Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pembuatan Katalis HTSC Proses pembuatan katalis HTSC menggunakan metoda kopresipitasi. Katalis yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dan diuji aktivitasnya.
III.1.1 Bahan dan Peralatan Bahan dan peralatan yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan dan peralatan yang akan digunakan pada proses pembuatan katalis serta uji aktivitas.
III.1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada proses pembuatan katalis adalah sebagai berikut : · Fe(NO3 )3 .9H2 O dan Cr(NO3 )3 .9H2 O yang berfungsi sebagai komponen utama pada pembuatan katalis berbasis Fe oksida, · Na2 CO3 yang berfungsi sebagai precipitating agent, dan · aquadest yang berfungsi sebagai pelarut. Bahan yang digunakan pada uji aktivitas katalis adalah sebagai berikut : · gas H2 yang berfungsi sebagai gas pereduksi, · gas CO yang berfungsi sebagai reaktan, · gas N2 yang berfungsi sebagai gas inert, dan · aquadest yang berfungsi sebagai reaktan.
III.1.1.2 Peralatan Peralatan yang digunakan pada proses pembuatan katalis, antara lain : ·
magnetic stirer yang berfungsi sebagai pengaduk,
·
furnace yang berfungsi sebagai pengering dalam proses kalsinasi,
·
kertas saring yang berfungsi sebagai media penyaring,
·
penyaring Butchner yang berfungsi sebagai alat penyaring,
·
pengaduk gelas yang berfungsi sebagai pengaduk dalam pelarutan zat,
·
kertas pH yang berfungsi sebagai indikator tingkat keasaman,
xlviii III-1
·
pipet tetes yang berfungsi untuk mengambil larutan yang akan digunakan,
·
cawan porselen yang berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan sampel,
·
water bath yang berfungsi sebagai pemanas,
·
gelas kimia 400 ml dan 1000 ml yang berfungsi sebagai wadah aquadest,
·
termometer yang berfungsi sebagai pengukur temperatur reaksi pengendapan,
·
piknometer 25 ml yang berfungsi sebagai pengukur densitas aquadest, dan
·
penggerus
porselen
yang
berfungsi
sebagai
penggerus
katalis high
temperature shift conversion. Peralatan yang digunakan pada uji aktivitas katalis adalah sebagai berikut : ·
termokopel yang berfungsi sebagai pengukur temperatur dalam reaktor,
·
reaktor berfungsi sebagai wadah reaksi pergeseran CO, dan
·
syringe pump yang berfungsi sebagai injektor dan pengatur laju aquadest ke dalam reaktor. Rangkaian peralatan untuk uji aktivitas katalis HTSC dapat dilihat pada
gambar III.1 berikut ini.
Gambar III.1 Rangkaian peralatan uji aktivitas katalis pada reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 (Kholisoh, 2003).
xlix
III-2
Gambar III.1 menunjukkan rangkaian peralatan uji aktivitas katalis pada reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 . Sistem reaksi terdiri dari reaktor, tabung gas N2 , CO, dan H2 , syringe pump, pemanas, termokopel, dan kondensor. Tabung gas N2 , CO, dan H2 dilengkapi dengan sebuah keran (needle valve) dan flowmeter gelembung sabun untuk mengatur dan menunjukkan pembacaan laju alir gas. Reaktor yang digunakan berupa reaktor fixed bed yang terbuat dari tabung gelas pyrex dengan panjang 62 cm dan diameter dalam 1,4 cm. Reaktor diletakkan secara konsentris terhadap furnace. Unggun yang digunakan berupa 0,5 gr katalis HTSC diletakkan secara merata di atas glass wool. Selanjutnya air diinjeksikan melalui syringe pump ke dalam reaktor. Temperatur pemanas air masuk diset 120 o C untuk memanaskan air menjadi kukus dan memanaskan gas masuk yang nantinya dipergunakan sebagai reaktan. Temperatur di dalam reaktor diukur dengan menggunakan termokopel. Termokopel ini dilengkapi dengan display u n t u k mengetahui pembacaan temperatur dalam reaktor. kukus sisa reaktan selanjutnya dikondensasikan dengan menggunakan kondensor hingga menjadi kondensat. Laju alir gas keluaran selanjutnya dibaca melalui flowmeter dengan gelembung sabun pada bagian keluaran.
l
III-3
III.1.2 Metode Pembuatan Katalis Prosedur pembuatan katalis HTSC terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : tahap presipitasi, tahap pencucian dan penyaringan, tahap pengeringan, serta tahap kalsinasi. Secara umum, tahap – tahap pembuatan katalis dapat digambarkan pada diagram alir yang ditunjukkan pada gambar III.2 dan III.3 berikut ini.
