BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis hendak menarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Beberapa kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, pihak-pihak terkait seperti UKSW, Kelompok Etnis Mahasiswa, Kepolisian kota Salatiga menyadari bahwa keragaman yang ada di lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana sangatlah multikultural, oleh karena itu sangat diperlukan pengelolaan konflik mengingat seringkali terjadi konflik antar kelompok etnis mahasiswa pada empat tahun terakhir dari 2008-2011. Sejauh ini, terkait dengan pengelolaan konflik di lingkungan UKSW yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut: Pengelolaan konflik yang dilakukan oleh pihak UKSW: -
Kegiatan Ekspo budaya (kegiatan rutin tahunan) yang bertujuan untuk memperkenalkan kebudayaan dan keragaman yang ada di UKSW kepada seluruh mahasiswa UKSW. Kegiatan tersebut dilakukan untuk merawat keragaman yang ada di UKSW, agar setiap kelompok etnis saling menghargai dan menghormati keragaman yang, atas kesadaran tersebut diharapkan agar setiap kelompok etnis tidak berkonflik dengan kelompok lain.
-
Dialog antar kelompok etnis, kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak UKSW untuk membicarakan mengenai keakraban antar kelompok etnis, dan biasanya dilakukan ketika terjadi konflik antar kelompok etnis sebagai solusi pemecahan masalah yang dilakukan secara kekeluargaan.
109
-
Kegiatan akademik, kegiatan akademik yang dimaksudkan tidak hanya menyangkut mengenai proses belajar mengajar, akan tetapi dapat dilakukan dalam bentuk yang lain seperti Karya Tulis Ilmiah, Lomba Sain, dan kegiatan yang lain yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian pada konflik, agar mahasiswa lebih fokus pada kuliah dan bukan hura-hura yang berujung pada konflik.
-
Pendekatan senior, pengelolaan dengan cara melakukan pendekatan kepada senior juga dilakukan oleh pihak UKSW, dengan tujuan agar para senior-senior etnis dapat membimbing dan mengarahkan para anggota etnis untuk tidak melakukan konflik antar kelompok.
Pengelolaan konflik yang dilakukan oleh Kelompok Etnis Mahasiswa: -
Sharing, kegiatan sharing ini biasa dilakukan oleh kelompok etnis ketika sedang berkumpul selesai kegiatan ibadah etnis atau kegiatan keagamaan yang lain. Tujuan dari kegiatan sharing tersebut adalah agar anggota etnis yang memiliki masalah pribadi dengan kelompok etnis yang lain dapat diredam dan diselesaikan dengan baik. Selain itu kegiatan sharing tersebut juga bertujuan untuk membantu masalah pribadi seperti masalah perkuliahan, masalah keuangan atau masalah yang lain yang dihadapi oleh anggota kelompok etnis mahasiswa.
-
Ibadah rutin, ibadah rutin merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh kelompok etnis, biasanya dalam kegiatan ibadah rutin tersebut diakhiri dengan sharing yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah individu secara bersama-sama.
-
Acara etnis, acara etnis yang dilakukan biasanya seperti acara keagaaman (Natal, Paskah) dengan mengundang seluruh anggota etnis dan perwakilan dari kelompok etnis yang lain. Pada kegiatan tersebut juga dilakukan obrolan-obrolan mengenai kebersamaan antar kelompok etnis yang bertujuan untuk lebih mengakrabkan antar kelompok etnis.
110
-
Peran senior, peran senior tentu sangat berpengaruh dalam pengelolaan konflik, hal tersebut dikarenakan kebanyakan dari anggota kelompok etnis sangat menghormati para senior, sehingga dalam hal tersebut senior biasa mendidik dan menasehati para anggota kelompok etnis untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan dan menjaga kekerabatan dengan kelompok etnis yang lain. Peran senior etnis juga sangat berpengaruh pada saat penyelesaian konflik etnis, biasanya para senior dari masing-masing kelompok etnis bertemu dan memilih jalur kekeluargaan sebagai solusi penyelesaian konflik.
