JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
PARADIGMA MEMBANGUN GENERASI EMAS 2045 DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN Faisal R. Dongoran Abstract The quality of a society has a strategic relationship with the world of education, primary school world, because in it there is a genuine effort on education to prepare the next generation of skilled and have the sciences with based on faith and piety to God Almighty in a broad context. Generation question is "golden generation" which is the connotation on future expectations about the presence of generations Indonesia genius and excelled in all fields of science and technology in the year 2045 to build the Homeland be a great nation, strong, and sovereign in the eyes of the world. Poverty appears logical golden generation is conscious and deliberate efforts are made through education and should be guided by the values of Pancasila as an ideology. Indonesian golden generation is the generation of genius, superior and Pancasila. Keywords: golden generation, Pancasilaist, Philosophy, Character. A. Pendahuluan Sejak diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, maka hingga saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menikmati masa kemerdekaannya selama 69 tahun. Berbagai pola pemerintahan telah dilalui dalam kemerdekaannya, diantaranya Orde Lama (1950–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1965), Masa Transisi (1965–1966), Orde Baru (1966–1998). Dan saat ini, NKRI berada pada Era Reformasi (1998– sekarang) dan akan menuju pada era kebangkitan kedua, yaitu menuju 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045 nanti yang oleh Kemendikbud dicanangkan sebagai masa kebangkitan generasi emas, yaitu masa dimana NKRI meyakini akan memiliki generasi-generasi yang potensial dalam kemerdekaannya. Hal ini dikarenakan Indonesia mendapatkan bonus demografi (tahun 2010-2035) berupa jumlah usia produktif (15-64 tahun) yang paling besar sepanjang sejarah (Business News, 2014). Sehingga populasi usia produktif inilah yang akan Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
61
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
dijadikan sebagai modal membangun „Generasi Emas‟ pada tahun 2045 mendatang. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut akan benar-benar menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Akan tetapi, sebaliknya, bukan mustahil kesempatan emas tersebut menjadi bencana demografi (demographic disaster) bila kita tidak dapat mengelolanya dengan baik. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal itu menjadi sangat penting. Adanya potensi bonus demografis Indonesia sudah sepatutnya menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen bangsa terhadap pembangunan negara khususnya bidang pendidikan, sebab pembangunan pendidikan bermutu dan berkarakter merupakan jalan utama untuk bangkit meraih kemajuan dan kehormatan bangsa yang bermartabat dan beradab. Di samping itu, dukungan terhadap kualitas pendidikan yang bermutu dan berkarakter juga akan menjadi kunci sukses membangkitkan generasi emas bangsa dan agama. “Dalam bidang ekonomi, berdasarkan survei The McKinsey Global Institute, Indonesia diprediksi pada 2030 akan menempati peringkat ke-7 ekonomi dunia, sesudah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil, dan Rusia. Pada saat itu, perekonomian Indonesia akan ditopang oleh empat sektor utama: bidang jasa, pertanian, perikanan, serta energi. Namun, untuk mewujudkan prediksi itu, bangsa Indonesia harus mulai mempersiapkan sejak sekarang karena kebutuhan tenaga terampil akan meningkat dari 50 juta menjadi 113 juta orang pada periode tersebut”. Pendidikan merupakan sebuah investasi yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu, sangat penting untuk merokunstruksi dan mereformulasi desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa Indonesia. Menurut Kemendikbud, untuk menyikapi periode tersebut (bonus demografi), Indonesia harus melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan sumber daya manusia sekaligus sebagai upaya menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, pada 2045 mendatang. Selain melalui gerakan Paudnisasi, Kemdikbud juga akan mendorong perluasan akses pendidikan di semua jenjang untuk membangkitkan generasi emas Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
