BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robert L. Mathis & John H. Jackson (2006: p3) mengartikan
manajemen sumber daya manusia sebagai rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sumber daya manusia terlibat dengan hal-hal strategis, lingkungan eksternal, proses bisnis internal, efektivitas dan hal lainnya dengan mengidentifikasi
bagaimana
sumber
daya
manusia
dapat
membantu
dalam
meningkatkan produktivitas organisasional, membantu menangani kompetisi asing secara efektif, atau meningkatkan inovasi dalam organisasi. Dengan demikian kontribusi dalam usaha perencanaan perusahaan secara keseluruhan. Menurut Dessler (2011: p4) mengartikan Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai kebijakan dan praktek di dalam menggerakan sumber daya manusia atau aspekaspek terkait posisi manajemen di dalam manajemen sumber daya manusia yang mencakup kegiatan perekrutan, penyaringan, pelatihan, pemberian penghargaan dan penilaian. Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2008: p4), Mengartikan Sumber Daya Manusia sebagai kebijakan, praktek, dan sistem-sistem yang mempengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja karyawan. Menurut Mondy ( 2010: p4-5) mengartikan manajemen sumber daya manusia adalah utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu, para manajer dari setiap tingkat harus memperhatikan manajemen sumber daya manusia. Pada
dasarnya,
semua
manajer
menyelesaikan
11
segala
sesuatunya
dengan
12
mendelegasikan tugas kepada karyawannya, hal ini memerlukan manajemen sumber daya manusia yang efektif. Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu di dalam suatu organisasi dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang baik maka perusahan juga harus memiliki keadilan dalam prosedur-prosedur yang dimilikinya agar sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dan tertata dengan baik.
2.1.1.1. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi dari Manajemen Sumber Daya Manusia, yaitu bertujuan untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia sendiri memiliki 6 fungsi utama (Llyod & Leslie Rue, 2006: p4), yaitu : Perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, dan seleksi Pengembangan sumber daya manusia Kompensasi dan upah Keselamatan dan kesehatan Hubungan karyawan Penelitian sumber daya manusia Fungsi tersebut merupakan fungsi utama yang dilakukan dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia untuk mengelola sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.
2.1.2.
Praktek MSDM (HRM PRACTICE) Pengalaman telah menunjukkan bahwa beberapa dari kebijakan dan praktek
MSDM selalu lebih baik daripada yang lain, dan dengan demikian semua organisasi atau perusahaan yang memohon untuk mengadopsi praktek-praktek terbaik. Meskipun studi berlimpah dapat diklaim untuk keluar dalam praktek MSDM, bagaimanapun, banyak
13
dari studi ini meneliti masalah praktek sumber daya manusia hanya terfokus pada variabel-variabel tertentu. Sebuah tinjauan literatur yang dilakukan oleh Khan (2010) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) mengidentifikasi lima praktik kunci MSDM, yaitu, pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, kompensasi dan penghargaan, penilaian kinerja, dan partisipasi karyawan. Menariknya, praktik-praktik ini merupakan bagian dari sepuluh praktek MSDM yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan MSDM ini pada kinerja organisasi. Fungsi manajemen sumber daya manusia dapat dianggap sebagai praktek yang memiliki enam menu strategi, dimana perusahaan dapat memilih strategi yang paling tepat untuk diterapkan pada perusahaan mereka. masing-masing menu ini mengacu pada area fungsional tertentu : job analysis / design, recruitment/ selection, training and development, performance management, pay structure/ incentives/ benefits, and laboremployee relations.(Noe, et. al. 2008:p80).
2.1.2.1. Pelatihan dan Pengembangan (Training and development) Menurut Dessler, training mengacu pada metode-metode yang digunakan untuk memberikan karyawan baru dan tetap keahlian-keahlian yang mereka perlukan untuk melakukan pekerjaan. Training adalah indikator dari manajemen yang baik. Memiliki karyawan-karyawan yang berorientasi tinggi tidak menjamin bahwa mereka akan sukses. Malah, mereka herus mengetahui apa yang anda ingin mereka lakukan dan bagaimana anda ingin mereka melakukannya.jika mereka tidak mengetahuinya, mereka akan melaksanakan pekerjaan dengan cara mereka sendiri, bukan dengan cara yang perusahaan inginkan. Training yang baik adalah vital bagi perusahaan (Dessler, 2011: p270). Sedangkan menurut Mondy, training adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk menyediakan para pembelajarnya dengan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan mereka kini. Training seringkali dihubungkan dengan kata “development”.
