BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 5.1 Teori Dasar 5.1.1 Mekanisme Pembentukan Rekahan Rekahan
adalah
suatu
bidang
diskontinuitas
pada
batuan
yang
diinterpretasikan sebagai hasil dari deformasi. Karakteristik rekahan dapat terubah oleh deformasi atau diagenesis berikutnya. Rekahan dalam penelitian ini lebih mengacu pada rekahan alami yaitu rekahan yang terbentuk secara alamiah. Pembentukan rekahan berhubungan dengan kondisi stress. Stress pada dasarnya adalah gaya per satuan luas. Sedangkan rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang disebabkan oleh gaya. Secara umum terdapat tiga principle stress yaitu: -
Sv (Stress vertical), merupakan stress yang dihasilkan akibat pembebanan di atasnya (overburden stress).
-
SHmax merupakan stress horizontal maksimum
-
Shmin merupakan stress horizontal minimum
Hubungan stress regime dan mekanisme pembentukan sesar dalampembentukan rekahan di dalam konsep geomekanika dapat diperjelas dengan menggunakan teori Anderson (Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Klasifikasi Anderson untuk besaran stress relatif
73
5.1.2 Tipe Rekahan Jenis rekahan dapat diklasifikasikan ke dalam 3 mode berdasarkan mekanismenya (Twiss & Moore, 1992) (Gambar 5.2) yaitu: Rekahan Mode I (tension fracture), terbentuk akibat gaya-gaya yang bekerja secara ekstensional. Lingkaran Mohr pada tension fracture menyinggung kurva failure envelope di titik T0 yaitu pada sudut 2θ sebesar 1800, atau θ = 900, sehingga yang terjadi adalah hanya tensional stress dengan perekahan pada bidang tegak lurus θ1 tanpa adanya shear fracture. Rekahan ini berasosiasi dengan presipitasi fluida di dalam rekahan sehingga terjadi gash fracture. Rekahan Mode II (shear fracture), terbentuk akibat gaya-gaya (triaksial) yang bekerja secara kompresi. Lingkaran Mohr menyinggung failure envelope di titik σn, σs pada daerah σn positif, dengan demikian yang terjadi adalah compressional stress. Rekahan ini berpasangan dan mempunyai ciri pergerakan. Rekahan Mode III (hybrid fracture), terbentuk akibat pengaruh dari gaya kompresi dan ekstensi. Lingkaran Mohr menyinggung failure envelope di titik σn, σs pada daerah σn negatif. Kurva failure envelope pada σn negatif merupakan daerah tension. Stress yang terjadi pada fracture ini adalah stress tensional dan compressional.
Gambar 5.2 Tipe umum rekahan berdasarkan pergerakan relatifnya; A. Rekahan mode I (tension fractures), B. Rekahan mode II (shear fractures), C. Rekahan mode III (hybrid fractures) (Twiss dan Moores,1992).
Tipe rekahan lain di daerah penelitian adalah stilolit. Stilolit dan rekahan merupakan fitur sekunder selama deformasi atau diagenesis fisik dari batuan (Nelson, 1985) (Gambar 5.3). Stilolit merupakan rekahan hasil dari pressure solution yang membentuk bidang tegak lurus dengan tegasan utamanya. Pressure solution merupakan sebuah proses yang terjadi karena adanya perbedaan tingkat kelarutan dari material penyusun batuan. Material akan melarut pada bagian 74
permukaan yang terkena tekanan tinggi dan akan mengendap pada tempat dengan tekanan lebih rendah atau terbuang dari sistem. Stilolit umumnya terbentuk pada batugamping dan batupasir, yang dapat disebabkan oleh proses diagenesa maupun deformasi. Stilolit yang disebabkan oleh diagenesa terbentuk akibat dari pembebanan, sedangkan yang disebabkan oleh deformasi umumnya terbentuk akibat perlipatan. Oleh karena itu, stilolit yang saling memotong dapat terbentuk apabila kedua penyebab tersebut terjadi.
