40
BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN PERUSAHAAN JOINT VENTURE
A. Pengertian Joint Venture Pelaksanaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam ketentuan dalam Pasal 1 angka (3) UUPM, khususnya yang berkenaan dengan penanaman modal asing yakni tidak hanya dilakukan dalam bentuk direct invesment akan tetapi pula dalam bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture). Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal, di mana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam UUPM tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture.35 Secara sederhana joint venture perusahaan modal asing diartikan dengan usaha patungan antara perusahaan domestik (Indonesia) dengan perusahaan asing yang menggunakan modal asing. Perusahaan asing adalah perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 menentukan sebagai berikut: Perusahaan nasional adalah perusahaan yang
35
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara
41
sekurang-kurangnya 51 % (lima puluh satu persen) daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional, persentase itu senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974 menjadi tidak kurang dari 75 % (tujuh puluh lima persen). Selanjutnya Munir Fuady menjelaskan, bahwa: “Penanaman Modal Asing (foreign investment) merupakan suatu tindakan dari orang asing atau badan hukum asing untuk melakukan investasi modal dengan motif untuk berbisnis dalam bentuk apa pun ke wilayah suatu negara lain”. Pelaksanaan Penanaman Modal Asing di Indonesia seperti yang ditetapkan dalam ketentuan penanaman modal asing sesuai dengan Pasal 1 UUPMA mengenai pengertian penanaman modal asing yaitu dilakukan dalam bentuk direct investment, akan tetapi di lain pihak diperkenankan pula usahanya dilakukan dalam bentuk usaha kerja sama (joint venture) dengan pihak swasta nasional Indonesia seperti yang teretera dalam Pasal 23 UUPMA yang pada prinsipnya menetapkan bahwa: 1.
Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan Pasal 3 UUPMA.
2.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dengan modal nasional. Dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang dan jasa.
Universitas Sumatera Utara
42
Berdasarkan pengaturan tersebut di atas seperti yang termuat dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) UUPM, maka penanaman modal asing di Indonesia diperkenankan melaksanakan usahanya dalam bentuk kerja sama (joint venture) dengan pihak swasta nasional dalam bentuk dan cara kerja sama yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah khususnya dalam hal komposisi kepemilikan saham perusahaan36 Joint Venture sebagai suatu bentuk kerjasama penanaman modal yang di dalamnya melibatkan pihak asing, di Indonesia mulai popular di penghujung tahun 60-an ketika bangsa Indonesia baru menyadari bahwa bagi kepentingan pembangunan nasional diperlukan modal yang sangat besar. Cadangan devisa negara yang terbatas untuk tujuan pembangunan itu, menyebabkan Indonesia memerlukan arus modal dari luar negeri, yang pada saat pemerintahan orde lama masuknya modal asing ke Indonesia masih dianggap sebagai bentuk lain dari penjajahan. Kerja sama antar modal asing dan nasional dapat diadakan dalam bidang usaha yang terbuka bagi modal asing. Kerja sama ini cenderung menggunakan bentuk perusahaan joint venture. Kesepakatan antara investor asing dan nasional dituangkan dalam perjanjian joint venture, yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam membuat Anggaran Dasar Joint Venture.37 Pasal 5 ayat (2) UUPM menyatakan:
36
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004) hlm.
47. 37
Budiman Ginting, Hukum Investasi: Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2007) hlm.1
Universitas Sumatera Utara
43
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”. Istilah Joint Venture dalam kehidupan masyarakat selalu dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kerjasama dalam bidang-bidang tertentu yang melibatkan pihak asing di dalamnya. Joint Venture sering diistilahkan dengan sebutan patungan. Sedangkan dikalangan Pemerintah istilah Joint Venture adalah suatu istilah yang diberikan secara khusus untuk suatu bentuk kerjasama tertentu antara pemilik modal nasional (Swasta dengan Perusahaan Negara) dan pemilik modal asing. Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing menjadi kecenderungan umum baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju. Hal tersebut merupakan pencerminan nasionalisme di bidang ekonomi dan merupakan keinginan untuk menghindari ketergantungan pada kontrol asing terhadap perekonomian mereka. Strategi termudah untuk dapat melakukan hak tersebut adalah pemberlakuan ketentuan keharusan adanya joint venture. Bagi pelaku usaha sendiri, joint venture merupakan salah satu cara efektif untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan
usaha.
Sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Ian Hewitt dalam bukunya Joint Venture: “Joint venture are vital to business. They have become an important strategic option for many companies, particularly those operating internationally. Even the large compamies do not have capital, skill or market access necessary to achieve their commercial objectives entirely
Universitas Sumatera Utara
44
through their own recourse. Rarely day passes without an announcement of significant new joint venture or alliance38. Istilah Joint Venture menurut Peter Muchlinski dalam bukunya yang berjudul Multinational Enterprise and Law adalah sebagai berikut: “The term ‘joint venture’ has no precise legal meaning, it can refer to any agreement or undertaking between two independent firms. However, certain features are commonly associated with the concept. In particular, the joint venture involves the cooperation of two or more otherwise independent parent undertakings which are linked, through the venture, in the pursuit of a common commercial, financial or technical activity”39
Pada dasarnya partisipasi asing dalam investasi langsung dapat melalui dua cara berikut ini: 1.
Staight investment: pihak asing mengadakan dan memiliki investasi secara penuh (100%). Biasanya investasi terselenggara melalui: a. Anak perusahaan milik asing penuh atau perusahaan cabang, b. Perusahaan milik asing subsider.
2.
Melalui kerjasama investasi: investasi terselenggara atas adanya kerjasama pihak asing dengan pihak nasional, baik pemerintah maupun swasta. Dengan demikian terdapat dua pola kerjasama investasi, yaitu: a. Kerjasama melalui pembentukan sebuah badan hukum atau perusahaan ; b. Kerjasama-kerjasama bisnis melalui hubungan-hubungan kontraktual khusus yang dapat diklasifikasi dalam perjanjian-perjanjian teknologi dan keahlian, serta perjanjian kerjasama produksi dan subkontrak.40
38
Ian Hewitt, Joint ventures, Second edition, Sweet and Maxwell A Thomson Company, 2001, hlm.1 39 Ibid, hlm.1 40 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global, (Malang : Bayu Media Publishing, 2003), hlm. 72
Universitas Sumatera Utara
45
Mengenai perusahaan patungan, Henry Campbell mengartikannya sebagai berikut: “a corporation which has joined with other individuals or corporation whittin the corporate framework in some specific undertaking”. 41 Sedangkan Tomlisoon melengkapi definisi perusahaan patungan tersebut sebagai: ”a comitment for more than a very short duration, of fund, facilities and services, by two or more legally separate interest to an enterprise for their mutual benefit”.42 Menurut Erman Rajagukguk, joint venture terbentuk ketika dua pihak atau lebih baik secara pribadi maupun perusahaan bermaksud menjadi partner satu sama lain untuk suatu kegiatan dan mengatur secara bersama suatu perusahaan baru yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama pula.43 Sunarjati Hartono, menegaskan bahwa istilah yang diberikan oleh pemerintah ini tidak cukup memadai, hal ini dikarenakan bahwa di Indonesia tidak dapat ditunjukkan suatu perbedaan yang prinsipal antara direct investment dan portfolio investment, demikian pula tidak ada perbedaan yang tajam antara direct investment kredit, atau antara kontrak karya dengan joint venture, sekalipun rumusan yuridisnya memberi kesan seakan-akan terdapat perbedaan yang besar dan prinsipal baik dalam UUPMA, maupun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan tambahan UUPMA, tidak dijumpai adanya
41
Ibid Tomlisoon.wordpress.com/2009/11/22/join-venture-di-indonesia/diakses tanggal Februari 2016 43 Erman Rajagukguk, Indonesianisasi Saham, (Jakarta : Bina Aksara. 2010), hlm.21 42
1
Universitas Sumatera Utara
46
batasan secara hukum apa yang dimaksud dengan joint venture tersebut. Karena itu para pakar tidak mempunyai kesamaan pandangan tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan joint venture ini. 44 Partisipasi asing dalam kerjasama investasi melalui sebuah perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama (joint venture company), relatif lebih kompleks dan diadakan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Kerjasama terselenggara atas dasar pengadaan basic agreement antar mitra untuk membentuk suatu usaha patungan serta atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pemerintah negara penerima modal.45 Kerjasama patungan dapat diselenggarakan antara peserta swasta dengan swasta, pihak swasta dengan pemerintah, dan antar pemerintah, berupa perusahaan milik pemerintah. Pelaksanaan dari kerjasama patungan dapat berbentuk joint venture, joint enetrprise, kontrak karya dan sebagainya. Bagi investor asing motif diadakannya kerjasama patungan antara investor asing dan nasional dalam perusahaan joint venture selain karena peraturan, juga biasanya didukung oleh beberapa faktor yang memberi manfaat bagi investor, yaitu: Pertama, investor asing mendapatkan partner yang sudah mengenal situasi pasar lokal. Adakalanya ia tidak perlu membuat jaringan pemasaran yang baru, yang memakan waktu, biaya dan tenaga.
