Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Demokrasi Pendidikan Pascasarjana dan Generasi Emas Indonesia 2045 1
Azwar Ananda
1
Program Studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang
*Corresponding Author:
[email protected] Abstrak Demokrasi pendidikan pada program pascasarjana adalah sangat penting. hal ini bertujuan agar program pasacasarjana dapat berperan dan mendukung terwujudnya generasi emas tahun 2045. Genenerasi emas adalah generasi yang inovatif, kreatif, berfikir orde tinggi, berkarakter, bangga menjadi orang Indonesia, membangun peradaban Indonesia yang tinggi. Generasi emas 2045 hanya dapat diciptakan melalui pendidikan yang demokratis dalam arti yang luas. Langkah penting yang harus dilakukan oleh pascasarjana adalah menjadi institusi pendidikan yang bermutu yang ditandai oleh Pendidikan Pascasarajana yang kreatif dan Inovatif, pendidikan dengan pelayanan prima, pendidikan menekankan budaya menulis dan publikasi, serta pendidikan berbasis riset. Demokrasi pendidikan pada program pascasarjana, akan menumbuhkembangkan generasi yang cerdas dan mampu bersaing secara global. Kata kunci: demokrasi pendidikan, generasi emas 2045, globalisasi. Pendahuluan Memasuki abad ke 21, setidaknya ada tiga isu global yang menjadi pusat perhatian dan standar kehidupan sebuah negara-bangsa dalam masyarakat internasional. Ketiga isu yang dimaksud adalah demokratisasi, hak azazi manusia, dan lingkungan hidup. Ketiga isu ini merupakan norma universal yang diberlakukan kepada semua negara dunia, apakah negara itu diterima atau ditolak menjadi anggota masyarakat internasional yang beradab. Sebuah negara akan dikecam bahkan diisolasi karena dianggap melanggar salah satu isu di atas. Oleh sebab itu, ketiga isu tersebut harus menjadi perhatian serius bagi semua negara anggota masyarakat internasional agar negara itu bisa hidup secara bersama dan damai dalam tatanan dunia yang adil dan sejahtera. Sejalan dengan ketiga isu di atas, para futuristik (seperti Alfin Toffler dan Frank Feather) membahas prasyarat sebuah negara yang bisa menjadi negara maju. Salah satu syarat yang dimaksud adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara yang maju adalah negara dimana masyarakatnya merupakan masyarakat maju-moderen. Masyarakat maju-modern adalah masyarakat yang menguasai dan mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam semua lapangan kehidupan sehari-hari. Negara maju-modern disamping memiliki tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi secara linear, juga memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi. Lihatlah negara-negara OECD, masyarakatnya menguasai ilmu penegtahuan dan teknologi, sekaligus juga merupakan negara-negara kaya di dunia. Agar dapat mewujudkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan di indonesia harus dipacu sedemikian rupa sehingga pada tahun 2045 dapat menciptakan generasi emas yaitu generasi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berdaya saing, sejahtera secara ekonomi dan sehat secara mental dan fisik.
B12
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan akan berlaku konsep interdependensi, dimana tingkat ketergantungan suatu negara dengan yang lainya sangat besar dan setiap negara harus melakukan interaksi dalam berbagai aspek kehidupan dengan negara lain. Agar satu negara mampu berperan dalam kehidupan masayarakat internasional, maka sebuah negara-bangsa haruslah memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini terasa semakin penting, karena di masa depan, kehidupan global cenderung menjadi masyarakat regional yang antara sesama negara di satu wilayah hidup secara bersama tanpa sekat batas ideologi politik. Itulah masyarakat regional, seperti Masyarakat Eropa (EU), masyarakat Asean (Asian Community). Agar anak bangsa Indonesia memiliki daya saing yang tinggi diperlukan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu hanya dapat tumbuh dalam masyarakat yang demokratis termasuk pelaksanaan demokrasi pendidikan pada Program Pascasarjana. Oleh sebab itu, pendidikan yang baik adalah kunci bagi bangsa Indonesia memasuki era baru dalam persaingan antar bangsa. Pendidikan dan Demokrasi Pendidikan Pendidikan adalah kegiatan pembudayaan umat manusia (civilized human being). Pendidikan secara umum diartikan sebagai kegiatan yang disengaja dilakukan dengan berpedoman kepada kurikulum (tertulis atau tak tertulis) guna mendewasakan, mengembangkan kapasitas dan melatih anak manusia agar dapat hidup secara baik bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar. Pendidikan berlangsung seumur hidup dirumah tangga (informal), di sekolah (formal) dan dalam masyarakat (non-formal). Dari ketiga lingkungan pendidikan ini, yang menjadi main stream adalah sekolah, karena sekolah merupakan lembaga formal, memiliki kurikulum, dan guru yang profesional serta sarana-prasarana yang semuanya harus terstandar. Hendaknya sekolah mewarnai tingkat pengetahuan, sikap, dan prilaku siswa secara keseluruhan. Pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi bangsa yang baik. Pendidikan dituntut berperan secara aktif guna memaksimalkan potensi setiap anak bangsa agar kelak menjadi manusia yang cakap, terampil dan berdaya saing. Apabila hal ini tercapai, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan disegani baik oleh bangsa sendiri maupun oleh bangsa lain. Berkaiatan dengan ini, demokrasi pendidikan merupakan suatu kemestian. Demokrasi pendidikan adalah pendidikan yang diberikan secara tepat kepada seseorang anak manusia guna mengembangkan potensi diri secara optimal sesuai dengan bakat dan minat yang bersangkutan. Negara, orang tua, atau pihak lain tidak boleh dan dilarang memaksakan sesuatu kepada seorang anak (walaupun itu anak kandung sendiri) yang "cost"-nya adalah mencabut hak anak tersebut untuk hidup lebih baik (Guttmann, 1999). Setiap anak didik adalah unik; unik dalam bakat, minat, potensi, IQ, EQ, dan sosial. Keunikan itu merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, demokrasi pendidikan harus diwujudkan dalam bentuk lahirnya kebijakan-kebijakan pendidikan yang benar dan tepat. Kebijakan yang benar dan tepat akan lahir apabila kewenangan pendidikan dibagi secara proporsional antara negara, orang tua, pakar pendidikan, dan masyarakat. Dengan demikian, demokrasi dalam pelaksanaan pendidikan akan dapat diwujudkan secara baik dengan melahirkan kurikulum, kebijakan, pembiayaan, proses pembelajaran yang bermutu bagi semua anak usia sekolah tanpa pengecualian. Pada hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-100, tanggal 17 Agustus 2045 yang akan datang, Indonesia melalui Program Pendidikan Nasional akan melahirkan sebuah generasi baru yang berbeda dengan generasi 1945, 1960, dan 1980 serta generasi tahun 2000. Generasi dimaksud adalah Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. Generasi emas Indonesia tahun 2045 adalah generasi cemerlang yakni generasi yang kreatif,
B13
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
inovatif, mampu berfikir orde tinggi, berkarakter, dan bangga menjadi bangsa Indonesia serta mampu membangun peradaban Indonesia yang unggul menuju kejayaan Indonesia tahun 2045. (Pidato Mendikbud RI dalam Hardiknas tahun 2014). Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang unggul mengingatkan kita bahwa Pendidikan bukan hanya untuk menyelesaikan atau menjawab persoalan-persoalan yang sifatnya sangat teknis dan bersifat kekiniaan semata, melainkan lebih jauh dari itu, yaitu bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah upaya memanusiakan manusia untuk membangun peradaban yang unggul serta berdaya saing ditengah-tengah kehidupan nasional, internasional, dan global yang semakin maju dan modern. Pada tahun 2045, akan diisi oleh generasi yang pada tahun 2017 ini berusia antara 0 sampai 20 tahun yang jumlahnya mencapai 100 juta. Pada tahun 2045, mereka akan menjadi usia produktif yang jumlahnya adalah mayoritas dari kelompok usia lainya penduduk Indonesia. Oleh sebab itu program pendidikan untuk mereka harus yang terbaik dan bermutu tinggi agar potensi diri mereka dapat berkembang secara optimal. Pada tahun 2045, generasi emas akan berperan secara nyata memegang kendali negara, bersaing secara ekonomi secara global, mensejahterakan rakyat dan menegakkan hukum secara lebih baik. Oleh karenanya, generasi emas harus memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penguasaan bahasa asing secara paripurna bahkan sedapat mungkin menjadi pelopor dari bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sain dan teknologi. Berfikir untuk Tahun 20145 dan Pendidikan yang Bermutu Berfikir untuk tahun 2045, tentu kita perlu mencermati para futuristik seperti AlvinToffler, Frank Feather dan futuristik lainya. Pendapat