BAB III TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka ini dipaparkan secara khusus pada bab tersendiri didasarkan atas fungsinya sebagai dukungan kerangka pemikiran, evidensi ilmiah yang relevan dengan masalah yang dikaji, dan landasan pembanding dalam membahas hasil penelitian. Konsep-konsep dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dan mendukung urgensi hipotesis dan signifikansi masalah dalam penelitian ini. 3.1.1 Disiplin Kerja 3.1.1.1 Pengertian Disiplin Kerja Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin disipel yang berarti pengikut, namun seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi disipline yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Disiplin kerja menurut Sutrisno (2009:90) adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Namun, pengertian disiplin kerja
menurut Mangkunegara (2007:129)
dengan melansir pendapat Keith Davis adalah ”Dicipline is management action to
20
enforce organization standart“ artinya disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Disiplin yang baik akan mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal tersebut dapat mendorong gairah kerja, semangat kerja dan mendukung tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap pimpinan/manajer selalu berusaha agar bawahannya mempunyai disiplin kerja yang baik (Hasibuan, 2007:193) Terdapat 2 (dua) pendekatan disiplin kerja yaitu : 1. Tindakan disiplin progresif adalah disiplin yang melibatkan turut campur tangannya pihak manajemen yang memberikan kesempatan kepada para pekerja yang melakukan pelanggaran untuk memperbaiki kesalahannya sebelum pekerja tersebut diberhentikan (diputuskan hubungan kerjanya). Tujuan tindakan ini adalah membentuk program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progresif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela. 2. Tindakan disiplin positif dimaksudkan untuk mendorong karyawan memantau perilaku-perilaku mereka sendiri dan memikul tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Prasyarat yang perlu bagi disiplin positif adalah pengkomunikasian persyaratan-persyaratan pekerjaan dan peraturan-peraturan kepada para karyawan. Tindakan disiplin positif adalah serupa dengan disiplin progresif dalam hal bahwa tindakan ini
21
juga menggunakan serentetan langkah yang akan meningkatkan urgensi dan kerasnya hukuman sampai ke langkah terakhir, yakni pemecatan. Namun, disiplin positif mengganti hukuman yang digunakan dalam disiplin progresif dengan sesi konseling antara karyawan dan penyelia. Sesi ini dimaksudkan agar karyawan belajar dari kekeliruan-kekeliruan dan memulai rencana untuk membuat suatu perubahan positif dalam perilakunya. Gambar 3.1 Pendekatan Disipliner Progresif Perilaku yang tidak tepat
Apakah pelanggaran ini membutuhkan tindakan disipliner
Tidak ada tindakan Disipliner
Apakah pelanggaran ini membutuhkan lebih dari sekedar peringatan lisan
Peringatan Lisan
Apakah pelanggaran ini membutuhkan lebih dari sekedar peringatan tertulis
Peringatan Tertulis
Apakah pelanggaran ini membutuhkan lebih dari sekedar skors
Skors
Terminasi
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin kerja pegawai ialah perilaku pegawai dalam mengindahkan segala peraturan-peraturan yang berlaku untuk dihayati dan dilaksanakan secara konsekuen sebagai upaya pencapaian tujuan organisasi.
22
Perilaku disiplin itu sebaiknya ditumbuhkan dengan sukarela dari kesadaran akan peran dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan, walaupun terkadang pula disiplin kerja pegawai diciptakan karena status kepegawaiannya sebagai pegawai dipaksa untuk berdisiplin.
3.1.1.2 Arti Pentingnya Mengkaji Disiplin Kerja Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi karyawan. Menurut Sutrisno (2009:92) tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan, dan perlengkapan kerja yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian, senda gurau atau pencurian. Ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seseorang pegawai akan ikut disiplin, tetapi jika lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seseorang karyawan juga akan ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin tetap ingin menerapkan kedisiplinan karyawan, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para karyawan. Bagi perusahaan, dengan adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Adanya kesediaan diharapkan pekerjaan akan dilaksanakan seefektif mungkin,
23
bilamana kedisiplinan tidak dilaksanakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Disiplin kerja sebagai pedoman bagi pengawas, apakah peraturanperaturan dan tata tertib di perusahaan telah dilanggar atau dipatuhi oleh karyawan yang melaksanakan tugas pekerjaan di perusahaan tersebut. Williams (2002:03) mengatakan bahwa langkah pertama untuk menjaga karyawan supaya disiplin adalah mengkomunikasikan dan memastikan karyawan mengetahui peraturan yang ada dengan jelas. Hendaknya perusahaan juga mengomunikasikan peraturan tersebut secara bertahap dan memberikan buku pedoman peraturan perusahaan supaya karyawan terus membacanya. Kedisiplinan diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang cepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaan (tugas-tugasnya) dengan baik, mentaati semua peraturan perusahaan serta norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan, dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan terlaksananya ketertiban, maka diharapkan karyawan akan bekerja dengan baik, semangat dan moral kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan perusahaan. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, maka perusahaan akan menemukan kesulitan dalam mewujudkan tujuannya. Siagian (2006:305) mengatakan bahwa disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan. Dengan perkataan lain,
24
pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilakku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan karyawan yang lain serta meningkatkan produktivitas kerjanya.