44
Sunaryati Hartono, Masalah-masalah Dalam Joint Venture Antara Modal Asing dan Modal Indonesia (Bandung; Alumni, 1974), hlm. 5. 45 Ibid., hlm 72
Universitas Sumatera Utara
47
Kedua, investor asing ingin menjaga hubungan baik dengan pemerintah lokal yang dapat menyediakan bahan mentah atau bahan baku. Misalnya partner lokal yang sudah memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Ketiga, investor asing akan menjaga hubungan baik dengan pemerintah lokal, sehingga partnernya yang merupakan perusahaan lokal, yang akan dikedepankannya, manakala berurusan dengan instansi-instansi pemerintah setempat. Keempat, untuk menekankan perasaan nasionalisme yang berlebihlebihan dari masyarakat lokal. Masyarakat lokal akan merasa ekonominya tidak dijajah oleh investor asing, bila terdapat orang lokal didalam perusahaan perusahaan asing46. Struktur dari joint venture Perusahaan Modal Asing tidak jauh berbeda dengan struktur dari perusahaan biasa. Perbedaannya yang mencolok terletak pada permodalannya serta kepengurusan dan ketenagakerjaan. Perbedaan yang mencolok di dalam permodalan adalah terdapatnya unsur modal asing dalam suatu perusahaan modal asing. Meskipun begitu, perkembangan arah policy tentang Penanaman Modal Asing yang semakin relaks menyebabkan pihak asing dapat memegang saham 100 % (seratus persen) dalam perusahaan yang bergerak hampir di semua bidang bisnis yang boleh dimasuki oleh Perusahaan Modal Asing tersebut. Komposisi pemegang saham dari suatu Perusahaan Modal Asing adalah salah satu dari kemungkinan berikut ini: (1) 100 % (seratus persen) saham asing; (2) mayoritas asing; (3) minoritas asing; (4) pemegang saham asing dan domestik
46
Budiman Ginting, Op.Cit.,hlm.1
Universitas Sumatera Utara
48
berbanding 50: 50 (lima puluh banding lima puluh); dan (5) pemilik saham 49 : 49 (empat puluh sembilan banding empat puluh sembilan) dengan saham pengawas di pegang oleh pihak ketiga.47 Mengenai kepengurusan, dalam suatu perusahaan modal asing diperkenankan untuk menduduki posisi komisaris atau pengurus. Sedangkan untuk posisi selain komisaris atau pengurus baru dibenarkan jika ada izin untuk itu dari yang berwenang. Pemberian izin tersebut diberikan dengan memperhatikan tenaga lokal yang memadai. UUPM di satu pihak menetapkan asas perlakuan yang sama (non diskriminatif) dalam penanaman modal di Indonesia, namun, di pihak lain bidangbidang usaha tertentu dinyatakan tidak terbuka untuk semua penanaman modal karena diperuntukan khusus bagi pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKMK), sehingga asas perlakuan yang sama kelihatannya tidak diterapkan secara utuh. Asas perlakuan yang sama yang tercantum pada UndangUUPM tersebut hanyalah sebatas asas perlakuan yang sama untuk hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan.perizinan penanaman modal, dan belum mencakup perlakuan yang sama terhadap bidang-bidang usaha yang terhadap bidang-bidang usaha yang dapat dimasuki untuk kegiatan penanaman modal. Pengertian ini harus dipegang secara teguh karena implikasinya akan berbeda terhadap keberhasilan dan kesinambungan pembangunan nasional menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan. Sampai saat ini pemerintah masih memandang perlu untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena bagaimanapun juga dalam semangat liberalisasi perdagangan yang begitu
47
Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 67
Universitas Sumatera Utara
49
mewabah dewasa ini tentunya tidak semua bidang usaha dapat dibuka dan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar bebas. Adanya persaingan bebas pada akhirnya akan dapat mematikan pengusaha nasional yang sampai saat ini masih perlu diberikan perlindungan.48 Pasal 12 ayat (1) UUPM menyatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Pasal 12 ayat 2 menetapkan bahwa bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang; dan b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
B. Pelaksanaan Perusahaan Joint Venture Pelaksanaan atau aplikasi penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia yang tidak melalui suatu usaha kerjasama dengan modal nasional baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum secara yuridis telah jelas diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, bahwa baik terhadap modal, kekuasaan maupun pengambilan keputusan seluruhnya dilakukan sepenuhnya oleh pihak asing bilamana suatu perusahaan 100% modal sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Lain halnya bilamana dilakukan atau dilaksanakan dalam suatu usaha kerjasama dengan pihak nasional, maka terdapat berbagai bentuk atau corak maupun variasi kerjasama antara modal asing 48
Mahmul Siregar, Perdagangan Dan Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Kesiapan Hukum Di Indonesia dalam Menghadapi Persetujuan Perdagangan Multilateral Yang Terkait Dengan Peraturan Penanaman Modal, Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hlm 74.
Universitas Sumatera Utara
50
dengan modal nasional baik dalam wujud perimbangan modal, kekuasaan dan pengambilan keputusan.49 Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakakn sebagai berikut:50 1.
Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang bersangkutan paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan skala produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja baru. Dalam hal
demikian, maka dibutuhkan (diperlukan)
technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran dalam bentuk royalties, yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambil dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan. 2.
Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti Coca-Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, dan Kentucky Fried Chicken.
3.
Managemet Contract: suatu bentuk usaha kerja sma antara pihak modal asing dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya dalam hal
49
Amirudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004 hlm. 57 50 Aminuddin Ilmar, Loc.Cit.,
Universitas Sumatera Utara
51
pengelolaan manajemen pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf Internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri sepert Hilton Internasional Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan Hyatt. 4.
Build, Operation, and Transfer (B.O.T): suatu bentuk kerja sama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupaka suatu kerja sama antara para pihak, di mana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli.51 Berbicara mengenai penanaman modal asing berarti terkait dengan dua
atau lebih sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh investor dan hukum Indonesia yang dianut oleh pemodal nasional. Untuk itu, perlu dipahami mengenai aspek-aspek hukum dalam kerjasama usaha yang dilakukan dalam penanaman modal asing. Ketentuan mengenai kerja sama patungan ini tidak dicantumkan dalam UUPM, namun didalam Pasal 1 angka 3 UUPM dinyatakan bahwa: “Penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk melaksanakan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri”.
51
Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 101..
Universitas Sumatera Utara
52
Pasal 5 ayat (2) dan (3) UUPM secara langsung mengatur mengenai kerja sama antara modal asing dengan modal nasional yaitu: 1.
Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
2.
Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan: a.
Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas
b.
Membeli saham
c.
Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Kerja sama patungan yang diatur dalam UUPM
adalah Equity Joint
Venture.52 Hal ini pada dasarnya bahwa ketika investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia wajib berbentuk perseroan terbatas badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pada prakteknya pelaksanaan penanaman modal asing melalui usaha patungan yang diatur berdasarkan UUPM tersebut masih kurang batasannya, sehingga memberikan celah bagi penguasaan dan pengusahaan penuh oleh pihak asing melalui jalan kerjasama patungan. Pengaturan pemerintah dalam hal penetapan bentuk kerja sama patungan (joint venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui Instruksi Presidium Kabinet 36/U/IN/1967 yang di tetapkan dalam bentuk usaha kerja sama usaha campuran 52
Ridwan Khairandy, Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa di Perusahaan Joint Venture, Hukum Bisnis, Volume 26, No. 4, 2007, hlm. 43.
Universitas Sumatera Utara
53
(joint enterprise)53 yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture).
C. Aspek Hukum Pelaksanaan Perusahaan Joint Venture Perusahaan patungan yang dibentuk harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia. Para pihak yang ada dalam joint venture, menetapkan klausa untuk membuat joint venture company dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi permodalan (sero), peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya perusahaan, serta klausa-klausa lain sehingga perusahaan yang diharapkan dapat terbentuk. Pembentukan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum tunduk pada hukum perusahaan (company law), yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Penanaman modal asing yang sifatnya teknik operasional seperti ahli teknologi tidak jalan alias mandeg, peningkatan skill tenaga lokal tidak jalan, manajemen yang diterapkan terlalu individualistis dapat mengakibatkan akibat hukum. Akibat hukum bagi penanam modal asing yang lalai atau melakukan pelanggaran kontrak, dapat menimbulkan akibat hukum yang menurut Handri Raharjo, yaitu: 1.
Menuntut pemenuhan perikatan;
2.
Menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan tersebut bersifat timbalbalik, menurut pembatalan perikatan;
3.
Menuntut ganti rugi;
Universitas Sumatera Utara
54
4.
Menuntut pemenuhan perikatan dengan disertai ganti rugi;
5.
Menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.54 Pasal 15 UUPM menerangkan bahwa penanam modal asing mempunyai
kewajiban yang terdiri dari: 1.
Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
2.
Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
3.
Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada badan koordinasi penanaman modal;
4.
Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
5.
Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture
contract atau joint venture agreement. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Menengah, menyebutnya dengan istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kerja sama ini menyangkut tentang pemodalan maupun skill. Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang pengertian dan hakikat dari joint venture agreement.55 Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture agreement adalah:56
54
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2009) Hlm. 81. 55 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 206 56 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
55
”Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).” Pengertian-pengertian dari joint venture agreement telah memberikan beberapa ciri/ karakteristik bagi joint venture agreement itu sendiri, yakni sebagai berikut:57 a.
Perusahaan baru yang sama-sama didirikan oleh beberapa perusahaan lain,
b.
Modal perusahaan joint venture agreement terdiri dari modal saham yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan, pendiri, kekuasaan joint venture sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam oleh masing-masing perusahaan sendiri,
c.
Perusahaan joint venture tetap memiliki eksistensi dan kemerdekaan masingmasing,
d.
Kerjasama antara perusahaan domestik dan perusahaan asing tidak menjadi persoalan apakah modal yang ada merupakan modal pemerintah ataupun modal swasta. Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas
adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum domestik. Kerja sama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik dituangkan dalam joint venture agreement. Joint venture agreement adalah suatu kontrak antara beberapa atau semua pemegang saham dalam suatu perseroan. Tujuan dasarnya adalah untuk menetapkan bagaimana perusahaan dikelola dan jika dimungkinkan, mengatur
57
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan (diakses tanggal 19 Mei 2015)
Universitas Sumatera Utara
56
hal-hal yang mungkin menjadi masalah di kemudian hari jika tidak disepakati sebelumnya.58 Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama perusahaannya sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama perusahaanya sendiri-sendiri, namun dengan adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan baru.59 Joint venture agreement memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan pengoperasian perusahaan patungan. Perjanjian seperti ini dinegosiasikan dan dibuat sebelum pembentukan perusahaan
yang
bersangkutan.
pada
Pentingnya
dibuat
sebuah
kontrak
atau
perjanjian
pembentukan joint venture adalah sebagaimana fungsi adanya perjanjian tersebut, yaitu :60 1. Sebagai peraturan mengenai hubungan hukum antara sesama pihak. 2. Menjadi dasar untuk melaksanakan pimpinan yang dibutuhkan untuk kepentingan bekerjasama, semuanya harus mengacu pada perjanjian yang telah disepakati bersama. 3. Sebagai dasar peraturan yang memungkinkan para pihak secara individual mempunyai hak melakuakan perbuatan tertentu, tidak tergantung atau terpisah dari joint venture.
58
Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”, http://www.dunde.ac.ukl/cepmlp/journal/htm/vol.1 /artickle-5.html (diakses tanggal 20 Mei 2015) 59 Ibid. 60 Nihayatulifadhloh.Blogspot.Com/2014/12/Perjanjian-Joint-Venture.Html (diakses tanggal 20 Mei 2015)
Universitas Sumatera Utara
57
Kontrak joint venture yang telah dibuat, biasanya bahasa yang digunakan adalah dengan menggunakan bahasa Inggris, karena hal ini akan memudahkan para pihak, mengingat kontrak joint venture pada umumnya adalah bentuk kerja sama dengan perusahaan asing. Isi kontrak tersebut dibuat oleh para pihak yang ikut terlibat. Joint venture agreement merupakan bentuk perjanjian patungan yang tidak terlepas dari Buku III Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.” Membuat suatu joint venture perlu juga diperhatikan beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan untung ruginya suatu kerjasama. Segi-segi kepentingan dari masing-masing pihak, menjadi pertimbangan suatu joint venture akan memberikan manfaat walaupun disamping itu juga kerugiannya. Dilihat dari kepentingan modal domestik, joint venture akan memberikan keuntungan, karena:61 1.
Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing.
2.
Mitra lokal dapat memanfaatkan manajeman orang asing yang kaya pengalaman.
3.
Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing.
4.
Mitra lokal dapat memanfaatkan dan memenembus pasar di luar negeri yang di kuasai partner asing.
61
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
58
5.
Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan training (keterampilan) yang diberikan pihak asing. Sementara itu kerugian yang dapat timbul dari suatu jenis joint venture
bagi pihak dalam negeri adalah sebagai berikut: 1.
Manajeman tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan harus dibagi dengan pihak yang lebih mempunyai kemampuan.
2.
Training dan management belum tentu diberikan dalam batas-batas kemampuan yang memadai untuk standar asing.
3.
Transfer teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang yang kurang optimal, selain itu hasil dari penelitian dan pengembangan tidak akan seluruhnya diberikan kepada joint venture.
4.
Kemungkinan transfer nilai harga dengan perusahan induk dalam dimensi yang besar dapat dilaksankan dan hal itu dapat menimbukan kerugian bagi mitra lokal. Bagi investor asing, kerugian itu dapat terjadi dalam wujud dan keadaan
berikut: 1.
Management tidak seluruhnya berada di tangannya, melainkan harus dibagi kewenangannya dengan pihak domestik, walaupun melalui suatu perjanjian tersendiri.
2.
Teknologi harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat disembunyikan dan yang tertutup.
3.
Strategi pemasaan dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya dapat dikuasai.
Universitas Sumatera Utara
59
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, di mana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya.62 Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan dalam UUPM. Investor asing dan pihak lokal menjadi pemegang saham dalam perusahaan patungan yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. UUPM juga telah memberikan wewenang kepada BKPM untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUPM. Kegiatan penanaman modal asing langsung di Indonesia harus dijalankan melalui perusahaan berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM, yakni dalam bentuk perseroan terbatas. Berkaitan dengan hal ini, badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang akan menanamkan modalnya di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UUPT dengan dinyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Terdapat dua perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company), yakni joint venture agreement dan anggaran dasar (article of association).
62
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Bandung: P.T. Alumni, 2009), hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara
60
Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor nasional akhirnya bermuara pada pendirian joint venture company, sehingga joint venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas kebebasan
berkontrak
(freedom
of
contract)
dalam
hukum perjanjian,
memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum, kepatutan dan kesusilaan yang baik. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya. Tidak hanya itu, berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sebuah perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undangundang bagi pihak yang membuatnya serta memiliki kekuatan mengikat (pacta sun servanda). Joint venture agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM digunakan sebagai dasar dibentuknya joint venture company. Artinya joint venture company tunduk kepada hukum perjanjian. Namun dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM, joint venture company harus berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa joint venture company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini UUPT. Perseroan terbatas (limited liability company, naamloze vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis. Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
61
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan nya.63 Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada UUPM. Modal, juga harus tunduk kepada UUPT beserta seluruh peraturan pelaksananya. Aspek-aspek hukum di dalam pelaksanaan perusahaan joint venture terdiri dari: 1.
Bidang usaha Setiap pengaturan kerja sama patungan adalah berkaitan dengan sesuatu
bidang usaha tertentu. Mengenai bidang-bidang usaha ini dalam UUPM ditentukan bahwa pemerintah berwenang untuk: a. Menentukan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas yang ditetapkan tiap kali pada waktu pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi. b. Pemerintah berwenang pula untuk menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing untuk melakukan sesuatu bidang, termasuk menetapkan sesuatu bidang tertutup untuk penanam modal asing, terbuka secara terbatas, dan sebagainya. Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.
63
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 1.
Universitas Sumatera Utara
62
Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.64 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.65 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Untuk bidang usaha yang tertutup dalam penanaman modal asing yang diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UUPM baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:66 a. Produksi senjata. b. Mesin. c. Alat peledak. d. Peralatan perang. e. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. 64
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 54. Ibid., hlm. 56. 66 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Loc.Cit., 65
Universitas Sumatera Utara
63
Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UUPM telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah mengatur secara rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut. 2.