62
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
tersebut. Karena menurutnya, kualitas pendidikan yang baik dan merata merupakan kunci sukses membangkitkan generasi emas (Kompas.com., 2012). Tentunya pengharapan tercapainya generasi emas 2045 sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Kemendikbud merupakan cita-cita yang mulia dan selayaknya memperoleh dukungan segenap elemen bangsa demi terciptanya NKRI yang berdaulat di mata dunia. Berdasarkan wacana diatas, dan melalui tulisan ini perlu dipahami kembali makna sesungguhnya Generasi Emas yang dimaksudkan dan dibutuhkan oleh NKRI dari sudut pandang filsafat pendidikan agar tujuan pegentasan generasi tersebut tidak kehilangan makna. B. Pembahasan 1. Cikal Bakal Generasi Bangsa Secara bahasa, „generasi‟ merupakan kata benda yang bermakna masa orang-orang seangkatan hidup; sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya angkatan. Sedangkan „emas‟ adalah benda (unsur kimia) yang memiliki nilai materi yang sangat tinggi dan sering digunankan sebagai perhiasan yang mana semua orang menginginkannya. Ada pepatah mengatakan, „kalau emas, dibuang ke comberan sekalipun tetap menjadi emas dan setiap orang akan berusaha untuk mendapatkannya meskipun tubuh harus berbalur lumpur untuk mendapatkannya.‟ Dengan demikian, maka istilah “generasi emas” merupakan konotasi atas harapan dimasa mendatang tentang hadirnya generasi-generasi Indonesia yang genius dan unggul dalam segala bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun NKRI menjadi bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat di mata dunia. Bila demikian adanya bahwa konotasi generasi emas adalah suatu bentuk kaderisasi generasi-generasi Indonesia yang genius dan unggul dimasa depan, maka dapat dipahami bahwa pemberlakuan istilah itu adalah untuk keadaan angkatan generasi yang baru hadir dimasa sekarang ini untuk ditempah menjadi generasi-generasi yang genius dan unggul pada 31 tahun mendatang sebagaimana yang dikemukakan oleh Kemendikbud bahwa persiapan dimulai dari pendidikan dini (Paudnisasi) dan perluasan akses pendidikan. Lantas, pendidikan seperti apa yang harus dipersiapkan bagi calon-calon generasi tersebut agar bisa mewujudkan pada tahun 2045? Apakah Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
63
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
pendidikan yang ada saat ini tidak cukup untuk mewujudkan impian tersebut? Bila ditelusuri kembali sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia, begitu banyaknya sudah agenda pemerintah yang dilaksanakan guna upaya peningkatan mutu SDM melalui pendidikan seperti penataan-penataan kurikulum pendidikan (gambar 1) guna mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah, namun hingga saat ini belum juga mengasilkan mutu lulusan yang bermuara pada generasi yang „human being human‟ (memanusiakan manusia). Kenyataan, apa yang kerap menjadi berita di setiap media massa, bahwa akhir-akhir ini perilaku generasi muda cenderung mengarah kepada hal-hal negatif seperti tawuran, pemerkosaan, pembunuhan, penggunaan narkoba, sex bebas, dan lain-lain. Begitu pula dengan para generasi yang mendahuluinya, bahwa mereka adalah para koruptor berdasi yang secara sadar dan beramai-ramai memasukkan dirinya kedalam bui tanpa adanya rasa malu. Bukankah mereka semua adalah hasil pendidikan bangsa ini. Seakan-akan, bangsa ini mulai kehilangan arah, makna, maupun karakter dalam pembentukan generasi-generasinya. Fenomenanya adalah bahwa pola kurikulum pendidikan Indonesia yang dimulai sejak tahun 1947–2006 (59 tahun) belum mampu meningkatkan SDM bangsa Indonesia yang semestinya.
Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
64
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Gambar 1. Perkembangan Kurikulum di Indonesia 2. Esensi Filsafat Ilmu Pendidikan Filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem pendidikan nasional. Filsafat pendidikan ialah jiwa, roh dan kepribadian sistem pendidikan nasional. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalahmasalah pendidikan (Muhammad Noor Syam, 1980; 350). Kaitannya dengan tujuan pendidikan, filsafat pendidikan berusaha “seek to comprehend education in its entirely, intepreting it by means of general concepts that will guide our choice of educational ends and policies” (Kneller, 1971:4) Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang terdiri dari makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan kedalam satu tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang menunjuk kedalam suatu kesatuan pengertian yang tidak dipisahkan. Namun filsafat pendidikan telah dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, akan tetapi bukanlah berarti bahwa kajiannya hanya sekedar menelaah sendi-sendi pendidikan atau filsafat semata. Filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak dipisahkan dari filsafat secara keseluruan, baik dalam sistem maupun metode. Filsafat pendidikan secara langsung memberikan perhatiannya pada apa yang Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
65
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
merupakan kegiatan filsafat secara keseluruhan, baik dalam sistem maupun dalam orientasi. yang membedakan aktivitasnya hanya pada kosentrasinya yang ditunjukkan untuk menganalisis realitas yang terbatasa dalam berbagai problem dan isu pendidikannya. Para ahli banyak memberikan definisi tentang filsafat pendidikan, namun kesemuanya hampir sepakat untuk mengatakan bahwa filsafat pendidikan mengandung makan kritis, sistematis, dan rapikal tentang berbagai masalah kependidikan guna pencaharian konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang dapat mengarahkan manusia dalam rancangan yang integral agar kependidikan benarbenar dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam rangka kemajuan-kemajuan. Pandangan filsafat pendidikan sama dengan perananya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Dimana landasan filsofis merupakan landasan yang berdasarkan atas filsafat. Landasan filsafat menalaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual tentang religi dan etika yang bertumpu pada penalaran. Oleh karena itu, antara filsafat dengan pendidikan sangat erat kaitannya, dimana filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusahan mewujudkan citra tersebut. Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan, Filsafat pendidikan merupakan terapan filsafat dalam pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan bukan hanya berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi permasalahan yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Menurut Nasution (1994: 27), manfaat filsafat pendidikan adalah 1) dapat menentukan arah kemana anak didik harus dibawa. 2) dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai filsafat pendidikan yang dianut, kita dapat mengetahui gambaran hasil yang harus dicapai anak, 3) filsafat dan tujuan pendidikan menentukan cara atau proses untuk mencapai tujuan itu. 4) filsafat pendidikan memberikan kesatuan yang bulat bagi segala usaha pendidikan. Dengan demikian, peran pemerintah dalam mengemban amanat UUD ‟45 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa hendaklah selarah Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
66
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