Aquadest 157,3 ml
Pemanasan T = 60 oC t = 45 menit
Aquadest 52,16 ml
Fe(NO3 )3 .9H2 O Cr(NO3 )3 .9H2 O
Pemanasan T = 60 oC t = 45 menit
Na2CO3 13 gr
Presipitasi
Pengadukan CO2
Pengukuran pH = 7–8,5
Fe(OH)3 dan Cr(OH)3
Gambar III.2 Diagram alir proses pembuatan katalis HTSC bagian I
li
III-4
Fe(OH)3 dan Cr(OH)3
Penyaringan I
Fe(OH)3 dan Cr(OH)3 hasil penyaringan I Aquadest 25 oC
Pencucian I
1 liter Penyaringan II
Fe(OH)3 dan Cr(OH)3 hasil penyaringan II Aquadest 50 oC Pencucian II 1 liter Penyaringan III
Fe(OH)3 dan Cr(OH)3 hasil penyaringan III
Pengeringan T = 105 oC t = 18 jam
Kalsinasi T = 300 oC t = 6 jam
Fe2O3 dan Cr2O3
Gambar III.3 Diagram alir proses pembuatan katalis HTSC bagian II
lii
III-5
III.1.2.1 Tahap Presipitasi Tujuan proses presipitasi adalah untuk mengendapkan larutan yang diperoleh dari pencampuran larutan I ke larutan II hingga menghasilkan presipitat. Presipitat yang diinginkan adalah presipitat dengan ukuran partikel yang kecil dengan luas permukaan yang besar. Urutan proses presipitasi yang dijelaskan adalah proses pembuatan katalis HTSC ITB 3. Proses presipitasi ini diawali dengan membuat dua macam larutan, yaitu larutan I dan II. Larutan I dibuat dengan melarutkan ferri nitrat [Fe{NO3 }3 .9H2O] 27,25 gr dan kromium nitrat [Cr{NO3 }3 .9H2O] 2,7 gr dalam 157,3 ml aquadest dan dipanaskan pada temperatur 60 o C selama 45 menit. Dasar pemilihan garam nitrat karena lebih mudah terdekomposisi dengan pemanasan menjadi oksidanya, lebih mudah dihilangkan dengan pencucian, dan tidak meracuni katalis (Szabo, 1976). Larutan presipitator (larutan II) dibuat dengan
melarutkan
Na2 CO3 sebanyak 13 gr dalam 52,16 ml aquadest pada temperatur 60 o C selama 45 menit. Pemanasan pada saat pelarutan bertujuan untuk meningkatkan laju pelarutan. Selanjutnya larutan I dituang ke dalam larutan II dengan perlahan lahan. Pencampuran dilakukan
pada
temperatur
60 o C
dan
pH
akhir
pencampuran yang mendekati netral (pH = 7-8,5) sambil terus diaduk hingga karbon dioksida yang terlarut dapat terlepas. Karbon dioksida terlarut ini dapat dilihat dengan adanya buih didalam suspensi (Jennings, 1981). Reaksi yang terjadi pada tahap presipitasi adalah sebagai berikut :
Na2 CO3 CO32- + H2 O
2Na+ + CO32-
..........................(3.1)
HCO3 - + OH-
..........................(3.2)
6Na+ + 3HCO3- + 3OH- + 2Fe(NO3 )3 +
6Na +
3HCO3-
2Fe(OH)3 + 6NaNO3 + 3CO2 .....(3.3)
-
+ 3OH + 2Cr(NO3 )3
2Cr(OH)3 + 6NaNO3 + 3CO2 ....(3.4)
III.1.2.2 Tahap Pencucian dan Penyaringan Suspensi yang terbentuk selanjutnya dicuci sebanyak 2 kali dengan tujuan untuk memperoleh presipitat yang lebih murni dan bebas dari sisa karbonat. Pencucian dilakukan dengan menggunakan aquadest temperatur 25 o C dan aquadest temperatur 50 o C. Pencucian dengan menggunakan aquadest 50 o C ini
liii
III-6