Persyaratan kepemilikan saham asing UUPMA sebenarnya tidak mengatur suatu ketentuan yang mewajibkan
suatu perusahaan penanaman modal asing mempunyai mitra lokal, dan tidak ada larangan atas keberadaan suatu perusahaan yang 100% (seratus persen) terdiri dari modal asing. Baru pada tahun 1974 setelah meluas Peristiwa MALARI (malapetaka 15 Januari) telah dilakukan pembatasan terhadap penanaman modal asing. Ketika itu pemerintah menetapkan bahwa investor asing yang akan menanam modal di Indonesia harus berpatungan dengan perusahaan lokal atau perusahaan domestik.67 PP Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing yang merupakan salah satu bagian dari kelengkapan UUPM, kegiatan penanaman modal di Indonesia, khususnya penanaman modal asing, telah cukup berkembang dengan baik dan mampu 67
Amrial, Hukum Bisnis (Deregulasi Dan Joint venture di Indonesia teori dan Praktek) (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
64
memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Sejak pertengahan tahun 1997 di berbagai negara telah terjadi perubahan keadaan ke arah kemunduran perekonomian yang disebut sebagai krisis ekonomi, yang terjadi pula di Negara Indonesia. Berkaitan dengan usaha mempercepat pemulihan perekonomian nasional Indonesia akibat krisis tersebut, pada tahun 2001 pemerintah pun kembali menyesuaikan ketentuan penanaman modal asing, yakni dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 menyebutkan bahwa perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut Perusahaan PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Perusahaan PMA dapat didirikan dengan jumlah modal yang ditanamkan sekurang-kurangnya US $ 250,000.00 (dua ratus lima puluh ribu dollar Amerika Serikat) apabila memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut: c. Padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang, dan sekurang-kurangnya 65% (enam puluh lima per
Universitas Sumatera Utara
65
seratus) hasil produksi untuk diekspor; atau menghasilkan bahan baku atau bahan penolong atau barang setengah jadi atau komponen untuk memenuhi kebutuhan industri lain, d. Melakukan kegiatan di bidang usaha jasa tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan PMA yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a UUPM dapat didirikan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia pada saat perusahaan didirikan sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada saat didirikan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Modal saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditingkatkan lagi menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial. Investasi asing dapat berupa 100% kepemilikan saham pada perusahaan penanaman modal asing. Namun, bila tidak beroperasi selama 15 tahun, kepemilikan sahamnya harus dijual kepada perusahaan Indonesia atau dengan merger bisnis dengan pertukaran saham domestik secara langsung atau tidak langsung. Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing yang telah berproduksi komersial dapat pula mendirikan perusahaan baru dan/atau
Universitas Sumatera Utara
66
memberli saham modal dalam negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri yang telah beridiri, baik yang telah atau belum berproduksi komersial melalui pasar modal dalam negeri. Saham yang sebagaimana dimaksud dapat juga dibeli oleh perusahaan yang didirikan melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak. Pembelian saham perusahaan dapat dilakukan sepanjang bidang usaha perusahaan tersebut tetap terbuka bagi penanaman modal asing dan tidak mengubah status perusahaan. Terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang kedudukannya lebih tinggi serta pemilikan saham yang dirasa sangat merugikan negara dan juga diperbolehkan permodalan asing ikut serta menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara yaitu dalam PP Nomor 83 Tahun 2001, penanaman modal asing dapat menjangkau kegiatan-kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Walaupun tidak dapat dikuasai oleh modal asing secara langsung (100% dikuasai) akan tetapi modal asing dapat menguasai maksimal 95% sedangkan 5% dikuasai oleh negara atau swasta nasional. Sedangkan dalam peraturan sebelumnya, persentase modal milik negara atau swasta nasional sebesar 60% saham dan modal asing hanya dapat menguasai modalnya sebesar 40% sehingga sebagian besar keuntungan perusahaan masih tetap masuk ke kas negara. Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di
Universitas Sumatera Utara
67
Bidang Penanaman Modal menyebutkan dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. 3.
Persyaratan direktur dan komisaris dan penggunaan tenaga kerja asing a. Direktur Keberadaan dewan direktur atau direksi sebagai pengurus perseroan dan
dewan komisaris sebagai pengawas suatu perusahaan joint venture yang berbentuk Perseroan menentukan akselerasi pencapaian tujuan Perseroan sebagai badan hukum bisnis. Perusahaan joint venture sangat memerlukan direksi yang profesional. Profesionalitas suatu dewan direksi amat menentukan keberhasilan suatu usaha. Pengurus atau direksi mempunyai suatu tanggung jawab yang lebih luas, yakni dapat melindungi kepentingan setiap pemegang saham, kreditur dan pihak lain (stake holder) yang terkait dengan perseroan terbatas. Komisaris
Universitas Sumatera Utara
68
perseroan dalam pelaksanaan tugasnya dapat mengawasi kebijaksanaan direksi, dan bila dianggap perlu komisaris perseroan dapat melakukan tindakan kepengurusan perseroan, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 100 ayat (2) UUPT. Jumlah direksi dalam perseroan terdiri dari 1 orang anggota direksi atau lebih yang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dan direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 93 ayat (1) UUPT sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undangundang ini dan/ atau anggaran dasar. Namun menurut Pasal 93 ayat (2) UUPT, perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 orang anggota direksi. Berdasarkan Pasal 93 ayat (1) UUPT, di jelaskan yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:68 1) Dinyatakan pailit; 2) Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau
68
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 93 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
69
3) Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Pasal 93 ayat (1) UUPT menetapkan bahwa UUPT tidak mengatur adanya kewajiban/keharusan bagi perusahaan yang merupakan penanaman modal asing untuk mengangkat seorang direksi yang berkewarganegaraan Indonesia. Sementara Pasal 46 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang secara tegas melarang tenaga kerja asing menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu. Artinya, jika suatu perusahaan penanaman modal asing hendak mengangkat seorang direktur personalia,
maka
direktur
personalia
tersebut
haruslah
orang
yang
berkewarganegaraan Indonesia. Anggota direksi dan komisaris diangkat oleh RUPS dan untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b UUPT. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi juga menetapkan
saat
mulai
berlakunya
pengangkatan,
penggantian,
dan
pemberhentian tersebut. Kemudian anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Jika RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi,
Universitas Sumatera Utara
70
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.69 Pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 UUPT batal karena hukum sejak saat anggota direksi lainnya atau dewan komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Jika jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.70 b. Komisaris UUPT dengan tegas menyebutkan komisaris sebagai salah satu organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Jumlah komisaris dalam perseroan terbatas minimal satu orang. Apabila terdapat lebih dari satu orang komisaris, menurut pasal 94 ayat (3) UUPT mereka merupakan sebuah majelis. Berbeda dengan direksi, dalam hal terdapat lebih dari satu orang komisaris, sebagai majelis komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri untuk mewakili perseroan. 69 70
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 94 ayat (7) Ibid., Pasal 95 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
71
Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan tempat tinggal dan kewarganegaraan komisaris dalam anggaran dasar. Selanjutnya, anggota komisaris dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasan-alasan dan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.71 Tidak semua orang dapat diangkat menjadi anggota komisaris, hanya mereka yang memenuhi syarat tertentu yang dapat diangkat menjadi komisaris. Sama halnya dengan direksi, UUPT juga mengatur kriteria orang yang dapat menduduki jabatan komisaris suatu perseroan. Kriteria tersebut diatur dalam Pasal 110 UUPT yang menentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi komisaris adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: 72 1) Dinyatakan pailit; 2) Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau 3) Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. c. Penggunaan tenaga kerja asing Setiap perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia serta wajib meningkatkan 71 72
Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 4.30. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 110 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
72
kompetensi tenaga kerja Warga Negara Indonesia melalui pelatihan kerja. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter cover oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing
(RPTKA)
sebagaimana
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan
waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Persyaratan Tenaga Kerja Asing menurut Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
73
a. Memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping, dan c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. 4.
Fasilitas penanaman modal Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan
penanaman modal. Fasilitas penanaman modal itu berupa:73 a. Melakukan peluasan usaha. b. Melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapat fasilitas tersebut sekurang-kurangnya harus memenuhi salah satu kriteria yang sebagai berikut:74 a. Menyerap banyak tenaga kerja, b. Termasuk skala prioritas tinggi, c. Termasuk pembangunan infrastruktur, d. Melakukan ahli tekonologi, e. Melakukan industri pionir, f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang di anggap perlu, g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi, i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau 73 74
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 18 ayat (2) Ibid., Pasal 18 ayat (3)
Universitas Sumatera Utara
74
j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang di produksi di dalam negeri. Apabila salah satu kriteria telah dipenuhi oleh penanam modal, maka sudah dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas dan kemudahan bagi investor. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana yag dimaksud pada Pasal 18 ayat (4) UUPM adalah sebagai berikut:75 a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilam neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu, b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produki yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu, d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu, e. Penyusunan atau amortisasi yang dipercepat, dan f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
75
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 18 angka ( 4)
Universitas Sumatera Utara
75
Pemberian fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah terhadap penanaman modal asing hanya berlaku bagi penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas.
Universitas Sumatera Utara
76
5.
