BAB III PROSES PENCIPTAAN
1. Metode Penciptaan
Sebuah proses penggarapan fotografi diawali dari pemahaman atas persoalan atau permasalahan, dan dilanjutkan dengan menggali tentang seluk beluk yang ada di dalam subjeknya untuk diwujudkan, dipresentasikan berupa ikon, baik berupa gambar,warna, dan akan berakhir pada
eksekusi visual yang dianggap paling
mewakili dan tepat, baik dari sisi konseptual maupun visualnya. Di dalam penggarapan foto yang berjudul “momong adik” ini melalui berbagai proses/kegiatan antara lain: mengumpulkan data lapangan (survey lokasi untuk menentukan lighting, sudut pengambilan dan komposisi), studi visual, pengembangan gagasan, hingga pada tahap eksekusi dan penyajian. Fotografi merupakan salah satu unsur visual dan fotografi merupakan bahasa universal. Bahasanya tidak memerlukan terjemahan dan memiliki kemampuan menyampaikan pesan kepada pemirsanya. Foto merupakan bahasa gambar, bahasa gambar adalah bahasa universal, di mana fotografi memiliki sifat deskriptif, detail, langsung, yang artinya tidak harus melewati proses ingatan dan penguraian kembali. Selain hal tersebut foto juga memiliki sifat jujur, tanpa mengurangi dan menambah detail ataupun situasi. Seperti ditulis pada buku Pengantar Jurnalistik, bahwa fotografi dengan sifat-sifatnya mampu merekam sesuatu secara tepat, cepat, dan obyektif serta menyediakan informasi visual yang gamblang. (Soelarko, 1985: 61). Salah satu sifat yang khas pada fotografi adalah sangat menguntungkan dalam komunikasi antar manusia, antar suku bangsa karena sifatnya yang non verbal sehingga gambargambar yang dihasilkan dari kamera dapat melintasi batasan-batasan bahasa dan langsung dapat dimengerti oleh manusia-manusia di seluruh dunia, tanpa perlu diterjemahkan terlebih dahulu.
6 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Ada beberapa cara untuk mendapatkan kesan dari foto yang dikehendaki antara lain dengan sudut pengambilan (angle of view). Sudut-sudut pengambilan tersebut adalah eye level view, pemotretan yang dilakukan dengan membidik setinggi/sejajar dengan mata. Pemotretan seperti ini memberi kesan normal, wajar, natural. Selain sudut pengambilan (angle of view) satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah unsur kesederhanaan dalam membuat/merancang foto yaitu, kesederhanaan. Kesederhanaan akan lebih memudahkaan seseorang yang melihat bisa dengan mudah memahami pesan pada foto, tetapi
juga semakin kuat. Oleh karena itu, perlu diterapkan
pemilihan latar belakang yang lebih sederhana (tidak riuh), atau dikaburkan dengan cara bermain ruang tajam (depth of field). Untuk mendapatkan ruang tajam yang dikehendaki maka perlu ada beberapa pertimbangan antara lain: 1)
Pemilihan lensa (wide angle lens, tele lens, standard lens)
2)
Jarak pemotretan
3)
Pemilihan bukaan (diafragma)
Pemilihan dan pengambilan keputusan dalam menentukan unsur-unsur seperti di atas sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil foto yang diciptakannya.
2. Tahap-tahap Penciptaan
a). Pra-pemotretan Tahap awal dilakukan sebelum pelaksanaan pemotretan (pra-pemotretan). Tahap pra-pemotretan merupakan persiapan yang harus dilakukan seperti melihat lokasi pemotretan, mengamati kondisi lingkungan untuk menentukan background, arah lighting, peralatan yang harus digunakan, properti dan lain sebagainya. Sebelumnya dilakukan pemotretan terlebih dahulu dilakukan survey untuk menentukan
lokasi dan timing/waktu pemotretan yang tepat. Hal ini kadang
dilakukan tidak cukup sekali, perlu beberapa kali, mengingat fotografer perlu tahu kebiasaan objek yang akan difoto, letak/arah cahaya matahari, sudut pengambilan, dll. Selanjutnya membuat skets/ layout. Skets ini adalah untuk memandu fotografer agar sesuai hasil gambar yang dikehendaki. Demikian pula juga membuat skema
7 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
pemotretan, yang bertujuan agar pekerjaan pemotretan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan fotografer akan mengikuti skema yang telah digariskan seperti letak cahaya, letak objek, posisi pengambilan gambar dan lain sebagainya.
