BAB V BIDANG SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana memiliki peran penting dalam mendukung daya saing ekonomi global terutama dalam penyediaan jaringan distribusi, sumber energi, dan input produksi lainnya, serta berfungsi sebagai pengikat dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Fungsi sarana dan prasarana sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi ditunjukkan pada peran transportasi dalam distribusi orang, barang dan jasa, serta peran jaringan komunikasi dan informatika dalam pertukaran informasi secara cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu. Telekomunikasi, listrik, dan sumber daya air juga merupakan elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian. Memperhatikan perkembangan lingkungan global, terjadinya pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim dunia, maka kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, harus mempertimbangkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
5.1 Kondisi Umum 5.1.1 Sumber Daya Air Beberapa capaian penting dalam meningkatkan keandalan, ketersediaan dan kelestarian air pada tahun 2009 antara lain, telah diselesaikannya pembangunan 2 buah waduk dan 12 embung, serta beroperasi dan terpeliharanya 54 buah bangunan tampungan air (waduk/embung/situ). Sementara itu dalam tahun 2010, diperkirakan akan dapat diselesaikan pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya dengan kapasitas tampung total sebesar 9,56 miliar meter kubik. Selain itu, diharapkan akan dapat dilaksanakan pula kegiatan konservasi di 9 kawasan sumber air. Sebagai wujud dukungan terhadap ketahanan pangan nasional, beberapa capaian penting pada tahun 2009 antara lain: (a) meningkatnya, terehabilitasinya, beroperasi dan terpeliharanya luas layanan jaringan irigasi masing-masing seluas 73,09 ribu hektar, 611,50 ribu hektar, dan 2,09 juta hektar; (b) meningkatnya, berfungsinya, beroperasi dan terpeliharanya jaringan rawa masing-masing seluas 102,97 ribu hektar dan 376,32 ribu hektar. Pada tahun 2010 diperkirakan akan dapat dicapai beberapa hal penting, antara lain: (a) meningkatnya, terehabilitasinya, beroperasinya dan terpeliharanya jaringan irigasi masing-masing seluas 117,27 ribu hektar, 310,83 ribu hektar dan 2,34 juta hektar; (b) meningkatnya, terehabilitasinya, beroperasinya dan terpeliharanya jaringan rawa masingmasing seluas 8.100 hektar, 72,40 ribu hektar dan 1,2 juta hektar. Sedangkan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasikan penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri, pada tahun 2009 telah dilakukan: (a) pembangunan dan rehabilitasi 44 buah tampungan air baku; dan (b) pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembawa air baku dengan kapasitas 4,00 m3/dt. Pada tahun 2010 diperkirakan akan dapat dicapai: peningkatan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana air baku dengan kapasitas masing-masing sebesar 6,43 m3/dt, 2,5 m3/dt dan 5,5 m3/dt.
II.5 - 1
Untuk mengamankan kawasan-kawasan penting dari bahaya banjir, lahar gunung berapi dan abrasi pantai, pada tahun 2009 telah dicapai beberapa hal penting antara lain: (a) terbangunnya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 3.500 hektar; (b) beroperasi dan terpeliharanya sungai sepanjang 31,15 km; dan (c) terbangunnya prasarana pengaman pantai sepanjang 31,2 km. Pada tahun 2010 diperkirakan akan dicapai: (a) pembangunan prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 82.194 hektar; (b) beroperasi dan terpeliharanya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 16.775 hektar; (c) terbangunnya, beroperasinya dan terpeliharanya sarana/prasarana pengaman pantai masing-masing sepanjang 30 km dan 60 km; (d) pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali lahar/sedimen masingmasing sebanyak 28 unit dan 10 unit; (e) pembangunan pompa air di 5 lokasi di DAS Bengawan Solo, pembangunan Waduk Gonggang, dan rehabilitasi Pasca Banjir Kali Madiun; dan (f) pembangunan konstruksi Banjir Kanal Timur. 5.1.2 Transportasi Pembangunan transportasi diprioritaskan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan distribusi berbagai produk barang dan jasa dari pusat kegiatan ekonomi dan sumbersumber produksi ke pusat kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintahan. Keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) melalui jaringan sarana dan prasarana transportasi yang handal merupakan prasyarat utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mendorong pemerataan pembangunan dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah, serta mempererat hubungan antarwilayah dalam kerangka NKRI. Selama tahun 2009 telah dilaksanakan pembangunan sarana dan prasarana transportasi jalan antara lain: (a) pemeliharaan 31.169,0 km jalan nasional dan 63.781,4 m jembatan; (b) rehabilitasi 1.189,6 km jalan nasional dan 7.493,6 m jembatan; (c) pembangunan 179 km jalan dan 440 m jembatan di kawasan perbatasan dan pulau terluar/terdepan; (d) peningkatan 2.365,8 km jalan dan 6.243,9 m jembatan pada lintas utama yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non lintas; (e) pembangunan 64 km jalan baru dan strategis serta 226 m jembatan; (f) pembangunan 2 buah flyover di Pulau Jawa serta beberapa flyover lain sepanjang 1.794 m; (g) pembangunan 73 km jalan lintas selatan Jawa dan 765 m jembatan; (h) pembangunan 7,53 km jalan akses di Kuala Namu dan Tanjung Priok; (i) pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol Solo-Kertosono; (j) penambahan lajur jalan menjadi 84.985 lajur km dari 74.930 lajur km pada tahun 2005; serta (k) rehabilitas jalan dan jembatan Ex-BRR NAD dan Nias sepanjang 265 km. Pada tahun 2010, program penyelenggaraan jalan diprioritaskan untuk memenuhi target RPJMN 2010-2014 secara bertahap, yakni menyelesaikan pembangunan jalan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku dan Papua sepanjang 19.370 Km. Perkiraan capaian pembangunan prasarana jalan tahun 2010 antara lain: (a) preservasi jalan nasional sepanjang 33,525 km dan jembatan 92.357 m di seluruh Indonesia; (b) peningkatan kapasitas dan kualitas 1.598,72 km jalan pada lintas-lintas strategis; (c) pembangunan 18,4 km jalan lingkar/bypass; (d) pembangunan 4,921.0 m jembatan baru; (e) pembangunan flyover/underpass 3.262 m; (f) pembangunan jalan strategis di lintas selatan Jawa, perbatasan, terpencil dan terluar sepanjang 184 km dan jembatan 491 m; (g) pembangunan jalan akses sepanjang 3,6 km; serta (h) penanaman 30.000 pohon di 30 provinsi pada jalan nasional dalam rangka untuk mendukung program II.5 - 2
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sementara itu, capaian pembangunan sarana dan prasarana lalu lintas angkutan jalan tahun 2009, antara lain: (a) pengadaan fasilitas keselamatan, seperti marka jalan sepanjang 2.829.555 m dan pagar pengaman jalan 118.424 m; (b) pengadaan bus ukuran sedang dan besar untuk bus rapid transit (BRT) 40 unit; pengadaan 78 unit bus perintis, 60 unit bus sedang non AC, 45 unit bus sedang AC, dan 30 unit bus besar untuk angkutan perintis, kota/pelajar/mahasiswa serta pelayanan subsidi bus perintis untuk 111 trayek/lintasan perintis pada 21 provinsi; dan (c) pembangunan terminal (baru dan lanjutan) di 7 lokasi, serta lanjutan rehabilitasi terminal di Provinsi Maluku. Sedangkan capaian pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, antara lain: (a) pengadaan rambu penyeberangan sebanyak 29 buah, rambu sungai dan danau mencapai 2.530 buah; (b) pengerukan alur kolam pelabuhan 2.225.000 m3; (c) pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 151 unit (baru dan lanjutan), dan pembangunan dermaga danau 36 unit (baru dan lanjutan); (d) pembangunan kapal penyeberangan perintis 30 unit (baru dan lanjutan), pembangunan bus air 28 unit, dan speed boat 10 unit; serta (e) pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 76 lintas dalam provinsi dan 8 lintas antarprovinsi. Pada tahun 2010, program penyelenggaraan dan pelayanan transportasi darat diprioritaskan untuk memenuhi target RPJMN 2010-2014 secara bertahap, yakni menyelesaikan “road map to zero accident” dengan memasang 326.423 buah, 2.617 unit dan 3.882.754 meter fasilitas keselamatan lalu lintas angkutan jalan; membangun 134 (lokasi) terminal sebagai simpul transportasi jalan dan menyelenggarakan 9 kota percontohan, serta 2.350 unit bus; menyusun 408 paket rencana induk angkutan perkotaan dan rencana induk sistem informasi lalu lintas perkotaan; serta membangun fasilitas pendukung transportasi perkotaan. Di samping itu juga akan dibangun dan ditingkatkan simpul angkutan ASDP dengan 250 paket dan 92 unit sarana ASDP. Pencapaian pembangunan transportasi perkeretaapian pada tahun 2009 diantaranya: (a) peningkatan jalan rel 1.849,62 km dan pembangunan jalur KA baru 