Penyelesaian sengketa Pasal 32 UUPM mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Pasal tersebut
diuraikan bagaimana cara menguraikan sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Dari ketentuan Pasal 32 UUPM tersebut disebutkan bahwa penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan melalui cara: a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, di mana dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang telah ada ternyata tidak berhasil. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasanya hanya dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dalam kontrak tersebut. Klausula tersebut biasanya menegaskan bahwa jika terjadi sengketa, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketa kapada suatu pengadilan.76 Lembaga pengadilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi dan kewenangan di antaranya:77 1) Sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat (in guardian the freedom of society).
76
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2005),
hlm. 210. 77
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 151-152
Universitas Sumatera Utara
77
2) Sebagai wali masyarakat (are regarding as custodia of society). 3) Sebagai pelaksana penegakan hukum (judiciary as the up holders of the rule of law). Penyelesaian
sengketa
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya
tentu
penyelesaian sengketa melalui sistem litigasi atau pengadilan mempunyai keuntungan dan kerugian dalam menyelesaian sengketa . Keuntungannya yaitu:78 1) Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, pengadilan sekurangkurangnya dalam batasan tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial. 2) Pengadilan sangat baik untuk menentukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi pihak lawan. 3) Pengadilan memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan. 4) Pengadilan membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi. 5) Dalam pengadilan para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaiakan sengketa. Litigasi bukan hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-tidaknya sebagaimana yang terdapat di
78
Salim HS dan Budi Sutrisno Op.cit., hlm. 348.
Universitas Sumatera Utara
78
Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan (drawbacks). Kekurangan litigasi:79 1) Memaksa para pihak pada posisi yang ekstern. 2) Memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat memengaruhi putusan. 3) Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, apakah persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk persamaan kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan sering kali marginal. 4) Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan. 5) Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya. 6) Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang bersengketa, dan 7) Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian. b. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat (binding). Badan arbitrase dalam perkembangannya saat ini semakin popular dan semakin
79
Ibid., hlm. 349.
Universitas Sumatera Utara
79
banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya lahir (claise compromissoire). Orang yang dipilih melaui arbitrase disebut arbitrator atau arbiter yang biasa disebut di Indonesia.80 Arbitase juga memiliki kelebihan atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh peradilan umum, yaitu sebagai berikut:81 1) Kebebasan, kepercayaan dan keamanan, yaitu memberikan kebebasan otonomi yang sangat luas kepada para pelaku bisnis pihak yang bersengketa dan memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu kepastian berkenaan dengan sistem hukum yang berbeda serta terhadap kemungkinan putusan yang berat sebelah, 2) Keahlian arbiter, yaitu para arbiter merupakan orang-orang yang mempunyai
keahlian
besar
mengenai
permasalahan
yang
disengketakan, 3) Cepat dan hemat biaya, yaitu proses pengambilan keputusannya cepat, tidak terlalu formal dan putusannya bersifat final dan binding. Permasalahan baru muncul jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela,
80
Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 37. Ridwan Khairandy , Nandang Sutrisno dan Jawahir Tontowi, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 149-151. 81
Universitas Sumatera Utara
80
4) Bersifat Confidential, yaitu arbitrase bersifat rahasia dan tertutup, oleh karenanya pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup termasuk pengucapan putusannya, 5) Bersifat non preseden, artinya putusan arbitrase tidak mempunyai preseden. Maka mungkin saja dengan masalah yang sama dihasilkan putusan arbitrase yang berbeda di masa datang, 6) Independen, artinya pemeriksaan arbitrase dilakukan oleh para arbiter yang dipilih oleh kedua belah pihak dan dalam memberikan putusannya arbiter tidak dipengaruhi oleh pihak luar termasuk pemerintah. 7) Final dan binding, artinya putusan arbitrase merupakan putusan terakhir yang mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana atas putusan tersebut tidak dapat dibanding. 8) Kepekaan arbiter, artinya arbiter menerapkan hukum yang berlaku dalam menyelesaikan perkara dan akan lebih memberikan perhatian khusus terhadap keinginan, realitas, dan praktik dagang para pihak. Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing. Arbitrase asing yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal antara lain seperti: ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes) dan ICC (International Chamber of Commerce). Berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
81
arbitrase asing tersebut, Indonesia telah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958.82 Indonesia juga memiliki arbitrase nasional, yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional). Selain itu, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lembaga arbitrase yang juga sering digunakan adalah ICC yang kepanjangan dari International Chamber of Commerce atau juga kamar dagang Internasional. Ini adalah badan non pemerintah dan juga salah satu badan arbitrase internasional tertua di dunia. Badan ini didirikan di Paris pada tahun 1923. ICC memiliki spesialisasi dalam perdagangan komersial internasional seperti dalam Incoterms 1990 yang banyak digunakan dalam kontrak-kontrak penjualan barang internasional.
D. Prosedur Pengawasan Pelaksanan Joint Venture Berdasarkan Pasal 27 UUPM, maka Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”). BKPM merupakan lembaga independen non-departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Presiden kemudian menetapkan Peraturan Presiden
82
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia (Bogor: Ghlmia Indonesia, 2006), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
82
No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 3 September 2007. 83 Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 Perpres No. 90/2007, maka BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepadanya, BKPM mengeluarkan Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal pada 23 Desember 2009 (“Perka BKPM No. 13/2009”). Pengendalian Pelaksanaan
Modal
ini
dimaksudkan
untuk
melaksanakan
pemantauan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal. Tujuan dari pengendalian pelaksanaan modal ini adalah agar dapat: 1. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan; 2. Melakukan bimbingan dan fasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan; 3. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan tindak lanjut atas penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut diharapkan tercapainya kelancaran dan ketepatan pelaksanaan penanaman modal serta tersedianya data realisasi penanaman modal. 83
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da7214a4789f/pengaturan-danpengawasanpelaksanaan-joint-venture (diakses tanggal 8 Januari 2016)
Universitas Sumatera Utara
83
Pengawasan Pelaksanaan Joint Venture dan Badan yang Berwenang Melakukan Pengawasan. Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c) Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui: a. Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan; b. Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan c. Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal. Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal tersebut adalah: a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM) terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota; b. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas kabupaten/kota dan berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
menjadi
kewenangan
pemerintahan provinsi; c. BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah; d. Instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha. Berkaitan dengan pelaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas, PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan PDPPM melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di
Universitas Sumatera Utara
84
mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah terkait.
Universitas Sumatera Utara
85
BAB IV WEWENANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERKAIT PENYIMPANGAN YANG TERJADI PADA PELAKSANAAN PERIZINAN PERUSAHAAN JOINT VENTURE
A. Bentuk Penyimpangan pada Pelaksanaan Perizinan Joint Venture Berkembangnya berbagai kawasan dapat peningkatan di bidang investasi, khususnya sarana dan penunjangnya mendorong adanya pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penanaman modal atau investasi oleh asing , meliputi: 1.
