11
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium
Agromikrobiologi,
Balai
Pengkajian
Bioteknologi,
BPPT
PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan; Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis yang dipanen pada bulan Juli 2010 di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB, Dramaga, disimpan pada kondisi ruang AC (suhu 16-20ºC dan RH 58–59%) selama 11 bulan. Kadar air benih pada saat digunakan (18 Mei 2011) sebesar 7.44%, sedangkan daya berkecambah dan indeks vigor sebesar 99% dan 68% yang diuji dengan UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik). Bahan lain yang digunakan adalah gipsum, gambut, tapioka, spora CMA (campuran spesies Glomus sp. dan Gigaspora sp.) produksi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, media bacto agar, kompos, arang sekam, larutan streptomycin (200 mg/L), gentamycin (100 ml/L), larutan chloramine-T (2%) dan Tween 20 (0.05%). Alat yang digunakan adalah autoklaf, mikroskop stereo, mikroskop konfokal, drum granulator mini hasil modifikasi (kapasitas maksimum 1 kg benih kedelai) dengan diameter 22.8 cm (Gambar 1), alat perekat (sealer), oven, desikator, dan boks plastik berukuran 25 cm x 20 cm. Alat penunjang lainya yang digunakan adalah kertas merang, cawan petri, gelas beker, stirer, kertas saring, gelas ukur, alat penyaring, alat pengaduk, dan kemasan plastik polypropylene (PP) dengan ketebalan 0.8 mm.
12
Gambar 2. Modifikasi Drum Granulator Mini
Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan suhu ruang simpan yang berbeda yaitu suhu kamar dan suhu AC. Kedua percobaan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor pertama adalah perlakuan pelapisan benih (P) terdiri atas dua taraf yaitu, tanpa pelapisan (kontrol) dan pelapisan benih dengan CMA (Khodijah, 2009), sedangkan faktor kedua adalah periode simpan (T) yang terdiri atas tujuh taraf yaitu, 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Dengan demikian terdapat empat belas kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 42 satuan percobaan pada satu kondisi suhu. Model linier rancangan percobaan yang digunakan yaitu, sebagai berikut: Yijk = µ + αi + τj + βk + (ατ)ij + εijk i = 1,2
j = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6
k = 1, 2, 3
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-k pada perlakuan benih ke-i dan periode simpan ke-j µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh taraf ke-i dari faktor perlakuan benih
τj
= pengaruh taraf ke-j dari faktor periode simpan
βk
= pengaruh kelompok ke-k
(ατ)ij= pengaruh interaksi faktor perlakuan benih ke-i dan periode simpan ke-j εijk = pengaruh galat percobaan pada perlakuan benih ke-i, periode simpan ke-j, dan kelompok ke-k
13 Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan analisis ragam (uji F). Apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Persiapan benih kedelai, bahan perekat tapioka 5% (b/v), bahan pelapis gambutgipsum (50:50), dan inokulum CMA
Proses pelapisan benih di dalam drum granulator yang telah dimodifikasi selama 20-30 menit (benih : perekat : pelapis adalah 10 : 1 : 1)
Pengering-anginan benih selama 7 hari pada suhu kamar hingga kadar air benih mencapai ± 9%
Pengemasan benih dengan plastik PP (200 butir tiap kemasan)
Penyimpanan benih selama 6 bulan
Suhu AC
Suhu kamar
Pengujian kadar air, viabilitas dan vigor benih, serta viabilitas CMA setelah periode simpan 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
14 Pelaksanaan Percobaan Pelapisan Benih Benih kedelai dilapisi dengan gambut dan gipsum (50:50) sebagai bahan pelapis, dan tapioka 5% (b/v) sebagai bahan perekat. Perbandingan benih : perekat : pelapis adalah 10 : 1 : 1 (Khodijah, 2009).