244,80 km, antara lain, di NAD, lintas Simpang-Indralaya (Kampus Unsri), partial double track lintas Tulungbuyut-Blambangan Umpu, jalur ganda Tanah Abang-Serpong, Cikampek-Cirebon, Yogyakarta-Kutoarjo, Tegal-Pekalongan, dan lintas Cirebon-Kroya; (b) peningkatan jembatan KA 161 unit; (c) modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik (sintelis) 96 paket; (d) pengadaan rel mencapai 142.311 ton; (e) pengadaan wesel 100 unit; (f) rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57 km; (g) pembangunan Depo Depok; (h) engineering service MRT Jakarta; (i) lanjutan pembangunan double double track Manggarai-Cikarang; (j) pengadaan kereta kelas ekonomi (K3) 168 unit, KRD/KRDI 46 unit, KRL 108 unit, kereta kedinasan 2 unit, railbus (tahap 1) 3 unit, serta public service obligation (PSO) untuk angkutan kereta api kelas ekonomi. Sedangkan pada tahun 2010, perkiraan capaian kegiatan transportasi perkeretaapian, yakni melanjutkan kegiatan pembangunan jalur ganda Kutoarjo-Kroya, double-double track (DDT) Manggarai-Cikarang; penyusunan Detail Engineering Design untuk MRT Jakarta; modifikasi Stasiun Cirebon; pembangunan substation untuk KRL di Jabodetabek; pengadaan rel dan alat untuk memelihara jalur rel kereta api; serta pengadaan lokomotif dan KRL. Capaian pembangunan transportasi laut tahun 2009 diantaranya adalah: (a) pengerukan dan pemeliharaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan di 5 lokasi ; (b) pembangunan baru dan lanjutan 195 pelabuhan dan rehabilitasi 42 pelabuhan; (c) Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dan Sistem Telekomunikasi Pelayaran Tahap 4 yang tersebar di seluruh Indonesia, pembangunan Vessel Traffic II.5 - 3
Services (VTS) di wilayah Selat Malaka, dan persiapan pembangunan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok; (d) pembangunan 5 unit kapal perintis dan 9 unit kapal marine surveyor; (e) penyelesaian pembangunan kapal navigasi 7 unit; (f) Peningkatan sistem pengamanan pelabuhan (Port Security System Improvement) di 9 Pelabuhan; (g) pemasangan dan pengintegrasian Indonesia Port Net (INAPORTNET) di pelabuhan Belawan, Tanjung Perak, Tanjung Emas; (h) terbitnya PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Pada tahun 2010, program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut diprioritaskan untuk memenuhi target RPJM 2010-2014 secara bertahap, yaitu melaksanakan : (a) pengerukan dan pemeliharaan alur pelayaran mencapai 7,7 juta m3 di 19 lokasi; (b) pembangunan baru dan lanjutan pelabuhan di 146 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia; (c) pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi dan navigasi pelayaran, antara lain: pelelangan INDOSREP di Selat Sunda dan Selat Lombok, pembangunan VTS di wilayah Selat Malaka wilayah Tengah dan Utara, dan pemasangan Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) di perairan Indonesia; (d) pembangunan SBNP meliputi menara suar 12 unit, rambu suar 80 unit, dan lampu suar 170 unit; (e) pembangunan baru dan lanjutan kapal marine surveyor 5 unit dan kapal patroli 21 unit; (f) pembangunan kapal penumpang dan perintis sebanyak 5 unit beserta subsidi angkutan laut perintis untuk 58 trayek dan dana PSO melalui PT PELNI; (g) Pemasangan sistem National Single Window di pelabuhan Tanjung Priok, serta (h) terbitnya PP No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, PP No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan dan PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim di awal Tahun 2010. Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan transportasi udara tahun 2009, antara lain: (a) pengembangan 14 bandar udara pada daerah rawan bencana dan daerah perbatasan agar mampu melayani pesawat udara sejenis F-27 atau Hercules C-130; (b) rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan 2.881.925 m2, fasilitas terminal 17.842 m2, fasilitas bangunan 124.083 m2, dan fasilitas keselamatan penerbangan 77 paket; (c) pembangunan 15 bandara yang melayani penerbangan umum; (d) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; (e) pembangunan dan peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan rawan bencana sebanyak 12 lokasi; serta (f) pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15 provinsi. Perkiraan hasil yang akan dicapai pada tahun 2010 meliputi: (a) pengembangan 26 bandar udara pada daerah rawan bencana dan daerah perbatasan; (b) rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan, fasilitas terminal, dan fasilitas bangunan pada 179 bandara; (c) pembangunan bandara yang melayani penerbangan umum; (d) lanjutan pembangunan bandara Medan Baru; (e) pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana navigasi penerbangan sebanyak 31 paket; (f) pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana keamanan penerbangan sebanyak 116 paket; serta (g) pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis pada 118 rute. Kegiatan pembangunan prasarana penunjang transportasi mencakup pembangunan pencarian dan penyelamatan (search and rescue/SAR), pendidikan dan pelatihan transportasi, serta penelitian dan pengembangan transportasi. Kegiatan pembangunan SAR yang dilakukan tahun 2010 meliputi: pengadaan 19 unit Rubber Boat, 10 unit Rigid Inflatable Boat, 4 unit rescue Boat dan prasarana penunjang operasional lainnya. Pembangunan pendidikan dan pelatihan transportasi meliputi: (a) pembangunan balai diklat kepelautan di NAD, Sorong, dan Ambon; (b) pembangunan Maritime Education and Training Improvement (METI); (c) pengembangan STT Transportasi Darat di Makassar II.5 - 4
dan NAD; (d) pengembangan STPI Curug menuju center of excelence dan Program Pilot commercial (PC-200); (e) pengadaan fasilitas penunjang diklat dan pembangunan/peningkatan prasarana diklat; (f) perbaikan/perawatan sarana dan prasarana diklat; serta (g) peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu, telah dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan berupa penelitian/studi dan telaahan/kajian yang sifatnya lintas sektoral, manajemen transportasi multimoda, transportasi darat, laut, dan udara. 5.1.3
Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan menjadi faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab dan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah tersebut antara lain memberikan fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) serta dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman air minum, pengelolaan air limbah, persampahan, dan drainase. Pencapaian pembangunan perumahan yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 antara lain : (a) pembangunan rumah baru layak huni sebanyak 161.577 unit yang terdiri dari rumah sederhana sehat bersubsidi (119.638 unit), rumah sederhana sehat non-subsidi (39.362 unit), dan rumah khusus (2.577 unit); (b) pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 8.791 unit; (c) dukungan terhadap pembangunan rumah susun sederhana milik oleh swasta sebanyak 4.083 unit; (d) pembangunan rumah swadaya sebanyak 517.586 unit; serta (e) peningkatan kualitas perumahan swadaya sebanyak 698.711 unit. Sementara itu, perkiraan pencapaian kegiatan pembangunan perumahan tahun 2010 antara lain: (a) pembangunan 92 twin blok rumah susun sederhana sewa bagi pekerja dan sebagai upaya penanganan lingkungan permukiman kumuh; (b) fasilitasi dan stimulasi penataan lingkungan permukiman kumuh di 146 kawasan; (c) fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya bagi MBR sebanyak 2.000 unit; serta (d) fasilitasi dan stimulasi peningkatan kualitas perumahan swadaya bagi MBR sebanyak 20.000 unit; serta (e) fasilitasi dan stimulasi pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas bagi 30.374 unit rumah. Selain pembangunan perumahan, kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman (air minum, air limbah, pengelolaan persampahan, dan drainase) yang telah dilakukan pada tahun 2009 antara lain: (a) pembangunan sarana dan prasarana air minum sebanyak 6.320 liter per detik; (b) pembangunan pengolahan air limbah di 106 kabupaten/kota; (c) pengelolaan persampahan di 133 kabupaten/kota; serta (d) pembangunan drainase untuk kawasan seluas 2.678 hektar. Perkiraan pencapaian kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman tahun 2010 antara lain: (a) fasilitasi pembangunan air minum di 144 ibukota kecamatan, 18 kawasan khusus perbatasan, dan 1.472 desa; (b) fasilitasi pembangunan air limbah sistem off-site di 8 kab/kota, serta penanganan drainase di 39 kabupaten/kota; (c) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Regional) sebanyak 6 TPA Regional yang melayani 17 kabupaten/kota; (d) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Sanitary Landfill) di 52 kabupaten/kota; serta (e) penyediaan prasarana persampahan terpadu 3 R di 49 lokasi.
