BAB III
TANGGUNG JAWAB NAZHIR TERHADAP TANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI DI KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG A. Hak Dan Kewajiban Nazhir Dalam Pengelolaan Tanah-Tanah Wakaf Nazhir wakaf, baik perorangan, organisasi maupun yang berbentuk badan hukum merupakan orang yang diberi amanat oleh wakif untuk memelihara, mengurus dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan ikrar wakaf. Sebagai pemegang amanah tersebut, nazhir tentu mempunyai berbagai kewajiban dan hak tertentu. Kewajiban adalah menyangkut hal-hal yang harus dikerjakan dan diselesaikan demi tercapainya tujuan wakaf sebagaimana yang dikehendaki oleh ikrar wakaf, sedangkan hak adalah menyangkut penghargaan atas jasa atau jerih payah dari nazhir yang telah mengelola harta wakaf baik berupa honor atau gaji maupun fasilitas harta wakaf yang telah dikelolanya.109 Sebagai pemegang amanah, nazhir tidak dibebani resiko apapun atas kerusakan-kerusakan yang terjadi atau menimpa terhadap harta wakaf, selagi kerusakan-kerusakan dimaksud bukan atas kesengajaan atau kelalaiannya, hanya saja untuk menghindari kerusakan terhadap harta benda wakaf, nazhir dibebankan pengurusan yang meliputi pemeliharaan, pengurusan dan pengawasan harta wakaf serta hasil-hasilnya, selain itu juga menyangkut laporan tentang semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf, mulai dari keadaan, perkembangan harta wakaf sampai
109
Farid Wadjdy & Mursyid, Op. Cit., halaman. 167
61
Universitas Sumatera Utara
62
kepada pemanfaatan hasil-hasilnya.110Kewajiban nazhir secara lebih rinci terdapat dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, yaitu sebagai berikut:111 1.
Nazhir berkewajiban melaporkan, mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, meliputi: a. Menyimpan Lembaran Salinan Akta Ikrar Wakaf. b. Memelihara tanah wakaf. c. Memanfaatkan tanah wakaf. d. Memanfaatkan dan berusaha meningkatkan hasil wakaf. e. Meyelenggarakan pembukuan/administrasi yang meliputi buku catatan tentang keadaan tanah wakaf, buku catatan tentang pengelolaan dari hasil tanah wakaf, buku catatan tentang penggunaan hasil tanah wakaf.
2.
Nazhir berkewajiban melaporkan: a. Hasil pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan sertifikatnya kepada Kepala KUA. b. Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya. c. Pelaksanaan kewajiban yang tersebut kepada Kepala KUA, dilaksanakan setiap satu tahun sekali yaitu pada tiap akhir bulan Desember. 110
Ibid. Pasal 10 Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik 111
Universitas Sumatera Utara
63
3.
Nazhir berkewajiban pula untuk melaporkan adanya salah seorang anggota nazhir yang berhenti dari jabatannya.
4.
Bilamana jumlah anggota nazhir kelompok karena berhentinya salah seorang anggota atau lebih berakibat tidak memenuhi syarat sebagai diatur dalam peraturan ini, anggota nazhir lainnya berkewajiban mengusulkan penggantiannya untuk disahkan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Peraturan Menteri Agama di atas, kemudian oleh Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf disederhanakan lagi menjadi sebagai berikut:112 1. 2. 3. 4.
Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Nazhir di samping dibebani beberapa kewajiban, juga diberi hak untuk memperoleh penghasilan yang layak sebagai imbalan atas jerih payahnya mengelola harta wakaf.113 Adanya upah bagi si nazhir ini, telah dipraktikkan oleh Umar Ibn Khattab, Ali Ibn Abi Talib, dan sahabat-sahabat lainnya, di mana besarnya upah yang diterima nazhir, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan waqif atau hakim.114 Golongan Hanafiyyah berpendapat bahwa nazhir berhak mendapatkan gaji selama ia melaksanakan segala sesuatu yang diminta saat wakaf itu terjadi. Besarnya gaji bisa sepersepuluh atau seperdelapan, dan sebagainya, sesuai dengan ketentuan
112
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Farid Wadjdy & Mursyid, Op. Cit., halaman. 170 114 Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), halaman. 159 113
Universitas Sumatera Utara
64
wakif, namun apabila wakif tidak menetapkan upah nazhir, maka hakimlah yang menetapkan upah nazhir tersebut. Besarnya upah pada umumya disesuikan dengan berat ringannya tugas-tugas yang diberikan kepada nazhir.115 Pendapat golongan Malikiyyah mengenai upah nazhir ini hampir sama dengan pendapat golongan Hanafiyyah, hanya saja sebagian golongan Malikiyyah berpendapat bahwa jika waqif tidak menentukan upah nazhir, maka hakim dapat mengambil upah itu dari bait al-mal. Adapun golongan Syafi’iyyah berpendapat bahwa yang menetapkan gaji nazhir itu wakif, mengenai jumlahnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, jika wakif tidak menetapkan upah bagi nazhir, menurut golongan Syafi’iyyah, nazhir tidak berhak mendapatkan gaji, jika mengharapkan gaji, nazhir harus mengajukan permohonan kepada hakim.116 Selama tidak mengajukan permohonan, nazhir tidak berhak mendapatkan gaji tersebut, jika ia memohon kepada hakim, sebagian golongan Syafi’iyyah menyatakan bahwa nazhir berhak mendapatkan gaji yang seimbang. Sebagian golongan Syafi’iyyah menyatakan bahwa sebenarnya ia tidak berhak memohon gaji, kecuali apabila keadaannya sangat membutuhkan. Golongan Hanabilah terdapat dua pendapat, pendapat pertama nazhir tidak halal mendapatkan upah kecuali hanya untuk makan sepatutnya, pendapat kedua nazhir wajib mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya.117
115
Ibid. Ibid. 117 Ibid., halaman. 160-161 116
Universitas Sumatera Utara
65
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.118 Lalu terdapat kewajiban lain bagi nazhir yaitu nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam akta ikrar wakaf.119 Di samping kewajiban nazhir di atas, tentunya nazhir memiliki hak-hak agar ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Terdapat hak-hak yang memberikan perlindungan kepada nazhir, yaitu: 1.
Dalam melaksanakan tugasnya, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 % (sepuluh persen). Berkenaan dengan tugasnya yang cukup berat, maka wajar dan pantas nazhir mempunyai hak untuk memperoleh hasil dari pengembangan wakaf. Di berbagai negara pada umumnya diatur bahwa nazhir berhak memperoleh hasil pengembangan wakaf paling banyak 10% (sepuluh persen).120
2.
