjaring masukan dari masyarakat dalam menyempurnakan konsep Permendikbud Akreditasi Pendidikan Tinggi. Konsep Permendikbud yang telah disempurnakan melalui uji publik kemudian akan diajukan kepada Menteri untuk disahkan dan diberlakukan sebagai payung hukum akreditasi pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan pembahasan di atas, proses untuk mendapatkan legalitas hukum merupakan sebuah tahapan berjenjang yang saling terkait dan harus dipenuhi tidak hanya untuk mengakui keberadaan lembaga tetapi juga pengakuan operasionalisasi serta hasil. Oleh karena itu, baik anggaran dasar sebagai legalitas operasionalisasi LAM-PTKes dan Permendikbud Akreditasi Pendidikan Tinggi sebagai payung hukum sistem akreditasi secara nasional harus disusun secara seksama agar mencakup seluruh aspek penting yang diperlukan dalam menciptakan sebuah sistem penjaminan mutu eksternal demi mencapai kualitas pendidikan tinggi yang berstandar global. (DP)
Draft Permendikbud Akreditasi Pendidikan Tinggi disusun dengan melibatkan Direktorat Pembelajaran dan
MEI 2013
HPEQPROJECT
9
HPEQ komponen
2
"SINkRONISASI ASPEK LEGAL IMPLEMENTASI UJI KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN" Pelaksanaan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan diluar profesi dokter, dokter gigi dan farmasi akan dilaksanakan pada tahun 2013. Sosialisasi mengenai pelaksanaan uji kompetensi ini telah dilaksanakan sejak akhir tahun 2011 setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. 1796 Tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan ini mengamanahkan Uji Kompetensi untuk lulusan tenaga kesehatan selain profesi dokter, dokter gigi dan farmasi untuk segera dilaksanakan. Uji kompetensi lebih dahulu dilaksanakan oleh profesi dokter dan dokter gigi sejak tahun 2007 sebagai implementasi amanah UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Metode pelaksanaan uji kompetensi yang digunakan pun terus berkembang baik dari sisi persiapan soal hingga penentuan nilai batas lulus. Belajar dari pengalaman uji kompetensi yang telah
10
HPEQPROJECT
MEI 2013
dilaksanakan oleh profesi dokter dan dokter gigi, maka kebutuhan untuk mengimplamentasikan uji kompetensi bagi profesi perawat dan bidan pun semakin meningkat. Hal ini didorong pula oleh kebutuhan adanya standarisasi lulusan pendidikan tinggi bidang kesehatan, sehingga mampu mendorong pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang semakin baik. Sebagai upaya implementasi amanah Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan sertifikasi bagi tenaga kesehatan telah memulai kerjasamanya dengan Proyek HPEQ, terutama dengan Komponen Uji Kompetensi (Komponen 2). Kerjasama ini didasari oleh kebutuhan MTKI untuk melaksanakan uji kompetensi yang berstandar nasional sebagaimana sedang dikembangkan oleh Komponen 2 Proyek HPEQ melalui
Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi (LPUK). Urgensi implementasi uji kompetensi juga didorong dengan terbitnya Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang mengamanahkan bahwa setiap setiap lulusan pendidikan tinggi akan mendapatkan sertifikat kompetensi sebagai pengakuan kompetensi, setelah lulus uji kompetensi. Dalam rangka harmonisasi aspek legal uji kompetensi bagi tenaga kesehatan dari sisi Kemdikbud dan Kemkes tersebut, telah disusun Peraturan Bersama (PB) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri KesehatanNomor 36 Tahun 2013 dan Nomor 1/IV/PB/2013 yang telah ditandatangani oleh Mendikbud dan Menkes pada tanggal 30 April 2013.PB ini memperkuat kebijakan terkait : • Uji kompetensi sebagai exit exam, yaitu uji kompetensi merupakan bagian dari penilaian hasil belajar
diselenggarakan oleh PT bekerjasama dengan MTKI • Sertifikat kompetensi untuk mahasiswa yang lulu uji kompetensi akan diterbitkan oleh PT Selanjutnya, pengaturan detail teknis pelaksanaan uji kompetensi bagi tenaga kesehatan akan ditindaklanjuti dalam Perjanjian Kerjasama antara Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Kepala BPPSDMKes) dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). PB ini juga memiliki kekuatan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap implementasi uji kompetensi akan dilakukan secara bersama antara Kemkes dan Kemdikbud. Dengan adanya sinkronisasi antar aspek legal yang ada, diharapkan uji kompetensi bagi tenaga kesehatan dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan standar nasional.
• Uji kompetensi
www.hpeq.dikti.go.id
komponen 3 HPEQ PROJECT; PENDULUM PERUBAHAN ITU SUDAH BERAYUN Irwin Aras, Universitas Hasanuddin Angin Perubahan Dunia pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini menemukan momentum untuk menata dan membenahi diri. Dikatakan sebagai menemukan momentum karena pendidikan kedokteran sekarang mengalami kompleksitas dan kemajemukan masalah yang diakibatkan minimal oleh perkembangan iptek yang demikian cepat, arus globalisasi, transisi epidemiologi serta makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Keempat faktor tersebut seakan menjadi pressure factors bagi dunia pendidikan kedokteran untuk berubah. Disebut demikian karena keempat faktor tersebut menuntut institusi pendidikan kedokteran (IPD) untuk bertransformasi diri. Standarisasi terhadap masukan, proses dan keluaran menjadi hal yang mutlak. Akuntablitas dalam bekerja merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Inovasi dan kreatifitas dalam pengelolaan sudah menjadi syarat kemajuan. Serta, penjaminan akan mutu proses dan luaran merupakan kebutuhan untuk bersaing di era sekarang dan masa depan.
Mendampingi IPD lain dalam kapasitas sebagai reviewer ibarat menyelami lautan dinamika pendidikan kedokteran di Indonesia. Mengenali kekuatan dan kelemahan (kapasitas) pada saat yang bersamaan, mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi sebagai peluang dan ancaman, memahami kepemimpinan serta komitmen pimpinan dan sivitas akademika, menilai kemamputerapan program yang diusulkan, memotret sistem pengelolaan keuangan dan pengadaan, menemukenali praktik baik yang dapat dibagi, mengukur capaian kinerja, adalah tugas utama sebagai reviewer dalam mendampingi grantees.
Pendulum itu menemui momentumnya ketika tahun 2011 selama 3 tahun Bank Dunia kembali sebagai sponsor tunggal dalam upaya peningkatan kapasitas pendidikan kedokteran di Indonesia melalui proyek Health Professional Educational Quality (HPEQ) khususnya Komponen 3, yaitu Program Hibah Kompetisi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dokter (PHK-PKPD). Dana loan tersebut dikucurkan dalam bentuk kompetisi bagi 41 dari 72 perguruan tinggi (PT) yang memiliki IPD. Dan sejak tahun 2013, jumlah PT penerima hibah ini bertambah dua (Undana dan Uncen) melalui mekanisme program afirmasi. Dan untuk mendukung keberhasilan program pada komponen 3 ini maka ditetapkanlah reviewer yang terdiri dari beberapa dosen IPD dari berbagai PT di Indonesia yang bertugas sejak proses seleksi, implementasi dan evaluasi di akhir proyek.