II.5 - 5
5.1.4 Komunikasi dan Informatika Dalam upaya memberikan landasan bagi terciptanya masyarakat informasi Indonesia, pembangunan pos dan telematika di tahun 2009 diarahkan kepada tiga agenda utama yaitu: (a) reformasi sektor pos dan telematika untuk menciptakan efisiensi dalam penyelenggaraan pos dan telematika, kompetisi level playing field, dan iklim investasi yang kondusif; (b) penyediaan infrastruktur dan layanan pos dan telematika di wilayah non komersial untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat; serta (c) pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan informasi dan TIK (e-literasi), meningkatkan kemampuan industri dalam negeri dalam memanfaatkan dan mengembangkan aplikasi TIK, serta mewujudkan keabsahan, keamanan, dan perlindungan hukum dan pemanfaatan TIK. Hasil pelaksanaan pembangunan pos dan telematika pada tahun 2009 antara lain : (a) penyediaan layanan pos di 2.350 kantor pos cabang luar kota (kpclk) sebagai pelaksanaan program Public Service Obligation (PSO); (b) pengesahan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos sebagai pengganti UU No. 6 Tahun 1984; (c) penyelesaian penyediaan jasa akses telekomunikasi dan internet universal (Universal Service Obligation) melalui program Desa Berdering di 24.051 desa dan Desa Punya Internet (Pinter) di 70 desa, serta dimulainya proses pelelangan untuk penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK); (d) dimulainya pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring sepanjang 1.237,8 km yang menghubungkan Mataram dan Kupang; (e) pemberian izin penyelenggaraan telekomunikasi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access); (f) pengesahan berbagai peraturan yang mengatur penataan dan penetapan pita frekuensi, serta migrasi pengguna frekuensi radio eksisting untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel; (g) dimulainya proses pelelangan community access point sebanyak 222 titik di Lampung, Banten, dan Jawa Barat; (h) uji coba televisi digital free to air daerah uji coba simulcast (siaran bersama dengan sistem analog) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung, serta peresmian TV digital untuk penerimaan TV bergerak (mobile TV) daerah uji coba Jakarta; (i) peresmian Desa Informasi yang dilengkapi dengan akses telekomunikasi, internet, layanan televisi berlangganan, dan radio komunitas di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat; (j) pengoperasian transmisi di Panyandakan (Bandung), Patuk (DIY) dan Makassar sebagai bagian dari 27 lokasi proyek Improvement of TV Transmitting Stations Phase-I; (k) penyelesaian pembangunan dua ICT Training Center masing-masing bekerja sama dengan Jababeka dan UIN Syarif Hidayatullah; (l) pemantauan terhadap penyelesaian proyek percontohan e-government yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Batam; serta (m) meningkatnya teledensitas total akses telekomunikasi pada tahun 2009 menjadi 79 persen10 yang terdiri dari 14,9 persen untuk sambungan tetap11 dan 64,1 persen untuk sambungan bergerak. Perkiraan beberapa pencapaian pokok di tahun 2010 adalah: (a) penyediaan layanan pos PSO di 2.515 kpclk; (b) penyediaan jasa akses telekomunikasi (Desa Berdering) meliputi 31.824 desa; (c) dimulainya penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan untuk 5.748 kecamatan; (d) selesainya pembentukan ICT Fund sebagai sumber pembiayaan pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring dengan skema kerja sama antara pemerintah dan swasta; (e) pengesahan seluruh RPP UU No. 11 Tahun 2008 tentang 10
Per September 2009
11
Terdiri dari akses kabel dan nirkabel (fixed wireless access)
II.5 - 6
Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk RPP Penyelenggaraan Sistem Elektronik di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah (e-Government); (f) penyelesaian penyusunan Rencana Induk (Master Plan) e-Government Nasional; (g) lanjutan pembahasan RUU Cyber Crime, RUU Ratifikasi Convention on Cyber Crime, dan RUU Multimedia (Konvergensi Telematika); (h) implementasi tahap satu proyek percontohan community access point (CAP) sebagai pusat akses informasi masyarakat berbasis TIK di 222 kecamatan; (i) penyelesaian pelaksanaan proyek Improvement of TV Transmitting Stations Phase-I yang meliputi 30 lokasi blank spot, remote areas, dan perbatasan; (j) pengembangan Desa Informasi di 15 desa; serta (k) selesainya reorganisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sejalan dengan proses konvergensi sektor telekomunikasi, informatika, dan penyiaran. 5.1.5
Energi dan Ketenagalistrikan
Pencapaian pembangunan energi dan ketenagalistrikan tahun 2009 adalah: meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 66,00 persen dan rasio listrik perdesaan sebesar 93 persen. Pencapaian tersebut diantaranya merupakan hasil dari pembangunan listrik perdesaan berupa penambahan pembangunan PLTS sebanyak 3872 KW, PLTMH sebesar 1.338 KW, PLT Bayu sebanyak 1.177 KW, PLT Hybrid yaitu solar dan bayu sebanyak 252 KW serta pembangunan gardu induk sebanyak 1.355 unit dengan kapasitas 69.820 kVA, jaringan tegangan menegah sepanjang 2.388 km dan jaringan tegangan rendah sepanjang 2.570 km. Secara total, pada tahun 2009 kapasitas terpasang pembangkit energi baru terbarukan menjadi 1.210 MW, dimana bagian terbesar adalah dari panas bumi sebesar 1.192 MW. Disamping itu terjadi penambahan kapasitas panas bumi sebesar 127 MW yang berasal dari PLTP Lahendong III (10MW) dan PLTP Wayang Windu II (117 MW). Pembangunan jaringan transmisi baik 150kV, 175kV, maupun 275 kV dan 500 kV, dan juga pembangunan pembangkit listrik baik oleh PT. PLN, independent power producers (IPP), maupun pembangkit terintegrasi, sehingga kapasitas pembangkit meningkat menjadi 33.430 MW (84 persen atau sebesar 28.234 MW berasal dari pembangkit PLN). Pada tahun 2009 bauran energi nasional (energy mix) komposisinya terdiri dari BBM 48%, Batubara 30%, Gas Bumi 19%, Panas Bumi 1%, dan Tenaga Air 2%. Sedangkan bauran energi primer ketenagalistrikan untuk BBM 23,26 %, Batubara 37,84 %, Gas Bumi 27,74 %, Tenaga Air 7,3 %, Panas bumi 2,81% dan Energi Terbarukan lainnya 1,00%. Pada tahun ini juga dilakukan pengembangan jaringan terintegrasi di sistem Jawa-MaduraBali (JAMALI) dan sistem Sumatera. Disamping itu, dilakukan penguatan Sistem yang belum terintegrasi di Kalimantan, Sulawesi, NTT & NTB dan Maluku dan Papua. Pada sisi lain, pada tahun 2009 telah lakukan pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga di kota Surabaya dan Palembang. Kebijakan harga (pricing policy) di bidang energi dan ketenagalistrikan adalah penentuan tarif BBM dan listrik oleh pemerintah sehingga menimbulkan konsekuensi subsidi. Subsidi Listrik yang diberikan selama ini belum memberikan margin yang cukup bagi PLN sebagai Pemegang Kuasa Ketenagalistrikan (PKUK) untuk melakukan pengembangan usaha. Namun demikian, investasi energi dan sumber daya mineral mengalami peningkatan dari tahun 2008 sekitar US$ 19,9 miliar menjadi sekitar US$ 23 miliar pada tahun 2009. Untuk tahun 2009 subsidi listrik yang diberikan sebesar Rp. 48,16 triliun sedangkan untuk BBM/LPG adalah sebesar Rp. 54,3 Triliun.
II.5 - 7
Pada tahun 2009 telah diterbitkan Undang-Undang No. 30 tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, dimana penyediaan tenaga listrik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau PLN tapi juga pemerintah daerah. Disamping itu, telah ditetapkan Permen KESDM No. 31 tahun 2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah atau kelebihan tenaga listrik, dan juga Permen KESDM No. 32 tahun 2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Penyempurnaan regulasi tersebut untuk meningkatkan peran serta Pemda, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenaga listrik, serta untuk mendorong upaya diversifikasi energi melalui pemanfaatan energi selain minyak. Hal tersebut dilakukan mengingat peran koperasi, swasta, dan pemda masih terbatas, bahkan tingkat keberhasilan independent power producers (IPP) sampai saat ini hanya sekitar 13 persen dari seluruh IPP yang saat ini telah mendapat ijin. Khusus mengenai program kemitraan dalam rangka implementasi konservasi energi telah dilakukan upaya-upaya tindak lanjut seperti menambah jumlah peserta (target) kemitraan, pembentukan manajer energi, fasilitasi pendanaan dalam rangka implementasi hasil rekomendasi audit energi, dan menyediakan bantuan teknis untuk industri kecil dan menengah. Adapun perkiraan pencapaian pembangunan energi dan ketenagalistrikan tahun 2010 adalah (a) melanjutkan upaya pembangunan transmisi gas ruas Kalimantan-Jawa Tengah dan trans-Jawa, serta beberapa wilayah distribusi yang dekat dengan ruas transmisi eksisting (Jakarta, Banten, Cepu, Palembang, dan Surabaya); (b) pengembangan jaringan gas kota di 3 (tiga) kota, yaitu Depok Sidoarjo, dan Tarakan, termasuk kejelasan pengelolaan dan aspek legalitasnya pascakontruksi jaringan gas tersebut; (c) berkembangnya pemanfaatan potensi energi lokal dengan memanfaatkan EBT terutama di daerah perdesaan termasuk kegiatan diseminasi dan capacity building guna mendukung pelaksanaan Desa Mandiri Energi (DME); (d) tersusunnya rumusan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan; (e) persiapan pengembangan infrastruktur gas untuk transportasi; (f) meningkatnya rasio desa berlistrik menjadi sekitar 94,59 persen dari hasil penambahan pembangunan pembangkit skala kecil dan menengah yang menggunakan energi baru terbarukan (PLTS, PLTMH, dan PLT Bayu) dan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi (gardu induk, JTM, dan JTR); (g) meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 66,50 persen melalui pembangunan jaringan transmisi 500kV, 275 kV, 175kV, dan 150kV beserta Gardu Induk serta jaringan distribusi; serta (h) tersusunnya turunan dari peraturan perundangan di bidang ketenagalistrikan serta fasilitasi pembangunan ketenagalistrikan yang dilakukan swasta. 5.1.6 Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo Dalam upaya penanggulangan luapan lumpur, sampai akhir Desember 2009 2 (dua) dari 5 (lima) bubble dengan dimensi dan intensitas besar telah berhenti total dan satu lainnya telah berkurang drastis (hampir mati). Pada awal Januari 2010 upaya penanggulangan luapan lumpur dan pengaliran lumpur ke Kali Porong yang dilakukan oleh BPLS berhasil mempertahankan tidak meluasnya Peta Area Terdampak (PAT). Dalam upaya penanganan masalah sosial, telah dilakukan Pembayaran Ikatan Jual Beli (PIJB) Tahap I (20%) di Desa Besuki, Kedungcangkring dan Pejarakan (Perpres 48/2008) sebanyak 1.744 berkas dan sebanyak 1.438 telah dilakukan PIJB Tahap II sebesar 30% dari II.5 - 8
1.788 berkas secara keseluruhan yang diajukan warga. Sementara 44 berkas masih belum dapat dilakukan PIBJ Tahap I karena masih terdapat sengketa dan perbedaan bukti kepemilikan. Terkait dengan penyaluran bantuan sosial di Kelurahan Siring bagian barat, Jatirejo dan Mindi (wilayah 9 RT, Perpres 20/2009) yang dinyatakan tidak layak huni, pelaksanaannya terus dipertahankan dengan penuh kehati-hatian untuk mencegah terjadinya gejolak sosial baru. Sementara itu proses verifikasi pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT (Perpres 14/2007) oleh PT Minarak Lapindo Jaya terus dilakukan untuk menjaga momentum tahap pembayaran 80%, dan tahap 20% yang masih tersisa.
