BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Propinsi Bali dengan titik lokasi penelitian
Kabupaten Bangli. Bangli berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, kabupaten Klungkung dan Karangasem di timur, dan kabupaten Klungkung, Gianyar di selatan serta Badung dan Gianyar di sebelah barat. Bangli mempunyai luas sebesar 520,81 km². Penduduknya berjumlah 213.808 jiwa. Obyek wisata di daerah ini antara lain adalah danau Batur. Ibu kotanya berada di Bangli. Bangli mempunyai 4 kecamatan, diantaranya; Kintamani, Susut, Tembuku, dan Bangli, serta memiliki 4 kelurahan dan 56 desa. Bila dilihat dari penggunaan tanahnya, dari luas wilayah yang ada sekita 2.890 Ha merupakan lahan sawah, 29.087 Ha merupakan lahan kering, 9,341 Ha merupakan hutan Negara, 7.719 Ha merupakan tanah perkebunan dan sisanya seluas 3.044 Ha merupakan lahan lain-lain (jalan, sungai dan lain-lain). Dalam penelitian ini, peneliti menitik lokasikan di Kecamatan Bangli, dan terfokus dalam pengolahan limbah perkotaan (MSW) dan sumber bahan baku limbah lain agar mampu dikelola dengan optimal dalam penghasil energi. Ditinjau dari subsistem sampah lingkungan perkotaan (MSW) Kecamatan Bangli dan tinjauan industri sumber energi PLTS dan PLTBm agar mampu terintegrasi secara optimal. Sehingga energi listrik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan guna terciptanya mandiri energi.
52
53
5.1.1
Limbah Perkotaan Bangli (MSW) Limbah perkotaan kecamatan bangli secara umum terdiri dari limbah rumah tangga yang berupan limbah organik dan nonorganik. Limbah organik rumah tangga yang dihasilkan dari produk pertanian dapat dimanfatkan sebagai bahan baku biogas, sedangkan limbah nonorganik basah dapat dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai bahan baku briket atau produk lain. Luas lahan TPA regional bangli seluas 4,75 Ha dengan pembagian luas operasional yaitu; titik lokasi I, 0,99 Ha, lokasi II 1,02 Ha dan Area IPL 0,82 Ha termasuk infrasuktur dan BPPT. Jumlah volume sampah yang ditimbun selama 10 tahun sebesar 503.531,69 m3, dengan desain kapasitas total sebesar 549.663,38 m3. Jika kondisi ini dipertahankan maka penampungan dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan, TPA bangli tidak dapat menampung kembali limbah perkotaan (MSW).
Gambar
5.1.
menunjukan
limbah
perkotaan
penampungan sampah Kabupaten Bangli.
Gambar 5.1. Kondisi limbah perkotaan TPA Bangli
ditempat
54
5.1.2
Kondisi TPA Sekarang Kondisi TPA Bangli saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam penggunaanya. Debit sampah perkotaan yang dihasilkan di bangli saat ini sebesar 180 m3 perhari (Sumber: Upt Pengolahan Sampah) dan limbah bambu di bangli sebesar 36,1 ton per hari (IAED, 2012). Dalam kondisi seperti ini, jika limbah perkotaan tidak dimanfaatkan maka semakin menumpuk limbah perkotaan dan berkurangnya lahan produktif di Kabupaten Bangli. Selain itu dari jumlah sampah tersebut dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut. Tabel 5.1. Klasifikasi Limbah Perkotaan Jenis Limbah Plastik, gabus Kertas, kardus Pertanian,Sisa makanan Kaca, Keramik,beton Jumlah
Prosentase 30% 20% 40% 10% 100%
Volume Limbah (M3) 54 36 72 18 180
Fluktuasi sampah perharinya lebih jelas terlihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 5.2. Grafik Fluktuasi Sampah Perhari
55
5.2
Kondisi Industri Energi Industri energi di Bangli terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) 1 MW dengan daya yang dihasilkan sebesar 0,7 MW atau 700 KWh, namun dalam hal ini, pemanfaatan PLTS langsung mensuplai gardu induk, sehingga penggunaan PLTS hanya mampu memberikan daya disiang hari. Gambar 5.2. kondisi PLTS saat ini.
Gambar 5.3. Kondisi PLTS Bangli Sedangkan kebutuhan listrik Bangli yang disuplai PLN sebesar 12 MW (Sumber: PLN Unit Distribusi Bali), dalam kondisi seperti ini diperlukan sebuah integrasi energi dengan melihat potensi yang ada disekitar dalam pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terpakai. Penggunaan sumber daya alam sisa dalam hal ini dapat diterapkan prinsip 3R (Reduse, Reuse, dan Recylce). Penggunaan sumber daya alam sisa antara lain penggunaan limbah perkotaan.
