BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai Juli 2007 di Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta laboratorium SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah cabe rawit merah, bawang merah, bawang daun, kemangi, jagung,
kelapa parut, ikan cakalang kering,
MSG, garam,
Natrium bisulfit, aguadest, larutan garam jenuh NaOH, MgCl2, KI, KCl, BaCl2, K2SO4, KNO3, K2CO3, NaCl, HCl, H2SO4, H3BO3, HCl, Na2SO4, NaOH, BaCl2, batu didih, heksan, asam tartarat, phenolptalin 1%, alkohol 95%, PCA, PDA, vaselin, aluminium foil, silika gel, polipropilen (PP), polietilen densitas tinggi (HDPE). Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, oven, desikator, freeze drying, pisau, baskom, talenan, sealer, blender, cawan aluminium, cawan porselin, labu kjedhal, tabung reaksi, erlenmeyer, kertas saring, saringan, soxhlet, tanur, cawan petri, pipet, lampu bunsen dan gelas piala.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu penelitian tahap pertama, tahap kedua dan tahap ketiga.
Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama terdiri dari persiapan dan formulasi
bumbu
binthe biluhuta. Tahapan persiapan bumbu meliputi pembuatan cabe rawit bubuk ,
pembuatan bawang merah bubuk, pengeringan daun bawang dan daun kemangi, pengeringan ikan cakalang serta pembuatan kelapa parut
kering. Tahapan
pembuatannya adalah sebagai berikut:
Proses pembuatan cabe rawit bubuk a. Pembuangan tangkai cabe dan bagian yang rusak atau busuk, kemudian dicuci sampai bersih dan ditiriskan. b. Pemanasan (blansir) cabe dalam larutan Natrium bisulfit 0.2% yang mendidih selama 3 menit, kemudian dimasukkan kedalam air dingin (2530oC) dan tiriskan. c. Pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 70o selama 6 jam. Tanda cabe telah benar-benar kering yaitu hancur bila cabe diremas. d. Penggilingan cabe kering dengan menggunakan blender Tahapan proses pembuatan cabe rawit bubuk disajikan pada Gambar 3 (Hambali et al. 2002).
Proses pembuatan bawang merah bubuk a. Pengupasan bawang merah yang akan digunakan kemudian dicuci sampai bersih dan ditimbang b. Pengirisan bawang merah kemudian diblansir dalam larutan Na-bisulfit 0.2% selama 20 menit dan ditiriskan. c. Panambahan bahan pengisi yaitu maizena sebanyak 5% dari berat bawang dan kemudian dicampur sampai merata dengan irisan bawang merah yang telah ditiriskan. d. Pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 70o selama 3.5 jam. e. Penggilingan bawang merah yang sudah dikeringkan dan diayak untuk memperoleh tepung bawang dengan ukuran partikel yang seragam. Tahapan proses pembuatan bawang merah bubuk disajikan pada Gambar 4 (Hambali et al. 2002).
28
Cabe rawit segar
Pembuangan tangkai dan pencucian
Penirisan
Blansir dengan larutan Na-bisulfit 0.2% selama 3 menit, tiriskan
Pengeringan pada suhu 70o selama 6 jam
Penggilingan
Cabe bubuk
Gambar 3 Diagram pembuatan cabe rawit bubuk.
Proses pembuatan daun bawang kering a. Daun bawang dicuci kemudian diiris-iris sesuai dengan ukuran yang diinginkan. b. Pemblansiran daun bawang ke dalam air panas (80oC) selama 3 menit. Irisan daun bawang diangkat dengan saringan kemudian dimasukkan kedalam air dingin (25-30oC). c. Dimasukkan kedalam plastik kemudian disimpan dalam freezer sampai daun bawang menjadi beku.
29
d. Pengeringan dengan freeze drying selama 48 jam. Tahapan proses pembuatan daun bawang kering disajikan pada Gambar 5.