dengan tujuan pencapaian generasi emas tersebut. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, sangatlah penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir bahwa pendidikan tidaklah sekedar pemaknaan atas transformasi akademik (keilmuan) saja, melainkan perlu dilengkapi dengan karakter. Inilah yang harus menjadi titik perhatian dan peran pemerintah yang sebenarnya guna menciptakan generasi yang handal sehingga perlu dipersiapkan sejak sekarang. Pendidikan sangat terkait dengan aktivitas mula manusia yang tugas utamanya adalah membantu mengembangkan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristikidealitas manusia yang didinginkan. hal ini sangat diperlukan mengigat manusia memiliki potensi-potensi dalam taraf kodrat human dignity (martabat manusia) yang memilki kesadaran diri dalam yang mendorong untuk merealisasikan berbagai potensinya, sehingga berkembang dengan baik menjadi self realization (realisasi diri) yang akan menetukan bagi petunjukan jati dirinya yang ideal, agar dapat berfungsi dan bermanfaat bagi kehidupannya secara individu maupun social kemasyarakat. Kualitas suatu masyarakat memiliki hubungan strategis dengan dunia pendidikan, utamanya dunia sekolahan, karena didalamnya ada upaya yang sungguh-sungguh tentang kependidikan untuk mempersiapkan generasi yang terampil dan memilki ilmu-ilmu pengerahuan dengan dilandasi pada iman dan taqwa kepada Tuhan YME dalam konteksnya yang luas. Pada akhirnya, apa yang ditelaah dalam filsafat bahwa tujuan akhir pendidikan tidak lain adalah karakter. 3. Filsafat Pendidikan Indonesia Filsafat pendidikan suatu negara adalah „way of life’ dari suatu negara. Artinya, apa yang menjadi ideologi dari suatu bangsa, maka ideologi itulah yang seharusnya menjadi filsafat pendidikannya. Ajaran filsafat mempunyai status tinggi dalam kebudayaan manusia yakni sebagai ideologi bangsa dan Negara, selanjutnya menjadi eksistensi suatu bangsa. Untuk menjaga eksistensi maka diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Cara transfer nilai yang efektif adalah melalui pendidikan untuk menjamin kebenaran dan efektifnya proses pendidikan maka dibutuhkan landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
67
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
pelaksanaan pembinaan. Berhasil atau tidaknya pendidikan berpengaruh besar terhadap prestasi suatu bangsa bahkan pada tingkat sosio-budaya mereka. Bila ditilik kembali pada UU No 12 tahu 1954 pasal 3 tentang tujuan membentuk SDM berkualitas dan demokratis serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan negara, pasal 4 tentang pendidikan yang berazaskan pancasila dan UUD serta sesuai budaya bangsa, adalah sudah sangat jelas menggambarkan kemana seharusnya arah pendidikan bangsa ini bahwa segala bentuk pendidikan yang persiapkan oleh pemerintah hendaklah berazaskan Pancasila selaku „way of life’, UUD, dan sesuai dengan budaya bangsa. Karena itu, Pancasila pulalah yang harus menjadi filsafat pendidikan Indonesia. Bukan filsafat barat, timur, Amerika, Australia, Malaysia atau negara-negara lainnya. Pancasila harus menjadi kiblat pendidikan di Indonesia, sebab didalam sila-sila Pancasila sudah mencerminkan karakter bangsa Indonesia. Bila memahami Pancasila sebagai ideologi, maka sesungguhnya didalam Pancasila itu telah terkandung makna : 1) Jiwa seluruh rakyat Indonesia, 2) Kepribadian bangsa Indonesia, 3) Pandangan bangsa Indonesia, 4) Dasar negara Indonesia, dan 5) Tujuan hidup bangsa Indonesia. Inilah yang seharusnya tercermin dari pendidikan dan generasi Indonesia. Karena itu, pelaksanaan pendidikan di negara Indonesia harus menyandang amanat ideologi negaranya (Pancasila) selaku „way of life‟ masyarakat Indonesia. Dengan demikian, Pancasila harus dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehingga mempunyai nilai dan arti bagi kehidupan bangsa. Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Di samping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagian jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Oleh karena itu, kita perlu memahami, mengahyati dan mengamalkan pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
68
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
