BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) yang dirugikan karena surat pos atau paket pos terlambat, rusak, atau hilang. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya
untuk
melindunginya.
Sehingga
hak-haknya
dapat
ditegakkan.
Keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dan produsen. Guna melindungi konsumen, PT.Citra Van Titipan Kilat (TIKI) yang merupakan direksi pemilik merk dagang TIKI seluruh Indonesia melakukan perjanjian kerjasama keagenan dengan TIKI Gorontalo yang merupakan cabang dari merk dagang TIKI pusat dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang tertuang dari isi perjanjian kerjasama No.044/TIKI-JKT/DIRUT/IV/2012. Dalam perjanjian keagenan, disebutkan kewajiban dan hak konsumen (Pihak kedua) CV. Tiki Gorontalo serta (Pihak pertama) PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) dalam penyelenggaraan jasa pengiriman. Pasal 10 perjanjian kerjasama keagenan nomor.044/TIKI-JKT/DIRUT/IV/2012 menguraikan tentang kewajiban PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen di Gorontalo sebagai bentuk tanggungjawab dari CV. Tiki Gorontalo. Begitu juga pada Pasal 14 tentang Kahar (Force Majure) yang memberikan alas hak kepada konsumen dalam memanfaatkan jasa pengiriman
dalam hal terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos oleh CV. TIKI Gorontalo. Jika
dicermati,
Pasal-pasal
tersebut
tidak
banyak
memberikan
perlindungan hukum bagi konsumen CV. TIKI Gorontalo. Dimana pemberian informasi
dan
penjelasan
mengenai
bentuk
perlindungan
atau
bentuk
tanggungjawab pihak TIKI dalam hal terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos, tidak diatur dalam Pasal-pasal didalam surat perjanjian tersebut. Disamping itu, dalam setiap resi pengiriman yang diserahkan kepada konsumen juga tidak terdapat standar kontrak yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan hak jaminan keselamatan barang dan jasa bagi pengguna jasa TIKI Gorontalo. Hal ini membuat konsumen tidak mengetahui dan paham akan hak-haknya, sehingga menjadikan konsumen tidak bisa berbuat banyak terhadap kerugian yang dideritanya sebagai akibat pemanfaatan jasa pengiriman dalam hal terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos. Apabila konsumen mengetahui tentang tingkat mutu dan pelayanan cv.tiki gorontalo maka setidaknya konsumen akan mengerti standar mutu pelayanan tiki gorontalo dan dapat mengajukan keluhannya kepada PT.Citra Van Titipan Kilat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Nita Niode selaku penanggungjawab TIKI Gorontalo, TIKI yang memiliki 65 cabang di Kota Gorontalo maupun Kabupaten Gorontalo serta armada transportasi darat sebanyak 35 buah, tercatat dalam 5 (lima) tahun terakhir kurang lebih ada 150 kasus bentuk kelalaian pelayanan TIKI Gorontalo yang mencakup 45 buah surat dan paket hilang, 40 buah surat dan paket pos rusak dan 65 buah surat dan paket pos terlambat. Hal ini
tentu menjelaskan betapa lemahnya surat perjanjian keagenan yang dimilikI pihak TIKI. Perlu diketahui, Indonesia memiliki pengaturan tentang hak-hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu ; a.
Hak
atas
kenyamanan,
keamanan,
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen yaitu sdri. Indri dan sdri. Samsia, hak mereka berupa jaminan dalam hal keamanan barang yang mereka kirim melalui jasa TIKI, sudah diperoleh walaupun belum secara maksimal. Mereka lebih mempermasalahkan kenyamanan dalam menggunakan jasa TIKI yaitu diantaranya sering terjadinya keterlambatan untuk barang yang mereka kirim atau terima sehingga bagi mereka yang memiliki online shop, hal ini sangat merugikan karena sering mendapat keluhan dari para konsumen mereka. 1 b.
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; Masih dengan narasumber yang sama, menurut sdri. Indri dan sdri. Samsia, jaminan untuk kondisi dari barang mereka juga tidak diperoleh. Setiap paket kiriman barang mereka baik yang akan mereka kirimkan kepada konsumen maupun yang mereka terima dari
1
Wawancara pada tanggal 3 April 2013
produsennya diluar Gorontalo sering mengalami cacat atau perubahan fisik diantaranya kardus atau dos paketan mereka saat diterima sudah mengalami kerusakan sekitar 40% yang mengakibatkan isi dari paketan tersebut juga mengalami kerusakan dan tentu mengakibatkan kerugian bagi mereka karena barang tersebut sudah tidak bisa dijual lagi. c.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Setiap narasumber yang diwawancarai, sekitar 10 orang pada tanggal 3 April 2013, semuanya menjawab hal yang sama tentang informasi atas jaminan barang dan jasa yang mereka percayakan pengirimannya kepada pihak TIKI. Hal ini dibuktikan, tidak ada satupun dari mereka yang mengetahui bentuk ganti rugi dan perlindungan dari pihak TIKI atas setiap kerugian yang mereka peroleh. Bahkan diantara mereka hanya bisa gigit jari apabila mengalami hal seperti kerusakan paket karena tidak paham haknya sebagai konsumen.
d.