para futuristik ini dapat dijadikan vison building bagi bangsa Indonesia tentang apa dan bagaimana kehidupan masa depan yang penuh lompatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di bawah ini Penulis mengutip pendapat Alvin Toffler dalam bukunya The Third Waves. Toffler menerangkan bahwa gelombang ke tiga adalah “Society needs people who take care of the elderly and who know how to be compassionate and honest. Society needs people who work in hospitals. Society needs all kinds of skills that are not just cognitive; they’re emotional, they’re affectional. You can’t run the society on data and computers alone." Toffler is also frequently cited as stating: "Tomorrow's illiterate will not be the man who can't read; he will be the man who has not learned how to learn." The words came from Herbert Gerjuoy, whom Toffler cites in full as follows: "The new education must teach the individual how to classify and reclassify information, how to evaluate its veracity, how to change categories when necessary, how to move from the concrete to the abstract and back, how to look at problems from a new direction — how to teach himself”. Dalam buku The Third Wave, Toffler menggambarkan tiga tipe masyarakat berdasarkan konsep gelombang peradaban. Setiap peradaban selalu mendorong lahirnya perubahan masyarakat baik cara hidup dan budayanya. Ketiga gelombang peraban menurut Alvin Toffler adalah: 1. First Wave is the society after agrarian revolution and replaced the first huntergatherer cultures.
Gambar 1. Ilustrasi first wave (Sumber: Google.com)
B14
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
2. Second Wave is the society during the Industrial Revolution (ca. late 17th century through the mid-20th century). The main components of the Second Wave society are nuclear family, factory-type education system, and the corporation. Toffler writes: “The Second Wave Society is industrial and based on mass production, mass distribution, mass consumption, mass education, mass media, mass recreation, mass entertainment, and weapons of mass destruction. You combine those things with standardization, centralization, concentration, and synchronization, and you wind up with a style of organization we call bureaucracy.
Gambar 3. Ilustrasi second wave (Sumber: Google.com) 3. Third Wave is the post-industrial society. According to Toffler, since the late 1950s, most nations have been moving away from a Second Wave Society into what he would call a Third Wave Society, one based on actionable knowledge as a primary resource. His description of this (super-industrial society) dovetails into other writers' concepts (like the Information Age, Space Age, Electronic Era, Global Village, technetronic age, scientific-technological revolution), which to various degrees predicted demassification, diversity, knowledge-based production, and the acceleration of change (one of Toffler’s key maxims is "change is non-linear and can go backwards, forwards and sideways")”.
Gambar 3. Ilustrasi third wave (Sumber: Google.com) Pada masyarakat post-industrial, terdapat kehidupan masyarakat yang sangat beragam dalam gaya hidup. Informasi adalah hal yang sangat penting dan merupakan pengganti materi bagi para pekerja. Masyarakat akan terlihat lebih independen, karena berbagai macam barang kebutuhan akan diproduksi secara masal dan tentu harganya akan lebih murah, ditawarkan secara pribadi dan mudah untuk dimiliki. Secara mendetail peradaban gelombang ketiga ditandai oleh hal-hal sebagai berikut (dikutip dari Alvin Toffler pada Google.com): 1. Work is done everywhere: at home, on the road, even in the office! (A return to the cottage);
B15
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
2. Continual education is the pre-requisite for success; 3. Size doesn't matter: Small, nimble, companies can compete with giant, bureaucratic, companies; 4. Location, Space, and Mass don't matter (No pun intended); 5. Time matters dearly, and we call the new timeframe Internet time; 6. We haven't figured out what to tax yet, but they're thinking hard about it; 7. Some people argue that Women may be more disposed to success in the third wave, dealing better with ambiguity, subtlety, collaboration, and context than Men do. Disisi lain futuristik Frank Feather mengemukakan 6 (enam) perkembangan peradaban manusia seperti ditabulasikan pada Tabel 1.