a. Persiapan Bahan Perekat dan Bahan Pelapis Bahan perekat yang digunakan adalah tapioka dengan konsentrasi 5% (b/v) dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi air, kemudian dididihkan, dan didinginkan sebelum digunakan. Gambut yang akan digunakan adalah gambut dari Rawapening yang mengandung hemiselulosa, selulosa, lignin, kutin, bitumens, dan asam humik. Gambut ini termasuk jenis gambut berserat yang subur dan kaya akan hara mineral dengan kisaran pH 6-7. Gambut dan gipsum yang digunakan berukuran halus yang lolos saringan 100 mesh. Kedua bahan tersebut terlebih dahulu disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121° C selama 2 jam. Gambut dan gipsum kemudian dicampur (Khodijah, 2009).
b. Pelapisan Benih Benih kedelai dibersihkan menggunakan kertas merang lembab dan dikering-anginkan dengan kipas angin selama 15 menit. Benih kemudian dilapisi dengan bahan perekat yang dicampur dengan inokulum CMA berupa spora, kemudian diberi bahan pelapis gambut dan gipsum. Proses pelapisan benih dilakukan di dalam modifikasi drum granulator selama 20-30 menit. Benih yang telah terlapisi oleh bahan pelapis, kemudian dilapisi kembali dengan gipsum secara manual yang berfungsi sebagai bahan pelindung selama beberapa menit sehingga terbentuk lapisan pelindung. Proses dihentikan setelah permukaan butiran granul benih berwarna putih (Gambar 4). Butiran granul kemudian dikering-anginkan selama 7 hari pada suhu kamar (28 - 30° C) hingga kadar air mencapai ± 9 %.
15
A
B
Gambar 4. Benih Kedelai (A) Tanpa Pelapisan (Kontrol) dan (B) Pelapisan dengan CMA c. Penghitungan Spora pada Benih Jumlah spora yang akan dilapiskan pada benih ditentukan sebanyak 50 spora per benih. Sebelum diaplikasikan, kerapatan spora dihitung dengan mengambil sampel zeolit berisi spora CMA sebanyak 0.1 gram. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker 250 ml dan direndam dalam air selama 1 jam, kemudian diaduk, dan larutannya dituang ke dalam saringan (50–100 µm). Spora hasil saringan dicuci dengan air, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dihitung jumlah spora di bawah mikroskop stereo (Rahayu, 2010). Untuk memastikan jumlah spora yang menempel pada benih adalah sebanyak 50 spora, maka dilakukan penghitungan jumlah spora CMA pada benih yang telah dilapisi. Sampel benih diambil sebanyak 10 ulangan masing-masing dua butir untuk satu ulangan. Cara penghitungan spora yang menempel pada benih sama seperti di atas (Rahayu, 2010).
Pelaksanaan Penyimpanan Benih a. Pengemasan dan Penyimpanan Benih Benih disimpan dalam kemasan plastik polypropylene sebanyak 200 butir tiap kemasan. Masing-masing kemasan yang telah berisi benih dimasukkan dalam keranjang plastik yang ditutup jaring-jaring kawat pada bagian atas (Gambar 5), selanjutnya disimpan pada suhu AC (17-18°C) dan suhu kamar (27-29°C) di Laboratorium
Ilmu
dan
Teknologi
Benih,
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, selama
16 6 bulan. Pada setiap akhir periode simpan dilakukan pengamatan terhadap kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA.
Gambar 5. Kemasan Simpan Benih yang Digunakan pada Penelitian
b. Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan setelah periode simpan 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Benih ditanam pada boks plastik berukuran 25 cm x 20 cm menggunakan media tanam campuran kompos dan arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali masing-masing 25 butir benih untuk satu ulangan.