14
Development adalah pembelajaran yang mencakup lebih dari pekerjaanpekerjaan yang kini dihadapi dan memiliki lebih banyak fokus jangka panjang. Aktivitas training dan Development memiliki potensi untuk menyelaraskan karyawan-karyawan dengan strategi korporat perusahaan. Beberapa manfaat strategis dari training dan development adalah kepuasan karyawan, peningkatan moral, retensi yang lebih tinggi, turnover yang lebih rendah, turnover yang lebih rendah, meningkatkan perekrutan, dan fakta bahwa karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan menghasilkan kepuasan pelanggan (Mondy, 2010: p198). Pelatihan dan pengembangan berkaitan dengan keterampilan dan kompetensi karyawan yang diperoleh melalui serangkaian program pelatihan dan pengembangan. Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini didorong oleh ekonomi pengetahuan, atribut tertentu dan kompetensi personil merupakan komponen integral dari daya saing organisasi. Tidak ada keraguan bahwa bawahan yang sangat berpengetahuan dan terampil atau karyawan akan meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas barang dan jasa, membawa perubahan positif dalam proses dan membantu untuk memberikan layanan berkualitas kepada klien. Dengan kata lain mereka meningkatkan daya saing dan kinerja organisasi. Pada intinya, pelatihan dan pengembangan hasil hasil yang nyata seperti peningkatan produktivitas, kualitas unggul produk dan layanan, serta memaksimalkan sumber daya atau optimasi. Hal ini juga menghasilkan hasil yang berwujud seperti: harga diri yang tinggi, meningkatkan moral, dan kepuasan bawahan yang sebagai hasil dari keterampilan tambahan, pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh selama pelatihan dan pengembangan program. Karena pentingnya pelatihan dan pengembangan, Kundu (2000) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah menyarankan bahwa perusahaan harus berinvestasi dalam pelatihan karyawan mereka untuk pelaksanaan yang efektif dari strategi berorientasi pelanggan.Demikian pula, Blair dan Sisakhti (2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menetapkan bahwa investasi pada pelatihan dan pengembangan menghasilkan manfaat yang sangat besar. Penulis seperti Bitner & Zeithmal (2004) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah menegaskan bahwa pengeluaran pada pelatihan dan pelatihan menghasilkan keunggulan kompetitif strategis untuk perusahaan dan organisasi. Jarventaus (2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) juga menegaskan bahwa lingkungan bisnis yang dinamis menuntut organisasi
15
yang berinvestasi pada pelatihan karyawan mereka karena hal ini membantu untuk mengembangkan kemampuan organisasi yang memungkinkan mereka untuk secara positif menanggapi tantangan-tantangan baru. Penelitian lain juga menemukan bahwa program-program pelatihan dan pengembangan yang komprehensif berhubungan positif terhadap retensi staf, produktivitas, dan efektivitas organisasi (Lee & Bruvold, 2003;. Arago'n-Sa'nchez et al 2003). Jarventaus (2007) dan Delaney & Huselid (1996) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah menegaskan kembali hubungan positif dianggap antara pelatihan dan pengembangan, dan kinerja organisasi. Secara keseluruhan, pelatihan dan pengembangan secara signifikan berhubungan dengan kinerja organisasi. Trainning menurut Byars & Rue (2005: p164) adalah proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keterampilan, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Upaya yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan, keterampilan, dan perilaku karyawan (Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright, 2009: p267). Proses yang mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya (Dessler, 2005: p216). Development menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p400) adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang meningkatkan kemampuan karyawan untuk memenuhi perubahan persyaratan kerja dan klien serta tuntutan pelanggan.
2.1.2.2. Langkah-langkah Training Langkah-langkah untuk program training yang sukses menurut Byars & Rue (2005: p165) adalah sebagai berikut: •
Melakukan analisis pekerjaan
•
Melakukan penilaian kebutuhan
•
Menetapkan tujuan training
•
Mengadakan program training
•
Mengevaluasi hasil training
16
2.1.2.3. Jenis-jenis metode Training •
On The Job Training Menurut Dessler (2005: p222) On the job training adalah melatih seseorang untuk mempelajari sebuah pekerjaan sambil mengerjakannya. Menurut Byars & Rue (2005: p167-p169) On the job training adalah training yang
menunjukan
karyawan
bagaimana
melakukan
pekerjaan
dan
memungkinkan dia untuk melakukan nya dibawah pengawasan pelatih. Salah satu bentuk On the job training adalah rotasi pekerjaan, seorang individu belajar beberapa pekerjaan yang berbeda dalam suatu unit kerja atau departemen dan melakukan setiap pekerjaan untuk jangka waktu tertentu. •
Apprenticeship training Menurut Dessler (2005: p224) Apprenticeship training
merupakan proses
terstruktur dimana pekerja dilatih menjadi terampil melalui kombinasi instruksi dikelas dan training langsung di pekerjaan, yang ditambah oleh Byars & Rue (2005: p168) memberikan instruksi, baik didalam maupun diluar pekerajaan, dalam aspek praktis dan teoritis dari pekerjaan yang diperlukan dalam pekerjaan yang sangat terampil. A work study training method with both on the job and classroom training (Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p296). •
Simulasi Menurut Dessler (2005: p227) simulasi melatih karyawan dengan peralatan khusus diluar pekerjaan, sehingga biaya dan bahaya Training bisa dikurangi. Metode Training yang mewakili situasi kehidupan nyata, yang memungkinkan peserta untuk melihat hasil dari keputusan mereka dalam lingkungan buatan (Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p297)).
•
Avatar Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p298) avatar yaitu penggambaran komputer manusia yang dapat digunakan sebagai pelatih, rekan kerja, dan pelanggan dalam simulasi.
•
Virtual Reality
17
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p298) Virtual Reality merupakan teknologi berbasis komputer yang menyediakan peserta dengan pengalaman belajar tiga dimensi (3D). •
E-Learning Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p301) E-Learning adalah instruksi dan pemberian training oleh komputer melalui internet atau intranet perusahaan.
•
Learner Control Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303) Learner Control adalah kemampuan peserta untuk aktif belajar melalui latihan, self-pacing, link ke bahan lain,, dan percakapan dengan pelatih dan ahli lainnya.