Pelanggaran terhadap izin prinsip Izin prinsip adalah izin yang wajib dimiliki dalam memulai kegiatan usaha
baik dalam kegiatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Kegiatan yang mencakup memulai usaha adapun sebagai berikut: a. Pendirian usaha baru baru, baik dalam rangka PMDN maupun PMA; b. Perubahan status menjadi PMA, sebagai akibat dari masuknya modal asing dalam kepemilikan seluruh/sebagian modal perseroan dalam badan hukum, atau c. Perubahan status menjadi PMDN, sebagai akibat dari terjadinya perubahan kepemilikan modal perseroan yang sebelumnya terdapat modal asing, menjadi seluruhnya modal dalam negeri. Terdapat beberapa jenis izin prinsip, sebagaimana yang diuraikan di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
86
a. Izin prinsip baru, yakni izin pertama kali sebelum memulai kegiatan usaha; b. Izin prinsip perluasan, yakni izin sebelum melakukan kegiatan ekspansi perusahaan; c. Izin prinsip perubahan, yakni izin sebelum melakukan perubahan rencana investasi atau realisasinya; d. Izin prinsip penggabungan (merger), yakni izin sebelum melakukan penggabungan dua perusahaan atau lebih84 Masa berlaku izin prinsip sama dengan jangka waktu penyelesaian proyek yang ditetapkan dalam izin prinsip. Jangka waktu tersebut diberikan satu sampai lima tahun tergantung karakteristik bidang usahanya. Apabila jangka waktu tersebut yang ditetapkan dalam izin prinsip telah habis masa berlakunya dan proyek tersebut belum selesai, maka perusahaan tidak dapat mengajukan permohonan perizinan dan non perizinan lainnya. Sehingga apabila perusahaan belum menyelesaikan proyek sesuai dalam izin prinsip, perusahaan wajib mengajukan perpanjangan jangka waktu penyelesaian proyek selambat-lambatnya 30 hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu penyelesaian proyek yang ditetapkan dalam izin prinsip tersebut. Jangka waktu penyelesaian proyek dalam izin prinsip yang telah habis masa berlakunya dan perusahaan tidak memperpanjang atau terlambat dalam mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian proyek tersebut, maka perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan dan ditindaklanjuti oleh BKPM mengenai proyek yang tidak 84
http://hukumpenanamanmodal.com/pengaturan-izin-prinsip-dan-izin-investasi-terbarutahun-2015/ (diakses pada tanggal 7 Maret 2016)
Universitas Sumatera Utara
87
diselesaikan tepat waktu. Lebih lanjut, apabila hasil dari tindak lanjut tersebut perusahaan tidak dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dan terlambat dalam memperpanjang jangka waktu penyelesaian proyek tersebut maka yang dapat dilakukan perusahaan adalah mengajukan permohonan izin prinsip baru, seperti diatur dalam Perka 14/2015, apabila perpanjangan waktu penyelesaian proyek diajukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu penyelesaian proyek maka permohonan perpanjangan tersebut tidak dapat diproses dan wajib mengajukan permohonan izin prinsip baru. Penyebab izin-izin prinsip penanaman modal terancam dibatalkan, sebagian karena masa berlakunya sudah habis, dan sebagian lagi lantaran tidak menyampaikan LKPM. Sehingga sesuai dengan UUPM dan Perka BKPM Nomor 3 Tahun 2012 telah diatur jenis sanksi dan tata cara pemberian sanksi oleh BKPM.85 Apabila telah dibatalkannya izin prinsip penanaman modal, dan perusahaan tersebut masih menjalankan kegiatan usaha maka hal tersebut merupakan tindakan pelanggaran hukum. Setiap penanam modal berkewajiban membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal sesuai UUPM. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) adalah laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal. LKPM ditujukan untuk memantau realisasi investasi dan produksi. LKPM mencakup kegiatan penanaman modal yang dilakukan perusahaan di setiap lokasi dan bidang usaha investasi, kecuali bidang usaha perdagangan. Bagi perusahaan
85
Ibid
Universitas Sumatera Utara
88
yang melakukan kegiatan penanaman modal di bidang usaha perdagangan, LKPM cukup berdasarkan lokasi yang telah dinyatakan pada Izin Prinsip. Perusahaaan yang telah mendapat Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau Izin Prinsip Penanaman Modal dan/atau persetujuan penanaman modal dan/atau Izin Usaha wajib menyampaikan LKPM secara berkala lepada kepala BKPM melalui Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Kepala PDPPM, dan Kepala PDKPM. Kewajiban menyampaikan LKPM menjadi setiap 3 (tiga) bulanan atau triwulan dalam tahap pembangunan, yaitu: 1.
LKPM Triwulan I untuk periode pelaporan Januari-Maret, disampaikan paling lambat 5 April tahun bersangkutan;
2.
LKPM Triwulan II untuk periode pelaporan April-Juni, disampaikan paling lambat 5 Juli tahun bersangkutan;
3.
LKPM Triwulan III untuk periode pelaporan Juli-September, disampaikan paling lambat 5 Oktober tahun bersangkutan;
4.
LKPM
Triwulan
IV
untuk
periode
pelaporan
Oktober-Desember,
disampaikan paling lambat 5 Januari tahun berikutnya. Bagi perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha menjadi enam bulanan atau semester, yaitu: 1.
LKPM Semester I untuk periode pelaporan Januari-Juni, disampaikan akhir bulan Juli tahun bersangkutan;
2.
LKPM Semester II untuk periode pelaporan Juli-Desember, disampaikan pada akhir Januari tahun berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
89
Penyampaian LKPM dapat dilakukan melalui beberapa cara: 1.
Mengisi aplikasi on-line melalui Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE) ;
2.
Menyampaikan hardcopy secara langsung kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal
dan
kepada
PDPPM
provinsi
serta
PDKPM
Kabupaten/Kota dimana proyek penanaman modal berlokasi, atau; 3.
Via email ke alamat
[email protected].
Apabila perusahaan tidak menyampaikan kewajiban menyampaikan LKPM maka sesuai ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif di antaranya pencabutan ijin kegiatan atau fasilitas penanaman modal. Tata cara penyampaian LKPM tersebut diatur dalam Perka BKPM No. 3 Tahun 2012 sebagai perubahan dari Perka BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal86. 2.
Penyelundupan hukum Berkaitan dengan penyelundupan hukum ini dapat dijelaskan bahwa
keberadaan investasi asing di Indonesia merupakan salah satu dampak dari pesatnya pembangunan di berbagai bidang di Indonesia. Pemerintah Indonesia menempatkan penanaman modal asing pada prioritas tertinggi. Salah satu pengaruh langsung di bidang pertanahan, yang berupa kebutuhan tanah untuk pembangunan fisik yang semakin meningkat. Bagi bangsa Indonesia, setiap usaha pembangunan diharapkan dapat memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tujuan ini merupakan dasar
86
http://nswi.bkpm.go.id/wps/portal/LKPM-ID/ (diakses tanggal 7 Maret 2016)
Universitas Sumatera Utara
90
pembangunan ekonomi yang telah dituangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Selanjutnya, tujuan ini ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan UUPA. Salah satu asas dalam UUPA adalah asas kebangsaan. Berdasarkan asas ini, hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang diperkenankan untuk mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah. Hal ini berarti bahwa hubungan WNA dengan tanah dibatasi, yakni hanya diberi kemungkinan untuk mempunyai Hak Pakai (HP) atau Hak Sewa. Pemberian HP kepada WNA seyogyanya dapat memberikan kenyamanan bagi WNA yang menguasai tanah di Indonesia terlebih lagi pada masa yang akan datang, mobilitas WNA yang masuk ke Indonesia semakin bertambah. Mobilitas tersebut dipengaruhi oleh adanya kemajuan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, telekomunikasi, jaringan transportasi, dan lain-lain akan membuat arus informasi semakin mudah dan lancar mengalir antar individu dan/atau kelompok. Batas geografis dan negara tidak lagi signifikan. Kondisi tersebut di atas membutuhkan adanya perangkat peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kepastian hukum bagi WNA yang menguasai
tanah
di
Indonesia
peraturan
dimaksud
seyogyanya
dapat
mengimbangi pesatnya perkembangan kebutuhan hukum dalam praktik. Berkaitan dengan hal kepastian hak atas tanah dimaksud saat ini telah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, di antaranya adalah: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan HP. PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat
Universitas Sumatera Utara
91
Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia Penerbitan kedua PP ini mengandung arti positif karena pengaturan tentang HP merupakan landasan yuridis bagi penguasaan tanah oleh WNA di Indonesia Pada tingkat Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional, telah pula diterbitkan Peraturan
Menteri
Negara
Agraria/Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
(PMNA/KBPN) No. 7 Tahun 1996 Jo. PMNA/KBPN No. 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing. Peraturan di atas pada dasarnya merupakan salah satu kebijakan publik karena merupakan produk dari legislatif dan eksekutif Sebagai suatu kebijakan, selain penetapan kebijakan, maka yang penting juga adalah implementasinya (pelaksanaan kebijakan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan itu sendiri). Oleh karena itu, aparat pelaksana diharapkan dapat menerjemahkan kebijakan itu ke dalam tindakan yang nyata. Praktiknya, kebijakan pemberian HP kepada WNA diindikasikan tidak dapat dilaksanakan secara efektif di Indonesia. WNA justru melakukan praktekpraktek penguasaan tanah melalui cara yang tidak sesuai dengan ketentuan UUPA. WNA memperoleh tanah dengan melakukan praktek penyelundupan hukum, yakni dengan cara pemindahan hak melalui sewa maupun dalam bentuk pemilikan hak atas tanah yang menggunakan “kedok” atas nama WNI. Kedua cara ini telah marak dimanfaatkan oleh WNA dalam memperoleh hak atas tanah di beberapa tempat. Di Indonesia, perolehan tanah dengan cara terselubung tersebut biasanya diikuti dengan peruntukkan tanahnya berupa pembangunan fisik bangunan. Praktek seperti itu dapat disebut sebagai suatu model kerjasama
Universitas Sumatera Utara
92
pemanfaatan tanah antara WNA dengan WNI. Model-model kerjasama yang telah dipraktekkan oleh masyarakat adalah model pinjam nama dan sistem kontrak/sewa tanah. Sedangkan model yang diatur menurut ketentuan UUPA dan peraturan pelaksanaannya adalah pemberian HP kepada WNA baik HP di atas tanah negara maupun HP di atas tanah Hak Milik. Praktek kerjasama pemanfaatan tanah antara WNA dengan penduduk lokal tersebut akan memberikan dampak terhadap keberlanjutan sistem kehidupan masyarakat. Hal ini karena ketika terdapat pihak yang akan masuk untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sesungguhnya masyarakat telah masuk ke dalam perangkap untuk saling bertikai. Masyarakat sangat mudah berseteru dengan sanak saudaranya hanya karena perbedaan pendapat dalam pengalihan tanah warisan. Selain itu, kemudahan masuknya arus modal ke Indonesia sering dilakukan dengan cara mempermainkan hukum, bertabrakan dengan kebijakan pusat, memperkosa hak-hak komunitas, hak adat, tata nilai dan tata kultur yang berlaku di Indonesia.
