BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB
III.1 Penyebab Fluktuasi
Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi ini merenggang ke skala kosmik. Untuk mempelajari pembentukan struktur dari power spectrum CMB, kita harus mempertimbangkan bagaimana terjadi perbedaan distribusi densitas terhadap waktu, pada tahap-tahap berbeda alam semesta. Pada power spectrum CMB, kita melihat adanya puncak-puncak. Posisi puncak power spectrum memberi tahu kita mengenai jumlah materi di alam semesta, juga memberi petunjuk langsung mengenai geometri alam semesta. Puncak pertama terjadi pada ukuran skala angular besar θ > θ H ≈ 1 . Puncak ini juga memberitahu mengenai ukuran fisis fluktuasi. Ukuran skala sudut yang diprediksi bergantung kepada model alam semesta yang kita pilih. Posisi puncak pertama memberikan informasi mengenai fluktuasi yang terjadi pada last scattering yang disebut dengan fluktuasi primer. Puncak pertama yang mendominasi kurva Power spectrum menerangkan bahwa proses yang berasosiasi dengannya terjadi pada skala global atau bersifat kosmologis. Sedangkan puncak-puncak berikutnya disebabkan oleh proses yang lebih lanjut sepanjang perjalanan foton menuju kita, disebut fluktuasi sekunder. Sebelum terjadi kesetaraan materi radiasi, energi radiasi sangat besar, lebih dominan daripada gaya gravitasi. Energi ini kemudian bekerja bersama-sama dengan energi yang berasal dari materi (gravitasi) menghasilkan yang disebut osilasi akustik. Distribusi materi memberi kecenderungan mengikuti distribusi radiasi melalui interaksi
gravitasional.
Gumpalan
materi
menarik
dirinya
sendiri
melalui
gravitational self-attraction mengisi sumur-sumur potensial, membuat materi semakin terkelompokkan. Sumur potensial gravitasi dibangun oleh materi baryon. Dark matter 30
berperan dalam menjadikan sumur lebih dalam dari yang dapat disumbangkan oleh materi saja. Namun, radiasi juga memiliki tekanan yang signifikan pada skala kecil, sehingga gumpalan kecil akan terdorong terpisah oleh tekanan radiasi. Saat cukup menyebar, tarikan gravitasi lebih berkuasa, dan gumpalan collapse, rebounded, collapsed, dan seterusnya, berosilasi. Gumpalan paling besar terlalu besar untuk tekanan radiasi untuk dapat lepas, dan kembali runtuh di bawah gravitasi.
Gambar III.1 Tekanan radiasi dan gravitasi yang bekerja pada sumur potensial. Sumber http://background.uchicago.edu/%7Ewhu/physics/proj2.eps
Gumpalan skala terkecil berosilasi dan menjadi setimbang seiring waktu, membuatnya tidak runtuh akibat gravitasi. Sedangkan gumpalan pada skala yang lebih besar runtuh akibat gravitasi. Saat perturbasi pada skala tertentu berkembang, alam semesta menjadi semakin menggumpal pada skala tersebut. Teori Fourier menyebutkan, kita dapat menggambarkan distribusi materi sebagai jumlah dari gelombang sinus. Oleh karena itu saat distribusi materi menjadi semakin menggumpal, hal ini sebanding dengan amplitudo power spectrum yang naik dan oleh karenanya, ketinggian power spectrum bertambah. Jadi, skala besar berkembang, sedang skala kecil tetap konstan. Semakin lama, skala yang lebih besar dapat berosilasi, karena butuh waktu yang lebih banyak untuk gelombang tekanan radiasi untuk berjalan semakin jauh, power spectrum pada sisi kiri bertambah tinggi dan menurun menuju ke skala yang lebih besar. Setelah kesetaraan materi radiasi, radiasi bukan lagi merupakan komponen yang mendominasi yang menentukan dinamika alam semesta. Pada masa last scattering densitas energi alam semesta didominasi oleh dark matter nonbaryonik,
31
ε dm > ε γ > ε bary . Materi ditarik oleh gravitasi, namun tidak memiliki tekanan yang berarti. Oleh karena itu, osilasi akustik semakin berkurang. Semakin banyak gumpalan berbagai skala berkumpul bersama. Jadi, keseluruhan power spectrum materi naik dengan nilai yang sama pada semua skala. Materi berhenti berosilasi saat melewati kesetaraan materi radiasi. Ia tidak lagi berosilasi dan jatuh ke dalam sumur potensial tanpa terganggu. Sedangkan radiasi masih mengalami osilasi, jatuh ke dalam sumur potensial yang diciptakan materi, kemudian oleh tekanan radiasinya sendiri, ia berhasil lepas dari materi. Pada saat decoupling foton dapat bergerak bebas, berhenti berosilasi.