Dalam melaksanakan tugasnya, nazhir memperoleh pembinaan dari menteri agama, yang mana ditentukan ruang lingkup pembinaan yaitu:121 a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi, dan badan hukum. b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf. c. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf.
118
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 120 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 121 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 119
Universitas Sumatera Utara
66
d. Penyiapan dan pengadaan blangko-blangko akta ikrar wakaf, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak. e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai dengan lingkupnya. f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf. Pembinaan terhadap nazhir dimaksud wajib dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dengan tujuan untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.122 Salah satu terobosan dalam undang-undang wakaf ini adalah pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham dan surat berharga lainnya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan bangunan).123 Pengaturan ini merupakan salah satu upaya pemerintah agar wakaf dapat berkembang secara cepat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Wakaf jika dikelola oleh nazhir secara profesional dan transparan, maka akan memberikan efek ekonomi yang positif secara revolusioner.124
B. Kedudukan Nazhir Dalam Mengelola Dan Memproduktifkan Tanah-Tanah Wakaf Di Indonesia Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian pentingnya kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya benda wakaf tergantung dari nazhir itu sendiri, untuk itu sebagai instrument penting dalam 122
Pasal 55 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 123 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 124 Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Universitas Sumatera Utara
67
perwakafan, nazhir harus memenuhi syarat-syarat yang memungkinkan, agar wakaf bisa diberdayakan sebagaimana mestinya. Selain syarat dan rukun harus dipenuhi dalam perwakafan, kehadiran nazhir sebagai pihak yang diberikan kepercayaan dalam mengelola harta wakaf sangatlah penting. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf, baik yang bersifat perseorangan maupun kelembagaan. Pengangkatan nazhir wakaf ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan terurus, sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia. Secara garis umum, syarat-syarat nazhir itu harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Para ahli fiqih menetapkan, syarat-syarat yang luwes (pantas dan tidak kaku), seperti hendaklah orang yang pantas dan layak memikul tugasnya. Kepantasan dan kemampuan melaksanakan tugasnya. Mengingat salah satu tujuan wakaf ialah menjadikannya sebagai sumber dana yang produktif, tentu memerlukan nazhir
yang mampu
melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional dan
bertanggung jawab. Apabila nazhir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, maka qadhi (pemerintah) wajib menggantinya dengan tetap menjelaskan alasanalasannya. Fleksibilitas persyaratan nazhir wakaf itu tergantung kebutuhan di lapangan. Kalau selama ini nazhir wakaf perseorangan masih dipakai dan ternyata dalam pelaksanaannya tidak memberikan peran yang baik dalam pengelolaan wakaf, maka persyaratan nazhir harus berupa badan hukum menjadi keniscayaan agar dapat
Universitas Sumatera Utara
68
memberdayakan benda-benda wakaf secara optimal. Untuk lebih jelasnya, persyaratan nazhir wakaf itu dapat diungkapkan sebagai berikut:125 1.
Syarat moral, yakni paham tentang hukum wakaf baik dalam tinjauan syari’ah maupun peraturan perundang-undangan. Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf serta tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha. Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan serta punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.126
2.
Syarat bisnis yakni mempunyai keinginan, mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan, punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya entrepreneur.
3.
Syarat manajemen yakni mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership, visioner, mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan pemberdayaan, dan rofesional dalam bidang pengelolaan harta.127 Dari persyaratan yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa nazhir
menempati pada pos yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf. Ditinjau dari segi tugas nazhir, di mana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orangorang yang berhak menerimanya, jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu
125
Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2006), halaman. 62 126 Ibid., halaman. 63 127 Ibid., halaman. 64
Universitas Sumatera Utara
69
wakaf tergantung dari peran nazhir. Dari sinilah masalahnya, sebagai nazhir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola wakaf dengan maksimal dan optimal sesuai dengan harapan para wakif secara khusus dan kaum muslimin secara umum. Sehingga pengalaman-pengalaman pengelolaan harta wakaf yang tidak produktif seperti yang lalu tidak terulang lagi.128 Para fuqaha tidak mencantumkan nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, hal ini karena mereka berpendapat bahwa wakaf merupakan ibadah tabarru' (pemberian yang bersifat sunnah saja). Padahal dalam pelaksanaan wakaf yang dilaksanakan di mana saja, kedudukan nazhir merupakan suatu hal yang sangat penting dan sentral, di pundak nazhir inilah tanggung jawab untuk memelihara, menjaga, dan mengembangkan wakaf agar wakaf dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Nazhir inilah yang bertugas untuk menyalurkan hasil wakaf dan memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat sesuai yang direncanakan.129 Adapun nazhir mempunyai tugas melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan wakaf.130
128
Ibid., halaman. 66 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), halaman. 269 130 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 129
Universitas Sumatera Utara
70
Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Agar harta itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat berlangsung terus-menerus, maka harta itu harus dijaga, dipelihara, dan jika mungkin dikembangkan. Dilihat dari tugas nazhir, di mana dia berkewajiban untuk mengadministrasikan harta benda wakaf, menjaga, mengembangkan harta benda sesuai dengan fungsi, tujuan, dan peruntukannya serta melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya. Demikian pentingnya kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf itu bagi mauquf alaih sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanatkan kepadanya. Pada umumnya ulama sepakat bahwa kekuasaan nazhir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki wakif. Kewajiban nazhir adalah mengerjakan dengan layak untuk menjaga dan mengelola harta. Sebagai pengawas harta wakaf, nazhir dapat memperkerjakan beberapa wakil atau pembantu untuk menyelenggarakan urusan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Nazhir sebagai orang yang berkewajiban mengawasi dan memelihara wakaf tidak boleh menjual, menggadaikan, menyewakan harta wakaf kecuali diizinkan pengadilan. Ketentuan ini sesuai dengan kekuasaan kehakiman yang memiliki wewenang mengontrol kegiatan nazhir.131
131
Wirdyaningsih, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di Indonesia, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2005), halaman. 119-120
Universitas Sumatera Utara
71
C. Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf Yang Beralih Fungsi Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Peralihan fungsi tanah wakaf yang dilakukan oleh pengelola tanah wakaf (nazhir) pada dasarnya tidak diatur dalam ketentuan undang-undang secara detail, namun pada dasarnya peralihan fungsi tanah wakaf ini boleh dilakukan oleh nazhir sebagai bentuk pengelolaan tanah wakaf yang pantas dianggap oleh nazhir. Peralihan fungsi tanah wakaf yang merupakan bentuk pengelolaan nazhir tercantum dalam undang-undang wakaf yang menyebutkan bahwa “nazhir mempunyai tugas mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, danperuntukannya.”132 Nazhir dalam mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula seharusnya mempertimbangkan beberapa aspek penting, di antaranya:133 1.
