89
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Responden Penelitian ini menggunakan pendapat tenaga kerja Bali sebanyak 150 orang
yang telah bekerja di kapal pesiar Disney Cruise Line dan tenaga kerja Bali yang belum bekerja di kapal pesiar Disney Cruise Line dengan pengalaman kerja yang sudah pernah bekerja sebelumnya di kapal pesiar lain dan yang belum memiliki pengalaman kerja di kapal pesiar lain selama periode penelitian. Penyebaran kuesioner dilakukan di agent PT Ratu Oceaniaraya Bali dan di semua armada kapal pesiar Disney Cruise Line. Pengiriman kuesioner untuk responden yang telah bekerja di Disney Cruise Line adalah dengan cara mengirimkan kuesioner melalui tenaga kerja yang akan berangkat dan membawa kembali dengan menitipkan kepada tenaga kerja yang akan liburan. Hasil pengisian kuesioner oleh responden menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik mengenai responden antara lain berdasarkan : kelompok jenis kelamin, status perkawinan, umur, pengalaman kerja sebelumnya, periode masa kerja sebelumnya, status jabatan sekarang dan masa kerja saat ini di Disney Cruise Line. Uraian tentang karakteristik responden dalam penelitian ini dianggap penting mengingat karakteristik tersebut memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap motivasi tenaga kerja Bali bekerja di kapal pesiar DCL. Uraian tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan, umur, pengalaman kerja sebelumnya, periode masa kerja sebelumnya,
90
posisi/jabatan di DCL dan masa kerja di DCL dapat dilihat pada Tabel 4.2. Berdasarkan jenis kelamin, dari 150 orang responden, teridentifikasi bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 139 orang atau 92,7 % dan sisanya adalah perempuan sebanyak 11 orang atau 7,3 %. Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Identitas Diri Jenis Kelamin
Kelompok Umur (Tahun)
Status Perkawinan
Pengalaman Kerja Sebelumnya
Periode Kerja Sebelumnya
Jabatan/Posisi saat ini di Disney Cruise Line
Distribusi Responden Laki-Laki Perempuan Jumlah 20 - 25 26 – 30 31 + Jumlah Menikah Belum Menikah Jumlah Restoran Bar Hotel + Villa Kapal Pesiar Lain-lain Jumlah 2 – 4 tahun 5 – 7 tahun 8 – 10 tahun 11 tahun + Jumlah Pool host Custodial Recreation Host Assistant Stateroom Host Stateroom Host Cook 1 Cook 2 Galley Assistant Waiter Waiter Assistant Bartender Bartender Bar Server Crew Dining Attendant
Jumlah Orang
Percentase
139 11 150 44 65 41 150 70 80 150 17 4 52 75 2 150 120 19 10 1 150 13 23 4 2 11 13 7 21 9 19 4 2 10 7
92,7% 7,3% 100 29,4% 43,3% 27,3% 100 46,7% 53,3 100 11,3% 2,7% 34,7% 50% 1,3% 100 80% 12,6% 6,7% 0,7% 100 8,6% 15,3% 2,7% 1,3% 7,3% 8,7% 4,7% 14% 6% 12,7% 2,7% 1,3% 6,7% 4,7%
91
Periode Kerja di DCL
Quick Service Attendant Jumlah Belum bekerja di DCL 2 – 4 tahun 5 – 7 tahun 8 – 10 tahun 11 tahun + Jumlah
5 150 75 51 17 7 0 150
3,3% 100 50% 34% 11,3% 4,7% 100
Sumber : data diolah
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner dari 150 orang responden, berdasarkan kelompok umur menunjukkan responden terbanyak berada pada kelompok umur 26 sampai 30 tahun sebanyak 65 orang (43,3%), disusul kelompok umur 20 sampai 25 tahun sebanyak 44 orang (29,4%), dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 31 tahun ke atas sejumlah 41 orang (27,3%). Untuk status perkawinan, lebih banyak responden berstatus belum menikah yaitu sebanyak 80 orang (53,3%) dan sisanya sebanyak 70 orang (46,7%) dengan status berpasangan dengan status menikah. Berdasarkan pengalaman kerja sebelumnya, responden yang memiliki pengalaman kerja di kapal pesiar sebanyak 75 orang (50%), pengalaman di hotel dan villa sebanyak 58 orang (34,7%), pengalaman di bar sebanyak 4 orang (2,7%), dan pengalaman kerja di tempat lain selain hotel, restoran dan bar sebanyak 2 orang (1,35).
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa responden terbanyak
merupakan responden yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya di kapal pesiar lain. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa responden, sebagian besar alasan untuk pindah kerja adalah karena merasa tidak puas di tempat kerja sebelumnya dan memutuskan untuk pindah ke DCL. Berikut ini akan diuraikan ketidakpuasan oleh beberapa tenaga kerja Bali yang sudah berhenti dari perusahaan
92
kapal pesiar lainnya dan memutuskan untuk pindah ke Disney Cruise Line, seperti : I Ketut Selamet yang beralamatkan di Abianbase Denpasar, menjelaskan bahwa ia sudah 4 tahun bekerja (4 kali kontrak) sebagai dining room server di Royal Carribean Cruise Line. Selama 4 tahun bekerja, ia mendapatkan gaji sebesar US$ 1100 per bulan dan kadang-kadang mendapatkan bonus berupa tips sebesar US$ 1500 per bulan. Fasilitas yang diterima dari perusahaan berupa kamar tidur, pakaian seragam, layanan makan dan minum, serta pelayanan klinik dirasa sangat memuaskan baginya. Namun ada satu hal yang menjadi kurang memuaskan baginya yakni kebijakan perusahaan yang mengharuskan karyawannya untuk membayar tiket pesawat satu kali perjalanan. Ini dirasakan cukup memberatkannya karena biaya tiket pesawat yang harus ditanggung menurutnya cukup besar dengan kisaran harga kurang lebih US$ 800 sampai US$ 1000. Hal tersebut yang menyebabkan ia berhenti dan mencari perusahaan kapal pesiar lain yang menanggung biaya tiket pesawat pulang pergi (return). Kekecewaan juga dialami oleh I Nyoman Wiratia yang beralamatkan di Taman Merthanadi, ia menyatakan bekerja sebagai waiter di Holland American Line selama 12 tahun. Masa kerja yang lama tersebut menciptakan rasa bosan dan jenuh. Keinginannya untuk menduduki posisi yang lebih tinggi tidak mendapat respon yang baik dari perusahaannya, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Disney Cruise Line. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Robbins (2008:112) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa respon yang dapat ditunjukkan oleh karyawan ketika mereka tidak menyukai pekerjaan mereka atau tidak merasa puas di tempat kerja yakni : 1) Keluar (exit) perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi,
93
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri, 2) Aspirasi (voice) secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, berdiskusi dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja, 3) kesetiaan (loyalty) secara pasif tetap optimis menunggu membaiknya kondisi organisasi, 4) pengabaian (neglect) secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk termasuk ketidakhadiran, keterlambatan dan membuat kesalahan secara terus menerus. Kemudian untuk periode kerja sebelumnya, responden yang telah bekerja selama periode 2 – 4 tahun sebelumnya sebanyak 120 orang (80%), responden dengan periode bekerja selama 5 – 7 tahun sebanyak 19 orang (12,6%), responden dengan periode bekerja selama 8 – 10 tahun sebanyak 10 orang (6,7%), dan responden dengan periode bekerja lebih dari 11 tahun sebanyak 1 orang (0,7%). Berdasarkan data tersebut responden dengan pengalaman bekerja selama periode 2 – 4 tahun merupakan yang terbanyak. Hal ini sesuai dengan aturan pengalaman kerja minimum dua tahun untuk dapat bekerja di DCL. Selain itu, sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa responden, periode waktu 2 – 4 tahun merupakan waktu yang cukup untuk digunakan belajar, menimba pengalaman dan meningkatkan pengetahuan dan skill serta melihat jenjang karier kedepan yang tersedia di tempat kerja sebelumnya untuk kemudian digunakan untuk pindah ketempat kerja yang memberikan penawaran yang lebih baik dalam hal kompensasi, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, promosi maupun pengakuan yang berupa penghargaan. Robbins (2008:69) menyatakan bahwa masa jabatan atau kerja merupakan variabel
94
yang kuat dalam menjelaskan perputaran karyawan. Semakin lama seorang berada dalam satu pekerjaan, lebih kecil kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Berdasarkan jabatan/posisi yang sudah dipegang (responden yang telah bekerja di DCL) maupun yang akan dilamar (responden yang belum bekerja di DCL) adalah untuk posisi sebagai custodial sebanyak 23 orang (15,3%), galley sebanyak 21 orang (14%), waiter sebanyak 19 orang (12,7%), cook I sebanyak 13 orang (8,7%), bar server sebanyak 10 orang (6,7%), assistant waiter sebanyak 9 orang (6%), crew dining attendant sebanyak 7 orang (4,7%), cook II sebanyak 7 orang (4,7%), quick service attendant sebanyak 5 orang (3,3%), recreation host sebanyak 4 orang (2,7%), assistant bartender sebanyak 4 orang (2,7%), bartender sebanyak 2 orang (1,3%), dan assistant stateroom host sebanyak 2 orang (1,3%). Untuk periode kerja di DCL dibagi menjadi beberapa periode yakni : periode 2 – 4 tahun sebanyak 51 orang responden (34%), periode 5 – 7 tahun sebanyak 17 orang responden (11,3%), periode 8 – 10 tahun sebanyak 7 orang responden (4,7%), dan untuk yang baru melamar dan belum mulai bekerja di Disney Cruise Line sebanyak 75 orang responden (50%).