Together we can!
Peran Reviewer Bagi sebagian besar, menjadi seorang reviewer merupakan pengalaman baru yang sangat menantang.Dikatakan hal baru karena sangat berbeda dengan tugas rutin seorang dosen di kampus. Terbang dari satu kota ke kota lain di nusantara ini, beberapa di antaranya merupakan destinasi yang untuk pertama kali dikunjungi, mengenali budaya masyarakat Indonesia yang beragam, dan bersilaturrahim dengan orang-orang yang baru dikenal, menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan. Membaca Standar Biaya Umum (SBU), Standard Operasional Procedures (SOP) serta Guidelines Procurement Under IBRD Loans seolah menjadi tambahan wajib di antara buku teks dan jurnal yang sudah ada. Key performance indicator (KPI), best practices, daya serap, procurement plan, prior dan post review, serta puluhan istilah baru lainnya seperti menambah jejalan isi information pool yang sudah ada di otak. Menjadi reviewer tentulah tugas yang sangat menantang, mengingat rutinitas sebagai dosen tentu sudah cukup banyak dilakoni diinstitusi masing-masing. Bahkan tidak sedikit di antara reviewer juga menjadi bagian dari programme implementation unit (PIU) di institusi asalnya.
www.hpeq.dikti.go.id
Tidak sedikit hambatan yang seringkali ditemui ketika menjalankan tugas tersebut. Kekurang mampuan menemukenali permasalahan di IPD, kurangnya kuantitas dan kapasitas manajerial PIU, lemahnya komitmen pimpinan, rendahnya partisipasi sivitas akademika dalam setiap program yang diimplementasikan, merupakan sedikit hal yang paling sering terjadi pada grantees.
Tagline ini terasa sangatlah tepat.Semangat kompetisi seolah mengalami perluasan makna pada pada proyek ini. Kompetisi tidak lagi dimaknai sebagai persaingan untuk sekedar lebih dari institusi lain secara individual. Tapi lebih dari itu, kemajuan haruslah sebagai kebersamaan dalam upaya dan capaian akhir antar perguruan tinggi. Pada proyek ini, IPD yang sudah lebih mapan dituntut untuk mengembangkan tema-tema unggulannya sehngga siap bersaing secara global, dan pada saat bersamaan membantu untuk memajukan IPD yang baru atau masih lemah. Peran reviewer sangatlah vital dalam mendorong kemitraan yang berlandaskan prinsip saling menguatkan dan memandirikan. Reviewer diharapkan dapat membantu grantees dalam menyusun konsep kemitraan yang ideal, menemukenali best experiences yang sudah ada, membangun pola komunikasi antar institusi yang intensif serta mendorong resources sharing antar institusi. Berbagai program sudah dirancang dan diimplementasikasi hingga semester pertama tahun ketiga ini. Mulai dari hibah penelitian dan pengajaran, pengembangan staf berupa degree dan non degree baik di dalam maupun luar negeri, pemberian beasiswa, pelaksanaan seminar internasional, bantuan publikasi, serta staff dan student exchange. Selain itu ada pula aktivitas berupa pengembangan sistem, policy study, pemberian dana HKI dan sertifikasi, hingga pengadaan barang dan jasa yang mendukung proses penyelenggaraan pendidikan, serta aktivitas kemitraan antar 3 institusi. Tentulah waktu tiga tahun implementasi proyek ini terasa singkat, dan anggaran yang berkisar 10 – 15 milyar untuk tiap PT belumlah dapat mengentaskan keseluruhan permasalahan pendidikan kedokteran di Indonesia. Namun, sekali lagi bahwa inilah pendulum yang akan tetap berayun untuk selalu menyadarkan kita untuk tetap bergerak bersama meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran yang muaranya adalah kesejahteraan bangsa ini, Bangsa Indonesia.
Together We Can............
MEI 2013
HPEQPROJECT
11
Pengembangan Embrio Jejaring Komunitas untuk Profesional Muda di Bidang Kesehatan
S
eiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan, kebutuhan pelayanan kesehatan yang holistik atau paripurna pun semakin meningkat. Pelayanan kesehatan yang holistik bagi masyarakat menuntut sebuah pelayanan kolaboratif antar profesi kesehatan baik dalam setting klinis (rumah sakit) maupun komunitas, dalam bentuk usaha promotif, preventif, dan kuratif. Pelayanan kolaboratif dapat terwujud apabila masing-masing profesi kesehatan dapat saling bekerjasama serta menghormati otonomi dan kewenangan profesinya. Saat ini pemahaman tentang interprofesional di kalangan profesi bidang kesehatan belum terimplementasi dengan baik karena faktor egosentrisme terhadap profesi masing-masing yang terus membudaya. Maka diperlukan sebuahperubahan paradigma baru untuk mengikis egosentrisme terhadap profesi tersebut. Salah satu gerakan perubahan yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan konsep kolaborasi interprofesi bagi para profesional muda di bidang kesehatan. Profesional muda (junior health professionals) adalah tahapan transisi dari masa lulusan pendidikan tinggi kesehatan menuju tenaga kesehatan profesional. Profesional muda merupakan agent of change yang diharapkan dapat menjadi emulsifier dalam komunitas profesi kesehatan di Indonesia. Sejak tahun 2010, proyek HPEQ telah memfasilitasi tim Research and Development, yang merupakan kumpulan para profesional muda dari bidang kedokteran, kedokteran gigi, bidan dan perawat untuk mengembangkan embrio jejaring komunitas untuk profesional muda di
12
HPEQPROJECT
MEI 2013
bidang kesehatan atau Junior Health Professional Networking (JHPN). Konsep jejaring dibangun berdasarkan kolaborasi interprofesi yang akan mewadahi kreativitas, inovasi dan kontribusi para profesional muda dalam mengembangkan kompetensi diri maupun komunitas profesi. Jejaring ini tidak hanya terbatas untuk profesi dokter, dokter gigi, bidan dan perawat, tetapi juga untuk profesi kesehatan lain, bahkan diharapkan dapat menjalin kolaborasi dengan komunitas profesi bidang lain. JHPN akan mengakarkan paradigma kolaborasi interprofesi untuk diterapkan pada dunia pelayanan. Selain itu,JHPN diharapkan dapat menjembatani ‘gap senioritas’ yang banyak terjadi pada komunitas profesi, baik intraprofesi maupun interprofesi melalui berbagai program dengan strategibottom up dan top down. Strategi bottom up akan menghubungkan antara para profesional muda dengan stakeholders profesi pada level pembuat kebijakan, sedangkan strategi top down akan mendorong para profesional muda untuk dapat menggerakkan mahasiswa calon profesional bidang kesehatan. Saat ini, proses pengembangan JHPN masih pada tahap kajian, benchmarking, dan penyusunan business plan. Dalam konteks proyek HPEQ, JHPN diharapkan dapat menjadi unexpected outcome yang dapat menjaga keberlangsungan program-program proyek HPEQ, dengan menggerakkan para profesional muda di bidang kesehatan. (ADN)
www.hpeq.dikti.go.id
Stakeholders Relationship Management (SRM) : Menjaga "Kemesraan" Stakeholder Proyek HPEQ
S
takeholder, adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam dunia organisasi dan korporasi.Sejak diperkenalkan pada tahun 1963, istilah stakeholder muncul bersamaan dengan munculnya teori organisasi, teori manajemen, teori sistem, teori organisasi, dan teori rencana strategis. Pada awalnya, stakeholder didefinisikan sebagai suatu grup/kumpulan dimana tanpa adanya dukungan dari grup tersebut, organisasi akan berhenti untuk hidup (those group without whose support the organization would cease to exist). Seiring perkembangan dari berbagai macam teori organisasi dan manajemen, definisi ini mulai berkembang. Stakeholder dapat diartikan
www.hpeq.dikti.go.id
sebagai sekumpulan atau individu dalam suatu organisasi yang dapat saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh visi-misi organisasi”. Stakeholder memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup suatu organisasi.Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mengelola hubungan dengan stakeholder melalui suatu sistem yang dapat disebut sebagai sistem Stakeholder Relation Management (SRM). Untuk itu, Proyek HPEQ yang dapat dianalogikan sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak stakeholder, perlu mengembangkan suatu sistem untuk mengelola stakeholder dari berbagai kalangan, sehingga para stakeholder tersebut selalu loyal
dan berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan program HPEQ. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, tim Research & Development Proyek HPEQ sedang mengembangkan sistem manajemen stakeholder HPEQ (Stakeholder Relation Management System). SRM akan dikembangkan secara web-based, sehingga stakeholder akan mendapatkan update informasi proyek terbaru dan bisa memberikan masukan secara langsung baik terkait proyek ataupun hal-hal lain yang berkaitan. Dengan ini, diharapkan komunikasi antara tim manajemen proyek dengan stakeholder akan selalu terjalin tanpa dibatasi ruang dan waktu.