Gambar III.2 osilasi akustik yang terjadi pada fluida baryon-foton Sumber http://background.uchicago.edu/~whu/intermediate/intermediate.html
Gambar III.2 memperlihatkan gambaran mengenai osilasi akustik yang terjadi. Terdapat lembah yang merupakan sumur potensial yang dibangun oleh baryon bersama dark matter dan puncak. Kompresi dan peregangan terjadi di lembah dan puncak.
III. 2 Power spectrum CMB
Sebelum rekombinasi, foton akan terus menerus berosilasi. Pada gumpalan yang besar, foton harus mencapai kompresi maksimum dan melambung kembali, yaitu pada saat terjadinya rekombinasi. Sedangkan gumpalan-gumpalan skala kecil akan runtuh gravitasional, melambung, dan runtuh lagi berkali-kali sebelum rekombinasi.
32
Ada juga beberapa gumpalan yang mencapai kompresi maksimum pada saat rekombinasi, namun tidak memiliki cukup waktu untuk mengembang. Kita melihat banyak daerah-daerah panas ini pada peta CMB. Hal ini menggambarkan banyaknya gelombang sinus pada frekuensi tertentu dan itulah sebabnya kita melihat puncak pada power spectrum, dan skala yang khas pada peta. Skala puncak berikutnya yang lebih kecil menggambarkan gumpalan skala kecil yang mencapai kompresi maksimum, mengembang di bawah pengaruh tekanan radiasi dan mencapai kompresi maksimum untuk kedua kalinya. Power spectrum memiliki panjang gelombang besar (bilangan gelombang kecil) pada kiri plot, yang seringkali diarahkan kepada skala besar dan memiliki panjang gelombang pendek atau bilangan gelombang yang besar pada plot bagian kanan, atau mengarah pada skala kecil.
Gambar III.3 Skala angular fluktuasi temperatur CMB http://nedwww.ipac.caltech.edu/level5
Skala angular pada Gambar III.3 didapatkan dari berbagai pengamatan. Kurva merah merupakan kurva hasil fiittng dengan model alam semesta LCDM, yaitu alam semesta flat dengan Ω Λ ≠ 0 dan Ω m = 0.3 dan Ω 0 = 1 dengan Ω m terdiri dari komponen baryon dan Cold Dark Matter (CDM). Sumbu vertikal pada Gambar III.3 33
menunjukkan besaran fluktuasi temperatur dan sumbu horizontal menyatakan besaran multipol. Posisi puncak power spectrum memberi tahu kita mengenai jumlah materi di alam semesta, seringkali diparameterisasikan m. Akan tetapi, dataran tinggi skala kecil (sebelah kanan plot) juga memberitahu tentang kecepatan partikel dark matter yang bergerak. Secara kualitatif, semakin cepat partikel dark matter bergerak, skala fluktuasi yang semakin kecil akan terhapus. Skala horizon pada masa decoupling adalah d H = 3ct . Skala bentangan sudutnya adalah:
θH =
d H ( 1 + z ) H 0 Ω0 2c 1
Ω 2 θ H = 0 radian zdec
(2.65)
Dengan mengetahui pergeseran merah pada saat decoupling maka diperoleh θ H sekitar 2° dan skala multipol yang bersesuaian adalah sekitar 90. Perturbasi yang memiliki skala lebih besar dari horizon pada saat itu tidak berada dalam hukum sebab-akibat, sedangkan saat perturbasi memasuki horizon ia dapat tumbuh dan proses-proses fisis terjadi.