56
5.3 Potensi Sumber Energi Lain di Bangli Potensi lain pembangkit listrik juga bisa didapatkan dari limbah bambu yang dihasilkan dari industri kecil dan menengah. Luas lahan tanaman bambu 120,5 ha (IAED, 2012). Gambar 5.3. menunjukan potensi bambu sebagai pembangkit energi. Potensi energi yang dihasilkan dari limbah bambu secara ilustrasi digambarkan tabel 5.2 sampai 5.4.
Gambar 5.4. Potensi bambu sebagai sumber energi (Sumber: PT IAED, 2012)
Potensi Lahan tanaman Bambu
Produk Kerajinan Jumlah Bambu
Energi Dari limbah bambu
Limbah Bambu
Luas Lahan
Ton/th Persiapan
Pcs/th Ton/th
Ton/th Produksi
Gambar 5.5. Aliran produksi biomasa dari bambu (Sumber: PT IAED, 2012)
57
Bambu merupakan produk hasil pertanian yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan, diantaranya; sebagai bahan baku industri kecil dan menegah dibidang kerajinan, sebagai bahan baku mebel, sebagai bahan baku bangunan ramah lingkungan dan berbagai produk lain yang memiliki nilai jual tinggi. Pemanfaatan bambu sebagai bahan utama produk primer dan sekunder juga memiliki limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai supply energi listrik dengan berbagai cara, diantaranya; gasifikasi limbah bambu, briket limbah bambu dan beberapa sistem pengolahan lain. Bangli selain memiliki beberapa limbah MSW yang belum termanfaatkan sebagai energi secara optimal, limbah bambu juga berpotensi sebagai bahan baku (raw material) energi listrik. Dari tinjauan pustaka hasil survei produksi bambu di Bangli terdapat 120,5 Ha lahan tanaman bambu kusus untuk industri kecil dan menengah (hasil survei PT IAED). Dalam hal ini limbah bambu berpotensi sebagai bahan baku energi, dari hasil survei luas lahan tanaman bambu 120,5 Ha mampu mengasilkan limbah sebanyak 36,1 ton/hari. Limbah bambu sejumlah 36,1 ton/hari tersebut dihasilkan dari sejumlah industri-industri pengrajin bambu seperti : household handicraft (HH), MicroSmall Scale Household Handycraft (MSHH) dan sejumlah industri gedeg yang ada dibangli, jumlah industri-industri pengrajin yang ada di Bangli tersebut cukup banyak, yaitu ada sekitar 200 industri-industri pengrajin bambu, industri-industri pengrajin bambu tersebut terdiri dari HH, MSHH dan gedeg. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi jumlah bambu dari bebrapa industri-industri pengrajin bambu tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2, tabel 5.3 dan tabel 5.4 sebagai berikut
58
Tabel 5.2 Perkiraan perhitungan potensi bambu-limbah yang dihasilkan oleh responden – HH household handicraft (Sumber: PT IAED, 2012)
Tabel 5.3 Perkiraan perhitungan limbah bambu yang diproduksi oleh respondenMSSHH Micro-Small Scale Household Handycraft (Sumber: PT IAED, 2012)
59
Tabel 5.3 Perkiraan perhitungan dari produk sampingan dari responden-MSSHH (Gedeg) (Sumber: PT IAED, 2012)
Terlihat pada ketiga tabel tersebut diatas bahwa limbah bambu yang paling banyak dihasilkan dari jenis industri HH yang berjumlah sekitar 178 HH, dari 178 HH tersebut dapat menghasilkan limbah bambu sebesar 31,1 limbah bambu. Sedangkan dari industri MSSHH dari industri gedeg hanya mampu menghasilkan limbah bambu sebesar 4,4 ton per hari dan 0,6 ton per hari saja. Sehingga total limbah bambu yang dihasilkan dari industri-industri pengrajin bambu yang ada dibangli tersebut adalah sekitar 36,1 ton/hari.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Optimalisasi Energi Optimalisasi energi dalam penggunaan limbah perkotaan di Bangli dapat
di integrasikan antara Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) dengan PLTS. Limbah perkotaan yang dihasilkan di Bangli sebagai berikut; 30% limbah perkotaan merupakan limbah jenis plastik, 20% merupakan limbah jenis kertas/kardus dan organik, pertanian, sisa makanan sebanyak 40%, dan 10% kaca/keramik merupakan limbah yang tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk energi. Jika limbah perkotaan menghasilkan 180 m3 limbah kota, maka 54 m3 berupa plastik, 36 m3 berupa kertas/kardus dapat digunakan sebagai bahan baku briket. 72 m3 berupa limbah organik, pertanian & sisa makanan. Dalam hal ini, limbah organik, pertanian & sisa makanan sebesar 72 m3
tetap dimanfaatkan
