BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi Penelitian terdiri dari dua suku kata yaitu metodologi dan penelitian. Metodologi berasal dari bahasa Latin Metodos. Populer dengan istilah research dalam Bahasa Inggris. Oleh Soetandyo Wignyosoebroto1 dikatakan tidak tepat jika ditinjau dari sisi epistemologi maupun sisi aktivitas operasional yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “usaha pencarian” (yang dalam arti khusus berarti pencarian pengetahuan yang benar untuk menjawab dan/atau untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupannya). Kemudian pengertian “penelitian” tersebut apabila diterjemahkan balik ke dalam Bahasa Inggris akan terbahasakan dengan istilah to scrutinize dan bukan to search atau to research. To scrutinize berkonotasi ke pengertian menelah rinci-rinci (rinci-rinci peri keadaan obyek yang diperoleh dan berada di tangan). Beliau kemudian berpendapat2 bahwa istilah research diterjemahkan “penyelidikan”, sekalipun istilah ini lebih dikenal sebagai istilah kepolisian untuk menggantikan kata Belanda reserse (yang berasal dari kata Perancis rechercher yang juga berarti mencari). Soerjono Soekanto3 mengatakan bahwa penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
1
Periksa Soetandyo Wignyosoebroto, Hukum: Konsep dan Metode, Setara Press, Malang, 2013, hlm 3-4. 2 Hal ini karena beliau khawatir menerjemahkan kata research ke dalam kata baku “meneliti” dapat membawa orang ke sikap konservatisme di bidang keilmuan, dan menghalangi sikap progresif untuk selalu mencari (dan selalu mencari, searching and researching). Ibid. 3 Periksa Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 42. Bandingkan dengan pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, Op., Cit, hlm 3-4.
Penelitian (tesis)4 yang berjudul “Kebijakan Penguasaan Negara di Bidang Energi dalam Konsep Negara Kesejahteraan” merupakan penelitian doktrinal dimana penelitian doktrinal menggunakan metode5 penelitian6 yang menempatkan doktrindoktrin, dan sistem norma sebagai obyek kajiannya. Sistem norma yang dimaksud sebagai obyek kajian adalah seluruh unsur dari norma hukum yang mengantarkan das sein (apa yang senyatanya atau realita yang nampak pada kehidupan sehari-hari) menuju das sollen (apa yang seharusnya atau kondisi seperti apa yang diamanatkan dalam konstitusi). Menurut Setiono7, “... hukum adalah norma, baik yang diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), ataupun norma yang telah terwujudkan sebagai perintah yang eksplisit dan secara positif telah terumus jelas (ius constitutum) untuk menjamin kepastiannya, ...”. Kemudian penelitian hukum8 normatif atau doktrinal akan mengkaji obyek tersebut dan dikaji dari sistematika berdasar ketaatan pada struktur hukum secara hierarkhis untuk
4
Melalui penyusunan tesis, dapat dikatakan sebagai akumulasi dari seluruh potensi yang dimiliki Peneliti dan oleh karena itu, tesis yang dihasilkannya dapat dipandang sebagai refleksi kualitas akademisnya. Lebih lanjut dikatakan melalui tesis yang ditulisnya, mahasiswa dapat dinilai kedalaman dan keluasan penguasaan bidang ilmunya, kejernihan dan kejelasan pola pikirnya, penguasaan metodologi penelitiannya, orisinalitas gagasannya, dan ketertiban cara berbahasanya. Periksa Anonim, Buku Pedoman Pembimbingan Tesis & Pedoman Penulisan Usulan Penelitian & Tesis, Program Studi Magister (S-2) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2013, hlm. 3. 5 H.J. van Eikema Hommes di dalam buku Encyclopedie der Rechtswetenschap, berpendapat bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri. Dikutip dalam Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, disampaikan dalam Kuliah Umum Metodologi Penelitian Hukum pada 11 September 2013 di Ruang Sidang 1 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa fungsi penelitian adalah untuk menemukan kebenaran (truth), dimana kebenaran kebenaran dibagi menjadi korespondensi, koherensi dan pragmatis. 6 Setiono berpendapat bahwa metodologi dalam arti yang umum berarti suatu studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang mengaraahkan suatu penelitian. Metodologi juga berarti cara ilmiah untuk mencari kebenaran. Kebenaran yang ilmiah menurut metodologi menurut beliau adalah ada masalah, tujuan, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis (jika ada) dan cara penelitian. Periksa Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, hlm. 3. 7 Setiono, Op., Cit, hlm. 21. 8 Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatau pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Soerjono Soekanto, Op., Cit, hlm. 43.
memberikan sebuah pendapat hukum dalam bentuk justifikasi (preskriptif) terhadap sebuah peristiwa hukum9. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: 1.