•
Learning Management System (LMS) Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303), merupakan platform yang mengotomatisasi administrasi, pengembangan, dan pengiriman program training perusahaan.
•
Group- or Team Building Methods Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303), teknik training yang membantu peserta berbagi ide dan pengalaman, membangun identitas kelompok, memahami dinamika hubungan interpersonal, serta mengenal kekuatan dan kelemahan mereka sendiri dan teman kerja mereka.
•
Adventure Learning Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p305), pembelajaran difokuskan pada pengembangan kerja sama tim dan keterampilan kepemimpinan dengan menggunakan kegiatan diluar ruangan yang terstruktur.
•
Team Training Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p306), koordinat kinerja individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam lintas Training anggota tim memahami dan mempraktikan keterampilan masingmasing. Training koordinasi melatih tim dalam bagaimana untuk berbagi informasi dan keputusan. tim training pemimpin mengacu pada training manajer tim atau fasilitas.
18
2.1.2.4. Evaluasi Training Menurut Byars & Rue (2005: p169-p171) apabila hasil dari program training dievaluasi, sejumlah manfaat bertambah. Evaluasi training dapat dipecah menjadi empat bidang: •
Reaksi Evaluasi reaksi harus mempertimbangkan berbagai topik, termasuk isi program, struktur program dan format teknik instruksional, kemampuan intruktur dan gaya, kualitas lingkungan belajar, sejauh mana tujuan training tercapai, dan rekomendasi untuk perbaikan.
•
Pembelajaran Evaluasi pembelajaran memperhatikan seberapa baik peserta memahami dan menyerap prinsip-prinsip, fakta, dan keterampilan mengajar.
•
Perilaku Evaluasi perilaku berkaitan dengan sikap perubahan perilaku kerja peserta training dan jauh lebih sulit daripada reaksi evaluasi pembelajaran.
•
Hasil Hasil evaluasi mencoba untuk mengukur perubahan variabel seperti mengurangi turnover, mengurangi biaya, peningkatan efisiensi, pengurangan keluhan, dan peningkatan kualitas produksi.
2.1.2.5. Indikator pelatihan dan pengembangan Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009 : p44) ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam pelatihan dan pengembangan yaitu: •
Tujuan dan Sasaran pelatihan dan pengembangan harus Jelas dan dapat terukur.
•
Para Pelatih (Trainers) harus ahlinya yang berkualitas memadai (Profesional).
•
Materi
pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai •
Metode pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.
19
•
Peserta pelatihan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
2.1.3.
Penilaian kinerja (Performance appraisal) Menurut Snell dan Bohlander (2010: p362), Performance appraisal dapat
didefinisikan sebagai suatu proses penilaian yang dirancang untuk membantu karyawan mengerti peran, tujuan, ekspektasi, dan kesuksesan kinerja yang diadakan secara berkala. Menurut Mathis dan Jackson (2006: p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil. Terdapat beberapa pihak yang dijelaskan oleh Snell dan Bohlander (2010: p370374) yang dapat melakukan penilaian kinerja. Pihak-pihak tersebut adalah : Penilaian oleh manajer atau supervisor Penilaian diri Penilaian bawahan Penilaian rekan Penilaian tim, dan Penilaian pelanggan Proses penilaian kinerja merupakan kegiatan yang memastikan saling pengertian antara bawahan dan atasan melalui proses evaluasi secara langsung pekerjaan prioritas bawahan spesifik kinerja dan harapan, komunikasi, dan tanggung jawab yang diberikan. Ini juga merupakan proses pemberian umpan balik dan dijadwalkan yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama tim dan mempromosikan efisiensi dan kemampuan yang lebih besar.
20
Tulisan yang sudah ada menunjukkan bahwa penilaian kinerja secara positif berhubungan dengan kinerja organisasi. Lee dan Lee (2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011)
menetapkan bahwa sistem penilaian kinerja yang sukses meningkatkan
kualitas dan produktivitas. Oleh karena itu, Sang (2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menemukan bahwa, sistem penilaian kinerja yang transparan dan berbasis client komprehensif meningkatkan kinerja perusahaan. Demikian pula, Rahman (2006) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menetapkan bahwa komitmen yang komprehensif sistem penilaian kinerja meningkat bawahan. Brown dan Hewood (2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) berpendapat bahwa proses sistem penilaian kinerja memiliki hubungan positif dengan peningkatan produktivitas perusahaan. Cook & Crossman (2004) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menegaskan hubungan antara karyawan dan supervisor yang difasilitasi oleh kinerja. Dari atas, ada indikasi yang jelas bahwa penilaian kinerja merupakan instrumen penting untuk pengembangan karir dasar, pengakuan, dan promosi karyawan (Larsson et al. 2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Mendukung ini, Hanley (2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang lebih produktif yang mempengaruhi kinerja organisasi. Dessler (Sirait, 2006: p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya peniliaian kinerja, yaitu : 1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji, 2. Memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri serta supervisor untuk meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. 3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir. Perusahaan memiliki kewajiban untuk memanfaatkan karyawan yang dimilikinya semaksimal mungkin agar kemampuan karyawannya serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan menyadari potensi yang dimiliki serta pengembangan karirnya. Kecenderungan ini membuat perusahaan untuk melaksanakan proses perencanaan dan pengembangan karir.