Nazhir harus melihat apakah mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula buat masyarakat umum dipandang perlu atau tidak.
2.
Nazhir harus melihat apakah mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula itu sangat diperlukan atau hanya berdasarkan permintaan suatu kelompok.
3.
Nazhir harus melihat apakah mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula itu malah menguntungkan suatu kelompok atau malah merugikan masyarakat lain yang memerlukan fungsi tanah wakaf tersebut.
132
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016. 133
Universitas Sumatera Utara
72
4.
Nazhir harus melihat apakah mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula itu nantinya akan membawa sengketa atau tidak khususnya di kalangan masyarakat pada umumnya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas seharusnya dilihat oleh setiap
nazhir dalam mengalihkan fungsi tanah wakaf dari tujuan wakaf semula untuk umum mengingat tanah wakaf pada dasarnya diperuntukkan untuk kesejahteraan umat muslim.”134 Penelitian mengenai tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi ini dilakukan di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Patumbak memiliki 8 (delapan) desa di dalamnya, adapun kedelapan desa tersebut adalah Desa Lantasan Baru, Desa Lantasan Lama, Desa Marindal Satu, Desa Marindal Dua, Desa Patumbak Satu, Desa Patumbak Kampung, Desa Patumbak Dua, dan Desa Sigara Gara.135Berdasarkan data mengenai wakaf yang diambil dari lokasi penelitian di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, terdapat data tanah wakaf yang sampai saat ini belum bersertifikat, yaitu: Tabel 3. Data Tanah Wakaf Kecamatan Patumbak Belum Bersertifikat No
Kelurahan
Luas M2
Penggunaan
Nomor AIW
1.
Desa Patumbak Kampung
14375
Makam
BA.032/16/1998
2.
Desa Patumbak
720
Makam
BA.032/27/1998
134
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016. 135 Data Letak Geografis Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
73
No
Kelurahan
Luas M2
Penggunaan
Nomor AIW
Kampung 3.
Desa Patumbak Kampung
150
Masjid
K-180/01/XIII/36/1991
4.
Desa Patumbak Kampung
484
Masjid
K-18/BA/XIII/36/1991
5.
Desa Patumbak Kampung
240
Musholla
K-180/01/XIII/142/2006
6.
Desa Patumbak Kampung
442
Musholla
K-180/01/XIII/36/2000
7.
Desa Patumbak Kampung
800
Masjid
BA.032/10/1998
8.
Desa Patumbak I
150
Masjid
BA.032/09/1999
9.
Desa Patumbak I
400
Sosial Lainnya
BA.032/10/2000
10.
Desa Patumbak I
400
Sosial Lainnya
BA.032/2/1998
11.
Desa Marindal I
575
Sosial Lainnya
BA.032/3/1998
12.
Desa Marindal I
225
Masjid
BA.032/4/1998
13.
Desa Marindal I
200
Sosial Lainnya
BA.032/5/1998
14.
Desa Marindal I
400
Sosial Lainnya
BA.032/247/1998
15.
Desa Marindal I
400
Masjid
BA.032/2/1998
16.
Desa Marindal I
840
Masjid
246/K.18/1992
Universitas Sumatera Utara
74
Luas M2
No
Kelurahan
17.
Desa Sigara-gara
200
Masjid
KK.02/01.18/BA03.2/23 /2006
18.
Desa Lantasan Lama
100
Masjid
BA.032/7/1998
19.
Desa Lantasan Lama
120
Masjid
BA.032/8/1998
20.
Desa Lantasan Lama
300
Sosial Lainnya
BA.032/61/1998
21.
Desa Lantasan Baru
300
Sekolah
K-18/BA.021/401/1992
22.
Desa Patumbak Kampung
130
Masjid
7 Tahun 2008
23.
Desa Marindal I
199
Musholla
23 Tahun 2008
24.
Desa Patumbak Kampung
100
Musholla
27 Tahun 2008
25.
Desa Sigara-gara
374
Masjid
30 Tahun 2008
26.
Desa Marindal I
380
Masjid
19 Tahun 2008
27.
Desa Marindal I
540
Musholla
17 Tahun 2008
28.
Desa Marindal I
121
Masjid
10 Tahun 2008
29.
Desa Marindal I
380
Masjid
14 Tahun 2008
30.
Desa Marindal II
113
Masjid
31.
Desa Sigara-Gara
2.464
Masjid
32.
Desa Lantasan Lama
319
Penggunaan
Sosial Lainnya
Nomor AIW
K-180/01/XIII/12/2006
Universitas Sumatera Utara
75
No
Kelurahan
Luas M2
Penggunaan
33.
Desa Patumbak Kampung
400
Sekolah
34.
Desa Patumbak Pekan
459
Masjid
Nomor AIW ,
Sumber Data : Data Wakaf Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak 2016 Terdapat pula wakaf-wakaf di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang yang sudah bersertifikat, yang mana terdiri sebagai berikut: Tabel 4. Data Tanah Wakaf Kecamatan Patumbak Sudah Bersertifikat No
Kelurahan
Luas M2
Penggunaan
Nomor Sertifikat
1.
Desa Patumbak Kampung
400
Sekolah
02.04.21.07.00214
2.
Desa Patumbak Kampung
143
Masjid
02.04.21.07.00234
3.
Desa Patumbak Kampung
459
Masjid
02.04.21.07.00127
4.
Desa Marindal I
1.17
Masjid
02.04.21.07.00121
5.
Desa Sigara-Gara
800
Masjid
02.04.21.07.00064
6.
Desa Sigara-Gara
920
Masjid
02.04.21.07.00065
7.
Desa Sigara-Gara
550
Musholla
02.04.21.07.00066
Sumber Data : Data Wakaf Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak 2016
Universitas Sumatera Utara
76
Berdasarkan data yang didapat di lapangan, terdapat beberapa tanah yang telah beralih fungsi dari yang tertulis di ikrar wakaf semula, adapun tanah-tanah wakaf yang sudah beralih fungsi tersebut antara lain sebagai berikut: Tabel 5. Data Tanah Wakaf Kecamatan Patumbak Sebelum Dan Sesudah Beralih Fungsi
No
Kelurahan
Luas M2
Sebelum Beralih Fungsi
Sesudah Beralih Fungsi
1.