dimanfaatkan sebagai bahan baku briket dan bambu yang langsung masuk ke tungku pembakaran untuk menghasilkan uap panas Tabel 6.1 memperlihatkan neraca massa limbah dan pemanfaatanya. Tabel 6.1 Neraca Massa limbah MSW Bahan Baku Plastik,Gabus Kertas Pertanian Kaca Bambu Jumlah
Masuk Ke TPA (m3) 54 36 72 18 38,3 218,3
TPA Ke Industri Inergi (m3) 54 36 72 0 38,3 200,3
60
Sisa Tidak Terpakai (m3) 0 0 0 18 0 18
61
Gambar 6.1. Neraca Massa Limbah msw 6.2
Produksi Energi dari Limbah Perkotaan (MSW) Dalam produksi energi dari limbah perkotaan (msw) semuanya dirubah
menjadi energi listrik melalui proses pembakaran dalam sebuah pembangkit listrik ketel uap atau boiler. 6.2.1 Produksi energi MSW kering Ditinjau dari limbah perkotaan (MSW) kering plastik kertas diolah menjadi uap panas dan uap panas tersebut dimanfaatkan untuk menjadi energi listrik. Perhitungan energi yang dihasilkan oleh limbah kering berupa: kertas dan plastik dengan jumlah limbah 90 m3. Diketahui limbah kertas 20%, limbah plastik 30% dari limbah total yang dihasilkan maka : Kertas 20%
= 36 m3
Plastik 30%
= 54 m3
Hasil uji laboratorium limbah plastik dan kertas (lampiran) yaitu :
62
Nilai kalor (LHV)
= 17,65 MJ/kg = 17650 kJ/kg
Massa jenis sampah ( ρ )
= 0,4 kg/liter
Energi panas (Q) = m x LHV Diketahui
m
= ρ x volume = 1 m3
x 90 m3
= 1.000 liter = = 36.000 kg
Q
= 36.000 kg x 17650 kJ/kg = 635.400.000 kJ
1 kJ
= 0.000278 kWh ( Sumber: Konversisatuan.com )
Maka 635.400.000 kJ
= 176641,2 kWh = 176,6412 MWh
Dari limbah kering kertas dan plastik sebanyak 90 m3 mampu menghasilkan enegri listrik sebesar 176,6412 MWh 6.2.2 Produksi energi MSW organik basah Ditinjau dari limbah organik basah dari limbah tanaman, pertanian, sisa makanan dan sejenisnya yang diolah didalam boiler dengan jumlah limbah basah dari organik tanaman, sisa makanan & pertanian sebanyak 40 % limbah = 72 m3 maka : Dari hasil uji laboratorium limbah basah organik yaitu: Nilai kalor (LHV)
= 14,941 Mj/kg = 14941 kJ/kg
Massa jenis sampah (ρ)
= 0,4 kg/liter
Dalam 100% limbah organik mampu menghasilkan 20% limbah kering.
63
Limbah organik sebanyak 72 m3 dengan hasil uji dimana limbah organik basah menghasilkan 20% limbah organik kering atau sama dengan 14,4 m3 limbah, maka : Produksi limbah organik Energi panas (Q) = m x LHV Diketahui
m
= ρ x volume = 1 m3
x 14,4 m3
= 1.000 liter = = 5.760 kg
Q
= m x LHV = 5.760 kg x 14941 kJ/kg = 86.060.160 kJ
1 kJ
= 0.000278 kWh (sumber: konversisatuan.com)
Maka 86.060.160 kJ
= 23924,72 kWh = 23,92 MWh
Dari limbah kering organik, pertanian & Sisa makanan sebanyak 72 m3 mampu menghasilkan enegri listrik sebesar 23,92 MWh 6.2.3
Studi Kelayakan limbah bambu menjadi energi Seperti diketahui pada sub-bab 5.3, bahwa bambu memiliki potensi energi yang cukup melimpah yaitu 36,1 ton per hari maka hasil tinjauan kelayakan bambu sebagai bahan baku lain penghasil energi dapat diestimasikan sebagai berikut :
64
Limbah bambu sebanyak 36,1 ton/hari limbah bambu, maka : Produksi limbah bambu
= 36.100 kg
Dari hasil uji laboratorium limbah bambu yaitu: Nilai kalor (LHV)
= 15,150 Mj/kg = 15150 kJ/kg
Dari 100% limbah bambu basah mampu menghasilkan 50% limbah bambu kering atau sama dengan 19.150 kg limbah bambu kering. Energi panas (Q)
= m x LHV
Diketahui
m
= 18.050
Q
= m x LHV = 18.050 kg x 15150 kJ/kg = 273.457.500 kJ
1 kJ
= 0.000278 kWh ( Sumber: Konversisatuan.com )
Maka 273.457.500 kJ
= 76021 kWh = 76.021 MWh
Dari limbah bambu sebanyak 36,1 ton mampu menghasilkan enegri listrik sebesar 76.021 MWh 6.2.4
Potensi energi total msw Produk MSW kering menghasilkan energi : 176,64 MWh Produk MSW Organik basah menghasilkan energi : 23,92 MWh Produk limbah bambu : 76,02 MWh
65
Energi total
= 176,64 + 23,92 + 76,02 = 276,68 MWh
Gambar 6.2. Grafik Fluktuasi Energi Total Gambar diatas menunjukkan fluktuasi jumlah energi total dari limbah organik, limbah bambu dan plastik kertas per hari, secara grafis fluktuasi dari energi tersebut tidak mengalami perubahan yang cukup jauh, nilai rata-rata dari energi total tersebut adalah sekitar 276,68 MWh. 6.2.5 Neraca energi Potensi energi total dari ketiga sampah yang bisa diolah menjadi enrgi didapat 276,68 MWh energi tersebut hanya sebagian saja yang dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik karena adanya (losses) rugi-rugi pada alat pembangkit.
