Bab III Metodologi Penelelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Umum Untuk memenuhi target waktu dan substansi yang disyaratkan, metodologi dan tahapan kegiatan dalam tinjauan ini disusun seperti ditampilkan pada Gambar 3.1. Adapun tahapan pelaksanaan kajian ini, dikaitkan dengan sistem Tugas Akhir, pada prinsipnya, terdiri dari: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis dan perencanaan dan tahap finalisasi. Penyusunan tahapan penyusunan ini disesuaikan dengan kebutuhan Tugas Akhir, di mana tujuan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut: (1) Tahap Persiapan: ditunjukkan untuk menyiapkan kerangka pelaksanaan studi berupa penyusunan dan pemantapan metodologi, persiapan survei, studi literatur dan pengenalan awal wilayah studi; (2) Tahap Pengumpulan Data: ditujukan untuk memperoleh data sekunder maupun primer yang dibutuhkan dalam penyusunan; (3) Tahap Analisis, Perencanaan dan Rekomendasi ditujukan untuk menghasilkan
perencanaan
awal
dan
rekomendasi
kelayakan
perencanaan yang dihasilkan baik secara teknis; (4) Tahap Finalisasi ditujukan untuk melengkapi kajian sesuai dengan hasil tanggapan dari dosen penguji maupun pembimbing dan masukan dari rekan atau dosen yang mengikuti jalanya seminar dan atau sidang;
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 1 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
PERSIAPAN
IDENTIFIKASI MASALAH
PENGUMPULAN DATA
DATA SEKUNDER
DATA PRIMER
Dokumen Perencanaan Daerah dan Pengembangan Wilayah Data Jaringan KA Bogor – Rangkasbitung Dokumen studi perencanaan transportasi daerah Data Statistik
Survei Koridor Survei Pencacahan lalu lintas Survei Stated Preference
PENGOLAHAN DATA SURVEI PRIMER DAN SEKUNDER
ANALISA
FINALISASI
Gambar 3.1 Metodologi Analisis Kelayakan Pembangunan Shortcut Jalan Kereta Api Lintas Bogor – Rangkasbitung
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 2 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.2
Tahap I : Persiapan Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kajian sebagai awal (inisiasi) dari seluruh rangkaian kajian yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum terdapat 3 kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni: (1)
Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah: a. Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan waktu dan sumber daya. b. Menetapkan metoda survei dan metoda analisis yang akan digunakan, hal ini penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi kebutuhan data, penyediaan waktu analisis dan kualitas hasil penelitian secara keseluruhan.
(2)
Kajian terhadap studi literatur terkait dengan kondisi jaringan dan operasi kereta api di Jabodetabek khususnya di lintas Bogor – Rangkas Bitung
(3)
Kajian peraturan terkait yang bermanfaat untuk: a. Identifikasi awal kondisi dan problem pada kondisi eksisting b. Menyusun rencana survei dan rencana analisis.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 3 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.3
Tahap II: Pengumpulan Data Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data dari sumber sekunder (instansi terkait) maupun data primer yang diperoleh dari survei di lapangan. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data dan informasi tentang rencana jaringan jalan kereta api di lintas Bogor – Rangkas Bitung, studi-studi yang terkait atau yang lain sedangkan data primer merupakan data yang digunakan untuk mengetahui kondisi lalu lintas secara makro, potensi demand dan kondisi trase yang mungkin dilalui oleh akses transportasi. 3.3.1 Kebutuhan Data Secara umum data yang dibutuhkan dapat digolongkan dalam 2 kategori yakni data untuk analisis secara teknis dan data analisis demand. Data yang digunakan untuk analisis teknik meliputi prasarana jalan rel yang terdiri dari: (1)
Data sosio-ekonomi, yang meliputi data jumlah dan penyebaran penduduk, tingkat pendidikan, jumlah dan penyebaran tenaga kerja, PDRB dan PDRB perkapita, output (produksi) dari kegiatan ekonomi dan data terkait lainnya yang memiliki hubungan yang kuat dengan kereta api di Bogor – Rangkas Bitung.
.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 4 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
(2)
Data tata ruang, yang meliputi data penggunaan lahan per jenis kegiatan, pola penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan ruang dan pola kegiatannya.
(3)
Data Jaringan Transportasi, yang merangkum data mengenai kondisi dan tingkat pelayanan jaringan transportasi yang berada di dalam daerah studi, baik ruas maupun simpul pada moda transportasi yang dioperasikan terutama moda jalan dan rel. Data yang dikumpulkan merupakan data eksisting dan data rencana pengembangan.
Sedangkan data yang diperlukan untuk memprediksi demand yang akan berpindah dari sistim transportasi yang ada saat ini dengan akses link dengan menggunakan moda rel terdiri dari: (1)
Potensi jumlah kereta api dan prediksi ke depannya.
(2)
Data lalu lintas untuk memprediksi data pergerakan asal tujuan dengan simulasi lalu lintas.
(3)
Data modal split dan analisis demand.
(4)
Data moda transportasi lain.
(5)
Data kondisi eksisting lokasi survei dilakukan.
Data yang diperlukan untuk menganalisis sistem operasi adalah sebagai berikut: (1)
Jumlah penumpang yang menggunakan kereta api dan prediksi ke depannya.
(2)
Data Trase yang akan dilalui.
(3)
Data operasi kereta api dan biaya operasi kereta api.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 5 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
(4)
Data rolling stock dan data fasilitas perawatan
(5)
Data kebutuhan prasararana termasuk sintelis
3.3.2
Metoda Pengumpulan Data
Adapun metoda pelaksanaan survei tersebut dijelaskan sebagai berikut: a.
Survei Sekunder Survei sekunder dilakukan dengan mendatangi stakeholder-stakeholder yang terkait pada studi ini yaitu PT. Kereta Api (Persero) dan dinasdinas terkait di lingkungan Pemprov dan Pemkot di Bogor – Rangkas Bitung untuk meminta sejumlah dokumentasi data dan sejumlah instansi lain yang dapat menyediakan data yang berkaitan dengan pelaksanaan studi seperti rencana tata ruang, data sosio ekonomi dan data lainnya yang berhubungan. Pada Tabel 3.1 diperlihatkan perkiraan data sekunder yang dibutuhkan pada studi ini.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 6 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder No Jenis Data 1 Dokumen Perencanaan Daerah dan Pengembangan Wilayah
Item Data
Sumber Data
RTRWP Jabodetabek RTRW Bogor – Rangkas Bitung
Pemprov dan Pemkab
2
Data Jaringan KA Bogor - Rangkas Bitung
Kondisi Eksisting Frekuensi KA
PT KAI (Persero)
3
Dokumen studi perencanaan transportasi daerah
Tatrawil Jabodetabek Tatralok Bogor – Rangkas Bitung
Pemprov dan Pemkab
4
Data statistik
Jabodetabek
BPS
5
Data terkait lain
Pemprov dan Pemkab Studi terkait terdahulu Studi-studi terkait di Daerah
b.
Survei Rencana Pembangunan Rute Shortcut Pengembangan alternatif trase rel Rangkas Bitung - Bogor ini harus dilakukan dalam 2 kerangka pikir, yakni: terintegrasi dengan jaringan KA eksisting dan mengakomodasi rencana-rencana pengembangan yang ada. Dalam tahap kajian ini analisis yang dilakukan ditujukan untuk memilih alternatif trase untuk rel KA Rangkas Bitung - Bogor.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 7 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
c.
Kriteria Pemilihan Alternatif Trase Dalam penyusunan pemilihan koridor alternatif diperlukan adanya kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja usulan trase. Atas dasar evaluasi tersebut, akan dapat dilakukan proses seleksi dan prioritasi dari rencana-rencana yang dibutuhkan atau yang diusulkan. Untuk melakukan proses seleksi dan prioritasi tersebut, penggunaan kriteria teknis dan ekonomis saja tidak mencukupi mengingat pengembangan sistem kereta api Rangkas Bitung - Bogor pasti akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem jaringan jalan, sistem angkutan umum eksisting, relokasi penduduk dan pusat kegiatan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini setiap stakeholders (Pemerintah, Masyarakat, dan Operator) akan memiliki perspektif dan kepentingan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakangnya.