bertujuan untuk menghilangkan impuritis yang akan mempengaruhi kemurnian presipitat, meningkatkan laju penyaringan, dan sebagai pengganti proses aging. Perbaikan kemurnian ini menyebabkan impuritis yang terperangkap dapat dilepaskan dan kembali ke larutan. Presipitat yang telah murni ditandai dengan pH air pencucian = 7. Presipitat selanjutnya disaring secepatnya dengan menggunakan penyaring butchner dan media penyaring berupa kertas saring. Penyaringan presipitat harus dilakukan secepat mungkin dengan tujuan untuk menghindari terperangkapnya ion nitrat dalam pori katalis dan mengakibatkan luas permukaan katalis menjadi lebih kecil. Selain itu penyaringan presipitat sebaiknya dilakukan pada keadaan panas agar impuritis lebih mudah larut sehingga dapat dihilangkan dari presipitat, dan laju penyaringan menjadi semakin cepat (Hobart, 1940). III.1.2.3 Tahap Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam katalis (Richardson, 1989). Temperatur yang disarankan pada proses pengeringan ini yaitu 105 o C selama 18 jam (Satterfield, 1979). Hasil yang diperoleh berupa padatan kering yang selanjutnya akan dikalsinasi di dalam furnace. III.1.2.4 Tahap Kalsinasi Proses kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa molekul air dan bahan – bahan yang tidak diinginkan dalam katalis. Selain itu kalsinasi juga digunakan untuk mendekomposisikan Fe(OH)3 menjadi Fe2 O3 dan untuk meningkatkan ketahanan
mekanik
katalis
terhadap perubahan temperatur
(Satterfield, 1989). Temperatur yang disarankan pada proses kalsinasi adalah 400-1000 oC selama 6 jam (Neel, 1979).
liv
III-7
Reaksi yang terjadi pada tahap kalsinasi :
2Fe(OH)3
Fe2 O3 + 3H2 O ....................(3.5)
2Cr(OH)3
Cr2 O3 + 3H2 O ....................(3.6)
Selanjutnya katalis dibentuk sesuai dengan bentuk dan geometri partikel yang diinginkan. Katalis ini dinamakan katalis HTSC ITB. Biasanya katalis ini dihaluskan hingga memiliki bentuk akhir berupa serbuk (padatan halus) (Jennings, 1984). Katalis komersial yang dijadikan perbandingan juga dihaluskan hingga memiliki bentuk seperti katalis HTSC ITB. Kedua katalis ini kemudian dikarakterisasi dan diuji aktivitasnya.
III.1.3
Karakterisasi Katalis
Sifat fisiko kimia katalis yang akan dikarakterisasi adalah : (1).
Luas permukaan spesifik katalis yang akan ditentukan dengan metode BET (Brunaeur–Emmett–Teller).
(2).
Struktur kristal katalis dianalisis dengan metode XRD.
III.1.3.1 Prosedur Analisa Luas Permukaan Spesifik dengan Metode BET Luas permukaan spesifik dapat dianalisa dengan menggunakan metode Brunauer– Emett–Teller (BET). Metode ini didasarkan pada pengukuran volum gas nitrogen yang teradsorp oleh sampel katalis pada berbagai kondisi tekanan rendah. Beda tekanan yang disebabkan oleh penyerapan permukaan katalis terhadap sejumlah volum gas nitrogen dalam peralatan pengujian diukur dan digunakan untuk menghitung luas permukaan BET. Alat yang dipergunakan untuk metode BET ini adalah NOVA 1000 Gas Sorption Analyzer yang terdapat di Laboratorium Analisis dan Instrumentasi Program Studi Teknik Kimia ITB.
lv
III-8
Prinsip kerja BET , yaitu : 1. sampel dimasukkan ke dalam wadah sampel; 2. outgassing dilakukan pada temperatur 250 o C; 3. sampel didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair; 4. menghitung luas permukaan dengan menggunakan persamaan 3.7.