tahap
gelombang
Tabel 1. Tahapan gelombang perkembangan peradaban manusia No. Gelombang Peradaban Rentang Watu 1. Gelombang Pertanian Sebelum 1880 2. Gelombang Manufaktur 1880-1935 3. Gelombang Peradaban Jasa 1935-1990 4. Gelombang Peradaban Informasi 1990-2045 5. Gelombang peradaban Leisure 2045-2100 6. Gelombang Peradaban Ruang Angkasa 2100- Seterusnya. Kemudian Rochmat (2014) mengutip NCRIL and Metri Group (2003) menuliskan bahwa ada empat jenis keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang manusia memasuki abad ke-21 yaitu digital-age literacy, inventing thinking, effective communication and high productivity. Berangkat dari beberapa pendapat futuristik di atas dan bila disandingkan dengan pembentukan generasi emas tahun 2045, maka yang diprediksi adalah kehidupan pada tahun 2045 yang oleh Alvin Toffler disebut dengan post-industrial society dan oleh Frank Feather disebut dengan Gelombang Peradaban Leisure, dan oleh Mantan Mendiknas Kabinet Indonesia Bersatu, M. Nuh menyebutkannya sebagai Genenerasi Emas. Masyarakat pasca industri, peradaban leisure atau generasi emas, bagi para pendidik yang paling utama adalah tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, sain, dan teknologi agar bangsa Indonesia dapat hidup sejahtera pada tahun 2045. Pendidikan Pascasarjana Demokratis menuju Generasi Emas 2045 Menuju pembentukan generasi emas 2045 dibutuhkan Pendidikan Genre Baru yaitu pendidikan yang membangkitkan kreatifitas, inovatif, karakter, berfikir orde tinggi, dan yang membangun peradaban. Untuk itu pendidikan Indonesia, harus dilakukan revolusi strategi pembelajaran dan berbasis budaya Indonesia. Artinya, guru/dosen/guru besar tidak mungkin meninggalkan budaya menghafal dan berceramah dalam proses pembelajaran karena itu adalah budaya asli proses pembelajaran Indonesia. Oleh sebab itu, yang dapat dilakukan anatara lain membangun metode baru yang menantang, aktif, kreatif, dan berfikir orde tinggi. Berhubungan dengan pengembangan pendidikan tinggi, J.R.Cole (2009) dalam bukunya The Great American Unversity yang dibahas oleh Irianto (2012) mengemukakan bahwa ada delapan faktor utama yang menopang kesuksesan perguruan tinggi di Amerika Serikat, yakni (1) kombinasi pembelajaran dan penelitian; (2) otonomi dan kebebasan mimbar; (3) meritokrasi dan sistem kepegawaian (tenure system); (4) sistem peer-review; (5) kompetisi; (6) influks bakat dari seluruh dunia; (7) philantropy; dan (8) pendanaan pemerintah. Dari delapan faktor tersebut, maka ada beberapa program yang dapat dibuat dan dilaksanakan untuk meningkatkan mutu tata kelola pada program pascasarjana secara bertahap. Program yang dimaksud antara lain:
B16
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
1. Pendidikan Pascasarajana yang Kreatif dan Inovatif. Pendididikan pascasarajana yang kreatif dan inovatif damaksud adalah proses pendidikan dalam proses pemebelajaran di dalam kelas atau perkuliahan. Umumnya proses perkuliahan berlangsung manual seperti ceramah, diskusi, penugasan, dan praktek laboratorium. Hal ini berjalan dengan baik tanpa hambatan, sampai seorang mahasiswa menyelesaikan semua mata kuliah. Proses pembelajaran inovatif dan kreatif adalah proses pembelajaran yang menantang mahasiswa guna melahirkan ide-ide baru, publikasi nasional atau inernasional dan mungkin juga melahirkan teori-teori baru. Selama ini, pada umumnya proses perkuliahan hanya ditujukan untuk lulus ujian semester tanpa ada tuntutan lebih dari itu. Kolaborasi antara dosen dan mahsiswa dalam proses pembelajaran hendaknya berlangsung dengan baik, sehingga mahasiswa menguasai materi perkuliahan "jauh melebihi" dosennya. Ini berarti terjadi suatu proses transformasi keilmuan yang sangat mendalam. Akhirnya, perkuliahan bukan hanya ditujukan untuk lulus mata kuliah tetapi menumbuhkan kreatifitas dan inovatifitas. Untuk itu banyak model pembelajaran yang bisa diimplementasikan oleh dosen seperti yang di tulis oleh joyce&Weil dalam bukunya Model of Teaching. Inilah yang masih membutuhkan peningkatan dalam proses pendidikan di program pascasarjana. 