Gambar 5.3 Stilolit dan hubungannya dengan tension gashes, unloading fractures, paleo-minimum stress direction, dan paleo-maximum stress direction (Nelson, 1985)
Gambar 5.4 Berbagai macam pola strain pada stilolit (Nelson, 1985)
Beberapa kenampakan displacement atau pola strain diperlihatkan oleh zona stilolit pada gambar 5.4. Gambar 5.4a menunjukkan stilolit tanpa rekahan yang terbentuk pada batuan oleh kompaksi uni-axial, paralel dengan arah stress maksimum. Deformasi dari zona stilolit yang berhubungan tension gashes memiliki kenampakan berbeda dan menunjukkan pergerakan yang lebih kompleks
75
(Gambar 5.4b). Kompaksi tidak hanya paralel dengan arah stress maksimum, tetapi juga extension parallel terhadap stres minimum. Gambar 5.4c menunjukkan pola strain tersebut identik dengan tes kompresi triaksial yang dilakukan di laboratorium. Rekahan tidak terjadi secara acak tetapi mengikuti suatu pola tertentu, oleh karena itu diperlukan analisa rekahan untuk dapat menemukan hubungan antara rekahan yang ada dengan gaya penyebabnya dengan data yang cukup. Analisa mengenai rekahan dapat disebut juga sebagai analisa fractal. Fraktal berasal dari kata fractus, yang berarti memecah untuk membentuk bentuk geometri yang tidak teratur (irregular fragmen), besarnya tingkat ketidakteraturan ini disebut juga sebagai dimensi fraktal. Menurut Aguilera (1995), umumnya tingkat tingkat perekahan pada batuan akan meningkat dengan menurunnya porositas dan permeabilitas matriks batuan. Menurut Nelson (1985), morfologi rekahan yang berhubungan dengan bentuk rekahan alami terdiri dari rekahan terbuka, rekahan terdeformasi, rekahan terisi mineral, dan rekahan vuggy. Rekahan alami merupakan rekahan yang terbentuk karena kehadiran dari stress insitu yang lebih besar dari kekuatan batuan. Rekahan terbuka merupakan rekahan yang tidak tersemenkan dan tidak mengandung mineralisasi sekunder. Rekahan terbuka umumnya memiliki porositas sangat kecil, tetapi dapat meningkatkan permeabilitas parallel terhadap bidang rekahan. Rekahan terdeformasi antara lain terdiri dari rekahan gores-garis (slicken side) dan gouge-filled. Rekahan gores-garis merupakan hasil dari gelinciran friksional sepanjang rekahan atau bidang sesar yang menghasilkan striasi. Rekahan ini dapat meningkatkan permeabilitas parallel terhadap bidang rekahan tetapi sangat menurunkan permeabilitas yang tegak lurus bidang rekahan. Gouge-filled berasal dari material hancuran yang sangat halus yang terjadi di antara dinding dari rekahan sebagai hasil dari pergerakan atau penggerusan. Rekahan terisi mineral merupakan rekahan yang telah tersemenkan oleh mineralisasi sekunder. Mineralisasi sekunder sebagian dapat memberikan efek positif untuk mencegah menutupnya rekahan. Material yang sering mengisi adalah kalsit dan kuarsa.
76
Rekahan vuggy menghasilkan porositas dan permeabilitas yang signifikan. Rekahan ini dapat berkembang menjadi karst. 5.2 Geometri Rekahan dan Hubungan Rekahan dengan Struktur lain Pengumpulan data tiap rekahan meliputi beberapa aspek didalamnya antara lain orientasi rekahan, skala dan bentuk rekahan, spasi rekahan, hubungan rekahan terhadap litologi dan ketebalan lapisan, intensitas rekahan, serta pola spasial dan distribusi rekahan. Orientasi rekahan dikumpulkan dan dibandingkan dengan diagram bunga sehingga diperoleh analisa statistik, untuk dapat mengidentifikasi kelompok rekahan, menginterpretasi gaya tektonik yang menghasilkannya, dan memahami hubungan antara rekahan. Skala rekahan dapat berupa dimensi panjang dan lebar rekahan, sedangkan bentuk rekahan secara umum tergantung pada tipe batuan dan struktur batuan. Spasi rekahan dapat diukur dalam pengertian jarak tegak lurus rata-rata antara rekahan atau jumlah rata-rata dari rekahan yang ditemukan dalam jarak standar normal dalam suatu kelompok sistematis. Spasi rata-rata dari rekahan cenderung konsisten, tergantung pada jenis batuan dan pada ketebalan dari suatu lapisan tempat rekahan tersebut berkembang. Metode yang paling berguna dalam mempelajari pola dan distribusi rekahan yaitu dengan pengeplotan ke dalam peta dari lokasi dan orientasi dari rekahan. Hubungan rekahan yang satu dan yang lain dapat dilihat dalam area yang cukup luas dan baik. Data jurus dan kemiringan yang telah dikumpulkan tersebut diolah sehingga dapat dilihat hubungannya terhadap struktur lokal yang bekerja di daerah penelitian. Hubungan rekahan dengan struktur lainnya antara lain berupa rekahan yang berhubungan dengan sesar dan rekahan yang berhubungan dengan lipatan. Rekahan yang berhubungan dengan sesar umumnya berkembang di daerah yang dekat dengan sesar, hadir berupa shear fractures dan extension fractures. Shear fractures (kekar gerus) terdiri dari dua set, yaitu set pertama yang sejajar dengan sesar dan set yang kedua yang membentuk sudut ±60˚ atau disebut juga conjugate shear fractures (Gambar 5.5). Extension fractures hadir sejajar
77
dengan tegasan utama dan terletak pada pertengahan sudut antara duar shear fractures.