3.1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Sutrisno (2009:94), faktor-faktor tersebut antara lain: a. Besar kecilnya pemberian kompensasi Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Namun demikian, pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam kegelisahan para karyawan disamping banyak hal diluar kompensasi yang harus mendukung tegaknya disiplin kerja. b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan Keteladan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari disiplin yang sudah ditetapkan. Peranan keteladanan pimpinan
25
sangat berpengaruh besar dalam perusahaan karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalm perusahaan bila tidak ada peraturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi aturan tersebut. d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat jalan yang serupa. e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya.
26
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar dan dicarikan jalan keluarnya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Perlu adanya kebiasaan-kebiasaan positif dalam suatu lingkungan kerja antara lain : • saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan. • melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. • sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. • memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja. Selain dari itu, masuk akal tidaknya peraturan yang berlaku juga berpengaruh terhadap disiplin kerja. Bila karyawan merasa bahwa peraturan yang diberlakukan terhadap mereka tidak masuk akal, mereka akan memandangnya tanpa banyak komentar. Dengan kata lain, mereka menaati peraturan bukan karena takut akan hukumannya, tetapi karena percaya bahwa apa yang dilakukannya merupakan tindakan yang benar. Oleh karena itu organisai yang
27
baik harus berupaya menciptakan peraturan tata tertib yang akan menjadi ramburambu yang harus dipenuhi oleh seluruh karyawan dalam organisasi.
3.1.1.4 Teori Disiplin Kerja Pembahasan disiplin karyawan dalam manajemen sumber daya manusia berawal dari pandangan bahwa, tidak ada manusia yang sempurna dan luput dari kesalahan. Oleh karena itu, setiap organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya dan standar kerja yang harus dipenuhi. Pengaruh antara karyawan dan organisasi atau institusi merupakan sesuatu yang dinamis. Pengaruh tersebut senantiasa berubah karena masing-masing pihak menyesuaikan harapan-harapannya dengan yang lain dan kontribusi-kontribusinya yang ingin diberikan kepada pihak lain sebagai gantinya. Salah satu proses tersebut adalah tindakan disiplin karyawan. Tindakan disiplin dipakai oleh suatu institusi untuk menghukum karyawannya karena pelanggaran atas aturan-aturan kerja/harapan-harapan institusi. Pembinaan kedisiplinan ini tidak dapat diremehkan karena hal ini akan memberkan dampak yang sangat luas terhadap lingkungan atau kondisi kerja karyawan. Oleh karena itu, pembinaan kedisiplinan kerja karyawan sejak dini dan terus menerus harus dilakukan. Pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan kinerjanya.
28
Menurut Hasibuan (2007:193) “Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku“. Sedangkan menurut Sutrisno (2009:91) “Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan“. Dari beberapa definisi tersebut diatas, pada dasarnya kedisiplinan merupakan suatu kondisi kerja karyawan sesuai dengan aturan-aturan atau standar-standar organisasional yang telah ditetapkan di dalam menjalankan tugastugasnya pada suatu institusi, agar tercipta lingkungan kerja yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna. Sasaran-sasaran
terhadap
pembinaan
kedisiplinan
kerja
karyawan
hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan dengan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Pembinaan disiplin karyawan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja di waktu yang akan datang, bukan untuk menghukum kegiatan-kegiatan atau kinerja di masa lalu. Menegakkan kedisiplinan penting bagi suatu institusi sebab dengan kedisiplinan karyawan yang tinggi dapat diharapkan sebagian besar peraturanperaturan ditaati oleh seluruh karyawan. Dengan adanya kedisiplinan dapat diharapkan pekerjaan akan dilakukan secara efektif dan seefisien mungkin. Demikian pula sebaliknya, apabila kedisiplinan tidak dapat ditegakkan, kemungkinan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan oleh institusi.
29
3.1.1.5 Indikator-indikator Disiplin Kerja Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi menurut Soejono (1997 : 67), diantaranya : 1. Ketepatan waktu Para karyawan datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik. 2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan. 3. Tanggung jawab yang tinggi Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. 4. Ketaatan terhadap aturan kantor Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal identitas, membuat ijin jika tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.
3.1.1.6 Pengukuran Disiplin Kerja Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur
30
atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang. Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan: a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran, jangan sampai terlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif. b. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan harus benarbenar tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak. c. Disiplin Harus Konsisten Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukuman yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu sendiri. d. Disiplin Harus Impersonal Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi. Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah dan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinan hubungan antara karyawan dan atasan.