5.2
Tingkat Motivasi Tenaga Kerja Bali Bekerja di Kapal Pesiar Disney Cruise Line Analisis tingkat motivasi tenaga kerja Bali bekerja di kapal pesiar Disney
Cruise Line dimaksudkan untuk melihat tingkat motivasi tenaga kerja Bali terhadap masing-masing variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat di Disney Cruise Line yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Masing-masing variabel dicari nilai
95
rata-rata (average) dari jawaban para responden, kemudian dibuatkan class interval dengan rumus : Cj = Range K Keterangan : Cj = Class Interval Range = selisih nilai tertinggi dengan nilai skala tertinggi dan terendah ( 5-1 = 4) K = Jumlah Kelas (5) Cj =
4 5
= 0,8
Berdasarkan nilai class interval diatas, maka dibuatkan Tabel 5.2 untuk melihat level/kisaran tingkat motivasi tenaga kerja sebagai berikut : Tabel 5.2 Kategori Pengukuran Motivasi Skala Likert Kisaran Skala Likert
Motivasi
1
1 - < 1.8
Sangat Rendah
2
1.8 - < 2.6
Rendah
3
2.6 - < 3.4
Sedang
4
3.4 - < 4.2
Tinggi
5
4.2 - 5
Sangat Tinggi
Sesuai dengan nilai rata-rata penilaian responden untuk masing-masing variabel, kemudian dimasukkan kedalam kategori tingkat motivasi tenaga kerja, maka didapat hasil sebagai berikut : a. Motivasi sedang : variabel beban kerja (X1.1), variabel fasilitas kerja (X1.2), variabel keamanan dan keselamatan kerja (X1.4), variabel sosialisasi dengan pekerja lainnya (X1.5), variabel gaji yang diterima (X2.1), variabel insentif
96
(X2.2), variabel bonus (X2.3), variabel fasilitas yang diperoleh (X2.4), variabel pembayaran overtime (X2.7), variabel jaminan kesehatan (X2.8), variabel dana pensiun (X2.9), variabel aturan jumlah jam kerja (X3.1), variabel periode kontrak kerja dan libur (X3.2), variabel privilege Disneyland (X3.3), variabel standar pelaksanaan kerja (SOP) (X3.4), variabel nama besar/image perusahaan (X3.5), variabel adanya cross training (X4.1), variabel pelatihan ketrampilan kerja (X4.2), variabel jenjang karir yang luas dan terbuka (X4.3), variabel promosi (X4.4), variabel penghargaan terhadap prestasi kerja (X5.1), variabel penghargaan peningkatan pendidikan (X5.2). b. Motivasi tinggi : variabel suasana/atmosphere kerja (X1.3), variabel biaya medical cek up (X2.5), variabel biaya tiket pesawat (X2.6). Secara umum tingkat motivasi tenaga kerja Bali bekerja di kapal pesiar DCL berada pada tingkat sedang dengan nilai rata-rata 3,163. Mengacu pada hasil analisis, variabel yang berada pada level sedang berjumlah 22 variabel sehingga masih banyak hal yang perlu ditingkatkan oleh manajemen kapal pesiar Disney Cruise Line antara lain berkenaan dengan masalah beban kerja, fasilitas kerja, keamanan dan keselamatan kerja, sosialisasi dengan pekerja lainnya, gaji yang diterima, insentif, bonus, fasilitas yang diperoleh, jaminan kesehatan, dana pensiun, aturan jumlah jam kerja, periode kontrak kerja dan libur, privilege Disneyland, standar pelaksanaan kerja (SOP), nama besar/image perusahaan, adanya cross training, pelatihan
97
ketrampilan kerja, jenjang karir yang luas dan terbuka, promosi, penghargaan terhadap prestasi kerja, dan penghargaan peningkatan pendidikan. Variabel suasana/atmosphere kerja, variabel biaya medical cek up, dan variabel biaya tiket pesawat ada pada level motivasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan suatu hal yang positif tetapi tiga variabel ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar motivasi tenaga kerja Bali tetap pada level yang tinggi atau meningkat ke level sangat tinggi. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa responden, dikatakan bahwa suasana/atmosphere kerja di kapal pesiar Disney Cruise Line sangat nyaman, bersifat kekeluargaan serta menyenangkan. Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara dengan responden yang telah bekerja di Disney Cruise Line : I Made Dugdug Arcana yang telah bekerja selama 3 tahun (3 kontrak) sebagai waiter mengatakan bahwa suasana kerja di Disney Cruise Line sangat menyenangkan, suasana kekeluargaan sangat terasa, sehingga ia merasa nyaman saat bekerja. Sebagai contoh ketika hari pertama ia sampai di kapal, sudah tersedia welcoming card dan bingkisan kecil untuk dari manajemen perusahaan yang diletakkan di cabin yang sudah di siapkan dan ketika ia berulang tahun, manajemen Disney Cruise Line mengirimkan kartu ucapan dengan disertai perayaan kecil sebagai hadiah kejutan. Hal serupa juga dirasakan oleh Nova Ary Setyawati yang berasal dari Singaraja dan bekerja sebagai waitress selama 4 tahun (5 kontrak). Ia menyatakan bahwa suasana kerja di Disney Cruise Line menyenangkan karena sebagian besar tamunya kebanyakan adalah keluarga yang terdiri dari anak-anak kecil dan remaja. Ia merasa senang karena bisa bercanda dengan anak-anak kecil sembari bekerja untuk
98
memberikan layanan makanan dan minuman. Selain itu ia merasakan bahwa team work yang tercipta sangat kompak walaupun ia bekerja dengan teman yang berasal dari berbagai negara. Seperti yang diungkapkan oleh Gibson (2004:91) “cruise ship are likely to be heterogeneous;that is, containing a mixture of crew with different nationalities, of various age, with different backgrounds and prior learning, and individual needs and aspiration with a long work hours and contracts, and unique work places”. Dapat diartikan bahwa kapal pesiar merupakan tempat kerja yang unik yang memiliki tenaga kerja berasal dari negara yang berbeda, umur yang bervariasi, latar belakang dan pendidikan yang beragam, serta kebutuhan dan aspirasi yang berbeda yang bekerja dalam waktu dan kontrak kerja yang cukup lama. Dengan melihat karakteristik tempat kerja tersebut, maka suasana dan atmosphere kerja merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi motivasi kerja. Suasana dan atmosphere kerja yang bersifat nyaman dan menyenangkan akan membawa pengaruh yang sama terhadap suasana hati atau emosi diri. Beberapa penelitian menegaskan bahwa suasana hati dan emosi sangat mempengaruhi motivasi Suasana hati dan emosi yang timbul akibat dari suasana kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi seseorang untuk menunjukkan kinerjanya. (Robbin, 2008:341). Untuk tingkat motivasi pada level tinggi lainnya adalah dari faktor kompensasi yakni variabel biaya medical cek up dan variabel biaya tiket pesawat. Robbin (2008:450) menyatakan bahwa organisasi sering memberdayakan sistem kompensasi untuk mempertahankan dan memotivasi karyawannya yang produktif.
99
Dapat dikatakan sistem kompensasi ini sangat erat kaitannya dengan kepuasan kerja dan perputaran tenaga kerja. Sesuai dengan kondisi riil yang terjadi, Disney Cruise Line memberikan kompensasi dalam bentuk tanggungan biaya medical cek up dan biaya tiket pesawat pulang pergi. Hal ini merupakan keunggulan dari sistem kompensasi di DCL jika dibandingkan dengan kapal pesiar lainnya yang membebankan biaya medical cek up dan tiket pesawat kepada karyawannya. Besarnya biaya yang ditanggung oleh DCL untuk medical cek up dan tiket pesawat, dirasakan sangat menguntungkan bagi tenaga kerja Bali karena mereka dapat menghemat biaya sebesar Rp. 2.500.000 untuk medical cek up dan kira-kira US$ 1200 untuk biaya tiket pesawat pulang pergi.
5.3
Perbedaan Motivasi Tenaga Kerja Bali yang Belum Berpengalaman Bekerja di Kapal Pesiar lainnya dan yang Sudah Berpengalaman Bekerja di Kapal Pesiar Lain Untuk Bekerja di Kapal Pesiar Disney Cruise Line. Perbedaan (diskriminasi) motivasi tenaga kerja Bali antara yang belum
berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain sebelumnya dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain secara statistik menggunakan analisis diskriminan, yaitu salah satu dari kelompok metode analisis statistik multivariat. Analisis diskriminan ini dapat digunakan membedakan secara statistik dua kelompok variabel, di mana variabel dependen adalah bersifat kategorik, sedangkan variabel independen adalah minimal interval atau rasio. Dalam kaitan analisis diskriminan, motivasi tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman diberi kode nol (D=0) dan sudah berpengalaman diberi kode satu (D=1). Alat bantu yang digunakan untuk
100
mempercepat dan mempermudah analisis adalah seperangkat komputer dengan software SPSS 20.0 Merujuk pada Tabel Wilk’s Lambda (Tabel 5.3), dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nyata antara tingkat motivasi tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar sebelumnya dengan yang sudah berpengalaman kerja di kapal pesiar lain sebelumnya yang dapat ditunjukkan oleh tingkat Signifikan 0,000. Sesuai dengan kriteria interpretasi hasil pengujian diskriminan, jika nilai Chisquare signifikan pada tingkat kesalahan yang telah ditentukan (misal 5%), berarti antara dua kelompok nilai yang ingin dibedakan memang benar secara statistic memiliki perbedaan sangat nyata (Santoso, 2012:163).
Test of Function (s) 1
Tabel 5.3 Nilai Wilks Lambda Wilks Lambda Chi - Square .636
65.823
df
Sig
5
.000
Sumber : Lampiran 6 Catatan : Angka Wilk’s Lambda berkisar antara 0 sampai 1. Jika angka mendekati 0, maka data tiap group cenderung berbeda, sedang jika angka mendekati 1, data tiap group cenderung sama.