Gambar 5.5 Pola rekahan gerus yang berhubungan dengan sesar
Rekahan yang berhubungan dengan lipatan umumnya berkembang di daerah yang mengalami perlipatan. Gambar 5.6 memberikan ilustrasi diagram orisentasi suatu rekahan yang dihasilkan oleh lipatan yang terjadi di daerah tersebut. Pada gambar ini orientasi dari rekahan dinyatakan dalam sistem koordinat ortogonal yang berhubungan dengan geometri lipatan. Sumbu a terletak pada bidang lapisan dan tegak lurus terhadap sumbu lipatan, sumbu b paralel terhadap sumbu lipatan dan umumnya terletak pada bidang perlapisan, sedangkan sumbu c tegak lurus terhadap bidang perlapisan.
Gambar 5.6 Pola rekahan gerus yang berhubungan dengan lipatan
78
5.3 Data 5.3.1. Teknik dan Lokasi Pengambilan Data Teknik Pengambilan Data Pengambilan data di daerah penelitian dilakukan pada singkapan yang representatif khususnya pada satuan batugamping. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode scanline sampling.
Gambar 5.7 Istilah-istilah dalam teknik pengambilan data, data-data yang perlu dikumpulkan dari lapangan. Garis B-B’ adalah garis lintasan, A adalah besar bukaan atau tebal rekahan, L adalah panjang rekahan, dan S adalah spasi antar rekahan (Sapiie, 1998)
Rekahan yang diamati dan diukur adalah rekahan-rekahan yang memotong garis pengamatan, yang dilakukan sepanjang garis pengamatan dibatasi oleh ketinggian dari pengamat. Data-data yang perlu dikumpulkan dari rekahan dalam pengamatan antara lain nomor identitas rekahan, jarak dari datum (cm), jurus dan kemiringan rekahan, ketebalan (cm), panjang (cm), tipe rekahan, bentuk rekahan, dan material pengisi jika ada (Gambar 5.7). Data rekahan hasil scanline terlampir (Lampiran G).
79
Lokasi Pengambilan Data
Gambar 5.8 Lokasi Pengambilan Data Rekahan
Pengukuran rekahan dilakukan pada daerah yang cukup berdekatan yang mempunyai zona struktur yang sama pada fasies yang berbeda yaitu fasies Foraminifera Floatstone, fasies Molusca Floatstone, dan fasies Coral Bafflestone (Gambar 5.8) 1. Lokasi 1 (KN-12, Karangnangge-Gunungguruh) (Foto 5.1) Posisi Awal
: S06 ° 56'53.6"; E106° 52'57.8"
Fasies
: Foraminifera Floatstone
Kedudukan garis pengukuran : 5 °, N197 ° E Jarak scanline
: 7 mete r
Kedudukan lapisan
: masif
Pada fasies Foraminifera Floatstone ini diperoleh beberapa kelompok rekahan yang telah mengalami pemilahan data, yaitu: a. Rekahan geser berpasangan (shear fracture), terdapat dua kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 121o E/61o dan N 337o E/15o.
80
b. Stilolit, terdapat satu kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 290o E/51o c. Rekahan tarik (extension fracture), memiliki dua kelompok orientasi arah dominan yaitu: N 290o E/63o dan N 55o E/72o.
Foto 5.1 Scanline pada Lokasi 1 (KN-12, Karangnangge-Gunungguruh)
2. Lokasi 2 (KN-13, Karangnangge-Gunungguruh) (Foto 5.2) Posisi Awal
: S06 ° 56'54.7"; E106° 52'58.2"
Fasies umum
: Molusca Floatstone
Kedudukan garis pengukuran
: 3 °, N348 ° E
Jarak scanline
: 5 mete r
Kedudukan lapisan
: masif
Pada fasies Molusca Floatstone ini diperoleh beberapa kelompok rekahan yang telah mengalami pemilahan data, yaitu: a. Rekahan geser berpasangan (shear fracture), terdapat dua kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 80o E/63o dan N 299o E/85o. b. Stilolit, terdapat satu kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 224o E/23o c. Rekahan tarik (extension fracture), memiliki dua kelompok orientasi arah dominan yaitu: N 202o E/50o dan N 179o E/67o.