Pengelolaan konflik yang dilakukan oleh pihak kepolisian kota Salatiga: -
Dialog antar kelompok, dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik biasanya pihak kepolisian mengundang perwakilan dari seluruh kelompok etnis mahasiswa, dalam kegiatan tersebut pihak kepolisian mengajak seluruh
kelompok
etnis
untuk
hidup
berdampingan
dan
saling
menghormati perbedaan yang ada. Selain itu pihak kepolisian juga mengajak para mahasiswa untuk turut serta dalam kegiatan seperti ronda bareng polisi agar ketertiban dan keaman di Salatiga tetap terjaga. Pada kegiatan dialog tersebut juga biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi antarkelompok etnis. -
Kerjasama dengan UKSW, dalam hal tersebut pihak kepolisian berencana membangun kerjasama dengan pihak UKSW dalam kaitannya dengan ketertiban dan keamanan, seperti membentuk Forum Kemitraan Polisisi Masyarakat. Sedangkan kegiatan kerjasama yang dibangun sejauh ini adalah dengan melakukan
pengawalan terhadap setiap kegiatan yang
dilakukan oleh UKSW yang melibatkan banyak kelompok (ekspo budaya, Pekan Olah raga Mahasiswa). Kedua, fakor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konflik di UKSW meliputi beberapa hal diantaranya: -
Ketertiban dan Keamanan, dalam menjaga kondusifitas proses belajar dan menciptakan kota Salatiga yang aman tentu ketertiban dan kemanan 111
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan konflik di lingkungan UKSW. -
Keharmonisan, keasadaran akan keberadaan UKSW yang beragam sudah tentunya diharapkan sebuah kondisi yang harmonis, harmonis dalam artian terjadi sikap saling hormat-menghormati dan merawat keragaman yang ada. Dengan demikian maka keharmonisan merupakan salah satu faktor berikut yang dijadikan sebagai alasan pengelolaan konflik.
-
Kondusifitas Proses Belajar Mengajar, keberadaan Satya Wacana di Salatiga tentulah bertujuan untuk mendidik dan turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk menciptakan produk mahasiswa yang unggulan dan berprestasi, maka kondusifitas PBM perlu untuk dijaga, agar seluruh mahasiswa terkonsentrasi pada kegiatan belajar dan bukan pada kegiatan yang lain seperti konflik. Konflik antarkelompok secara langsung maupun tidak langsung tentu akan berpengaruh terhadap kondusifitas PBM, oleh karena itu maka kondusifitas PBM dijadikan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan konflik di lingkungan UKSW.
-
Merawat keragaman, keragaman yang terjadi di lingkungan UKSW tentulah sangat disadari oleh pihak-pihak terkait khususnya UKSW, karena dalam proses pendiriannya UKSW didukung oleh 18 sinode gereja yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga, sudah tentu kondisi lingkungan UKSW sangat multikultur, dan konsisi tersebut harus tetap dijaga keharmonisannya. Merawat keragaman tentu tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab pihak UKSW, melainkan pihak-pihak yang lain juga, oleh karena itu dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan konfik di lingkungan UKSW, merawat keragaman adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan konflik.
Ketiga, melihat pada upaya pengelolaan konflik di lingkungan UKSW serta faktor yang mempengaruhinya, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tujuan dari 112
upaya tersebut adalah untuk menciptakan kondisi yang tertib, aman, dan harmonis. Sikap saling menghormati dengan kesadaran multikultural merupakan kunci utama dalam menciptakan kondisi yang harmonis, akan tetapi berdasarkan pada temuan lapang penulis menemukan bahwa kesadaran dan sikap saling toleran masih agak kurang di lingkungan UKSW, hal tersebut terbukti dengan terjadinya rentetan konflik sepanjang tahun 2008 hingga 2011. Selain itu, solidaritas kesukuan/kedaerahan sangat berpotensi pada terjadinya konflik antarkelompok yang dipicu oleh permasalahan pribadi. Peran masing-masing pihak terkait juga belum maksimal dalam pengelolaan konflik, ketidakmaksimalan pengelolaan konflik tersebut dapat dilihat dari tidak adanya model pengelolaan konflik yang jelas yang dimiliki oleh UKSW, dan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait lebih menitik berat pada proses penyelesaian konflik dan bukan pada penanggulangan konflik. Selain itu, penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait hanya bersifat permukaannya saja, sedangkan substansi masalah multikultural yang harusnya diselesaikan lewat dialog antar kelompok tidak tersentuh secara maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari minimnya kegiatan dialog/atau seminar yang menyangkut keragaman dan konflik yang dilakukan oleh UKSW. Penyelesaian konflik yang bersifat permukaan tentu akan berpotensi pada munculnya konflik dikemudian hari, karena penyelesaian konflik yang bersifat permukaannya saja masih menyimpan benih-benih dendam yang dapat meledak dikemudian hari. Bahkan, kegiatan-kegiatan pengelolaan konflik yang dilakukan oleh UKSW seperti ekspo budaya yang bertujuan untuk mengakrabkan dan saling menghormati keragaman seringkali berakhir pada konflik antarkelompok. Oleh karena itu, perlu dirumuskan secara bersama-sama dengan pihak terkait lainnya terkait model pengelolaan konflik di lingkungan UKSW, agar konflik multikultural tidak hanya terselesaikan permukaannya saja melainkan dapat terselesaikan hingga akar. Pemahaman mengenai keragaman/kesadaran multikultural perlu ditegaskan kembali dan dijadikan sebagai dasar dalam perumusan model pengelolaan konflik di lingkungan UKSW. Untuk dapat menumbuhkan kesadaran multikultural maka keterbukaan diri pada masing-masing kelompok etnis perlu ditumbuhkan dan penegasan mengenai 113
kesadaran multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan akademik seperti melalui perkuliahan Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Pendidikan Pancasila, Etika Kristen dan juga dapat dilakukan melaui kegiatan dialogseminar antaragama atau dialog/seminar mengenai multikulturalisme.