Dalam kaitan dengan motivasi tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal pesiar antara yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar sebelumnya dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain, angka Chisquare yang sangat signifikan menunjukan adanya perbedaanya motivasi tenagakerja Bali sangat nyata antara yang belum berpengalaman dan yang sudah berpengalaman, di mana rata-rata nilai skor motivasi tenagakerja Bali yang belum berpengalaman sebesar 4,0656
101
(tinggi) yang lebih besar dari pada rata-rata nilai skor motivasi tenagakerja Bali yang sudah berpengalaman sebesar 3,8939 (tinggi). Jadi berdasarkan nilai rata-rata skor tampak jelas bahwa tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain sebelumnya memiliki motivasi lebih tinggi dari pada yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar. Pada umumnya tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar memiliki persepsi yang baik terhadap tempat kerjanya yang baru. Pandangan ini tentunya dibarengi dengan berbagai harapan yang tinggi terhadap benefit yang akan diterima di tempat kerja yang baru. Sebagian besar tenaga kerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar lainnya merasa sangat tertarik dengan tempat kerja yang berbeda dari tempat kerja sebelumnya yang memiliki karakteristik tempat kerja yang cukup unik yakni di atas sebuah kapal yang besar, bekerja sambil mengelilingi dunia, dan tertarik dengan informasi yang mereka peroleh mengenai benefit yang akan mereka dapatkan di kapal pesiar. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Simamora (2006:449) bahwa para karyawan akan lebih bersedia hengkang dari organisasi yang memberikan bayaran yang lebih rendah, dan mencari organisasi yang menggaji lebih tinggi. Persepsi umum yang dimiliki mengenai tipe pekerjaan yang akan dilaksanakan dan faktor gaji sebenarnya yang ditawarkan merupakan faktor terbaik yang harus mereka perhitungkan. Sedangkan untuk tenaga kerja yang sudah berpengalaman bekerja di perusahaan kapal pesiar lainnya memiliki tingkat motivasi yang sebaliknya, hal ini disebabkan sebagian besar mereka sudah memiliki gambaran umum dan nyata pekerjaan serta benefit yang akan mereka
102
dapatkan. Perpindahan yang mereka lakukan untuk mendapatkan benefit yang lebih baik dibandingkan tempat kerja sebelumnya. Pada analisis diskriminan tidak hanya dapat diketahui perbedaan secara umum antara dua kelompok nilai data seperti disajikan pada tabel 5.3, tetapi juga dapat diketahui perbedaan setiap variabel yang menyebabkan perbedaan antara dua kelompok itu dengan tingkat signifikansinya seperti disajikan pada tabel 5.4. Jika menggunakan tingkat signifikannya 10% (0,10), dari 25 variabel motivasi tenagakerja Bali yang bekerja di kapal pesiar, 11 variabel menunjukkan motivasi berbeda antara yang belum berpengalaman dan sudah berpengalaman, yaitu beban kerja (X1.1), gaji yang diterima (X2.1), insentif (X2.2), bonus (X2.3), pembayaran over time (X2.7), standard pelaksanaan kerja (SOP) (X3.4), jenjang karier yang luas dan terbuka (X4.3), promosi (X4.4), dan penghargaan peningkatan pendidikan (X5.2). Sedangkan 14 variabel lainnya menunjukkan motivasi tenaga kerja Bali yang sama antara yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar adalah fasilitas kerja (X1.2), suasana/atmosphere kerja (X1.3), keamanan dan keselamatan kerja (X1.4), sosialisasi dengan pekerja lainnya (X1.5), fasilitas yang diperoleh (X2.4), jaminan kesehatan (X2.8), dana pensiun (X2.9), aturan jumlah jam kerja (X3.1), periode kontrak kerja dan libur (X3.2), privilege Disneyland (X3.3), nama besar/image perusahaan (X3.5), adanya cross training (X4.1), pelatihan keterampilan kerja (X4.2), dan penghargaan terhadap prestasi kerja (X5.1).
103
Perbedaan 11 variabel motivasi tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar sebelumnya dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar tampaknya didasarkan atas pengalaman empirik tenaga kerja dalam bekerja di kapal pesiar, yang menimbulkan kesan dan anggapan berbeda yang akhirnya terekspresi dalam bentuk perbedaan skor motivasi antara tenaga kerja yang belum dan sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar. Misalnya, variabel beban kerja (X1.1), tenaga kerja yang belum berpengalaman ke kapal pesiar mengganggap beban kerja bekerja di kapal pesiar lebih ringan dan lebih sederhana dibandingkan dengan beban kerja yang diemban saat ini ditempat kerjanya sekarang. Sedangkan tenaga kerja yang sudah berpengalaman mengganggap bahwa beban kerja di kapal pesiar pada prinsipnya sama yang membedakan adalah standar pelaksanan kerjanya yang disesuaikan dengan standar perusahaan. Variabel gaji yang diterima (X2.1), tenaga kerja Bali yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar menganggap atau memberi kesan bahwa gaji yang diterima lebih besar sedangkan tenaga kerja yang sudah berpengalaman sudah mengetahui standar gaji yang akan didapatnya. Variabel insentif (X2.2), tenagakerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar mengganggap insentif yang akan diberikan oleh perusahaan akan lebih besar dan sesuai dengan kinerjanya. Sedangkan tenaga kerja yang sudah berpengalaman menganggap bahwa pemberian insentif tergantung dari kebijaksanaan manajemen perusahaan. Variabel bonus (X2.3), tenaga kerja belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar mengganggap kemasan bonus yang akan diterimanya jumlahnya akan lebih besar dibandingkan yang didapatkannya di tempat kerja sebelumnya, sedangkan
104
tenaga kerja yang sudah berpengalaman ke kapal pesiar berpendapat bahwa bonus yang akan didapatkannya tergantung dari posisi serta jabatan di kapal pesiar. Namun untuk biaya medical cek up (X2.5), tenagakerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar mengganggap biaya medical cek up akan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan sedangkan tenaga kerja yang sudah berpengalaman menganggap bahwa perusahaan hanya menanggung biaya medical cek up saja tanpa biaya perawatan jika terjadi masalah kesehatan saat menjalani general cek up tersebut. Tabel 5.4 Variabel – Variabel yang Menunjukkan Perbedaan Tingkat Motivasi Antara Tenaga Kerja yang Belum dengan yang Sudah Berpengalaman Bekerja di Kapal Pesiar Lainnya. Variabel Kode Wilk’s Sig Kriteria Lambda Beban Kerja Fasilitas Kerja Suasana/Atmosphere Kerja Keamanan dan keselamatan kerja Sosialisasi dengan pekerja lain Gaji yang diterima Insentif Bonus Fasilitas yang diperoleh Biaya medical cek up Biaya tiket pesawat Pembayaran overtime Jaminan kesehatan Dana pensiun Aturan jumlah jam kerja Periode kontrak kerja dan libur Privilage Disneyland Standar pelaksanaan kerja (SOP) Nama besar/image perusahaan
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5
0,977 0,986 0,983 0,993 0,991 0,919 0,974 0,827 0,985 0,935 0,918 0,841 0,984 1,000 0,999 0,998 1,000 0,973 1,000
0,066 0,148 0,114 0,312 0,254 0,000 0,050 0,000 0,133 0,002 0,000 0,003 0,125 0,789 0,747 0,584 0,791 0,045 1,000
S NS NS NS NS S S S NS S S S NS NS NS NS NS S NS
105
Adanya cross training X4.1 Pelatihan ketrampilan kerja X4.2 Jenjang karier yang luas dan terbuka X4.3 Promosi X4.4 Penghargaan terhadap prestasi kerja X5.1 Penghargaan peningkatan pendidikan X5.2 Sumber : hasil penelitian yang diolah dari lampiran 6 Catatan : S = Signifikan NS = Non Signifikan
1,000 1,000 0,943 0,913 0,991 0,969
1,000 0,895 0,003 0,000 0,245 0,032
NS NS S S NS S
Mengacu pada Tabel 5.5 dibawah, dapat dilihat bahwa faktor – faktor yang berbeda secara nyata antar kelompok tenaga kerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain sebelumnya dengan tenaga kerja yang sudah berpengalaman bekerja ke kapal pesiar. Faktor yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara lain, F1 (kondisi kerja), F2 (kompensasi), F4 (kesempatan untuk promosi) dan F5 (pengakuan), yang dapat dilihat dari nilai Sig yang dimiliki yaitu < 0,10 atau 10%. Hanya faktor kebijakan perusahaan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok tenaga kerja. Tabel 5.5 Faktor – Faktor yang Menunjukkan Perbedaan Tingkat Motivasi Antara Tenaga Kerja yang Belum dengan yang Sudah Berpengalaman Bekerja di Kapal Pesiar Lainnya. Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Motivasi
Wilks’ Lambda .981 .919 .994 .961 .976
Sumber : Lampiran 6
F
df1
df2
Sig.