5.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Secara umum permasalahan sarana dan prasarana di Indonesia adalah masih belum memadainya kondisi dan jumlah sarana dan prasarana dibandingkan dengan cakupan luas wilayah yang harus dilayani, serta dalam mendukung tingkat daya saing global yang tinggi. Berdasarkan laporan World Economic Forum tahun 2009 terjadi peningkatan peringkat daya saing infrastruktur Indonesia, dari peringkat 96 pada tahun 2008 menjadi peringkat ke 84 pada tahun 2009, namun peringkat tersebut masih jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia yang menempati peringkat ke 27, dan Thailand di peringkat ke 41. Sistem logistik nasional yang efisien dan efektif yang diyakini akan mampu mengurangi disparitas harga antarwilayah serta meningkatkan daya saing ekspor, masih kurang didukung dengan kualitas sistem jaringan infrastruktur yang mampu menghubungkan antarwilayah (domestic connectivity) serta teknologi dan sistem informasi yang handal. Permasalahan dan tantangan lainnya adalah belum memadainya aksesibilitas dan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan prasarana di wilayah terpencil dan perdalaman. Upaya pencapaian target millenium development goals (MDG’s) pada tahun 2015 masih perlu ditingkatkan untuk mengurangi separuh penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman, serta pengurangan separuh penduduk miskin yang menghuni permukiman kumuh. Disamping itu, masih tingginya jumlah kekurangan rumah (backlog) pada tahun 2009 hingga mencapai 7,4 juta bahkan diperkirakan akan mengalami stagnansi yang disebabkan oleh kemampuan penyediaan perumahan beserta sarana dan prasarananya yang belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, upaya peningkatan daya saing melalui peningkatan kelancaran arus barang dan jasa terhambat oleh kejadian banjir yang sering kali melanda pusat-pusat perekonomian, pusat produksi dan kawasan strategis lainnya. Pertumbuhan penduduk dan kawasan industri yang pesat, juga belum didukung oleh ketersedian air baku yang memadai. Memperhatikan kondisi di atas, sasaran umum pembangunan sarana dan prasarana tahun 2011 adalah : (a) mendukung ketahanan pangan nasional; (b) meningkatkan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity); (c) memperkuat virtual domestic interconnectivity (Indonesia connected); (d) mengurangi backlog penyediaan perumahan; (e) meningkatkan ketahanan energi nasional; serta (f) ketersediaan air baku dan pengendalian banjir. Secara lebih terinci permasalahan serta sasaran sarana dan prasarana 2011 adalah sebagai berikut.
II.5 - 9
5.2.1
Sumber Daya Air
Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam upaya pengembangan dan pengelolaan irigasi dan rawa pada tahun 2011 antara lain: (a) belum optimalnya jaminan ketersediaan air irigasi dan fungsi jaringan irigasi karena kerusakan akibat bencana alam serta rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan jaringan; (b) belum optimalnya pengembangan jaringan rawa sebagai alternatif lahan irigasi baru; dan (c) dampak perubahan iklim yang mempengaruhi pola distribusi ketersediaan air. Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam upaya meningkatkan ketersediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air baku non pertanian, antara lain: (a) terhambatnya proses pembebasan lahan bagi pembangunan tampungan air; (b) tingginya laju sedimentasi pada tampungan air, sungai dan saluran sehingga mengurangi tingkat keandalan pasokan air; (c) terbatasnya kapasitas, kuantitas dan kualitas SDM serta pendanaan untuk melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan, (d) meningkatnya kebutuhan air baku non pertanian, (e) berkurangnya kuantitas dan kualitas suplai air baku, serta belum optimalnya teknologi pengolahan dan penyediaan air baku. Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam pengendalian banjir, antara lain: (a) tingginya tingkat kerusakan daerah tangkapan air yang menyebabkan frekuensi dan intensitas banjir meningkat; (b) buruknya sistem drainase mikro pada daerah perkotaan; (c) tingginya eksploitasi air tanah yang menyebabkan penurunan muka tanah (land subsidence) sehingga potensi genangan meningkat; (d) terhambatnya proses pembebasan tanah bagi pembangunan prasarana pengendali banjir; (e) berkurangnya kapasitas tampung sungai akibat tingginya laju sedimentasi serta padatnya pemukiman dan aktivitas di bantaran sungai; dan (f) dampak perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan muka air laut, dan gelombang pasang yang memicu terjadinya banjir rob/pasang air laut, dan abrasi pantai. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan serta penyediaan data/informasi pengelolaan sumber daya air antara lain: (a) kurang terpadunya pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; (b) belum optimalnya koordinasi antarinstansi, antarpemerintahan dan antarpemilik kepentingan; (c) belum disahkannya beberapa peraturan perundangan sebagai acuan operasional; (d) meningkatnya potensi konflik pengelolaan sumber daya air karena ketersediaan air yang tidak merata antarwilayah administrasi; (e) kurangnya ketersediaan, kualitas, serta akses data dan informasi sumber daya air; (f) belum terintegrasinya sistem data dan informasi sumber daya air baik antarsektor maupun antarwilayah administrasi; dan (g) kurang sempurnanya standarisasi data. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas serta untuk mencapai tujuan pembangunan sumber daya air, sasaran pokok yang ingin dicapai dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur bidang sumber daya air pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : Sasaran Meningkatnya ketersediaan dan kelestarian air
Meningkatnya dan terjaganya kualitas dan cakupan layanan irigasi, rawa dan pemanfaatan air tanah
Indikator • Melanjutkan pembangunan 6 buah waduk dan dimulainya pembangunan 2 waduk. Penyelesaian pembangunan 34 embung/situ dan diselesaikannya rehabilitasi 2 waduk, 50 embung/situ, serta dimulainya pelaksanaan rehabilitasi 13 waduk lainnya; beroperasi dan terpeliharanya 179 waduk/embung/situ, serta konservasi di 9 kawasan sumber air. • Meningkatnya luas layanan jaringan irigasi seluas 56,78 ribu hektar, meningkatnya layanan jaringan rawa seluas 67,85 ribu hektar, terehabilitasinya jaringan irigasi seluas 161,90 ribu hektar, terehabilitasinya jaringan rawa seluas 171,34 ribu hektar, beroperasi dan
II.5 - 10
Sasaran
Meningkatnya dan terjaganya kapasitas layanan prasarana air baku Meningkatnya kawasan yang dapat dilindungi dari bahaya banjir, lahar/sedimen, dan abrasi pantai
• •
•
Terlaksananya upaya penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu
•
Indikator terpeliharanya jaringan irigasi dan rawa seluas 3,04 juta hektar. Terehabilitasinya 326 sumur air tanah; beroperasi dan terpeliharanya 494 sumur air tanah; meningkatnya keandalan dan layanan jaringan tata air tambak seluas 15,82 ribu hektar melalui peningkatan dan rehabilitasi. Meningkatnya, terehabilitasinya, beroperasi dan terpeliharanya prasarana air baku dengan kapasitas masing-masing 5,89 m3/det, 2,92 m3/det dan 7,18 m3/det. Diselesaikannya bangunan pelengkap Banjir Kanal Timur yang terdiri atas: bangunan akhir/jetty, jalan inspeksi, perkuatan tebing, normalisasi Kali Blencong, Inlet Cakung, Saluran Gendong, Utilitas (PGN Jaktim, PLN Jaktim, TPJ), jembatan penyeberangan orang (BKT 226), jembatan BKT 207, drain inlet, perkuatan bronjong, jalan oprit, pekerjaan galian dan timbunan hulu Kali Sunter, serta pemasangan Grass Block. Dilaksanakannya pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir masing-masing sepanjang 13,73 km, 153 km, dan 1.000 km; pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengaman pantai masing-masing sepanjang 36,92 km, 9,2 km dan 19,35 km; rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen masing-masing sebanyak 4 buah, 13 buah dan 20 buah. konservasi Kali Tirtomoyo & Kali Asin, pembangunan Waduk Gonggang dan remaining works LSRIP-phase I, pembangunan Waduk Kendang (Blora), pembangunan Tanggul Kiri Bengawan Solo RengelCentini, perbaikan dan pengaturan Kali Madiun; pembangunan Waduk Bendo, Gondang, Kresek, Kedung Bendo, dan Pidekso; penanganan sedimen Waduk Wonogiri dan Konservasi DAS Keduang; rehabilitasi 7 waduk dan embung/waduk lapangan; pembangunan kawasan retensi di 3 Sungai di Ponorogo; Bendung Gerak/Bojonegoro Barrage, Jabung Ring Dike; pembangunan bendung gerak Sembayat; tanggul kota Ngawi; pengaturan kawasan rawan banjir Bojonegoro; rehabilitasi pintu air Demangan; normalisasi 3 sungai; normalisasi Kali Lamong; dan perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu (Jurug-Sragen).
