BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan: 1.
Tahapan preparasi material meliputi sintesis TiO2 nanorods dari prekursor TiO2 hasil milling dilakukan dengan metode hidrotermal, sedangkan sintesis CuSCN dilakukan dengan metode presipitasi.
2.
Tahap karakterisasi material pembentukan TiO2 nanorods dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui pola kristalografi material. Karakterisasi secara kualitatif dilakukan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi permukaan material dan Transmission Electron Microscopy (TEM) untuk mengetahui terbentuknya struktur nanorods. Karakterisasi material dengan menggunakan Surface Area Analyzer (SAA) untuk mengetahui luas permukaan material.
3.
Tahap karakterisasi sifat optik dan sifat listrik material CuSCN yang dihasilkan dapat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dan I-V measurement dengan metode Two Point Probe.
4.
Tahap pengujian kinerja DSSC dilakukan menggunakan simulator sel surya Keithley 2602 A system source. Proses deposisi TiO2 pada kaca konduktif ITO dilakukan dengan metode slip casting sedangkan pendeposisian CuSCN secara drop coating.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia, Laboratorium MIPA Terpadu, dan Laboratorium Fisik Material FMIPA UNS yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 – Maret 2016. Uji karakterisasi XRD, SEM, UV-Vis dan
34
35
pengujian konduktivitas dan efisiensi SSDSSC dilakukan di Universitas Sebelas Maret, sedangkan uji karakterisasi TEM dilakukan di Universitas Gajah Mada.
C. Alat dan Bahan 1.
Alat yang digunakan dalam penelitian
a. Alat gelas (Pyrex) b. Ball milling dengan kecepatan konstan 1000 rpm c. Hidrotermal d. Neraca analitik santorius BP 110 e. Hot plate f. pH meter g. Magnetic stirrer h. Furnace E-Scientific Up to 1300 °C i. Oven Memmert j. Kaca konduktif ITO (Indium Tin Oxide) ukuran 2,5 x 2,5 cm k. X-Ray Diffraction (XRD) Bruker Tipe D8 dengan anoda Cu l. Surface Area Analyzer (SAA) Nova 1000 m. Spektrofotometer UV-Vis Lamda 25 Pelkin Elmer n. Scanning Electron Microscopy (SEM) Quanta 250 o. Transmission Electron Microscope (TEM) JEOL p. I-V measurement El-Kahfi q. Keithley 2602 A system source r. TEM (Transmission Electron Microscope) JEOL
2.
a. TiO2 teknis (Brataco) b. NaOH (Aldrich) c. Etanol p.a. (Merck) d. DMSO (Aldrich)
Bahan yang digunakan
36
e. CuSO4.5H2O (Merck) f. Na2S2O3 (Merck) g. KSCN (Merck) h. 2,2’-bipyridin (bpy) (Aldrich) i. 2,2’-biquinolin-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq) (Aldrich) j. FeSO4.7H2O (Merck) k. Akuades l. Pasta platina (Aldrich) m. Asetonitril
D. Prosedur Penelitian 1.
Sintesis CuSCN
Sintesis CuSCN dibuat dengan pelarutan senyawa CuSO4.5H2O dengan Na2S2O3 masing-masing dalam 50 mL akuades. Kemudian larutan dicampurkan dengan perbandingan Na2S2O3:CuSO4.5H2O sebesar 2:5 volume dan diaduk hingga terbentuk warna hijau keruh. Kemudian ditambah KCNS tetes demi tetes hingga tidak terbentuk lagi endapan. Endapan putih yang telah terbentuk dipisahkan dari filtrat dan dikeringkan pada suhu ruang (Chao et al., 2013). Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi prekusor CuSO4.5H2O, Na2S2O3, KSCN ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Konsentrasi masing-masing prekursor dalam pembentukan CuSCN CuSCN A B C
CuSO4.5H2O (M) 0,02 0,04 0,08 2.