Kriteria yang akan digunakan dalam pemilihan koridor sebaiknya mengacu pada sistem pengembangan angkutan massal dimana terdapat sejumlah alternatif pilihan antara lain yang menyangkut alternatif koridor pelayanan yang akan dikembangkan,
Salah satu bagian dari analisis ini adalah mengembangkan sejumlah kriteria yang akan digunakan untuk menyeleksi koridor. Kriteria-kriteria
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 8 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
ini akan dinilai tingkat kepentingannya oleh semua wakil stakeholders melalui mekanisme wawancara. Setelah melalui proses seleksi yang cukup panjang, maka diputuskan bahwa kriteria yang digunakan dalam analisis ini mempertimbangan hal – hal sebagai berikut: a. Pengakomodasian terhadap kepentingan setiap stakeholders yang berkepentingan (masyarakat, pemerintah, dan operator).
b. Pengembangan koridor jalan rel Bogor – Rangkas Bitung ini harus memperhatikan jarak tempuh dan waktu tempuh karena pengguna kereta api nantinya adalah orang-orang yang sangat sensitif terhadap waktu dan kenyamanan. Integrasi antara rute kereta api dan lokasi city terminal sangat diharapkan dalam mendukung operasi kereta api ini.
c. Pengakomodasian
terhadap
pertimbangan
teknis
yang
perlu
diperhatikan dalam implementasi (biaya, pembebasan lahan, dll) dan kemudahan pelaksanaan.
d. Pengakomodasian terhadap kriteria konseptual dalam pengembangan sistem angkutan umum massal yang harus cepat, mudah dan murah.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 9 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Kriteria pemilihan alternatif trase yang digunakan dalam kajian ini meliputi aspek teknis dan aspek non-teknis seperti yang disampaikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kriteria Pemilihan Alternatif Trase NO 1
2
KRITERIA
ORIENTASI KEPENTINGAN
VARIABEL KRITERIA
Karakteristik pelayanan
1.a. Jarak dari pusat kota (km)
Kemudahan pelaksanaan
2.a. Luas lahan yang perlu dibebaskan (m2)
SIFAT KRITERIA
Pengguna/User
Operasional
Masyarakat/Publik
Non teknis
(Pemerintah)
pelaksanaan
1.b. Waktu perjalanan (menit)
2.b. Panjang fly over/jembatan (m) konstruksi 2.c. Trase pada tanah labil 3
Biaya pembangunan
3.a. Pembebasan Lahan (Rp)
Investor/Operator *)
Teknis Konstruksi
Masyarakat/Publik
Dampak
3.b. Biaya konstruksi (Rp) 4
Dampak terhadap kinerja jaringan transportasi
4.a. Potensi pengurangan kemacetan di dalam jaringan jalan
(Pemerintah)
Penggambaran tersebut telah diusahakan disesuaikan dengan peraturan perencanaan jalan rel yang berlaku saat ini di Indonesia seperti yang disampaikan pada Tabel 3.2. Adapun tipikal potongan melintang untuk jalur lurus untuk single track disampaikan pada Gambar 3.2 yang kurang lebih membutuhkan ROW sekitar 10 m dan diasumsikan untuk double track dibutuhkan ROW sekitar 20 m.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 10 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
1067
Gambar 3.2
Tabel 3.3
Tipikal Potongan Melintang pada Jalan Lurus
Standar Perencanaan Track Item Perencanaan
No
Standar
1
Kecepatan Maksimum
120 km/jam
2
Kecepatan Rencana
100 km/jam
3
Jumlah Track
Single Track
4
Tekanan Gandar
18 ton
5
Gradien Maksimum
Lintas bebas
5 %0
Stasiun (emplasemen)
1,5 %0
6
Jarak antar As
di emplasemen
5,20 m
7
Emplasemen (stasiun)
jumlah side track
3 sepur (2 sepur)
panjang side track
400 m
panjang sepur luncur
125 m dan 200 m (B/M)
Tipe rel
R 54
Panjang rel
4 x 25 m dilas thermit
Sambungan rel
Tipe melayang dengan bantalan kayu/beton
8
Track
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 11 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
9
10
12
Bantalan
Beton 600 mm
Tipe penambat
Elastik
Wesel
1 : 12
Lebar sepur
1,067 m
Tebal balas minimum dibawah bantalan
30 cm
Tebal sub balas pasir
30 cm
Kemiringan subgrade
1 : 20
Kemiringan talud
1 : 2 atau 1 : 1,5
CBR minimum tanah dasar
8%
Peninggian rel maksimum
110 mm
Lebar formation level
Peron
Lengkung transisi
2 x 3150 mm dari as track Jarak peron ke as track
160 mm
Lebar peron pulau
-
Lebar peron samping
-
Tinggi peron di atas rel
950 mm
Panjang peron
100 m
Tipe
Cubic parabola
Panjang lengkung minimum (L1 atau L3)
L1 = 0,8 C
Panjang lengkung transisi yang terpanjang
L2 = 0,01 C V C = peninggian rel (mm) V = Kec. Maks, (km/j)
13
Radius lengkung vertikal
8000m utk V > 100 km/j 6000m utk V < 100 km/j
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 12 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
d.
Survei Perbandingan Alternatif Trase Dalam Survei Perbandingan ini penulis parameter-parameter yang akan dijadikan dasar menetapkan trase alternatif yang paling memenuhi untuk dijadikan trase yang menghubungkan jalan kereta api lintas BogorRangkasbitung, dengan parangkingan sebagai berikut:
Tabel 3.12 Perangkingan Paramater Alternatif Trase No.
Kriteria
Pembobotan
1
Kondisi Topografi
1.6
2
Kondisi Tanah
1.5
3
Kemudahan Akses
1.4
4
Tata Guna Lahan
1.3
5
Dampak Terhadap Jalan Eksisting
1.2
6
Kebutuhan Konstruksi Khusus
1.1
Setelah kita tentukan perangkingan, kita tentukan juga criteria penilaian pada masing-masing trase, sebagai berikut: 1. Nilai >4 (diatas empat)
= Sangat Layak
2. Nilai 3 < x < 4
= Layak
3. Nilai 2 < x < 3
= Kurang Layak
4. Nilai < 2
= Tidak Layak
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 13 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Dengan formulir survei yang digunakan adalah sebagai berikut: Gambar 3.3 Formulir Survei Perbandingan Trase Alternatif UNIVERSITAS MERCUBUANA FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN JURUSAN TEKNIK SIPIL
ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN SHORTCUT JALAN KA LINTAS BOGOR – RANGKAS BITUNG SURVAI KELAYAKAN TRASE ALTERNATIF Nama Surveyor Lokasi Survey Hari/Tanggal Survey Kriteria
: : (dilakukan tiap 1 km dari trase rencana) : : Kondisi Tanah
Kriteria Penilaian
e.
Uraian
Kekerasan Tanah
1. 2. 3. 4.
Melalui Sebagian besar tanah Lunak Melalui Sebagian besar tanah Sedang Melalui Sebagian besar tanah Keras 100 % melalui tanah keras
Kontur Tanah
1. 2. 3. 4.
Banyak melewati daerah rawa Lokasi trase baru berdekatan dengan daerah rawa Sedikit melewati daerah rawa Tidak Melewati Rawa
Kekuatan Tanah
1. 2. 3. 4.
Melalui Melalui Melalui Melalui
Keterangan
tanah dengan banyak keretakan tanah berpasir tanah berair tanah yang stabil
Survei Koridor Survei koridor dalam studi ini dimaksudkan untuk mengetahui: 1.
Ketersediaan lahan yang memungkinkan untuk digunakan sebagai jalur moda rel Bogor – Rangkas Bitung yang belum terdapat jalur rel
2.
Kondisi lahan dalam koridor pengembangan moda rel.
3.
Identifikasi secara visual kondisi stasiun.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 14 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
f.