kehidupan bangsa kita. Pancasila yang dimaksud disini adalah pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya tidak dapat dipahmi secara terpisah melainkan satu kesatuan. Atas pemahaman diatas, tentulah sangatlah wajar jika pancasila dikatakan sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia, karena; 1) Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana, 2) Kesadaran kekeluargaan, dimana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi. 3) Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama. 4) Kesadaran gotong royong, dan tolong menolong. 5) Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat dan memelihara kesatuan, saling pengertian demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan. Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butirbutirnya. Dengan begitu, pada dasarnya Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilainilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah abad-abad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa indonesia, kerena itu pancasila dijadikan serbagai falsafah hidup bangsa. Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya yang (hanya) dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena menurut Tadjab, suatu bangsa menjadi kuat, perkasa, dan berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain dengan sistem pendidikan yang kuat, suatu bangsa akan tidak berdaya (Tadjab, 1994:26). Untuk itu, sudah barang tentu perlu adanya tujuan yang digariskan, baik itu tujuan institusional, kurikuler, maupun tujuan nasional. Bukan rahasia lagi, jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karenanya sistem pendidikan nasional hendaklah dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas pancasila. Sementara cita dan karsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai pancasila. Cita dan karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat pendidikan Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
69
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan pancasila adalah subsitem dari sistem negara pancasila. Dengan kata lain, sistem negara pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kahidupan bangsa dan masyarakat. 4. Sosialisasi Pancasila Menuju Generasi Emas 2045 Pendidikan merupakan aspek yang yang sangat berperan penting dalam pembangunan sebuah peradaban. Dalam institusi pendidikanlah tradisi keilmuan dapat dipraktekan. Dari sistem pendidikan yang kokoh dan benar, ini pula yang akan menghasilkan manusia-manusia tangguh, Dengan demikian, institusi pendidikan merupakan laboratorium pengetahuan dan spiritual yang diharapkan menghasilkan manusia tangguh sebagai penggerak kemajuan peradaban. Maka tujuan dan konsep pendidikan akan sangat menentukan kualitas manusia-manusia itu. Bila memperhatikan pendidikan kita hari ini, seperti jauh api dari panggangnya untuk menghasilkan manusia yang demikian. Ramalan Francis Fukuyama dalam bukunya yang sangat kontroversial, The End Of History and The Las Man (2004) yang menyatakan kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal sebagai sebuah ideologi dunia, mengokohkan kapitalisme atas dominasinya, termasuk dalam dunia pendidikan yang terjadi dewasa ini. Indonesia sebagai bagian dunia ketigapun tak luput dalam praktek kegilaan ideologi ini. Dominasi idologi kapitalisme dan demokrasi liberal yang menjerat sistem pendidikan kita, seakan seperti gurita yang menggerogoti hakekat dari tujuan pendidikan. Kondisi ini menimbulkan pemasungan terhadap adanya integritas manusia budi, kehendak, emosi, bakat talenta, kreativitas dan bebas mengembangkan diri), karena lembaga pendidikan tempat belajar telah mengabdi dan menghambakan dirinya pada arus materialistik kapirtalime Barat. “Generasi Emas” sebagai manusia yang penuh fitrah adalah generasi bangsa Indonesia di masa mendatang yang akan menghantarkan bangsa Indonesia ke masa kejayaannya di mata dunia. Generas emas bukan saja generasi yang genius dan unggul, akan tetapi generasi emas adalah generasi NKRI yang genius, unggul, dan Pancasilais. Tahun 2045 akan menjadi masa perwujudan cita-cita mulia bagi segenap bangsa. Karena itu, apa yang telah menjadi pencanangan Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
70
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