Na2S2O3 (M) 0,08 0,16 0,32
KSCN (M) 0,025 0,05 0,1
Sintesis TiO2 nanorods
Prekursor yang digunakan dalam sintesis TiO2 adalah TiO2 nanopartikel hasil perlakuan ball milling dengan kecepatan konstan 1000 rpm selama 5 jam.
37
Sebanyak 1,5 g TiO2 nanopartikel ditambah 50 mL NaOH 12 M. Campuran distirer hingga homogen dan dimasukkan ke dalam teflon dan dilakukan hidrotermal pada suhu 150 oC selama 24 jam. Campuran hasil hidrotermal dinetralkan dengan HCl 0,1 M hingga mencapai pH 7. Padatan yang diperoleh dipisahkan dari filtrat, lalu dikeringkan pada suhu 60 oC selama 12 jam dan dikalsinasi pada suhu 400, 500, dan 600 oC selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan karakterisasi menggunakan XRD, TEM, dan SAA.
3.
Pembentukan senyawa kompleks sebagai dye
Senyawa kompleks sensitizer Fe(dcbq)(bpy) dibuat sesuai prosedur yang dilakukan Wahyuningsih et al. (2013). Dipersiapkan masing masing ligan 2,2’bipyridin (bpy); 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq), dan ion Fe2+ dalam pelarut DMSO-etanol (1:20) dengan konsentrasi masing masing 10-3 M sehingga diperoleh perbandingan Fe2+:dcbq:bpy = 2:1:1. Kemudian larutan tersebut distirer hingga berwarna merah muda.
4. Fabrikasi SSDSSC
a. Pembuatan Pasta TiO2 Sebanyak 0,05 g TiO2 dilarutkan dalam 0,4 mL etanol p.a. Campuran distirer hingga homogen. Kemudian larutan di-ultrasonic cleaner selama 10 menit dan diaduk kembali dengan stirrer selama + 10 menit hingga larutan mengental. b. Deposisi Lapisan Tipis TiO2 Kaca ITO berukuran 2,5 x 2,5 cm dibersihkan terlebih dahulu dalam larutan etanol dengan menggunakan ultrasonic cleaner. Selanjutnya dikeringkan dan pada bagian kaca yang bersifat konduktif masing-masing diberi pembatas dengan selotip dengan luas permukaan persegi 1 cm2. Pasta TiO2 dilapiskan pada kaca ITO dengan metode slip casting. Setelah kering kemudian selotip dilepas dari kaca ITO dan kaca ITO dipanaskan pada suhu 300 oC selama
38
30 menit. Kemudian kaca ITO yang telah terlapisi TiO2 didiamkan hingga dingin. Ilustrasi skema lapis tipis TiO2 ditunjukkan pada Gambar 14. 1 cm Material oksida 1 cm ITO 2,5 cm
2,5 cm
Gambar 1. Skema ilustrasi lapis tipis TiO2
c. Perendaman Lapisan TiO2 dalam Dye Lapis tipis TiO2 ditetesi larutan dye (konsentrasi ~10-3 M) dari kompleks ion logam Fe dengan ligan 2,2’-bipyridin (bpy), 2,2’-biquinoline-4,4’dicarboxylic acid (dcbq), dalam pelarut DMSO/etanol (1:20) selama 24 jam secara berkala hingga dye menempel secara merata pada permukaan TiO2. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama ± 30 menit. d. Deposisi Lapisan Tipis Elektrolit Zat Padat CuSCN Sebanyak 0,05 g CuSCN ditumbuk hingga halus. Lalu ditambah 0,4 mL asetonitril dan diaduk hingga homogen. Pasta yang terbentuk dilapiskan di atas TiO2 tersensitasi dye secara drop coating. Lapis tipis ITO/dye/CuSCN dikeringkan pada suhu ruang. e. Deposisi Lapisan Tipis Elektrolit Platina Kaca ITO berukuran 2,5 x 2,5 cm dibersihkan terlebih dahulu dalam larutan etanol dengan menggunakan ultrasonic cleaner. Selanjutnya dikeringkan dan pada bagian kaca yang bersifat konduktif masing-masing diberi pembatas dengan selotip dengan luas permukaan persegi 1 cm2. Pasta TiO2 dilapiskan pada kaca ITO dengan metode slip casting. Setelah kering kemudian selotip dilepas dari kaca ITO dan kaca ITO dipanaskan pada suhu 300 oC selama 30 menit. Kemudian kaca ITO yang telah terlapisi TiO2 didiamkan hingga dingin.