31
e. Disiplin Harus Setimpal Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.
3.1.1.7 Standar Dasar Disiplin Kerja Beberapa standar disiplin yang diterapkan terhadap pelanggaran peraturan, baik pelanggaran berat maupun ringan. Termasuk semua tindakan disiplin, menurut prosedur minimum, adalah sebagai berikut : • Berhubungan dengan Peraturan dan Standar Tingkah Laku, para pekerja sadar terhadap peraturan dan standar yang diterapkan oleh perusahaan dan menanggung resiko terhadap pelanggaran yang mereka lakukan. Setiap pekerja dan pengawas harus mengerti semua prosedur dan kebijakan disiplin perusahaan. Para pekerja yang melanggar peraturan atau tidak menunjukkan tingkah laku yang baik akan diberikan kesempatan untuk memperbaiki tingkah laku tersebut. • Fakta Dokumentasi, para manajer yakin akan berhasil mengumpulkan sejumlah fakta-fakta untuk menegakkan disiplin. Fakta-fakta ini akan disimpan secara hati-hati karena kesulitan dalam mengatasi perselisihan. Seperti contoh : “Daftar Hadir” dapat digunakan untuk memantau (memonitor) karyawan yang terlambat masuk kerja. Video tape dapat menyimpan kasus pencurian; “Kesaksian
32
Tertulis” sebagai saksi, dapat memberi petunjuk utama terhadap pekerja yang melawan. Para pekerja diberi kesempatan untuk menyangkal fakta-fakta ini bila mereka dapat menunjukkan bukti-bukti yang membela dirinya. • Konsisten Menanggung Risiko terhadap Pelanggaran Peraturan, para pekerja percaya bahwa penegakkan disiplin itu penting secara konsisten tanpa pilih kasih. Jika mereka tidak dapat bertindak, maka mereka mungkin menantang terhadap keputusan disiplin tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa setiap pelanggaran yang sama dibenarkan untuk bebas. Sebagai contoh seorang pekerja yang lebih senior dan seorang pekerja yang ulung, siapa yang melanggar peraturan boleh dihukum lebih berat dari pekerja yang baru melakukan pelanggaran peraturan.
3.1.2
Kepuasan Kerja
3.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kebutuhan manusia sangatlah beragam bahkan tidak terbatas dimana kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Untuk itu manusia terdorong untuk melakukan aktivitas yang disebut dengan kerja. Sutrisno (2009:79) mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
33
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Hasibuan (2007:202) mengatakan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja dan prestasi kerja. Dipandang dari aspek psikologis, seseorang akan memandang bahwa pekerjaan yang sedang dihadapinya memiliki makna positif sehingga memberikan kebahagiaan atau sebaliknya menimbulkan tekanan batin atau stress. Dipandang dari aspek fisik, seseorang yang menyenangi pekerjaannya akan tampak lebih giat, lebih kuat dalam bekerja karena hasilnya akan lebih banyak memenuhi kebutuhan fisik seperti untuk membeli pakaian, makanan, rumah, dan sebagainya. Dipandang dari aspek nilai, seseorang merasa puas di tempat kerjanya jika memperoleh nilai ganda. Orang bekerja mempunyai makna untuk mengisi waktu luang, menambah persahabatan, menambah kawan (sosialisasi), memanfaatkan ilmunya, ibadah, mencari uang, mendapatkan jabatan, diakui keberadaannya, menunjukkan prestasi, dan sebagainya. Kepuasan kerja akan dapat dicapai bila para pekerja pada kedudukan psikologis yang kritis dimana pekerjaan itu harus dialami sebagai sesuatu yang berarti dan bermanfaat, pekerja harus mengalami bahwa ia bertanggung jawab
34
atas hasil pekerjaan itu secara pribadi, yakni bertanggung jawab atas hasil yang diusahakannya dan pekerja harus dapat memastikan dengan cara yang teratur dan terandalkan bagaimana hasil usahanya, hasil apa saja yang telah dicapainya dan apakah hasil itu memuaskan atau tidak. European Foundation (2007:02) menyatakan kepuasan kerja adalah hal yang penting bagi kedua belah pihak antara perusahaan dan karyawannya. Karyawan yang senang dengan apa yang dikerjakannya, akan memberikan hasil yang lebih maksimal
3.1.2.2 Arti Pentingnya Mengkaji Kepuasan Kerja Organisasi sebagai wadah bagi sumber daya manusia, terbentuk karena adanya koordinasi dari sejumlah kegiatan manusia. Organisasi perusahaan terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja yang bekerja saling berinteraksi dalam suatu struktur tertentu. Interaksi antar kelompok-kelompok kerja ini adalah untuk mencapai tujuan perorangan dalam organisasi, yaitu tercapainya hasil. Dalam organisasi perusahaan, tidak semua pekerja atau karyawan bekerja secara optimal. Hal ini tampak bahwa tidak semua karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kepuasan kerja agar karyawan dapat bekerja secara optimal sehingga tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai. Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya diluar pekerjaan lebih mempersoalkan balas
35
jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak. Tidak ada tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Panggabean (2004:129) mengatakan kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan, insentif dan lain-lain. Kondisi kepuasan kerja yang rendah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan tugas-tugasnya, cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk prestasi kerjanya. Apabila karyawan merasa tidak puas, konsekuensinya, mereka akan berpikir untuk berhenti bekerja, mengevaluasi perlunya mencari pekerjaan baru dan mengevaluasi kerugian-kerugian apabila berhenti dari pekerjaan, berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain, sampai pada akhirnya mengambil tindakan untuk berhenti dari pekerjaan mereka. Sebaliknya, apabila karyawan memperoleh kepuasan kerja maka akan mempengaruhi kondisi kerja yang positif dan dinamis. Kondisi kerja yang dinamis ditunjukkan pada pekerjaan yang memberi kesempatan bagi individu untuk berpikir kreatif, memiliki kebebasan dalam bekerja dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya.