81
Foto 5.2 Scanline pada Lokasi 2 (KN-13, Karangnangge-Gunungguruh)
3. Lokasi 3 (KN-14, Karangnangge-Gunungguruh) (Foto 5.3) Posisi Awal
: S06° 56’ 56.0"; E106° 52’ 58.6"
Fasies
: Coral Bafflestone
Kedudukan garis pengukuran : 5 °, N245 ° E Jarak scanline
: 6 mete r
Kedudukan lapisan
: masif
Pada fasies Coral Bafflestone ini diperoleh beberapa kelompok rekahan yang telah mengalami pemilahan data, yaitu: a. Rekahan geser berpasangan (shear fracture), terdapat dua kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 277o E/79o dan N 160o E/72o. b. Stilolit, terdapat dua kelompok orientasi arah dominan, yaitu: N 305o E/44o dan N 40o E/54o.
82
Foto 5.3 Scanline pada Lokasi 3 (KN-14, Karangnangge-Gunungguruh)
5.3.2 Pemilahan Data Pemilahan data perlu dilakukan sejak awal antara rekahan alami dan rekahan yang tidak alami (induced fractures). Rekahan yang tidak alami merupakan rekahan akibat aktivitas manusia umumnya akibat aktivitas penambangan di daerah penelitian (Gambar 5.9 dan Foto 5.4). Pemilahan dilakukan berdasarkan pola, kemenerusan, dan orientasi rekahan. Rekahan tanpa orientasi dominan atau mempunyai orientasi dan ketebalan anomali dari arah dan ketebalan umum dapat diasumsikan sebagai induced fractures, sehingga tidak dapat diikutsertakan dalam tahap pengolahan data.
83
Gambar 5.9 Contoh sketsa rekahan yang tidak alami akibat penambangan yang merupakan induced fractures (Nelson, 1985)
Foto 5.4 Rekahan-rekahan akibat penambangan yang merupakan induced fractures pada lokasi 1
Pemilahan data juga dilakukan berdasarkan jenis rekahan yang dilakukan pada saat pengamatan di lapangan langsung, dengan melihat geometri atau jenis pergerakannya. Pemilahan data rekahan selanjutnya berdasarkan orientasinya, orientasi yang relatif sama atau masih dalam satu kuadran dikumpulkan dalam satu set rekahan.
5.3.3. Pengolahan Data Karakterisasi rekahan dalam penelitian ini berupa distribusi rekahan dan intensitas rekahan dalam fasies batugamping yang berbeda. Data rekahan yang
84
diperoleh dari singkapan di beberapa lokasi pengamatan hanya merepresentasikan sebagian kecil area dari suatu jalur sesar anjakan-lipatan. Observasi rekahan terbatas pada skala tertentu sehingga harus diketahui scaling (karakter penskalaan) dari parameter-parameter properti rekahan yang bertujuan untuk pengisian data pada skala yang berbeda, dengan skala pengamatan (scale gap) dengan mengetahui ekstrapolasi dari data yang ada (Koestler et al., 1995). Oleh karena itu, pola distribusi sistem rekahan perlu diketahui (distribusi normal, logaritmik, atau eksponensial). Analisis
kuantitatif
terhadap
data
rekahan
dalam
penelitian
ini
menggunakan pendekatan metode fungsi pangkat (power law) (McCaffrey et al., 1994; Sanderson et al., 1994; Marret, 1996; op cit. Sapiie, 1998). Menurut Mandelbrot (1982) dan Turcotte (1993), rumus atau persamaan matematis yang digunakan dalam menganalisa fraktal disebut sebagai Power Law, yakni : N = k (S) –c S = Spasi Rekahan N = Jumlah kumulatif rekahan yang mempunyai spasi ≥ S K = Konstanta C = konstanta empiris ”Dimensi Fraktal”, merupakan kemiringan (slope) garis kurva
Spasi Rekahan
Spasi rekahan merupakan jarak tegak lurus antara dua buah rekahan yang berdampingan dalam satu kelompok rekahan yang dipotong oleh garis scanline yang dibuat pada analisa singkapan. Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 2002). Jarak yang diukur selama pengamatan di lapangan masih merupakan jarak semu karena pengukuran jarak mengikuti scanline sehingga yang diperoleh belum tentu jarak tegak lurus antar dua rekahan. Oleh karena itu, perlu dihitung dan diketahui spasi rekahan sebenarnya pada tiap set rekahan (Lampiran G). Kemudian dilakukan pengeplotan antara spasi rekahan dengan jumlah 85
kumulatifnya pada grafik log-log sehingga dapat diketahui pola distribusi dari spasi rekahan terhadap jumlah kumulatifnya. Spasi dihitung dengan rumus sebagai berikut: Si = So x Cosβ x Cosα x Cosө Si
: Spasi rekahan sebenarnya
β
: Sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal
α
: Sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan
ө
: Sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal
So
: Spasi semu yaitu jarak yang diukur di lapangan Menurut Nelson (2001) spasi rekahan dikontrol oleh beberapa parameter
geologi antara lain komposisi, ukuran butir, porositas, ketebalan, posisi struktur geologi.