39
f. Perangkaian DSSC Lapisan kaca ITO/dye/CuSCN disatukan secara sandwich dengan elektroda platina. Kontruksi sel fotoanoda TiO2 dan elektroda platina dirangkai dengan thermoplastic sealant film. Kemudian dijepit dengan klip pada kedua sisi. g. Pengujian DSSC Pengujian kinerja DSSC dilakukan menggunakan simulator sel surya Keithley 2602 A system source dengan intensitas radiasi cahaya 1000 W/m2 menggunakan lampu halogen.
5. Teknik Pengumpulan Data
Tahap awal dari penelitian ini adalah sintesis TiO2 nanorods. Hasil sintesis diperoleh serbuk berwarna putih. Selain itu juga dilakukan pembuatan CuSCN dan diperoleh serbuk putih. Selanjutnya dikarakterisasi dengan menggunakan TEM untuk mengetahui bentuk nanorods pada TiO2, SAA untuk mengetahui luas permukaan material, dan XRD untuk mengetahui struktur dan ukuran kristal yang terbentuk. Dye kompleks dikarakterisasi dengan menggunakan spektrometer UVVis untuk mengetahui serapan tampak dye. Pada aplikasi SSDSSC dilakukan pengujian dengan menggunakan simulator sel surya. Performa sel surya diuji pada kondisi gelap dan terang untuk mengetahui respon terhadap cahaya tampak.
6. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengujian dapat dianalisis dengan cara sebagai berikut: 1.
Hasil pengujian menggunakan XRD diperoleh pola difraktogram X-Ray TiO2 hasil milling, TiO2 nanorods, dan CuSCN pada 2θ tertentu. Analisis kualitatif TiO2 hasil milling dan nanorods dapat dilihat dengan membandingkan harga 2θ atau d spacing dari difraktogram X-Ray sampel dan harga 2θ atau d spacing difraktogram X-ray JCPDS (Joint Commitee Powder Difraction Standart). Analisis kuantitatif dengan metode Rietvield refinement diperoleh parameter
40
meliputi nilai Rp, Rwp, dan GOF. Selain itu, pola difraktogram X-ray dapat dihitung ukuran kristal yang terbentuk menggunakan persamaan Scherrerdan dapat dihitung persentase fase TiO2 nanorods yang terbentuk. 2.
Hasil pengujian menggunakan TEM dapat diketahui penampakan TiO2 nanorods berupa gambar mode pencitraan daerah terang dan gelap pada perbesaran tertentu sehingga dapat diketahui ukuran dan struktur nanorods yang diinginkan.
3.
Hasil pengujian menggunakan SAA diperoleh luas permukaan material TiO2 hasil milling dibandingkan dengan luas permukaan TiO2 nanoorods.
4.
Hasil pengujian TiO2, dye, dan TiO2-dye dengan menggunakan spektrometer UV-Vis diperoleh besaran berupa absorbansi dan panjang gelombang sehingga dapat diamati pergeseran panjang gelombang.
5.
Hasil pengujian SEM diketahui morfologi permukaan CuSCN berupa gambar mode pencitraan daerah terang dan gelap pada perbesaran tertentu.
6.
Hasil pengujian konduktivitas CuSCN dengan metode Two Point Probe diperoleh data arus dan tengangan dan diolah sesuai persamaan 15-18 sehingga diperoleh nilai konduktivitas CuSCN.
7.
Hasil pengujian kinerja SSDSSC pada kondisi gelap dan terang diperoleh besaran listrik meliputi Isc, Voc, Imaks, Vmaks pada luas aktif material 1 cm2. Perolehan data tersebut dapat dihitung efisiensi pada sistem SSDSSC.