36
Salah satu hal yang menjadi indikator rendahnya kepuasan kerja adalah kemangkiran. Perilaku terlambat datang ketempat kerja dan tidak masuk kerja dianggap sebagai perilaku yang tidak efisien bagi perusahaan, hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kepuasan karyawan berhubungan dengan sistem nilai dari masyarakat tempat perusahaan itu berada. Seorang manajer sebuah perusahaan bisa saja gagal total, kalau tidak mengerti nilai budaya masyarakat kerja yang menjadi partnernya dalam bekerja. Oleh karena itu, keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuannya tidak hanya ditentukan oleh hal-hal yang kasat mata (tangible), seperti struktur organisasi, laporan keuangan, aset, gedung dan sebagainya, melainkan juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata (intangible) dan salah satu hal yang tidak kasat mata tersebut adalah budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan apa yang dipersepsikan oleh para karyawan dan bagaimana persepsi ini menciptakan polapola kepercayaan, nilai-nilai, dan harapan-harapan. Karyawan sebagai bagian dari organisasi perusahaan akan mempersepsikan nilai-nilai budaya organisasi yang ada di perusahaan, apakah nilai-nilai perusahaan sesuai dengan nilai-nilai individu. Adanya kesesuaian antara nilai pribadi dengan nilai perusahaan akan menimbulkan kepuasaan kerja. Lebih jauh diungkapkan bahwa budaya organisasi membantu perkembangan pemberdayaan karyawan dan rasa percaya pada pihak manajemen sehingga berhubungan dengan kepuasan kerja yang tinggi dan besarnya komitmen organisasional.
37
Bagi organisasi, suatu pembahasan tentang kepuasan kerja akan menyangkut usaha-usaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara membuat efektif perilaku karyawan dalam kerja. Perilaku karyawan yang menompang pencapaian tujuan organisasi adalah merupakan sisi lain yang harus diperhatikan. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan mengakibatkan suatu situasi yang tidak menguntungkan baik secara organisasi maupun secara individual.
3.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan bertumbuh. Menurut Sutrisno (2009:86), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah: a. Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan. b. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
38
c. Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi: jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya. d. Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
3.1.2.4 Teori – Teori Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Ada tiga teori penting tentang kepuasan kerja yaitu: (1) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy
yang
positif.
Kepuasan
kerja
pegawai
tergantung
pada
ketidaksesuaian antara apa yang dia dapat dan upaya yang diharapkan oleh pegawai. Apabila upaya yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada yang diharapkan, maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya apabila yang
39
didapat pegawai lebih rendah dari apa yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas. (2) Teori Keadilan (Equity Theory) Pendahulu teori ini adalah Zaleznik, teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjannya seperti upah/gaji, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan. (3) Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Hasil penelitian Herzberg (2007:17) menyebutkan mengenai faktor-faktor kepuasan kerja bahwa bila mereka puas maka mereka mengaitkan dengan faktor lingkungan, sebaliknya bila mereka tidak puas, hal tersebut selalu mereka hubungkan dengan pekerjaan itu sendiri. Menurut teori ini kepuasan kerja dan
40
ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variable yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari; pekerjaan yang menarik, penuh tantangan,
ada
kesempatan
untuk
berprestasi,
kesempatan
memperoleh
penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya factor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.