B. Faktor Pemicu Terjadinya Penyimpangan dalam Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture Berkaitan dengan perizinan, seringkali terjadi kontradiksi antara berbagai peraturan. Kontradiksi ini, misalnya, dapat dilihat dari upaya pemerintah meningkatkan investasi melalui salah satunya upayanya
mempermudah
pengurusan izin penanaman modal dengan UU Migas No 22 tahun 2001 yang menyatakan bahwa investasi di sektor migas harus melalui tiga pintu, yaitu izin dari Dirjen Migas pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepala
Universitas Sumatera Utara
93
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha (BP) Migas dan Dirjen Bea Cukai (Depkeu).87 Seorang pengusaha asing kemungkinan besar akan tetap membatalkan niatnya berinvestasi di Indonesia walaupun proses pengurusan izin investasi menjadi lebih lancar dan lebih murah setelah dilaksanakannya UU PM No.25 2007 tersebut, jika UU mengenai kepabeanan dirasa tidak menguntungkannya karena pengusaha tersebut akan banyak melakukan impor, atau pasar tenaga kerja di Indonesia dirasa tidak fleksibel akibat berlakunya UU No.13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Sebagai contoh dii sektor perhotelan, misalnya, jumlah izin yang diperlukan mencapai 37 buah, karena setiap bagian dari hotel harus memiliki izin khusus dari departemen terkait. Misalnya untuk membangun restoran di dalam hotel perlu izin dari Departemen Kesehatan karena menyangkut makanan yang sehat dan aman bagi konsumen, sedangkan untuk membangun kolam berenang harus dapat izin dari Departemen olah raga, dan untuk pemakaian tenaga kerja harus dapat izin dari Departemen Tenaga Kerja dan jelas harus mengikuti peraturan yang tercantum di UU Ketenagakerjaan yang berlaku, dan seterusnya. Dapat dibayangkan, jika izin penanam modal sudah keluar, tetap seorang investor yang akan membangun sebuah hotel akan tetap skeptis apabila beberapa atau semua dari izin-izin lainnya itu tidak jelas atau prosedurnya sangat bertele-tele. Upaya yang perlu dilakukan yaitu adanya pengawasan pelaksanaan di lapangan. UU PM No.25 2007 harus diakui merupakan suatu kemajuan besar dalam upaya selama ini menyederhanakan proses perizinan penanaman modal
87
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t38750.docx(diakses tanggal 1 Febuari 2016)
Universitas Sumatera Utara
94
untuk meningkatkan investasi di dalam negeri, namun, hasilnya sangat tergantung pada bagaimana implementasinya di lapangan. Oleh karena itu, implementasiya harus dimonitor secara ketat, khususnya di daerah.88 1. Koordinasi Koordinasi yang tidak baik antar lembaga pemerintah yang sudah merupakan salah satu persoalan klasik di negeri ini. Sebagaimana diuraikan dalam kasus perhotelan tersebut di atas, jelas diperlukan suatu kerjasama yang baik antara
BKPM,
Departemen
Ketenaga
kerjaan,
Departemen
Kesehatan,
Departemen Olah Raga, Pemda, dan banyak lagi instansi pemerintah lainnya yang terlibat. Masalah koordinasi ini terasa semakin parah sejak pelaksanaan otonomi daerah. Banyak peraturan pemerintah atau keputusan presiden tidak bisa berjalan efektif karena adanya tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di daerah. Otonomi yang dimiliki daerah, pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi, kabupaten dan kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal. Sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat terpaksa mengeluarkan kepres khusus mengenai penanaman modal karena banyaknya kendala yang dihadapi oleh para investor yang ingin membuka usaha di daerah, khususnya yang berkaitan dengan proses pengurusan izin usaha. Investor seringkali
dibebani
oleh
urusan
birokrasi
yang
berbelit-belit
sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama dan disertai dengan biaya tambahan yang
88
Ibid
Universitas Sumatera Utara
95
cukup besar. Persoalan ini muncul atau tidak adanya koordinasi yang baik antara pusat dan daerah tersebut jelas disebabkan tidak adanya penjelasan lebih lanjut secara teknis, termasuk soal pelaksanaannya penanaman modal daerah yang berakibat tidak efisiennya pengurusan perizinan usaha. Karena tanpa suatu panduan yang jelas, pemerintah daerah menafsirkan berbeda dengan pemerintah pusat mengenai wewenang dalam pengurusan penanaman modal di daerah. Selain harus sejalan dengan atau didukung oleh UU lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran penanaman modal di dalam negeri, UU PM yang baru juga harus memberikan solusi paling efektif terhadap permasalahan-permasalahan lainnya yang juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan investasi, di antaranya adalah persoalan pembebasan tanah. Banyak kasus dalam beberapa tahun belakangan ini menunjukkan kegiatan investasi terhambat atau bahkan dibatalkan karena belum tuntasnya pembebasan tanah. Ini berarti, masalah pembebasan tanah harus masuk di dalam paket perizinan investasi seperti yang dimaksud di atas. Sekali lagi, UU PM No.25 tahun 2007 tersebut tidak akan efektif meningkatkan investasi di Indonesia apabila persoalan pembebasan tanah semakin ruwet, semakin mahal dan semakin besar resiko keselamatan jiwa dan usaha bagi calon investor Keselamatan jiwa dan usaha disini maksudnya adalah karena sering kali terjadi penipuan dalam transakti pembelian tanah, yang beberapa tahun setelah tanah dibeli dan pabrik dibangun di atas tanah tersebut, tiba-tiba muncul sekelompok masyarakat menduduki pabrik tersebut dengan cara paksa dengan alasan mereka sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
96
alih waris dari tanah itu dan tidak mendapatkan sesenpun uang dari pembelian tersebut. Upaya yang perlu dilakukan, dalam hal ini pemerintah harus tegas bahwa koordinasi nasional mengenai penanama modal di Indonesia adalah BKPM, walaupun sekarang ini dalam era otonomi daerah, pemda punya hak mengaturnya di lapangan, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 No. 11, Bab I (Ketentuan Umum) dari UU PM No.25 2007 sbb.: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.89 Hal ini sangat perlu mengingat bahwa buruknya koordinasi antar departemen sudah merupakan salah satu masalah klasik di republik ini, dan jangan dibiarkan koordinasi ini menjadi lebih buruk akibat otonomi daerah. 2. Birokrasi Kendala yang menghambat lainnya adalah birokrasi. Birokrasi yang tercerminkan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi (seperti perizinan, peraturan atau persyaratan, dan lainnya) yang berbelit-belit dan langkah-langkah prosedurnya yang tidak jelas. Ini juga merupakan masalah klasik yang membuat investor enggan melakukan investasi. Birokrasi yang tidak efisien merupakan masalah utama yang dihadapi pengusaha, bukan hanya membuat banyak waktu yang terbuang tetapi juga besarnya biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha atau calon investor.
89
Pasal 1 No. 11, Bab I (Ketentuan Umum) dari UU PM No.25 2007.
Universitas Sumatera Utara
97
Seperti telah dikatakan sebelumnya, UUP PM yang baru bisa berfungsi sebagai motor akselerasi terhadap pertumbuhan investasi di Indonesia, sesuai harapan hanya jika UU atau peraturan lainnya yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan investasi atau usaha disederhanakan atau mendukung UU PM tersebut. Tidak akan ada gunanya jika birokrasi dalam pengurusan izin investasi disederhanakan namun prosedur administrasi untuk mendapatkan izinizin lainnya untuk membuka suatu usaha baru tidak turut disederhanakan.
C. Wewenang Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal Terhadap Penyimpangan dalam Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture Kekuasaan selalu ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih sederhana maupun yang sudah kompleks susunannya.90 Akan tetapi walaupun selalu ada, kekuasaan tadi tidak dapat dibagi rata kepada semua warga masyarakat. Wewenang hanya dapat menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acapkali letak wewenang yang diakui dan letak kekuasaan yang nyata tidak berada di dalam satu tangan atau satu tempat. Apabila kekuasaan dihubungkan dengan sistem hukum, maka yang terjadi para pembentuk, penegak, maupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat yang
mempunyai
kedudukan-kedudukan
yang
mengandung
unsur-unsur
kekuasaan. Akan tetapi mereka tidak dapat mempergunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang, oleh karena pembatasan tertentu atas peran-perannya, yang
90
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, edisi revisi (UI-Press, Jakarta, 2002), hlm. 158-162.