Survei Stated Preference Survei stated preference digunakan untuk mengetahui perilaku pelaku perjalanan terhadap introduksi suatu fasilitas transportasi baru (yang belum beroperasi saat ini, ketika survei dilakukan). Survei ini diperlukan karena perilaku populasi tidak dapat diketahui dengan menggunakan data eksisting yang ada, karena datanya memang tidak representatif untuk keperluan ini. Survei ini dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku para pelaku perjalanan dengan adanya fasilitas transportasi baru tersebut. Survei ini dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat tarif yang dianggap wajar oleh pengguna dan juga asal/tujuan, intesitas perjalanan dan data lainnya yang terkait dan diperlukan dalam analisis. Gambaran struktur pemilihan terhadap moda kereta api ditampilkan pada Gambar 3.4. Pada gambar tersebut terlihat responden diminta untuk memilih antara moda kereta api (yang ditawarkan) dengan moda eksisting yang selama ini digunakan melayani koridor Lintas Bogor – Rangkas Bitung. Survei ini dilakukan dengan teknik wawancara kepada responden menggunakan formulir. Selama mengisi formulir tersebut, respoden didampingi oleh pewawancara.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 15 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Demand Kereta Api
KA Vs mobil pribadi
KA Vs Angkot
KA Vs Bus
KA VS Moda Lain
Gambar 3.4 Struktur Pemilihan Moda
Dalam hal ukuran jumlah sampel, sebagai kesepakatan awal tampaknya sekitar 30 responden per segmen perjalanan merupakan jumlah yang cukup, sejauh ini, tidak ada teori yang mendasari hal ini (PEARMAIN et al. 1991). Kenyataannya dari studi-studi yang pernah dilakukan mengindikasikan bahwa dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar; pekerjaan simulasi yang dilakukan secara internal oleh Steer Davies Gleave (PEARMAIN et al. 1991) menyarankan sekitar 75 to 100, dan BRADLEY dan KROES (1990) secara independen melaporkan kesimpulan yang sama. BEATON et al. (1996) menemukan bahwa sampel sebesar 100 sampai 200 responden sudah mampu untuk menghasilkan estimasi parameter yang stabil. Namun demikian, pada akhirnya, jumlah sampel data yang harus dikumpulkan sangat bergantung pada karakteristik data di lapangan. Selain itu, faktor sumberdaya dan waktu yang tersedia juga berpengaruh
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 16 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
terhadap jumlah sampel responden. Dalam kaitan dengan kebutuhan untuk menetapkan jumlah sampel yang akan diwawancara pada survei, WALPOLE dan MYERS (1972) mendefinisikan ukuran sampel sebagai berikut: z n /2 X
2
dimana: σ
=
deviasi standar;
Zα/ 2
=
sebuah nilai yang diturunkan dari distribusi normal baku, sebagai fungsi dari tingkat kepercayaan, (1 α) x 100%;
X
=
kesalahan yang dapat diterima;
Rencananya, survei wawancara dialamatkan kepada sekitar 50-100 responden untuk masing-masing segmen koridor dan moda transportasi yang, dalam hal ini, merupakan kompetitor KA. Dengan demikian, dari tiga moda transpotasi yang diperiksa (mobil, sepeda motor dan bus) dan 2 segmen perjalanan total akan terkumpul lebih kurang 400-600 responden atau 150-200 responden per moda.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 17 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
g.
Survei Pencacahan Lalu Lintas Pencacahan volume lalu lintas, merupakan perhitungan lalu lintas yang dilakukan dengan cara mencacah/menghitung kendaraan yang lewat pada pos-pos survei yang telah ditentukan. Data pencacahan volume lalu lintas digunakan untuk melakukan konfirmasi terhadap data sekunder yang dikumpulkan melalui dinas perhubungan. Jangka waktu pelaksanaan survei tergantung dari maksud pelaksanaan survei dan kondisi lalu lintas yang akan dipecahkan. Dalam studi ini diusulkan survei dilakukan pada hari kerja dan hari libur masing-masing selama 6 jam, yaitu periode 06.00 – 08.00 (peak pagi), 11.00 – 13.00 (off-peak siang) dan 16.00 – 18.00 (peak sore). Survei dilakukan pada lokasi-lokasi yang merupakan wilayah studi yang dilintasi koridor KA Bangkalan - Sampang dengan jumlah lokasi lebih kurang 10 titik pengamatan. Data pengamatan lalu lintas ini digunakan sebagai basis untuk meng-up date data analisis transportasi makro (menggunakan pemodelan 4 tahap).
h.
Persiapan Survei Persiapan survei dilakukan sesuai dengan kebutuhan data dan metoda pengumpulan data. Persiapan survei ini dilakukan untuk merencanakan secara detail pelaksanaan survei yang berkaitan dengan: (1)
Pemantapan metoda survei sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan sebelumnya
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 18 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
(2)
Penyiapan formulir survei sesuai dengan metoda survei yang digunakan.
(3)
Penyiapan sumber daya survei dan penyusunan jadual pelaksanaan survei.
3.4
Tahap III: Analisis Tahap ini terdiri dari beberapa bagian, yakni: analisis awal, analisis teknik dan analisis potensi demand. Berikut disampaikan detail bahasan untuk setiap item yang termasuk dalam tahapan ini.
3.4.1
Analisis Awal
Analisis awal merupakan kegiatan untuk menginterpretasi sejumlah data yang diperoleh dari survei. Kegiatan ini dilakukan untuk: (1)
Memverifikasi kualitas dan jenis data yang diperoleh;
(2)
Mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang ada di dalam sistem transportasi yang dituangkan dalam bentuk numerik, uraian, ataupun gambar
(3)
Membentuk basis data yang operatif untuk digunakan dalam proses perencanaan dan analisis.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 19 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.4.2
Analisis Teknik
Dalam pengembangan analisis teknik tersebut difokuskan pada aspek aspek trase atau geometrik dan penanganan permasalahan teknis prasarana maupun sarana untuk perancangan operasi kereta api pada daerah studi. Pada analisis ini data sekunder berupa kondisi eksisting ROW di sepanjang koridor jalan rel di lintas Bogor – Rangkas Bitung sangat diperlukan dan pengamatan di lapangan baik itu pengamatan secara visual dan survei koridor menjadi data masukan yang sangat penting. Survei koridor di sini, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tujuannya adalah untuk memberikan gambaran umum terhadap kondisi ROW di sepanjang koridor jalan rel di lintas Bogor – Rangkas Bitung. Selain itu juga tata guna lahan untuk identifikasi kebutuhan pembebasan lahan, jika diperlukan untuk pengembangan prasarana jalan rel (misalnya pembangunan jalur ganda). Dengan demikian, analisis teknik ini juga meliputi analisis kapasitas lintas untuk memeriksa kebutuhan pengembangan jalan rel. Pertanyaan mendasar yang ingin dijawab melalui analisis ini adalah kapan jalan rel eksisting perlu dikembangkan (apakah dengan penambahan stasiun atau dengan jalur ganda) dan bagaimana kemungkinan pembebasan lahannya.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 20 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.4.3
Analisis Kewilayahan
Analisis
kewilayahan
merupakan
kegiatan
untuk
menginterpretasi
perencanaan pengembangan wilayah terutama untuk melihat lokasi pusatpusat kegiatan. Pusat-pusat kegiatan inilah yang merupakan pusat bangkitan dan tarikan perjalanan. Sehingga dengan mengetahuinya akan lebih mudah untuk
memprediksikan
permintaan
perjalanan
(demand).
Dengan
mengetahui pengembangan wilayah ke depan juga dapat diperkirakan kebutuhan akan transportasi di wilayah tersebut.
3.4.4
Analisis Permintaan Perjalanan Menggunakan Kereta Api
(Demand) Demand Analysis atau analisis permintaan perjalanan menggunakan kereta api atau potensi pengguna yang dilakukan adalah untuk memprediksi potensi berpindahnya pengguna dari moda eksisting menuju moda kereta api. Lingkup analisis transportasi meliputi: (1) Analisis dari data asal dan tujuan dan lalu lintas makro. (2) Analisis dari data stated preference tentang persentase pelaku perjalanan yang berpindah ke moda kereta api dari moda transportasi eksisting. Data ini adalah data yang mutlak harus dimiliki sebelum dimulainya proses survei potensi pengguna dengan menggunakan metoda stated preference.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 21 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Analisis data stated preference adalah proses selanjutnya karena proses ini adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui splitting atau perpindahan moda. Teknik stated preference (SP) berasal dari ilmu psikologi matematika, Hensher (1994). Teknik ini secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi untuk mengukur/ memperkirakan pemilihan moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap suatu yang baru (hypothetical situation). Stated preference berarti pernyataan preferensi tentang suatu alternatif dibanding dengan alternatifalternatif yang lain dalam menentukan alternatif rancangan yang terbaik dalam analisis potensi demand suatu rancangan moda transportasi baru (rencana untuk dikembangkan). Proses survei yang dilakukan adalah dengan mewancarai seorang individu ditanya/diminta untuk mengindikasikan pilihannya di antara atribut-atribut dari kombinasi yang tersedia (cara ranking atau rating). Seorang individu kemudian diminta untuk memilih satu di antara kombinasi atribut-atribut.