21
Perencanaan dan pengembangan karir adalah proses di mana seseorang menjadi tahu kompetensi apa yang dimiliki yang berkaitan dengan karir yang berhubungan dengan pencapaian karirnya. Menurut Byars & Rue (2005: p223) Performance appraisal adalah proses mengevaluasi dan berkomunikasi kepada karyawan bagaimana mereka melakukan pekerjaan dan membangun rancana perbaikan.
2.1.3.1. Metode Performance Appraisal Metode Performance appraisal menurut Byars & Rue (2005: p224-230), yaitu: 1. Management by objectives (MBO), lebih sering digunakan oleh karyawan professional dna manajerial. 2. Multi-rater assessment (360-degree feedback), dengan metode ini, manajer, rekan, pelanggan, pemasok atau kolega akan diminta untuk menyelesaikan kuesioner pada karyawan yang dinilai. 3. Grafic rating scale, metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk menunjukan pada skala dimana persentase karyawan pada faktor-faktor seperti kuantitas kerja, ketergantungan, pengetahuan pekerjaan, dan kegotong-royongan. 4. Behaviorally anchored rating scale (BARS), metode penilaian kinerja yang menentukan tingkat kinerja karyawan berdasarkan pada apakah karyawan secara spesifik menggambarkan mengenai perilaku pekerjaan yang ada. 5. Critical incident appraisal, metode penilaian kinerja dimana penilai menyimpan catatan tertulis dari insiden yang menggambarkan perilaku karyawan baik positif maupun negative. 6. Essay appraisal, metode penilaian kinerja dimana penilaian mempersiapkan pernyataan tertulis yang menggambarkan kekuatan individu, kelemahann, dan kinerja masa lalu. 7. Checklist, metode penilaian kinerja dimana jawaban penilai dengan ya atau tidak serangkaian pertanyaan tentang perilaku karyawan yang dinilai.
22
8. Forced-choice rating, metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk menentukan peringkat satu set pernyataan yang menggambarkan bagaimana seorang karyawan melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan. 9. Rangking methods, metode penilaian kinerja dimana kinerja seorang karyawan diurutkan relatif terhadap kinerja orang lain. 10. Work standards approach, metode penilaian kinerja yang melibatkan menetapkan standar atau tingkat yang diharapkan dari output dan kemudian membandingkan tingkat masing-masing karyawan dengan standar.
2.1.3.2. Indikator Performance Appraisal terdapat lima indikator penentu performance appraisal berdasarkan model Selvarajan & Cloninger (2011), yaitu:
Perceived fairness Distributive fairness Appraisal characteristic
Motivation to improve performance
Procedural fairness Interactive fairness
Appraisal purpose Appraisal source Appraisal satisfaction
Feedback richnesss
Perceived accuracy Gambar 2.1 Model Performance Appraisal Sumber: Selvarajan & Cloninger (2011)
23
•
Karakteristik penilaian yang dikaji dalam penilaian ini menurut Sevarajan dan Cloninger (2011) adalah sumber penilaian, tujuan penilaian, dan kesempurnaan penilaian. Sumber penilaian mengacu pada evaluasi kinerja karyawan oleh satu atau lebih sumber, seperti manajer, diri sendiri, bawahan, rekan, dan pelanggan (Deleon & Ewen 1997) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Tujuan dari penilaian adalah karakteristik lain yang penting dari suatu sistem penilaian (Murphy dan Cleveland 1995) dalam Selvarajan & Cloninger (2011), dan penilaian kinerja biasanya digunakan untuk tujuan administrasi maupun pembangunan. Kesempuranaan tanggapan mengacu pada kinerja lingkungan dimana karyawan menerima penilaian yang spesifik, sering, dan tanggapan yang tepat waktu (Kinicki, Prusia, Ben dan McKee-Ryan 2004) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
•
Akurasi persepsi penilaian adalah salah satu kriteria yang paling banyak digunakan untuk efektivitas dalam penelitian penilaian (Cardy dan Dobbins 1994) dalam Selvarajan & Cloninger (2011), dan berhubungan dengan berbagai hasil penilaian seperti kepuasan penilaian dan motivasi untuk meningkatkan kinerja (Taylor et,. al. 1995), Findley, Giles,dan Mosslander 2000: Kayu dan Marshall, 2008: Selvarajan dan Cloninger 2009) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
•
Persepsi keadilan bagi karyawan merupakan ukuran penting dari efektivitas penilaian yang berhubungan dengan hasil penilaian (misalnya Nathan, Mohrman dan Milliman 1991:, Taylor et,. al. 1995) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Penelitian sebelumnya pada kesetaraan atau keadilan menunjukan bahwa itu terdiri dari tiga dimensi: distributive, procedural, dan keadilan interaksional (Colquitt et,. al 2001) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Keadilan distributif berkaitan dengan keadilan distributif hasil (Greenberg 1986) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Dalam konteks penilaian kinerja, dimensi ini berkaitan dengan persepsi keadilan diterima oleh karyawan berdasarkan penilaian kinerja. Keadilan prosedural berfokus pada kesetaraan prosedur yang digunakan dalam menentukan hasil (Thibaut dan Walker 1975: Folger, Knovsky dan Cropanzano 1992). Konsep keadilan interaksional diperkenalkan oleh Bies dan Moag (1986)
24
•