1. Lokasi 1 (KN-12, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Foraminifera Floatstone
Gambar 5.10 Grafik log-log antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatifnya pada lokasi 1 setelah diregresi Power Law
Pada fasies Foraminifera Floatstone didapat persamaan y = 120.4x-0.40 dan y = 1043.x-1.34 serta memperlihatkan grafik yang memiliki dua set data hubungan distribusi kumulatif spasi rekahan (Gambar 5.10).
86
2. Lokasi 2 (KN-13, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Molusca Floatstone
Gambar 5.11 Grafik log-log antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatifnya pada lokasi 2 setelah diregresi Power Law
Pada fasies Molusca Floatstone didapat persamaan y = 37.65x-0.26 dan y = 329.0x-1.37 serta memperlihatkan grafik yang memiliki dua set data hubungan distribusi kumulatif spasi rekahan (Gambar 5.11).
3. Lokasi 3 (KN-14, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Coral Bafflestone
Gambar 5.12 Grafik log-log antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatifnya pada lokasi 3 setelah diregresi Power Law
87
Pada fasies Coral Bafflestone didapat persamaan y = 52.12x-0.22 dan y = 588.2x-1.16 serta memperlihatkan grafik yang memiliki dua set data hubungan distribusi kumulatif spasi rekahan (Gambar 5.12).
Interpretasi Data yang telah diplot pada grafik linier dan log-log, kemudian diregresi dengan tujuan untuk dapat memprediksi hubungan dari data tersebut. Setelah dilakukan regresi, maka diperoleh nilai R2 yang merupakan koefisien determinasi dengan besaran angka 0 sampai 1 yang menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi dengan data yang ada. Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, maka garis regresi tersebut semakin terpercaya atau semakin mendekati sebenarnya. Grafik distribusi kumulatif spasi rekahan pada ketiga lokasi menunjukkan adanya 2 set distribusi data rekahan pada masing-masing lokasi yang mempunyai fasies yang berbeda. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar. Terjadinya hal ini ditafsirkan sebagai akibat dari pengaruh struktur yang kompleks pada daerah penelitian dan perbedaan tekstur batugamping. Dua distribusi rekahan yang ada kemungkinan dipengaruhi oleh strukturstruktur utama di daerah penelitian yaitu sesar naik dan sesar mendatar, terutama posisi lokasi penelitian yang dekat dengan struktur-struktur tersebut. Sesar-sesar tersebut diperkirakan ikut mempengaruhi terbentuknya maupun reaktivasi rekahan di lokasi penelitian. Hal tersebut memberikan asumsi bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi intensitas rekahan yang terbentuk pada ketiga fasies tersebut. Oleh karena itu, daerah penelitian yang mempunyai beberapa garis regresi spasi rekahan merupakan hal yang sewajarnya karena dipengaruhi struktur yang kompleks yang terletak pada zona sesar anjakan-lipatan. Hubungan antara spasi rekahan dengan jumlah kumulatif rekahan menggunakan persamaan Power Law: y = k (x)-c y = jumlah kumulatif rekahan,
88
x = besar spasi atau panjang rekahan, k = konstanta proporsionalitas (constant of proportionality), c = dimensi fraktal Distribusi power law merupakan penciri utama dari distribusi fraktal (Mandelbrot, 1982 op. cit. Turcotte, 1997). Sedangkan menurut Turcotte (1997) distribusi fraktal menandakan kondisi scale invariant, yang berarti memiliki distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda.
Intensitas Rekahan Hubungan sistem rekahan terhadap tekstur batugamping dan struktur
geologi terdekat dapat diketahui dengan melakukan pengeplotan data spasi rekahan pada grafik log-log pada setiap fasies batugamping di setiap lokasi pengamatan. Selain itu dihitung intensitas rekahan pada tiap fasies batugamping di setiap lokasi pengamatan yang diharapkan akan memberikan gambaran mengenai hubungan terhadap struktur yang berkembang. Dalam penentuan intensitas rekahan, dilakukan pendekatan yang sederhana dengan membandingkan frekuensi rekahan pada setiap interval jarak yang diukur.