3.4.5
Estimasi Kebutuhan Permintaan Perjalanan: Konsep Dasar
A. Teori Teknik Stated Preference Teknik
stated
preference
menawarkan
sebuah
teknik
untuk
menyediakan informasi tentang permintaan dan perilaku perjalanan dengan baik untuk suatu pengeluaran tertentu dengan alasan tertentu. Teknik stated preference mengacu pada suatu pendekatan yang UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 22 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
menggunakan pernyataan mengenai bagaimana responden memberikan respon terhadap situasi yang berbeda atau berubah. Stated preference berbeda dengan revealed preference yang datanya diperoleh dari pengamatan terhadap perilaku aktual atau laporanlaporan perilaku pada masa lampau. Revealed preference mencatat keputusan pilihan perjalanan yang aktual termasuk indikator-indikator dari semua komponen yang mendasari keputusan yang diambil. Teknik stated preference berasal dari ilmu psikologi matematika dan mulai diperkenalkan pada akhir tahun 70-an. Metode ini telah secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi karena
metode
ini
dapat
mengukur/memperkirakan
bagaimana
masyarakat memilih moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap suatu peraturan baru. Menurut definisinya Stated Preference berarti pernyataan preferensi tentang suatu alternatif dibanding alternatif-alternatif yang lain. Teknik ini menggunakan pernyataan preferensi dari para responden untuk menentukan alternatif rancangan yang terbaik dari beberapa macam pilihan rancangan. Teknik stated preference mendasarkan estimasi permintaan pada sebuah analisis respon terhadap pilihan yang sifatnya hipotetikal misalnya sarana yang masih dalam perencanaan. Hal ini, tentu saja, dapat mencakup atribut-atribut dan kondisi-kondisi dalam lingkup yang lebih luas daripada sistem yang sifatnya nyata.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 23 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
B. Memahami Perilaku Perjalanan Teknik stated preference menyediakan informasi tentang bobot pengaruh atribut-atribut yang menentukan perilaku seseorang dalam membuat keputusan. Proses yang mendasari perilaku perjalanan ditampilkan pada Gambar 3.3. Diagram ini membedakan antara elemen-elemen yang berasal dari luar (eksternal, misalnya: atribut-atribut alternatif perjalanan, batasan situasi) dan yang berasal dari dalam (internal, misalnya: persepsi atau preferensi). Elemen yang berasal dari luar memberikan batasan-batasan terhadap perilaku pasar, sedangkan yang berasal dari dalam menggambarkan pengertian konsumen terhadap pilihan mereka dan mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengikuti strategi-strategi tertentu. Elemen eksternal merupakan elemen yang dapat diamati, kalaupun ada, masalah yang muncul adalah menetapkan ukuran yang pantas. Elemen internal merupakan elemen yang tidak teramati. Keberadaan dan pengaruh mereka dapat diprediksi melalui aplikasi dari suatu teknik pengamatan secara kuantitatif, seperti teknik stated preference, terhadap kondisi pilihan (suka atau tidak suka terhadap masing-masing pilihan) dan perilaku.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 24 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Karakteristik Sosia-ekonomi
Atribut dari Alternatif
Informasi tentang
dan Pengalaman Individu
Perjalanan
Alternatif Perjalanan
Persepsi
Sikap
Preferensi
Perilaku Keterbatasan Individu
Perilaku Perjalanan
Keterbatasan pada Alternatif yang
Elemen yang Teramati
Tersedia Elemen yang Tidak Teramati
Gambar 3.5 Komponen-komponen Perilaku Konsumen sumber: Pearmain et al (1991)1 Akhirnya, penting untuk mencatat tahapan dari perilaku seseorang menjadi perilaku pasar yang sebenarnya. Perilaku pasar yang sebenarnya mengacu pada batasan terhadap tindakan secara individu terhadap pilihan yang tersedia. Sebagai hasilnya, terdapat potensi perbedaan antara pernyataan (atau pilihan) yang diperoleh dari teknik stated preference dengan perilaku yang sebenarnya. Berkaitan dengan hal ini, McFADDEN mengidentifikasi tantangan utama dari teknik SP ini. Tantangan tersebut adalah: “(1) teknik perancangan untuk memperoleh respon yang mengandung informasi tentang perilaku pasar yang dapat diandalkan, (2) pengembangan metoda untuk menerjemahan
1
PEARMAIN, D., SWANSON, J., KROES, E. and BRADLEY, M. (1991), Stated Preference Technique, A Guide to Practice, 2-nd edition, Steer Davies Gleave and Hague Consulting Group.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 25 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
data eksperimental menjadi ramalan pasar (market forecasts) dan (3) meyakinkan validasi hasil ramalan tersebut”. (McFADEN, 1987)2 Isu tersebut merupakan dasar dalam memperoleh manfaat dari teknik stated preference. Sebuah teknik yang menggunakan data yang dikumpulkan untuk melakukan prediksi terhadap perubahan permintaan di masa depan secara akurat. Hasilnya menjadikan teknik stated preference menjadi sebuah alat penelitian yang layak digunakan.
C. Teori Dasar Perilaku Pilihan Teori dasar perilaku pilihan didasarkan pada konsep ekonomi klasik dari seseorang untuk memperoleh “utilitas” dari konsumsi suatu produk. Utilitas menggambarkan tingkat kepuasan dari suatu manfaat yang dinikmati seseorang ketika menghabiskan potensi sumbernya pada produk yang lain. Utilitas yang diukur dengan teknik stated preference tersebut digambarkan sebagai nilai utilitas tidak langsung, sebab individu-individu memilih antara pilihan yang berbeda, dengan tetap mengacu pada keterbatasan potensi sumber yang mereka miliki. Utilitas menyatakan secara tidak langsung suatu nilai yang dilekatkan pada suatu produk secara menyeluruh oleh seseorang. Individuindividu diasumsikan memilih produk dengan utilitas maksimum. Hal ini berarti, bahwa mereka akan berusaha untuk memaksimumkan 2
McFADDEN, D. (1987), The Choice They Approach to Marketing Research, Marketing Science, Vol 5, pp 275297.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 26 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
manfaat yang diperoleh dalam keterbatasan potensi sumber yang dimiliki – biasanya waktu dan uang. Utilitas adalah tingkat ukuran kepuasan yang akan diperoleh para pengguna. Misalnya, utilitas untuk sebuah rute dapat berupa faktor yang dipertimbangkan oleh pengguna seperti jarak, waktu perjalanan, ketersediaan, kenyamanan, keamanan, dan lain-lain yang juga dikonversikan dalam bentuk biaya umum (generalised cost). Individu-individu akan memberikan pilihannya pada pilihan yang mampu menyediakan utilitas tertinggi: memaksimalkan utilitas.
