BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1. Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas telah lama didengungkan dan semakin banyak perusahaan yang berbenah untuk menghadapinya karena era ini akan mempengaruhi seluruh aspek perindustrian, tidak terkecuali industri listrik yang ada di Indonesia. Dahulu pasar tenaga listrik di Indonesia terkenal sebagai pasar yang sulit untuk dimasuki dengan adanya monopoli PT. PLN (Persero) yang didukung dengan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33, namun saat ini semangat perdagangan bebas pun telah sampai pada industri ini. Pasar tenaga listrik telah menggunakan mekanisme single buyer multi seller. Pada mekanisme niaga tersebut, PT. PLN (Persero) tetap merupakan pemain utama dalam pasar tenaga listrik di Indonesia, perubahan terdapat pada sektor hulu yakni pembangkit listrik sebagai penyedia energi listrik. Berikut adalah gambar mekanisme single buyer multi seller yang diterapkan di Indonesia. Gambar 3.1. Mekanisme Pasar Tenaga Listrik di Indonesia
Tampak dari gambar di atas pembelian energi listrik dilakukan oleh pembeli tunggal yaitu PT PLN (Persero). Sebaliknya terdapat banyak penjual yang pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok yaitu anak perusahaan PT PLN (Persero) (AP Kit PLN) yang terdiri dari PT. Indonesia Power dan PT. PJB, Unit Bisnis Pembangkitan PT PLN (Persero) (UB Kit PLN), dan Independent Power Producers (IPP) yang terdiri dari beberapa pembangkit yang dimiliki swasta dalam negeri maupun luar negeri. Posisi PT. Indonesia Power dalam skema tersebut sampai saat ini adalah leader dengan kapasitas terbesar yang dimilikinya. Namun tren dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa terdapat pengurangan pangsa pasar Indonesia Power, yang apabila tidak segera disikapi akan merugikan dan mengancam posisi perusahaan. Berikut adalah grafik pangsa pasar PT. Indonesia Power
% 56 54
52
51
52
52 51 50 49
48 48
47
46
44
40 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 3.2. Pangsa Pasar PT. Indonesia Power tahun 1996 ‐ 2005 Penurunan pangsa pasar tersebut tersebut diyakini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya penambahan kapasitas pembangkit yang dimiliki oleh PT Indonesia Power sampai dengan saat ini. Sebaliknya di pihak pesaing terutama dari IPP serta dari PT (PLN) Persero sendiri, terdapat kenaikan kapasitas pembangkit yang cukup signifikan. Dengan demikian, apabila PT. Indonesia Power tidak turut melakukan penambahan kapasitas terpasang, maka akan terjadi penurunan kapasitas tersedia dimiliki PT Indonesia Power dalam sistem JAMALI sebagaimana grafik berikut 28
DI MASA DEPAN PANGSA K APASITAS IP DIPERKIRAKAN MENURUN
Pro yeksi Kapasitas T erpasang di Jawa-Bali: IP vs. K eseluruhan S istem 100% Pangsa Kapasitas (% )
80%
60%
40%
20%
7% 16%
34%
7%
7%
23%
23%
23%
29%
30%
7%
9%
PLN
24%
IPP
30%
28%
PJB
IP
33%
46%
45%
41%
40%
40%
39%
2004
2005
2006
2007
2008
2009
19. 5
20.1
22. 3
22. 9
24. 0
25. 5
8.99
9.05
9.05
9.11
9.70
9.92
0%
4% 16%
Kapasitas Terp asang Sistem (GW ) Kapasitas
Terpasang IP (GW ) Sumber: P3B Gambar 3.3. Proyeksi Kapasitas Terpasang di Jawa dan Bali
Berdasar proyeksi tersebut, dapat dipastikan tantangan bisnis yang dihadapi oleh PT Indonesia power akibat era globalisasi akan semakin berat, dan apabila perusahaan tidak berbenah untuk menghadapinya sangat mungkin dalam beberapa tahun ke depan PT Indonesia Power akan menghadapi kendala serius yang dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karenanya perlu dirumuskan strategi strategi bisnis yang tepat untuk mempertahankan posisi PT Indonesia Power pada pasar pembangkitan energi listrik sekaligus dalam rangka memenangkan persaingan yang semakin ketat. Langkah tersebut pun harus didukung oleh alat manajemen yang dapat mengukur kinerja bisnis PT. Indonesia Power. Pengukuran kinerja akan berpengaruh terhadap pelaksanaan bisnis yang efektif dan tepat sasaran. Tepat sasaran yang dimaksud adalah pemenuhan kebutuhan seluruh stakeholders perusahaan karena dengan demikian sustainibilitas perusahaan dalam jangka panjang akan dapat dipertahankan. Seluruh aktivitas perusahaan seyogyanyalah ditujukan untuk menciptakan nilai bagi para stakeholders tersebut. Dengan demikian PT Indonesia Power harus mampu untuk melakukan pengukuran kinerjanya dari segala segi terutama Stakeholders Satisfaction yang telah dicapai.