awal, yang akan selalu disempurnakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan. Telah terdokumentasi sekitar 3000 database stakeholder proyek HPEQ dari berbagai profesi kesehatan, pemerintah, akademisi, praktisi maupun pemerhati pendidikan kesehatan. Pada akhir tahun 2012, telah dilakukan penjaringan ‘suara’ dari berbagai stakeholder tersebut dalam rangka evaluasi program HPEQ, yang selanjutnya akan diolah menjadi suatu kajian. Hasil kajian tersebut akan disosialisasikan pada newsletter edisi selanjutnya. Stay tune! (CHS)
Saat ini, telah terbangun sistem SRM tahap
MEI 2013
HPEQPROJECT
13
Bidan Delima : Program Bidan Delima merupakan program yang dikembangkan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk membina Bidan Praktek Mandiri (BPM) yang merupakan anggota IBI agar dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standar pelayanan menjadi instrumen terpenting dalam usaha tersebut. Standar pelayanan yang sudah dibuat, mengacu kepada payung hukum pelayanan kesehatan bagi bidan yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan indonesia. Sejak launching pada desember 2003 lalu, standar Bidan Delima mengimplementasikan permenkes no. 900, namun per desember 2012 lalu, standar Bidan Delima di sesuaikan berdasarkan permenkes 1464 tahun 2010.
Target Bidan Delima sendiri adalah bidan praktek mandiri yang telah di-assess memiliki standar minimal. Sehingga tujuan dari Bidan Delima adalah mengupayakan apa yang telah dinyatakan “boleh” praktek mandiri untuk tetap menjaga pelayanan berkualitas. Ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat Bidan Delima. Bidan praktek mandiri wajib melalui beberapa tahap verivikasi, mulai dari prakualifikasi, evaluasi diri dengan kajian mandiri, kemudian di validasi oleh fasilitator yang selanjutnya di verifikasi akhir oleh pengurus pusat IBI melalui unit pelaksana Bidan Delima pusat. Ketika serifikat dikeluarkan yang berlaku 5 tahun tersebut, pengurus Bidan Delima atau dikenal dengan unit pelaksana Bidan Delima di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota wajib melakukan pemantauan minimal 1 bulan sekali. Pemantauan tersebut terhadap keahlian klinis , manajemen serta sarana dan prasarana. Selain itu, karena cakupan wilayah yang sudah menjangkau di 260 kabupaten kota di 21 provinsi kami juga mengadirkan asesor Bidan Delima sebagai tim audit internal untuk proses penjaminan mutu yang lebih maksimal. Sosialisasi standar pelayanan terus dilakukan melalui pengurus IBI karena Bidan Delima merupakan banchmark dari Ikatan Bidan Indonesia. Upaya yang ada saat ini masih terfokus pada bidan praktek mandiri, upaya ini dilakukan karena untuk memberikan pelayanan berkualitas di 37000 bidan praktek mandiri yang ada di indonesia. Dalam hal ini yang berizin dan terdaftar di pengurus pusat ikatan
14
HPEQPROJECT
MEI 2013
bidan indonesia, jumlah bidan praktek mandiri yang bersertifikat Bidan Delima baru 30 persen. Upaya kerjasama dengan para stakeholder terus dilakukan dan digalakkan terutama pada saat kegiatan monitoring dan evaluasi manjemen Bidan Delima di tingkat provinsi dan kabupaten.Hal ini juga sebagai salah satu upaya promosi Bidan Delima sebagai bukti nyata kontribusi profesi bidan dalam mewujudkan pelayanan berkulaitas yang murah dan mudah dijangkau. Saat ini Bidan Delima melalui IBI telah menggandeng 6 institusi pendidikan kebidanan di provinsi Jawa Tengah sebagai upaya pengenalan Bidan Delima sejak dibangku pendidikan melalui metode e-learning.