Dissatisfies
adalah
faktor-faktor
yang
menjadi
sumber
ketidakpuasan yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
3.1.2.5 Indikator-indikator Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah suatu kondisi yang dapat membuat seseorang menjadi bahagia atau situasi yang menyangkut perasaan positif terhadap pekerjaannya. Indikator-indikator kepuasan kerja meliputi: 1. Pekerjaan itu sendiri (The work itself) Unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan tersebut karyawan memperoleh kesempatan untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk menerima tanggung
41
jawab. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan kemampuan
karyawan
diharapkan
mampu
mendorong
karyawan
untuk
menghasilkan kinerja yang baik. 2. Gaji (Salary) Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melakukan perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di perusahaan yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa agar kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan kepuasan kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan. 3. Kesempatan Promosi (promotion opportunities) Kesempatan promosi mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang diberikan. Melalui promosi, perusahaan akan memperoleh kestabilan dan moral karyawanpun akan
42
lebih terjamin. Promosi akan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada karyawan. 4. Pengawasan (supervision) Tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan organisasi. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi dari pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya secara baik dan bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal. 5. Rekan Kerja (co-worker) Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam
43
kelompok. Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan. 6. Kondisi Kerja (working condition) Luthans (1998:146) menyatakan apabila kondisi kerja bagus (lingkungan yang bersih dan menarik), akan membuat pekerjaan dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika kondisi kerja tidak menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.
3.1.2.6 Pengukuran Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspekaspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan focus karyawan atau perusahaan, yaitu : • Pertama, manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional atau kesehatan psikologis. • Kedua, perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Biasanya
44
berakibat tingginya tingkat turnover, diiringi dengan besarnya biaya pelatihan, gaji akan menimbulkan perilaku yang sama di kalangan karyawan yaitu dengan berganti-ganti perusahaan dan demikian kurang royal.
3.1.3 Produktivitas Kerja 3.1.3.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Sutrisno (2009:106) mengatakan produktivitas kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik dari hari ini daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini, Selain sebagai ratio output dengan input, para ahli ada yang mengartikan produktivitas dengan melihatnya dari dimensi lain. Dalam kaitannya dengan efisiensi dan efektivitas produktivitas adalah berbagai sumber daya itu kita olah bersama dan kita gunakan untuk mencapai suatu tingkat hasil ataupun sasaran yang spesifik. Dengan kata lain bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik dan bekerja lebih cerdik, tidak semata-mata lebih keras. Ada tiga aspek utama yang perlu ditinjau dalam menjamin produktivitas yang tinggi, antara lain; aspek kemampuan manajemen tenaga kerja, aspek efisiensi tenaga kerja dan aspek kondisi lingkungan pekerjaan. Ketiga aspek tersebut saling terkait dan terpadu dalam suatu sistem dan dapat diukur dengan berbagai ukuran yang relatif sederhana. Produktivitas harus menjadi bagian yang tidak boleh dilupakan dalam
45
penyusunan strategi bisnis yang mencakup bidang produksi, pemasaran, keuangan dan bidang lainnya. Minne (2003:07) mengatakan bahwa peningkatan produktivitas juga dapat dilakukan dengan melakukan beberapa inovasi dalam menghasilkan produk-produknya. Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Peran serta tenaga kerja disini adalah penggunaan sumber daya serta efisien dan efektif. Karena itu, memberikan perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu tuntutan dalam keseluruhan upaya peningkatan produktivitas kerja. Yuniarsih (2008:156) mengatakan produktivitas kerja menunjukkan tingkat kemampan pegawai dalam mencapai hasil, oleh karena itu tingkat produktivitas setiap pegawai bisa berbeda, bisa tinggi atau juga bisa rendah, tergantung pada tingkat kegigihan dalam menjalankan tugasnya.
3.1.3.2 Manfaat Peningkatan Produktivitas Kerja Peningkatan Produktivitas itu bermanfaat pada tingkat : Tingkat Nasional : meningkatkan kemampuan bersaing, khususnya dalam perdagangan internasional sehingga meningkatkan pendapatan negara, mendorong pertumbuhan ekonomi yang akan menunjang terwujudnya kemakmuran sehingga dapat; meningkatkan standar hidup dan martabat bangsa, memperkokoh eksistensi dan potensi bangsa yang berarti akan memantapkan ketahanan sosial, sebagai alat untuk membantu merumuskan kebijaksanaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
46
Tingkat Perusahaan : memperkuat daya saing perusahaan karena dapat memproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan mutu produksi yang lebih baik, menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan karena dengan meningkatnya produktivitas perusahaan akan memungkinkan memperoleh keuntungan yang dapat dimanfaatkan untuk investasi baru, meningkatkan standar hidup dan martabat karyawan beserta keluarganya, menunjang terwujudnya hubungan kerja yang lebih baik bila keuntungan produktivitas diperoleh berkat peningkatan produktivitas dapat dinikmati secara sepadan baik untuk pengusaha, karyawan atau pemegang saham, membantu perluasan kesempatan kerja. Tingkat Individu : meningkatkan pendapatan (income) dan jaminan sosial, meningkatkan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu, meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi.