Selanjutnya dihitung intensitas rekahan pada setiap tekstur batugamping yang ada dengan menggunakan rumus di atas. Setelah dilakukan perhitungan hasil yang ada diplot pada grafik yang menghubungkan antara densitas rekahan dengan jarak pengukuran.
1. Lokasi 1 (KN-12, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Foraminifera Floatstone
89
Gambar 5.13 Grafik hubungan antara intensitas rekahan pada tiap jarak interval pengukuran.
Grafik di atas (Gambar 5.13) menunjukkan bahwa intensitas stilolit berbanding terbalik dengan intensitas EF (Extension Fractures). Pada lokasi yang mempunyai intensitas EF tinggi, maka intensitas stilolit rendah dan sebaliknya. Pada lokasi 1, intensitas SF (Shear Fractures) relatif sangat rendah dibandingkan dengan intensitas stilolit dan EF.
2. Lokasi 2 (KN-13, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Molusca Floatstone
Gambar 5.14 Grafik hubungan antara intensitas rekahan pada tiap jarak interval pengukuran.
Grafik di atas (Gambar 5.14) relatif masih menunjukkan bahwa intensitas stilolit berbanding terbalik dengan intensitas EF (Extension Fractures). Pada 90
lokasi yang mempunyai intensitas EF tinggi, maka intensitas stilolit akan rendah dan sebaliknya. Pada lokasi 2, intensitas SF (Shear Fractures) juga relatif masih sangat rendah dibandingkan dengan intensitas stilolit dan EF.
3. Lokasi 3 (KN-14, Karangnangge-Gunungguruh) Fasies Coral Bafflestone
Gambar 5.15 Grafik hubungan antara intensitas rekahan pada tiap jarak interval pengukuran.
Grafik di atas (Gambar 5.15) memperlihatkan bahwa intensitas stilolit relatif berbanding terbalik dengan intensitas SF (Shear Fractures) kecuali pada jarak tertentu. Pada lokasi yang mempunyai intensitas SF tinggi, maka intensitas stilolit akan rendah dan sebaliknya. Pada lokasi 2, intensitas EF (Extension Fractures) relatif sangat rendah dibandingkan dengan intensitas stilolit dan EF. Hal ini berlainan dengan kedua lokasi sebelumnya yang mempunyai EF lebih tinggi dari SF, sedangkan intensitas SF relatif lebih tinggi dari dua lokasi yang lain. Dari hasil perhitungan serta grafik yang diperoleh, selanjutnya dilakukan perbandingan nilai intensitas rekahan dari tiap lokasi (Tabel 6.1).
Lokasi
Fasies
Jenis Rekahan
Intensitas
rata- Persen Intensitas
rata (1/cm) 1
Foraminifera Floatstone
Stylolite
0.062
6.2 %
91
2
Molusca Floatstone
3
Coral Bafflestone
EF
0.074
7.4 %
Vuggy
0.036
3.6 %
SF
0.015
1.5 %
Stylolite
0.043
4.3 %
EF
0.045
4.5 %
Vuggy
0.01
1.0 %
SF
0.02
2.0 %
Stylolite
0.033
3.3 %
EF
0.01
1.0 %
Vuggy
0.0175
1.75 %
SF
0.048
4.8 %
EF = Extension Fractures, SF = Shear Fractures Tabel 5.1 Intensitas rekahan pada fasies batugamping daerah penelitian
Nilai persen stilolit tertinggi pada fasies Foraminifera Floatstone (6.2 %) pada lokasi 1, diikuti Molusca Floatstone (4.3 %) pada lokasi 2, dan yang terendah pada fasies Coral Bafflestone (3.3 %) pada lokasi 3. Nilai persen EF (Extension Fractures) tertinggi pada fasies Foraminifera Floatstone (7.4 %), diikuti Molusca Floatstone (4.5 %), dan yang terendah pada fasies Coral Bafflestone (1.0 %). Nilai persen vuggy tertinggi pada fasies Foraminifera Floatstone (3.6 %), diikuti Coral Bafflestone (1.75 %), dan yang terendah pada fasies Molusca Floatstone (1.0 %). Nilai persen SF (Shear Fractures) tertinggi pada fasies Coral Bafflestone (4.8 %), diikuti Molusca Floatstone (2.0 %), dan yang terendah pada fasies Foraminifera Floatstone (1.5 %).