Desa Marindal I
575
Sosial Lainnya
Sekolah
2.
Desa Lantasan Lama
300
Sosial Lainnya
Musholla
3.
Desa Lantasan Lama
319
Sosial Lainnya
Sekolah
4.
Desa Patumbak I
400
Sosial Lainnya
Mesjid
Sumber Data : Narasumber Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak 2016 Berdasarkan data di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tanah-tanah yang sudah beralih fungsi pada dasarnya tidak merubah tujuan wakaf sebelumnya, misalnya saja perubahan musholla menjadi mesjid. Perubahan fungsi atas tanah-tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir ini berdasarkan data di lapangan disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:136 1.
Beralihnya fungsi tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir khususnya perubahan tanah wakaf sosial (lapangan) lainnya menjadi sekolah dikarenakan kebutuhan
136
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Pambela Harahap, Selaku Nazhir Mesjid Al-Umaro, Desa Marindal I, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 30 Desember 2016.
Universitas Sumatera Utara
77
warga penduduk sekitar yang memerlukan sekolah didesanya, hal ini dikarenakan jauhnya jarak antar sekolah atau lembaga pendidikan yang ada dari desa setempat.137 2.
Beralihnya fungsi tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir khususnya perubahan tanah wakaf sosial (lapangan) lainnya menjadi musholla dikarenakan kebutuhan warga penduduk sekitar yang memerlukan tempat beribadah didesanya, hal ini dikarenakan belum tersdianya tempat beribadah (musholla) yang dekat dengan desa setempat.138
3.
Beralihnya fungsi tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir khususnya perubahan tanah wakaf sosial (lapangan) lainnya menjadi mesjid dikarenakan kebutuhan warga penduduk sekitar yang memerlukan tempat beribadah didesanya, hal ini dikarenakan belum tersedianya mesjid untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang dekat dengan desa setempat.139 Beralihnya fungi tanah-tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir dengan
maksud untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat, secara hukum tidak mengurangi sedikitpun tanggung jawabnya sebagai nazhir sebagaimana yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan tentang wakaf. Nazhir tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, 137
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016. 138 Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016. 139 Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.
Universitas Sumatera Utara
78
mengawasi dan melindungi harta benda wakaf serta menjadikan tanah wakaf yang telah beralih fungsi tersebut menjadi lebih produktif.140 Menurut hemat penulis beralihnya fungsi tanah-tanh wakaf seharusnya dipertimbangankan baik-baik pelaksanaannya oleh nazhir, dengan memperhatikan apakah akan membawa maslahat atau tidak kepada masyarakat banyak. Perlunya melihat kemaslahatan ini karena tujuan wakaf pada hakikatnya untuk kemaslahatan umat yang didasarkan atas undang-undang perwakafan yang bersandar kepada hak atas tanah, hak pakai, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak sewa, tanah-tanah yang berstatus belum dimohon hak, benda bergerak seperti kendaraan bermotor, surat-surat berharga, bahkan tanah wakaf jika diperuntukkan sesuai akta ikrar wakaf dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi masyarakat. Perlunya kemaslahatan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan tanggung jawab nazhir terhadap tanah wakaf yang beralih fungsi ini adalah untuk mengetahui manfaat dan tujuan dari tanah wakaf yang beralih fungsi dari akta ikrar wakaf sebelumnya serta menjamin kepastian hukumnya, ketika tanah wakaf yang beralih fungsi tersebut mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat maka teori tersebut telah dilaksanakan dengan baik, namun sebaliknya jika tanah wakaf yang beralih fungsi tersebut sama sekali tidak membawa kemaslahatan kepada masyarakat, maka perlu dipertimbangkan kembali maksud dan tujuan atas tanah wakaf yang beralih fungsi tersebut.
140
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERANAN BADAN WAKAF INDONESIA DALAM MENGAWASI TANAHTANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI KHUSUSNYA TERHADAP TANAH WAKAF DI KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG A. Badan Wakaf Indonesia Badan Wakaf Indonesia (selanjutnya disebut BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di tanah air.BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. Menurut sejarah berdirinya BWI, aturan hukum yang mengatur lahirnya BWI dimulai dari:141 1. 2. 3. 4.
141
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Terbit Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Terbit Keputusan Presiden Nomor 75/M Tahun 2007 Tentang Pembentukan BWI Periode I. Terbit Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2011 Tentang Pembentukan BWI Periode II.
Badan Wakaf Indonesia, http://bwi.or.id/ diakses pada tanggal 15 Februari 2017
79
Universitas Sumatera Utara
80
5.
Terbit Keputusan Presiden Nomor 177/M Tahun 2014 Tentang Pembentukan BWI Periode III.
Badan Wakaf Indonesia didirikan karena banyaknya tanah wakaf dan inovasi pengembangan wakaf yang belum terdata dan terkelola dengan baik, sehingga pendataan dan pembimbingan atas nazhir perlu diadakan sosialisasi dan pembinaan. Lahirnya BWI menjadi langkah awal untuk membangkitkan gerakan wakaf, yang secara filosofis wakaf sebagai salah satu lembaga syari’ah yang telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat muslim dari peradaban zaman keemasan umat muslim hingga hari ini. Indonesia memiliki banyak tanah-tanah wakaf namun sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan terutama fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa dimbangi dengan mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat terealisasi secara optimal.142 BWI berkedudukan di ibukota negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, BWI membentuk perwakilan BWI provinsi untuk tingkat provinsi dan perwakilan BWI kabupaten/kota untuk daerah tingkat dua. Saat ini terdapat 7 (tujuh) perwakilan BWI di provinsi, yaitu di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Banten, 142
Tim Departemen Agama, Paradigma Wakaf Produktif, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2008), halaman. 106
Universitas Sumatera Utara
81
Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Kalimantan Timur. BWI juga memiliki perwakilan di 4 (empat) kabupaten kota, yaitu di Kota Padang Panjang, Kota Bogor, Kota Batam, dan Kota Bima. Perwakilan BWI provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan mempunyai hubungan hierarkis dengan BWI. Sementara itu, perwakilan BWI kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan mempunyai hubungan hierarkis dengan perwakilan BWI provinsi. Perwakilan BWI Provinsi mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:143 1. 2.
Melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas BWI di tingkat provinsi. Melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama dan lembaga terkait dalam pelaksanaan tugas. Membina nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Perwakilan BWI Provinsi, baik ke dalam maupun ke luar. Memberhentikan dan atau mengganti nazhir tanah wakaf yang luasnya 1.000 meter persegi sampai dengan 20.000 meter persegi. Menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir wakaf tanah yang luasnya 1.000 meter persegi sampai dengan 20.000 meter persegi. Melakukan survei atas tanah wakaf yang luasnya paling sedikit 1.000 meter persegi yang diusulkan untuk diubah peruntukannya atau ditukar dan melaporkan hasilnya kepada BWI. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan BWI.
3. 4. 5. 6. 7.
8.
Perwakilan BWI Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:144 1.
143
Melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas BWI di tingkat kabupaten/kota.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perwakilan Badan Wakaf
Indonesia 144
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perwakilan Badan Wakaf
Indonesia
Universitas Sumatera Utara
82
2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Melakukan koordinasi dengan Kantor Kementerian Agama dan lembaga terkait dalam pelaksanaan tugas. Membina nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Perwakilan BWI Kabupaten/Kota, baik ke dalam maupun ke luar. Memberhentikan dan/ atau mengganti nazhir tanah wakaf yang luasnya kurang dari 1.000 meter persegi. Menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir wakaf tanah yang luasnya kurang dari 1.000 meter persegi. Melakukan survei atas tanah wakaf yang luasnya kurang dari 1.000 meter persegi yang diusulkan untuk diubah peruntukannya atau ditukar dan melaporkan hasilnya kepada BWI. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan Perwakilan BWI Provinsi.
Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, di mana masa jabatannya selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat, anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden, periode berikutnya diusulkan oleh panitia seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI dapat diangkat dan diberhentikan oleh BWI, struktur kepengurusan BWI terdiri atas dewan pertimbangan dan badan pelaksana, masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan dewan pertimbangan adalah unsur pengawas. Perwakilan BWI Kota Medan dibentuk dan diusulkan melalui Penyelenggara Syariah Kantor Kementerian Agama Kota Medan. Kantor Kementerian Agama Kota Medan sebelumnya membentuk Panitia Seleksi (Pansek) Calon Anggota BWI Kota
Universitas Sumatera Utara
83
Medan yang diambil dari berbagai unsur yaitu Unsur MUI Kota Medan sebagai Ketua Pansek, unsur Pemko Kota Medan sebagai wakil ketua panitia, unsur Kan. Kemenag Kota Medan penyelenggara syariah sebagai sekretaris pansek dan berbagai unsur Ormas Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah sebagai anggota pansek. Dalam proses yang cukup lama akhirnya turun lah SK Pengakantan Perwakilan BWI Kota Medan Nomor 050/BWI/P-BWI/2014 tanggal 22 November 2014 yang ditandatangani oleh Ketua badan Pelaksana BWI Pusat Bapak DR. H. Maftuh Basuni, SH.Kemudian Perwakilan BWI Kota Medan dilantik oleh Ketua perwakilan BWI Provinsi Sumatera Utara Bapak Prof. DR. H. M. Yasir Nasution pada hari Kamis, tanggal 26 Pebruari 2015 di Aula Kantor Kementerian Agama Kota Medan yang juga dihadiri oleh Walikota Medan Bapak Drs. H. Dzulmi Eldin sebagai ketua Dewan Pertimbangan BWI Kota Medan. Adapun struktur organisasi pimpinan, pegawai, staff berdasarkan Keputusan Badan Pelaksana BWI Nomor 050/BWI/P-BWI/2014 Tentang Penetapan Pengurus Perwakilan BWI Kota Medan Prov. Sumatera Utara Masa Jabatan Tahun 2014-2017, dan Keputusan Badan Pelaksana BWI Nomor 011/BWI/P-BWI/2014 Tentang Perubahan Pengurus Perwakilan BWI Kota Medan Masa Jabatan Tahun 2014-2017 Tentang Perubahan sekretaris BWI Kota Medan, maka adapun struktur pengurus perwakilan BWI Kota Medan sebagai berikut: Dewan Pertimbangan Ketua
: Drs. H. T. Dzulmi Eldin S, M.Si
Anggota
: H. Iwan Zulhami, SH. M.AP
Universitas Sumatera Utara
84
Prof. DR. H. Mohd. Hatta Badan Pelaksana Ketua
: Dr. H. Ahmad Zuhri, Lc. MA
Wakil Ketua
: Dr. H. Wirman, MA
Sekretaris
: Bonggal Ritonga, S. Ag
Bendahara
: Lukman Hakim Rangkuti, S. HI
Divisi-Divisi Pembinaan Nazhir
: Zainudin Nur, SH
Pengelolaan Dan Pemberdayaan Wakaf
: Pan Suaidi, MA
Kelembagaan Dan Bantuan Hukum
: Syamsul Amri Siregar, S. Th.I
Hubungan Masyarakat
: Drs. Harun Al-Rasyid, MM
Penelitian Dan Pengembangan Wakaf
: Abdul Wahab, S. HI
Adapun visi dan misi Badan Wakaf Indonesia Kota Medan yaitu untuk terwujudnya vembaga independen
yang dipercaya masyarakat, mempunyai
kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan di Kota Medan, dan menjadikan Badan Wakaf Indonesia Kota Medan sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan ummat. B. Fungsi Dan Kewenangan Badan Wakaf Indonesia Terhadap Tanah-Tanah Wakaf Di Indonesia Tugas dan wewenang BWI tercantum Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf disebutkan Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
Universitas Sumatera Utara
85
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. Memberikan persetujuan dan atau izin perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Memberhentikan dan mengganti nazhir. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Kemudian, melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan tugas dan wewenangnya sebagai berikut: 1.
Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. 2. Membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. 3. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional serta harta benda wakaf terlantar. 4. Memberikan pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. 5. Memberikan pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. 6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. 7. Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa baktinya. 8. Memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu. 9. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU). 10. Menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Selanjutnya disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu. BWI
Universitas Sumatera Utara
86
mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di tanah air, sehingga nantinya wakaf dapat berfungsi sebagaimana yang disyariatkannya, adapun strategi untuk mengembangkan perwakafan di tanah air yang dikembangkan oleh BWI adalah sebagai berikut:145 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Meningkatkan kompetensi dan jaringan BWI, baik nasional maupun internasional. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf. Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.