dan didefinisikan sebagai kualitas karyawan melalui perlakuan antar pribadi selama proses penilaian kinerja (Bies 2001) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
•
Kepuasan penilaian adalah kepuasan karyawan dengan menggunakan sistem penilaian, dan dianggap paling penting diantara semua variabel yang mengukur reaksi tanggapan (Giles dan Mossholder 1990; Keeping dan Levy 200; Levy dan William 2004) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
•
Motivasi untuk meningkatkan kinerja berarti sistem penilaian performa berkaitan dengan peningkatan kinerja karyawan dimasa depan , dan efek motivasi penilaian kinerja dianggap sebagai hal yang penting, tetapi di bawah hasil variabel yang diteliti untuk penilaian kinerja (Roberson dan Stewart 2006; DeNisi dan Pritchard 2006) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
2.1.4. Kompensasi dan Penghargaan (Compensation and Reward) 2.1.4.1. Kompensasi (Compensation) Menurut Mathis & Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica (2006: p419), kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang memilih untuk bekerja disebuah organisasi daripada organisasi yang lain. Pemberian kompensasi penting bagi organisasi untuk mencerminkan suatu apresiasi dari perusahaan kepada karyawan mereka dan suatu bentuk usaha untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama sekaligus aset bagi suatu organisasi. Suatu program kompensasi dalam organisasi memiliki empat tujuan ( Mathis & Jackson, 2006: p419), yaitu : Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku Efektifitas biaya organisasi Keadilan internal dan eksternal dan individual bagi karyawan Peningkatan kinerja bagi organisasi Disamping kepentingan dalam organisasi, kompensasi memiliki suatu arti penting bagi karyawan, karena bagi mereka kompensasi mencerminkan suatu ukuran
25
dan nilai atas pengetahuan, keterampilan, dan kinerja yang telah mereka berikan bagi organisasi diantara karyawan lainnya. Kompensasi menurut Byars & Rue (2005: p249) mengacu pada semua penghargaan ekstrinsik yang diterima karyawan sebagai pertukaran atas pekerjaan mereka. Jenis-jenis Kompensasi: •
Pay Menurut Byars & Rue (2005: p249) pay, hanya mengacu pada uang actual yang diterima karyawan sebagai pertukaran atas pekerjaan mereka.
•
Base wage or salary Menurut Byars & Rue (2005: p249) base wage or salary adalah upah per jam, mingguan, atau bulanan yang karyawan terima atas pekerjaan mereka.
•
Incentives Menurut Byars & Rue (2005: p249) incentives adalah imbalan yang ditawarkan disamping upah dasar atau gaji dan biasanya berhubungan langsung dengan kinerja.
•
Benefits Menurut Byars & Rue (2005: p249) benefits adalah imbalan yang diterima karyawan sebagai hasil dari kinerja dan posisi dengan organisasi mereka.
2.1.4.2 Penghargaan (Reward) Menurut Danim (2004: p47) dalam hasibuan (2007) Reward / Penghargaan sering juga disebut upah yaitu harapan setiap manusia bekerja, meskipun dapat saja berbeda pada setiap kelompok kerja diperusahaan atau lembaga-lembaga sekolah. Pemberian reward pada setiap orang harus disesuaikan dengan hak dan kewajibannya. Penghargaan adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahaan. Menurut Byars & Rue (2005: p244), reward terbagi menjadi dua, yaitu:
26
- Penghargaan Intrinsik, dalam internal individu dan biasanya berasal dari keterlibatan dalam kegiatan atau tugas tertentu. Kepuasan kerja, prestasi, pengakuan resmi, personal growth, status, dan perasaan atas prestasi adalah contoh dari imbalan intrinsik. - Penghargaan Ekstrinsik, secara langsung dikontrol dan didistribusikan oleh organisasi dan lebih nyata dari penghargaan intrinsik. Upah, pengakuan formal, tunjangan, insentif, promosi, hubungan sosial, lingkungan kerja, dan manfaat rawat inap adalah contoh dari imbalan ekstrinsik. Indikator Reward Menurut Byars & Rue (2005: p244): •
Manajemen harus mengenali apa yang diinginkan pekerja sebagai rewards yang berarti.
•
Bagaimana cara perusahaan mendistribusikan reward kepada karyawan.
•
Variabel yang dapat mempengaruhi pilihan pegawai untuk reward tertentu, bisa berupa usia, jenis kelamin, status perkawinan, angka kebutuhan dan lama bekerja.
•
Keuntungan intrinsik yang mungkin dapat terjadi sebagai akibat dari reward yang diberikan.
•
Faktor internal seperti ukuran organisasi, kondisi lingkungan, stage/tahapan dari siklus hidup produk dan pangsa pasar.
2.1.5. Retensi Karyawan (Employee Retention) Retensi menurut (Chaminade, 2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) adalah langkah sukarela oleh organisasi untuk menciptakan lingkungan yang melibatkan karyawan untuk jangka panjang ".Oleh karena itu, retensi karyawan adalah upaya sukarela oleh setiap organisasi untuk menyediakan lingkungan yang cenderung untuk menjaga atau mempertahankan karyawan untuk jangka waktu lama. Demikian pula, Kyndt, Dochy, Michielsen dan Moeyaert (2009) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) mendefinisikan retensi karyawan sebagai praktek dan metode atau organisasi apapun yang tidak memiliki dan mempertahankan karyawan yang terampil.