2.911 13.053 .924 5.942 3.578
1 1 1 1 1
148 148 148 148 148
.090 .000 .338 .016 .060
106
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diinterpretasikan bahwa faktor kebijakan perusahaan sama antara tenaga kerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar lainnya dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar lainnya, disebabkan oleh karena kebijakan perusahaan dapat sama-sama dipelajari oleh tenaga kerja yang belum dan yang sudah berpengalaman ke kapal pesiar melalui proses orientasi yang diadakan oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan defini dari orientasi bahwa ”orientation is a key part of the training and development process. Its the systematic introduction of new employees to their job, colleagues and the organization. New employees need to learn about organization and its culture, learns how to do their jobs and introduced to workmates”. Bahwa orientasi merupakan bagian dari proses program pelatihan dan pengembangan. Secara sistematis memperkenalkan karyawan baru dengan pekerjaan, teman kerja, dan organisasi. Karyawan baru membutuhkan untuk mengenal tentang organisasi dan budayanya, mempelajari bagaimana melakukan pekerjaannya, dan dikenalkan kepada teman kerjanya. Dapat dikatakan bahwa dengan orientasi, karyawan akan merasa diterima oleh lingkungan baru, dan hal ini akan mempengaruhi kinerja mereka, dan bagi perusahaan, program ini dapat menumbuhkan rasa saling bekerja sama dan saling memiliki yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan (Stone, 2010:363). Melihat kondisi nyata di Disney Cruise Line, terdapat aturan perusahaan yang mengharuskan semua karyawannya baik yang new hire atau repeater untuk mengikuti masa orientasi selama dua hari untuk penyesuaian produk baru, standar pelaksanaan kerja, sistem baru, informasi mengenai kontrak kerja dan liburan, penyampaian informasi
107
yang terbaru dari perusahaan dan sebagainya. Sehingga karyawan yang bekerja sudah mengetahui informasi yang terkini mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perusahaan. Sedangkan untuk ke empat faktor lain menunjukkan perbedaan tingkat motivasi antar kelompok tenaga kerja yang belum berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain sebelumnya dan yang sudah berpengalaman bekerja di kapal pesiar lain disebabkan oleh beberapa hal antara lain, terdapat perbedaan kondisi kerja, perbedaan kompensasi, perbedaan kesempatan promosi, dan perbedaan pengakuan. Melihat hasil analisis deskriminan diatas, seharusnya pihak perusahaan menciptakan kondisi kerja yang baik sehingga tenaga kerjanya merasa nyaman dan tidak memutuskan untuk pindah kerja ke perusahaan lain yang lebih baik. Perusahaan perlu mengkaji ulang pemberian kompensasi yang sesuai untuk mempertahankan tenaga kerjanya yang kompeten untuk tidak berpaling ke perusahaan lain. Dan pihak perusahaan perlu memperhatikan jenjang promosi yang tersedia bagi karyawannya demi kemajuan organisasi tersebut serta memperhatikan bentuk reward yang berupa pengakuan, karena hal ini merupakan salah satu faktor yang mampu memotivasi tenaga kerja untuk menghasilkan kinerja yang baik. 5.4
Pengaruh Faktor – Faktor Motivasi Tenaga kerja Bali Untuk Bekerja di Kapal Pesiar Disney Cruise Line. Data mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena
data merupakan gambaran variabel yang diteliti. Kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid dan reliable. Validitas berkaitan dengan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan
108
oleh peneliti. Disebutkan juga validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator yang digunakan untuk menjelaskan arti konsep yang sedang diteliti. Sedangkan reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau indikator. Untuk itu perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen yang dipergunakan dalam penelitian. Setelah instrumen yang berupa kuesioner dibuat, dilakukan pengujian pada 33 orang responden (n=33), untuk melihat validitas dan realibilitas instrumen. Validitas instrumen penelitian adalah suatu hasil penilaian yang menggambarkan bahwa suatu instumen benar – benar mampu mengukur variabel – variabel yang akan diukur di dalam penelitian (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:109). Sedangkan Wardiyanta (2006:24) menjelaskan bahwa validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji validitas dapat dilakukan secara eksternal dengan test retest atau dengan cara mencobakan instrumen yang sama pada beberapa responden. Apabila nilai Ri > 0,3, maka instrumen tersebut dapat dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya. Hasil uji validitas dari indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 7. Pengujian validitas dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat bahwa dikatakan telah valid dengan nilai koefisien korelasi item total yang lebih besar sama dengan 0,03. Reliabilitas adalah ketepatan atau keakuratan dan kemantapan suatu instrumen. Ketepatan suatu instrumen ditunjukkan oleh bagaimana kemampuan instrumen dapat mengukur dengan tepat (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:112).
109
Sedangkan Sugiono (2003:92) berpendapat bahwa instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama mampu menghasilkan data yang relatif sama. Oleh sebab itu pengujian reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya dalam pengambilan data. Uji reliabilitas dilakukan dengan uji varians alfa-Cronbanch. Apabila nila alfa-Cronbach ri > 0,6 maka instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel. Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 8 yang menunjukkan setiap pertanyaan dalam instrumen ini memiliki nilai alfa-Cronbach > 0,6 sehingga instrumen ini reliabel. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis data, dimana dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor, yang berfungsi untuk menemukan pengaruh faktor – faktor yang ada terhadap motivasi tenaga kerja Bali bekerja di kapal pesiar Disney Cruise Line. Analisis faktor utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel yang merupakan variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli. Di dalam analisis faktor, variabel tidak dikelompokkan menjadi variabel bebas dan tak bebas, tetapi merupakan seluruh set hubungan interdependen antar variabel yang diteliti. Berdasarkan dari banyaknya variabel yang diteliti dan saling berkorelasi harus diperkecil jumlahnya agar mudah dikelola (Supranto, 2004:114).
110
Analisis faktor dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: (1) analisis faktor eksploratori, yaitu analisis faktor dimana beberapa faktor yang akan terbentuk berupa variabel laten yang belum dapat ditentukan sebelum analisis dilakukan. Pada prinsipnya analisis faktor eksploratori membentuk faktor–faktor yang selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan faktor atau kelompok yang dibentuknya, (2) analisis faktor konfirmatori, yaitu analisis faktor dimana secara apriori berdasarkan teori dan konsep sudah dibuat beberapa faktor yang akan dibentuk, serta variabel laten apa saja yang termasuk dalam faktor – faktor tersebut sudah pasti tujuannya. Nilai skor faktor (SF) dari variabel laten yang terbentuk tergantung pada item atau sub variabel pembentuknya (Solimun, 2002:56). Dalam penelitian ini dilakukan analisis faktor secara partial, menggunakan analisis faktor konfirmatori dari item-item penyusun setiap faktor yaitu sebanyak lima faktor. Kelima faktor ini diberi kode sebagai berikut : F1 : kondisi kerja F2 : kompensasi F3 : kebijakan perusahaan F4 : kesempatan untuk promosi F5 : pengakuan Berdasarkan analisis faktor konfirmatori, kelima faktor tersebut di atas ditentukan variabel-variabel atau komponen-komponen penyusunnya yang dapat teramati (Xi), sehingga nilai skor faktor ditentukan oleh komponen-komponen penyusun faktor.
111
1. Faktor kondisi kerja Hasil analisis faktor kondisi kerja (F1) merupakan hasil analisis gabungan skor faktor dari lima buah variabel teramati, yaitu : beban kerja (X1.1), fasilitas kerja (X1.2), suasana/atmosphere kerja (X1.3), kemananan dan keselamatan kerja (X1.4), sosialisasi dengan pekerja lainnya (X1.5). Berdasarkan hasil analisis faktor didapat nilai KMO sebesar 0,725 (lebih besar dari 0,5) dan nilai Sig 0,000 (nilai sig < 0,05), menyatakan bahwa korelasi antar variabel pembentuk faktor bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor tepat dilakukan. Ini menunjukkan bahwa faktor kondisi kerja memang benar ditentukan oleh beban kerja, fasilitas kerja, suasana/atmosphere kerja, kemananan dan keselamatan kerja, dan sosialisasi dengan pekerja lainnya. Tabel 5.6 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Kondisi kerja Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequate Bartlett’s Test of Sphericity
Approx. Chi-Square
.751 62.953
Df
10
Sig
.000
Sumber : Lampiran 9
Hasil analisis anti image correlation antar variabel pembentuk faktor kondisi kerja yang disajikan pada Tabel 5.7 di bawah, tampak bahwa variabel – variabel penyusun faktor kondisi kerja (X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, dan X1.5) secara statistic mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5.
112
Tabel 5.7 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Kondisi Kerja
Anti Image Correlation
Variabel
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
X1.1
.591a
.191
-.349
.150
-.049
X1.2
.191
.805a
-.360
-.249
-.101
X1.3
-.349
-.360
.696a
-.153
-.588
X1.4
.150
-.249
-.153
.854a
-.141
X1.5
-.049
-.101
-.588
-.141
.769a
Sumber : Lampiran 9 Keterangan : X1.1 = Beban kerja X1.2 = Fasilitas kerja X1.3 = Suasana/atmosphere kerja
X1.4 = Kemananan dan keselamatan kerja X1.5 = Sosialisasi dengan pekerja lainnya
Pengaruh dari setiap variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitasnya seperti terlihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Komunalitas Variabel-Variabel Faktor Kondisi Kerja Variabel X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 Sumber : Lampiran 9
Initial 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Extraction .154 .618 .828 .489 .761
Nilai komunalitas menunjukkan persentase pengaruh masing-masing variabel pembentuk faktor kondisi kerja (F1) yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti variabel beban kerja (X1.1) sebesar 15,4 %; variabel fasilitas kerja (X1.2) sebesar 61,8%; variabel suasana/atmosphere kerja (X1.3) sebesar 82,8%; variabel keamanan dan keselamatan kerja (X1.4) sebesar 48,9%; dan variabel sosialisasi dengan pekerja lainnya (X1.5) sebesar 76,1% (Tabel 5.8)
113
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa faktor kondisi kerja dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 57,003% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu faktor yang mewakili lima variabel X1.1 sampai X1.5 dengan nilai akar ciri (eigenvalues) sebesar 2,850 lebih besar dari 1,00. Tabel 5.9 Nilai Eigenvalues, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Lima Variabel Pembentuk Faktor Kondisi Kerja Initial Eigenvalue Component
Total
1 2.850 2 1.047 3 .506 4 .403 5 .195 Sumber : Lampiran 9
Extraction Sums of Squared Loading
% of Variance
Cumulative %
Total
% of Variance
Cumulative %
57.003 20.931 10.115 8.054 3.897
57.003 77.935 88.050 96.103 100.000
2.850
57.003
57.003
Hasil analisis komponen matrik seperti disajikan pada Tabel 5.10 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap variabel (X1.1 sampai X1.5) terhadap faktor yang terbentuk (F1). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap variabel, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor kondisi kerja (F1), demikian juga sebaliknya. Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa variabel suasana/atmosphere kerja (X1.3) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap faktor kondisi kerja (F1) dengan koefisien korelasi 0,910 diikuti oleh, variabel sosialisasi dengan pekerja lainnya (X1.5) dengan koefisien korelasi 0,872, variabel fasilitas kerja (X1.2) dengan koefisien korelasi 0,786, variabel keamanan dan keselamatan kerja (X1.4) dengan koefisien korelasi
114
0,700 dan yang paling lemah hubungannya adalah variabel beban kerja (X1.1) dengan koefisien korelasi 0,392. Tabel 5.10 Matrik Faktor Kondisi Kerja dengan Rotasi Varimax Variabel
Component 1
X1.1
.392
X1.2
.786
X1.3
.910
X1.4
.700
X1.5
.872
Sumber : Lampiran 9 Keterangan : X1.1 = Beban kerja X1.2 = Fasilitas kerja X1.3 = Suasana/atmosphere kerja
X1.4 = Kemananan dan keselamatan kerja X1.5 = Sosialisasi dengan pekerja lainnya
Berdasarkan hasil analisis faktor kondisi kerja di atas dapat diinterprestasikan bahwa dari kelima variabel kondisi kerja, variabel suasana/atmosphere kerjalah yang paling besar pengaruhnya terhadap faktor kondisi kerja, diikuti oleh variabel sosialisasi dengan pekerja lainnya, variabel fasilitas kerja, variabel keamanan dan keselamatan kerja dan yang paling kecil pengaruhnya adalah beban kerja. Hal ini menunjukkan bahwa suasana/atmosphere kerja yang tercipta dapat memberikan dorongan motivasi yang besar bagi tenaga kerja Bali. Mengingat karakteristik tempat kerja yang dapat dikatakan terisolasi dari dunia luar dan selalu berpindah tempat maka suasana/atmosphere kerja yang tercipta memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal pesiar. Sesuai dengan Affective Event Theory (AET) atau disebut Teori Peristiwa Afektif bahwa karyawan
115
bereaksi secara emosional pada hal-hal yang terjadi pada mereka ditempat kerja dan bahwa reaksi ini mempengaruhi kinerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka (Robbins,2008:332). Suasana/atmosphere kerja yang nyaman dan menyenangkan mampu menciptakan emosi dan suasana hati yang positif dan begitu juga sebaliknya, hal ini yang akan mempengaruhi sikap dalam bekerja. Manajemen kapal pesiar hendaknya mampu menciptakan suasana/atmosphere kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga tercipta kultur organisasi yang baik pula. Schermerhorn (2012;9) menyebutkan bahwa “organizational cultures influence the way we feel and act in organizations. It is the set of value and principles by which run the company and become the moral center of personal behavior”. Dapat diartikan bahwa kultur organisasi mempengaruhi cara kita merasakan dan bertingkah laku didalam suatu organisasi. Ini merupakan gabungan nilai dan prinsip untuk menjalankan perusahaan dan digunakan sebagai acuan oleh individu untuk bertingkah laku. Jadi ketika managemen mampu menciptakan kultur organisasi yang baik maka segala keterbatasan yang dimiliki oleh organisasi akan dapat diterima dan dipahami oleh tenaga kerja tanpa mengurangi motivasinya untuk menghasilkan kinerja yang baik.