Universitas Sumatera Utara
98
ditentukan oleh cita-cita keadilan masyarakat dan oleh pembatasan-pembatasan praktis dari pengguna kekuasaan itu sendiri.91 Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sah menciptakan hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukan hukum. Sebaliknya, hukum itu sendiri pada hakekatnya kekuasaan. Hukum mengatur, mengusahakan ketertiban, dan membatasi ruang gerak individu. Tidak mungkin hukum menjalankan fungsi itu jika tidak merupakan
kekuasaan.
Intinya,
hukum
merupakan
kekuasaan
untuk
mengusahakan ketertiban.92 Melalui kekuasaan lahirlah hukum dan melalui hukum timbulah kewenangan atau wewenang. Wewenang menurut HD. Stout dalam Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat didefinisikan sebagai keseluruhan aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.93 Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata Negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kewenangan ini, maka konsep itu dapat dikatakan sebagai hal yang paling penting dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi negara. Selain hal tersebut dalam kewenangan terdapat hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Menurut P Nicolai dalam Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat dikatakan: Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan 91
Ibid Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1996), hlm.16 93 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2010), hlm. 136 92
Universitas Sumatera Utara
99
akibat hukum, dan mencakup rnengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.94 Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c) Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui: 1.
Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan;
2.
Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan
3.
Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal. Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penanaman modal tersebut adalah:95 1.
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (“PDKPM”) terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;
2. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas kabupaten/kota dan berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
menjadi
kewenangan
pemerintahan provinsi; 3. BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah; 4. Instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha. 94
Ibid http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da7214a4789f/pengaturan-danpengawasan-pelaksanaan-joint-venture (diakses tanggal 21 Desember 2015) 95
Universitas Sumatera Utara
100
Sebagaimana dalam pelaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas, PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan PDPPM melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah terkait. Perusahaan yang telah mendapatkan perizinan penanaman modal, wajib menyampaikan LKPM secara berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) Peraturan Kepala BKPM Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Penanaman Modal dan disampaikan kepada BKPM, PDPPM, PDKPM, dan kepada Badfan Pengusahaan KPBPB apabila lokasi proyek berada di wilayah KPBPB atau administrator KEK apabila lokasi proyek berada di wilayah KEK96. Penyampaian
LKPM
oleh
perusahan
yang
masih
dalam
tahap
pembangunan wajib menyampaikan LKPM setiap 3 (tiga) bulan (Triwulan) dengan periode laporan sebagai berikut: 1. LKPM Triwulan I untuk periode pelaporan Januari-Maret, disampaikan paling lambat 5 April tahun bersangkutan; 2. LKPM Triwulan II untuk periode pelaporan April-Juni, disampaikan paling lambat 5 Juli tahun bersangkutan; 3. LKPM Triwulan III untuk periode pelaporan Juli-September, disampaikan paling lambat 5 Oktober tahun bersangkutan;
96
Pasal 11 ayat (1) Peraturan Kepala BKPM Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal
Universitas Sumatera Utara
101
4. LKPM Triwulan IV untuk periode pelaporan Oktober-Desember, disampaikan paling lambat 5 Januari tahun berikutnya. Penyampaian laporan oleh perusahaan yang dalam tahap produksi/operasi komersial (telah ada izin usaha) wajib menyampaikan LKPM setiap 6 (enam) bulan (Semester) dengan menggunakan formulir LKPM. BKPM,
PDPPM,
PDKPM,
Badan
Pengusahaan
KPBPB
atau
Administrator KEK melakukan verifikasi dan evaluasi data realisasi penanaman modal yang dicantumkan dalam LKPM terhadap perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang diterbitkannya97 Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksdu pada Pasal 3 ayat (1) huruf c Perka BKPM Nomor 3 Tahun 2012 dilaksanakan melalui pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal, sebagai tindak lanjut dari evalusai atas pelaksanaan penanaman modal berdasarkanb perizinan dan nonperizinan yang dimiliki, adanya indikasi
penyimpangan
atas
ketentuan
pelaksanaan
penanaman
modal,
penggunaan fasilitas pembebasan bea masuk98. Mekanisme pengawasan ke lokasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan secara terkoordinasi dengan memebritahukan terlebih dahulu kepada perusahaan yang diberitahukan paling lambat 5 hari kerja sebelum pelaksanaan pengawasan dengan menggunakan bentuk surat. Kemudian pimpinan atau penanggung jawab perusahaan di lokasi proyek wajib memeberikan informasi yang diperlukan terkait dengan objek pemeriksaan. Dan hasil pemeriksaan di lokasi proyek dituangkan kedalam Berita Acara Pengawasan 97 98
Ibid, Pasal 12 ayat (1) Ibid, Pasal 19
Universitas Sumatera Utara
102
yang ditanda tangani oleh pemeriksa dan pimpinan/penanggung jawab perusahaan. BAP dibuat sebagai bentuk hasil pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal dalam rangka: 1.
Evaluasi atas pelaksanaan penanaman modal berdasarkan perizinan dan nonperizinan yang dimiliki
2.
Proses permohonan pencabutan penanaman modal yang diajukan kepada BKPM oleh PDKPM dan PDPPM
3.
Proses permohonan pencabutan proyek penanaman modal.
4.
Pengawasan penggunaan mesin dan/atau barang dan bahan yang mendapat fasilitas pembebanan bea masuk.
5.
Tindak lanjut ditemukannya bukti awal penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.
Proses pengenaan dan pembatalan sanksi. Pembuatan BAP dilakukan di lokasi proyek dan dilaksanakan secara
terkoordinasi antara BKPM dan/atau PDPPM dan/atau PDKPM dan/atau Badan Pengusahaan KPBPB dan atau Administrator KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dengan
instansi
Pemerintah
terkait,
serta
ditandatangani
oleh
pimpinan/penananggungjawab perusahaan dan pejabat yang melakukakan pemeriksaan99. BKPM atau PDPPM atau PDKPM atau Badan Pengusahaan KPBP atau Administrator KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang diterbitkannya dapat
99
Ibid, Pasal 21
Universitas Sumatera Utara
103
mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Perka BKPM 3/2012, melakukan penyimpangan terhadap perizinan dan nonperizinan penanaman modal dan ketentuan pelaksanaan pennaman modal. Sanksi administratif dilakukan secara bertahap: 1.
Peringatan tertulis;
2.
Tidak dilayaninya permohonan perpanjangan jadwal pengimporan mesin dan/atau barang dan bahan;
3.
Tidak dilayaninya permohonan perubahan daftar induk impor mesin, barang dan bahan;
4.
Pembekuan API;
5.
Rekomendasi pengurangan kuota impor mesin dan/atau barang;
6.
Pembatasan kegiatan usaha;
7.
Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;
8.
Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal100 Dan sanksi juga dapat diterapkan apabila dalam kegiatan penanamn modal
terjadi pencemaran lingkungan atau keadaan lainnya yang membahayakan keselamatan masyarakat.
100
Ibid, Pasal 26
Universitas Sumatera Utara
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang didirikan sejak tahun 1973 menggantikan fungsi yang dijalankan oleh Panitia Teknis Penanaman Modal (PTPM) yang dibentuk sebelumnya pada tahun 1968, sebagai
lembaga
Non-Departemen
yang
berada
di
bawah
dan
bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI, bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai saat ini setelah 48 tahun masih menunjukkan eksistensinya dalam penanaman modal di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari segala pendaftaran kegiatan penanaman modal di Indonesia berikut juga pengawasannya masih melalui BKPM. 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan perusahaan joint venture di Indonesia diatur dalam Pasal 6 huruf (c) Perka BKPM No. 13/2009. Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Perka BKPM No. 13/2009. Perka BKPM ini kemudian diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal. dilakukan melalui penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan, pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal, dan tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal. Badan
Universitas Sumatera Utara
105
yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan penanaman modal tersebut adalah Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (“PDKPM”) terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota, Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM). Dalam hal-hal tertentu, BKPM dapat langsung melakukan pemantauan, pembinaan dan pengawasan atas kegiatan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota. 3. Wewenang BKPM dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture apabila terjadi penyimpangan berupa pelanggaran ketentuan terhadap kegiatan nyata yang dilakukan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, maka BKPM dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, dan pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
B. Saran 1. Perlu adanya pengaturan lebih khusus melalui Peraturan Pemerintah terhadap keberadaan joint venture di Indonesia, sebab dalam praktek, joint venture ini sudah sangat sering dipergunakan, khususnya dalam hal adanya penanaman modal asing dalam bidang usaha tertentu.
Universitas Sumatera Utara
106
2. Upaya yang perlu dilakukan adanya penyederhanaan proses perizinan. Ada baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal.
Universitas Sumatera Utara