3.1.3.3 Jenis-jenis Produktivitas Menurut jenisnya Produktivitas dibedakan berdasarkan : Tingkatan dan Faktoral. Perbedaan ini terjadi karena cara perhitungan dan analisa selanjutnya mempunyai perbedaan tertentu. • Produktivitas berdasarkan Tingkatan terdiri dari : Produktivitas Makro (Nasional) adalah produktivitas secara nasional. Sarana yang dipakai sebagai ukuran keluaran berupa Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) sedangkan masukan berupa tenaga kerja (karyawan).
47
Produktivitas Sektoral adalah produktivitas tingkat sektor. Ukuran yang dipakai sebagai keluaran berupa produk domestik sektoral, sedangkan masukannya berupa tenaga kerja (karyawan) pada sektor yang bersangkutan. Produktivitas Mikro (Perusahaan) adalah produktivitas pada tingkat perusahaan. Ukuran keluaran (output) berupa nilai tambah (value added) sedangkan masukan (input) adalah tenaga kerja (karyawan). Produktivitas Individu adalah produktivitas pada tingkat individu. Masukan adalah tenaga kerja sedangkan keluaran jumlah fisik barang. • Produktivitas berdasarkan Faktoral terdiri dari : Produktivitas Total adalah produktivitas dari semua faktor yang digunakan untuk menghasilkan keluaran. Faktor-faktor tersebut, antara lain : tenaga kerja, bahan mentah, peralatan produksi dan energi. Produktivitas Multifaktor adalah produktivitas dari beberapa faktor yang digunakan untuk menghasilkan keluaran. Antara lain terdiri dari : modal dan tenaga kerja. Produktivitas Parsial adalah produktivitas dari salah satu dari faktor-faktor tertentu yang digunakan untuk menghasilkan kaluaran. Faktor tersebut salah satu dari tenaga kerja atau bahan baku atau energi (Departemen Tenaga Kerja 1987 : 20)
1.1.3.4 Produktivitas Individu Pengertian produktivitas dapat ditinjau dalam dua segi yaitu dari wujud individual dan organisasional. Ditinjau dari sudut individual, sering dianalogikan
48
dengan kepribadian yang produktif. Maknanya tidak lain adalah seseorang yang mempunyai sikap mental productive orientation yaitu yang selalu menggunakan segenap potensi yang ada di dalam dirinya secara optimal tanpa harus menggantungkan diri pada pihak lain sepenuhnya. Orang yang kreatif cenderung produktif, dan produktif adalah sesuatu yang mempunyai kualitas kekuatan untuk berproduksi, yang membawa hasil atau keuntungan yang kreatif dan generatif. Menurut National Productivity Board Singapore, Produktivitas adalah Sikap Mental (attitude of mid) yang mempunyai semangat untuk bekerja keras dan ingin memiliki kebiasaan untuk melakukan peningkatan perbaikan. Perwujudan sikap mental dalam kegiatan tersebut, antara lain:
Yang berkaitan dengan diri sendiri dapat dilakukan melalui peningkatan : • Pengetahuan • Keterampilan • Disiplin • Upaya Pribadi • Kerukunan Kerja Yang berkaitan dengan pekerjaan, dilakukan melalui : • Manajemen dan metode yang lebih baik • Penghematan Biaya • Tepat waktu • Sistem dan teknologi yang lebih baik Produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
kekuatan-kekuatannya dan mewujudkan potensi-potensi yang ada pada dirinya. Seseorang yang produktif dapat berhubungan dengan dunia sekitarnya dengan cara menciptakan suatu hasil kerja melalui kemampuannya, dan menggunakan pikiran
serta
perasaannya.
Seseorang
yang
produktif
menggunakan
kemampuannya secara kreatif, inovatif, imajinatif dan inisiatif untuk mencipta, merasakan dan berkarya dengan kualitas tinggi.
49
3.1.3.5 Indikator-indikator Produktivitas Kerja Secara garis besar indikator produktivitas kerja menurut Desalter (1996:513) adalah sebagai berikut, yaitu : a. Kualitas hasil kerja Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan, dan keberhasilan hasil kerja. b. Kuantitas hasil kerja Banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan. c. Penggunaan Jam Kerja Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output.
3.1.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Produktivitas adalah sesuatu yang mempunyai kualitas kekuatan untuk berproduksi, yang membawa hasil atau keuntungan yang kreatif dan generatif. Berikut ini ada 2 pendapat berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja.