2. Faktor Kompensasi Hasil analisis faktor kompensasi (F2) merupakan gabungan skor faktor dari sembilan variabel yang teramati yaitu : gaji yang diterima (X2.1); insentif (X2.2); bonus (X2.3); fasilitas yang diperoleh (X2.4); biaya medical cek up (X2.5); biaya
116
tiket pesawat (X2.6); pembayaran over time (X2.7); jaminan kesehatan (X2.8); dana pensiun (X2.9). Hasil analisis faktor kompensasi didapat nilai KMO yang harus lebih besar dari 0,5. Nilai KMO untuk faktor kompensasi dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Kompensasi Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Bartlett’s Test of
Approx.Chi Square
Sphericity
Df Sig
.603 62.657 36 .004
Sumber :Lampiran 10
Nilai KMO faktor kompensasi seperti terlihat pada Tabel 5.11 adalah sebesar 0,603 lebih besar dari 0,5; yang berarti bahwa semua variabel yang teramati tersebut layak untuk difaktorkan. Nilai KMO 0,603 dan nilai Sig 0,004 (nilai Sig<0,05), menyatakan bahwa korelasi antar variabel pembentuk faktor bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis fakor tepat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kompensasi memang benar ditentukan oleh gaji yang diterima, insentif, bonus, fasilitas yang diperoleh, biaya medical cek up, biaya tiket pesawat, pembayaran overtime, jaminan kesehatan, dan dana pensiun. Hasil analisis anti image correlation antar variabel pembentuk faktor kompensasi yang disajikan pada Tabel 5.12 di bawah ini, tampak bahwa variabel – variabel penyusun faktor kompensasi (X2.1; X2.2; X2.3, X2.4; X2.5; X2.6; X2.7; X2.8; X2.9) secara statistik mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5.
117
Tabel 5.12 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Kompensasi
Anti Image Correla tion
Varia bel
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
X2.6
X2.7
X2.8
X2.9
X2.1
.613a
.092
-.233
-.088
-.323
-.419
.177
.125
-.033
X2.2
.092
.561a
-.365
.110
-.395
-.426
.102
.208
-.140
X2.3
-.233
-.365
.579a
-.019
.028
.245
-.337
-.250
.298
X2.4
-.088
.110
-.019
.718a
-.128
-.139
-.284
.077
-.239
X2.5
-.323
-.395
.028
-.128
.640a
.223
-.189
.009
-.014
X2.6
-.149
-.426
.245
-.139
.223
.557a
-.293
-.310
.131
X2.7
.177
.102
-.337
-.284
-.189
-.293
.685a
-.210
-.093
X2.8
.125
.208
-.250
.077
.009
-.310
-.210
.599a
-.079
.298
.239
-.014
.131
-.093
-.079
.372a
X2.9 -.033 -.140 Sumber : Lampiran 10 Keterangan : X2.1 = Gaji yang diterima X2.2 = Insentif X2.3 = Bonus X2.4 = Fasilitas yang diperoleh X2.5 = Biaya medical cek up
X2.6 = Biaya tiket pesawat X2.7 = Pembayaran over time X2.8 = Jaminan kesehatan X2.9 = Dana pensiun
Pengaruh dari setiap variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitasnya. Pada Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa persentase pengaruh masing-masing variabel pembentuk faktor kompensasi (F2) yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti variabel X2.1 (gaji yang diterima) sebesar 36,8%, variabel X2.2 (insentif) sebesar 40%, variabel X2.3 (bonus) sebesar 39,2%, variabel X2.4 (fasilitas yang diperoleh) sebesar 28,1%, variabel X2.5 (biaya medical cek up) sebesar 36,1%, variabel X2.6 (biaya tiket pesawat) sebesar 49,7%, variabel X2.7 (pembayaran overtime) sebesar 49,8%, variabel X2.8 (jaminan kesehatan) sebesar 19,1%, variabel X2.9 (dana pensiun) sebesar 0,6%.
118
Tabel 5.13 Komunalitas Variabel – Variabel Faktor Kompensasi Variabel Initial Extraction X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sumber : Lampiran 10 Keterangan : X2.1 = Gaji yang diterima X2.2 = Insentif X2.3 = Bonus X2.4 = Fasilitas yang diperoleh X2.5 = Biaya medical cek up
.368 .400 .392 .281 .361 .497 .498 .191 .006
X2.6 = Biaya tiket pesawat X2.7 = Pembayaran over time X2.8 = Jaminan kesehatan X2.9 = Dana pensiun
Tabel 5.14 menunjukkan bahwa faktor kompensasi dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 33,258% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu faktor yang mewakili sembilan variabel X2.1 sampai X2.9 dengan nilai akar ciri (eigenvalues) sebesar 2,993 lebih besar dari 1,00. Tabel 5.14 Nilai Eigenvalue, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Sembilan Variabel Pembentuk Faktor Kompensasi Component
Total
2.993 1 1.293 2 1.284 3 .852 4 .751 5 .620 6 .540 7 .431 8 .236 9 Sumber : Lampiran 10
Initial Eigenvalue % of Cumulative Variance % 33.258 14.371 14.269 9.469 8.343 6.885 5.999 4.784 2.621
33.258 47.629 61.898 71.368 79.711 86.596 92.594 97.379 100.000
Extraction Sums of Squared Loading % of Cumulative Total Variance % 2.993
33.258
33.258
119
Hasil analisis komponen matrik seperti pada Tabel 5.15 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap variabel (X2.1 sampai X2.9) terhadap faktor yang terbentuk (F2). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap variabel, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor kompensasi (F2), demikian juga sebaliknya. Tabel 5.15 Matrik Faktor Kompensasi dengan Rotasi Varimax Variabel X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 Sumber : Lampiran 10 Keterangan : X2.1 = Gaji yang diterima X2.2 = Insentif X2.3 = Bonus X2.4 = Fasilitas yang diperoleh X2.5 = Biaya medical cek up
Component .607 .632 .626 .530 .601 .705 .706 .437 .075
X2.6 = Biaya tiket pesawat X2.7 = Pembayaran over time X2.8 = Jaminan kesehatan X2.9 = Dana pensiun
Berdasarkan Tabel 5.15 di atas dapat diketahui bahwa variabel pembayaran overtime (X2.7) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap faktor kompensasi (F2) dengan koefisien korelasi 0,706; diikuti oleh biaya tiket pesawat (X2.6) dengan koefisien korelasi 0,705; dan variabel insentif (X2.2) dengan koefisien korelasi 0,632; variabel bonus (X2.3) dengan koefisien korelasi 0,626; variabel gaji yang diterima (X2.1) dengan koefisien korelasi 0,607; variabel biaya medical cek up (X2.5) dengan koefisien korelasi 0,601; variabel fasilitas yang diperoleh (X2.4) dengan koefisien
120
korelasi 0,530; variabel jaminan kesehatan (X2.8) dengan koefisien korelasi 0,437; variabel dana pensiun (X2.9) dengan koefisien korelasi 0,075. Berdasarkan hasil analisis faktor kompensasi di atas dapat diinterpretasikan bahwa dari sembilan variabel pembentuk faktor kompensasi, ditemukan bahwa variabel pembayaran overtime yang memiliki pengaruh yang paling besar terhadap faktor kompensasi kemudian diikuti oleh biaya tiket pesawat, insentif, bonus, gaji yang diterima, biaya medical cek up, fasilitas yang diperoleh, jaminan kesehatan, dan variabel dana pensiun. Berdasarkan wawancara langsung dengan beberapa responden yang telah bekerja di Disney Cruise Line mengenai pembayaran overtime bahwa kelebihan jam kerja dibayarkan secara transparan, teratur, tepat waktu dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Untuk DCL pembayaran overtime yang ditetapkan adalah sebesar US$ 5 per jam dengan ketentuan overtime tidak boleh lebih dari 300 jam per bulan. Variabel pembayaran overtime merupakan hal yang penting bagi karyawan mengingat jam kerja di kapal pesiar pada umumnya lebih panjang dibandingkan di tempat lain yaitu 10 jam. Kelebihan kinerja ini yang dilakukan oleh karyawan tentunya sangat ingin dihargai oleh perusahaan. Dengan adanya sistem pembayaran overtime maka secara langsung karyawan mendapatkan tambahan pendapatan yang tentunya akan merangsang semangat kerja mereka. Tidak semua manajemen kapal pesiar menetapkan aturan pembayaran overtime, dengan pertimbangan karyawan telah diberikan kompensasi dalam bentuk lain misalnya berupa tambahan hari libur. Berdasarkan hasil analisis diatas, seharusnya manajemen perusahaan baik kapal pesiar ataupun perusahaan lainnya membuat kebijakan yang
121