Vm =
dimana :
1 …….(3.7) S + I
Vm
= Volume monolayer sampel katalis
S
= Slope dari grafik P/P0 – vs – P/[V(P0-P)]
I
= Intersep dari grafik P/P0 – vs – P/[V(P0-P)]
Untuk mencari luas permukaan katalis, maka dapat menggunakan persamaan (3.8). Sa
dimana :
=
Vm x N A x Sa N 2 VSTP
…(3.8)
Vm
= Volume monolayer sampel katalis
NA
= Bilangan Avogadro = 6,02 x 1023
Sa N 2
= Luas permukaan 1 molekul gas N2 = 16,2 x 10-20 m2
VSTP
=
Volume gas pada keadaan STP = 22,4 liter
Untuk mencari luas permukaan spesifik katalis (Sg) dapat dilihat pada persamaan (3.9): Sg =
dimana :
Sa …(3.9) m
Sg
= Luas permukaan spesifik katalis (m2 /g)
Sa
= Luas permukaan katalis (m2 )
m
= Berat sampel (g)
lvi
III-9
III.1.3.2 Analisa Struktur Bahan Kristal dengan Metode XRD Struktur bahan kristal katalis HTSC dapat dianalisa dengan menggunakan metode XRD. Identifikasi campuran bahan dalam katalis ini dapat diketahui dengan menggunakan pola referensi. Selain itu pola XRD juga memegang peranan penting dalam pengenalan struktur kristal tertentu dalam katalis kompleks (Satterfield, 1991). Prinsip kerja XRD, yaitu : 1.
membenturkan sinar x pada bahan material yang akan dianalisa;
2.
mengukur intensitas cahaya yang direfleksikan;
3.
intensitas berkas cahaya yang direfleksikan membentuk sudut antara permukaan sampel, refleksi berkas cahaya, dan jarak antar bidang kristal sampel. Hal ini dapat dilihat pada persamaan 3.10 berikut ini.
2 d sin q
dimana : d q
=
n
λ…..(3.10)
= jarak antar bidang kristal sampel = sudut yang terbentuk antara permukaan sampel dan refleksi berkas cahaya
n = orde λ
= panjang gelombang
4. membandingkan hasil pengukuran penyebaran berkas cahaya terhadap pola referensi (Mijiritskii, 1973).
lvii
III-10
Difraktogram standar Fe2 O3 , dan Fe3 O4
berdasarkan database
PCPDFWIN dapat dilihat pada gambar III.4 dan III.5 berikut ini.
Gambar III.4 Difraktogram standar Fe2 O3 pada PDF 73-2234
Gambar III.5 Difraktogram standar Fe3 O4 pada PDF 79-0416
lviii
III-11
III.2 Uji Aktivitas Uji aktivitas katalis ini dimaksudkan untuk menghitung konversi. Aktivitas katalis HTSC diuji dengan menyelenggarakan reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 pada skala laboratorium yang memiliki kondisi operasi yang dapat dilihat pada tabel III.1 berikut ini.
Tabel III.1 Kondisi operasi uji aktivitas katalis pada skala laboratorium No.
Kondisi Operasi
1.
Tekanan
2.
Temperatur
3.
Nilai
Satuan
1
atm
370
Volume Hourly Space Velocity
22234
(VHSV)
4.
Rasio kukus terhadap gas umpan
0,87
5.
Komposisi gas CO dalam umpan
12,5
o
C
Jam-1
%-v
Kondisi operasi pada proses pembuatan katalis HTSC komersial adalah sebagai berikut : Tekanan
: 3 MPa
Temperatur
: 370-400 o C
VHSV Rasio kukus terhadap gas umpan
: 9000-19000 Jam-1 : 0,6
Komposisi gas CO dalam umpan
: 12,9%-v
(Twigg, 1989)
Uji aktivitas katalis yang dilakukan pada reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 terdiri dari proses aktivasi, dan reaksi. III.2.1 Aktivasi Tujuan proses aktivasi adalah untuk mengaktifkan katalis HTSC yang berbentuk haematit (Fe2 O3 ) menjadi magnetit (Fe3 O4 ) sebelum digunakan. Proses reduksi dilakukan secara bertahap. Temperatur reduksi awal yang digunakan yaitu 250 o C selama 1 jam, dan 350 o C selama 1 jam. Temperatur
lix
III-12
unggun katalis dinaikkan dari 250 o C sampai 350 o C dengan laju pemanasan 100 o C/jam. Pada temperatur reduksi ini digunakan H2 :N2 = 1:1. Temperatur reduksi selanjutnya dinaikkan hingga 400 o C selama 2 jam dengan tujuan untuk menghasilkan proses reduksi yang sempurna (Twigg, 1989). Temperatur unggun katalis dinaikkan dari 350 o C sampai 400 o C dengan laju pemanasan 100 o C/jam. Pada temperatur reduksi ini digunakan H2 dengan konsentrasi 2 kali lebih banyak dari konsentrasi N2 untuk meningkatkan laju aktivasi katalis. Kurva reduksi dapat dilihat pada gambar III.6 berikut ini.