Norma dasar (basic norm);
2.
Asas-asas hukum;
3.
Kitab undang-undang atau perundang-undangan;
4.
Doktrin atau ajaran hukum;
5.
Dokumen perjanjian (kontrak);
6.
Keputusan Pengadilan;
7.
Keputusan Birokrasi;
8.
Segala bentuk dokumen yang dibuat secara formal dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Merujuk pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, jenis dan hierarkhi perundang-undangan terdiri atas10: 1.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat11;
3.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.
Peraturan Pemerintah;
5.
Peraturan Presiden;
6.
Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hutchinson12membedakan penelitian hukum menjadi beberapa tipe, antara lain: 9
Periksa Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 38-39. 10 Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. 11 Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b, yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
1.
doctrinal research: research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty and, perhaps, predicts future development.
2.
reform-oriented research: research which intensively evaluates the adequacy of existing rules and which recommends changes to any rules found wanting.
3.
theoretical research: research which fosters a more complete understanding of the conceptual bases of legal principles and combined effects of a range of rules and procedures that touch on a particular area of activity.
4.
fundamental research: research designed to secure a deeper understanding of law as a social phenomenon including research on the historical, philosophical, linguistic economic, social or political implication.
A. Jenis Penelitian Peter Mahmud13membedakan jenis penelitian hukum ke dalam penelitian doktrinal dan non-doktrinal, dimana penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum yang dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penelitian hukum ini masuk jenis penelitian hukum doktrinal menurut Peter Mahmud dan Hutchinson disamping itu menggunakan banyak regulasi atau undangundang di bidang energi yang relatif banyak sehingga dipilihlah judul Kebijakan Penguasaan Negara di Bidang Energi dalam Konsep Negara Kesejahteraan.
B. Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif atau terapan. Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang 12
Periksa Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 33. Ibid, hlm. 35.
13
substansial di dalam ilmu hukum. Ilmu hukum bukan hanya menempatkan hukum sebagai gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan menusuk ke suatu hal yang essensial yaitu sisi instrinsik dari hukum14. Sifat penelitian yang demikian ini tergolong penelitian eksploratif dimana pengetahuan tentang suatu gejala yang akan diselidiki masih kurang sekali atau bahkan tidak ada.
C. Pendekatan Penelitian Adanya pendekatan di dalam penelitan hukum, Peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang hendak dicoba untuk dicari jawabnya15. Pendekatan yang dilakukan oleh Peneliti adalah pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 1.
Pendekatan perundang-undangan Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani16.
2.
Pendekatan historis (historical approach) Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. Telaah ini diperlukan manakala Peneliti ingin mengungkap filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari17. Dalam penelitian ini dilakukan dengan menelusuri produk hukum yang muncul dalam kurun waktu tertentu yang dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa periodisasi masa kepemimpinan Presiden Republik Indonesia dari masa Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, dan 14
Ibid, hlm. 22. Ibid, hlm. 93. 16 Ibid. 17 Ibid, hlm. 94. 15
terakhir masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Hal ini dilakukan mengingat karakteristik setiap pemimpin berbeda antara yang satu dengan yang lain yang dapat memengaruhi karakter dari produk hukum yang dibuat. 3.