Jumlahnya hampir 11.000 yang tersebar di 21 provinsi Visi Bidan Delima adalah men-delima-kan seluruh bidan praktek mandiri di indonesia, ini bertahap, cukup signifikan. Tahun 2013 ini akanoutreach lagi di 2 provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Perluasan jaringan dan upaya berkelanjutan peningkatan kualitas menjadi prioritas Bidan Delima. Sejauh ini standardisasi pelayanan yang telah dibuat Bidan Delima sudah mendukung program MDGs, pakemnya jelas di instrumen kajian mandiri, bukan hanya klinis, tapi juga manajemen. Hingga self reminder yang bersangkutan harus segera update keahlian klinis dengan mengikuti pelatihan. Pelatihan yang difasilitasi oleh IBI maupun dengan biaya sendiri, sehingga kemajuan mengenai klinis tetap terbarukan. “Cita-cita Bidan Delima saat ini masih banyak. Sejauh ini target pertahunnya tercapai, yang sedikit terhambat adalah “pendanaan” untuk produksi dan distribusisupporting manual guidance karena seluruh pembiayaan pengelolaan Bidan Delima adalah mandiri dari IBI. Hanya sebagian kecil dibantu oleh mitra mitra Bidan Delima yang memiliki visi yang sama yaitu pencapaian MDGs tujuan 4 dan 5”. Rara - Quality Assurance Manager, Unit pelaksana Bidan Delima Pusat.(ovi, sumber IBI)
www.hpeq.dikti.go.id
sosok
"Ibu Bidan (Alm) Harni Koesno... Pejuang Bidan Indonesia yang Berhati Lembut"
Jakarta, 23 Februari 2013 ... Seorang perempuan, seorang sahabat sejati, ibu, kakak, guru, konsultan sekaligus pemimpin dari seluruh bidan di Indonesia, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Ibu Bidan Dr. Harni Koesno, MKM wafat. Beliau wafat di RSPAD Gatot Subroto setelah dirawat selama kurang lebih dua minggu. Ibu Harni tutup usia setelah dua bulan sebelumnya merayakan ulang tahunnya yang ke-64. Banyak para rekan, sahabat dan teman seperjuangannya yang masih tidak percaya beliau sudah pergi untuk selama-lamanya. Ibu Harni, seorang pemimpin yang memiliki karakter kuat, tegar namun keibuan telah meninggalkan kita dengan segala cita dan citra, doa dan harapan yang terbaik demi bidan Indonesia dan Ikatan Bidan Indonesia. Beliau dikenal sebagai sosok yang melakukan setiap pekerjaan selalu memulainya dengan niat tanpa pamrih, selalu ingin bekerja secara tim, senang berbagi dalam segala hal, selalu menyenangkan dan membahagiakan orang lain. Selalu tersenyum, memuji akan hal baik sekecil apapun, percaya diri namun mau mendengarkan. Ibu Harni menjadi mahasiswi bidan di Sekolah Bidan (SGP/BID/ PKM) Cilandak Jakarta Selatan pada tahun 1980-1981, menurut Ibu Bidan Jumiarni Ilyas (Ketua asosiasi institusi kebidanan), “Saat menjadi mahasiswi, Bu Harni tidak pernah telat dalam mengumpulkan tugas apapun. Hal ini karena sikapnya yang ulet, tekun dalam belajar, disiplin dan selalu tepat waktu”. Ibu Harni melalui pendidikan untuk menjadi Bidan saat sudah memiliki empat orang anak yang harus ditinggalkannya selama menjalani kewajiban diasramakan selama masa pendidikan, namun hal itu tidak membuat beliau mundur, beliau tetap tegar dan disiplin sehingga dapat menyelesaikan pendidikannya tepat waktu. Sosoknya sangat identik dengan profil bidan Indonesia. Beliau sangat bertata krama, beretika, menghargai orang lain, ulet, teladan yang baik, telaten, perhatian dan menyayangi semua orang tanpa batas, serta “low profile”, sehingga beliau dapat diterima oleh seluruh kalangan. Dalam berorganisasi, Bu Harni dikenal sebagai sosok yang tidak pernah sungkan mengucapkan kata ‘tolong’, meskipun kita semua tahu maksudnya adalah memberikan instruksi. Itulah kelebihan beliau, yang selalu dengan sangat rendah hati menempatkan diri seolah-olah pihak yang menjadi rekan diskusi sebagai pihak yang harus dihormati. Sebelum pension, Bu harni bertugas di Ditjen Pelayanan Medik Depkes RI sebagai Kepala Sub Direktorat Bina Pelayanan Kebidanan, saat menjabat beliau sangat memperhatikan karier bidan Indonesia sebagai PNS. Selain itu, beliau juga pernah fasilitator dan pelatih pengembangan kurikulum berdasarkan kompetensi pada tahun 1984 dan menjadi sekretaris Forum Komunikasi Pendidikan Menengah Kesehatan dan Bidan pada tahun 1987-1996. Beliau sebagai bidan dan anggota IBI merupakan orang yang sangat komitmen dan konsisten terhadap profesi bidan, maka tidak mengherankan kalau beliau menjadi tokoh bidan penerus perjuangan bidan dan profesi bidan hingga pucuk pimpinan terpilih dan dipilih menjadi Ketua Umum PP IBI dalam dua periode. Beliau dapat membaca setiap permasalahan Bidan Indonesia, bahkan tak jarang beliau dapat meredam isu negatif mengenai profesi Bidan dengan standar kompetensi dan legalitas yang tepat
www.hpeq.dikti.go.id
sebagai contoh ketika munculnya isu aborsi yang berimbas juga kepada profesi Bidan, bu Harni dengan lugas dan tenang memerintahkan semua pihak yang terkait masalah tersebut di Ikatan Bidan Indonesia untuk pertama-tama mencari keterangan apakah betul orang yang terkait itu seorang Bidan, kemudian apakah memiliki kartu tanda anggota IBI dan terakhir barulah telusuri faktor penyebabnya. Dalam berorganisasi beliau sangat enggan berbentur atau berkonflik dengan siapapun, sikapnya yang kompromistis dan pendekatannya yang persuasif memungkinkan beliau disukai banyak orang. Beliau adalah sosok bidan yang memiliki jaringan yang luas, temannya banyak.Dan itulah yang memungkinkan ruang gerak IBI semakin baik seperti sekarang ini.“She is the QUEEN of IBI”, tutur Ibu Bidan Yetty Irawan. “Bu Harni adalah sosok yang akomodif. Beliau berusaha untuk baik dan merangkul semua kalangan bagi kemajuan Bidan Indonesia. Disisi lain, Bu Harni memiliki visi jauh kedepan. Walaupun belum semua tercapai karena masalah waktu, namun beberapa sudah terlihat dengan jelas, seperti pendidikan bidan di Indonesia yang sudah semakin tertata dan terencana dengan baik, dengan keberadaan pendidikan Bidan mulai dari D3, D4, S1 hingga S2. Selain itu, ciri khas kepemimpinan Bu Harni adalah kekeluargaannya yang sangat kental”, kenang Ibu Bidan Emy Nurjasmi. Menurut Ibu Bidan Indra Supradewi, MKM, beliau guru yang hebat, memberikan penjelasan dengan jelas dan rinci, sistematis, dan sabar sekali sampai peserta mengerti, menjadi penerjemah konsultan serta buku-buku referensi yang digunakan untuk diimpelementasikan. Beliau berjuang dengan sukarela, membangun kebersamaan, persatuan bidan, kemitraan dengan perempuan, bekerjasama dengan LSM perempuan dan berbagai sektor untuk mewujudkan perempuan yang sehat, supaya dapat melahirkan bayi-bayi yang sehat, dan bisa membangun bangsa yang sehat. Itulah yang selalu beliau katakan berulang-ulang dan tertulis pada setiap presentasi. “Bidan harus cerdas. IBI harus kuat, menjadi satu-satunya wadah Bidan Indonesia, mengembangkan silaturahmi, bekerjasama.Semua perangkat sudah dipersiapkan, tinggal mengembangkan.Tolong kembangkan para generasi penurus IBI dan Bidan”.Begitulah pesan penting yang disampaikan oleh beliau. Ibu Harni telah pergi untuk selamanya. Setumpuk kenangan manis beliau tinggalkan bagi kita semua. Perjuangan unutk memperkuat profesi bidan beliau wariskan sebagai kekayaan yang tak pernah habis untuk diperjuangkan. Selamat Jalan Ibu Harni..Semoga perjuangan Ibu untuk kemajuan pendidikan bidan di Indonesia dapat dilanjutkan oleh para bidan-bidan Indonesia lainnya…. Referensi :wawancara & disarikan dari Majalah BIDAN, Vol. XVII. No.1. Tahun 2013.