D. Teori Pilihan Kemungkinan Pendekatan nilai perilaku dilakukan dengan menyediakan kondisi pilihan hipotetikal kepada responden, dan melalui jawabannya, kemudian diturunkan
model
matematika. Model
yang pantas
diindikasikan dengan ukuran statistik yang baik dan ukuran berapa baik model tersebut menerangkan respon dari masing-masing individu, dimana perilaku perjalanan digambarkan. Perkembangan teori pilihan diawali dari pendekatan ilmu psikologi yang, pada tahap awal perkembangannya, tinjauannya secara luas diberikan oleh LUCE dan SUPPES (1965)3. Perkembangan teori ini muncul dari kebutuhan untuk menerangkan suatu pengamatan eksperimental terhadap perilaku yang tidak konsisten. Salah satu 3
LUCE, R. and SUPPES, P. (1965), Preference, Utility and Subjective Probability, Handbook of Mathematical Psychology, Vol. 3, New York.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 27 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
argumen menunjukkan bahwa perilaku manusia identik dengan kemungkinan. Sesuatu yang tidak konsisten muncul dalam aplikasi secara empiris saat pengamatan pilihan dibuat dengan sampel perorangan. Pada kasus ini, dua atau lebih individu diamati dengan satu kumpulan pilihan yang sama, serta atribut dan karakteristik sosial ekonomi yang juga sama, ternyata mereka memilih alternatif yang tidak sama, (BEN AKIVA dan LERMAN, 1985)4. Sebuah contoh lain menampilkan kasus dari dua pelaku perjalanan yang identik yang ternyata memilih moda yang berbeda untuk suatu perjalanan yang sama ke tempat kerja. Mekanisme sebuah kemungkinan dapat digunakan untuk menerangkan efek-efek dari variasi-variasi yang tidak teramati yang terdapat di antara para pengambil keputusan dan atribut-atribut alternatif yang tidak teramati. Hal ini dapat juga mengambil ke dalam teori perilaku random murni atau kesalahan disebabkan oleh persepsi yang salah terhadap atribut dan alternatif-alternatif pilihan. Dengan demikian teori pilihan kemungkinan dapat digunakan untuk mengatasi salah satu kelemahan dari teori konsumen ini. Teori ini, kemudian, membawa pada konsep “utilitas random” untuk merefleksikan elemen yang tidak teramati dari perilaku pilihan.
4
BEN-AKIVA, M.E. and LERMAN, S.R. (1985), Discrete Choice Analysis: Theory and Application to Travel Demand, MIT Press, Cambridge.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 28 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
E. Teori Utilitas Random Pendekatan utilitas random, diperkenalkan oleh MANSKI (1977)5, untuk lebih mendekati teori konsumen. Individu selalu diasumsikan memilih alternatif dengan utilitas tertinggi. Namun demikian, nilai utilitas tersebut tidak diketahui dengan pasti dan karenanya diberlakukan sebagai variabel yang random. Dari sudut pandang ini, kemungkinan bahwa utilitas dari alternatif i untuk individu n, Uin, adalah lebih besar atau sama dengan utilitas dari semua alternatif yang lain dalam suatu kumpulan pilihan C dapat ditulis sebagai berikut: P(i|Cn) = Pr[Uin > Ujn, all jCn] Dalam pendekatan ini, kemungkinan pilihan diturunkan dengan mengasumsikan sebuah probabilitas gabungan untuk suatu kumpulan dari utilitas yang random. {Uin, iCn}.
Dasar untuk asumsi distribusi ini adalah sebuah argumen yang logis tentang
ke-random-an
utilitas
tersebut.
MANSKI
mengidentifikasi empat sumber ke-random-an yang berbeda:
5
a.
Atribut-atribut yang tidak teramati,
b.
Variasi-variasi preferensi yang tidak teramati,
c.
Ukuran kesalahan dan informasi yang tidak sempurna,
d.
Variabel-variabel tambahan.
MANSKI, C. (1977), The Structure of Random Utility Models, Theory and Decision 8: 229-254
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 29 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(1973)
Bab III Metodologi Penelelitian
Secara umum, utilitas random dari sebuah alternatif merupakan sebuah hasil penjumlahan dari komponen yang teramati (sistematik), Vin, dan komponen yang tidak teramati (random), in, dari total utilitas yang dapat dinyatakan sebagai berikut: Uin = Vin + in
dan persamaan pertama dapat ditulis sebagai: P(i|Cn) = Pr[Vin + in > Vjn + jn, all jCn]
Bila ditinjau sebuah pilihan di antara dua alternatif, Cn sebagai {i,j}, dan ditulis kembali peluang bahwa n memilih alternatif i, maka persamaan ketiga menjadi, Pn(i)
=
Pr(Uin > Ujn)
=
Pr(Vin + in > Vjn + jn)
=
Pr(Vin - Vjn > jn - in)
Dengan kata lain, peluang bahwa seorang individu, n, akan memilih i, secara random dari populasi sampel, dari suatu kumpulan pilihan Cn adalah sama dengan peluang bahwa selisih antara komponen random dari alternatif j dan alternatif i adalah lebih kecil daripada selisih antara komponen sistematik dari alternatif i dan alternatif j dari semua
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 30 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
alternatif pada suatu kumpulan pilihan (HENSHER dan JOHNSON, 1981)6. Dalam kondisi seperti ini, dapat dilihat bahwa untuk sebuah situasi pilihan biner, nilai absolut dari V dan ternyata tidak menjadi masalah; yang menjadi masalah adalah apakah perbedaan pada nilai V lebih kecil dari perbedaan pada nilai . Isu pertama dalam menentukan spesifikasi model utilitas yang pantas adalah menentukan jenis-jenis variabel yang dapat masuk dalam fungsi dari komponen sistematik (Vin), seperti yang dinyatakan pada persamaan kedua. Untuk individu n, alternatif i dapat diberi ciri dengan sebuah vektor dengan atribut zin, dimana waktu, biaya, kenyamanan, ketersediaan dan keamanan perjalanan dapat termasuk di dalamnya. Juga berguna untuk mencirikan pembuat keputusan n dengan vektor atribut yang lain, misalnya dengan notasi Sn. Terdapat variabel-variabel yang sering digunakan seperti pendapatan, kepemilikan kendaraan pribadi, ukuran rumah tangga, umur, jenis kelamin. Utilitas dari masing-masing alternatif merupakan sebuah fungsi dari atribut-atribut alternatif tersebut dan juga dari individu pengambil keputusan. Karenanya, pada komponen sistematik dari utilitas, individu n berasosiasi dengan alternatif i, sebagai berikut, Vin
6
=
V(xin)
Hensher, D.A. and Johnson, L.W. (1981), Applied Discrete-Choice Modeling, Croom Helm, London and Wiley, New York.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 31 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
dimana xin adalah sebuah vektor yang mengandung semua atributatribut, baik untuk individu n maupun alternatif i, didefinisikan sebagai xin = h(zin,Sn). Isu berikutnya berkaitan dengan bentuk fungsi yang masuk akal untuk V, dipersamaan keenam. BEN AKIVA dan LERMAN (1985)4 memperhatikan dua kriteria dalam pemilihan bentuk sebuah fungsi. Pertama, fungsi harus menggambarkan teori tentang bagaimana elemen yang beragam dalam x mempengaruhi utilitas; kedua, fungsi harus mempunyai proses perhitungan yang relatif mudah/sederhana sehingga mudah dalam mengestimasi parameter-parameter yang tidak diketahui. Pada kebanyakan kasus, fungsi berbentuk linier seringkali menjadi pilihan. V(xin) = 1xin1 + 2xin2 + 3xin3 + ... + KxinK dimana 1, 2, 3, ..., K adalah parameter-parameter yang diestimasi. Akhirnya, secara implisit telah diasumsikan bahwa parameterparameter adalah sama untuk semua anggota dari populasi. Jika terdapat kelompok sosial ekonomi yang berbeda, maka dipercaya bahwa nilai parameter -nya akan berbeda, maka sangat dimungkinkan untuk mengembangkan model yang berbeda untuk masing-masing sub group dalam konteks segmen pasar. Seperti sudah disepakati sebelumnya bahwa tidak relevan untuk melihat nilai komponen random secara individu, justru selisihnya yang UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 32 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
menjadi masalah. Sama dengan pada komponen sistematik, isu utama dalam menentukan komponen random adalah menentukan bentuk fungsi distribusi yang tepat untuk in dan jn atau untuk jn - in. Pada dasarnya perubahan asumsi dari in dan jn (atau sama juga dengan asumsi tentang selisihnya) membawa kepada model pilihan yang berbeda. Bagaimanapun juga hal itu memberikan sedikit perbedaan pada cara berpikir tentang spesifikasi dari distribusi ‘s secara independen dari spesifikasi V’s. Pada aplikasinya, komponen random merupakan sebuah gabungan/kombinasi dari sejumlah efek yang tidak teramati, dimana masing-masing memberikan kontribusi pada distribusi komponen random tersebut.