66
Gambar 6.3. Neraca Energi msw 6.2.6
Energi Final Sesuai dengan pertimbangan losses yang telah dilakukan dari neraca
energi diatas, maka potensi energi output yang dapat dihasilkan dari limbah msw tersebut adalah 59,06 % dari total energi inputnya. Untuk itu jumlah potensi energi output yang dapat dihasilkan tersebut yaitu sebesar : Qak
= ƞ x Qbb = 0,5906 x 276,68 MWh = 163,35 MWh = 163,35 MWh : 24 Jam = 6,80 MW
67
Gambar 6.4. Grafik Fluktuasi Energi Final Gambar diatas menunjukkan fluktuasi jumlah energi final dari limbah organik, limbah bambu dan plastik kertas per hari, secara grafis fluktuasi dari energi tersebut tidak mengalami perubahan yang cukup jauh, nilai rata-rata dari energi total tersebut adalah sekitar 6,80 MW. 6.2.7 Spesifikasi alat Setelah energi final didapat, langkah selanjutnya adalah menentukan unit pembangkit listrik yang akan digunakan. Unit pembangkit tersebut terdiri dari unit boiler sebagai penghasil steam dan unit turbin dan generator set sebagai penghasil listriknya. Sesuai dengan tema kajian energi biomassa ini, maka unit boiler yang digunakan berbahan bakar sampah biomasa, dan unit yang sesuai tersebut adalah
68
boiler jenis VEESONS GRATE TYPE BOILERS (lampiran). Berikut merupakan spesifikasi dari unit tersebut. Nama Unit boiler
: VEESONS GRATE TYPE BOILERS
Kapasitas
: 25 TPH
Pressure
: 125 kg/cm2
Temperatur
: up to 540 oC
Untuk jenis unit turbin yang dipilih adalah jenis turbin yang satu set dengan generator agar mudah dalam pemeliharaannya dan efisiensinya masih relatif tinggi. Berdasarkan brosur yang ada, maka unit turbin dan generator yang dipilih adalah type SST-111 SIEMENS (lampiran). Adapun spesifikasi dari set turbin dan generator tersebut adalah sebagai berikut : Type
: SST-111 SIEMENS turbin + generator set
Power output
: up to 12 MW
Live steam conditions Pressure
: up to 131 bar
Temperature
: up to 530° C
6.3
Upaya Integrasi PLTS dan PLTBm Sperti yang disebutkan pada bab 5.2 bahwa plts hanya mampu
menghasilkan 0,7 MW dan dari bab 6.2 PLTBm mampu menghasilkan 6.80 MW maka langkah selanjutnya adalah mengupayakan integrasi antara kedua unit power plant tersebut.