Proses pembuatan daun kemangi kering (Sopian et al 2005) a. Daun kemangi dicuci dan ditiriskan. b. Dimasukkan ke dalam plastik kemudian disimpan dalam freezer sampai daun kemangi menjadi beku c.
Pengeringan dengan freeze drying selama 48 jam Tahapan proses pembuatan daun kemangi kering disajikan pada
Gambar 6 (Sopian et al 2005).
30
Bawang merah segar
Pengupasan dan pencucian
Pengirisan, blansir dalam larutan Nabisulfit 0.2% selama 20 menit
Penirisan
Penambahan maizena sebanyak 5% dari berat bawang dan dicampur secara merata
Pengeringan oven pada suhu 70oC selama 3.5 jam
Penggilingan
Bawang merah bubuk
Gambar 4 Diagram pembuatan bawang merah bubuk.
31
Daun bawang segar
Pencucian dan pengirisan
Pemblansiran pada suhu 80oC selama 3 menit
Pendinginan (suhu 25-300C)
Pembekuan
Pengeringan dengan freeze drying 48 jam
Daun bawang kering
Gambar 5 Diagram pembuatan daun bawang kering.
32
Daun kemangi segar
Pencucian dan penirisan
Pembekuan
Pengeringan dengan freeze drying selama 48
Daun kemangi kering
Gambar 6 Diagram pembuatan daun kemangi kering.
Proses pembuatan kelapa parut kering a. Buah kelapa dikupas dan dibuang testanya sehingga diperoleh daging kelapa yang putih. b. Daging kelapa kemudian dipotong menjadi empat bagian, setelah itu dicuci dengan aguades. c. Setelah itu dilakukan perendaman dalam larutan Na-bisulfit 2000 ppm, selama 15 menit dan ditiriskan selama 10 menit. d. Dilakukan pemarutan sehingga diperoleh kelapa parut basah e. Pasteurisasi dengan menggunakan uap panas pada suhu 88oC selama 5 menit. f. Kelapa parut basah disusun dalam loyang aluminium dengan tebaran setebal 1 cm dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 8 jam. Tahapan proses pembuatan kelapa parut kering disajikan pada Gambar 7.
33
Buah kelapa
Pembuangan sabut dan testa, potong menjadi 4 bagian, dicuci
Perendaman dalam larutan Na- bisulfit 2000 ppm selama 15 menit
Penirisan
Pemarutan
Kelapa parut basah
Pasteurisasi 88oC dengan uap panas, 5 menit
Pengeringan pada suhu 70oC, 8 jam
Kelapa parut kering
Gambar 7 Diagram pembuatan kelapa parut kering.
34
Formulasi Bumbu Formulasi bumbu dilakukan untuk mengetahui komposisi bumbu yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik. Bumbu yang digunakan terdiri dari bawang merah bubuk, cabe rawit bubuk, kalapa parut kering, daun bawang kering, daun kemangi kering, ikan cakalang kering, MSG dan garam. Formulasi bumbu yang dilakukan untuk setiap 100 gram bumbu adalah disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Formulasi bumbu instan binthe biluhuta / 100 gr bumbu Formulasi
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 Formula 6 Formula 7 Formula 8 Formula 9 Formula 10 Formula 11 Formula 12
Bawang (gr)
Cabe (gr)
Kelapa (gr)
Kemangi (gr)
Ikan Cakalang (gr) 3
Garam (gr)
0.5
Daun bawang (gr) 0.5
2
0.5
2.5
2
1.0
2.5
0.5
0.5
3
1
2
1.5
2.5
0.5
0.5
3
1
4
0.5
2.5
0.5
0.5
3
1
4
1.0
2.5
0.5
0.5
3
1
4
1.5
2.5
0.5
0.5
3
1
2
0.5
5.0
0.5
0.5
3
1
2
1.0
5.0
0.5
0.5
3
1
2
1.5
5.0
0.5
0.5
3
1
4
0.5
5.0
0.5
0.5
3
1
4
1.0
5.0
0.5
0.5
3
1
4
1.5
5.0
0.5
0.5
3
1
1
Pada formulasi bumbu ini: garam, MSG, ikan cakalang kering, bawang goreng, kemangi dan daun bawang kering diberikan dalam jumlah yang sama untuk semua perlakuan. Ikan cakalang yang digunakan adalah ikan cakalang yang diasap selama 10 jam, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama 4 jam. Setelah itu dihaluskan dengan menggunakan blender. Dari 12 formulasi bumbu, diambil satu formulasi bumbu yang paling disukai berdasarkan uji
35
organoleptik. Analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar lemak bebas, total mikroba dan uji organoleptik.