27
Menurut Mathis & Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica (2006:p126) menjelaskan bahwa retensi merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan agar tetap berada dalam organisasi guna mencapai tujuan organisasi tersebut. Sebagai hasil dari ini, penulis seperti (Katou, 2008; Paauwe dan Richardson, 1997) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah melakukan penelitian dengan konsep attendant dan model sehingga dapat memahami secara memadai dan mengurai teka-teki yang mendukung hubungan MSDM kinerja termasuk faktor perantara seperti retensi karyawan. Terutama, tahap perantara dari hubungan ini, biasanya terdiri dari hasil MSDM motivasi, kepuasan, iklim sosial, retensi, keterlibatan, loyalitas dan kepercayaan (Paauwe dan Richardson, 1997) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Dalam konteks diskusi ini, Boselie et al.(2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah mengidentifikasi sedikit perhatian yang diperluas untuk menjelajahi mekanisme menghubungkan atau mediasi efek faktor penting dalam hubungan MSDM kinerja. Meskipun, ada banyak komponen MSDM Hasil (HRM Outcome) seperti yang ditunjukkan sebelumnya, bagaimanapun, ini adalah studi berfokus pada satu aspek MSDM Hasil yaitu, retensi karyawan. Sejak pertengahan 1990-an, studi empiris telah berkonsentrasi tidak hanya pada menemukan mengapa karyawan atau pekerja meninggalkan organisasi
tetapi juga
melihat faktor-faktor dan aspek yang secara signifikan dapat berdampak pada karyawan untuk tetap dalam organisasi dan manfaat yang terkait dengan pekerja penahan (Moncarz, Zhao ,& Kay, 2009) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Dalam waktu belakangan ini, Bairi, Manohar & Kundu (2011) telah mengakui bahwa retensi karyawan telah muncul sebagai titik fokus dari banyak penelitian di bidang MSDM, terutama sebagai bagian dari program talent management di mana banyak dari para praktisi sumber daya manusia telah terintegrasi ke dalam program (UU, 2003;. Gallagher et al 2006). Sebaliknya, Huang, Lin, & Chuang (2006) dalam studi mereka telah mengamati bahwa meskipun pentingnya muncul dari retensi karyawan, hanya beberapa studi telah meneliti konsep. Selain itu, Huang et al. (2006) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) berpendapat bahwa kebanyakan studi yang ada cenderung lebih fokus pada omset dari pada retensi, itu sendiri.
28
Untuk meningkatkan kinerja organisasi dan meningkatkan hubungan antara praktek MSDM dan kinerja organisasi, organisasi harus mengembangkan strategi retensi seperti penghargaan, otonomi dan citra (Development and Learning di Organisasi, 2011). Dalam hal ini, mereka harus menjadi set kemampuan terpadu atau aset sumber daya manusia untuk mengatasi retensi karyawan tantangan (Bairi, Manohar & Kundu (2011) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Oleh karena itu, faktor-faktor seperti:. Insentif, kompensasi, kompetitif dan upah yang adil akan mendorong atau memotivasi karyawan untuk tinggal dalam organisasi untuk waktu yang lebih lama (Sigler, 1999) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Pada akhirnya, ini sedang diperdebatkan di sini bahwa retensi karyawan akan memediasi hubungan antara praktek MSDM dan kinerja organisasi. Oleh karena itu kami, diusulkan bahwa kehadiran retensi karyawan akan meningkatkan kinerja organisasi dan lebih meningkatkan hubungan antara praktek MSDM dan kinerja organisasi. Retensi karyawan menurut Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p126) merupakan kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas dari perusahaan atas kehendak dari karyawan itu sendiri. Jadi menurut penulis Retensi Karyawan adalah upaya perusahaan dalam mempertahankan karyawan yang berkinerja baik untuk tetap dalam perusahaan.
29
2.1.5.1. Indikator retensi karyawan Peluang Karier - Kontinuitas pelatihan - Pengembangan dan bimbingan
Komponen Organisasional
Penghargaan
- Nilai dan Budaya
kompetitif
- Gaji dan tujangan yang
- Perbedaan penghargaan kinerja
- Strategi dan Peluang - Dikelola dengan baik dan terorientasi pada hasil - Kontiniuitas dan keamanan kerja
Rancangan tugas dan pekerjaan - Tanggung jawab dan otonomi kerja - Fleksibilitas kerja
Hubungan Karyawan - Perlakuan yang adil/tidak diskriminatif - Dukungan dari supervisor/manajemen - Hubungan rekan kerja
Gambar 2.2 Indikator Retensi Karyawan Sumber : Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p129 )
30
Menurut Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p128-135), ada beberapa faktor penentu retensi karyawan, yang dapat dilihat pada gambar 2.2 yaitu : 1.
Komponen organisasional Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami
perputaran karyawan yang lebih rendah. Budaya organisasinal merupakan komponen organisasional yang berupa pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi organisasi. Menciptakan budaya yang menghargai orang memungkinkan beberapa perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan dengan baik. Komponen organisasional lain yang mempengaruhi retensi karyawan berhubungan dengan strategi, peluang dan manajemen organisasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari kepemimpinan di dalam perusahaan. Sering kali visi seperti itu ditunjukan dengan memiliki rencana strategis yang diidentifikasi dan menuntun perusahaan pada perubahan. 2.
Peluang Karir Organisasional Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karier dalam berbagai
cara. Usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen untuk mempertahankan pengetahuan, ketrampilan, dan pengetahuannya saat ini. 3.