Pendekatan komparatif18 Pendekatan komparatif ini dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama atau putusan pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undangundang itu19. Dalam hal ini Peneliti menelaah bahan hukum yang muncul atau hasil penelitian atau kajian yang dilakukan oleh para sarjana hukum para pakar di bidang energi. Pendekatan perbandingan dilakukan terhadap negara yang Peneliti anggap mempunyai karakter khas dengan Indonesia seperti Malaysia, Jepang, Cina dan Jerman dan Brasil. Malaysia dipilih karena sejak tahun 1970-an (era Perdana Menteri Mahathir Muhamad) Malaysia belajar cara mengolah energi (migas) dari Indonesia. Sekarang, Malaysia di bidang perekonomian dan pengembangan energi sudah melebihi Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa 18
Johnny Ibrahim mengatakan bahwa pendekatan perbandingan penting dalam ilmu hukum karena bidang ilmu hukum tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen sebagaimana dilakukan dalam ilmu empiris. Periksa Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm. 313. Bandingkan dengan pendapat Soerjono Soekanto mengenai metode perbandingan hukum dimana beliau mengatakan bahwa metode perbandingan hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak berbandingan. Adapun sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yakni: 1. Struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum 2. Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur 3. Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut. Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur ataupun secara kumulatif terhadap semuanya. Periksa Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-14, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hlm. 88. Dalam taraf lebih lanjut, perbandingan hukum merupakan studi tersendiri dalam pengembangan ilmu hukum. Periksa Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law, dan Socialist Law, Cetakan ke-3, Nusa Media, Bandung, 2012, terjemahan dari Peter de Cruz, Comparative Law in Changing World, Cavendish Publishing Limited, London-Sydney, 1999. Penerjemah: Narulita Yusron. 19 Periksa Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ... , Op., Cit, hlm. 95.
ada permasalahan pembangunan hukum di bidang energi di Indonesia. Brasil dan Cina dipilih mengingat semangat nasionalis para pemimpin mereka yang tinggi yang sukses memberdayakan BUMN di bidang energi yang mereka miliki menjadikan mereka “tuan di negeri sendiri”. Jepang dipilih karena negara ini minim SDA, tetapi dengan kegigihannya telah mampu memenuhi kebutuhan energi mereka. Jepang cenderung mengandalkan energi nuklir, gas bumi dan sumber energi terbarukan yang bisa diusahakan negaranya. Jerman dipandang memiliki teknologi tinggi dan regulasi yang memadai, disamping itu negaranegara yang disebutkan diatas kiranya ada manfaat pendekatan perbandingan yang bisa diambil negara-negara tersebutdari dan dalam penelitian ini dicoba untuk digali apa yang bisa diambil dan diterapkan di Indonesia. 4.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum sehingga Peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asasasas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi20. ketika melihat isu hukum ketahanan energi seringkali dianalisis oleh kebanyakan bukan dari kalangan sarjana hukum (ada tetapi hanya menyentuh subtansi kecil misalkan minyak ataupun gas bumi) tetapi dari ilmuwan eksak. Hal ini dapat dipahami bahwa studi energi merupakan studi yang tidak hanya interdisipliner tetapi juga merupakan studi multidisipliner yang bisa meluas di ranah ekonomi, sosial masyarakat, politik dalam negeri dan luar negeri, hingga pertahanan dan keamanan. Oliver Wendell Holmes21 mengatakan bahwa, for rational study of the law the black-letter man may be the man of the present, but man of the future is the
20
Ibid, hlm. 95. Periksa Oliver Wendeel Holmes, The Path of The Law, Vol. 10, The Harvard Law Review, 1897 dalam Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 11. 21
man of statistics and the master of economics. Kemudian Walter J. Wessels22 berpendapat bahwa ilmu ekonomi mengasumsikan bahwa setiap orang adalah makhluk rasional, selalu berkeinginan untuk peningkatan atau perbaikan (maximization) demi kesejahteraannya, dan untuk mencapai keduanya itu mereka dapat melakukan yang dirasa terbaik buat mereka. Energi mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dengan banyaknya keuntungan yang akan timbul dan banyaknya resiko dalam mendapatkan, mengolah hingga menjual energi tersebut dalam berbagai bentuk dan konsekuensi hukumnya (bentuk hubungan hukum, jual-beli sampai apabila terjadi sengketa).
D. Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan merujuk pada pendapat Peter Mahmud Marzuki23 yang mendasarkan penelitian hukum doktrinal terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan. Adapun dalam penelitian ini Peneliti menggunakan istilah produk hukum agar tidak terlalu kaku24. Hal ini mengingat produk hukum bisa berupa peraturan (regelling) dan keputusan (beschiking). Hal ini sebagaimana pendapat Anthon F. Susanto25 bahwa keberadaan undang-undang dalam suatu negara modern adalah akibat adanya paham hukum tertulis yang sangat dipengaruhi oleh positivisme hukum,
22
Periksa Walter J. Wessels, Economics, Barron’s Educational Series, USA, 2006, hlm. 2 dalam Fajar Sugianto, Op., Cit, hlm. 15. 23 Periksa Peter Mahmud Marzuki, Op., Cit, hlm. 141-164. 24 Maksudnya bahwa produk hukum merupakan obyek yang dihasilkan oleh hasil interaksi dari subyek hukum dimana obyek hukum ini bisa berupa aturan tertulis dan tidak tertulis. Aturan tertulis dapat berupa peraturan (regelling) dan keputusan (beschikking) dimana kalau melihat secara hierarkhi hukum positif saat ini akan terdapat permasalahan, bagaimana kekuatan mengikat suatu keputusan atau peraturan selain apa yang terdapat dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Maka dari itu Peneliti menggunakan istilah produk hukum. 25 Periksa Anthon F. Susanto, Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 11 dalam Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2014, hlm. 16.
yang memandang hakikat hukum tidak lain daripada norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan. Sumber bahan hukum dibagi menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan non hukum. a.
Bahan hukum primer terdiri dari produk hukum sebagai berikut: 1)
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen I-IV.
2)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
3)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
4)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/200I tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
5)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
6)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
7)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1954 tentang Keanggotaan Republik Indonesia dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development).
8)
Undang-Undang Republik Nomor 25 Tahun 1957 tentang Persetujuan Negara Republik Indonesia terhadap Anggaran Dasar dari Badan
Tenaga Atom Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 66). 9)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
10)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1966 tentang Penarikan Diri RI dari Keanggotaan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi
dan
Pembangunan
(International
Bank
for
Reconstruction and Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2798). 11)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaan Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 36) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1967 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaam Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan
(International
Bank
for
Reconstruction
and
Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2819) 12)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2971). 13)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502).
14)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).
15)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676).
16)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).
17)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 167; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).
18)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206).
19)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152).
20)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219).
21)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297).
22)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
23)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700).
24)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724).
25)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746).
26)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925).
27)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 4; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959). 28)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
29)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052).
30)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
31)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
32)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive
Nuclear-Test-BAN
Treaty)
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5269). 33)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336).
34)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360).
35)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432).
36)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492).
37)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512).
38)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5585).
39)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
40)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4216). 41)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69).
42)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047).
43)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996).
44)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 132; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4777).
45)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).
46)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko Tinggi dan Berbahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 113; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5039).
47)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 171; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083)
48)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110).
49)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5597).
50)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142).
51)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530).
52)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5297).
53)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 141; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5326).
54)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 152; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5445).
55)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5496). 56)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609).
57)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 60; Tambhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680).
58)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5696).
59)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional.
60)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
61)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.
62)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Persiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
63)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. 64)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik.
65)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
66)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
67)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota Dewan Energi Nasional.
68)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pengesahan Memorandum of Understanding on The ASEAN Power Grid (Memorandum Saling Pengertian Mengenai Jaringan Transmisi Tenaga Listrik ASEAN).
69)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengesahan Amendment to The Convention on The Physical Protection of Nuclear Material (Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir).
70)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengesahan ASEAN Trade in Goods Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN).
71)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
72)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.
73)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025. 74)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
75)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
76)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan.
77)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir.
78)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
79)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengesahan ASEAN Petroleum Security Agreement (Persetujuan Ketahanan Minyak dan Gas Bumi ASEAN).
80)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
81)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional.
82)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.
83)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pengesahan Statute of The International Renewable Energy Agency (Statuta Badan Energi Terbarukan Internasional).
84)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
85)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2014 tentang Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir.
86)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
87)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
88)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1953 tanggal 3 Oktober 1953.
89)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1980 tanggal 20 Februari 1980 tentang Badan Tenaga Atom Nasional.
90)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tanggal 30 April 1980 tentang Penyesuaian Harga-Harga Jual Bahan Bakar Minyak Bumi.
91)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1980 tanggal 4 Agustus 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1980 tanggal 29 Desember 1980 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional.