Penelitian Tahap Kedua Setelah diperoleh formula bumbu instan binthe biluhuta yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik maka penelitian dilanjutkan ke tahap kedua. Penelitian tahap kedua dilakukan dengan tujuan menghasilkan kurva Isotermis Sorpsi Air (ISA) yang akan digunakan untuk analisa pendugaan umur simpan bumbu instan binthe biluhuta.
Penentuan Kurva Sorpsi Isotermis Dalam preparasi larutan garam jenuh digunakan 9 jenis garam. Garam yang telah ditimbang
dengan berat tertentu dimasukkan ke dalam desikator
kemudian ditambahkan sejumlah air dan diaduk Jenis garam yang digunakan untuk preparasi larutan garam dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah diaduk, desikator kemudian ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi 30oC (Spiess dan Wolf 1987). Kemudian sebanyak lima gram bumbu ditempatkan dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya. Cawan yang berisi sampel tersebut lalu diletakkan dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh, kemudian disimpan dalam inkubator dengan suhu 30oC. Sampel dalam cawan kemudian ditimbang bobotnya secara periodik sampai diperoleh bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan tercapai. Menurut Lang dan Steinberg (1980), berat yang konstan lalu diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven (AOAC 1995) dan dinyatakan dalam basis kering. Berdasarkan kadar air akhir dan aktivitas air kesetimbangan maka dapat dibuat kurva sorpsi isotermisnya.
36
Tabel 5 Jenis dan jumlah garam serta jumlah yang digunakan untuk menentukan nilai aw Kuantitas No
Jenis garam
Garam (gr)
Air (ml)
ERH(%)
1
NaOH (Natrium Hidroksida)
150
85
6.9
2
MgCl2 (Magnesium Klorida)
200
25
32
3
K2CO3 (Potassium Karbonat)
200
90
43
4
KI (Potassium Iodida)
200
50
69
5
NaCl (Natrium Klorida)
200
60
75
6
KCl (Potassium Klorida)
200
80
84
7
BaCl2 (Barium Klorida)
200
70
90
8
KNO3 (Kalium Nitrat)
200
50
93
9
K2S04 (Kalium Sulfat)
200
50
97
Pengamatan meliputi pengukuran kadar air (AOAC 1995) dan kadar air kritis yang ditandai dengan adanya perubahan pada bumbu.
Penentuan air terikat primer, sekunder dan tersier Setelah diperoleh kadar air kesetimbangan untuk setiap aw maka dapat ditentukan air terikat primer, sekunder dan tersier. Air terikat primer ditentukan dengan menggunakan model matematika isotermis sorpsi air BET, yang penerapannya hanya berlaku pada aw 0.05-0.60. Persamaannya adalah
aw (C − 1) 1 aw = + (1 − a w ) M CMm CMm
dimana: M adalah kadar air basis kering (%), Mm adalah kadar air monolayer (%), aw adalah aktivitas air, C adalah tetapan energi adsorpsi, yaitu dengan cara membuat kurva regresi antara kadar air kesetimbangan dengan aw. Kisaran aw yang digunakan adalah 0.07-0.43. Dari kurva regresi tersebut dihasilkan persamaan Y = a + bx. Dari persamaan tersebut nilai a disubstitusi menjadi 1/MPC dan nilai b menjadi (C-1)/MpC sehingga diperoleh nilai Mm sebagai air terikat primer (monolayer).