MEI 2013
HPEQPROJECT
15
Hardiknas 2013 :
Perjuangan Pendidikan Keperawatan Indonesia
M
omentum Hari Pendidikan Nasional selalu mengingatkan kita kepada sosok Raden Mas Soewardi Soerjaningrat alias Ki HajarDewantara yang merupakan aktivis pergerakan Indonesia khususnya Sebagai pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dan perjuangannya untuk meningkatkan Kualitas pendidikan di Indonesia. Khususnya untuk pendidikan tinggi bidang kesehatan, bidang Keperawatan sedang melalui proses revolusi yang fundamental, sekaligus dalam tahap ‘kebangkitan’ profesi keperawatan Masih dalam balutan semangat hari jadi PPNI dan hari perawat sedunia, bagaimana perjuangan perawat Indonesia untuk kebangkitan pendidikan tinggi keperawatan hingga saat ini? Berikut adalah hasil diskusi dengan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ibu Dewi Irawaty.
Q :Bagaimana momentum hardiknas terhadap perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia saat ini?” Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu pada sistem pendidikan nasional yang tercantum pada UU No. 20 tahun 2003, yaitu terdiri dari pendidikan vokasi, pendidikan akademik (program sarjana, magister, doktor), pendidikan profesi (Ners dan Spesialis Keperawatan). Secara umum pendidikan keperawatan di Indonesia sudah baik, sudah diposisikan sesuai dengan kaidah profesi yang sudah diatur sesuai Ketetapan pendidikan profesi, yaitu pendidikan 4 tahun plus, tepatnya lima tahun. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat proses pendidikan yang tidak sesuai dengan kaidah, sehingga seringkali output lulusan yang dihasilkan belum memenuhi standar kompetensi perawat. Q :“Apa yang menjadi tantangan utama pendidikan
16
HPEQPROJECT
MEI 2013
keperawatan di Indonesia?” Kendala utama adalah pada sumber daya manusia serta sarana dan prasarana termasuk tempat untuk praktik. Di Indonesia hanya ada sedikit lahan praktik dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang mampu memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan dan dapat memberikan pengalaman klinik yang optimal bagi para calon perawat. Andaikata sarana pada tempat praktik masih kurang memadai, sudah seharusnya pada tahap pendidikan, institusi wajib memiliki laboratorium yang lengkap dan menunjang proses pembelajaran, seperti pengadaan manekin yang sudah terprogram, serta ruang pertemuan untuk diskusi mahasiswa yang nyaman dan privat. Namun status quo-nya, sampai saat ini fasilitas wahana pendidikan pada institusi dan Rumah Sakit masih belum memenuhi standar pendidikan keperawatan. Tantangan lain yang dihadapi adalah disparitas yang sangat tinggi untuk institusi keperawatan. Moratorium yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan No. 1643/E/T/2011 yang berbunyi : “Berdasarkan prediksi penyerapan pendayagunaan lulusan, dengan melihat jumlah institusi Penyelenggara prodik keperawatan dan kebidanan yang ada saat ini, maka diperkirakan untuk 5 Tahun ke depan akan banyak lulusan yang tidak akan terserap. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memandang perlu untuk tetap memberlakukan moratorium bagi pengusulan program studi Keperawatan jenjang program D -III dan S1, Kebidanan jenjang program D-III, D-IV, dan S-1.”Memang benar adanya, pertumbuhan institusi profesi keperawatan di Indonesia bak jamur dimusim hujan yang dirasa mudah bagi perguruan tinggi untuk membuka pendidikan profesi. Saat ini terdapat 600 perguruan tinggi dengan program Studi D-III Keperawatan dan 309 perguruan tinggi dengan program Studi S1 Keperawatan, dengan rerata jumlahlulusan mencapai 52.000 pertahun, namun sayangnya, tidak adanya perhatian tentang
www.hpeq.dikti.go.id
keberlangsungan proses edukasi pada institusi, menyebabkan kualitas lulusan menjadi sangat bervariasi. Q :“Bagaimana strategi yang dilakukan untuk mengatasi kendala utama pendidikan keperawatan?” Sudah semestinya kita berfikir bahwa mendirikan institusi pendidikan keperawatan tidak semudah membalik telapak tangan, karena ada banyak hal yang harus diperhatikan, terutama pendanaan. Sebagai ilustrasi, membuka program studi pendidikan profesi sangatlah mahal sementara peserta didik tidak dapat membayar biaya pendidikan sepenuhnya. Student Unit Cost adalah biaya satuan per mahasiswa yang pada hakekatnya merupakan ukuran alokasi yang dibutuhkan untukn menempuh seluruh proses pendidikan secara efektif. Pada intinya, pembukaan prodi keperawatan harus mempertimbangkan seluruh aspek sesuai standar, demi tercapainya peningkatan kualitas pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia.
“Kendala utama adalah pada sumber daya manusia serta sarana dan prasarana termasuk tempat untuk praktik. Di Indonesia hanya ada sedikit lahan praktik dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang mampu memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan dan dapat memberikan pengalaman klinik yang optimal bagi para calon perawat.”