3.4.6
Analisis Logit
Teknik analisis yang, diperkirakan, paling banyak digunakan dalam praktek adalah model Unit Probabilitas Logistik (Logistic Probability Unit), atau Logit. Untuk membangun model probabilitas ini, perlu dibuat asumsiasumsi yang berkaitan dengan komponen random dari utilitas random. Model logit tergantung dari asumsi-asumsi bahwa komponen random (1) berdistribusi secara independen, (2) berdistribusi secara identik dan (3) mengikuti distribusi Gumbell. Dengan mengasumsikan bahwa
‘s
berdistribusi Gumbell secara independen dan identik, maka hal tersebut sama dengan mengasumsikan bahwa n = j - i berdistribusi secara logistik, UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 33 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
F ( n) =
1 , > 0, - < n < 1 + e- n
dimana adalah parameter dengan skala positif. Di samping pendekatan dengan distribusi normal cukup baik, dstribusi logistik lebih mudah dalam analisisnya. Dengan asumsi bahwa n berdistribusi secara logistik, probabilitas pilihan untuk alternatif i diberikan oleh, Pn(i)
=
Pr(Uin > Ujn) 1
=
- Vin V jn
1+ e
e Vin V e Vin + e jn
=
Ini adalah model logit biner. Catatan bahwa jika Vin dan Vjn diasumsikan linier pada parameternya, maka Pn(i) =
=
e xin x e xin + e jn
1 (xin xjn )
1+ e
Dalam kasus utilitas dengan parameter yang linier, parameter tidak dapat dibedakan dari keseluruhan skala dari ‘s. Untuk lebih mudahnya, secara umum, dibuat asumsi bahwa nilai = 1. Pemodelan yang dipergunakan dalam melakukan analisis hasil survei stated preference adalah model logit yang perumusannya adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 34 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
PKA
1 1 e ( B0 B1TIMED B2 COSTD )
Di mana: PKA
= Probabilitas penumpang akan memilih kereta api
TIMED
= In-vehicle time BRT - In-vehicle time bus antar kota
COSTD
= Travel cost BRT - Travel cost bus antar kota
Bo
= Konstanta persamaan
B1, B2
= Koefisien variabel independen
Persamaan ini menyatakan bahwa probabilitas seseorang memilih kereta api atau mobil adalah fungsi dari selisih utilitas kedua moda tersebut. Secara sederhana fungsi dari utilitas itu sendiri dapat dianggap bergerak secara linear yang terdiri dari berbagai macam atribut-atribut. Oleh karena itu perbedaan utilitas dari kedua moda dapat dinyatakan dalam bentuk selisih atribut-atribut. Tentunya selisih yang dimaksud adalah selisih dari masingmasing atribut yang sejenis yang terdapat pada kedua. Dalam menentukan sifat penting untuk memahami dan meramalkan perilaku, digunakan ukuran statistik, yaitu konsep significance test yang memberikan ukuran tingkat keberartian dari faktor yang mempengaruhi atau tidak dan ukuran kesesuaian model atau goodness-of-fit (R-square).
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 35 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.4.7
Analisis Lalu Lintas Makro
a. Model Transportasi Pemodelan transportasi digunakan untuk memeriksa besaran manfaat ekonomi terkait dengan penyusunan prioritas pengembangan jaringan jalan rel di wilayah studi. Indikator lalulintas yang diprediksi dari model transportasi ini, arus lalulintas ruas, kecepatan ruas dan waktu perjalanan, akan digunakan sebagai basis untuk melakukan kajian untuk menganalisis prioritas pengembangan jaringan jalan rel di wilayah studi. Dengan kata lain, proses pemodelan transportasi dalam studi ini ditujukan untuk membentuk model yang baik dan menggunakannya untuk mengevaluasi besaran manfaat ekonomi yang mungkin terjadi sebagai dampak dari pengembangan KA lintas Klaten-SurakartaSragen ini. Untuk keperluan tersebut, detail dan luas wilayah studi harus dijaga seoptimal mungkin agar mampu memberikan gambaran prediksi yang layak. Proses logis dalam melakukan pemodelan transportasi secara umum dilakukan sesuai dengan bagan alir yang disampaikan pada Gambar 3.6. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses studi setidaknya terdapat tiga jenis data yang dibutuhkan yakni data jaringan untuk pembentukan model atau disebut dengan data tahun dasar (base year data), data untuk validasi (validation data) dan data untuk simulasi UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 36 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
model yang diprediksi pada beberapa tahun tinjauan (predicted data). Base year data dan validation data dapat diperoleh dari survei (sekunder ataupun primer). Data primer yang dimaksud adalah data pencacahan lalu lintas seperti disampaikan sebelumnya. Sedangkan predicted data hanya dapat diperoleh dengan meramalkannya dengan dasar data yang ada saat ini dan pengaruh faktor-faktor perubahan di masa datang.
Base year data
Spesifikasi model
Predicted data
Variabel model
Simulasi
Output model
Kalibrasi model
“Best fit” model
Analisis Manfaat (BOK dan Nilai Waktu)
Struktur model
Validasi Model
Validation data
Gambar 3.6 Proses Pembentukan Model dan Aplikasinya
b.
Pemodelan Transportasi Empat Tahap Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda dan pemilihan rute. Struktur umum konsep model perencanaan transportasi
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 37 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
empat tahap ini disajikan pada Gambar 3.7. Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan informasi dari data tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini akan menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik populasi serta pola dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan. Selanjutnya
diprediksi
dari/kemana
tujuan
perjalanan
yang
dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi jalan terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem jaringan, analisis kebutuhan pergerakan dan analisis sistem pergerakan. Dalam beberapa butir berikut ini
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 38 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
disampaikan bahasan mengenai setiap tahap pemodelan transportasi yang dilakukan.
Gambar 3.7 Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap
Terakhir,
pada
tahap
pembebanan
(trip
assignment)
MAT
didistribusikan ke ruas-ruas jalan yang tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalulintas di setiap ruas jalan yang akan menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja. b.1 Penentuan Batas-batas Wilayah Studi dan Sistem Zona - Batas wilayah studi dapat berupa batas administratif, batas alam (sungai, gunung, dsb.), atau batas lainnya (seperti: jalan, rel kereta api, dll.) UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 39 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
- Wilayah studi dibagi-bagi ke dalam zona, dimana jumlah zona menentukan tingkat kedalaman analisis. Makin banyak zona, makin detail analisis yang diperlukan. - Pembagian
zona
dapat
didasarkan
kepada
perwilayahan
administratif, kondisi alam (dibatasi oleh sungai, gunung, dsb.), atau berdasarkan tata guna lahan. - Sistem zona ini digunakan sebagai dasar pergerakan. b.2 Analisis Kebutuhan Pergerakan a. Bangkitan/tarikan masing-masing zona Dari OD matriks hasil penurunan dari volume lalulintas diperoleh bangkitan/tarikan dari masing-masing zona. b. Model bangkitan/tarikan (trip generation) -
Dicari korelasi antara bangkitan/tarikan dengan parameter sosioekonomi dari masing-masing zona. Korelasi tersebut dapat didasarkan kepada hasil regresi linier antar bangkitan/tarikan dengan parameter sosio-ekonomi.
-
Parameter sosio-ekonomi yang dipergunakan adalah jumlah penduduk.
-
Tahap
ini
menghasilkan
model
bangkitan/tarikan
(trip
generation) berupa persamaan matematis, dengan parameter sosio-ekonomi sebagai variabel bebas dan bangkitan/ tarikan sebagai variabel tak bebas. UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 40 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
b.3 Analisis Sistem Pergerakan a. Proyeksi Parameter Sosio-Ekonomi Terdapat dua metoda proyeksi variabel sosio-ekonomi, yaitu: (1) Proyeksi
berdasarkan
kecenderungan
(trend),
yaitu
berdasarkan kecenderungan historis perkembangan parameter sosio-ekonomi. Dengan anggapan bahwa tingkat pertumbuhan pada masa yang akan datang sama dengan masa yang lalu, maka dapat diketahui besarnya parameter sosio-ekonomi pada masa yang akan datang dengan mengalikan besarnya pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhannya (2) Proyeksi berdasarkan pola yang ingin dituju, yaitu berdasarkan target pembangunan yang ingin dicapai.
(3) Proyeksi Bangkitan/ tarikan Proyeksi bangkitan/tarikan masing-masing zona pada masa yang akan datang diperoleh dengan menggunakan model bangkitan/tarikan yang telah diperoleh dengan input parameter sosio ekonomi hasil proyeksi.