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan ; Untuk jaminan hak yang satu ini, berdasarkan wawancara dengan rnarasumber yaitu sdr. Rasid, sdri. Desi, dan sdri. Lana yang pernah menyampaikan keluhan mereka atas kualitas pelayanan jasa dari pihak TIKI, pihak TIKI yang dihubungi melalui customer servicenya, hanya
memberikan penjelasan tentang bentuk ganti rugi yang bias mereka dapatkan tanpa memberitahukan bagaimana cara mereka memperoleh ganti rugi tersebut.2 Bahkan dalam kasus yang dialami sdri. Lana, paket kirimannya yang berupa Handphone, mengalami kerusakan fisik sehingga saat digunakan sudah tidak berfungsi secara maksimal. Saat menyampaikan kerugiannya pada pihak TIKI, prosesnya seperti ditarik ulur dan memakan waktu yang lumayan lama. e.
hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan,
dan
upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, hak para pengguna jasa
untuk
memperoleh
perlindungan
jika
terjadi
kerusakan,
kehilangan, atau keterlambatan surat dan paket pos belum diberikan secara maksimal dan melalui proses yang panjang. f.
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Untuk hak konsumen pada poin ini, semua narasumber yang berhasil diwawancarai sepakat pihak TIKI telah memberikan pelayanan secara baik dan benar.
g.
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana.
2
ibid
Pemberian kompensasi ataupun ganti rugi atas kerugian konsumen memang diberikan oleh pihak TIKI. Hanya saja, ketidakterbukaan dan tidak adanya penjelasan tertulis akan tanggung jawab pihak TIKI membuat konsumen tidak mengetahui dan tidak paham akan hak mereka sehingga banyak diantara para konsumen yang merasa dirugikan tidak berbuat banyak untuk memperoleh hak tersebut. Selain itu, proses yang lama membuat konsumen lebih memilih untuk menempuh jalur damai dan tidak memperkarakan kerugian yang dialami. Pembuat UUPK sudah mengerti dengan resiko yang akan dihadapi konsumen seperti diatas. Dengan tingkat pendidikan dan wawasan yang kurang, pemberian informasi mengenai barang dan/jasa tidak bisa hanya sebatas hak konsumen. Untuk melindungi konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen telah mengatur tentang kewajiban pelaku usaha yang berkaitan dengan ganti rugi yang tidak termuat didalam surat perjanjian keagenan TIKI. Pada Pasal 7 huruf (f) UUPK berbunyi: Pelaku usaha berkewajiban untuk “ Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ jasa yang diperdagangkan”. Surat perjanjian keagenan yang dijadikan landasan hukum bagi pihak TIKI secara garis besar hanya menitikberatkan pada kepentingan pihaknya tanpa memperhatikan hak-hak konsumen sebagai pengguna jasa. Ketentuanketentuan yang diatur didalam surat perjanjian itu hanya memuat tentang
hubungan kerjasama antara TIKI Pusat dan Tiki Gorontalo berupa tanggungjawab, hak dan kewajiban CV. Tiki Gorontalo sebagai pihak kedua, klaim ganti rugi antar TIKI Pusat (pihak Pertama) dan TIKI Gorontalo (pihak kedua), keadaan force majeur, penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian dan hal bersifat umum lainnya.
B. Faktor-faktor apakah yang menghambat pertanggungjawaban PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) terhadap perjanjiannya dalam hal terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos. Dalam pertanggungjawaban terhadap perjanjiannya apabila terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos, ada beberapa faktor penghambat, antara lain : 1.