-Dewi Irawaty
“Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
17
Mid Term Review Mission : Separuh Perjalanan Implementasi Proyek HPEQ Proyek HPEQ telah berjalan hampir 3 tahun sejak diinisiasi pada tahun 2009. Proyek HPEQ sendiri bertujuan untuk mereformasi pendidikan kesehatan yang profesional dengan meningkatkan dan menguatkan aturan kerangka kerja melalui penjaminan mutu. Proyek HPEQ pada awalnya menangani 4 profesi utama dalam pelayanan kesehatan di Indonesia yaitu dokter, dokter gigi, perawat, dan bidan. Selama 3 tahun berjalannya proyek terjadi berbagai perkembangan pada level yang berbeda di setiap profesi tersebut. Sebagai penyandang dana utama proyek HPEQ, Bank Dunia berkerja sama dengan Bappenas secara berkala melakukan pengawasan
18
HPEQPROJECT
MEI 2013
terhadap perkembangan dan kinerja proyek HPEQ melalui pencapaian indikator kunci keberhasilan. Memasuki paruh kedua implementasi proyek, pada akhir Oktober hingga awal November 2012, tim Bank Dunia melakukan mid term review yang akan memberikan hasil evaluasi dan rekomendasi terhadap perkembangan dan kinerja proyek HPEQ.¬¬ Capaian komponen 1 dalam implementasi pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) adalah telah tersusunnya MoU antara organisasi profesi kesehatan dan asosiasi institusi pendidikan kesehatan serta rancangan peraturan menteri
terkait akreditasi pendidikan tinggi. Dikarenakan masih menunggu finalisasi peraturan menteri tentang sistem akreditasi, maka target pelaksanaan akreditasi dengan sistem baru belum tercapai. Dalam Mid term review ini, Bank Dunia mengharapkan komitmen dari pengambil keputusan tertinggi (kemendikbud) untuk memprioritaskan finalisasi pendirian LAMPTKes. Selain itu, Bank Dunia juga mengharapkan CPCU Proyek HPEQ dapat fokus dalam finalisasi status legal LAM-PTKes. Target lain yang diharapkan dapat tercapai adalah finalisasi naskah akademik, standar pendidikan, dan standar
kompetensi serta validasi instrumen akreditasi. Sementara komponen 2 secara umum telah membuat perkembangan yang signifikan dalam memenuhi target persiapan program uji kompetensi nasional terutama untuk dokter dan dokter gigi. Adanya konsensus antara organisasi profesi kesehatan dan asosiasi institusi pendidikan kesehatan terkait uji kompetensi menunjukkan komitmen yang kuat dari para stakeholder terhadap tujuan komponen 2. Saat ini prioritas utama yang ditargetkan adalah menetapkan legal basis Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi (LPUK) dengan menyelesaikan
www.hpeq.dikti.go.id
Rancangan Peraturan Bersama antara Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan terkait uji kompetensi. Adanya peraturan bersama ini akan menggambarkan peran dan tanggung jawab antara LPUK dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terutama terkait wewenang dalam pelaksanaan uji kompetensi untuk perawat dan bidan, serta profesi kesehatan lain di masa mendatang. Prinsip resource sharing yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi juga dinilai tepat dan dapat digunakan oleh keempat profesi kesehatan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem uji nasional. Bank Dunia juga menargetkan pengembangan uji kompetensi oleh LPUK dengan metode OSCE pada profesi dokter dapat dilaksanakan pada akhir 2014.
www.hpeq.dikti.go.id
Selain keempat profesi kesehatan pada uraian sebelumnya, melalui rencana restrukturisasi proyek, terdapat pengembangan tiga profesi kesehatan yang menjadi fokus proyek HPEQ yaitu gizi, farmasi, dan kesehatan masyarakat. Proyek HPEQ diharapkan dapat memberikan input positif dengan melakukan akreditasi sistem pendidikan dan uji kompetensi bagi lulusan ketiga program tersebut. Dengan penambahan tiga profesi kesehatan maka terjadi penyesuaian indikator kunci keberhasilan yaitu finalisasi instrumen akreditasi dan pelatihan asesor akreditasi pada 2013, finalisasi blue print untuk uji kompetensi nasional pada 2013, uji proses akreditasi pada 2014, dan try out uji kompetensi pada 2014.
terhadap implementasi proyek HPEQ agar sesuai dengan rencana dan indikator kunci keberhasilan yang telah ditetapkan. Diharapkan percepatan pendirian LAM-PTKes sebagai lembaga akreditasi, pendirian LPUK sebagai lembaga uji kompetensi, Program Hibah Kompetensi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dokter (PHK-PKPD), dan restrukturisasi proyek dengan penambahan 3 profesi kesehatan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan layanan kesehatan. Maju terus pendidikan dan pelayanan kesehatan Indonesia!
Melalui mid term review ini diharapkan dapat memberikan refleksi dan rekomendasi
MEI 2013
HPEQPROJECT
19
i nter
D
unia kesehatan tentu sudah tak asing lagi mendengar kata stetoskop. Sebab, stetoskop merupakan salah satu simbol yang sangat dikenal bagi profesi kesehatan, seperti; dokter, perawat, bidan, dan profesi kesehatan lainnya. Mulanya, alat ini dibuat sebagai alat untuk mendengarkan denyut jantung pasien. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) lahir pula beberapa jenis stetoskop modern dan desain stetoskop kontemporer yang bisa digunakan untuk mendengarkan suara yang dipancarkan oleh beragam organ tubuh, termasuk jantung, usus, perut, dan sistem peredaran darah. Stetoskop ditemukan di Perancis pada 1816 oleh René-ThéophileHyacinthe Laennec. Dia terdiri dari tabung kayu kosong. Konon dia menciptakan stetoskop sehingga ia tidak perlu menaruh telinganya di buah dada wanita Perancis. Tidak jelas apakah Laennec mencoba menghindarinya, atau untuk menghindari rasa malu pasien. Namun begitu, orang mengatakan bahwa “Kebutuhan adalah ibu dari penemuan”. Praktik mendengarkan jantung pasien yang dikenal dengan istilah “auskultasi” ini telah lama dikenal bersamaan dengan sejarah Bapak Kedokteran Modern, Hippocrates. Rene
20
HPEQPROJECT
MEI 2013
yang pernah ia pelajari semasa masih anakanak yang bermain suara melalui suatu padatan. Kemudian ia pun menggulung 24 lembar kertas, yang selanjutnya ditempatkan satu ujung telinga dan ujung lainnya ke dada pasien perempuan muda tersebut. Laennec merasa puas dan cukup senang menemukan bahwa kerucut. kertas itu bisa mendengar suara yang cukup jelas dan keras. Saat itulah pertama tercatat dalam dokumentasi naskah auskultasi dengan menggunakan alat stetoskop (mediate auskultasi) pada 8 Maret 1817 saat Rene Laennec memeriksa Marie Melaine Basset, yang berumur 40 tahun.
stetoskop Laennec lahir di Quimper, Perancis pada tanggal 17 Februari 1781, dia merupakan seorang penemu stetoskop saat bekerja di Hôpital Necker dan mempelopori penggunaannya dalam mendiagnosis berbagai kondisi dada. Stetoskop (bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan untuk mendengar suara jantung dan pernapasan, meskipun dia juga digunakan untuk mendengar intestine dan
aliran darah dalam arteri dan “vein”. Pada dasarnya mendiagnosis melalui suara dari organ tubuh manusia telah dilaporkan dalam literatur kuno. Hippocrates menganjurkan untuk mencari instrumen yang praktis dalam dunia kedokteran pada tahun 350 SM. Hippocrates telah menggunakan metode untuk menggunakan telinga secara langsung ke dada pasien dan telah ditemukan bahwa motode tersebut sangat berguna untuk mendeteksi akumulasi cairan yang ada di
dalam dada. Bahkan, Ambroise Pare seorang ahli bedah terkenal pada abad 16 mencatat jika ada materi lain di dalam dada manusia, kita bisa mendengar suaranya dari botol yang diisi setengah. Lahirnya stetoskop pertama di dunia yang diciptakan oleh Rene Laennec bermula ketika ia sedang memeriksa pasien seorang perempuan muda. Rene Laennec merasa malu jika harus menempatkan telinganya di dada, yang merupakan metode auskultasi yang selalu digunakan oleh para dokter saat itu. Dia masih ingat akan “trik”
Rene Laennec menyebut alatnya ini dengan sebutan Le Cylindre, yang kemudian berubah nama menjadi stetoskop. Nama stetoskop ini diambil dari bahasa Yunani yang berarti “saya lihat” dan “dada”. Ia ciptakan sebuah stetoskop dari sepotong kayu, di mana salah satu ujungnya memiliki lubang untuk menempatkan didekat telinga dan ujung lainnya berbentuk cekung. Kemudian Laennec pun menerbitkan hal tersebut pada risalah klasik pada auskultasi di tahun 1819 di mana ia pun membahas tentang stetoskopnya yang diilustrasikan dengan desainnya. Dan pada edisi kedua diterbitkan pada tahun 1826, setelah Rene Laennec tutup usia akibat penyakit TBC yang dideritanya pada 13 Agustus 1826.