69
PLTBm
Listrik 0,02 MW PLTS 1 MW
Listrik 0,04 MW
Bambu 36,1 ton/ hari
MSW 180 m3/ hari
Kering 76,02 MWh Tungku Pembakaran
Kering 200,56 MWh
Uap Panas 204,18 MWh
Turbin & Generator Set
Listrik 0,64 MW
Listrik 163,35 MWh 6,80 MW
Energi yang dihasilkan 7,44 MW
Gambar 6.5. Integrasi PLTS dan PLTBm Terlihat pada gambar 6.5 diatas bahwa potensi energi listrik dari PLTS yang sebesar 1 MW tidak seluruhnya bisa dipakai, sekitar 30% dari 1 MW atau 0,3 MW terbuang akibat rugi-rugi pada masing-masing unit PLTS tersebut, dan sebagian lagi disuplai ke PLTBm untuk kebutuhan listrik starting awalnya, yaitu sebesar 0,06 MW sehingga suplai listrik yang dapat disalurkan untuk memenuhi permintaanya adalah hanya sebesar 0,64 MW, PLTBm sendiri dari sumber bahan bakar MSW dan limbah bambu yang ada memiliki potensi energi sebesar 276,68 MWh, namun seperti halnya pada PLTS potensi sebesar 276,68 MWh tidak seluruhnya dapat disuplai untuk memenuhi permintaan energinya, hal ini dikarenakan adanya rugi-rugi kalor pada mesin-mesin yang ada di unit PLTBm. Rugi-rugi kalor tersebut terdiri dari rugi-rugi kalor pada tungku pembakaran
70
sebesar 204,18 MWh (73,8 %), dan rugi-rugi kalor pada unit turbin dan generator set sebesar 163,35 MWh (20%). Dengan demikian supplai energi listrik yang dapat disalurkan untuk memenuhi permintaan energi tersebut hanya sebesar 163,35 MWh atau 6,80 MW. Sehingga energi listrik total yang dapat disalurkan untuk memenuhi permintaan tersebut adalah sebesar 7,44 MW ( penjumlahan antara PLTS dan PLTBm). 6.4
Analisis Ekonomi Dari perhitungan enegri yang dihasilkan diatas, maka pembangkit yang
akan dibuat sebesar 6,80 MW dengan perhitungan analisis ekonomi menghitung Nilai bersih sekarang dengan investasi energi sebesar 6,80 MW, maka : Metode Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) dari masing – masing sumber potensi energi adalah : Tabel 6.2 Biaya investasi alat pembangkit dan pembuatan pembangkit Tabel 6.3 Biaya Tahunan (Annual cost). Tabel 6.4. Pendapatan Tahunan (Benefit cost). NPV = - I + Ab (P/A,i,n) + S (P/F,i,n) – Ac (P/A,i,n) – Oh (P/F,i,n) Keterangan:
I
= Investasi
Ab = Annual Benefit Ac = Annual Cost S = Nilai Sisa
71
Oh = Overhoul n
= Umur investasi
i
= Bunga tahunan
Tabel 6.2. Biaya investasi alat pembangkit dan pembuatan pembangkit
Keterangan
Nilai 59,81 Ton/Produksi
Unit (MW)
Unit Pembangkit 6,80 Pekerja Pembuatan Pembangkit 20,00 % Pajak 7,50 % Koordinator lapang 6,00 % Trasportatin to Asia/Eropen port Land transportatin to custamer place Tanah Lokasi Pembangkit 33.000 m2 Konstruksi Start Up Konstruksi Teknisi dan Mekanik Izin Otoritas Biaya Takterduga 5,00 % Total Investasi (Investment) $/MW: (Gielen, 2012)
Harga/Unit (MW)
Total ($)
1.880.000
12.784.000 2.556.800 958.800 767.040 60.000 30.000
40
1.320.000 110.000 210.000 507.500 8.000 639.200 19.951.340
72
Tabel 6.3.Biaya Tahunan (Annual cost) Biaya Tahunan Nilai Satuan Operasional Biomass 1 $/Kg/d Pekerja 1 Paket Management Manager 1 Paket Material Lain 1 Paket Takterduga 1 Paket Kesalahan 9% PPN 10% PPH 2% Total Biaya Tahunan (Annual Cost)
Unit ($) 1.923 110.520 240.000 15.000 14.754
Total ($) 692.280 110.520 240.000 15.000 14.754 96.530 116.908 60.395 1.285.992
Tabel 6.4. Pendapatan Tahunan (Benefit cost) Pendapatan Tahunan Penjualan Listrik
Dihasilkan
:
Nilai Satuan 103.416,67 kWh/tahun
Unit Total ($) 0,080 3.019.766,67
Suku bunga tahunan = 12% n (umur pakai)
= 25 tahun
(P/A,i,n)
= 7,853
(P/F,i,n)
= 0,0588
S
= 40% dari unit pembangkit ; $ 5.113.600
OHtahun = 15% dari unit pembangkit ; $ 1.917.600 NPV
= - I + Ab (P/A,i,n) + S (P/F,i,n) – Ac (P/A,i,n) – Oh (P/F,i,n) = - $ 19.951.340 + $ 3.019.767 x (7,853) + $ 5.113.600 x (0,0588) - $ 1.285.992 x (7,853) - $ 1.917.600 x (0,0588) = $ 14.275.221 Berdasarkan nilai NPV, terdapat tiga kelayakan investasi, yaitu :
a.
