BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah Perjanjian Sewa Beli (Build Own Operate Transfer / BOOT). Adapun yang dimaksud dengan Perjanjian Sewa Beli adalah dimana Penjual (Investor Sewa Beli) diharuskan merancang (men-design) dan membangun suatu fasilitas, pabrik atau pembangkit atau fasilitas lainnya yang modalnya berasal dari investor itu sendiri. Investor tersebut merupakan pemilik dari fasilitas, pabrik atau pembangkit yang dibangun tersebut. Setelah proses pembangunan diselesaikan dengan baik, investor tersebut akan diberikan konsesi untuk mengoperasikan fasilitas tersebut untuk periode konsensi tertentu (masa konsesi). Sedangkan output dari pabrik atau pembangkit tersebut akan dibeli oleh Pembeli (Konsumen Sewa Beli). Pada akhir masa konsesi, kepemilikan fasilitas tersebut akan beralih kepada pihak yang memberikan konsesi / pembeli [misalnya Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lain-lain].
Proyek Sewa Beli antara Pemerintah dengan badan usaha swasta atau BUMN atau Badan usaha Penanaman Modal Asing prinsipnya adalah untuk membantu mengatasi keterbatasan Pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia pun telah mempersiapkan payung hukum, yaitu antara lain melalui: -
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah beberapa kali, yaitu dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur berikut dengan perubahan-perubahannya”);
-
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 001 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa Jaringan Dalam Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 004 Tahun 2007.
Meskipun telah ada peraturan yang dapat dijadikan sandaran dari kegiatan partnership antara Pemerintah dengan badan hukum swasta terkait dengan penyediaan infrastruktur, termasuk penyediaan pembangkit listrik, namun demikian kendala dalam pelaksanaan masih tetap ada. Dalam kaitan dengan Proyek Pembangkit Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, kendala tersebut antara lain disebabkan pola kerjasama model sewa beli ini belum lazim diterapkan di lingkungan PLN. Sehingga PLN sendiri tidak siap untuk membuat kontrak yang secara spesifik dipersiapkan untuk model kontrak sewa beli. Dokumen Lelang yang dipersiapkan untuk Proyek Pembangkit Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku tersebut adalah standar dokumen pengadaan untuk proyek Engineering Procurement and Construction (EPC). Dokumen ini kemudian berusaha diadopsi
untuk
diterapkan sebagai
dokumen
pengadaan Proyek Sewa Beli, tentunya dengan segala kekurangannya. Kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli pada Proyek Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku ini adalah posisi yang tidak berimbang antara PLN dengan Investor Sewa Beli. Dalam proses negosiasi kontrak sebelum ditandatangani, dapatlah disimpulkan ruang bagi investor untuk melakukan negosiasi begitu kecil. Investor dihadapkan kepada kondisi harus menerima keseluruhan ketentuan yang diminta oleh PLN. Terlepas dari segala kekurangan tersebut, apabila Perjanjian telah ditandatangani, sepanjang syaratsyaratnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal menurut
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terpenuhi, maka perjanjian tersebut adalah mengingat dan berlaku secara sah sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Kontrak yang berat sebelah tersebut tentunya tidaklah mendudukan investor sebagai mitra dalam suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan. Padahal Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur berikut dengan perubahanperubahannya mengaskan bahwa kerjasama tersebut haruslah dilandasi dengan prinsip sebagai berikut:
1. Adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan harus memperoleh perlakuan yang sama; 2. Terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan; 3. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan Penyediaan Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan, tata cara evaluasi, dan penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi seluruh Badan Usaha serta masyarakat umumnya; 4. Bersaing, be rarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan; 5. Bertanggung gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat dipertanggungjawabkan.
6. Saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang seimbang sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat; 7. Saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak; 8.
Saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari kedua belah pihak
Kendala lain yang dihadapi dalam Perjanjian Sewa Beli adalah investor tidak diberikan insentif pembebasan bea masuk karena secara undang-undang yang berhak mendapatkan pembebasan bea hanyalah perusahaan pemegang Izin Usaha Kelistrikan Untuk Kepentingan Umum (IUKU). Syarat suatu perusahaan mendapatkan IUKU adalah perusahaan tersebut harus mempunyai Perjanjian Pembelian Listrik [Power Purchase Agreement (PPA)] dengan PLN. Perjanjian Sewa beli bukanlah Perjanjian PPA, artinya investor pada Perjanjian Sewa Beli tidak akan mendapatkan insentif pembebasan bea masuk. Padahal insentif ini, sangatlah penting untuk menarik suatu badan usaha untuk melakukan investasi karena sebagian besar komponen suatu pembangkit saat ini merupakan komponen impor.
5.2.
Saran Strategic partnership antara Pemerintah dengan Badan Usaha (baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara) untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur
merupakan
suatu
keharusan
ditengah
keterbatasan pendanaan Pemerintah. Hal ini pun sangat disadari oleh PT. PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memikul beban sebagai public utility company yang menyediakan listrik bagi masyarakat Indonesia. PLN telah menegaskan mengenai ini dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2011 – 2020. Melihat makna penting dari investor di bidang kelistrikan tersebut, termasuk juga investor untuk pembangkit sewa beli (Build Own Operate Transfer), maka Pemerintah Republik Indonesia sudah seharusnya memberikan insentif yang lebih baik kepada para investor tersebut, termasuk di dalamnya pembebasan bea masuk untuk barang import. Pemerintah pun harus membuat peraturan yang lebih detail mengenai skema sewa beli infrastruktur antara Pemerintah dengan Swasta. Terkait dengan pengadaan Sewa Beli Pembangkit di lingkungan PLN, Penulis berharap agar PLN dapat menyiapkan dokumen pengadaan yang lebih spesifik yang secara khusus dipersiapkan untuk pengadaan Sewa Beli. Selain itu, PLN harus dapat memposisikan badan hukum swasta tersebut sebagai mitra strategis, bukan sebagai pemasok (supplier /
vendor) belaka. Oleh karena itu prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur berikut dengan perubahan-perubahannya harus dapatlah diadopsi dengan baik. Prinsip tersebut adalah antara lain kerjasama tersebut haruslah merupakan kerjasama yang bersifat adil dan saling menguntungkan (tidak berat sebelah).