www.hpeq.dikti.go.id
m ezzo
Stetoskop ditemukan di Perancis pada 1816 oleh RenéThéophile-Hyacinthe Laennec. Dia terdiri dari tabung kayu kosong. Konon dia menciptakan stetoskop sehingga ia tidak perlu menaruh telinganya di buah dada wanita Perancis. Tidak jelas apakah Laennec mencoba menghindarinya, atau untuk menghindari rasa malu pasien.
Desain
Desain stetoskop digambarkan memiliki panjang 12 inci dan 1.5 inci dengan diameter 0.38 inci. Dan pada saat ini alat stetoskop bisa dibeli dengan harga 2 franc. Dalam perkembangan selanjutnya stetoskop sendiri pun terbagi menjadi 2 jenis, yaitu stetoskop monaural dan stetoskop bi-naural. Seiring dengan kemajuan yang semakin pesat dalam dunia kesehatan, khususnya dunia kedokteran stetoskop pun kian dikembangkan, hingga lahirlah stetoskop modern, seperti stetoskop populer di mana desain stetoskopnya Rappaport Sprague yang dikembangkan pada tahun 1940, tetap populer di seluruh komunitas profesi
www.hpeq.dikti.go.id
kesehatan selama lebih dari lima tahun. Stetoskop Ljttman, stetoskop yang dikembangkan oleh Dr David Littman, dimana stetoskop ini menawarkan suara akustik yang lebih terang dan jelas dan dipatenkan pada tahun 1963. Bahkan, lahir pula stetoskop yang berfungsi sebagai peredam bising, stetoskop ini telah dipatenkan oleh Deslauries Richard pada tahun 1999. *Disadur dari berbagai sumber
MEI 2013
HPEQPROJECT
21
hpeq
students
2013 Kepengurusan Baru
I
barat kata daun musim gugur yang kemudian bertunas kembali pada musim semi, HPEQ Student melakukan regenerasi dengan pemilihan koordinator yang baru dan masuknya anggota yang baru. Bertempat di Hotel Sheraton Jogja pada akhir Desember 2012 lalu, diadakanlah Pemilihan Koordinator HPEQ Student 2013. Pada kesempatan ini, terpilihlah Muhammad Jauhar dari ILMIKI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia) untuk meneruskan duet Samuel Josafat Olam dari CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’ Activities) dan Saskia Piscesa dari ILMAGI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia) sebagai Koordinator HPEQ Student 2013. Muhammad Jauhar, yang akrab disapa Jojo resmi bertugas sejak tanggal 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2013 nanti. Sebelumnya, pria yang berasal dari kota kembang, Bandung ini, menjabat sebagai Koordinator Advokasi HPEQ Student periode 2012. Pada periode ini, tercatat 9 orang pengurus HPEQ Student periode 2012 yang tetap meneruskan pekerjaan mereka di tim HPEQ Student periode 2013, sedangkan sebanyak 5 orang sudah lulus dari dunia perkuliahan dan meneruskan perjalanan mereka sebagai health professionals.
22
HPEQPROJECT
MEI 2013
Meskipun demikian, HPEQ Student tidak kekurangan orang dikarenakan mereka akan digantikan oleh pengurus baru yang berjumlah 10 orang. Sebelumnya, bagi 10 orang calon pengurus baru ini diadakan proses magang yang dimulai dari Februari 2013 hingga April 2013. Tujuan magang ini adalah untuk mengenalkan anggota tim baru terhadap atmosfer kerja dan program kerja yang dijalankan oleh pengurus HPEQ Student. Selain itu, dengan adanya magang ini, diharapkan kualitas anggota tim yang baru bergabung benar-benar teruji.
didapatkan jumlah 30 orang yang masuk kepada tahap kedua yaitu wawancara. Proses wawancara bersifat personal, dimana setiap pendaftar diwawancara oleh beberapa tim HPEQ Student periode sebelumnya. Proses wawancara ini dilakukan pada tanggal 5-7 Februari 2013. Setelah melalui proses wawancara ini, didapatkan 10 terbaik anggota peserta magang tim HPEQ Student. Proses magang kemudian berlangsung dari 7 Februari 2013 hingga akhir April 2013. Dengan adanya proses magang ini, diharapkan HPEQ Student mendapatkan anggota baru yang benar-benar mumpuni.
Sebelum didapatkan anggota magang ini, peserta magang dipilih dari proses seleksi yang terdiri dari seleksi berkas dan wawancara, serta tugas-tugas yang rutin dikerjakan. Pada masa pendaftaran dari tanggal 28 Januari 2013 hingga 3 Februari 2013, setiap pendaftar diwajibkan melampirkan curriculum vitae, surat rekomendasi dari organisasi mahasiswa asal, dan lembar pernyataan komitmen mereka. Selain itu, mereka juga diminta untuk menuliskan motivation letter alasan bergabung tim HPEQ Student serta melakukan kritisi terhadap LAM-PTkes dan kondisi akreditasi Indonesia. Pada tahap ini, jumlah pelamar mencapai 60 lebih orang.
Untuk program kerja tahun ini, terdapat berbagai pengembangan yang dilakukan oleh tim HPEQ Student 2013. Selain meneruskan program kerja mereka pada tahun lalu, seperti follow up hasil audiensi terhadapa asosiasi professional kesehatan, proses pemandirian Berkala Ilmiah Kesehatan (BIMKES), website yang dibuat bilingual, dan follow up kajian interprofessional education (IPE), terdapat pengembangan program kerja pula seperti kajian uji kompetensi, networking dengan HPEQ Professional, dan peningkatan keterlibatan di forum internasional.
Selanjutnya, dilanjutkan seleksi berkas, sehingga
Peningkatan keterlibatan di forum internasional ini akan
dilakukan dengan berbagai cara, seperti publikasi hasil kajian di forum internasional dan konferensi HPEQ yang akan dibuat berskala Asia Tenggara. Pada tahun sebelumnya, publikasi hasil kajian HPEQ Student pernah dimuat pada konferensi internasional, yaitu kajian interprofessional education (IPE) dan kajian partisipasi mahasiswa yang dikutsertakan dalam “All Together Better Health Conference VI” tanggal 5-8 Oktober 2012 di Kobe, Jepang. Pada tahun ini, diharapkan hasil kajian dari HPEQ Student akan lebih massive untuk disebarkan dalam konferensi internasional lainnya. Demikianlah proses regenerasi HPEQ Student yang menghasilkan tim HPEQ Student 2013 yang semakin berkembang dan bertambah baik. Semoga dengan kualitas tim yang baik, akan dihasilkan pula kinerja dan performa yang baik, sehingga pada akhirnya kualitas pendidikan kesehatan di Indonesia akan bertambah baik pula sesuai visi dari project HPEQ ini. Amin.
www.hpeq.dikti.go.id
sneak peak, exploring capturing mission west borneo
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
23
r&D corner EC Badung: When The Cultural Blend With Intelligence Sabtu, 18 mei 2013 ..Tim EC mission RnD HPEQ project berdiri dibawah teriknya matahari Puskesmas Abiansemal II, Kabupaten Badung, Bali.