5.2.2 Transportasi Pembangunan transportasi dalam rangka mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat sampai saat ini masih menghadapi permasalahan dan tantangan, antara lain: Pertama, Jumlah dan kondisi sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai, serta penyebaran pembangunan yang belum merata. Infrastruktur jalan belum sepenuhnya menghubungkan dan menjangkau seluruh wilayah perdalaman. Begitu pula dengan pelayanan transportasi antarmoda. Hal tersebut mengakibatkan biaya transportasi barang dan penumpang cukup tinggi, meningkatnya waktu perjalanan, pemborosan penggunaan bahan bakar, menurunnya kualitas lingkungan, menurunkan tingkat keselamatan transportasi, sehingga pelayanan transportasi menjadi kurang efektif dan efisien. Kedua, Aksesibilitas pelayanan transportasi bagi masyarakat di perdesaan masih rendah, terutama di wilayah perdesaan, wilayah terpencil, pulau-pulau terluar dan terdepan. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya pemasaran hasil produksi dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, khususnya untuk menjangkau pusat-pusat kegiatan dan aktivitas ekonomi yang ada. Ketiga, Penyediaan sarana dan prasarana transportasi perkotaan belum memadai. Pelayanan transportasi umum perkotaan yang kurang memadai dan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan kendaraan pribadi dan sepeda motor, mengakibatkan di banyak kota-kota semakin bergantung pada moda kendaraan pribadi II.5 - 11
(menjadi auto-dependent city). Hal tersebut diperparah dengan tingginya arus lalu-lintas pada beberapa ruas-ruas jalan yang menuju ke pusat kota, sebagai akibat dari penyebaran pusat-pusat kegiatan yang tidak seimbang dan cenderung monosentris. Sebaliknya, pengembangan sarana dan prasarana transportasi seringkali justru turut memicu terjadinya “urban sprawl”, padahal keberlanjutan kota (urban sustainability) ditentukan oleh kondisi transportasi perkotaan. Keempat, keterbatasan kemampuan pendanaan pembangunan di sektor transportasi. Besarnya kebutuhan pendanaan pembangunan transportasi yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pemerintah, telah mengakibatkan terjadinya “backlog” pemeliharaan yang berlangsung secara terus menerus. Sementara itu, investasi pembangunan infrastruktur melalui skema KPS belum optimal, sehingga peraturan perundangan yang menjadi masalah selama ini terus disempurnakan. Kelima, SDM dan kelembagaan belum mampu memenuhi kebutuhan. Penyelenggaraan prasarana dan sarana transportasi masih perlu ditunjang dengan kemampuan SDM dan ketersediaan kelembagaan yang memadai. Kemampuan teknis SDM perlu diimbangi dengan kemampuan non teknis dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang saat ini. Demikian pula kelembagaan yang ada, perlu diperkuat dan disempurnakan agar dapat menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terus terjadi. Keenam, Masalah sosial dan lingkungan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan. Pembangunan prasarana transportasi sering kali menimbulkan masalah sosial akibat adanya kebutuhan pembebasan lahan, pemindahan penduduk terkena dampak, dan perubahan fungsi lahan. Hal tersebut disebabkan peraturan perundangan belum memadai, serta adanya pengaruh pihak ketiga dalam pembebasan lahan dan pemindahan penduduk dalam pelaksanaan pembangunan. Ketujuh, sistem transportasi nasional belum sepenuhnya siap dalam menghadapi tuntutan kompetisi global yang semakin tinggi. Tuntutan kompatibilitas global menempatkan jaringan transportasi nasional berperan sebagai subsistem dari jaringan global dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional. Tuntutan yang lain adalah untuk mengembangkan transportasi yang berkelanjutan, yang mampu melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global (global warming), mengingat sektor transportasi merupakan sektor penyebab sekaligus penerima dampak perubahan iklim. Berdasarkan kondisi dan permasalahan di atas, maka sasaran umum pembangunan transportasi pada tahun 2011 antara lain sebagai berikut: No 1
Sasaran Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda
Indikator a. kondisi mantap jalan nasional menjadi 88,50 persen; b. penurunan waktu tempuh rata-rata antar pusat kegiatan nasional sebesar 1 persen; c. bertambahnya kapasitas jalan lajur-Km sepanjang 1.782 Km pada jalan nasional; d. pangsa angkutan laut domestik menjadi 100 persen dan angkutan ekspor impor menjadi 11 persen; e. pangsa angkutan KA barang menjadi 3 persen dan angkutan penumpang 10 persen; f. pertumbuhan penumpang angkutan udara dalam negeri menjadi 9,78 persen/tahun dan angkutan udara luar negeri menjadi 12,3 persen/tahun;
II.5 - 12
No
Sasaran
2
Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi.
3
Meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi. Restrukturisasi kelembagaan
4 5
5.2.3
Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada transportasi
Indikator g. meningkatnya pangsa pengguna moda transportasi umum di perkotaan; h. meningkatnya keterpaduan transportasi dengan tata ruang. a. terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang juga didorong melalui DAK bidang transportasi perdesaan; b. meningkatnya pelayanan perintis untuk wilayah tertinggal, terpencil, perbatasan, terisolir, dan pelayanan transportasi bagi masyarakat berpendapatan rendah melalui skema PSO; c. meningkatnya keterjangkauan terhadap jasa transportasi bagi golongan masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik, berpendapatan rendah, dan lanjut usia. Menurunnya tingkat kecelakaan transportasi pada tahun 2011 turun 20 % persen dari kondisi eksisting tahun 2010 Selesainya peraturan turunan dari undang-undang bidang transportasi a. berkurangnya emisi kendaraan bermotor; b. terbangunnya pelabuhan dan bandar udara yang ramah lingkungan (eco port dan eco airport) c. terbangunnya transportasi umum massal berbasis bus di perkotaan; d. penggunaan energi yang ramah lingkungan.
Perumahan dan Permukiman
Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perumahan tahun 2011 adalah terbatasnya akses MBR terhadap hunian yang layak, antara lain disebabkan oleh (a) terbatasnya akses MBR terhadap pembiayaan perumahan, serta penguasaan dan legalitas lahan; (b) kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman belum mantap; (c) pasar primer dan pembiayaan sekunder perumahan belum berjalan secara optimal; (d) efisiensi pembangunan perumahan masih rendah; serta (e) pemanfaatan sumberdaya perumahan dan permukiman belum optimal. Dalam pembangunan air minum dan sanitasi, permasalahan pokok yang dihadapi pada tahun 2011 adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap layanan air minum, air limbah, pengelolaan persampahan, dan drainase yang disebabkan oleh (a) belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung penyediaan air minum dan pengelolaan sanitasi; (b) masih terbatasnya yang kredibel dan profesional; (c) rencana induk penyediaan air minum dan pengelolaan sanitasi belum tersedia; serta (d) terbatasnya pendanaan untuk mendukung seluruh aspek penyediaan air minum dan pengelolaan sanitasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, sasaran pembangunan perumahan yang hendak dicapai pada tahun 2011 adalah tersedianya akses bagi masyarakat terhadap perumahan yang layak serta kepastian hukum dalam bermukim bagi 1,81 juta rumah tangga. Untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman, sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2011 adalah (a) tersedianya akses air minum bagi 28,18 persen penduduk; (b) pembangunan sistem pengolahan air limbah terpusat (off-site) skala kota dan skala komunal serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas terhadap sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 27,22 persen penduduk; (c) tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 19,8 persen penduduk; serta (d) menurunnya luas genangan sebesar 9.295 hektar di 41 kawasan strategis perkotaan. II.5 - 13
5.2.4 Komunikasi dan Informatika Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan periode 2005-2009 menunjukkan bahwa ketersediaan total akses telekomunikasi jauh meningkat dengan pertumbuhan sekitar 201 persen, yaitu dari 27,6 persen tingkat penetrasi pada tahun 2005 menjadi 79,0 persen pada September 2009. Namun demikian, distribusi penyediaan akses masih belum merata. Hal ini terjadi karena penyediaan akses telekomunikasi di daerah perdesaan, perbatasan, dan wilayah non komersial lainnya baru dapat mulai diimplementasikan pada tahun 2009 melalui Program USO. Hasil evaluasi lainnya menunjukkan bahwa tingkat e-literasi masyarakat masih rendah sehingga pemanfaatan infrastruktur komunikasi dan informatika lebih banyak bersifat konsumtif. Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya tingkat daya saing. Hasil pemeringkatan e-readiness12 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-68 dari total 70 negara (tahun 2008) dan ke-65 (tahun 2009). Permasalahan tersebut di atas diperkirakan masih harus diselesaikan pada tahun 2011. Selain disparitas penyediaan akses dan rendahnya tingkat e-literasi, permasalahan yang harus dihadapi adalah (a) sangat terbatasnya pengembangan infrastruktur broadband nasional yang saat ini masih didominasi wireless broadband dan jangkauannya baru mencapai sekitar satu persen; (b) belum optimalnya pemanfaatan spektrum frekuensi radio yang terlihat dari masih banyaknya penggunaan spektrum frekuensi radio secara ilegal, padahal di sisi lain kebutuhan akan spektrum frekuensi radio sangat tinggi; (c) masih tingginya ketergantungan terhadap industri luar negeri dan teknologi proprietary; (d) belum optimalnya kerja sama dengan pemerintah daerah yang di antaranya terlihat dari kasus perobohan menara seluler di beberapa daerah sehingga menyebabkan rendahnya kualitas dan bahkan menghilangnya layanan telekomunikasi seluler kepada masyarakat setempat; (e) meningkatnya cyber crime di dunia perbankan dan penyalahgunaan (abuse/misuse) TIK yang menimbulkan keresahan di masyarakat seperti penipuan, pencurian identitas, terorisme, dan pornografi. Adapun tantangan yang dihadapi pada tahun 2011 adalah konvergensi telekomunikasi, informatika, dan penyiaran yang semakin nyata. Di satu sisi, konvergensi yang menuntut perubahan struktur industri dari terintegrasi secara vertikal menjadi horizontal, dapat mendorong terjadinya efisiensi dan optimalisasi sumber daya baik pembiayaan, infrastruktur, maupun sumber daya terbatas (spektrum frekuensi radio, orbit satelit, penomoran, dan alamat protokol internet). Di sisi lain, kondisi regulasi saat ini belum sesuai dengan arah konvergensi sehingga menimbulkan tumpang tindih dan ketidakpastian regulasi bagi industri/sektor yang pada akhirnya berdampak kepada pembebanan biaya tinggi pada penyelenggara dan masyarakat. Pada tahun 2010 proses reorganisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sejalan dengan konvergensi diharapkan sudah selesai. Selanjutnya, perlu dilakukan tinjauan dan penyesuaian terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan konvergensi. Untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan komunikasi dan informatika 2010-2014 yaitu memperkuat virtual domestic interconnectivity (Indonesia connected), pembangunan tahun 2011 difokuskan kepada (a) lanjutan upaya pengurangan blank spot; (b) fasilitasi pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika yang aman dan modern dengan kualitas baik dan harga terjangkau; dan (c) peningkatan kualitas penyediaan 12
Sumber: The Economist Intelligence Unit
II.5 - 14
dan pemanfaatan informasi, serta penggunaan TIK secara efektif. Sasaran pembangunan komunikasi dan informatika tahun 2011 yang hendak dicapai adalah: No
Sasaran
1.