2. Pendidikan dengan Pelayanan prima. Salah satu produk dari institusi pendidikan pascasarjana adalah pelayanan prima (high class services). Pelayaan prima adalah standar pelayanan dimana pelanggan utama program pascasarjana (mahasiswa) merasa puas ketika menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Hal ini penting karena kualitas pelayanan akademik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa (Rinala, dkk, 2013). Salah satu keluhan utama dari mahasiswa pascasarjana adalah pelayanan dosen dalam pembimbingan penulisan tesis dan disertasi. Masih ada dosen pembimbing/promotor yang sulit diakses oleh mahasiswa. Lebih dari itu keluahan mahasiswa adalah masih ada dosen yang kasar, tidak ramah dan sulit dimintai konsultasi. Guna mewujudkan pelayanan prima di Pascasarjana maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Pertama, Dosen seharusnya menyediakan waktu yang cukup untuk membimbing mahasiswa yang dibimbingnya. Kedua, Dosen harus mudah diakses oleh mahasiswa melalui telepon (IT), jumpa langsung atau dengan cara lain. Ketiga, dosen pembimbing harus memberikan bimbingan (memberi petunjuk, arah, buku yang harus dibaca, dan lainnya). Keempat dosen harus melayani mahasiswa sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, artinya walaupun bagaimana mahasiswa pascasarjana adalah manusia seperti dosennya juga. 3. Pendidikan Menekankan Budaya Menulis dan Publikasi. Pendidikan Pascasarjana harus merubah budaya akademiknya dari budaya teaching university menjadi budaya research university. Maksudnya adalah perkuliahan di program pasacasarjana hendaknya tidak saja menekankan pada perkuliahan secara manual tapi mulai bergerak dari model Course Work menuju model perkuliahan by researh. Perkuliahan tidak lagi menekankan penguasaan materi dan kemudian menempuh ujian akan tetapi mahasiswa pascasarjana ditantang melahirkan produk berupa artikel yang bisa dipublikasikan secara nasional atau internasional, model, atau dalam bentuk lain. Jadi penilaian akhir mata kuliah bukan saja menekankan pada UTS dan UAS, tetapi produk dari mata kuliah itu. 4. Pendidikan Berbasis Riset. Pendidikan dan pembelajaran seharusnya berdasarkan riset artinya bahan ajar yang dipakai di program pascasarjana dikembangkan berdasarkan kajian riset. Dengan demikian, bahan ajar yang dipakai akan selalu terkini dan berdasarkan data lapangan. Bahan pembelajaran berbasis riset akan membuka cakrawala berfikir mahasiswa pascasarjana lebih dalam dan luas dan mengerti apa yang terjadi secara faktual di lapangan. Dengan demikian, lulusan pascasarjana akan mampu menjadi manusia Indonesia yang menguasai Ilmu
B17
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
pengetahuan dan tehnologi dan siap berperan dalam pembangunan Indonesia sebagai generasi emas pada tahun 2045. Kesimpulan Demokrasi pendidikan pada program pascasarjana mendukung penciptaan Generasi Emas Indonesia 2045. Demokrasi pendidikan akan melahirkan berbagai inovasi dalam pembelajaran dan servis prima kepada mahasiswa. Hal inilah yang mendorong dosen dan mahasiswa berkolaborasi dalam melahirkan berbagai produk seperti artikel, pra-model, model, atau bentuk lain. Jadi, demoktrasi pendidikan akan melahirkan manusia yang kreatif, inovatif, berkarakter, dan mampu berfikr orde tinggi. Itulah yang dituju oleh penciptaan generasi emas pada tahun 2045. Daftar Pustaka Asmawi, M.R. (2005). Strategi Meningkatakan Lulusan Bermutu di perguruan Tinggi, Makara Sosial Humaniora, Vol. 9, No.2, Desember 2005: 66-71. Gutmann, A. (1995). Democratic Education, Princeton, N.J: Princeton University Press Irianto, S. (eds) (2012). Otonomi Perguruan Tinggi: Suatu Keniscayaan, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta. Manan, I. (1987). Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Depdikbud, Jakarta. Nuh, M. (2014). Pidato Peringatan Hardiknas tahun 2014. Rinala, I.N. (2013). Pengaruh Kualitas Pelayanan Akademik terhadap Kepuasan dan Loyalitas Mahsiswa pada Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, e-Journal Program Pascasarjana Undiksa, 4. Tilaar, H.A.R. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif Untuk Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Toffler, A. (1980). The Third Wave, Bantam Books, New York, Wahab, R. (2012). Menuju Generasi 2045, Republika, 01 November 2012, hal.1 http://en.wikipedia.org/wiki/User:Frank.Feather (Akses 4 November 2014)
B18