S
ebuah Puskesmas dengan spanduk yang bertuliskan promosi kesehatan yang sedang digencarkan, sarat akan sentuhan keramahan dan pengabdian tenaga kesehatan Puskesmas Abiansemal II demi terciptanya kualitas pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat Kabupaten Badung. Rangkaian EC mission kali ini adalah wawancara kepada tenaga kesehatan dan masyarakat sekitar tentang mutu pelayanan dan kualitas pendidikan kesehatan.Waktu menunjukkan pukul 12.00 WITA dan Kami yang terbagi menjadi dua tim mulai menjalankan misi masing-masing. Tim pertama mewawancarai tenaga kesehatan di Puskesmas abiansemal II meliputi, dokter, dokter gigi, bidan dan perawat, terutama kepala puskesmas, kepala Tata Usaha dan tenaga pendukung yang meliputi tenaga administrasi puskesmas hingga paraji. Tim Kedua mewawancarai masyarakat dengan berbagai usia serta tokoh masyarakat setempat. Tenaga kesehatan di Puskesmas Abiansemal II mayoritas sudah memiliki latar belakang pendidikan kesehatan yang sesuai dan pengalaman kerja yang sudah
24
HPEQPROJECT
MEI 2013
mumpuni untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan kompetensi yang prima. Diharapkan dengan kompetensi yang dimiliki sekarang ini dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Badung. Untuk menunjang kompetensi dan knowledge upgrade, pembinaan secara internal pun sering kali dilakukan oleh Puskesmas Abiansemal II kepada tenaga kesehatan agar memiliki kredibilitas dan akuntabilitas yang layak untuk menangani pasien. Layaknya jalanan yang tidak selalu mulus, akan ada tantangan tersendiri dalam memberikan pelayanan, kali ini terdapat pada sarana dan prasarana. Walaupun sudah memberikan pelayanan kesehatan dengan baik, belum adanya laboratorium untuk mendukung diagnosis sangatlah disayangkan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Abiansemal II sehingga terasa kurang maksimal dalam mendiagnosa beberapa penyakit atau bahkan untuk menemukan suatu penyakit yang baru. Nuansa Interprofessional collaboration baik formal maupun informal sangatlah terasa di Puskesmas ini,
sinkronisasi yang menyatu dalam menangani pasien ibarat irama yang mengalir dalam puisi syahdu yang terpapar dalam bait demi bait menimbulkan suasana yang sangat nyaman, hangat, dan kondusif. Terkait dengan pendidikan kesehatan saat ini, sumber daya manusia kesehatan yang dihasilkan oleh institusi kesehatan di Wilayah Bali dinilai sudah cukup berkualitas, disertai kompetensi yang baik dan layak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, meski sempat tersirat wajah keprihatinan dari raut seorang dokter dan dilanjutkan kalimat, “Mungkin sekarang sangat banyak sekali institusi kesehatan yang menawarkan prodi kesehatan, tetapi mereka tidak memperhatikan kualitas dalam proses pembelajarannya, sehingga terkesan asal, buka nkuantitas yang kami inginkan namun kualitas”. Secara umum ketertarikan masyarakat untuk berobat atau pun berkonsultasi di Puskesmas sangatlah tinggi, masyarakat juga tampak antusias terhadap program yang di tawarkan oleh Puskesmas Abiansemal II yang memiliki kredibilitas tinggi, tidak hanya untuk mutu pelayanan kesehatan yang meliputi alat kesehatan yang cukup layak dan baik untuk masyarakat namun juga kecerdasan dan keterampilan sumber daya manusia yang sudah sangat terlatih. “Masyarakat disini sudah sangat tanggap untuk
segera berobat ketika mereka merasakan ketidaknyamanan terhadap kondisi kesehatannya”, kata seorang dokter wanita yang cantik. Kebudayaan yang sangat melekat erat direlung jiwa para penduduk Bali tidak pernah lekang oleh waktu dan peradaban dengan teknologi yang semakin canggih. Uniknya, di Bali memiliki dua tempat rujukan ketika seseorang dinyatakan ada yang salah dengan kondisi kesehatannya, yaitu rujukan langsung dengan tenaga kesehatan dan rujukan spiritual yang dipercaya untuk mengetahui penyebab nonmedis papar Nyoman Leci. Halhal seperti inilah yang menjadi sebuah cirri khas budaya masyarakat Badung Bali namun hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun mutu pelayanan kesehatan dan kualitas pendidikan kesehatan. Hari semakin senja, ketika lelah membayang di pelupuk mata. Gelora semangat yang menggebu-gebu sudah terbayarkan dengan hidrasi pengetahuan yang tentramkan kalbu. Para Missioner yang telah mendapatkan gambaran potret kesehatan bangsa-pun melangkahkan kaki untuk beristirahat pulang, diiringi desiran ombak dan satu alunan pesan penting, “Masyarakat sudah mempertaruhkan masa depannya pada sebuah institusi, sudah sebagai kewajiban dari institusi untuk memberikan kualitas prima dalam pendidikankesehatan”, Ibu Arsita. (RPL)
www.hpeq.dikti.go.id
whats going on in Bali.... Badung!!! www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
25
26
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
27
28
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
29
30
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id
www.hpeq.dikti.go.id
MEI 2013
HPEQPROJECT
31
Kebersamaan, mungkin itu yang paling cocok menggambarkan hubungan kerja kami, dengan latar belakang yang memang berbeda kami dipertemukan untuk bisa bekerja sama tanpa memikirkan ego profesi masing-masing. Tidak terasa perjalanan kami bersama dengan project ini sudah memasuki tahun ke-empat, meski sempat berganti personil seperti layaknya anak BAND kami tetap menjunjung tinggi kebersamaan,
dan nyatanya 80% anggota kami tidak pernah berubah dan justru bertambah. Kegiatan pengumpulan data, pembuatan kajian, survei, kompetisi, pelatihan, exploring-capturing adalah bagian tugas kami. Kami mungkin hanya bagian kecil dari project ini, tapi kami yakin bisa memberikan sesuatu yang besar atau bahkan PELAJARAN bahwa bekerja sama tanpa Label Profesi adalah menyenangkan. Together We Can!!! (ip)
iRND
YES, WE ARE "ARENDI"
80's, 90's, 20's...you name it! 32
HPEQPROJECT
MEI 2013
www.hpeq.dikti.go.id