50
Yang pertama, menurut Yuniarsih (2008:159) berpendapat bahwa faktorfaktor yang dapat mempengaruhi Produktivitas Kerja dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni Faktor Internal (komitment kuat terhadap visi dan misi, desain pekerjaan, motivasi, etos kerja,kebijakan perusahaan, perlakuan dari pimpinan, lingkungan kerja, komunikasi antar karyawan), sedangkan Faktor Eksternal (peraturan perundangan, kebijakan pemerintah, tingkat persaingan, dampak globalisasi, kemitraan). Yang kedua, menurut Sutrisno (2009:109) ada sebelas faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, antara lain : Sikap Mental yang terdiri dari motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja. Motivasi kerja adalah suatu dorongan yang mempengaruhi perilaku pekerja untuk berusaha meningkatkan produktivitas kerja karena adanya keyakinan bahwa peningkatan produktivitas tersebut bermanfaat bagi dirinya.
Pendidikan, pada umumnya orang yang
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan terhadap pentingnya produktivitas. Tingginya kesadaran pentingnya produktivitas dapat mendorong pekerja yang bersangkutan untuk melakukan tindakan yang produktif. Keterampilan, jika pekerja makin terampil maka akan lebih mampu bekerja menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pekerja lebih terampil jika mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. Manajemen, pengertian manajemen yang dimaksud berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola atau memimpin serta mengendalikan karyawan bawahannya. Bila manajemen yang diterapkan tepat maka akan menimbulkan semangat kerja yang lebih tinggi
51
mendorong pekerja melakukan tindakan yang produktif. Tingkat Penghasilan, bila tingkat penghasilan memadai dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Gizi dan kesehatan, bila kebutuhan gizi pekerja terpenuhi dan pekerja berbadan sehat, amak akan lebih kuat bekerja, apalagi kalau mempunyai semangat kerja yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitasnya. Jaminan Sosial, jaminan sosial yang diberikan oleh sutu perusahaan kepada karyawannya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimilikinya untuk meningkatkan produktivitasnya. Lingkungan dan Iklim Kerja, lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong karyawan agar betah bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan baik ke arah peningkatan produktivitas. Sarana Produksi, mutu sarana produksi berpengaruh sekali pada peningkatan produktivitas kerja. Bila sarana produksi yang digunakan tidak baik kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai. Sarana produksi yang baik bila digunakan oleh pekerja yang terampil akan mendorong peningkatan efisiensi atau produktivitas. Teknologi, bila teknologi yang dipakai tepat dan sudah lebih maju tingkatannya akan memungkinkan: tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi, jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu,
memperkecil
terjadinya
pemborosan
bahan
sisa.
Kesempatan
Berprestasi, seorang karyawan bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir
52
ataupun pengembangan potensi diri pribadinya yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya ataupun organisasinya.
Gambar 3.2 Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja
Upah/Gaji Rendah
Semangat Kerja Menurun
Produktivitas Kerja Menurun
Disiplin Kerja Rendah
3.1.3.7 Pengukuran Produktivitas Kerja Menurut Simamora (2004:612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi : 1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standart yang ada atau ditetapkan oleh perusahaan. 2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya secara teknis dengan perbandingan standart yang ditetapkan oleh perusahaan. 3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
53
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output. Metode dalam pengukuran produktivitas menurut Hasibuan (2007:127) secara umum berarti perbandingan, yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu : 1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan bahwa apakah pelaksanaan ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah mutu berkurang atau meningkat. 2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan yang lainnya. Pengukuran ini menunjukkan pencapaian secara relatif. 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik, sebab memusatkan perhatian pada sasaran/ tujuan. Pengukuran produktivitas ini mempunyai peranan penting untuk mengetahui produktivitas kerja dari para karyawan sehingga dapat diketahui sejauh mana produktivitas yang dapat dicapai oleh karyawan. Selain itu pengukuran produktivitas akan juga dapat digunakan sebagai pedoman bagi para manajer untuk meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan.
54
3.2 Kerangka Pemikiran 3.2.1 Hubungan Disiplin Kerja dengan Produktivitas Disiplin karyawan merupakan peranan yang dominan dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Disiplin kerja merupakan hal yang harus ditanamkan dalam diri tiap karyawan itu pada tugas kewajibannya. Selain itu disiplin kerja dapat ditingkatkan apabila terdapat kondisi kerja yang dapat membuat karyawan untuk berdisiplin. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan organisasi. Peraturan disiplin dibuat untuk mengatur tata hubungan kerja yang berlaku pada perusahaan besar, kecil, dan organisasi
yang
mempekerjakan
banyak
sumber
daya
manusia
untuk
melaksanakan pekerjaan. Pembuatan suatu peraturan disiplin dimaksudkan agar para karyawan dapat melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada sisi karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian, bila peraturan dan ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Kegiatan pendisiplinan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk
55
mendorong disiplin diri diantara para karyawan untuk datag dikantor tepat waktu. Dengan datang dikantor tepat waktu dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugasnya maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat. Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi karyawan. Menurut Sutrisno (2009:92) tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh disiplin karyawan. Apabila diantara karyawan sudah tidak menghiraukan kedisiplinan kerja, maka dapat dipastikan produktivitas kerja akan menurun.