generasi emas yang pancasilais di tahun tersebut harus benar-benar dipersiapkan sedari sekarang dan harus tersosialisasi secara holistic disegenap lapisan kehidupan masyarakat Indonesia. Fenomena-fenomena sosial yang terjadi saat ini merupakan gambaran kemerosotan akhlak/moral yang tidak saja terjadi dikalangan petinggi negara akan tetapi lebih parah lagi juga terjadi dikalangan para pelajar. Seolah-olah bangsa ini tidak lagi mengedepankan karakter bangsa Indonesia yang sesungguh yaitu Pancasila. Tentunya kondisi ini tidak sepatutnya dibiarkan berlarutlarut. Segenap perilaku masyarakat harus dikembalikan kepada hakikat ideologi bangsa (Pancasila), agar apa yang diamanatkan dalam undang-undang dapat terwujud dimasa mendatang dalam menjadi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, berdaulat, dan berkarakter di mata dunia. Pengembalian ini tentunya harus dimulai dari dini melalui atrmosfer pendidikan baik lingkungan kerluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan yang dibutuhkan sekarang adalah pendidikan yang sengaja didesain untuk menjadikan manusia sebagai sentral bagi perubahan sosial, bahkan mampu mengarahkan dan mengendalikan perubahan itu. Pendidikan yang berguna adalah pendidikan yang menyadarkan sikap kritis terhadap dunia dan kemudian mengarahkan perubahannya. Dalam menghadapi dunia, pendidikan diarahkan tidak hanya pada kemampuan retorika yang bersifat verbal, akan tetapi juga mengarah kepada pendidikan kelakuan yang bertumpu pada kemampuan profesional dan berdaya saing tinggi. Pendidikan seharusnya menjadi instrumen bagi self empowerment, yang bertujuan membebaskan manusia dari belenggu penindasan dan pengibirian manusia atas manusia lainnya. Manusia yang memiliki kebebasan ditandai dengan adanya kemampuan dirinya untuk memaksimalkan potensi dirinya dalam kehidupan yang dijalaninya. Sebagai seorang pakar dibidang pengembangan masyarakat, Ivan Illich melihat bahwa outcome pendidikan adalah generasi yang memiliki sikap tergantung dan bukan mandiri. Ketergantungan itu salah satunya disaranai oleh pendidikan model kapitalistik, yang baginya sangat merugikan bagi proses pemberdayaan diri dan masyarakat. Problemnya adalah program pendidikan di Indonesia memang belum memiliki relevansi yang sangat kuat dengan program pendidikan sebagaimana didesain oleh para praktisi pendidikan Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
71
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
pembebasan. Dalam banyak hal, pendidikan Indonesia masih didesain sebagai model pendidikan yang lebih menekankan pada dimensi pengetahuan atau knowledge. Akan tetapi yang masih tampak mengedepan adalah penerapan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pengetahuan teoritik atau konseptual. Sehingga dimensi praksis agar pendidikan dapat menjadikan out putnya memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan praksis yang berbasis nilai-nilai akhlak-moralitas masih jauh dari harapan. Hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup. Kalimat ini memaknai bahwa pendidikan itu akan terus berlangsung seumur hidup. Karena itu, dalam menyongsong generasi emas 2045 pemerintah Indoonesia harus memperbaiki mutu pendidikan sedari dini baik secara kuantitas maupun kualitas, baik sistemnya begitu pula dengan manusianya. Pendidikan sesungguhnya tidaklah berlangsung hanya di pendidikan formal saja, akan tetapi disegenap kehidupan manusia sejak ia lahir. Artinya, pendidikan sudah dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil namun memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan. Didalam keluargalah berawalnya setiap pendidikan bagi setiap anak, sehingga apapun yang menjadi pemikiran-perbuatan-kebiasaan (Thought-Action-Habit) dalam keluarga akan sangat berperan dalam mempengaruh proses pendidikan seorang anak begitu pula karakternya. Inilah yang disebut dengan pendidikan informal yang sesungguhnya. Pesatnya perkembangan teknologi tentunya baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi suatu proses pendidikan. Contohnya, di era globalisasi saat ini dimana semua akses informasi dengan sifatnya yang sangat terbuka dimana hadirnya media televisi dan internet sebagai bentuk pengembangan teknologi yang bertujuan untuk meningkatan kualitas hidup dan perabadan manusia, sesungguh telah menjadi momok dalam proses pendidikan itu sendiri. Selain sangat banyak hal-hal positif yang dapat diperoleh, hal-hal negative juga tidak kalau banyaknya. Sehingga, apabila sedikit saja terjadi kelengahan dalam mengantisipasi setiap informasi akan berdampak buruk terhadap proses dan perkembangan pendidikan anak dikemudian hari. Mendampingi anak-anaknya dalam proses pendidikan yang sarat dengan teknologi sangatlah penting agar pola pikir anak yang masih polos tetap terjaga pada hal-hal yang positif. Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