Tersedianya infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika di seluruh desa, daerah perbatasan negara, pulau terluar, daerah terpencil, dan wilayah non komersial lain untuk mengurangi daerah blank spot Tersedianya akses dan layanan komunikasi dan informatika yang modern
2.
3. 4.
5.
Tercapainya tingkat e-literasi masyarakat Indonesia Tersedianya informasi dan layanan publik yang dapat diakses secara online Berkembangnya industri (manufaktur) penunjang TIK
Indikator a.
Jangkauan layanan pos universal mencapai 100 persen di wilayah PSO; b. Jangkauan layanan akses telekomunikasi universal mencapai 100 persen dan akses internet mencapai 20 persen di wilayah USO; c. Jangkauan siaran TVRI dan RRI terhadap populasi masingmasing mencapai 65 persen dan 85 persen. a. Tingkat penetrasi pengguna internet sekurang-kurangnya 35 persen; b. Tingkat penetrasi pengguna layanan broadband sekurangkurangnya 5 persen; c. Tingkat penetrasi siaran TV digital terhadap populasi sekurang-kurangnya 25 persen; d. Prosentase jumlah ibukota kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband mencapai 30 persen dari total ibukota kabupaten/kota. Tingkat e-literasi 35 persen. Nilai rata-rata e-government instansi pemerintah sekurangkurangnya 2,7. a. b.
Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi dalam negeri mencapai 15 persen; Prosentase TKDN set top box TV digital sekurang-kurangnya mencapai 20 persen.
Peran pemerintah dalam bentuk kerangka investasi difokuskan untuk pencapaian sasaran pertama dan keempat, sedangkan pencapaian sasaran lainnya ditempuh melalui kerangka regulasi dan skema kerja sama pemerintah dan swasta. 5.2.5
Energi Dan Ketenagalistrikan
Pada tahun 2011 pembangunan energi dan ketenagalistrikan diperkirakan masih menghadapi beberapa permasalahan, di antaranya adalah sebagai berikut : Bauran energi (energy mix) belum optimal. Ketergantungan akan energi fosil/konvensional berdasarkan kondisi bauran energi tahun 2009 masih tinggi. Selain itu komposisi energi final di Indonesia pada tahun 2008 ditandai dengan ketergantungan yang masih besar terhadap bahan bakar fosil (terutama minyak bumi) sebesar 48 persen dari total bauran energi. Pangsa energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik masih sangat terbatas, sedangkan pemanfaatan batubara dan gas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik masih terkendala oleh terbatasnya pasokan akibat struktur pasarnya yang liberal dan oleh adanya kontrak-kontrak jangka panjang. Pasokan energi masih terbatas (jumlah, kualitas, dan keandalan). Kapasitas kilang minyak bumi pada periode 2004-2009 tidak mengalami penambahan. Akibatnya, Indonesia selain mengimpor minyak mentah juga harus mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Permasalahan yang dihadapi untuk sarana dan prasarana gas bumi II.5 - 15
di antaranya pilihan melakukan ekspor atau memenuhi kebutuhan domestik serta pilihan cara distribusi antara pembangunan pipa transmisi atau terminal. Selain itu, kapasitas sarana prasarana gas bumi berupa fasilitas LNG Receiving Terminal dan kapasitas jaringan pipa distribusi gas bumi untuk rumah tangga (gas kota) masih sangat terbatas. Pada sisi penyediaan tenaga listrik tampak bahwa kapasitas pembangkit tenaga listrik sampai saat ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan. Pertumbuhan kapasitas pembangkit tidak seimbang dengan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dimana tahun 2009 kapasitasnya hanya bertambah sebesar 2.950 MW. Kondisi sistem transmisi interkoneksi masih belum andal. Sampai saat ini, keandalan sistem transmisi dan distribusi masih rendah dengan tingkat susut (losses) masih di atas 10 persen. Sementara itu sistem Kalimantan, dan Sulawesi serta sistem Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua belum memiliki sistem transmisi interkoneksi. Teknologi dan pendanaan didominasi asing. Dana pemerintah baik APBN maupun APBD serta dana BUMN yang disalurkan ke PT. PLN (Persero), tidak mencukupi untuk membangun seluruh sarana penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sumber pendanaan lain baik pinjaman maupun hibah dari luar negeri serta partisipasi swasta, cukup mendominasi pembangunan pada tahun 2009. Pada sisi teknologi, sampai saat ini masih tergantung dengan teknologi asing. Hal ini mengakibatkan ketergantungan pada investasi dan teknologi luar negeri (asing) yang akhirnya menurunkan penggunaan komponen lokal baik sumber daya manusia (jasa) maupun barang. Regulasi masih perlu disempurnakan diikuti dengan konsistensi kebijakan. Permasalahan penting lainnya yaitu belum adanya penyempurnaan regulasi yang disesuaikan dengan dinamika sektor sekaligus sebagai upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif. Kebijakan harga (pricing policy) masih belum tepat. Harga energi saat ini belum sesuai dengan keekonomian sisi produser. Kebijakan harga energi yang masih membutuhkan subsidi mengakibatkan harga energi menjadi murah sehingga menimbulkan penyalahgunaan dan pemborosan dalam pemanfaatan energi. Efisiensi dan konservasi energi masih belum berjalan dengan baik. Intensitas dan elastisitas energi saat ini masih tinggi tapi di sisi lain konsumsi energi per kapita yang rendah menunjukkan pemakaian energi tidak produktif dan boros. Kurangnya partisipasi pemerintah daerah dalam pemenuhan kebutuhan energi. Sejauh ini hampir sebagian besar kebijakan pemenuhan kebutuhan energi nasional masih dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan prinsip otonomi daerah, sudah selayaknya pemerintah daerah ikut berperan aktif dalam parsitipasi pemenuhan kebutuhan energi nasional. Namun, terlihat bahwa pemerintah daerah belum siap secara penuh untuk berperan optimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kebijakan termasuk peraturan daerah yang menghambat, serta masih rendahnya alokasi APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana energi. Dengan mempertimbangkan kebutuhan/konsumsi energi di atas, sasaran pembangunan energi pada tahun 2011 dalam rangka memenuhi kebutuhan/konsumsi energi final, antara lain, adalah sebagai berikut:
II.5 - 16
No. 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Sasaran
Indikator
Tercapainya komposisi bauran Persentase pemanfaatan energi baru terbarukan dalam bauran energi yang sehat dengan energi nasional sebesar 10,23 persen menurunnya persentase pemanfaatan Pengembangan produksi dan pemanfaatan bahan bakar energi fosil dan meningkatnya alternatif seperti bahan bakar nabati, batubara dicairkan, GTL persentase energi baru terbarukan (Gas To Liquid), DME (dimethyl eter) dan lain-lain (EBT) Peningkatan pemanfaatan EBT untuk pembangkit tenaga listrik (PLTMH, PLTS, PLT Bayu, PLT Biomassa) Penurunan elastisitas energi Elastisitas energi menjadi sebesar 1,6 Pemanfaatan potensi pendanaan Termanfaatkannya potensi pendanaan dalam negeri baik dari domestik dan skema pendanaannya lembaga keuangan perbankan maupun dari non perbankan nasional guna mendukung pengembangan energi baru terbarukan serta konservasi dan efisiensi energi Penyusunan dan penyempurnaan Tersusunnya regulasi dan kebijakan pemanfaatan energi baru regulasi dan kebijakan guna terbarukan serta pengembangan konservasi dan efisiensi energi meningkatkan jaminan dan kepastian hukum pemanfaatan energi baru terbarukan serta pengembangan konservasi dan efisiensi energi Peningkatan kapasitas dan kualitas Tercapainya pembangunan jaringan gas kota untuk 16.000 sarana dan prasarana energi nasional sambungan rumah. untuk memenuhi kebutuhan Tercapainya pembangunan 7 buah SPBG di berbagai kota. domestik dan komitmen ekspor Peningkatan jangkauan pelayanan Rasio elektrifikasi meningkat menjadi 69,50 persen di tahun ketenagalistrikan 2011 Meningkatnya rasio desa berlistrik menjadi 95,00 persen di tahun 2011 Tercapainya bauran energi (energy Pangsa energi primer pada tahun 2011 menjadi : mix) primer. Batubara sebesar 22,1 persen Panas bumi sebesar 2,8 persen Gas bumi sebesar 30 persen, EBT sebesar 3 persen Peningkatan efektifitas subsidi Terlaksananya subsidi yang tepat sasaran pada yang berhak pemerintah menerima (benefeciaries) Berkembangnya ilmu pengetahuan, Meningkatnya sertifikasi kompetensi bidang energi dan teknologi dan sumberdaya manusia ketenagalistrikan nasional yang mendukung industri Meningkatnya Tingkat Komponen Dalam Negeri sesuai energi dan ketenagalistrikan nasional peraturan yang ada
5.2.6 Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo Permasalahan sosial penanggulangan lumpur Sidoarjo yang dihadapi tahun 2011 antara lain: (a) terhambatnya penyelesaian jual beli tanah dan bangunan pada areal luapan; (b) munculnya bubble yang mengandung gas berbahaya dan membahayakan kesehatan masyarakat; dan (c) sulitnya warga di sekitar wilayah luapan lumpur Sidoarjo mendapatkan air bersih. Sedangkan permasalahan pengaliran Lumpur yang akan dihadapi pada tahun 2011 antara lain: (a) terganggunya fungsi tanggul penahan lumpur akibat deformasi geologi; dan (b) ketidakpastian menghadapi musim hujan mengingat curah hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan meluapnya lumpur dari kolam penampungan sehingga dikhawatirkan melampaui daya dukung tanggul serta daya tampung Danau Lusi yang dapat menyebabkan meluasnya area terdampak. Terkait dengan relokasi infrastruktur, permasalahan yang dihadapi pada tahun 2011 adalah terkendalanya pembebasan tanah bagi relokasi infrastruktur. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, sasaran pokok yang ingin dicapai dalam penanggulangan lumpur Sidoarjo pada tahun 2011 antara lain:
II.5 - 17
Sasaran Penanganan masalah sosial
Pengaliran Lumpur
Relokasi infrastruktur Survey dan studi
Indikator • Bantuan air bersih sebesar 5.000 liter; bantuan kontrak rumah kepada 7.772 KK; Pembayaran jual beli tanah dan bangunan di 3 desa terdampak sebanyak 1.800 bidang/seluas 61 ha; Fasilitasi dan pengawasan pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan oleh PT Minarak Lapindo Jaya; pendidikan dan pelatihan teknis/keterampilan bagi warga sebanyak 10 angkatan (400 orang). • Pengoperasian 6 unit kapal keruk untuk mengalirkan lumpur dengan kapasitas 32,4 juta m3, normalisasi Kali Ketapang sepanjang 10 km dan normalisasi Kali Jatianom, Kali Datar dan Kali Bunyuk dengan total sepanjang 21 km; Perbaikan/peningkatan kali Porong ke muara Kali Porong sepanjang 7 km. • Pembangunan simpang susun Kesambi; melanjutkan pembebasan tanah seluas 5,21 ha dan pembangunan relokasi jalan arteri • Survey geologi, studi Geothermal dan pengukuran titik referensi Kali Porong
5.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2011 Secara umum arah kebijakan pembangunan sarana dan prasarana akan difokuskan pada: (i) Meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), (ii) Mendukung peningkatan daya saing sektor riil, dan (iii) Meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Fokus-fokus kebijakan tersebut akan diterjemahkan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan pentahapan kegiatan beserta targetnya dalam RPJMN 2010-2014. Selain itu, untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan juga akan ditempuh melalui inisiatif-inisiatif baru (new initiatives) yang disesuaikan dengan skala prioritas pencapaian target. Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) diprioritaskan pada penyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan. Sasaran fokus prioritas adalah terjaminnya ketersediaan infrastruktur dasar sesuai dengan tingkat kinerja yang telah ditetapkan, dengan indikator presentase tingkat pelayanan sarana dan prasarana yang meliputi sarana dan prasarana sumber daya air, transportasi, perumahan dan permukiman, energi, dan ketenagalistrikan, serta komunikasi dan informatika. Arah kebijakan dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang mampu menjamin kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional. Sasaran fokus prioritas adalah meningkatnya pelayanan sarana dan prasarana yang mendukung sektor riil, dengan indikator presentase peningkatan kapasitas dan kuantitas pelayanan sarana dan prasarana yang meliputi sarana dan prasarana sumber daya air, transportasi, perumahan dan permukiman, energi dan ketenagalistrikan, serta komunikasi dan informatika. Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) diprioritaskan pada pengembangan infrastruktur yang dapat memenuhi pemulihan biaya melalui struktur tarif yang mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tingkat konsumen tertentu, yang tidak memiliki kemampuan membayar layanan.
II.5 - 18
5.3.1. Sumber Daya Air Meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Meningkatkan cakupan dan kapasitas layanan untuk pemenuhan kebutuhan air baku rumah tangga, perkotaan dan industri. Upaya tersebut ditempuh dengan memprioritaskan kegiatan rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan prasarana air baku untuk memulihkan serta mengoptimalkan fungsi prasarana air baku. Selain itu, pembangunan prasarana air baku yang berupa tampungan-tampungan air baku dan saluran pembawa air baku juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas layanan. Meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air, dengan: (a) mempercepat penyelesaian peraturan pemerintah dan pedoman teknis lainnya sebagai turunan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; (b) meningkatkan komunikasi, kerjasama, koordinasi antarlembaga dan antarwadah pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk; (c) meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan sumber daya air dan peningkatan pemberdayaan serta partisipasi masyarakat terutama di tingkat kabupaten/kota; (d) menumbuhkan prakarsa dan meningkatkan partisipasi masyarakat melalui proses pendampingan, penyuluhan dan pembinaan untuk pengelolaan sumber daya air; dan (e) menyelenggarakan upaya pengelolaan sumber daya air dengan sistem kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses terhadap data serta informasi dalam rangka pengelolaan sumber daya air secara terpadu, efektif, efisien dan berkelanjutan, dengan: (a) mendorong terbentuknya jaringan informasi sumber daya air antar seluruh pemangku kepentingan (stakeholders); (b) membangun dan mengoptimalkan jaringan basis data antar seluruh stakeholders dan menetapkan standar, kodifikasi, klasifikasi, proses dan metode/prosedur pengumpulan dan penyebaran data dan informasi; dan (c) melakukan collecting, updating dan sinkronisasi data serta informasi secara rutin dari instansi/lembaga terkait. Mendukung peningkatan daya saing sektor riil. Meningkatkan keandalan ketersediaan dan kelestarian air baku, dengan fokus utama meningkatkan jumlah tampungan-tampungan air baik skala besar, menengah, maupun kecil, melalui: (a) percepatan pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan tampungan air (waduk, embung, situ dan bangunan penampung lainnya); dan (b) melaksanakan konservasi di kawasan sumber air. Mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi layanan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya secara berkelanjutan melalui: (a) rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan, pembangunan/peningkatan jaringan irigasi, rawa serta jaringan pengairan lainnya yang terdiri dari jaringan tata air tambak dan air tanah; (b) meningkatkan partisipasi masyarakat/petani dalam setiap proses perencanaan, pembangunan, dan pengawasan irigasi; (c) mendorong terlaksananya rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan jaringan irigasi pada daerah-daerah yang berpotensi menyumbang penyediaan pangan melalui Dana Alokasi Khusus. Mempercepat penyelesaian pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir, terutama pada daerah perkotaan dan pusat-pusat perekonomian melalui: (a) percepatan penyelesaian bangunan pelengkap Kanal Banjir Timur; (b) mempercepat pelaksanaan II.5 - 19
penanganan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo secara terpadu sesuai tahapan yang direncanakan; (c) memprioritaskan pelaksanaan rehabilitasi sarana/prasarana pengendali banjir; (d) mengoptimalkan dan mengefektifkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendali banjir; (e) meningkatkan pembangunan dan mengoptimalkan fungsi sarana/prasarana pengamanan pantai; dan (f) internalisasi kegiatan-kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam perencanaan. 5.3.2 Transportasi Untuk mencapai sasaran dalam rangka meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), maka prioritas arah kebijakan adalah meningkatkan keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi yang memadai dan merata guna mewujudkan sistem logistik nasional yang menjamin distribusi bahan pokok, bahan strategis dan nonstrategis untuk seluruh masyarakat. Prioritas penanganan dilakukan melalui : 1.
Rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi untuk menjamin keberlanjutan dan tingkat pelayanan transportasi kepada seluruh lapisan masyarakat;
2.
Penyediaan fasilitas keselamatan transportasi yang memenuhi standar keselamatan internasional, guna mendukung penurunan tingkat kecelakaan sebesar 50 persen dari kondisi saat ini, yang didorong melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK);
3.
Penyediaan pelayanan transportasi perintis di wilayah terpencil, pedalaman dan perbatasan dan public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kelas ekonomi perkeretaapian dan angkutan laut;
4.
Meningkatkan profesionalisme SDM transportasi (petugas, operator dan pengguna), melalui pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pembinaan teknis tentang pelayanan operasional transportasi;
5.
Pengembangan transportasi yang ramah lingkungan dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
6.
Penyediaan dan penambahan fasilitas dan peralatan pencarian dan penyelamatan (SAR) untuk meningkatkan kemampuan dan kecepatan tindak awal SAR dalam operasi penanganan kecelakaan transportasi dan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya.
Arah kebijakan pembangunan transportasi dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur transportasi yang mampu menciptakan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) dan menjamin kelancaran distribusi barang di seluruh wilayah Indonesia. Prioritas penanganan dilakukan melalui: 1.