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 41 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.4.8
Analisis Operasi
Analisis operasi yang dilakukan adalah untuk melihat optimasi jaringan jalan rel, rencana pengembangan prasarana jalan rel, stasiun, depo pemeliharaan dan sintelis, rencana pengembangan sarana yang meliputi rolling stock dan lokomotif. Kajian ini difokuskan untuk optimasi jaringan jalan rel dan kemudian rencana pengembangannya berdasarkan prediksi penumpang dan kapasitas maksimum jaringan jalan rel. Sistem stasiun juga diperlukan pada analisis ini, sistem stasiun dapat berguna sebagai emplasemen yang digunakan untuk mengoptimalkan jaringan jalan rel. Sistem sinyal, telekomunikasi dan listrik atau lebih dikenal sebagai sistem sintelis akan menjadi aspek yang dikaji dalam sistem operasi ini. Semakin baik dan canggih sistem sinyal dan telekomunikasi akan mengakibatkan optimasi jaringan akan semakin baik. Penggunaan tenaga manusia atau secara manual pada sistem sinyal sebaiknya dihindari karena akan meningkatkan resiko kegagalan operasi kereta api. Hasil akhir dari analisis ini adalah besaran investasi sarana berupa rolling stock, lokomotif, depo dan logistik serta sintelis dalam operasi kereta api ini. 3.4.9
Analisis Data Alternatif Rute Jalan KA
Dari hasil pengumpulan data dapat dikembangkan sejumlah alternatif rute yang memungkinkan bagi jaringan jalan KA di wilayah Bogor - Rangkas Bitung . Alternatif tersebut untuk kemudian dinilai kelayakan teknis
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 42 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
maupun ekonomis-nya secara umum dengan berbagai kriteria sebagai berikut: a. Jarak/panjang rute: idealnya rute jalan KA adalah yang seminimal mungkin sehingga waktu perjalanan dan biaya konstruksi dapat diminimalisir, b. Kondisi daya dukung tanah dan geologi: diusahakan bahwa rute jalan KA melewati lokasi dengan daya dukung tanah yang relatif tinggi, menghindari daerah patahan secara geologis, menghindari daerah rawan longsor, sehingga stabilitas konstruksi jalan dapat diperoleh dengan biaya seminimal mungkin, c. Kondisi topografi: diusahakan rute jalan KA melalui daerah yang relatif datar sesuai dengan keterbatasan geometrik jalan KA sehingga volume galian timbunan dapat diminimalisir, d. Hambatan alam: diusahakan rute jalan KA tidak/seminimal mungkin memotong daerah aliran sungai, lembah, gunung, sehingga kebutuhan jembatan/gorong-gorong dan terowongan dapat diminimalkan, e. Potensi demand dan ekonomi: diusahakan rute jalan KA melalui sejumlah
kantong
demand
dan
daerah
yang
potensial
untuk
dikembangkan secara ekonomi sehingga dapat dimaksimalkan utilisasi jalur KA dan manfaat ekonominya,
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 43 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
f. Dampak sosial: diusahakan rute jalan KA tidak melalui daerah perumahan padat, daerah produktif dlsb. sehingga dampak sosial sebelum, selama, dan sesudah konstruksi dapat dihindarkan, g. Pertimbangan lingkungan: diusahakan rute jalan KA tidak melintasi daerah konservasi, dan sesedikit mungkin mengganggu built and nature yang ada,
3.4.10 Analisis Kelayakan Ekonomi dan Finansial Analisis kelayakan ekonomi dalam analisis ini dilakukan dalam konteks untuk mengetahui seberapa besar manfaat atau keuntungan yang diperoleh jika dibangun dan dioperasikan akses Rangkas Bitung – Bogor berbasis jalan rel baru. Hasil analisis kelayakan ini akan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan apakah rencara investasi jalan rel ini akan dilaksanakan atau tidak. Pemerintah cenderung menilai suatu investasi dalam kerangka ekonomi di mana tujuan utama kebijakan investasi dipakai sebagai alat untuk menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat. Dalam hal ini komponen biaya dikaji dalam kerangka jumlah sumber daya (resource) yang harus dikeluarkan oleh pemerintah termasuk subsidi, penggunaan lahan milik pemerintah, dan kemudahan biaya lainnya. Sedangkan komponen pengembalian biaya dipakai pendekatan manfaat baik bagi pengguna sistem transportasi (pengurangan waktu, biaya operasi kendaraan, dan lain-lain),
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 44 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
masyarakat (pengurangan tingkat kecelakaan, bertambahnya aksesibilitas, naiknya kualitas lingkungan, dan lain-lain) dan pemerintah sendiri (naiknya pendapatan dari pajak, pengurangan biaya pemeliharaan sistem, dan lainlain). Sedangkan, investor swasta memandang bahwa biaya yang dikeluarkannya harus kembali dalam bentuk nilai uang (dan berbagai kompensasinya). Dalam hal ini komponen biaya dianggap sebagai jumlah nilai uang yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk biaya konstruksi (capital), operasi, dan pemeliharaan sistem yang dikelolanya. Sedangkan komponen pengembalian biaya diperoleh dari jumlah nilai uang yang mereka peroleh dari pengguna fasilitas (tol, angkutan umum, dan lain-lain) serta kompensasi lainnya (hak penggunaan lahan, hak pengusahaan di area layanan, dan lainlain). Sesuai dengan sifatnya, maka akses link Rangkas Bitung - Bogor berbasis jalan rel yang direncanakan harus ditinjau kelayakannya dari sisi potensi pengusahaannya atau dikenal dari sisi finansial (financial feasibility), serta perlu juga ditinjau dari sisi manfaatnya kepada masyarakat atau lebih dikenal sebagai analisis ekonomi (economic feasibility).
Indikator Analisis Kelayakan Pada umumnya setiap keputusan investasi didasarkan atas cepat atau lambatnya tingkat pengembalian modal/biaya investasi dari jumlah manfaat yang diperhitungkan sepanjang masa perencanaan. Pengukuran besaran UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 45 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
biaya dan manfaat ekonomi perlu dilakukan untuk setiap alternatif skenario perbaikan (do-something) yang diusulkan maupun skenario minimum (dominimum). Selanjutnya perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk memperkirakan pengaruh perubahan tingkat bunga, tingkat harga, dan faktor ekonomi/non-ekonomi lainnya yang kemungkinan akan berpengaruh terhadap kinerja setiap alternatif perencanaan di wilayah analisis. Indikator ekonomi baku yang biasa digunakan dalam evaluasi ekonomi antara lain adalah: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (BCR). Secara umum semua indikator tersebut akan memberikan suatu besaran yang membandingkan nilai manfaat dan biaya dari setiap alternatif yang diusulkan, namun secara spesifik setiap indikator tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada umumnya semua indikator tersebut perlu diperiksa untuk menggambarkan secara lebih jelas kejadian-kejadian ekonomi selama masa perencanaan.
1.
Net Present Value (NPV)
Pendekatan NPV ini mencoba menilai kinerja ekonomi dari suatu alternatif perencanaan dengan memperhitungkan besaranya selisih nilai manfaat dan nilai biaya dari setiap alternatif, sepanjang masa perencanaan. Selisih nilai tersebut kemudian diestimasi nilai sekarangnya (tahun dasar proyek) dengan menurunkan nilainya akibat adanya tingkat bunga (discount rate) yang diperkirakan akan terjadi sepanjang waktu perencanaan. Indikator NPV ini
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 46 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
mampu menyediakan informasi besarnya selisih (manfaat-biaya) di setiap tahun tinjauan serta besaran nilai uangnya pada saat sekarang. Formulasi umum dari pendekatan NPV adalah sebagai berikut:
n
NPV t 1
Bt C t
(8.1)
1 i t
dimana : Bt
:
manfaat kotor dari proyek pada tahun t
Ct
:
biaya kotor dari proyek pada tahun t
n
:
umur ekonomis proyek
i
:
discount rate
Dalam hal ini selisih nilai manfaat dengan nilai biaya harus “positif” dalam artian bahwa jumlah manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biayanya. Dengan kata lain, bila nilai NPV > 0 maka alternatif perencanaan tersebut layak secara ekonomis untuk dikerjakan. Dengan demikian, alternatif yang terbaik adalah alternatif yang memberikan nilai NPV yang paling besar.