Faktor Yuridis Adanya perbedaan pengaturan antara Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan Surat Perjanjian Kerjasama Keagenan yang di jadikan TIKI sebagai landasan hukum merupakan hambatan serius yang dihadapi oleh konsumen. Undang-undang seharusnya memberikan rasa aman dan kepastian perlindungan hukum terhadap masyarakat bukan malah membingungkan dan merugikan masyarakat. Undang-undang Perlindungan Konsumen selain menjelaskan tentang hak konsumen juga telah mengatur kewajiban bagi pemegang ijin penyedia pengiriman barang, yang tidak lain adalah TIKI Gorontalo. Namun lain halnya dengan Surat perjanjian kerjasama keagenan pada Pasal 10 yang menguraikan mengenai kewajiban dan hak antar
pihak TIKI. Sedangkan kewajiban pemegang ijin pengiriman untuk memperhatikan kewajiban pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen tidak diatur dalam surat perjanjian keagenan tersebut. Pengaturan ini jelas merugikan konsumen, sebab UUPK tidak hanya mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen tetapi juga kewajiban kepada pelaku usaha (seperti yang diatur dalam Pasal 7 UUPK). Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi, sedangkan hak pemenuhannya sangat bergantung pada pemilik kewajiban. Konsumen sebagai pemilik hak berhak menuntut dan meminta secara utuh haknya sebagai pengguna jasa TIKI yang merupakan penyedia jasa yang dipercaya dan dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. 2. Faktor Teknis Selain faktor yuridis, faktor teknis yang menghambat pertanggungjawaban atas terjadinya keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos terjadi yaitu selama ini TIKI Gorontalo hanya menggunakan pengiriman lewat udara sehingga proses pengiriman mengandung banyak kelemahan. Tertahannya barang di daerah transit salah satumya.
Upaya-upaya guna
memaksimalkan proses pengiriman sekarang memang sudah terpikirkan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap perjanjiannya apabila terjadi keterlambatan, kerusakan atau kehilangan surat pos dan paket pos. salah satu upaya yang dimaksud yaitu dengan melakukan koordinasi dengan para pihak yang terkait dengan pengiriman barang agar tidak terjadi kelalaian dalam
pengiriman dimaksud. Namun terbentur pada permasalahan klasik yang hampir sama pada semua sektor pembangunan, yaitu permasalahan dana, membutuhkan investasi yang mahal, pengadaan alat yang cukup mahal, serta letak geografis Gorontalo yang memerlukan waktu cukup lama dalam proses pengiriman. Adapun upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen apabila dirugikan dalam pemanfaatan Jasa pengiriman seperti yang telah diuraikan diatas yang tidak termuat dalam perjanjian kerjasama keagenan, mereka berhak mengajukan gugatan terhadap kerugian yang dideritanya. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha terdapat dalam Bab X UUPK Pasal 45 : 1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau melalui luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. 3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang. 4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan Pasal 45 Undang-undang perlindungan Konsumen tersebut, konsumen yang dirugikan keselamatan badannya, keamanan jiwanya, atau harta bendanya dalam pemanfaatan jasa pengiriman dapat mengajukan gugatan melalui Peradilan Umum ataupun melalui Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Namun, karena panjangnya proses penggantian kerugian jika melalui jalur BPSK, kebanyakan konsumen yang merasa dirugikan lebih memilih jalur damai dengan pihak TIKI Gorontalo. Berdasarkan wawancara penulis dengan narasumber sdr. Arman, terungkap bahwa banyaknya syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengajuan gugatan hingga terpenuhinya kompensasi dari pihak TIKI, membuat dia memutuskan untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan. Seperti yang diungkapkan oleh narasumber Ibu Nita Niode selaku Penanggung Jawab TIKI Gorontalo, narasumber mengatakan bahwa penanganan gangguan terhadap pengiriman barang ataupun kerugian yang diderita konsumen, pihak TIKI Gorontalo berusaha cepat dalam mencari alternatif solusi dalam pemberian kompensasi dan ganti rugi.3 Hal ini dilakukan secara kekeluargaan. Dalam hal keterlambatan, pihak TIKI sendiri masih terus mencari solusi yang tepat karena terjadinya keterlambatan tidak sepenuhnya merupakan tanggung jawab TIKI
3
Wawancara pada tanggal 6 April 2013
Gorontalo. Keterlambatan biasanya dikarenakan factor transit yang cukup lama. Dalam hal kerusakan paket pos atau surat pos, menurut Nita lebih diperhatikan dari cara pengirim membungkus dan membuat paket tersebut. Paket sebaiknya harus dibungkus secara benar dan rapi terutama untuk benda-benda yang mudah pecah. Untuk hal kerusakan, jika kerusakan berasal dari buruknya cara pengirim membungkus paket, maka pihak TIKI tidak bertanggungjawab dan apabila ada klaim dari penerima, maka barang dikembalikan kepada pengirim. Apabila paket rusak saat didaerah transit, maka yang bertanggungjawab adalah pihak TIKI didaerah transitnya barang kiriman tersebut.
Adapun dalam hal kehilangan, pihak yang
bertanggungjawab tergantung letak dimana barang tersebut dalam proses pengiriman. Jika hilang didaerah transit merupakan tanggungjawab pihak TIKI daerah transit, namun jika barang hilang dalam perjalanan dari daerah transit ke penerima, maka beban tanggung jawab dibebankan kepada kedua pihak yaitu pihak TIKI transit dan pihak TIKI penerima.