III.3 Peran baryon pada fluktuasi primer
Inhomogenitas pada stuktur alam semesta sekarang berasal dari inhomogenitas alam semesta dini yang berasal dari inhomogenitas potensial gravitasi. Inhomogenitas potensial gravitasi, semakin dalam, semakin menarik banyak materi, namun pada saat elektron masih menempel dengan foton, foton memiliki gaya dorong untuk mengimbangi tekanan gravitasi materi. Massa baryon menciptakan jejak yang jelas pada osilasi akustik. Massa baryon bergantung kepada sumur potensial tempat baryon berosilasi. Baryon yang banyak menambahkan kompresi pada plasma dibandingkan baryon yang lebih sedikit. Kita 34
tinjau densitas baryon. Perubahan densitas baryon akan mengubah persamaan keadaan fluida baryon-foton. Lebih khusus, densitas baryon yang lebih tinggi berarti tekanan foton yang lebih sedikit, keruntuhan gravitasional akan menang melawan tekanan foton. Begitu pula dengan densitas baryon yang lebih rendah, peregangan menentukan amplitudo yang lebih kecil. Singkatnya, seiring meningkatnya densitas baryon, puncak power spectrum yang berkorespondensi dengan kompresi pada sumur potensial menjadi semakin tinggi, sedang puncak-puncak lain yang berkorespondensi dengan peregangan akan merendah. Ketinggian puncak merupakan jejak massa baryon yang tekandung dan dengan pengukuran akurat ketinggian beberapa puncak pertama memungkinkan penentuan parameter densitas baryon.
Gambar III.4 Ketinggian Power spectrum akan berubah terhadap jumlah densitas baryon, dengan semakin banyak jumlah densitas baryon, membuat puncak-puncak power spectrum naik. Sumber gambar http://background.uchicago.edu/%7Ewhu/physics/baryon.html
III.4 Hubungan fluktuasi dan parameter kosmologi
35
Tinggi rendah dan posisi power spectrum bergantung kepada parameter-parameter kosmologi. Rapat baryon berasosiasi dengan T (tinggi rendah fluktuasi). Densitas baryon menentukan derajat di mana puncak akustik berada. Era kesetaraan materi radiasi dipengaruhi semata-mata oleh densitas total materi 0h2. Besaranbesaran ini mempengaruhi fluktuasi dark matter karena dark matter mulai runtuh gravitasional setelah era kesetaraan materi radiasi. Power spectrum juga memiliki kebergantungan yang lemah terhadap 0 karena pada waktu sekarang, evolusi alam semesta tidak lagi didominasi oleh materi, melainkan energi vakum (untuk alam semesta flat dengan ) atau oleh kurvatur (untuk alam semesta terbuka). Kecepatan suara (sound speed) akan menentukan sound horizon yang mempengaruhi panjang gelombang mode akustik ditentukan sepenuhnya oleh densitas baryon. Ukuran horizon pada saat rekombinasi, yang menentukan ukuran keseluruhan osilasi akustik, hanya bergantung kepada densitas massa total 0h2. Jarak diameter sudut ke lapisan hamburan terakhir ditentukan oleh 0h dan ; diameter sudut menentukan skala sudut osilasi di langit. Secara umum, perturbasi temperatur pada hamburan terakhir bergantung kepada 0h2, bh2, 0h, dan h alih-alih parameter kosmologi individual 0, b, h, dan .
36