KURVA REDUKSI 450 400
TEMPERATUR (oC)
350 300 250 200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
6
JAM KE
Gambar III.6 Kurva proses reduksi katalis HTSC ITB Pada proses reduksi dilakukan pengecekan terhadap kehadiran oksigen pada aliran masuk dan keluar reaktor dengan menggunakan GC. Kehadiran oksigen saat reaksi tidak inginkan karena menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi yang dapat dilihat pada persamaan 3.11 berikut ini (Twigg, 1989).
2Fe3 O4 + ½ O2 à 3Fe2 O3
∆H = -464,6 kJ/mol
..........(3.11)
Reaksi oksidasi akan menyebabkan Fe3 O4 yang aktif menjadi Fe2 O3 yang tidak aktif.
lx
III-13
III.2.2 Reaksi Pergeseran CO Menjadi CO2 dan H2 Reaktan yang masuk ke dalam
reaktor terdiri dari gas N2 dengan
laju alir 85,71 ml/menit yang berfungsi sebagai gas inert dan gas CO. Gas CO dialirkan dari tabung CO dengan laju alir sekitar 13,33 ml/menit. Selanjutnya air diinjeksikan ke dalam reaktor dengan menggunakan pompa suntikan umpan (syringe pump). Laju alir air yang masuk ke reaktor yaitu 0,06 ml/menit. Air yang diinjeksikan dan gas dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam reaktor dengan menggunakan temperatur pemanasan 120 o C. Tujuan pemanasan ini adalah untuk memanaskan gas dan seluruh air yang diinjeksikan sehingga menghasilkan kukus. Reaksi dilangsungkan pada temperatur 370 o C. Pembentukan embun menandai bahwa aliran air dari syringe pump telah terjadi. Hadirnya air dan gas CO memungkinkan terjadinya reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 . Selanjutnya sampel diambil pada aliran masuk dan keluar sebanyak 0,2 ml setelah 30 menit dari pembentukan embun di bawah reaktor untuk melakukan analisa kromatografi. Hal ini dilakukan terus hingga tercapai kondisi steady state (tunak), yakni suatu kondisi dimana konversi relatif konstan terhadap waktu reaksi. Stabilitas katalis diperiksa dengan menyelenggarakan reaksi pergeseran CO menjadi CO2 dan H2 selama 10 jam. Konversi CO selama waktu tersebut diperiksa secara berkala (sekali dalam 1 jam).
III.2.3 Evaluasi dan Analisis Evaluasi dan analisis gas – gas yang masuk dan keluar dari reaktor dilakukan tiap 1 jam dengan menggunakan peralatan GC-8AIT dari Schimadzu yang terdapat pada Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Program Studi Teknik Kimia, ITB. Kondisi pengoperasian GC-8AIT dapat dilihat pada tabel III.2 berikut ini.
lxi
III-14
Tabel III.2 Kondisi pengoperasian GC – 8AIT dari Schimadzu (Kholisoh, 2003) No.
Kondisi Operasi
Nilai
Satuan
1.
Temperatur kolom Molsieve 5A
50
o
C
2.
Temperatur injektor/detektor
70
o
C
3.
Arus listrik detektor
70
mA
Selain kondisi pengoperasian, variabel yang harus diketahui pada penggunaan GC adalah waktu retensi. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan sampel dari saat injeksi hingga terdeteksi oleh detektor. Data waktu retensi untuk gas H2 , N2 , dan CO standar dapat dilihat pada tabel III.3 berikut ini. Tabel III.3 Waktu Retensi (tR) gas H2 , N2 , dan CO Gas H2 N2 CO
tR [menit] 5,04-6,07 2,21-2,84 0,94-1,96
III.2.4 Perhitungan Perhitungan yang dilakukan pada uji aktivitas katalis berupa perhitungan besarnya konversi reaksi yang didasarkan pada hasil analisis GC. Cara menghitung konversi reaksi dapat dilihat pada persamaan 3.12 berikut ini.
XCO =
area CO area N 2
masuk
area CO area N 2
area CO area N 2
keluar
x 100 %
.....…(3.12)
masuk
lxii
III-15