mengatur tentang ketentuan overtime dan sistem pembayarannya. Karena hal tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi tenaga kerja dalam bekerja. 3. Faktor Kebijakan Perusahaan Hasil analisis faktor kebijakan perusahaan merupakan hasil analisis gabungan dari lima variabel yang teramati, yaitu : aturan jumlah jam kerja (X3.1), periode kontrak kerja dan libur (X3.2), privilege Disneyland (X3.3), standar pelaksanaan kerja (SOP) (X3.4) dan nama besar/image perusahaan (X3.5). Berdasarkan hasil analisis faktor didapat nilai KMO sebesar 0,558 lebih besar dari 0,5; yang berarti bahwa semua variabel yang teramati tersebut layak untuk difaktorkan (Tabel 5.16). Nilai KMO 0,558 dan nilai Sig 0,008 (nilai Sig < 0,05), menyatakan bahwa korelasi antar variabel pembentuk faktor bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor tepat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kebijakan perusahaan memang benar ditentukan oleh aturan jumlah jam kerja, periode kontrak kerja dan libur, privilege Disneyland, standar pelaksanaan kerja (SOP), dan nama besar/image perusahaan. Tabel 5.16 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Kebijakan Perusahaan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Bartlett’s Test of
Approx.Chi Square
Sphericity
Df Sig
Sumber :Lampiran 11
.558 23.907 10 .008
122
Hasil analisis anti image correlation antar variabel pembentuk faktor kebijakan perusahaan yang disajikan pada Tabel 5.17 di bawah ini tampak bahwa variabel – variabel penyusun Faktor Kebijakan Perusahaan (X3.1; X3.2; X3.3; X3.4; X3.5) secara statistik mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5. Tabel 5.17 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Kebijakan Perusahaan
Anti Image Correlation
Variabel
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
X3.1
.536a
-.130
.126
-.034
-.406
X3.2
-.130
.584a
-.373
-.265
.100
X3.3
.126
-.373
.550
-.046
-.485
X3.4
-.034
-.265
-.046
.675a
-.003
X3.5
-.406
.100
-.485
-.003
.529
Sumber : Lampiran 11 Keterangan : X3.1 = Aturan jumlah jam kerja X3.4 = Standar Pelaksanaan Kerja (SOP) X3.2 = Periode kontrak kerja dan libur X3.5 = Nama besar/image perusahaan X3.3 = Privilege Disneyland
Pengaruh dari setiap variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitasnya. Pada Tabel 5.18 dapat dilihat bahwa persentase pengaruh masing – masing variabel pembentuk faktor kebijakan perusahaan (F3) yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti variabel aturan jumlah jam kerja (X3.1) sebesar 0.295 %, variabel periode kontrak kerja dan libur (X3.2) sebesar 0,421%, variabel privilege Disneyland (X3.3) sebesar 0,590%, variabel standar pelaksanaan kerja (SOP) (X3.4) sebesar 0,201%, variabel nama besar/image perusahaan (X3.5) sebesar 0,536%.
123
Tabel 5.18 Komunalitas Variabel – Variabel Faktor Kebijakan Perusahaan Variabel
Initial
Extraction
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
.295 .421 .590 .201 .536
Sumber : Lampiran 11 Keterangan : X3.1 = Aturan jumlah jam kerja X3.4 = Standar Pelaksanaan Kerja (SOP) X3.2 = Periode kontrak kerja dan libur X3.5 = Nama besar/image perusahaan X3.3 = Privilege Disneyland
Tabel 5.19 menunjukkan bahwa faktor kebijakan perusahaan dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 40,857% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu faktor yang mewakili lima variabel X3.1 sampai X3.5 dengan nilai akar cirri (eigenvalues) sebesar 2,043 lebih besar dari 1,00. Tabel 5.19 Nilai Eigenvalue, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Kelima Variabel Pembentuk Faktor Kebijakan Perusahaan Extraction Sums of Squared Initial Eigenvalue Loading Component % of Cumulative % of Cumulative Total Total Variance % Variance % 1 2.043 40.857 40.857 2.043 40.857 40.857 2 1.108 22.155 63.012 3 .839 16.777 79.789 4 .650 13.008 92.796 5 .360 7.204 100.000 Sumber : lampiran 11
Hasil analisis komponen matrik seperti pada Tabel 5.20 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap variabel (X3.1 sampai X3.5) terhadap faktor yang terbentuk (F3). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap variabel, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor
124
kebijakan perusahaan (F3), demikian juga sebaliknya. Merujuk pada Tabel 5.20 dapat diketahui bahwa variabel privilege Disneyland (X3.3) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap faktor kebijakan perusahaan (F3) dengan koefisien korelasi sebesar 0,768; diikuti oleh variabel nama besar/image perusahaan (X3.5) dengan koefisien korelasi sebesar 0,732; variabel periode kontrak kerja dan libur (X3.2) dengan koefisien korelasi 0,649; dan variabel yang paling lemah pengaruhnya adalah variabel standar pelaksanaan kerja (SOP) (X3.4) dengan koefisien korelasi 0,448. Tabel 5.20 Matrik Faktor Kebijakan Perusahaan dengan Rotasi Varimax Variabel X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 Sumber : Lampiran 11 Keterangan : X3.1 = Aturan jumlah jam kerja X3.2 = Periode kontrak kerja dan libur X3.3 = Privilege Disneyland
Component .543 .649 .768 .448 .732 X3.4 = Standar Pelaksanaan Kerja (SOP) X3.5 = Nama besar/image perusahaan
Mengacu pada hasil analisis faktor kebijakan perusahaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap faktor kebijakan perusahaan adalah variabel privilege Disneyland, diikuti oleh variabel nama besar/image perusahaan, variabel periode kontrak kerja dan libur, variabel aturan jumlah jam kerja, dan variabel standar pelaksanaan kerja (SOP). Kebijakan perusahaan untuk memberikan kartu privilege Disneyland kepada seluruh karyawan Disney Company yang masih aktif bekerja, memiliki pengaruh yang signifikan
125
terhadap motivasi tenaga kerja Bali untuk bekerja di DCL. Kebijakan ini memberikan keuntungan bagi karyawan karena memperoleh kemudahan dan keringanan ketika ingin menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh Disney Company bersama dengan keluarga. Dapat dijabarkan keuntungan yang didapat dari privilage Disneyland ini adalah : pemberian diskon khusus terhadap semua produk dari Disney Company termasuk; perjalanan dengan Disney Cruise Line; menginap di Disney Park and Resort; bermain di Disneyland; diskon diberikan kepada karyawan yang bersangkutan dan keluarga dekatnya seperti istri/suami, ibu/bapak, kakek/nenek, anak, saudara kandung, dan mertua. 4. Faktor Kesempatan Untuk Promosi Hasil analisis faktor kesempatan untuk promosi (F4) merupakan gabungan skor faktor dari empat variabel teramati yaitu : adanya cross training (X4.1); pelatihan ketrampilan kerja (X4.2); jenjang karir yang luas dan terbuka (X4.3); dan promosi (X4.4). Hasil analisis faktor menunjukkan nilai KMO sebesar 0,670 yang lebih besar dari 0,5; yang berarti bahwa semua variabel yang teramati tersebut layak untuk difaktorkan (Tabel 5.21). Tabel 5.21 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Kesempatan Untuk Promosi Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Bartlett’s Test of
Approx.Chi Square
Sphericity
Df Sig
Sumber : Lampiran 12
.670 63.436 6 .000
126
Nilai KMO 0,670 dan nilai Sig 0,000 (nilai Sig < 0,05), menyatakan bahwa korelasi antar variabel pembentuk faktor bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor tepat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kesempatan untuk promosi memang benar ditentukan oleh adanya cross training, pelatihan ketrampilan kerja, jenjang karir yang luas dan terbuka, dan promosi. Hasil analisis anti image correlation antar variabel pembentuk faktor kesempatan untuk promosi yang disajikan pada Tabel 5.22 di bawah ini tampak bahwa variabel – variabel penyusun faktor kesempatan promosi (X4.1; X4.2; X4.3; X4.4) secara statistik mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5. Tabel 5.22 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Kesempatan Untuk promosi Variabel
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
X4.1
.931a
-.071
-.038
-.142
X4.2
-.071
.790a
-.424
.102
X4.3
-.038
-.424
.606a
-.813
X4.4
-.142
.102
-.813
.630a
Anti Image Correlation
Sumber : Lampiran 12 Keterangan : X4.1 = Adanya cross training X4.2 = Pelatihan ketrampilan kerja
X4.3 = Jenjang karir yang lebih luas X4.4 = Promosi
Pengaruh dari setiap variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitasnya. Mengacu pada Tabel 5.23 dapat dilihat bahwa persentase pengaruh masing-masing variabel pembentuk faktor kesempatan untuk promosi (F4) yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti variabel adanya cross training (X4.1) sebesar 32,4%, variabel pelatihan ketrampilan kerja (X4.2) sebesar 57,7%, variabel jenjang
127
karir yang luas dan terbuka (X4.3) sebesar 86,9%, dan variabel promosi (X4.4) sebesar 81,1%.