72
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Karena itu, upaya-upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas generasi dimasa mendatang hendaklah dimulai dari usia dini. Pendidikan anak usia dini (PAUD) menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap, perilaku, dan agama), bahasa maupun komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Disiniliah peran pemerintah untuk memaksimalkan proses pendidikan generasi bangsa dengan penekanan-penekanan nilai pancasila dalam membentuk karakter sejak generasi berusia dini. Narrower Sense of Education Kini, bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada titik kritis dalam memandang masa depannya. Apakah akan menjadi negara dan bangsa yang berdaulat atau justru akan menjadi negara dan bangsa yang terjajah oleh neo-imperialisme modern yang dibungkus atas nama liberalisasi perdagangan dan globalisasi. Salah satu sebab mendasar, keterpurukan bangsa ini, khususnya dalam hal rendahnya daya saing bangsa, adalah mayoritas dari bangsa ini telah kehilangan karakter atau jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Spirit ke-Indonesia-an yang seharusnya melekat erat dan kemudian melahirkan generasi, masyarakat, rakyat, dan warga negara yang berkarakter telah terdegradasi secara pelan namun pasti. Bukan hal baru untuk menyatakan secara ekstrim bahwa karakter bangsa kita sedang berada di titik nadir. Penulis sangat meyakini bahwa, perbaikan karakter bangsa yang berdimensi universal merupakan satu kata kunci terpenting agar bangsa dengan jumlah penduduk yang sangat banyak ini bisa keluar dari multi krisis, erosi moral, dan sunami peradaban, menuju negara yang modern dan berkeadaban. Membangun karakter yang baik nan mulia tidak secara otomatis berkembang pada diri generasi atau warga bangsa. Namun, perlu ada rekayasa sosial yang dirancang dan dilaksanakan secara sadar dengan arah yang jelas. Rekayasa sosial ini semakin penting, karena karakter bersifat multidimensi yang memerlukan partisipasi dari berbagai pihak.
Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
73
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Sekolah atau lembaga pendidikan secara mandiri tidak akan mampu mengembangkan karakter dikalangan peserta didik. Rekayasa sosial untuk pembangunan karakter perlu direncanakan, dilaksanakan sebaik dan secermat mungkin. Proses ini berlangsung amat panjang, bahkan berlangsung sepanjang masa khususnya lewat pendidikan secara holistik dan sepanjang hayat. Pendidikan dalam arti yang luas pada konteks ini sangat berperan sentral dalam pembangunan karakter bangsa. Sebagaimana cita-cita luhur dalam UU No.20 Tahun 2003, maka pemerintah menetapkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran. Dalam hal inilah, sosialisasi Pancasila dalam menyongsong „generasi emas 2045‟ dilaksanakan dilingkungan sekolah, dimana kedelapan standar tersebut menjadi pedoman bagi pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya mengembangkan serta membentuk karakter dalam mencerdaskan kehidupnan bangsa. Kedelapan standar ini, sesungguh tidak ada yang menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa. Berikutnya, para pendidik dan tenaga pendidikan juga harus memiliki nilai-nilai dan karakter pancasila agar kelak dapat dicontoh oleh peserta didik. Perilaku pada pendidik dan tenaga kependidikan dalam proses pendidikan merupakan patron tertinggi, sehingga dalam prosesnya, anak didik tidak kehilangan arah sebab peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan yang baik tetapi juga memperoleh contoh perilaku dan karakter yang baik dari para pendidiknya yang pancasilais. Artinya, pencanangan generasi emas tidak bisa hanya menitikberatkannya pada perserta didik saja, para pendidik dan tenaga pendidik sejujurnya juga membutuhkan perhatian khusus. Pengembalian karakter pendidik juga merupakan hal urgen. Seyogyanya, ungkapan bahwa „Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa‟ harus senantiasa dikumandangkan dan disandang. Akan tetapi, apa yang tercermin dari perilaku para tenaga pendidik saat ini sangatlah bertolak belakang dengan yang seharusnya sehingga ungkapan tersebut tidak seolah-olah pantas untuk disandang kembali. Sebagai contoh dapat dilihat dari upaya pemerintah yang telah memperhatikan taraf hidup (penghasilan) para guru ternyata tidak signifikan dengan kinerja mereka dalam meningkatkan mutu Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