NPV > 0, maka usaha layak untuk dilaksanakan
73
b.
NPV = 0, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.
c.
NPV < 0, maka usaha tidak layak untuk dijalankan
Dalam hal ini investasi dalam pengembangan dan pendirian PLTBm dan PLTS sangat baik karena NPV > 0, maka usaha layak untuk dilaksanakan. Rasio Manfaat Terhadap Biaya (B/C Ratio) :
Dimana :
Cb
= Cash Flow Benefit
Cc
= Cash Flow Cost
t
= Periode Waktu
n
= Umur Investasi
PWB = Ab (P/A,i,n)+S (P/F,i,n) = (($3.019.767) x (7,853)) + (($ 5.113.600) x (0,0588)) = $ 24.014.907 PWC = I + Ac (P/A,i,n) + Oh (P/F,i,n) = ($ 19.951.340) + (($ 1.285.992) x (7,853)) + (($ 1.917.600) x (0,0588)) = $ 30.162.993 BCR
= PWC / PWB = $ 30.162.993 / $ 24.014.907 = 1,25
74
Apabila (B/C) > 1 maka proyek atau kegiatan dinyatakan layak. Masa Pengembalian Investasi (Payback Periode) : =
x periode waktu
=
= 6,6 tahun 6.5
Tinjauan Kajian Energi Pengkajian sumber energi MSW di Kabupaten Bangli Propinsi Bali,
merupakan sebuah optimalisasi penggunaan energi dengan memanfaatkan potensi di sekitar sehingga mampu diaplikasikan sebagai sumber bahan baku energi. Tinjauan sebelumnya, lee dkk (2013) dalam studi empirik karakteristik kinerja BIPV (Building Integrated Photovoltic) sebuah sistem realisasi nol energi input, mampu meminimalkan penggunaan energi dari luar (input PLN) hingga lebih dari 50%. Tinjauan meminimlakan energi ini berdasarkan sumber potensi penghasil energi. Penggunaan bangunan sebagai potensi penghasil energi dalam tinjauan penelitiannya menggunakan luas total bangunan 2449 m2. Dibandingkan dengan potensi MSW yang ada hal ini sangat memungkinkan bahwa sumber bahan baku energi dari MSW mampu menghasilkan energi optimal. Gambar 6.2. menunjukan pembandingan penggunaan sumber energi berdasakan tinjauan sebelumnya.
75
Luas total bangunan 2449 m2, Kaca sebagai penghatar panas. (lee dkk)
Limbah MSW 180 m3
Gambar 6.6. Sumber enegri BIPV (kiri), sumber enegri MSW (kanan) Pemanfaatan energi dari bahan baku sekitar mampu menekan nilai cost dari luar (Byrne dkk, 1998)¸ dalam hal ini energi yang dihasilkan dari MSW dengan nilai investasi pembangkit energi MSW (tabel 6.2) kondisi awal membutuhkan cost tinggi dan secara berkesinambungan akan menghasilkan benefit tetapi dalam kurun waktu cukup panjang, tetapi dilihat dari sudut yang lain, lebih menguntungkan misalnya dari segi kesehatan, kebersihan, lingkungan. Penelitian ini bertitik berat pada penggunaan MSW sebagai bahan baku pembangkit energi. Gambar 6.3. lay out pemanfaatan energi MSW
76
Solar Panel
Pengguna Pengguna Pengguna Pengguna
Pembangkit Solar cell
Industri Energi Biomassa
Solar Panel
Pengguna Pengguna Pengguna Pengguna
Pembangkit Biomasa
Pos Industri Kecil hasil MSW Gudang
Kantor
Park
Park
Park
Park
Pos
Pengguna
Pengguna
Pengguna
Pengguna
Gambar 6.7. Lay Out pemanfaatan energi MSW Tabel 6.5 Penelitian sebelumnya Peneliti
Tahun
Pharta
2010
Wang, dkk
2011
Hasil Penelitian Penggunaan sampah organik di sarbagita mampu meningkatkan efisiensi pembangkit hingga 30%, efisiensi yang cukup tinggi mampu menurunkan nilai cost dalam penggunaan energi. Mengintegrasi energi panas matahari dan panas bumi memberikan manfaat renewable energi dalam peranan kelayakan ekonomi, kelayakan teknik dan dampak lingkungan.
77
Sonia, dkk
6.6
2011
Sebuah integrasi dari tiga sektor antara lain : pertanian, peternakan dan industri. Dalam penelitian tersebut dijelaskan sebuah model integrasi tanaman jagung dengan ternak babi serta industri kopi dan memberikan dampak positif dengan efisiensi penggunaan energi industri serta penggunaan pupuk pertanian.