Interpretasi Dari grafik intensitas rekahan terlihat bahwa intensitas rekahan pada lokasi 3 mempunyai karakter yang berbeda dari dua lokasi yang lain (lokasi 1 dan 2). Hal tersebut diinterpretasikan sebagai akibat oleh adanya pengaruh perbedaan fasies pada satuan batugamping daerah penelitian. Pengaruh tersebut ditunjukkan oleh
92
adanya fasies pada lokasi 3 (Coral Bafflestone) yang mempunyai perbedaan fasies paling signifikan dibandingkan dengan fasies pada dua lokasi yang lain (Molusca Floatstone dan Foraminifera Floatstone), hal ini menunjukkan bahwa perbedaan fasies dapat mempengaruhi intensitas rekahan. Fasies yang berbeda dapat mempunyai respon yang berbeda juga jika diberikan suatu gaya yang sama, hal ini diperkirakan akibat adanya perbedaan densitas yang dapat menyebabkan perbedaan intensitas. Akan tetapi, pengaruh struktur geologi juga dapat mempengaruhi intensitas rekahan, hal ini ditunjukkan adanya intensitas rekahan gerus (shear fractures) pada fasies Coral Bafflestone mempunyai nilai paling besar (diantara ketiga fasies penelitian yang diasumsikan adanya gejala pengaruh struktur yang berbeda dari yang lain. Stilolit pada lokasi 1 (fasies Foraminifera Floatstone) mempunyai intensitas paling besar diantara ketiga lokasi. 5.3.4 Analisis Hubungan Sistem Rekahan Batugamping dengan Fasies Batugamping Berdasarkan pengolahan data rekahan dan interpretasinya, maka hubungan antara sistem rekahan dengan fasies batugamping dapat dianalisa. Sistem rekahan pada tiap fasies yang dianalisa berasosiasi dengan struktur geologi di sekitar lokasi penelitian. Sistem rekahan tersebut diinterpretasikan berkaitan dengan dua struktur geologi utama berupa sesar-sesar mendatar dan sesar naik daerah penelitian, hal ini ditunjukkan oleh distribusi spasi rekahan yang mempunyai dua pola yang berbeda pada tiap fasies. Perbedaan intensitas rekahan pada masing-masing fasies menunjukkan setiap fasies memberikan respon dan pengaruh yang berbeda dalam pembentukan sistem rekahan. Gejala pengaruh struktur geologi yang berbeda pada fasies tertentu menunjukkan intensitas rekahan juga dipengaruhi oleh struktur yang ada. Hal ini sesuai dengan penelitian Nelson (1985) yang menjelaskan bahwa intensitas rekahan merupakan fungsi dari litologi, jarak dari bidang sesar, besar pergeseran sesar, strain total di dalam batuan, kedalaman burial, dan jenis (kinematika) sesar. Pada ketiga fasies daerah penelitian dapat diinterpretasikan bahwa perbedaan intensitas
rekahan
tersebut
dipengaruhi
oleh
litologi
(perbedaan
fasies
batugamping) dan jenis (kinematika) sesar.
93
Stilolit pada sistem rekahan daerah penelitian mempunyai arah jurus dan kemiringan yang berbeda-beda. Stilolit yang relatif berarah sejajar dengan arah jurus dan kemiringan lapisan fasies batugamping, diinterpretasikan merupakan hasil pelarutan akibat pembebanan (burial). Sedangkan stilolit yang mempunyai arah
jurus
dan
kemiringan
relatif
memotong
atau
tegak
lurus
lapisan,diinterpretasikan stilolit tersebut lebih dipengaruhi oleh tektonik. Stilolit pada lokasi 1 (fasies Foraminifera Floatstone) mempunyai intensitas paling besar, hal ini diinterpretasikan adanya pengaruh struktur geologi yang lebih dominan, ketebalan yang lebih besar, atau keberadaan lapisan batugamping fasies ini yang terletak di bawah lapisan yang lain.
5.3.5 Analisis Hubungan Pola Rekahan dengan Struktur Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan arah dominan kelompok rekahan pada masing-masing fasies, hubungan pola rekahan dengan struktur daerah penelitian dapat dianalisis lebih lanjut. Rekahan-rekahan tersebut merupakan struktur penyerta dari zona struktur yang lebih besar, yang dapat dikontrol oleh struktur utama atau struktur yang lebih kecil. Dilihat dari Peta Geologi dan Peta Struktur, lokasi penelitian (Gambar 5.8) berada pada zona struktur geologi yang sama yang berupa lipatan dan sesar mendatar. Hal ini sesuai dengan analisis distribusi kumulatif spasi rekahan yang menunjukkan adanya pengaruh dua stuktur geologi. Kelompok rekahan yang menunjukkan arah dominan seharusnya dapat mewakili dan menunjukkan pola rekahan yang berasosiasi dengan zona struktur tersebut. Masing-masing fasies mempunyai kelompok rekahan dengan arah dominan tertentu. Kelompok rekahan yang dianalisis terutama rekahan gerus, rekahan terbuka, dan stilolit. Kelompok rekahan tersebut kemudian dianalisis untuk menunjukkan arah tegasan dari pola rekahan yang berasosiasi dengan zona struktur geologinya berdasarkan model Pure Shear dan Simple Shear (Gambar 5.17). Hasil analisis menunjukkan masing-masing kelompok rekahan dengan arah dominan pada tiap-tiap fasies mempunyai karakteristik pola rekahan dan arah tegasan yang berkaitan dengan zona lipatan dan sesar mendatar (Gambar 5.16).