2.
Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah suatu nilai dari tingkat bunga (discount rate) pada saat nilai sekarang (present value) dari manfaat invetasi sama dengan nilai sekarang (present value) dari biaya investasi, atau besarnya tingkat bunga pada saat di mana nilai NPV = 0.
Nilai ini tidak menunjukkan berapa besar tingkat keuntungan dari investasi tersebut, tetapi jika nilai IRR > discount rate aktual yang diperkirakan akan UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 47 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
terjadi sepanjang masa perencanaan, maka alternatif tersebut layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, secara ekonomi alternatif terbaiknya adalah yang memberikan nilai IRR yang paling besar. Indikator IRR ini sangat penting utamanya jika fluktuasi tingkat bunga, tingkat harga, dan faktor ekonomi/non-ekonomi lainnya cukup signifikan mempengaruhi operasi sistem transportasi di wilayah analisis.
3.
Benefit Cost Ratio (BCR)
BCR adalah perbandingan total biaya terhadap total manfaat di setiap tahun tinjauan, yang dilakukan dengan mengkonversikan nilai tersebut ke tahun dasar dengan mempertimbangkan besarnya tingkat bunga (discount rate) yang diprediksi akan terjadi. Sesuai dengan definisinya BCR ini berupa indikator tanpa satuan yang menyatakan proporsi atau signifikansi manfaat terhadap biaya pada suatu skema investasi. Secara matematis bentuk fungsional dari indikator BCR ini adalah sebagai berikut: BCR
nilai sekarang total manfaat nilai sekarang total biaya
(8.2)
Jika suatu alternatif menunjukkan nilai BCR > 1, maka alternatif tersebut secara ekonomis layak untuk dilaksanakan, dan alternatif terbaik adalah yang memberikan nilai BCR yang paling besar. Indikator BCR ini mirip dengan NPV dalam merepresetasikan manfaat suatu alternatif perencanaan, di mana NPV memberikan besaran nilai uang UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 48 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
sedangkan BCR memberikan besaran proporsi. Kadangkala nilai NPV yang besar belum tentu memberikan nilai BCR yang juga besar, hal ini tergantung dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Indikator BCR ini secara langsung memberikan ukuran efektifitas biaya (cost efectiveness) dari usulan rencana yang diajukan.
3.4.11 Pemilihan Teknologi KA Terdapat beragam teknologi KA yang dapat digunakan pada jaringan jalan KA pada jalur di Wilayah Madura. Pemilihan teknologi yang tepat akan berdampak pada efisiensi investasi, optimalisasi operasi, dan kemudahan dalam pemeliharaan dan antisipasinya tehadap kondisi di masa datang. Beberapa teknologi yang perlu dilihat/dipilih aplikasinya terkait dengan: a.
Teknologi prasarana: jalur KA (lebar gauge, beban gandar, bantalan, dll), sinyal, telekomunikasi, dan listrik,
b.
Teknologi sarana: jenis gerbong dan kereta, tipe lokomotif, traksi/tenaga penggerak, dan kapasitas/daya angkut lokomotif,
Beberapa pertimbangan terkait dengan pemilihan teknologi ini tidak terlepas dari konsep ekonomi, diantaranya: a.
Biaya investasi dan operasi: nilai/biaya pengadaan dan penggunaan dari jenis alternatif teknologi,
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 49 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
b.
Integrasi dengan Jaringan KA di Surabaya: bagaimanapun juga lintas komuter ini harus terintegrasi secara teknologi jaringan KA di Surabaya sehingga memudahkan dalam operasinya,
c.
Antisipasi perkembangan teknologi: di masa datang akan terus terjadi penemuan/perubahan teknologi KA sebagai antisipasi terhadap tuntutan effisiensi dan kelangkaan energi (energy shortage).
d.
Akomodasi terhadap kebutuhan spesifik: teknologi pada jaringan jalan KA ini harus sesuai dengan kondisi alam setempat, kebutuhan angkutan yang ada, serta berbagai batasan spesifik khas Madura yang ada, misalnya: daya dukung tanah.
3.4.12 Pra-desain untuk Alternatif Trase Jalan KA Secara umum proses pra-desain disampaikan pada pada Gambar 3.6. Pelaksanaan pra-desain jaringan jalan KA untuk jalur KA di Wilayah Madura ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan utama, yakni: a.
Kondisi fisik trase rencana (topografi, hambatan, dan daya dukung tanah)
b.
Lokasi potensi permintaan perjalanan
c.
Simpul srategis yang diakomodasi
d.
Peraturan desain jalan KA (geometrik dan struktur)
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 50 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
Dari tahap pra-desain ini diperoleh beberapa hasil sebagai berikut: a.
Besaran rencana (ukuran metrik dan spesifikasi desain),
b.
Peta trase jalan KA,
c.
Tipikal desain struktur jalan KA,
d.
Tipikal desain jembatan KA,
e.
Tipikal desain stasiun dan terminal KA, serta
f.
Perkiraan biaya investasi jalan KA.
Data hasil pra-desain ini sangat berguna sebagai informasi dalam melakukan analisis kelayakan investasi, rekomendasi teknis, dan beberapa keputusan terkait dengan pemilihan teknologi, implementasi konstruksi. Peraturan Perencanaan Jalan KA: - Peraturan Dinas No, 10 (PD 10) - Regelemen No. 19 (R – 19) - Regelemen No. 3 (R – 3) - Verodening Kereta Api (S.V), dll
Data teknis: - Kondisi fisik trase rencana - Lokasi potensi perjalanan - Simpul strategis
Pra-desain /desain makro alinyemen Jalan KA
Identifikasi lokasi stasiun/terminal
Tipikal desain Stasiun/Terminal
Identifikasi kebutuhan jembatan
Tipikal desain Jembatan KA
Gambar tipikal desain
Estimasi Biaya
Gambar 3.8 Proses Pra-Desain Alternatif Trase Jalan KA
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 51 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.4.13 Analisis Manfaat bagi Masyarakat Manfaat pengembangan jaringan jalan KA di wilayah Bogor - Rangkas Bitung ini dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan sebagaimana disampaikan pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.4 Potensi Manfaat Investasi KA bagi Masyarakat No 1
Jenis Manfaat
Penjelasan
Manfat selama Proses
- Penggunaan tenaga kerja lokal secara langsung
Konstruksi Jalan KA
(konsultan, kontraktor, pengawas, buruh, dll), - Terbukanya
lapangan
kerja
baru
sebagai
pendukung (supplier, jasa boga, transport, dll) - Penggunaan SDA lokal (batu, tanah, kayu, dll) 2
Manfaat Langsung dari Operasi KA
- Biaya transportasi –waktu, out of pocket moneyturun (Rp/penumpang), - Lapangan kerja baru sebagai operator/pelayanan utama (management, operasi, maintenance), - Lapangan kerja baru di pelayanan pendukung (jasa boga, ticketing, supplier, dlsb)
3
Manfaat tidak Langsung dari Operasi KA
- Potensi penambahan kapasitas produksi di daerah pelayanan - Kenaikan intesitas kegiatan ekonomi dan harga lahan di sekitar stasiun, - Penghematan energi dan pencegahan perusakan lingkungan, - Dampak ikutan lain/multiplier effect: hankam, sosial, new investment, dlsb
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 52 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab III Metodologi Penelelitian
3.5
Jadwal Waktu Pelaksanaan Dalam menyusun suatu kajian tentunya terdapat program kerja yang bertujuan agar mendapatkan hasil sesuai dengan waktu yang ditetapkan, jadwal waktu pelaksanaan kajian Analisa Reaktifasi Pembangunan Jalan KA di Bogor - Rangkas Bitung ini di sajikan dalam Tabel 3.5 Jadwal Pelaksanaan
UNIVERSITAS MERCUBUANA III - 53 -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Bulan Ke NO
KEGIATAN
DURASI
I
1 1 2 3
4 5 6
Proposal Skripsi Seminar Proposal Pengumpulan Data a. Survei Data Sekunder b. Survei Data Primer Analisa Data Kesimpulan dan Saran Finalisasi Tugas Akhir
II
III IV V VI 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2 1 12 8 10 3 3 3
Universitas Mercubuana III - 54 http://digilib.mercubuana.ac.id/
KETERANGAN