Tabel 5.23 Komunalitas Variabel – Variabel Faktor Kesempatan Untuk Promosi Variabel X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 Sumber : Lampiran 12 Keterangan : X4.1 = Adanya cross training X4.2 = Pelatihan ketrampilan kerja
Initial 1.000 1.000 1.000 1.000
Extraction .324 .577 .869 .811
X4.3 = Jenjang karir yang lebih luas X4.4 = Promosi
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa faktor kesempatan untuk promosi dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 64,544% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu faktor yang mewakili empat variabel X4.1 sampai X4.4 dengan nilai akar ciri (eigenvalues) sebesar 2,582 lebih besar dari 1,00. Tabel 5.24 Nilai Eigenvalue, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Keempat Variabel Pembentuk Faktor Kesempatan Untuk Promosi Component
Total
1 2.582 2 .780 3 .526 4 .113 Sumber : Lampiran 12
Initial Eigenvalue % of Cumulative % Variance 64.544 64.544 19.490 84.034 13.150 97.183 2.817 100.000
Extraction Sums of Squared Loading % of Total Cumulative % Variance 2.582 64.544 64.544
Hasil analisis komponen matrik seperti pada Tabel 5.25 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap variabel (X4.1 sampai X4.4) terhadap faktor yang terbentuk (F4). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap variabel, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor
128
kesempatan untuk promosi (F4), demikian juga sebaliknya. Merujuk pada Tabel 5.25 dapat diketahui bahwa variabel jenjang karir yang luas dan terbuka (X4.3) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap faktor kesempatan untuk promosi (F4) dengan koefisien korelasi 0,932; diikuti oleh variabel promosi (X4.4) dengan koefisien korelasi sebesar 0,901; variabel pelatihan ketrampilan kerja (X4.2) dengan koefisien korelasi sebesar 0,760; dan yang paling lemah hubungannya adalah variabel adanya cross training (X4.1) dengan koefisien korelasi 0,569.
Tabel 5.25 Matrik Faktor Kesempatan Untuk Promosi dengan Rotasi Varimax Variabel X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 Sumber : Lampiran 12
Component .569 .760 .932 .901
Berdasarkan hasil analisis faktor kesempatan untuk promosi di atas, dapat diinterpretasikan bahwa dari empat variabel pembentuk kesempatan untuk promosi, variabel jenjang karir yang luas dan terbuka memberikan pengaruh yang paling besar, diikuti oleh variabel promosi, variabel pelatihan ketrampilan kerja dan yang paling kecil pengaruhnya adalah variabel adanya cross training. Hal ini menunjukkan bahwa jenjang karir yang tersedia didalam suatu perusahaan menjadi tolak ukur yang penting di dalam mempertimbangkan suatu tempat kerja. Tenaga kerja akan melihat peluang perkembangan karirnya dimasa yang akan datang karena setiap tenaga kerja
129
menginginkan peningkatan jenjang karir dari yang sebelumnya dimana akan berimplikasi kepada peningkatan finansial yang akan diperolehnya. Tersedianya jenjang karir yang luas dan terbukti memiliki pengaruh yang signifikat terhadap motivasi tenaga kerja untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik dengan harapan bahwa kinerja yang baik akan membawanya kepada jenjang karir yang lebih tinggi. Sesuai dengan kondisi sebenarnya di Disney Cruise Line, jenjang karir tersedia luas dan terbuka dalam arti bahwa Disney Cruise Line membuka peluang karier seluas-luasnya untuk semua karyawannya tanpa memandang asal negara, agama atau warna kulit. Pihak manajemen Disney Cruise Line hanya melihat kualifikasi dari segi kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Ini terbukti dengan terdapatnya beberapa tenaga kerja Bali yang sudah memegang posisi setara level manager di Disney Cruise Line. Sedangkan untuk variabel adanya cross training memiliki pengaruh yang kecil terhadap faktor promosi karena cross training yang dilakukan di Disney Cruise Line hanya terbatas untuk posisi tertentu dengan jumlah karyawan yang terbatas. Sehingga tidak semua tenaga kerja yang bekerja di Disney Cruise Line mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan cross training.
5. Faktor Pengakuan Hasil analisis faktor pengakuan merupakan gabungan skor faktor dari dua buah variabel teramati yaitu: variabel penghargaan terhadap prestasi kerja (X5.1) dan penghargaan terhadap peningkatan pendidikan (X5.2). Melihat hasil analisis faktor didapat nilai KMO sebesar 0,500, sama besar dengan 0,500 yang berarti bahwa
130
semua variabel yang teramati tersebut layak untuk difaktorkan (Tabel 5.26). Dengan nilai KMO 0,500 dan nilai Sig 0,000 (nilai Sig<0,05), dapat dikatakan bahwa korelasi antar variabel pembentuk faktor bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor tepat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengakuan memang benar ditentukan oleh penghargaan terhadap prestasi kerja dan penghargaan peningkatan pendidikan. Tabel 5.26 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Pengakuan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Bartlett’s Test of
Approx.Chi Square
Sphericity
Df
.500 30.098 1
Sig
.000
Sumber : Lampiran 13
Hasil analisis anti image correlation antar variabel pembentuk faktor pengakuan yang disajikan pad tabel 5.27 di bawah ini tampak bahwa variabel – variabel penyusun faktor pengakuan (X5.1 dan X5.2) secara statistik mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5.
Tabel 5.27 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Pengakuan Anti Image Correlation
Variabel
X5.1
X5.2
X5.1
.500a
-.792
X5.2
-.792
.500a
Sumber : Lampiran 13 Keterangan : X5.1 = Penghargaan terhadap prestasi kerja X5.2 = Penghargaan peningkatan pendidikan
131
Pengaruh dari setiap variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitasnya. Tabel 5.28 Komunalitas Variabel – Variabel Faktor Pengakuan Variabel
Initial
Extraction
X5.1 1.000 X5.2 1.000 Sumber : Lampiran 13 Keterangan : X5.1 = Penghargaan terhadap prestasi kerja X5.2 = Penghargaan peningkatan pendidikan
.896 .896
Merujuk pada Tabel 5.28 dapat dilihat bahwa persentase pengaruh masing – masing variabel pembentuk faktor pengakuan (F5) yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti variabel penghargaan terhadap prestasi kerja (X5.1) sebesar 89,6% dan variabel penghargaan peningkatan pendidikan (X5.2) sebesar 89,6%. Kedua variabel ini memiliki pengaruh yang sama besar terhadap faktor pengakuan (F5). Tabel 5.29 Nilai Eigenvalue, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Kedua Variabel Pembentuk Faktor Pengakuan Component
Total
1 1.792 2 .208 Sumber : Lampiran 13
Initial Eigenvalue % of Cumulative Variance % 89.599 89.599 10.401 100.000
Extraction Sums of Squared Loading % of Cumulative Total Variance % 1.792 89.599 89.599
Tabel 5.29 menunjukkan bahwa faktor pengakuan dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 89,599% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu
132
faktor yang mewakili dua variabel X5.1 dan X5.2 dengan nilai akar ciri (eigenvalues) sebesar 1,792 lebih besar dari 1,00. Hasil analisis komponen matrik seperti pada tabel 5.30 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap variabel (X5.1 dan X5.2) terhadap faktor yang terbentuk (F5). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap variabel, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor pengakuan (F5), demikian juga sebaliknya. Tabel 5.30 menunjukkan kedua variabel mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor pengakuan yakni sama-sama memiliki koefisien korelasi 0,947. Tabel 5.30 Matrik Faktor Pengakuan dengan Rotasi Varimax Variabel X5.1 X5.2
Component .947 .947
Sumber : Lampiran 13 Keterangan : X5.1 = Penghargaan terhadap prestasi kerja X5.2 = Penghargaan peningkatan pendidikan
Mengacu kepada hasil analisis di atas dapat diinterpretasikan bahwa penghargaan terhadap prestasi kerja dan peningkatan pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja tenaga kerja. Kedua variabel tersebut merupakan bentuk motivasi intrinsik yang mampu memotivasi tenaga kerja untuk menghasilkan kinerja yang baik. Sesuai dengan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, bahwa seseorang berperilaku atau bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang
133
dan ketika kebutuhan bawah telah terpenuhi maka akan meningkat kepada kebutuhan yang diatasnya (Hasibuan, 2011:153). Bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja dan peningkatan pendidikan merupakan kebutuhan pada tingkatan keempat yakni esteem or status need bahwa seseorang membutuhkan adanya penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan dari karyawan atau masyarakat lingkungannya (Hasibuan, 2011:155). Disney Cruise Line telah menerapkan pemberian penghargaan kepada karyawannya sebagai wujud apresiasi terhadap prestasi kerja serta peningkatan pendidikan yang telah dicapai oleh karyawan tersebut seperti contohnya pemberian penghargaan employee of the month, best seller of the week, best performance of the month dan sebagainya. Bagi karyawan, penghargaan yang diberikan mampu memacu motivasi tenaga kerja untuk melakukan yang terbaik didalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
6. Faktor Gabung (Motivasi Tenaga Kerja) Hasil analisis faktor motivasi tenaga kerja Bali bekerja ke kapal pesiar Disney Cruise Line.merupakan gabungan skor faktor dari lima buah faktor yaitu : faktor kondisi kerja (F1), faktor kompensasi (F2), faktor kebijakan perusahaan (F3), faktor kesempatan untuk promosi (F4), dan faktor pengakuan. Mengacu pada hasil analisis faktor didapat nilai KMO sebesar 0,797 dengan nilai signifikan 0,000 yang lebih besar dari 0,5 (nilai Sig<0,05); yang berarti bahwa semua faktor tersebut layak untuk difaktorkan (Tabel 5.31). Nilai KMO sebesar0,797 dan nilai Sig 0,000; menunjukkan bahwa korelasi antar faktor pembentuk faktor gabung bisa diterangkan oleh faktor
134
lainnya dan analisis faktor tepat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor motivasi tenaga kerja memang benar ditentukan oleh kelima faktor yaitu faktor kondisi kerja (F1), faktor kompensasi (F2), faktor kebijakan perusahaan (F3), faktor kesempatan untuk promosi (F4), dan faktor pengakuan (F5)., seperti terlihat pada Tabel 5.31. Tabel 5.31 Hasil Uji KMO dan Bartlett’s Faktor Motivasi Tenaga Kerja Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Bartlett’s Test of
Approx.Chi Square
Sphericity
Df
.797 279.891 10
Sig
.000
Sumber : Lampiran 14
Hasil analisis anti image correlation antar faktor (F1 sd F5) sebagai faktor pembentuk motivasi tenaga kerja disajikan pada Tabel 5.32 di atas tampak bahwa faktor F1 sampai dengan F5 secara statistik mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan nilai anti image correlation lebih dari 0,5. Tabel 5.32 Matrik Korelasi Antar Variabel Pembentuk Faktor Motivasi Tenaga Kerja Bali
Anti Image Correlation
Sumber : Lampiran 14
Faktor
F1
F2
F3
F4
F5
F1
.818a
-.367
-.193
-.006
-.262
F2
-.367
.795a
-.369
-.066
-.046
F3
-.193
-.369
.832a
-.192
-.063
F4
-.006
-.066
-.192
.772a
-.483
F5
-.262
-.046
-.063
-.483
.770a
135
Pengaruh setiap faktor terhadap faktor gabung yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitas pada Tabel 5.33 di bawah ini.