Penghargaan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam bentuk
gaji, insentif, dan tunjangan. Gaji dan tunjangan harus kompetitif dan sesuai dengan kinerja karyawan. Kenyataannya, uang mungkin merupakan alasan beberapa karyawan pindah kerja, tetapi ada faktor-faktor lain yang merupakan alasan banyak orang untuk bertahan di perusahaan mereka. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki lebih sedikit fleksibilitas tunjangan membantu retensi karyawan. Pengakuan karyawan sebagai bentuk penghargaan dapat nyata atau tidak nyata. Nyata adalah seperti pemilihan karyawan terbaik setiap bulan, karyawan dengan absensi terbaik, dan lain-
31
lain. Tidak nyata adalah memberi umpan balik yang positif seperti pujian bila karyawan bekerja sesuai dengan harapan perusahaan. 4.
Rancangan tugas dan pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
dan pekerjaan yang dilakukan. Karena karyawan menghabiskan waktu yang signafikan di tempat kerja, mereka berharap untuk bekerja dengan peralatan dan teknologi modern serta memiliki kondisi kerja yang baik, mengingat sifat perkejaan tersebut. Karyawan juga menginginkan lingkungan kerja yang aman dimana resiko kecelakaan dan luka diperhatikan. Hal ini khususnya benar bagi para pemberi kerja dalam industri manufaktur, pertanian, peralatan sehari-hari dan transportasi yang memiliki resiko kesalamatan yang lebih tinggi dari pada dalam banyak industry jasa dan lingkungan kantor. 5.
Hubungan Karyawan Kumpulan terakhir yang mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada
hubungan karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memustuskan pemberian kerja dan peluang kerja, semuanya mempengaruhi retensi karyawan.
2.1.5.2.
Retensi Karyawan Sebagai Persoalan Manajemen Perubahan dalam kondisi ekonomi dan melambatnya pertumbuhan perusahaan
teknologi, telah membuat beberapa orang berspekulasi bahwa penekanan pada retensi karyawan merupakan persoalan semetara. Akan tetapi dalam buku Mathis (2006: p129) survey yang diperbaharui menemukan bahwa 90% perusahaan mengatakan bahwa lebih sulit untuk memelihara individu yang berbakat sekarang ini dibandingkan dengan bebearapa tahun lalu. Oleh karena itu, sangatlah penting organisasi dan manajer mengakui bahwa retensi karywan merupakan perhatian SDM yang berkelanjutan dan merupakan tanggung jawab yang signifikan bagi supervisor dan manajer.
32
2.1.6.
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Menurut Mathis dan Jackson (2006 : p121): Kepuasan kerja (Job Satisfaction)
adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi. Menurut Gibson (2009 : p106): kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Menurut Robin dan Coulter (2012 : p403): Kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki sikap yang negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karryawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja. Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukan oleh karyawan selama bekerja disuatu organisasi atau perusahaan. Ketika karyawan tersebut merasa puas dengan pekerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memberikan suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen terhadap organisasi atau perusahaan dimana dia bekerja. Sedangkan ketika karyawan merasa tidak puas, maka karyawan akan cenderung melakukan keterbalikan dari ketika mereka merasa puas dengan pekerjaanya.
2.1.6.1. Faktor-faktor Kepuasan Kerja Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Gibson, et al., 2009 : p106): 1. Pekerjaan itu sendiri Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja.
33
2. Gaji Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Kesempatan atau Promosi Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasari pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 5. Rekan Kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja karyawan terhadap pekerjaan.
2.1.6.2. Dampak Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008 : p111-112): terdapat konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Dalam ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukan dengan berbagai cara, Robbins menunjukan empat tanggapan yang berbeda dari satu sama lain dalam
dimensi
Kostruktif/destruktif
didefinisikan sebagai berikut: 1. Keluar (Exit)
dan
aktif/pasif.
Respon-respon
tersebut
34
Perilaku yang ditunjukan untuk meningkatkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi (Voice) Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja. 3. Kesetiaan (Loyalty) Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan ancaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajernya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Pengabaian (Neglect) Secara pasif membiarkan kondisi mejadi lebih buruk, termasuk ketidakpuasan atau keterlambatan yang terus menerus-kurangnya usaha, dan meningkatkan angka kesalahan.
2.1.6.3. Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert, Paul D. Umbach (2007), menggunakan dua dimensi dari kepuasan kerja dalam penelitiannya. Dia menemukan dimensi kepuasan kerja dapat dianggap sebagai baik instrisik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) atau ekstrinsik (mewakili aspek pekerjaan eksternal untuk tugas itu sendiri). Dua dimensi itu didefinisikan sebagai berikut: 1. Dimensi Instrinsik -
Sejauh mana pekerjaan itu menarik
-
Sejauh mana pekerjaan itu mandiri
-
Hasil pekerjaan yang jelas
2. Dimensi Ekstrinsik -
Karir
-
Keuangan
35
2.2.