Permintaan dan Penawaran Energi Seperti yang telah disebutkan pada sub-bab 6.3 bahwa potensi energi final
yang didapat dari sampah tersebut masih relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan permintaan energi yang ada di daerah bangli. Gambar berikut memberikan penjelasan lebih lengkap antara perbandingan potensi energi yang ada dengan permintaan energinya.
78
PLTBm
Listrik 0,02 MW PLTS 1 MW
Listrik 0,04 MW
Bambu 36,1 ton/ hari
MSW 180 m3/ hari
Kering 76,02 MWh Kering 200,56 MWh
Tungku Pembakaran
Uap Panas 204,18 MWh
Turbin & Generator Set
Listrik 0,64 MW
Listrik 163,35 MWh 6,80 MW
Demand Permintaan 12 MW
Supply dari PLN 4,56 MW
Gambar 6.8. Supply and demand energy Dari gambar 6.8 energi yang didapat dari integrasi PLTS dan PLTBm didapatkan energi listrik sebesar 7,44 MW energi tersebut adalah potensi energi yang ada di bangli, sedangkan permintaan sesungguhnya dari bangli adalah sebesar 12 MW, lebih besar dari potensi yang ada. Oleh sebab itu masih terdapat kekurangan sejumlah energi (sekitar 4,56 MW) jika memanfaatkan potensi limbah yang ada di daerah tersebut. Jadi masih diperlukan input energi dari luar sistem integrasi sekitar 4,56 MW, dan input dari luar tersebut dapat diperoleh dari listrik PLN.
79
6.7
Optimalisasi dari sumber MSW Perencanaan energi sumber bahan baku MSW dalam pengembanganya
dilakukan beberapa pendekatan sebagai teknik analisa potensi dalam optimalisasi energi. a. Pendekatan Proses Pendekatan proses menguraikan aliran energi dari sumber energi primer sampai permintaan final. Prosesnya dimulai dari ekstraksi sumber daya energi, penyulingan, konversi, transportasi, penimbunan, transmisi dan distribusi. Dalam penelitian ini di tunjukkan dalam gambar 6.4 sebagai pendekatan proses.
80
Penampung Bambu 38,8 ton/hari
Perkotaan
Penampung MSW (180 m3)
Penggunaan Rumah tangga, Industri, Umum
Truk
Unit Pemilahan
Truk
Unit Pemilahan Plastik 30% kertas 20% Pertanian 40% kaca 10%
Distribusi
Bahan Baku
Unit Pembangkit Plts 0,64MW & Energi Total MSW 7,80 MW
Produk listrik 7,44 MWh
Gambar 6.9. Sistimatika integrasi pembangkit b. Pendekatan Trend Pendekatan dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan erat antara kecenderungan masa lalu berdasarkan pemilihan kurva. Analisis ini dapat juga dilakukan dengan memproyeksikan nilai historis rata-rata kegiatan energi-ekonomi dan rasio energi perkapita. Dalam penelitian ini telah dikaji dari segi ekonomi dimana didapatkan payback periode atau kembalinya modal selama 6,6 tahun. c. Pendekatan Elastisitas Pendekatan elastisitas dilakukan dengan menghitung besarnya elastisitas permintaan energi listrik terhadap pendapatan dan elastisitas permintaan terhadap harga. Dalam hal ini kebutuhan energi listrik di Bangli adalah sebesar 12 MW yang dipakai mulai dari rumah tangga, pemerintahan, perkantoran industri menengah ke atas dan penerangan jalan. Dengan penggunaan MSW sebagai bahan baku energi mampu menekan kebutuhan energi dari luar
81
hingga 62% . Gambar 6.8 menunjukan energi proses dari MSW dan pembangkit listrik tenaga surya yang terdapat di Bangli dapat di integrasikan dengan limbah MSW dan diolah sebagai sumber penghasil energi. d. Pendekatan Ekonometri Pendekatan ekonometri menggunakan standar perhitungan kuantitatif untuk analisis dan proyeksi ekonomi. Dalam penelitian ini didapatkan nilai NPV > 0, sehingga usaha layak untuk di laksanakan, dengan payback periode 6,6 tahun. e. Pendekatan Input-Output Pendekatan input-output hampir sama dengan pendekatan ekonometri. 6.8
Integrasi Dalam Penyedia Energi Pemanfaatan limbah MSW sebagai penghasil energi merupakan integrasi
energi antara MSW dan pembangkit listrik solar cell, integrasi ini dapat dijadikan percontohan di beberapa daerah dalam keberlanjutan energi non fosil. Dikaji dari Kabupaten Bangli dengan jumlah limbah total sebesar 200,3 m3 dengan diintegrasikan dengan plts mampu menghasilkan energi listrik sebesar 7,44 MW, dalam hal ini menekan input energi diluar sistem integrasi sebesar 62 %.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Dari penelitian yang didapat dalam system integrasi sumber energi dalam
mendukung energi mandiri didapat kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Dari hasil analisa bentuk manajemen dalam integrasi sumber energi PLTS dan PLTBm dengan jumlah MSW 180 m3 dan limbah bambu 36,1 ton didapatkan energi diantaranya : MSW kering 90 m3 dihasilkan energi listrik sebesar 176,64 MWh MSW organik basah 72 m3dihasilkan energi listrik sebesar 23,92 MWh Biomassa limbah bambu menghasilkan energi listrik 76,02 MWh Potensi Energi final 163,35 MWh atau 6,80 MW efisiensi dari ketiga sumber energi PLTS Membantu 0,64 MW sehingga energi yang didapat dari integrasi adalah sebesar 7,44 MW 2. Dari beberapa subsitem integrasi dapat dilakukan dengan model Integrated Energy System Model (IESM) yakni dengan mengintegrasikan subsistem; PLTBm dan PLTS. 7.2 1.
Saran Diperlukan data kuantitatif yang lebih kompleks agar hasil potensi energi dapat lebih optimal
2.
Kelengkapan teknologi dapat dijadikan penelitian lanjutan dengan perencanaan dan implementasi limbah dan memodelkan integrasi kompleks.
82
DAFTAR PUSTAKA Anonimus., 2002, Prakiraan Energi Indonesia 2010, Pusat Informasi Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi., 2012. Laporan Tahunan Byrne, J., Wang, Y-D., Lee, H., & Kim, J-D. 1998. An equityand sustainabilitybased policy response to global climate change. Energy Policy, 26(4), 335343. Giatman, M., 2006. Ekonomi Teknik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ISBN : 979-169-045-8. Gielen, D., 2012. “RENEWABLE ENERGY TECHNOLOGIES: COST ANALYSIS SERIES - Biomass for Power Generation Volume 1 – Power Sector”. Abu Dhabi: United Arab Emirates. Hasibi, Al. Rahmad., 2010, “Peran Sumber Energi Terbarukan dalam Penyediaan Energi Listrik dan Penurunan Emisi CO2 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”
(Jurnal).
Yogyakarta:
Universitas
Muhammadiyah
Yogyakarta. Herman, A., 2014. “PLN Unit Distribusi Bali - Kebutuhan Listrik Bangli”. Bali. Kementerian Negara Riset dan Teknologi., 2006. “BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi INDONESIA 2005 – 2025”: Jakarta: Kementerian Negara
Riset dan
Teknologi. Konversisatuan.com diakses tanggal 10 februari 2015. Lee, B. Jae., 2013. “An empirical study of performance characteristics of BIPV (Building Integrated Photovoltaic) system for the realization of zero energy building” (Journal). Korea: Daejeon University.
83
84
Michael, J. M., Howard, N. S., 2004. Termodinamika Teknik, 4rd ed. Penerbit Erlangga, Jakarta. Partha, G Indra., 2012. PENGGUNAAN SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI TPA SUWUNG-DENPASAR Jurnal Teknologi Elektro, 9(2). Pokja Sanitasi Kabupaten Bangli., 2013. Buku putih sanitasi kabupaten bangli profinsi bali. PT Indo Asia Energy Development., 2012. SURVEY & MAPPING The Potential of Bamboo & Bamboo-waste As Source of Supply Feedstock Community Based Biomass at Bangli Regency – Bali Province. Rucio, A., Diaz, C., 2012. Land use for integrated system : a bioenergy prespective, Journal of Environmental Development 3 . 91 – 99. Soelaeman, K., Pawito., 1983, Termodinamika dan Perpindahan Panas, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. UNEP., 2006, United Nations Environment Programme, Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia. Wang, Q., & Huang, Q., 2011. Research on Integrated Solar and Geothermal Energy Engineering Design in Hot Summer and Cold Winter Area. Procedia Engineering, 21, 648-655. Yusgiantoro, Purnomo, 2000, Ekonomi Energi: Teori dan Praktik, Pustaka LP3ES Indonesia. Yves Garnier, Gean., 2005. Manual Statistik Energi. Eurostat, Luxembourg. 2920 Yokohama, S., Matsumura, Yukihiko., 2008, Panduan untuk Produksi dan Pemanfaatan Biomassa, Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang dan Asosiasi Biomassa Asia. Yokoyama, S., 2008. Asian Biomassa Handbook, The Japan Institute of Energy.