Suatu kenyataan yang dilihat bahwa tanah wakaf yang ada saat ini pada umumnya berupa masjid, mushalla, madrasah, sekolah, makam, rumah yatim piatu, dari segi sosial dan ekonomi, wakaf yang ada memang belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan wakaf yang ada kurang maksimal dalam pengelolaan, kondisi ini disebabkan oleh keadaan tanah wakaf yang sempit dan hanya cukup dipergunakan untuk tujuan wakaf yang diikrarkan wakif seperti untuk mushalla dan masjid tanpa diiringi tanah atau benda yang dapat dikelola secara produktif.146
145
Badan Wakaf Indonesia, http://bwi.or.id/ diakses pada tanggal 15 Februari 2017 Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Jakarta: Mumtaz Publishing, 2008), halaman. 11 146
Universitas Sumatera Utara
87
Tanah wakaf senantiasa membawa problem tersendiri, terutama dalam pemanfaatan yang selalu tidak maksimal, seperti penggusuran tanah perkuburan, masjid yang tergadai, dan penguasaan kembali lahan oleh ahli waris, terutama tanahtanah yang ada diperkotaan, hal ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya sebagai berikut:147 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemilihan nazhir tidak qualify secara akademis. Stigmatisasi pendapat syafi’i bahwa harta benda wakaf tidak boleh dilakukan perubahan apapun masih melekat dibenak masyarakat. Nazhir malas mengelola wakaf karena tidak memperoleh imbalan materi Undang-Undang Perwakafan Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, belum tersosialisasi dengan baik. Pemerintah tidak melakukan reevaluasi terhadap kinerja nazhir terutama yang berkaitan dengan administrasi. Nazhir sebagai pengelola wakaf terfokus kepada kehendak wakif yang tertera akta ikrar untuk pembangunan sarana ibadah, pendidikan, pemakaman dan sosial.
Sebenarnya problem tersebut dapat teratasi, jika undang-undang yang wakaf dapat diimplementasikan sehingga hasil dari aset wakaf dapat diperoleh secara optimal. Demikian juga dukungan moral agama, di mana motivasi agama cukup berpengaruh dalam pembentukan tata kehidupan dan tata tingkah laku mereka, dan agama dijadikan salah satu acuan bagi program pembangunan nasional dan daerah, karena hukum syari’ah merupakan hukum agama yang dianut oleh mayoritas penduduk.148 Intensifikasi wakaf selain berdimensi ritual juga berdimensi sosial, keberadaannya telah menjadi salah satu instrumen penunjang peradaban umat 147
Badan Wakaf Indonesia, http://bwi.or.id/ diakses pada tanggal 15 Februari 2017 Uswatun Hasanah, Strategi Pengelolaan Wakaf Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, (Jakarta: Departemen Agama, 2004), halaman. 117 148
Universitas Sumatera Utara
88
muslim. Sebagai praktek yang telah melembaga dalam kehidupan masyarakat muslim, wakaf telah mendukung kehidupan ekonomi dan sosial. Keberadaannya juga diharapkan menjadi salah satu pilar yang dapat menopang kesejahteraan umat dan bangsa. Sebagai upaya pemberdayaan wakaf yang diharapkan mampu menjadi pilar ekonomi dan sosial, maka pengelolaan wakaf yang profesional menjadi prasyarat utama yang seyogianya dipenuhi. Statemen di atas memberikan pemahaman bahwa proses perwakafan tidak cukup pada pengucapan ikrar dan sertifikasi harta wakaf saja, yang kedua hal tersebut memang memberikan legitimasi secara yuridis terhadap praktek perwakafan, namun dari perspektif filantropi, dari keseluruhan proses wakaf justru terletak pada usaha pengelolaan secara profesional dan pertanggungjawaban yang terbuka. Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi syari’ah yang potensinya belum sepenuhnya digali dan dikembangkan. Pada akhir-akhir ini upaya untuk mengembangkan potensi wakaf ini terus menerus dilakukan melalui berbagai pengkajian, baik dari segi peranannya dalam sejarah, maupun kemungkinan peranannya di masa yang akan datang. Pada dasarnya semua wakaf harus dikembangkan secara produktif, namun pengembangannya tentu disesuaikan dengan benda yang diwakafkan dan peruntukannya. Indonesia memiliki tanah wakaf yang cukup banyak dan luas yang memungkinkan dikelola secara produktif karena tanahnya yang cukup luas dan posisinya sangat strategis untuk dibangun gedung sebagai tempat usaha atau
Universitas Sumatera Utara
89
disewakan. Kendala utama yang di hadapi adalah terbatasnya nazhir profesional dan dana untuk mengelola dan mengembangkan wakaf benda tidak bergerak. Apabila tanah-tanah wakaf tersebut dikelola sesuai dengan kondisinya oleh para nazhir profesional, tentu hasilnya bisa dipergunakan untuk memberdayakan masyarakat. Perlu dipikirkan saat ini adalah cara menghimpun wakaf tunai dari masyarakat. Dana tersebut nantinya dapat dipergunakan untuk membangun hotel, rumah sakit, apartemen (untuk disewakan), menghidupkan lahan pertanian dan perkebunan yang berupa tanah wakaf. Lembaga wakaf akan mendapat kepercayaan untuk menghimpun dana wakaf dari masyarakat jika mampu menjadi lembaga wakaf yang kuat dan profesional. Lembaga wakaf ini menggunakan sistem kerja terstruktur berdasarkan bidang dan spesialisasi masing-masing, namun tetap untuk mencapai tujuan yang sama dalam mengelola semua harta wakaf. Maka untuk merealisasikan tujuan pembentukan lembaga wakaf ini, dibentuk dua bagian utama, yaitu:149 1. 2.
Bagian investasi dan pengembangan harta wakaf lama dan baru dan pencapaian hasil-hasilnya. Bagian penyaluran hasil-hasil wakaf yang ada sesuai dengan tujuannya masing-masing dan melakukan kampanye pembentukan wakaf baru yang dapat memberi pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prioritas dan tingkat kebutuhannya.
Sistem kerja terstruktur tersebut akan membentuk dua bagian penting dalam lembaga wakaf, yaitu bagian investasi yang terdiri dari beberapa bagian, misalnya bagian investasi bidang properti dan non properti, bagian dana dan proyek yang terdiri dari beberapa saluran dana dan proyek yang diperlukan dalam masyarakat.