37
Air terikat sekunder ditentukan dengan menggunakan model persamaan logaritma. Persamaannya adalah log (1 - aw) = bM + a dimana: M adalah kadar air (gr air/gr bahan kering) pada aktivitas air aw. Cara mencari air terikat sekunder adalah dengan cara membuat kurva regresi antara log (1-aw) dengan kadar air kesetimbangan. Persamaan regresi pertama diambil dari 4 data yaitu pada aw 0.32 hingga 0.75 sehingga diperoleh persamaan (misalnya Y1). Persamaan regresi kedua diambil dari 4 data juga yaitu dari aw 0.75 hingga 0.93 sehingga diperoleh persamaan (misalnya Y2). Pada kurva plot logaritma dihasilkan garis patah yang terdiri dari dua garis lurus dimana garis lurus pertama mewakili air terikat sekunder dan garis lurus kedua mewakili air terikat tersier. Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut, maka diperoleh titik potong keduanya yang menunjukkan batas air terikat sekunder. Penentuan air terikat tersier dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan model polinomial ordo 2, pendekatan ekstrapolasi dan pendekatan kuadratik. Perhitungan air terikat tersier model ordo 2 dilakukan dengan cara membuat kurva polinomial ordo 2 antara kadar air kesetimbangan dengan aw dimana aw yang adalah 0.84 sampai 0.93 sehingga diperoleh persamaan Y=ax2 + bx + c dimana Y adalah kadar air (% bk) dan x adalah aw, sehingga pada saat RH = 100% atau aw = 1 diperoleh air terikat tersier. Penentuan air terikat tersier dengan pendekatan ekstrapolasi dilakukan dengan menarik garis kurva ISA sampai aw = 1 sehingga diperoleh nilai kadar air keseimbangan yang juga menunjukkan besarnya fraksi air terikat tersier.
Penentuan Model Sorpsi Isotermis (Spiess dan Wolf 1987) Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan yang mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga serta dapat digunakan pada jangkauan kelembaban relatif yang lebar (0-95%), sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isotermis. Persamaan tersebut adalah Hasley, Henderson, Caurie, Chen-Clayton dan Oswin.
38
Guna memudahkan perhitungan maka model-model persamaan matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linier menjadi persamaan linier.
Uji Ketepatan Model (Isse et al. 1983) Untuk menguji ketepatan suatu persamaan sorpsi isotermis digunakan Mean Relative Determination (MRD)
MRD =
100 n Mi − Mpi ∑ Mi n i =1
dimana Mi adalah kadar air percobaan, Mpi adalah kadar air hasil perhitungan, n adalah jumlah data. Jika nilai MRD<5 maka model sorpsi isotermis itu dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat, jika 5<MRD<10 maka model tersebut agak tepat, dan jika MRD>10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Umur Simpan Pendugaan umur simpan berdasarkan kurva sorpsi isotermis menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1982) yaitu: Me − Mi Me − Mc ts = ⎛ k ⎞⎛ A ⎞⎛ Po ⎞ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜⎜ ⎝ x ⎠⎝ Ws ⎟⎠⎝ b ⎠ Ln
dimana : ts
= umur simpan produk (hari)
Me
= kadar air kesetimbangan (%bk)
Mi
= kadar air awal (% bk)
Mc
= kadar air kritis (%bk)
Ws
= berat solid (gr)
39
Po
= tekanan uap air jenuh pada ruang penyimpanan (mm Hg)
k/x
= permeabilitas kemasan (gr H2O/ m2. hari.mmHg)
A
= luas kemasan (m2)
b
= kemiringan kurva sorpsi isotermis (gr H2O/ gr bk)
Kemasan yang digunakan adalah HDPE (polietelen densitas tinggi), PP (polipropilen) dan Alufo. Nilai k/x (permeabilitas kemasan) diambil dari data sekunder dimana permeabilitas kemasan HDPE, PP dan Alufo berturut-turut adalah 0.12, 0.10 gr/m2.mmHg.hari (Eskin dan Robinson 2001) dan 0.02 gr/ m2.mmHg.hari (Histifarina 2002).