94
Kelompok rekahan gerus pada masing-masing fasies batugamping di lokasi penelitian menunjukkan pola rekahan yang berhubungan terutama dengan zona sesar mendatar yang mempunyai arah tegasan maksimum relatif NW – SE (pada daerah penelitian berupa Sesar Mendatar Karangnangge dengan pergerakan mengiri) dan berada pada sayap lipatan dari sinklin.
Kelompok rekahan terbuka pada masing-masing fasies batugamping di lokasi penelitian menunjukkan pola rekahan yang berhubungan terutama dengan lipatan (arah tegasan maksimum relatif N – S dan NNE – SSW) dan sesar mendatar (arah tegasan maksimum relatif NW – SE dan NE – SW).
Kelompok stilolit pada masing-masing fasies mempunyai arah dominan yang relatif berhubungan dengan pola rekahan terbuka (arah tegasan maksimum relatif NW – SE dan NE SW). Hal ini menunjukkan kelompok stilolit dominan yang berada di lokasi penelitian terutama berhubungan dengan sesar mendatar. Akan tetapi, selain kelompok berarah dominan, terdapat stilolit dengan arah tegasan maksimum tegak lurus dengan kedudukan lapisannya yang diinterpretasikan sebagai hasil dari pembebanan (burial) ketika pengendapan atau akibat dari tektonik dengan arah tegasan maksimum sejajar dengan arah tegasan pada saat burial.
95
FORAMINIFERA FLOATSTONE SF
N 121°E/ 61° N 337°E/ 15°
EF
ST
N 290°E/ 63° N 55°E/ 72°
N 290°E/ 51°
MOLUSCA FLOATSTONE ST SF
N 224°E/ 23°
N 80°E/ 63° N 299°E/ 85°
CORAL BAFFLESTONE SF
N 277°E/ 79° N 160°E/ 72°
EF
N 305°E/ 44°
N 202°E/ 50° N 179°E/ 67°
ST
N 40°E/ 54°
Gambar 5.16 Kelompok rekahan pada fasies batugamping penelitian dengan masing-masing arah dominan yang berupa rekahan gerus (SF), stilolit (ST), dan rekahan terbuka (EF).
96
Gambar 5.17 Analisis pola rekahan yang berhubungan dengan struktur lipatan dan sesar mendatar di sekitar lokasi penelitian
97
5.3.6 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem rekahan batugamping di lokasi penelitian dikontrol oleh litologi (fasies batugamping) dan struktur geologi. Pengaruh fasies batugamping pada sistem rekahan ditunjukkan oleh perbedaan fasies dengan perbedaan intensitas rekahan. Hal ini sesuai dengan penelitian Nelson (2001) yang menyatakan bahwa kekuatan batuan secara relatif berhubungan dengan intensitas rekahan pada singkapan batuan brittle. Pengaruh struktur geologi ditunjukkan oleh adanya perbedaan distribusi spasi rekahan dan analisis pola rekahan, dalam hal ini terutama jenis struktur dan posisi struktur geologi terhadap sistem rekahan fasies batugamping. Sistem rekahan fasies batugamping lokasi penelitian dipengaruhi oleh dua struktur geologi utama yang terdekat berupa sesar mendatar dan lipatan. Berdasarkan analisis lebih lanjut pada kelompok rekahan dominan fasies batugamping di sekitar lokasi penelitian, diperoleh bahwa pola rekahan setempat berhubungan dengan sesar mendatar yaitu Sesar Karangnangge dan berada pada sayap lipatan dari lipatan sinklin. Karakteristik rekahan batugamping yang berbeda pada daerah penelitian dipengaruhi oleh dua struktur geologi utamadan perbedaan fasies batugamping. Stilolit pada fasies batugamping di lokasi penelitian diinterpretasikan terbentuk oleh dua faktor yaitu hasil pelarutan akibat pembebanan (burial) dan pengaruh tektonik setempat terutama zona sesar mendatar terdekat (Sesar Mendatar Karangnangge).
98