29
Performance Prism merupakan salah satu sistem pengukuran kinerja berbasis lima sisi (facets) yang membentuk framework tiga dimensi berupa prisma. Sisi atas dan bawah merupakan stakeholder satisfaction dan stakeholder contribution. Sedangkan tiga sisi yang lain adalah strategies, processes, dan capabilities (Neely, Adams, & Kennerley, 2002). Berikut adalah gambar kerangka Performance Prism.
• • • • •
Stakeholder satisfaction Strategies Process Capabilities Stakeholder contribution
Gambar 3.4. Kerangka Performance Prism Dengan lima aspek tersebut, Performance Prism tidak hanya mengukur hasil akhir, namun juga aktivitas‐aktivitas penentu hasil akhir. Sehingga diharapkan pengukuran kinerja dapat memberikan gambaran jelas dan nyata tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Pengukuran kinerja untuk unit bisnis pun sebenarnya telah dijalankan oleh PT Indonesia Power melalui apa yang dinamakan Kontrak Kinerja Unit (KKU) dan ditetapkan dengan Keputusan Direksi nomor 30.K/010/IP/2005 Tentang Tata Cara Penilaian Kinerja Unit Bisnis Pada PT. Indonesia Power. Dalam tata cara tersebut PT. Indonesia Power melakukan pengukuran kinerja pada empat aspek yaitu Aspek Kinerja Operasional; Aspek Kinerja Keuangan, Aspek Kinerja Tata Kelola, dan Aspek Stakeholder Benefit. Dibandingkan dengan model Performance Prism, model yang digunakan oleh PT Indonesia Power sekilas telah membaca kebutuhan stakeholder dengan telah 30
ditetapkannya target pencapaian stakeholder benefit di samping aspek aspek pengukuran lainnya. Namun untuk lebih memperdalam hal tersebut termasuk ketepatan penentuan Key Performance Indicator (KPI) yang dipergunakan oleh PT. Indonesia Power, Penulis akan melakukan telaah serta perancangan ulang terhadap sistem pengukuran kinerja unit bisnis pada PT. Indonesia Power dengan memakai kerangka analisis Performance Prism. 3.2. Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas, penulis melakukan identifikasi masalah yang akan dianalisa, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perencanaan dan desain sistem pengukuran kinerja pada unit unit bisnis berdasar Performance Prism ? 2. Key Performance Indicator (KPI) manakah yang akan digunakan dalam sistem pengukuran kinerja unit bisnis? 3.3. Alasan Pemilihan Masalah Seperti telah disinggung sebelumnya, permasalahan yang dipilih meliputi desain ulang sistem pengukuran kinerja unit bisnis berdasar Performance Prism. Alasan pemilihan masalah tersebut adalah adanya tuntutan terhadap perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya untuk dapat mempertahankan posisi pasarnya serta sebagai persiapan menuju Initiate Public Offering (IPO). Sistem yang ada saat ini dirasa belum cukup tepat sehingga terdapat ancaman berupa penurunan pangsa pasar yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power. 3.4. Pembatasan Masalah Permasalahan yang akan dibahas akan dibatasi pada Unit Bisnis Kamojang yang bergerak dalam pembangkitan tenaga Panas Bumi. Dan dikarenakan waktu dan jarak, penelitian akan dilakukan di PLTP Kamojang sebagai pusat dari Unit Bisnis Kamojang, dengan tidak mengabaikan data data pokok dari dua lokasi pembangkit lainnya yaitu PLTP Gunung Salak dan PLTP Darajat. 31
3.5. Posisi Permasalahan yang Dipecahkan Sebelumnya telah dijelaskan, secara garis besar tahapan proses bisnis pada UBP Kamojang terbagi menjadi empat bagian yaitu Proses Pengendalian Sistem, Proses Manajemen, Proses Realisasi, dan Proses Pendukung. Posisi permasalahan yang akan dibahas terletak pada sub proses realisasi yaitu proses kontrak kinerja. Adapapun jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut :
Posisi Permasalahan
Gambar 3.5. Posisi Permasalahan pada PT. Indonesia Power UBP Kamojang
32