92)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981 tanggal 1 Juni 1981.
93)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1986 tanggal 9 Juli 1986 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Bumi.
94)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1986 tanggal 30 Agustus 1986 tentang Pengesahan Agreement on ASEAN Energy Cooperation.
95)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1986 tanggal 24 September 1986 tentang Pengesahan Convention on the Physical Protection of Nuclear Material.
96)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1989 tanggal 4 Agustus 1989 tentang Kerjasama Pertamina dengan Badan Usaha Swasta dalam Usaha Pemurnian dan Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi.
97)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tanggal 24 Mei 1990 tentang Harga Jual Eceran dalam Negeri Bahan Bakar Minyak Bumi.
98)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang Pengesahan An Amendment of Article VI of the Statute of the International Atomic Energy Agency.
99)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1993 tanggal 1 September 1993 tentang Pengesahan Convention on Early Notification of a Nuclear Accident.
100) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1996 tanggal 25 September 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 101) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tanggal 31 Juli 1997 tentang Pembangunan dan Pengusahaan Kilang Minyak dan Gas Bumi oleh Badan Usaha Swasta.
102) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan. 103) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1998 tanggal 10 Februari 1998 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan. 104) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1998 tanggal 4 Mei 1998 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 105) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1998 tanggal 8 Mei 1998 tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 106) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 107) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 197 Tahun 1998 tanggal 7 Desember 1998 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. 108) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tanggal 1 Oktober 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
109) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tanggal 7 Januari 1999 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana Telah Dua Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1984. 110) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 tanggal 26 Januari 1999 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 111) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tanggal tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana telah Tiga Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1999. 112) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2000 tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik. 113) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tanggal 25 September 2000 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 114) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 2000 tanggal 7 Desember 2000 tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina. 115) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2001 tanggal 21 Februari 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik. 116) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2001 tanggal 29 Maret 2001 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
117) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2001 tanggal 15 Juni 2001 tentang Harga Jual Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 118) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2001 tanggal 4 Oktober 2001 tentang Pengesahan Convention on Nuclear Safety (Konvensi tentang Keselamatan Nuklir). 119) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2002 tanggal 16 Januari 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 120) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 121) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2002 tanggal 30 Desember 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. 122) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 123) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tanggal 18 Mei 2004
tentang Pembubaran
Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik.
124) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 tanggal 5 Agustus 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. 125) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tanggal 24 Juli 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. 126) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tanggal 27 September 2008 tentang Hari Jadi Pertambangan dan Energi. 127) Keputusan Presiden Republik Indonesia Selaku Ketua Dewan Energi Nasional Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 22 April 2009 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional. 128) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin. 129) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2000 tentang Koordinasi
Penanggulangan
Masalah
Penyalahgunaan
Pada
Penyediaan dan Pelayanan Bahan Bakar Minyak. 130) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna. 131) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary Fund. 132) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemantauan, Pengawasan dan Pengendalian Dampak Kenaikan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak di dalam Negeri. 133) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi.
134) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 135) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan pemanfaatan Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain. 136) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. 137) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. 138) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. 139) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN Economic Community - AEC). 140) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. 141) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan dan Pengawasan Terkait Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara. 142) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. 143) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di dalam Negeri. 144) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Sosialisasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak.
Putusan : 1)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
2)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
3)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 tanggal 19 Juli 2005 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
4)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananam Modal.
5)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
6)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
7)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
8)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
9)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012 yang menguji yang menguji Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum dan ensiklopedia hukum. Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang memberikan petunjuk kearah mana penulis akan melangkah. c. Bahan nonhukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku politik, buku ekonomi, data sensus, laporan tahunan perusahaan, kamus bahasa dan ensiklopedia umum serta jurnal-jurnal nonhukum, internet dan sebagainya.
E. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik inventarisasi bahan-bahan hukum. Setelah isu hukum ditetapkan, penulis melakukan penelusuran untuk mencari bahan hukum yang relevan terhadap isu hukum yang dihadapi.
F. Teknik Analisis Teknik analisis yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode deduktif, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar. Melalui konstruksi penalaran ini penulis menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum terhadap hal yang sifatnya khusus. Sebagaimana silogisme yang diajarkan Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.