74
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
pendidikan. Mereka seperti terlena dengan sejumlah nominal yang mereka terima hingga melupakan amanat bangsa dalam tupoksinya. Pada kenyataannya, mekanisme peningkatan taraf hidup para tenaga pendidik yang dilakukan oleh pemerintah masih sebatas meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi guru dan belum memberi nilai atas mutu pendidikan. Karena itu, para tenaga pendidik juga harus kembali pada nilai-nilai pancasila dalam setiap aktifitasnya yaitu ketulusan, kejujuran, dan tanggungjawab. Artinya, dalam rekrutmen tenaga pendidikan harus memiliki mekanisme yang baik yang dapat memenuhi tuntutan dunia pendidikan dan nilai-nilai pancasila. Selaku ideologi bangsa, tentunnya pancasila harus disosialisasikan kemasyarakat melalui atmosfer pendidikan disegenap lapisan kehidupan dengan pemahaman yang lebih luas agar generasi Indonesia menjadi generasi yang berilmu dan berjiwa pancasila, sebab didalam tubuh pancasila sebagai ideologi terkandung karakter generasi yang mencintai sesama dan mencintai bangsanya. C. Penutup. Golden Generation is genius peoples with Pancasilaism sense (Generasi emas adalah generasi Indonesia yang Genius dan Pancasilais). Jati diri bangsa Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 dimana di dalamnya memuat segala aspek dalam upaya menumbuhkan sikap toleransi, gotong-royong dan tenggang rasa sebagai modal menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. Jati diri bangsa kita adalah budaya relegius, jujur, santun, ramah, disiplin dan gotong-royong. Inilah yang harus kita tanamkan pada setiap diri generasi muda agar terciptanya Indonesia yang berdaulat dan bermartabat. Generasi yang memiliki karakter jati diri bangsa yang demikian, adalah generasi emas bangsa yang dapat menjadi pilar penyanggah keutuhan, integritas, dan martabat bangsa dan negara Indonesia. Membangun generasi yang genius dan unggul dalam IPTEK adalah tujuan demi kemajuan bangsa. Akan tetapi, membangun generasi yang genius, unggul dalam IPTEK, dan Pancasilais (berkarakter) adalah menjadikan bangsa Indonesia bebas dari segala penjajahan. Dari Penjelasan diatas dapat simpulkan bahwa pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia merupakan suatu yang sudah mutlak dan tidak boleh dirubah karena Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
75
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Indonesia dan dasar negara. Di samping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagian jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan., baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Dan fungsi fungsi Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perpecahan. Karena itu, “generasi emas 2045‟ haruslah generasi NKRI yang genius dan Pancasilais. Daftar Bacaan. J.H. Rapar (1988). Filsafat politik Aristoteles. Penerbitan : Jakarta : Rajawali. Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Kneller. 1971. Introduction to The Philosophy of Education. New York: John Wiley and Sons, Inc. Muhammad Noor Syam. 1980. Filsafat Pancasila dan Filsafat Pendidikan Pancasila . Surabaya: Usaha Nasional Nasution. 1994. Asas Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara Supardo. (1960). Manusia dan masjarakat baru Indonesia (civics). [Djakarta]: Departemen P2 dan K. Tadjab, (1994). Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya: Karya Abditama. ............. (2012). Kemdikbud Ingin Cetak Generasi Emas - Kompas. com. Retrieved April 2014, from http://edukasi. kompas.com /read/2012/05/02/11324267/Kemdikbud.Ingin.Cetak.Generasi.E mas ………... 2012. Perkembangan Kebijakan Penyempurnaan Kurikulum. Slide Presentasi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. http://www.merdeka.com/uang/5-fakta-seputar-pesawat-n219-buatananak-negeri.html Paradigma Membangun … (Faisal R.D., 61:76)
76