Pengamatan Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai Pengamatan viabilitas dan vigor benih dilakukan pada setiap periode simpan yang telah ditentukan yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 bulan pada suhu kamar dan suhu AC. Tolok ukur yang diamati adalah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, keserempakan tumbuh, dan T50. 1. Kadar Air Benih (KA) Pengukuran kadar air benih (%) dilakukan dengan cara menimbang berat cawan, kemudian benih sebanyak 20 butir tiap unit percobaan dimasukkan ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat berat sebelum dikeringkan. Setelah
17 ditimbang, benih di dalam cawan dioven pada suhu konstan rendah 103 ± 2º C selama 17 ± 1 jam (ISTA, 2007). Benih yang telah dioven dimasukkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah dingin ditimbang berat kering benih. Kadar air benih dihitung dengan rumus :
KA % =
M2-M1 - (M3-M1) ×100% (M2-M1)
Keterangan : M1
= berat cawan kosong (g)
M2
= berat awal (benih + cawan sebelum dioven) (g)
M3
= berat akhir (benih + cawan setelah dioven) (g)
2. Daya Berkecambah (DB) Pengukuran daya berkecambah benih (%) dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (5 HST) dan hitungan kedua (8 HST) yang dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditanam (ISTA, 2007). Daya berkecambah benih dihitung dengan rumus :
DB % =
∑ KN I+ ∑ KN II ×100% ∑ benih yang ditanam
Keterangan : KN
= kecambah normal
3. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada waktu tanam sampai akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pertambahan persentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus : 8
KCT (%/etmal) = i=0
Ni ti
18 Keterangan : ti
= waktu pengamatan ke-i
N
= pertambahan % kecambah normal setiap waktu pengamatan ke-i
4. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count ) dibagi dengan jumlah benih yang ditanam pada uji daya berkecambah. Indeks vigor dihitung dengan rumus :
IV % =
∑ kecambah normal pada hitungan pertama ×100% ∑ benih yang ditanam
5. Keserempakan Tumbuh (KST) Keserempakan tumbuh benih diukur berdasarkan kecambah normal kuat pada hari antara hitungan pertama dan hitungan kedua (hari ke-7). Kecambah normal kuat adalah kecambah yang memiliki kinerja kuat diantara kecambah yang tumbuh normal. Keserempakan tumbuh dihitung dengan rumus :
KST (%) =
∑ kecambah normal kuat hari ke-7 × 100% ∑ benih yang ditanam
6. T50 T50 merupakan pengukuran waktu untuk mencapai 50 % dari perkecambahan total dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah setiap hari hingga mencapai 50 % dari total perkecambahan benih. Satuan yang digunakan adalah hari. Rumus perhitungan yang telah dimodifikasi oleh Ilyas (2005) : T50 (hari) = ti +
n50% - ni nj - n i
Keterangan : ti
= waktu atau hari batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan
n50% = jumlah kecambah 50% dari total perkecambahan ni
= jumlah kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan
19 nj
= jumlah kecambah batas atas setelah mencapai 50% total perkecambahan
Viabilitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Benih kedelai yang telah dilapisi dan disimpan, kemudian diuji viabilitas CMA dengan uji perkecambahan spora. Pengujian tersebut dilakukan berdasarkan modifikasi metode Azcón-Aguilar et al. (1986). Benih kedelai yang sudah diberi perlakuan CMA diamati viabilitas sporanya sebanyak 20 butir setiap kemasan. Benih tersebut direndam dalam air untuk melepaskan spora dari benih. Spora CMA disterilisasi dengan dua tahap yaitu (1) sterilisasi spora di dalam larutan chloramine-T (2%) dan Tween 20 (0.05%) selama 2 menit, dan (2) sterilisasi spora di dalam larutan streptomycin (200 mg/L) dan gentamycin (100 ml/L) selama 10 menit. Larutan chloramine-T dan Tween 20 digunakan untuk sterilisasi permukaan spora, sedangkan streptomycin dan gentamycin untuk membunuh kuman bersifat gram positif maupun negatif. Spora yang telah disterilisasi, kemudian diletakkan di atas media bacto agar dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu kamar (27-28°C) selama 16 hari. Pengamatan terhadap perkecambahan spora dilakukan selang 4 hari dan diukur panjang hifa yang tumbuh. Pengamatan untuk percobaan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop konfokal yang dilengkapi dengan software NIS-Elements pada pembesaran 40x (Khodijah, 2009).