7.2 Saran Melihat pada beberapa kesimpulan di atas, maka penulis merekomendasikan beeberapa hal terkait dengan pengelolaan konflik di lingkungan UKSW. Beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Sebaiknya UKSW perlu membuat program yang sistematis/rutin seperti dialog antarbudaya, dialog antarkelompok etnis, dan mendesain ulang terhadap kegiatan tahunan seperti ekspo budaya, karena berdasarkan pengamatan penulis dalam kegiatan tersebut selalu terjadi konflik antar kelompok etnis. Dalam hal ini UKSW dirasa perlu melibatkan para pengurus kelompok etnis pada kegiatan yang sifatnya keagamaan atau kebudayaan, agar para pengurus etnis tersebut dapat lebih mudah mengendalikan anggotanya untuk tidak berkonflik dalam mengikuti kegiatan. Selanjutnya, UKSW perlu memasukan pemahaman-pemahaman/penekanan mengenai multikulturalisme, kesadaran bertoleransi dalam keragaman, dan mengajak para mahasiswa untuk menjaga keragaman yang ada dalam setiap kegiatan atau dalam kegiatan perkuliahan umum seperti dalam matakuliah umum Ilmu Sosial Budaya Dasar, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Etika Kristen. Pihak UKSW juga sepertinya tidak cukup dengan hadir untuk memfasilitasi penyelesaian konflik yang terjadi, dalam hal tersebut nampaknya UKSW juga perlu memberikan sanksi kepada para pelaku konflik. Hal tersebut dimaksudkan agar memberikan efek jera bagi para pelaku konflik, karena jika hanya difasilitasi dan tanpa adanya sanksi yang tegas maka dimungkinkan konflik akan terulang kembali. Selain itu, pola skenario pengembangan mahasiswa juga perlu dijalankan dengan maksimal seperti adanya pola pembinaan mahasiswa di asrama UKSW, atau dalam kegiatan pelatihan kepemimpinan.
114
Kedua, setiap kelompok etnis nampaknya perlu untuk saling membuka diri dengan kelompok etnis yang lain, misalnya dalam kegiatan pergaulan. Kelompok etnis khususnya para senior etnis berperan penting untuk menekankan kepada adikadik agar tidak selalu bergerombol sesuai dengan kelompok etnis/suku, melainkan membuka diri untuk bergaul dengan kelompok etnis yang lain. Kelompok etnis melalui para pengurus juga nampaknya perlu menekankan pemahaman mengenai keragaman yang ada, mengajak para anggota etnis untuk dapat menerima perbedaan dan menghargai perbedaan yang ada. Penekanan pemahaman bagi para anggota tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan sharing antara senior dengan yunior, kegiatan ibadah, atau melalui pertemuan rutin etnis. Selanjutnya, kelompok etnis juga perlu memberikan pemahaman kepada seluruh anggotanya untuk mengurangi kebiasaan-kebiasaan seperti mengkonsumsi minuman keras, dan menganjurkan kepada seluruh anggota etnis untuk selalu menyelesaikan persoalan individu dengan individu dan tidak membawa-bawa identitas kesukuan/kedaerahan atau melibatkan etnis. Ketiga, pihak kepolisian juga perlu melakukan pemantauan mengenai peredaran miras di kota Salatiga, karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman keras merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik. Selanjutnya, pihak kepolisian juga perlu menindak tegas bagi para pembuat konflik yang disebabkan oleh minuman keras, karena konflik yang terjadi dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan hanya menyelesaikan permukaan konflik. Keempat, UKSW, kelompok etnis, dan kepolisian sebaiknya bekerjasama untuk membuat program yang sistematis dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dalam hal seperti, siskamling mahasiswa yang mana kegiatan siskamling tersebut melibatkan beberapa kelompok etnis dengan didampingi kepolisian yang bisa diwadahi dalam Forum Kemitraan Polisi Masyarakat(FKPM), atau kegiatan dialog kebudayaan yang melibatkan kelompok etnis dan pihak kepolisian.
115
Kelima,
bagi
pihak
yang
ingin
melakukan
penelitian
lanjutan,
direkomendasikan agar melakukan penelitian dengan tema: a). Hubungan kelembagaan antara UKSW dan pihak pemerintah dalam hal mengelola keberagaman di Salatiga; b). Pengaruh bahasa (dialek) dalam pergaulan multikultural; c). Pola komunikasi antar etnis di Salatiga. c) peran pemilik kost dalam upaya pencegahan keributan.
116