3.2.2 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang,
56
puas atau tidak puas dalam bekerja. Hasibuan (2007:202) mengatakan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri seperti apa yang dikehendaki dan diharapkan dari pekerjaannya. Pandangan tersebut dapat disederhanakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap dari individu dan merupakan umpan balik terhadap pekerjaannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat kerangka berpikir tentang bagaimana hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.3 Hubungan Timbal Balik Produktivitas Kerja dengan Kepuasan Kerja
Penampilan Kerja
Produktivitas Kerja
Kepuasan Kerja
Sebagai motor penggerak daripada produktivitas ini adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia sebagai agent of change dalam proses perkembangan memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan sebagai pengembangan untuk menuju produktivitas yang tinggi. Karyawan yang merupakan
bagian
dari
organisasi
atau
perusahaan
perlu
ditingkatkan
57
produktivitasnya sebagai feed back dari perusahaan untuk tetap menjaga dan mengikat daripada karyawan agar tetap bergabung dalam perusahaan tersebut. Kepuasan kerja bagi seorang karyawan akan berdampak positif bagi perusahaan, yang tentunya meningkatkan produktivitas bagi perusahaan tersebut. Individu sebagai karyawan memerlukan perhatian yang baik dalam kerjanya.
3.2.3 Hubungan Disiplin Kerja, Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja Salah satu faktor untuk mencapai tujuan perusahaan diantaranya adalah peran sumber daya manusia atau karyawan. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah tenaga kerja yang merupakan kekuatan pokok yang mampu menggerakan kegiatan perusahaan, dimana masing-masing individu memiliki latar belakang, tingkat ekonomi, sosial budaya yang berbeda-beda. Tujuan dari suatu perusahaan adalah memperoleh keuntungan, tujuan tersebut akan diperoleh apabila produktivitas meningkat, untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya tenaga kerja yang memiliki disiplin kerja yang tinggi dan kepuasan kerja, karena apabila tenaga kerja tidak memiliki disiplin dan kepuasan terhadap pekerjaannya akan berakibat menurunkan produktivitas dan merugikan perusahaan. Produktivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti latar belakang pendidikan, ketrampilan, disiplin, motivasi, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana produksi, manajemen dan kesempatan berprestasi.
58
Produktivitas yang tinggi dapat dicapai oleh karyawan yang mempunyai kepuasan dan disiplin kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Sedangkan apabila sudah merasakan kepuasan dalam bekerja tetapi tidak memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi maka produktivitas tidak baik hasilnya. Faktor lain dalam meningkatkan produktivitas bekerja sama dalam penelitian ini adalah disiplin kerja. Disiplin kerja karyawan dapat dikatakan baik apabila patuh pada peraturan perusahaan, dapat menggunakan alat-alat produksi, dan dapat memanfaatkan bahan-bahan produksi dengan efektif dan efisien. Penulis berasumsi bahwa dengan meningkatnya kepuasan kerja dan disiplin kerja
karyawan akan berpengaruh pula
dengan meningkatnya
produktivitas kerja karyawan. Kepuasan kerja dan disiplin kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas, hilangnya kepuasan kerja dan disiplin kerja akan berpengaruh pada efisiensi kerja dan efektivitas tugas pekerjaan. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dengan adanya disiplin kerja akan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan berupa hasil yang baik. Berdasarkan teori-teori diatas dapat dikemukakan bahwa terdapat pengaruh antara disiplin kerja dan produktivitas kerja terhadap produktivitas kerja karyawan, dimana dapat digambarkan sebagai berikut:
59
Gambar 3.4 Model Konseptual Penelitian
Disiplin Kerja (X1) Indikator : a. Ketepatan waktu b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik c. Tanggung jawab yang tinggi d. Ketaatan terhadap aturan Kepuasan Kerja (X2) Indikator : a. Pekerjaan itu sendiri b. Gaji c. Kesempatan Promosi d. Pengawasan e. Rekan Kerja f. Kondisi Kerja
Produktivitas Kerja (Y) Indikator : a. Penggunaan jam kerja b. Kualitas kerja c. Kuantitas kerja
3.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian, sampai terbukti data yang terkumpul (Arikunto, 2006 : 71). Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis, yaitu: 1. Ada pengaruh positif signifikan antara disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Columbia Chrome Indonesia, Jakarta. 2. Ada pengaruh positif signifikan antara kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Columbia Chrome Indonesia, Jakarta. 3. Ada pengaruh bersama positif signifikan disiplin kerja dan kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Columbia Chrome Indonesia, Jakarta.