BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1
Metodologi Umum Secara garis besar metode penyelesaian tugas akhir ini tergambar dalam
flow chart dibawah ini: Mulai
Analisa 1.1
Analisa 1.2
Analisa 1.3
Analisa 1.4
Mengumpulkan dan pencarian data
Pemilihan Kriteria Analisa
Analisa Akibat Beban Mati Analisa Akibat Beban Hidup Analisa Akibat Beban Kombinasi
Analisa Struktur dengan SAP2000 (3 dimensi )
B
III - 1
Bagian yang termasuk Kriteria Analisa desain (seperti rafter atap,Kolom & balok lateral, jarak antar rafter, sifat bahan, dan analisa sesuai kriteria SNI (seperti factor beban, metode analisis elastis, plastis)
B
Analisa 1.5
No
Analisa 1.6a
Pertimbangan meliputi: - Keseluruhan Batas Nominal Profil Baja - Syarat Nominal Tarik - Syarat Nominal Tekan - Syarat Nominal Kelangsingan - Ukuran Proposional Profil yang di pakai
Cek Profil Batas Nominal
Apakah profil Memadahi
Yes s
Analisa 1.6b
Rencanakan Profile Baru
Buat Gambar Rencana &
Selesai
III - 2
III.2
Flow Chart Analisa Atap Secara garis besar metode penyelesaian rangka primer atap ini tergambar
dalam flow chart dibawah ini: Mulai
Data Model Sruktur Atap : L, H Data Pembebanan : DL, LL, H, W, E Data Material : fy , Baja profil
Penentuan Dimensi Rangka Baja Profil Gable (WF) , Truss (Tee, Siku)
Analisa Pembebanan Maksimum
Kontrol Penampang Profil
Mumax,Vumax, Lendutan Ijin
Kontrol Kekompakan Penampang Kontrol lateral buckling
Kontrol Kapasitas Penampang elemen: Kontrol Momen Lentur : Mu < Mn ( Ok ) Kontrol Geser Vu < Vn ( Ok )
Profil Dapat dipakai
Selesai
III - 3
Tidak
III.3
Flow Chart Analisa Kolom Baja Secara garis besar metode penyelesaian Kolom primer ini tergambar
dalam flow chart dibawah ini: Mulai
Pembebanan Hitung gaya tekan akibat masing-masing beban yang bekerja : DL , LL, WL Data Material : fy , Baja profil
Penentuan Dimensi Rangka Baja Profil Kolom (WF)
Analisa Pembebanan Maksimum
Kontrol Penampang Profil
Mumax,Numax, Lendutan Ijin
Kontrol Kekompakan Penampang Kontrol lateral buckling
Kontrol Kapasitas Penampang elemen: Kontrol Momen akibat P-: Mu = b. Mntu + s Mltu (Ok) Kontrol Geser Nu < Nn ( Ok )
Profil Dapat dipakai
Selesai
III - 4
Tidak
III.4
Metodologi Analisa Purlin Secara garis besar metode penyelesaian rangka sekunder Purlin tergambar
dalam flow chart dibawah ini: Mulai .
Analisa 1.1
Rencanakan Profil Purlin
Analisa 1.2
Menentukan Beban Hidup Menentukan Beban Mati Menentukan Beban Angin
Analisa 1.3
Analisis Gaya Yang bekerja
Analisa 1.4
Kontrol Lendutan 5 𝑞𝑥 𝑥 𝐿4𝑥 1 𝑃𝑥 𝑥 𝐿3𝑥 ∆𝑥 = + 384 𝐸. 𝐼𝑦 48 𝐸. 𝐼𝑦
Analisa 1.5
Kontrol Tegangan 𝑀𝑥 𝑀𝑦 𝜎0 = + 𝑊𝑥 𝑊𝑦
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 < 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 = 1600 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ……OK
Selesai
III - 5
III.5
Pengumpulan dan Pencarian Data yang Diperlukan untuk analisa : A. Data Bangunan Data didapat dari proyek raw sugar werehouse terdiri dari Gudang penyimpanan yang memiliki. Lokasi
: Jln. Kayu Putih No. 61, Kawasan Percut SeiTuan Kabupaten Deli Serdang, PropinsiSumatera Utara
Luas Tanah
: +/- 74.735 m2
Luas Bangunan: 4.560 m² Panjang
: 114,00 m
Lebar
: 40,00 m
Tinggi
: + 24,464 m
Gambar 3.1: Denah Tapak Lokasi
III - 6
LOKASI
Gambar 3.2: Denah Site Plan
III - 7
B. Type bangunan : Gudang/ Warehouse
III.6
Letak bangunan
: Dekat dari pantai
Zone gempa
: Zone 3
Tingkat Daktilitas
: Daktalitas Penuh
Mutu beton (f’c)
: 31,2 MPa – ( K-350 )
Mutu profile baja (fy)
: BJ TP 240 MPa
Mutu Baut
: HBT A325
Mutu Las
: E70XX
Pemilihan Kriteria Analisa Merupakan langkah awal dari menganalisa suatu warehouse, dalam langkah ini kita meninjau hanya bagian rafter atap serta kolom dan balok lateral baja yang akan menjadi pembahasan analisa selanjutnya. III.6.1 Analisa rangka atap Syarat tahanan nominal tarik Dalam menentukan tahanan nominal sebuah batang tarik, harus diperiksa terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang menentukan, yaitu: a. Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan b. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan c. Geser blok pada sambungan Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Nu2 maka harus memenuhi: Nu . Nn III - 8
dengan Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga dan Nn di bawah ini:
= 0,9 Nn = Ag . f y dan
= 0,75 Nn = Ae . fu Tegangan yang terkonsentrasi disekitar lubang tersebut menimbulkan fraktur pada sambungan.
Gambar 3.3 : (a) Tegangan Elastis
(b) Keadaan Batas
Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya An 0,85 Ag Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling, SNI 03-1729-2002 pasal 10.2. 1 diatur mengenai cara perhitungan luas netto penampang dengan lubang yang diletakkan berselang-seling A = Ant adalah luas penampang neto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3,
III - 9
Gambar 3.4 : Sistem Pembautan Pada Profil Penampang
Dari potongan 1-3 diperoleh:
An = Ag – n.d.t
Potongan 1-2-3:
An = Ag – n.d.t+Σ s2.t/4u
Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh melebihi 5% luas penampang utuh Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya yang saling tegak lurus. Dua tahanan nominal tarik dalam keruntuhan geser balok diberikan oleh persamaan: Geser Leleh – Tarik Fraktur (fu .Ant ≥ 0,6.fu.Anv)
Tn = 0,6.fy.Agv + fu.Ant Geser Fraktur – Tarik Leleh (fu .Ant ≥ 0,6.fu.Anv)
Tn = 0,6.fu.Anv + fy.Agt
III - 10
Gambar 3.5 : Keruntuhan Geser Balok Kelangsingan Struktur Tarik Untuk mengurangi problem yang terkait dengan lendutan dan vibrasi, maka komponen struktur tarik harus memenuhi
syarat
kekuatan.
Syarat
ini
berdasarkan
pada
rasio
kelangsingan, λ = L/r. Dengan λ adalah angka kelangsingan struktur, L adalah panjang komponen struktur , sedangkan r adalah jari – jari girasi (r = √1/A). Nilai λ diambil maksimum 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. III.6.2 Keruntuhan Batang Tekan pada Kolom Keruntuhan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: 1. Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui. Hal semacam ini terjadi pada batang tekan yang pendek (stocky column). 2. Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal semacam ini terjadi pada batang tekan yang langsing (slender clumn). Pada keruntuhan akibat tekuk ini, asalkan tegangan pada seluruh penampang masih dalam keadaan elastis (belum mencapai σ1), gaya tekuknya dapat dihitung berdasarkan rumus Euler: Pkr = π2 EL/Lk Daya dukung nominal komponen struktur tekan daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: III - 11
Nn = Ag. Fcr – Ag . (fy / ) fcr = fy / untuk λc ≤ 0,25 maka = 1 untuk 0,25 < λc < 1,2 maka = 1,43 / (1,6 – 0,67 λc ) untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25.λc2 III.6.3 Pembebanan. Pembebanan dikelompokkan menjadi dua beban ( menurut arah gaya ).
Beban vertical. 1. Beban Mati { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (1) } Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan,
penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Dalam menentukan beban mati struktur bangunan sebagai berikut, Beban mati pada konstruksi atap terdiri dari: Berat penutup atap, berat gording, berat sendiri rafter, berat alat penyambung 2. Beban Hidup pada atap gedung (PPIUG 1983) 1. Beban hidup, pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg / m² bidang datar.
III - 12
2. Beban hidup pada atap dan atau bagian yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua macam beban berikut : a. Beban terbagi rata per m² bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar ( 40 - 0,8 α ) kg / m². Dimana α adalah sudut kemiringan atap dalam derajat,
dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50º. b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. 3. Pada balok tepi atau dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.
Beban horisontal. 1. Beban Angin ( PPIUG 1983 Pasal 1.0 (3)) Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan negatip (isapan), yang bekerja III - 13
tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg/ m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan kemudian dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan pula. 1. Tekanan tiup. a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (a),(c), dan (d). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( c ) dan (d). c. Untuk daerah-daerah didekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat-ayat (a ) dan ( b ), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus : 𝑃 =
𝑉2 16
(Kg / m2)
Dimana V adalah kecepatan angin dalam m / det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg / m² harus ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan. III - 14
e. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedunggedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalangpenghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayat-ayat (a) s/d (d) dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5. 2. Koefisien angin Sumber: PPIUG 1983 Hal : 23 1. Gedung tertutup Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin (+ berarti tekanan dan - berarti isapan), adalah sebagai berikut a. Dinding vertikal : di pihak angin
+0,9
di belakang angin
-0,4
sejajar dengan arah angin
-0,4
b. Atap segi tiga dengan sudut kemiringan α : Di pihak angin : α < 65º 65º < α < 90º b. Beban gempa.
Kombinasi pembebanan. 1,4D 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W) 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H) 1,2D ± 1,0E + γ L L III - 15
( 0,02 α -0,4 ) +0,9
0,9D ± (1,3W atau 1,0E) Kombinasi pembebanan diatur dalam SNI-2002 pasal. 6.2.2 III.6.4 Analisa Struktur Gaya – gaya dalam pada rangka utama diperoleh dengan bantuan program SAP 2000. III.6.5 Perhitungan Struktur Atap Setelah seluruh perhitungan pembebanan selesai, maka dapat dilanjutkan dengan perhitungan gaya dalam yang bekerja pada rafter dan struktur utama yang ada, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAP 2000. III.6.6 Kajian Informasi Keruntuhan Rangka Atap Dalam studi Kajian atap Raw Sugar Warehouse ini penulis ingin mengetahui apa sebenarnya penyebab keruntuhan atap warehouse tersebut, hingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar dari segi financial, menurut berita yang didapat penulis dari pihak kontraktor utama dalam konstruksi warehouse tersebut, mereka menyatakan kejadian keruntuhan ini diakibatkan oleh angin putting beliung yang terjadi pada tanggal 25 september 2012, hingga mengakibatkan keseluruhan rangka roboh, pernyataan mereka dikuatkan oleh “Harian Analisa” yang mengatakan "Cuaca ekstrem saat ini memang membahayakan aktivitas penerbangan, dikarenakan kecepatan angin yang sangat kencang dan pergerakan awan yang meningkat hingga 25 knot," ucap Mega, Rabu (26/9/12)”
III - 16
Dengan informasi yang diberikan oleh para narasumber tersebut penulis merasa kajian keruntuhan perlu dilakukan, terlebih pada gambar perencanaan warehouse tersebut yang dibuat oleh konsultan perencana, dengan tujuan agar mendapatkan kesimpulan apakah keruntuhan benar dikarenakan : 1. Kejadian alam 2. Kesalahan standar oprasional prosedur pelaksaan konstruksi, atau 3. Kesalahan perencanaan konstruksi. III.6.7 Lampiran Data Project yang Akan Dianalisa Dimensi baja untuk atap existing : -
Rafter
: WF. 500x200x10x16 : WF. 400x200x8x13
-
Kolom Baja
: WF. 600x200x11x17
-
Purlin
: CNP. 150x65x20x2.3
-
Lateral Support
: WF. 150x75x5x7
-
Wind Bracing
: Round Bar Ø 13 : Round Bar Ø 19
-
Sagrod
: Round Bar Ø 13
-
Mutu Baja
: ST.37 (𝜎 = 1600 Kg/cm2 ) : Fy = 240 Mpa 2400 Kg/cm2
-
Bahan Penutup Atap
: Metal Zincalume T = 0.5 mm
-
Bentang Kuda-Kuda
: 40 m : Panjang Rafter 1 Sisi 27,151 m
-
Jarak Antar Kuda-Kuda : 6 m III - 17
-
Jenis Atap
: Pelana
-
Jarak antar Gording
: 1,2 m
-
Sudut miring atap ( α )
: 43˚ : Sin α = 0,68 ; Cos α = 0,73
-
Perkiraan Beban Angin pada saat kejadian 34.02 Knot atau setara 17.50 m/detik berdasarkan rumus P = 19.15 Kg/m2 beban ini akan diberikan pada frame 16.
-
Berat Sagrod + Bracing
: 3,45 Kg/m2
-
Berat Penutup Atap
: 4,55 Kg/m2
-
Service + M/E
: 5 Kg/m2
-
Glasswool + Aluminium foil : 2 Kg/m2
Spesifikasi data dari tabel profil baja yang dipakai pada konstruksi atap warehouse sebagai berikut : Tipe Profil WF. 600x200x11x17
Mass Kg/m 106
A Cm2 134,4
Ix Cm4 77600
Iy Cm4 2280
Wx Cm3 2590
Wy Cm3 228,0
rx Cm 24.0
ry Cm 4,12
WF. 500x200x10x16
89,6
114,2
47800
2140
1910
214,0
20.5
4,33
WF. 350x175x7x11
49,6
63,14
13600
984,0
775
112
14,70
3,95
WF. 400x200x8x13
66
84,10
23700
1740
1190
174
16.8
4,54
WF. 300x100x6,5x9
36,7
46,78
7210
508
481
67,7
12,40
3,29
WF. 150x75x5x7
14
17,85
666
495
88,8
13,2
6,11
1,66
C 150x50x20x2.3
4,96
6,32
210
22
28
6,33
5,77
1,86
Tabel 3.1 Tabel Spesifikasi Baja
III - 18
Nama Beban
Satuan
Berat
Berat Sagrod + Bracing
Kg/m2
3,99
Berat Penutup Atap
Kg/m2
4,55
Service + M/E
Kg/m2
5
Glasswool + Aluminium foil
Kg/m2
2
Berat sendiri Purlin
Kg/m
4,96
Kg/m
20,5
Satuan
Berat
Kg/m2
100
Jumlah
Tabel 3.2 Tabel Beban Mati pada Atap
Nama Beban Berat Manusia
Tabel 3.3 Tabel Beban Hidup pada Atap
Nama Beban
Satuan
Berat
Angin Tekan (0,46) x 40 Kg/m2 x 1,2 m
Kg/m2
22,08
Angin Hisap (-0,4) x 40 Kg/m2 x 1,2 m
Kg/m2
(-19,2)
Angin Tekan merata pada Sumbu Y
Kg/m2
19.15
Tabel 3.4 Tabel Beban Angin pada Atap
III - 19
Gambar 3.6 : Foto Rangka Atap Single Beam Existing
III - 20
Gambar 3.7 : Beban Mati yang dimasukan pada analisa atap sebesar 20,5 Kg/m2
III - 21
Gambar 3.8 : Beban Hidup yang dimasukan pada analisa atap sebesar 100 Kg/m2
III - 22
Gambar 3.9 : Beban Angin Tekan yang dimasukan pada analisa atap sebesar 22,08 Kg/m2 Beban Angin Hisap yang dimasukan pada analisa atap sebesar 19,28 Kg/m2 Beban Angin Tekan Pada Frame 16 Arah Sumbu Y sebesar 19.15 Kg/m2
III - 23
Gambar 3.10 : 3D Frame Warehouse yang akan dianalisa III - 24