149
Badan Wakaf Indonesia, http://bwi.or.id/ diakses pada tanggal 15 Februari 2017
Universitas Sumatera Utara
90
Bagian investasi dalam lembaga wakaf ini secara khusus menangani investasi harta wakaf dan mengembangkannya, serta mengoptimalkan pelaksanaannya untuk meningkatkan hasil-hasilnya. Strategi investasi pada bagian investasi bersandar pada sistem terstruktur yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan spesialisasi dan bidangnya masing-masing.150 Berdasarkan data BWI masih banyak tanah-tanah yang pada dasarnya bisa lebih produktif untuk lebih dikelola oleh nazhir, saat ini data tanah wakaf yang ada di seluruh provinsi di tanah air yaitu sebagai berikut: Tabel 6. Data Tanah Wakaf Seluruh Provinsi di Indonesia No
Provinsi
1
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Riau Jambi Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta D.I. Yogyakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jumlah
24.898
Sudah Sertifikat Wakaf 13.730
Belum Sertifikat Wakaf 11.168
16.280 6.643 6.394 8.152 5.918 2.759 14.591 1.133 1.187 7.422 8.547 74.860 103.294 74.429 20.089
7.761 4.420 3.521 2.641 3.785 1.869 8.372 779 326 4.623 8.051 45.873 82.641 54.193 11.049
8.519 2.223 2.873 5.691 2.133 890 6.219 354 861 2.799 496 28.987 20.653 20.236 9.040
Luas Total (M2) 767.869.011 36.035.460 212.212.380 380.456.227 1.183.976.528 13.516.703 7.122.171,22 22.990.814 3.243.060 1.066.799 3.013.640 2.933.943 116.662.017 163.169.706 58.239.272 39.322.270
150
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah sebagai Pengelola Dana Wakaf, Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, (Batam: Departemen Agama, 2002), halaman. 12
Universitas Sumatera Utara
91
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Maluku Maluku Utara Gorontalo Jumlah
1.399 4.467 2.642
1.132 2.257 1.631
267 2.210 1.011
13.990.000 27.544.360 5.778.500
9.265
7.582
1.683
58.239.272
3.423 887 2.386
772 420 1.516
2.651 467 870
13.984.104 1.905.272 5.225.958
3.173 10.440 2.448 346 338 1.272
2.051 5.486 571 142 105 1.047
1.122 4.954 1.877 204 233 225
165.042.816 1.029.030.278 3.251.700 694.466 591.117 5.311.787
12.105
7.031
5.074
25.816.325
1.215 1.489 1.877 435.768
449 605 729 287.160
766 543 1.148 148.447
5.006.359 30.223.191 1.663.350 4.359.443.170
Sumber Data : Data Wakaf Pada Badan Wakaf Indonesia Tahun 2016 Pengelolaan dan manajemen wakaf kurang maksimal, membuat cukup banyak harta wakaf terlantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta wakaf yang hilang. Salah satu sebabnya antara lain adalah karena umat pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, sementara itu wakif kurang memikirkan biaya operasional sekolah, serta nazhir yang kurang professional, oleh karena itu kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf ini sangat penting. Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat dikarenakan wakaf tidak dikelola secara produktif, untuk mengatasi masalah ini, paradigma baru dalam
Universitas Sumatera Utara
92
pengelolaan wakaf harus diterapkan, di mana wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. C. Peranan Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Dalam Mengawasi Tanah-Tanah Wakaf Yang Beralih Fungsi Khususnya Terhadap Tanah Wakaf Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, BWI punya tanggung jawab besar dalam memajukan dan mengembangkan perwakafan dalam lingkup nasional, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang:151 1. 2. 3. 4. 5.
Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta w akaf. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Memberikan dan mengganti nazhir. Memberikan persetujuan dan penukaran harta benda wakaf. Memberikan saran dan perimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
BWI dalam mengemban amanah tersebut perlu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak
terkait
guna
memajukan
dan
mengembangkan
perwakafan.
Pendayagunaan wakaf secara produktif mengharuskan pengelolaan secara profesional dengan melibatkan sistem manajemen. Rumusan dasar manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) akan memaksimalkan pendayagunaan wakaf. Penerapan prinsip pengawasan (controlling) ini akan menjadikan pengelolaan wakaf berjalan secara efektif dan efisien, dalam pelaksanaan organisasi, fungsi pengawasan 151
Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Universitas Sumatera Utara
93
(controlling) ini akan berimplikasi pada terwujudnya good governance (tata kelola yang baik) yang dicirikan dengan ditegakkannya prinsip akuntabilitas. Pada tahap berikutnya implementasi prinsip akuntabilitas ini akan berdampak pada meningkatkan kepercayaan publik (public trust) pada lembaga tersebut. Pemberdayaan pengelolaan wakaf perlu segera diawali mengingat masih banyak lembaga pengelola wakaf yang belum mengedepankan prinsip akuntabilitas ini, sehingga dikhawatirkan akan berimplikasi pada hilangnya kepercayaan (distrust) masyarakat terhadap lembaga itu. Dalam pengelolaan wakaf sendiri, kepercayaan masyarakat merupakan social capital yang terpenting, karena itu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola wakaf, amat kontra produktif dengan cita-cita menjadikan wakaf sebagai instrumen untuk mensejahterakan umat. Pengawasan adalah hal yang sangat mutlak dilakukan, beberapa dekade perwakafan saat yang lalu kurang mendapat pengawasan yang serius, akibatnya cukup banyak harta wakaf yang terlantar bahkan ada sebagian harta wakaf yang hilang, hal ini berbeda di berbagai negara yang sudah maju perwakafannya, unsur pengawasan merupakan salah satu unsur yang sangat penting, apalagi jika wakaf yang dikembangkan adalah wakaf uang atau benda bergerak lainnya, oleh karena itu sebuah lembaga wakaf harus bersedia untuk diaudit, yang fungsinya untuk mengawasi distribusi hasil wakaf dari kemungkinan penyalahgunaan wakaf oleh nazhir. Setidaknya ada dua bentuk pengawasan yang sangat penting yaitu pengawasan masyarakat setempat dan pengawasan pemerintah yang berkompeten.