Pembangunan jalan lintas strategis nasional dan terintegrasi dalam suatu sistem transportasi nasional dan regional yang mampu menghubungkan wilayah-wilayah strategis dan kawasan cepat tumbuh, serta outlet-outlet (pelabuhan dan bandara) untuk meningkatkan perekonomian nasional;
2.
Pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pengembangan daerah pariwisata dan sentra-sentra produksi pertanian dan industri;
II.5 - 20
3.
Pengembangan sarana dan prasarana penghubung antar-pulau dan antarmoda yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda;
4.
Pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan yang terjangkau dan efisien sesuai dengan cetak biru transportasi perkotaan;
5.
Memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai subsistem dari jaringan global dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional.
6.
Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang terutama dari aspek penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, dan penataan jaringan dan ijin trayek.
5.3.3
Perumahan dan Permukiman
Arah kebijakan pembangunan perumahan tahun 2011 untuk meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) adalah meningkatkan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau dengan: 1.
Meningkatkan penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui: a) pembangunan rumah susun sederhana sewa sebanyak 170 twinblok; b) fasilitasi dan stimulasi pembangunan baru perumahan swadaya sebanyak 12.500 unit; c) fasilitasi dan stimulasi peningkatan kualitas perumahan swadaya sebanyak 12.500 unit; d) fasilitasi pembangunan rumah khusus sebanyak 750 unit; e) rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan permukiman pasca bencana sebanyak 6 kawasan; serta f) pembangunan kawasan perumahan bagi MBR sebanyak 136 kawasan.
2.
Meningkatkan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan menengah-bawah terhadap hunian yang layak dan terjangkau melalui fasilitas likuiditas rumah layak huni dan satuan rumah susun sederhana milik sebanyak 92.927 unit.
3.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui fasilitasi pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan perumahan dan permukiman bagi 117.010 unit rumah dan penanganan kawasan kumuh perkotaan seluas 100 hektar dan 112 kawasan.
4.
Meningkatkan jaminan kepastian hukum dalam bermukim (secure tenure) melalui fasilitasi pra-sertifikasi dan pendampingan paska-sertifikasi tanah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 7.500 unit.
5.
Meningkatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan bangunan gedung melalui pembinaan peningkatan kualitas penyelenggaraan bangunan gedung di 33 propinsi.
6.
Meningkatkan kualitas perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman melalui penyusunan NSPK bidang pengembangan permukiman di 30 kabupaten/kota, penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman (RPKP) di 45 kabupaten/kota, penyusunan rencana tindak penanganan kawasan kumuh perkotaan di 112 kabupaten/kota, penyusunan 8 NSPK bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan, penyusunan dan revisi 4 peraturan perundangan II.5 - 21
kebijakan perumahan dan permukiman, serta penyusunan dan revisi 2 peraturan perundangan kebijakan pembiayaan perumahan dan permukiman. Untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman, arah kebijakan dan strategi tahun 2011 adalah meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai dengan: 1.
Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah untuk mendukung pelayanan air minum, air limbah dan persampahan melalui penyusunan 5 NSPK air minum, 6 NSPK air limbah, 4 NSPK drainase, dan 6 NSPK persampahan.
2.
Memastikan ketersediaan air baku air minum melalui aktivitas daur ulang air di 2 lokasi dan kampanye hemat air di 32 provinsi.
3.
Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, limbah, dan pengelolaan persampahan melalui penyelenggaraan pengelolaan air limbah; 3 paket diklat pengelolaan drainase; pengelolaan persampahan; dan diklat bagi penyelenggara air kabupaten/kota.
4.
Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi melalui penyusunan Rencana Induk SPAM di 30 kabupaten/kota dan pelaksanaan 185 paket Bantek, Bintek, dan pendampingan SSK pengelolan air limbah, drainase, dan persampahan.
5.
Meningkatkan cakupan pelayanan air minum, air limbah, persampahan dan drainase melalui (a) peningkatan pelayanan air minum di 1.283 desa, 81 kawasan MBR perkotaan, 170 IKK, 23 kawasan khusus (pemekaran, pulau terluar, perbatasan, terpencil, dan KAPET), dan 10 kawasan pelabuhan perikanan; (b) pembangunan prasarana dan sarana air limbah dengan sistem off-site dan on-site di total 93 kawsan; (c) pembangunan drainase perkotaan di 20 kabupaten/kota; serta (d) peningkatan/pembangunan TPA di 60 kabupaten/kota.
6.
Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan air minum dan persampahan melalui fasilitasi pinjaman bank bagi 33 PDAM, serta 3 kegiatan fasilitasi pengembangan sumber pembiayaan dan pengembangan pola investasi persampahan.
7.
Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan melalui penerapan 3R di 77 lokasi.
penanganan air 6 paket diklat 3 paket diklat minum di 24
5.3.4 Komunikasi dan Informatika Arah kebijakan pembangunan komunikasi dan informatika tahun 2011 terkait dengan fokus Peningkatan Pelayanan Sarana dan Prasarana sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah: 1.
Pemerataan penyediaan infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika untuk meningkatkan jangkauan dan mempertahankan keberlanjutan layanan komunikasi dan informatika di wilayah perbatasan, perdesaan, terpencil, dan wilayah non komersial lain.
2.
Pemberdayaan informasi untuk menumbuhkan demand pada masyarakat dan menciptakan nilai tambah pada layanan untuk mendukung produktivitas masyarakat. II.5 - 22
Arah kebijakan terkait dengan fokus Dukungan Sarana dan Prasarana bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil adalah: 1.
Restrukturisasi penyelenggaraan ke arah konvergensi untuk menciptakan pengelolaan sumber daya dan penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efisien, kompetitif, mantap, dan berkelanjutan.
2.
Optimalisasi sumber daya (resources) dalam pengembangan infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika untuk mempercepat pengembangan infrastruktur dan penyediaan layanan yang modern di seluruh wilayah NKRI, termasuk wilayah non komersial, dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan efektif.
3.
Pengembangan infrastruktur broadband untuk mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur broadband sebagai electronic superhighway termasuk mendorong penetrasi broadband ke perdesaan sebagai bentuk universal service melalui pemanfaatan ICT Fund.
4.
Penyelenggaraan sistem elektronik instansi pemerintah pusat dan daerah (egovernment) untuk (a) meningkatkan penyediaan, pengolahan, pendistribusian, dan pemanfaatan informasi; (b) menciptakan tata pemerintahan yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel; (c) mendorong internalisasi TIK dalam kegiatan pemerintahan, perekonomian, dan kehidupan masyarakat sehari-hari; serta (d) mempercepat transformasi menuju masyarakat informasi Indonesia.
5.
Menjamin keterhubungan (interoperabilitas/interkoneksitas) sistem, jaringan, dan layanan untuk menjamin keutuhan, kehandalan, keamanan dan kualitas sistem, jaringan, dan layanan terutama dimana sistem/jaringan yang digunakan berbeda-beda.
6.
Mendorong inovasi di bidang TIK untuk mendorong berkembangnya industri penunjang TIK dalam negeri baik industri perangkat,jasa, maupun konten menuju kemandirian industri TIK nasional.
7.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia TIK untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan aparatur pemerintah dan masyarakat terkait pemanfaatan informasi dan penggunaan TIK untuk mendukung peningkatan produktivitas dan inovasi.
8.
Mendorong pemanfaatan TIK untuk bisnis (e-bisnis) untuk meningkatkan produktivitas perekonomian melalui difusi dan pemanfaatan TIK.
9.
Peningkatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan dan peraturan terutama yang bersifat lintas sektor atau terkait dengan pemerintah daerah, serta untuk menciptakan sinergi kegiatan dengan menggunakan sumber daya secara efisien.
5.3.5
Energi dan Ketenagalistrikan
Arah kebijakan pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011 terkait Standard Pelayanan Minimum yaitu : (a) peningkatan pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk kelistrikan desa termasuk daerah tertinggal dan terpencil dan pengembangan jaringan gas kota; dan (b) peningkatan keselamatan dan lindungan lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan; (c) mendorong penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik operasi, sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku mutu lingkungan: dan (c) Peningkatan SDM ketenagalistrikan dan energi. II.5 - 23
Arah kebijakan bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil adalah: (a) diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan energi regional dan nasional termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; (b) kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: (c) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta; dan (d) restrukturisasi kelembagaan termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan; 5.3.6 Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo Meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Mempercepat penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan akan ditempuh dengan bantuan sosial air bersih dan kontrak rumah, fasilitasi dan pembayaran jual beli tanah dan bangunan, dan pendidikan dan pelatihan teknis/keterampilan. Peningkatan upaya pengaliran lumpur ke laut melalui Kali Porong akan ditempuh dengan pengoperasian kapal keruk, normalisasi kali Porong, dan survey geologi dan studi geothermal. Mendukung peningkatan daya saing sektor riil. Mempercepat relokasi infrastruktur melalui: (a) pelaksanaan supervisi pembangunan simpang susun Kesambi serta desain relokasi jalan arteri dan pipa PDAM Kota Surabaya; (b) pelaksanaan disain dan supervisi Pembangunan Infrastruktur Luapan Lumpur; (c) pemeliharaan infrastruktur luapan lumpur seperti perbaikan perbaikan sistem drainase dan Kali Ketapang serta pemeliharaan tanggul yang mengalami subsidence akibat deformasi geologi; (d) penataan dan pengembangan wilayah berdekatan PAT; (e) revitalisasi Kali Ketapang; (f) penataan dan pengembangan muara Kali Porong; dan (g) pembangunan relokasi infrastruktur khususnya pembangungan simpang susun Kesambi.
II.5 - 24