-
Kenyamanan
-
Hubungan dengan rekan kerja
-
Kecukupan sumber daya
Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menunjukan adanya
pengaruh Praktek MSDM ( HRM Practice ), Kepuasan kerja ( Job Satisfactian ) sebagai variable mediasi terhadap Retensi Karyawan ( Employee Retention ). Tabel 2.1 : Penelitian terdahulu Nama Jurnal International
Jurnal Penelitian
Peneliti
Journal HRM Practices and Sorasak
of Trade, Economics Employee
Hasil Penelititan Tangthong,
Retention Jirasek
Praktek memiliki
and Finance, Vol. 5, in Thailand—A
Trimetsoontorn,
No. 2, April 2014
Nutthawut
terhadap
Rojniruntikul
Karyawan
Literature Review
Interdisciplinary Journal
hubungan signifikan Retensi
Praktek of
Impact
of
Contemporary
Resource
Research in Business
Management
Vol 6, No.3, JULY Practices 2014
and yang
SDM
Employee
Human
Leyla Soureh Arzi
on Job
Satisfaction: A Study of Malaysian Hotels
Farahbod, memiliki
SDM dampak
yang
signifikan
terhadap
Kepuasan
Kerja Karyawan
36
Interdisciplinary Journal
of
Contemporary
Vol.5,
No.2,
Kerja
Impact
of
HR
karyawan
memiliki
Practices
on
Job Prof. Dr. Muhammad pengaruh
yang
Research in Business Satisfaction: JUNE Empirical
Hafiz Kashif Iqbal,
Kepuasan
An Ehsan Malik,
signifikan
terhadap
Evidence Muhammad Mudasar Praktek SDM
from corporate sector Ghafoor
2013
of Punjab- Pakistan Canadian
Sakinah
Mat
Zin, Retensi
Social Science Vol. 8,
Motivation Model for Noorazlina
Ahmad, memiliki
No. 5, 2012
Employee Retention: Nazlin Emieza Binti yang Applicability to HRM Ngah, Rusnah Binti terhadap Practices
in Ismail,
Malaysian
hubungan signifikan Praktek
SDM
SME Norlaila
Binti
Ibrahim,
Iskandar
Sector
karyawan
Hasan
Tan
Abdullah,
Bin Nur
Hafizah binti Ahmad Tajuddin Journal
of
Business Employee
Kepuasan
kerja
and Management, Vol. Satisfaction: Mediator Kasekende, Kabagabe karyawan
memiliki
19 No. 3, 2013
Francis
of
Jolly Byarugaba, and hubungan
Organizational
Mariam Nakate
Service Orientation and Retention Sumber: Penulis, 2014
Employee
signfikan
yang terhadap
Retensi Karyawan
37
2.3.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka maka kerangka pemikiran penelitian sangat
dibutuhkan sebagai alur berpikir sekaligus sebagai landasan untuk menyusun hipotesis penelitian. Penyusunan kerangka pemikiran juga akan memudahkan pembaca untuk memahami permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut.
HRM Practices
Job Satisfaction
Employee Retention
Keterangan : : Menggambarkan pengaruh yang memediasi Gambar 2.3 : Kerangka pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka diatas yang dikembangkan melalui tinjauan pustaka yang luas dan informasi dari beberapa dimensi. Untuk variabel independen (HRM practices), lima dimensi sedang diidentifikasi dan mereka didasarkan pada karya sebelumnya Rizov dan Croucher (2008), Katou & Budhwar (2006); Paul dan Ananatharaman (2003), Harel dan Tzafrir (1999) dalam teori Organizational Performance dikutip dari Fathi Mohamed Abduljlil ALDamoe, Dr. Mohamd Yazam, Dr. Kamal Bin Ahmid (2011). Untuk variable Job Satisfaction itu sendiri, diambil dari karya-karya Gibson (2009 : p106) sebagai 5 dimensi penting dalam menentukan kepuasan kerja karyawan yang biasanya disebut juga Job Descriptive Index (JDI). Untuk retensi karyawan, itu diadopsi dari karya-karya Katou (2008) dan Paauwe dan Richardson (1997),berdiri sebagai variabel mediasi dan menengahi antara independen dan dependen (kinerja organisasi) variabel, yaitu, dalam hubungan antara praktek HRM dan kinerja organisasi. Penelitian ini menggunakan "Resources Based View Theory" oleh Penrose untuk mendukung kerangka. Menurut Priem dan Butler (2001) dalam Fathi
38
Mohamed, et. al.,(2011), sumber daya organisasi meliputi:. "Semua aset, kemampuan, proses organisasi dan atribut, praktek MSDM, dan yang paling penting, karyawan dalam organisasi karyawan ini harus dipekerjakan dan dipertahankan di semua biaya untuk mengaktifkan organisasi mencapai kinerja organisasi yang lebih baik. Resources based view theory memberikan organisasi keuntungan kompetitif melalui strategi seperti "retensi karyawan" strategi. Dengan demikian, organisasi harus memahami dan menerapkan strategi (misalnya retensi karyawan) yang akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas khususnya organisasi kinerja.
2.4.
Hipotesis Dari kerangka pemikiran dan tinjauan diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau
dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut. H-1 Ho : Praktek MSDM tidak memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan. H1 : Praktek MSDM memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan. H-2 Ho : Praktek MSDM tidak memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan. H1 : Praktek MSDM memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan. H-3 Ho : Kepuasan kerja karyawan tidak memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan. H1 : Kepuasam kerja karyawan memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan. H-4 Ho: Tidak terdapat pengaruh antara praktek MSDM terhadap retensi karyawan melalui kepuasan kerja. H1: Terdapat pengaruh antara praktek MSDM terhadap retensi karyawan melalui kepuasan kerja .