Universitas Sumatera Utara
94
Barangkali yang menyebabkan hilangnya banyak harta wakaf adalah lemahnya kontrol administrasi dan keuangan, oleh karena itu pengawasan pada kedua hal ini memerlukan keseriusan, di samping pengawasan oleh masyarakat setempat, peran pengawasan pemerintah juga sangat penting. Pengawasan masyarakat dilakukan oleh dewan harta wakaf atau organisasi kemasyarakatan sesuai dengan standar kelayakan adminstrasi dan keuangan yang ketetapannya diambil dari standar yang berlaku di pasar, yang pada intinya menurut standar harga atau standar gaji di lembaga ekonomi yang berorientasi pada keuntungan, dengan tetap menjaga ciri-ciri objektif dan tujuan-tujuannya. Pengawasan masyarakat ini bisa lebih efektif dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah, karena bersifat lokal terutama untuk setiap harta wakaf terikat dengan orang-orang yang berhak atas wakaf dan dengan tujuannya secara langsung. Pengawasan masyarakat meliputi aspek administrasi dan keuangan secara bersamaan. Adapun pengawasan oleh pemerintah dapat melalui dua aspek administrasi dan keuangan namun pengawasan ini merupakan jenis pengawasan eksternal secara berkala, dengan pengawasan ganda, yakni dari masyarakat dan pemerintah tersebut, diharapkan harta wakaf dapat berkembang dengan baik dan hak-hak mawqūf‘alayh terpenuhi, sehingga wakaf benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan umat. Regulasi pengawasan perwakafan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
95
pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.152 Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.153 Berkaitan dengan peranan BWI dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi khususnya terhadap tanah wakaf di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan data di lapangan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara dirasakan belum maksimal dan cenderung lengah pengawasan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyelesaian sengketa tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir yang berujung di lembaga peradilan. Lemahnya pengawasan ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia di BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi celah longgarnya pengawasan terhadap pengeloaan tanah-tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang telah beralih fungsi.154 Menurut Perwakilan BWI Provinsi Sumatera Utara kendala-kendala terhadap pengawasan tanah-tanah wakaf di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah sebagai berikut:155
152
Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik 154 Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016. 155 BWI Provinsi Sumatera Utara, Laporan Kinerja BWI Tahun 2015, (Medan: BWI Provinsi Sumatera Utara, 2015), halaman.7 153
Universitas Sumatera Utara
96
1.
2.
3.
4. 5.
Kurangnya koordinasi dan kerjasama yang baik antara lembaga terkait seperti MUI Kecamatan, KUA Kecamatan, dalam menginventarisir asetaset wakaf yang ada didarah kerjanya masing-masing. Kurangnya koordinasi yang baik dalam menyelesaikan perkara-perkara wakaf yang ada, sehingga terjadi pembiaran dan melebarnya sengketa perwakafan ke jalur hukum, sehingga mengakibatkan asset wakaf terbengkalai karena masih adanya sengketa yang belum terselesaikan. Masih banyaknya tanah-tanah wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang pendataannya belum akurat dan jelas sehingga perlu dilakukan pendataan ulang yang lebih akurat dan terperinci. Belum adanya data wakaf yang akurat yang dapat diakses masyarakat melalui internet. Belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dalam mendukung mobilitas BWI dalam mengawasi setiap asset wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hal tersebut, sangat diperlukan pembenahan dari segala aspek yang berkaitan dengan masalah perwakafan, hal ini dimaksudkan agar semua aset wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara (termasuk juga khususnya Kabupaten Deli Serdang) dapat terpantau, terdata dan dimaksimalkan pengelolaannya menjadi lebih produktif lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Ketentuan hukum mengenai tanah wakaf yang beralih fungsi yang peralihannya tidak sesuai dengan akta ikrar wakaf sebelumnya pada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan adalah tidak diperbolehkan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam hal ini inisiatif untuk mengalihfungsikan secara pribadi tidak diperbolehkan. Namun jika nazhir mengalihkan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, maka diperbolehkan selama mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut. Perubahan atau peralihan ini diperbolehkan selama memenuhi syaratsyarat tertentu dan dengan mengajukan alasan-alasan sebagaimana yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku yaitu apabila harta benda wakaf tersebut ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam akta ikrar wakaf. Perundang-undangan tetap memberikan peluang dibolehkannya melakukan perubahan dan atau pengalihan terhadap harta benda wakaf, meski dengan melalui prosedur dan proses yang panjang. Ketatnya prosedur perubahan dan atau pengalihan harta benda wakaf itu bertujuan untuk meminimalisir penyimpangan dan menjaga keutuhan harta benda wakaf agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu
97
Universitas Sumatera Utara
98
sendiri,
sehingga
wakaf tetap
menjadi
alternatif
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat banyak. 2.
Beralihnya fungi tanah-tanah wakaf seperti dari musholla ke mesjid oleh nazhir khususnya di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdangdilakukan dengan maksud untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat, secara hukum tidak mengurangi sedikitpun tanggungjawabnya sebagai nazhir, dalam arti lain tidak ada pembedaan antara kewajiban nazhir sebelum beralih fungsi dan setelah beralih fungsi, sebagaimana yang telah di atur dalam peraturan perundangundangan tentang wakaf. Nazhir tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf serta menjadikan tanah wakaf yang telah beralih fungsi tersebut menjadi lebih produkif.
3.
Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang di teliti di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan data di lapangan sebagian besar tanah wakaf yang sudah beralih fungsi tidak dilaporkan kepada BWI sehingga belum mendapat pengawasan lengkap dari BWI khususnya untuk tanah-tanah wakaf sebelum dibentuknya BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara dirasakan belum maksimal dan cenderung lengah pengawasan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyelesaian sengketa tanah wakaf yang dikelola oleh
Universitas Sumatera Utara
99
nazhir yang berujung di lembaga peradilan. Lemahnya pengawasan ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia di BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi celah longgarnya pengawasan terhadap pengeloaan tanah-tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang telah beralih fungsi. B. Saran 1.
Sebaiknya pemerintah lebih ketat dalam melakukan pengawasan dan pembinaan serta sosialisasi yang baik terhadap nazhir, khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi, yang mana hal ini dimaksudkan agar pengelolaan harta benda perwakafan dapat lebih optimal di tangan nazhir.
2.
Sebaiknya nazhir dalam melaksanakan perubahan dan atau pengalihan fungsi tanah-tanah wakaf seharusnya mempertimbangkan beberapa aspek penting yang ada di masyarakat juga harus mendapatkan persetujuan dari pejabat-pejabat dan tokoh masyarakat terkait, di mana dengan adanya persetujuan ini tentunya perubahan dan atau pengalihan fungsi tanah-tanah wakaf dapat dimaksimalkan pelaksanaannya dan tidak merugikan masyarakat lainnya.
3.
Sebaiknya BWI lebih meningkatkan pengawasan terhadap tanah-tanah wakaf yang fungsinya telah beralih, pengawasan ini dilakukan untuk lebih memaksimalkan kinerja nazhir dalam mengelola tanah-tanah wakaf yang ada, karena pada kenyataannya saat ini pengawasan BWI terkesan sangat longgar terhadap kinerja para nazhir perwakafan.
Universitas Sumatera Utara