Tabel 5.33 Komunalitas Variabel – Variabel Faktor Motivasi Tenaga Kerja Variabel Initial Extraction F1 F2 F3 F4 F5
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
.628 .620 .620 .546 .597
Sumber : Lampiran 14 Keterangan : F1 = Faktor kondisi kerja F4 = Faktor kesempatan untuk promosi F2 = Faktor kompensasi F5 = Faktor pengakuan F3 = Faktor kebijakan perusahaan
Komunalitas menyatakan persentase pengaruh masing-masing faktor (F1 sd F5) terhadap faktor motivasi tenaga kerja Bali yang dapat diterangkan oleh faktor yang terbentuk, seperti faktor kondisi kerja (F1) sebesar 62,8%, faktor kompensasi (F2) sebesar 62%, faktor kebijakan perusahaan (F3) sebesar 62%, faktor kesempatan promosi (F4) sebesar 54,6%, dan faktor pengakuan (F5) sebesar 59,7% (Tabel 5.33) Tabel 5.34 Nilai Eigenvalue, Persentase Varians dan Persentase Kumulatif Varians dari Lima Variabel Pembentuk Faktor Motivasi Tenaga Kerja Component
Total
1 3.011 2 .779 3 .497 4 .373 5 .340 Sumber : Lampiran 14
Initial Eigenvalue % of Cumulative Variance % 60.214 60.214 15.576 75.790 9.936 85.727 7.469 93.196 6.804 100.000
Extraction Sums of Squared Loading % of Cumulative Total Variance % 3.011 60.214 60.214
136
Tabel 5.34 menunjukkan bahwa faktor motivasi tenaga kerja Bali dapat mewakili komponen pembentuknya sebesar 60,214% dari total varians, yang berarti bahwa terbentuk satu faktor yang mewakili lima faktor (F1 sd F5) dengan nilai akar ciri (eigenvalues) sebesar 3,011 lebih besar dari 1,00 Hasil analisis komponen matrik seperti pada Tabel 5.35 menunjukkan hubungan atau korelasi setiap faktor (F1 sd F5) terhadap faktor yang terbentuk (faktor gabung). Semakin tinggi nilai komponen matrik setiap faktor, maka semakin kuat hubungannya atau semakin besar pengaruhnya dalam pembentukan faktor kepuasan wisatawan, demikian juga sebaliknya. Mengacu pada Tabel 5.35 dapat diketahui bahwa faktor kondisi kerja (F1) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap faktor motivasi tenaga kerja dengan koefisien korelasi 0,792; diikuti oleh faktor kebijakan perusahaan (F3) dengan koefisien korelasi 0,788; faktor kompensasi (F2) dengan koefisien korelasi 0,787; faktor pengakuan (F5) dengan koefisien korelasi 0,772; dan yang paling lemah hubungannya adalah faktor kesempatan untuk promosi (F4) dengan koefisien korelasi 0,739. Tabel 5.35 Matrik Faktor Motivasi dengan Rotasi Varimax Faktor F1 F2 F3 F4 F5
Component .792 .787 .788 .739 .772
Sumber : Lampiran 14 Keterangan : F1 = Faktor kondisi kerja F4 = Faktor kesempatan untuk promosi F2 = Faktor kompensasi F5 = Faktor pengakuan F3 = Faktor kebijakan perusahaan
137
Berdasarkan hasil analisis faktor motivasi tenaga kerja Bali bekerja di kapal pesiar Disney Cruise Line, menunjukkan bahwa masing-masing faktor memiliki pengaruh tersendiri. Dari kelima faktor pembentuk motivasi tenaga kerja, faktor kondisi kerjalah yang memiliki pengaruh yang paling besar terhadap tingkat motivasi tenaga kerja Bali bekerja ke kapal pesiar Disney Cruise Line, diikuti oleh faktor kebijakan perusahaan, faktor kompensasi, faktor pengakuan dan yang pengaruhnya paling kecil adalah kesempatan untuk promosi. Interpretasi dari analisis faktor tingkat motivasi tenaga kerja Bali bekerja ke kapal pesiar DCL adalah tenaga kerja mengutamakan kondisi kerja dibandingkan dengan kesempatan untuk promosi. Sedarmayanti
(2002:22)
menyatakan
bahwa
manusia
akan
mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang suatu kondisi kerja yang sesuai. Kondisi kerja dikatakan baik dan sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Sedangkan menurut Dharma (2000:105) bahwa kondisi kerja adalah semua faktor lingkungan dimana pekerjaan berlangsung. Kondisi kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan, dengan motivasi yang tinggi maka kinerja suatu perusahaan dapat meningkat bahkan produktivitaspun akan meningkat sehingga tujuan perusahaan tercapai. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja merupakan salah satu faktor yang strategis yang mempengaruhi motivasi karyawan. Pihak manajemen perusahaan hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kerja baik yang berupa faktor fisik, faktor psikologis kerja,
138
dan faktor temporer kerja. Dengan terciptanya kondisi kerja yang kondusif, memadai dan baik maka secara otomatis akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang berimplikasi langsung terhadap produktivitas kerjanya. Namun demikian bukan berarti keempat faktor lain dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap motivasi tenaga kerja Bali bekerja ke kapal pesiar. Keempat faktor lainnya juga memberikan pengaruh terhadap motivasi tenaga kerja yaitu faktor kebijakan perusahaan (F3) menduduki tempat kedua. Kebijakan perusahaan merupakan bentuk dari motivasi ekstrinsik (hygiene factor) didalam teori Dua Faktor oleh Herzberg. Faktor eksternal atau biasa disebut faktor hygiene meliputi peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, gaji, atau upah, hubungan dengan sesame rekan kerja dan hubungan dengan atasan (Hasibuan, 2011: 157). Kebijakan perusahaan yang diterapkan ketika lebih menguntungkan pihak karyawan tentunya akan mendorong atau memotivasi tenaga kerja untuk menghasilkan kinerja yang maksimal. Faktor kompensasi (F2) menduduki posisi ketiga, dimana dalam memotivasi tenaga kerja, sistem kompensasi memegang peranan yang cukup penting. Kompensasi sendiri dirancang oleh suatu organisasi untuk memikat karyawan, dan menahan karyawan yang kompeten, juga memotivasi para karyawan dan mematuhi semua peraturan hokum. Orgaisasi memberdayakan kompensasi untuk memotivasi para karyawanna. (Robbin, 2008:506). Kompensasi dalam bentuk uang merupakan bentuk imbalan ekstrinsik yang sering diaplikasikan oleh organisasi dalam usaha untuk mempengaruhi motivasi perilaku dan kinerja anggotanya. (Robbin, 2012:460).
139
Teori Harapan oleh Victor Vroom menjelaskan bahwa karyawan-karyawaan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang bak, penilaian yang baik akan mengasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, imbalan kerja, penghargaan atau promosi dan penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan (Robbin, 2008:253). Posisi keempat diisi oleh faktor pengakuan (F5) yang merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Sesuai dengan pernyataan Hezberg dalam Robbin (2008:227) bahwa jika ingin memotivasi induvidu dalam pekerjaan mereka, maka diperlukan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya, seperti peluang promosi, peluang pengembangan diri, pengakuan, tanggung jawab dan pencapaian. Dan yang terkecil perannya adalah faktor kesempatan untuk promosi (F4). Hal ini terkait fakta yang terjadi bahwa jenjang karir melalui promosi bukan merupakan hal yang penting bagi tenaga kerja Bali karena mereka tidak akan bekerja terlalu lama atau bahkan sampai pensiun di kapal pesiar. Ketika mereka sudah memiliki cukup uang, maka mereka akan berhenti bekerja dan mulai meniti karier atau usaha di daerah asal mereka. Kecenderungan lain adalah masih adanya pandangan bahwa mereka akan senang pada posisi yang dapat menghasilkan uang banyak meskipun posisi tersebut adalah posisi bawahan (crew). Menurut mereka dengan posisi bawahan maka beban kerja mereka lebih ringan sehingga mereka bisa mencari tambahan uang dengan side job seperti menjadi tukang pijat bagi karyawan,
140
membersihkan cabin officer atau crew lainnya, menyediakan layanan gunting rambut, membantu mencuci pakaian yang kotor di laundry dan lain sebagainya. Side job ini diyakini mampu menghasilkan uang yang lebih dibandingkan dengan menerima tawaran promosi untuk posisi diatasnya. Disamping fakta bahwa beberapa tenaga kerja Bali tidak yakin akan kemampuannya untuk dapat melakukan pekerjaan pada posisi yang lebih baik. Rendahnya pengaruh kesempatan untuk promosi terhadap motivasi kerja tenaga kerja Bali ke kapal pesiar mengakibatkan sebagian besar tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal pesiar hanya memegang posisi sebagai pelaksana (crew). Sesuai dengan uraian diatas, maka faktor kesempatan untuk promosi bagi tenaga kerja tidak akan menjadi masalah dalam motivasinya bekerja jika kondisi kerja yang tercipta mampu memberikan kenyamanan dan menyenangkan. Hal ini menjadi wajar karena bekerja di sebuah kapal pesiar dapat dikatakan cukup terisolasi dari kehidupan dunia luar, karena selama periode kontrak enam bulan atau lebih karyawan dihadapkan kepada kondisi kerja yang sama, jauh dari keluarga, berinteraksi dengan orang yang sama dengan beban kerja yang cukup berat. Sehingga komponen penting untuk tetap memotivasi karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik sesuai dengan standar perusahaan adalah dengan menciptakan kondisi kerja yang kondusif, memadai dan baik.