b). Pelaksanaan pemotretan Setelah semua persiapan telah dilakukan, termasuk peralatan kamera beserta lensanya lengkap, maka tahap pelaksanaan pemotretan bisa dilakukan. Fotografer berusaha mengambil foto senatural mungkin, wajar, tanpa mengatur/ model (candid shots). Hal ini sesuai dengan konsep natural/alami dalam
perwujudan karya.
Demikian pula selaras dengan jiwa anak yang polos, jujur, natural, bebas. Hal ini akan dilakukan selama sesuai konsep dan tidak ada kendala. Pelaksanaan pemotretan ini mengambil waktu sore hari ketika matahari masih bersinar. Sementara arah lighting ditentukan dari belakang atau backlighting, yang bertujuan agar menghasilkan gambar yang dramatis. Sedangkan background dibuat kabur, hal ini agar gambar bisa lebih menonjol.
c). Pasca pemotretan Setelah dilakukan pemotretan, tahap selanjutnya melakukan seleksi/ pemilihan foto yang kadang dalam pengambilan gambar tidak cuma sekali. Banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam tahap penyeleksian tersebut, antara lain: adegan/casting anak, pencahayaan/lighting, ekspresi, komposisi, angle of view, finishing, ketajaman gambar dll. Selanjutnya setelah tahapan seleksi selesai, finishing touch(dilakukan sentuhan akhir) dengan cara
proses digital dengan komputer
(pengganti kamar gelap), misalnya, retouch, burning, dogging, brightness, contras, selectif colour, cropping,dan lain sebagainya. Penyelesaian akhir dari foto ini bisa dilihat dari kesempurnaan penyajian, baik teknik fotografi, finishing touch (olah digital/komputer), kesatuan antara elemen satu dengan yang lain, maupun ide gagasan yang tercermin pada pesan.
8 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
BAB IV KARYA dan PEMBAHASAN
Lay out (skets)
9 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Skema Pemotretan
10 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Hasil Pemotretan
Data tentang karya fotografi yang menjadi salah satu karya yang dipamerkan pada Festival Kesenian Indonesia VIII di Galeri ISI Yogyakarta pada tanggal 24 -29 September 2014. 1. Judul 2. Ukuran 3. Warna 4. Cetak 5. Bahan
: : : : :
Momong Adik 120 x 90 cm Hitam - putih Digital print Kanvas Vinyl
Deskripsi karya : Foto yang berjudul “Momong Adik” ini diambil secara outdoor, artinya pengambilan gambar dilakukan diluar ruangan. Adapun pencahayaan mengandalkan cahaya matahari. Untuk itu waktu pemotretan mengambil waktu sore hari, hal ini supaya mendapatkan cahaya yang memiliki kekuatan relatif rendah (warm temperature), sehingga bagi anak yang dipotret merasa nyaman (tidak kepanasan). 11 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Sementara arah sumber cahaya ditentukan dari belakang model (back lighting), tujuan dari arah cahaya belakang ini adalah untuk mendapatkan hasil yang dramatis. Timbulnya rim lighting yang ditepi model/anak sekaligus juga untuk memberiak dimensi, sekaligus memberikan jarak antara model dan latarbelakang. Demikian pula didukung pemilihan ruang tajam (dept of field) yang sempit/dangkal yaitu menggunakan pilihan diafragma 2. 