Penelitian Tahap Ketiga Penelitian tahap ketiga adalah uji penyimpanan. Formulasi bumbu yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik
dikemas dengan menggunakan
kemasan polipropilen (PP), aluminium foil dan polietilen densitas tinggi (HDPE). Dalam penelitian ini, bumbu dikemas dalam keadaan vakum dan tidak vakum kemudian disimpan pada RH 97% dan suhu ruang. Setiap dua minggu dilakukan uji hedonik terhadap sampel. Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar asam lemak bebas, total mikroba dan total kapang -khamir. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.
40
Cabe, bawang merah, kemangi, daun bawang, kelapa, ikan cakalang
Pengeringan
Pembubukan
Formulasi
Uji organoleptik
Bumbu yang paling disukai
Uji proksimat
ISA
Uji penyimpanan
Gambar 8 Diagram alir penelitian
41
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian tahap ketiga ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 3 kali ulangan, terdiri dari 2 faktor yaitu:
• Jenis bahan kemasan terdiri dari 3 taraf yaitu polietilen densitas tinggi (A1) polipropilen (A2) dan aluminium foil (A3).
• Cara pengemasan terdiri dari 2 taraf yaitu tidak vakum (B1)dan vakum (B2) sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan dan 18 unit percobaan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata pada taraf 5% maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis dilakukan dengan menggunakan software SAS v 9.1. Model Statistik yang digunakan menurut Mattjik dan Made (2002) adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana: Yijk
= variabel yang diukur
µ
= rata-rata umum
αi
= pengaruh aditif dari taraf jenis kemasan ke-i
βj
= pegaruh aditif dari taraf cara pengemasan ke-j
(αβ)ij
= pengaruh interaksi faktor α dan β
εijk
= galat percobaan
42
Metode Pengamatan Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak empat sampai lima gram contoh dimasukkan kedalam cawan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 6 jam atau hingga sampai berat sampel dan cawan konstan. Setelah itu cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai berat konstan. Persentase kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air (%bb ) =
a −b x 100% a
Kadar air (%bk ) =
a −b x 100% b
Keterangan a = berat sampel awal (g) b = berat sampel kering (g)
Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan pengabuan disiapkan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian dibakar dalam ruang asam sampai tidak berasap lagi. Hasil pembakaran kemudian dimasukkan kedalam tanur pengabuan. Proses pengabuan dilakukan sampai didapat abu berwarna abu-abu atau memiliki berat yang tetap. Proses pengabuan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada suhu 400oC dan pada tahap kedua pada suhu 550oC. Sampel kering beserta cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Persentase kadar abu (%) dapat dihitung dengan rumus :
43
Kadar abu (%)=
berat abu ( g ) x 100% berat sampel ker ing ( g )
Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel yang akan diukur ditimbang sebanyak 2 gr dan
dimasukkan
kedalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian kedalam labu kjeldahl ditambahkan 1.9 ± 0.1 gr K2SO4, 40 ± 10mg HgO serta 3.8 ± 0.1 ml H2SO4 pekat dan batu didih. Kemudian sampel didihkan selama1-1.5 jam
sampai cairan menjadi jernih.
Setelah di didihkan tabung berisi sampel didinginkan dengan air dingin. Selanjutnya isi labu dipindahkan beserta air bekas pembilasnya ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Labu erlenmeyer 125 ml yang diisi dengan 5 ml H3BO3 dan ditambahkan 4 tetes
indikator (campuran 2 bagian metil merah dan 0.2 % dalam alkohol)
kemudian diletakkan dibawah kondensor (ujung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3). Destilasi dilakukan sampai diperoleh destilat ± 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi biru. Dilakukan perhitungan jumlah Nitrogen setelah sebelumnya didapat jumlah volume (ml) blanko. Jumlah N (%)=
(ml HCl sampel − ml HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel ker ing
Kadar protein (%) = jumlah N (%) x faktor koversi (6.25)
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak dikeringkan dalam
oven, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gr sampel ditimbang dalam bentuk dalam kertas saring dan kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kemudian kertas saring beserta isinya dimasukkan kedalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan kedalam labu soxhlet secukupnya.
44
Kemudian dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut heksan turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam
labu lemak destilasi dan kemudian labu
dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak didalamnya ditimbang dan dilakukan perhitungan kadar lemak:
Kadar lemak (%) =
berat lemak (g) x 100% berat sampel ker ing (g)
Kadar Karbohidrat by difference
Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference yaitu dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar Karbohidrat = 100% - % (air + abu + protein + lemak)
Asam Lemak Bebas (FFA) (AOAC, 1991)
Ditimbang sekitar 2 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alkohol 95%. Panaskan selama 10 menit, tetesi dengan phenolptalin 1%. Titrasi dengan NaOH 0.1N sampai warna merah muda. Kadar asam lemak bebas (FFA) dapat dihitung dengan rumus
Kadar asam lemak bebas (FFA) =
ml NaOH x N NaOH x BM asam lemak berat bahan ( g )
Total Mikroba (Fardiaz 1989)
Sebanyak 1 gr bumbu dimasukkan ke dalam tabung pengencer yang berisi 9 ml larutan pengencer steril (tabung 1). Pengenceran 10-1 diperoleh dari campuran itu. Campuran dikocok kemudian kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer steril ditambahkan 1 ml larutan dari tabung 1, sehingga diperoleh
45
pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama diperoleh pengenceran 10-3 dan seterusnya. Pada tiap-tiap pengenceran yang dikehendaki, dilakukan pemupukan sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri steril dan kemudian ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) yang telah didinginkan pada suhu 45-50oC (dilakukan duplo). Cawan kemudian digoyang-goyang untuk meratakan sel-sel mikroba dan setelah agar memadat cawan diinkubasikan pada suhu ruang dengan posisi terbalik selama 24-48 jam. Pengamatan terhadap total mikroba dilakukan setelah inkubasi, dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh yang dinyatakan sebagai total mikroba.
Total Kapang-Khamir (Fardiaz, 1987)
Pengujian kapang-Kamir dilakukan menggunakan metode tuang pada media Potato Dextrosa Agar di tambah asam tartarat 10%, 16 ml/1L media (APDA). Sejumlah 1 gram contoh dilarutkan dalam 9 ml larutan pengencer (garam fisiologis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dari larutan contoh tersebut dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung pengencer 9 ml untuk memperoleh pengenceran 10-2. Begitu seterusnya sampai pada tingkat pengenceran yang diinginkan. Selanjutnya dari masing-masing tabung pengencer dipipet 1 ml contoh dan dituangkan dalam cawan petri yang telah steril. Kemudian ke dalam cawan dituangkan 15 ml media APDA hingga merata. Cawan kemudian digoyang-goyang untuk meratakan sel-sel total kapang-kamir. Setelah media membeku, cawan disimpan pada inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC (dilakukan duplo).
Uji Organoleptik, (Soekarto 1990)
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk melihat tingkat kesukaan terhadap aroma dan rasa dengan menggunakan 25 panelis agak terlatih dari kelompok mahasiswa. Hal ini sesuai dengan Soekarto (1990) yang menjelaskan bahwa kelompok mahasiswa termasuk ke dalam kelompok panelis agak terlatih yang jumlahnya antara 15-25 orang.
46
Bahan disajikan kepada panelis secara acak dengan kode tertentu. Pemberian skor untuk uji organoleptik rasa dengan skala hedonik adalah sebagai berikut: sangat suka (5), suka (4), biasa (3), kurang suka (2) dan tidak suka (1).
47