8 (f/2.8) menjadikan gambar anak lebih menonjol, yang salah satunya didukung dengan menjadikan latarbelakang kabur. Selain itu dari sisi warna foto ini aslinya adalah berwarna (full color), tetapi supaya foto memiliki pesan yang kuat dan tidak terganggu dengan berbagai warna, maka foto sengaja dibuat hitam putih. Namun dengan pertimbangan daya tarik dan memiliki focal point (focus of interest) maka mainan bebek-bebekan yang terbuat dari plastik dibiarkan sesuai warna aslinya yaitu kuning menyala. Mengenai ketertarikan saya dengan pemotretan anak sebagai model karena foto anak ini dapat dibaca sebagai makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif artinya foto dapat dibaca seperti yang tersurat dalam gambar dua dimensi tersebut. Foto dapat menvisualkan sesuatu yang dekat dengan kenyataan yang ada, juga mampu menyajikan kenyataan secara tepat, dengan detail yang sangat akurat sehingga mampu menjelaskan dan berbicara banyak dibanding bahasa lisan/tulis. Makna
konotatif
artinya
makna
yang
tersirat
dalam
foto,
dimana
pengartian/interpretasi pada foto dapat menimbulkan kesan dan pesan tertentu, seperti keceriaan, kesedihan, kemiskinan , penderitaan, harapan, kebebasan. Kehidupan anak tidak bisa lepas dari lingkungannya, termasuk kehidupan sosial yang dijalaninya. Anak perlu diperkenalkan pada lingkungan sosialnya sesuai dengan usianya. Pada foto ini digambarkan dua anak, yang satu masih kecil dengan usia sekitar 6 bulan dan satunya lagi lebih gede yang diperkirakan berusia 7 tahun. Kedua orang ini dapat dikategorikan sebagai seorang anak. Momong adik adalah peran anak dalam keluarga bahwa anak yang lebih besar harus ikut membantu (berpartisipasi) meringankan tugas orang tuanya denga cara momong adiknya. Kesempatan yang diberikan orang dewasa/masyarakat kepada seorang anak bisa membantu memperkenalkan dan menyadarkan bahwa hidupnya tidak sendiri, masih
12 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
ada orang lain, tidak boleh egois, maka perlu saling membantu dan bergotong royong. Memperkenalkan anak terhadap lingkungan sosial sejak dini merupakan hal yang sangat penting agar anak kelak pada saatnya dapat tumbuh, berkembang, dan hidup bermasyarakat dengan baik. Akan sangat menguntungkan apabila anak diberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Melalui sosialisasi anak akan memperoleh lebih banyak stimuli sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosial anak (Soetjiningsih ,1995:107) Sebuah gambar/foto dapat mengandung arti sekaligus mengundang reaksi yang bermacam-macam bagi pemirsa. Faktor yang menjadi penyebab timbulnya tanggapan yang berbeda-beda antara satu pengamat dengan pengamat yang lain terhadap gambar/foto adalah adanya interpretasi atau pengartian yang tidak seragam terhadap gambar tersebut (Hadi, 1998: 2). Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengartikan sebuah gambar, yakni pendekatan denotatif dan pendekatan konotatif. Pembacaan denotatif adalah menunjuk kepada data atau informasi yang tersurat pada gambar, sedangkan pembacaan konotatif adalah menunjuk kepada yang tersirat setelah melihat gambar. Seperti dijelaskan Liliweri (2002: 182-183) dalam pembacaan makna konotasi sangat ditentukan oleh faktor kebudayaan pemirsanya. Selain faktor kebudayaan, pemahaman atas pesan makna dalam gambar juga tergantung pada tujuan dan konteksnya. Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keberhasilan komunikasi pada akhirnya tergantung pada efektivitas komunikasi, yakni sejauh mana partisipan(audiens) memberikan makna yang sama atas pesan yang disampaikan. Untuk itu, latar belakang budaya target audiens sangat menentukan efektivitas dalam komunikasi. Oleh karena itu, memahami budaya target audiens merupakan prasyarat penting keberhasilan komunikasi.
13 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta